Perilaku 3M Plus Ibu Rumah Tangga dan Kondisi Lingkungan Terhadap Kepadatan Larva Aedes Aegypti di Wilayah Zona Merah Kelurahan Kebon Kacang, Jakarta Pusat Tahun 2014 SKRIPSI DISUSUN OLEH : ILHAM EKA PRADITYA 1110101000015 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M
136
Embed
Perilaku 3M Plus Ibu Rumah Tangga dan Kondisi Lingkungan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25550/1/ILHAM... · The main vector of DHF spread was Aedes aegypti
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Perilaku 3M Plus Ibu Rumah Tangga dan Kondisi Lingkungan Terhadap
Kepadatan Larva Aedes Aegypti di Wilayah Zona Merah Kelurahan Kebon
Kacang, Jakarta Pusat
Tahun 2014
SKRIPSI
DISUSUN OLEH :
ILHAM EKA PRADITYA
1110101000015
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H / 2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah saru persyaratan memperoleh gelar strata I di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
Semua sumber yang saya gunakan dalarn penelitian ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
Jika d-ikemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, Juli 2014
1.
2.
3.
Ilham Eka Praditya
iii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, 3 Juli 2014 Ilham Eka Praditya, NIM : 1110101000015 Perilaku 3M Plus Ibu Rumah Tangga dan Kondisi Lingkungan Terhadap Kepadatan Larva Aedes Aegypti di Wilayah Zona Merah, Kelurahan Kebon Kacang, Jakarta Pusat Tahun 2014 (xvii + 118 + Lampiran + 3 Gambar + 11 Tabel )
ABSTRAK Kelurahan Kebon Kacang merupakan salah satu wilayah di Jakarta Pusat yang berbatasan langsung dengan zona merah di Kelurahan Menteng. Zona merah adalah daerah yang dalam tiga minggu berturut-turut terdapat lebih dari sembilan penderita DBD atau ada yang meninggal akibat DBD. Vektor utama penyebaran DBD adalah nyamuk Aedes aegypti dan cara paling efektif untuk mengurangi penyebaran kasusnya adalah dengan mencegah keberadaan larvanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku 3M Plus ibu rumah tangga dan kondisi lingkungan terhadap kepadatan larva Aedes aegypti di wilayah zona merah Kelurahan Kebon Kacang. Desain yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah sampel sebesar 201 ibu rumah tangga di Kelurahan Kebon Kacang. Faktor yang diteliti adalah perilaku (pengetahuan, sikap, dan tindakan) 3M Plus ibu rumah tangga dan kondisi lingkungan (TPA, kelembaban udara, suhu, dan fungsi jendela). Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei – Juni 2014. Hasil penelitian terhadap perilaku 3M Plus ibu rumah tangga adalah terdapat 23,9% memiliki pengetahuan yang baik, 84,6% memiliki sikap yang baik, dan 53,7% memiliki tindakan yang baik. Kemudian, hasil penelitian terhadap kondisi lingkungan adalah terdapat 88,6% TPA yang beresiko, 40,8% suhu yang optimal untuk perkembangan larva, rata-rata kelembaban udara 36,99% dan 61,7% jendela yang tidak berfungsi dengan baik. Saran yang diberikan kepada masyarakat Kelurahan Kebon Kacang adalah untuk turut serta berperan aktif dalam melaksanakan 3M Plus secara terus menerus. Sedangkan untuk Puskesmas Tanah Abang selaku pihak kesehatan terdekat harus terus mempublikasikan 3M Plus kepada seluruh masyarakat secara rutin dan memberlakukan reward dan punishment agar masyarakat lebih aktif dan bersemangat dalam menjalankan 3M Plus. Harapannya adalah agar kepadatan larva Aedes aegypti akan berkurang serta angka kasus DBD akan turun dengan sendirinya. Referensi : 86 (1985 - 2014)
iv
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH ENVIRONMENTAL HEALTH Undergraduate Thesis, 3rd July 2014 (xviii + 118 pages + Attachments + 3 Pictures + 11 Tables) Ilham Eka Praditya, NIM : 1110101000015 Housewife’s 3M Plus Behavior and Environment Condition Toward The Density of Aedes Aegypti Larvae in The Red Zone, Kebon Kacang Village, Central Jakarta 2014
ABSTRACT Kebon Kacang ward is one of the area within Central Jakarta which directly adjacent to the red zone in Menteng ward. The red zone is an area that there were more than nine dengue hemorrhagic fever (DHF) patient in three weeks or any fatality because of DHF. The main vector of DHF spread was Aedes aegypti mosquitoes and the most effective way to reduce the disease is by prevent the presence of Aedes aegypti larvae. The purpose of this study was to know housewife’s 3M Plus behavior and environment condition toward the density of Aedes aegypti larvae in the red zone, Kebon Kacang village. Using a cross sectional study design, this study used 201 housewives in Kebon Kacang village as samples. The factors that investigated in this study were housewife’s 3M Plus behavior (knowledge, attitude, and action) and the condition of the environment (the condition of the containers, air humidity, temperature, and window function). Data collection was done by May – June 2014. The result about 3M Plus showed there were 23,9% housewives had a good knowledge, 84,6% had a good attitude, and 53,7% had a good action. Then, there were 88,6% had containers that can be potential to the development of Aedes aegypti larvae, 40,8% had optimal temperature, had 36,99% average of air humidity and 61,7% had window that wasn’t in its function. The suggestion to all communities in Kebon Kacang ward is to take an active role doing 3M Plus continuously. While the suggestion for Puskemas Tanah Abang as a health committee is doing a non-stop publication about 3M Plus and imposing a reward and punishment so that all people will take an active role and has spirit doing 3M Plus. The hopes are the density of Aedes aegypti larvae and the DHF cases will reduce by themselves. References : 86 (1985 – 2014)
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS PERSONAL
NAMA : ILHAM EKA PRADITYA
ALAMAT ASAL : JL. KEBON KACANG 41 NO. 10 RT/RW 001/008 TANAH ABANG,
dan Elfira) atas dukungan, senyuman, saran, dan doa yang tiada henti
menemani perjalanan penyusunan skripsi ini. Terima kasih untuk
semuanya!
7. Keluarga besar ENVIHSA UIN yang tercinta. Mereka alasan utama untuk
tetap semangat dan giat mengejar cita-cita, tetap tersenyum lebar di kala
semangat memudar, serta dukungan serta doa yang tak pernah henti.
Terima kasih, kalian luar biasa! I am nothing without them.
8. Nabila Dewi Ichsani atas dorongan, semangat, dan segalanya selama
penyusunan skripsi ini.
9. Sahabat super di kampus Misyka Nadziratul Haq, Agung Raharjo, dan
Fuad Hilmi Sudasman yang membuat kehidupan kampus menjadi tidak
biasa.
10. Dhayfi Lutfina, Atika Fitriani, Bayu Tripratomo, Chairul Anam, dan
Haulussy Melkianus. True friends are very difficult to find, hard to leave,
and impossible to forget.
11. Terakhir dan menjadi yang paling penting adalah untuk kedua orang tua
dan segenap keluarga yang mendukung, mendoakan, serta mencurahkan
segalanya setiap saat. Alm. Bapak, Mama, Papa, Ibnu, Intan, Irdina, dan
Irsyad. Terima kasih banyak! They are my world.
Akhir kata, sungguh segala sesuatu hanya milik Allah SWT dan sebagai hamba
yang dhaif tentu segala kekurangan dan kesalahan datangnya dari Penulis. Kritik dan
saran sangat dinantikan oleh Penulis agar bisa menjadi perbaikan di masa yang akan
datang.
Jakarta, Juli 2014
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN…………………………..…………………………..ii
ABSTRAK…………………………………………..…………………………...iii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING…...……..……………………….v DAFTAR RIWAYAT HIDUP………………………………………………….vi KATA PENGANTAR…………..……………………………………………..viii DAFTAR ISI…………………..…………………………………………………x DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………xv DAFTAR TABEL…………....………………………………………………...xvi DAFTAR LAMPIRAN…..…………………………………………………..xviii
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ....................................................................................... 6
Pengetahuan, sikap, dan tindakan 3M plus : a. Menguras b. Menutup c. Mengubur d.Pengelolaan lingkungan
Perilaku Ibu Rumah Tangga
i. Kepadatan penduduk
ii. Keberadaan pemukiman kumuh
iii. Keberadaan pasar
Kepadatan Larva Aedes aegypti
Kondisi Lingkungan
Pelayanan Kesehatan
Frekuensi penyuluhan
tentang DBD
34
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep yang dibuat oleh peneliti adalah berdasarkan
penelitian-penelitian yang dilakukan terdahulu. Kepadatan larva Aedes
aegypti selama ini dikenal sebagai penyebab awal vektor utama penyakit
DBD. Kepadatan larva tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor dan
beberapa faktor yang akan diteliti adalah : Perilaku 3M plus ibu rumah
tangga yang mencakup pengetahuan, sikap, dan tindakan serta kondisi
lingkungan seperti tempat penampungan air, kelembaban udara, suhu, dan
fungsi jendela.
Gambar 3.1. Kerangka Konsep
Tempat Penampungan Air (TPA)
Kepadatan Larva Aedes aegypti
Pengetahuan 3M Plus
Sikap 3M Plus
Tindakan 3M Plus
Kelembaban Udara
Suhu
Fungsi Jendela
35
3.2. Definisi Operasional
No
.
Variabel Definisi Alat
Ukur
Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Tempat
Penampun
gan Air
(TPA)
Tempat penampungan air
yang digunakan untuk
keperluan sehari-hari dan
berpotensi menjadi
breeding places nyamuk
dan dalam kondisi
terbuka. Contohnya
adalah bak mandi, ember
air, kontainer air, dan
lainnya. Responden yang
tidak memiliki tempat
penampungan air
dimasukkan ke dalam
kategori tertutup.
Lembar
observasi
1. Terbuka
2. Tertutup
Nomina
l
36
No
.
Variabel Definisi Alat
Ukur
Hasil Ukur Skala
Ukur
2. Suhu Derajat panas dingin di
sekitar TPA dan
dinyatakan dalam ° C dan
rentang waktu observasi
adalah 15 menit setiap
rumah yang dimulai dari
pukul 08.00 – 16.00 WIB.
Thermohy
drometer
1. Optimal :
20-30° C
2. Tidak
optimal :
<20°C &
>30°C
(Iskandar, et
al., 1985)
Ordinal
3. Kelembab
an udara
Banyaknya uap air yang
terkandung dalam udara
di sekitar TPA dan
rentang waktu observasi
adalah 15 menit setiap
rumah yang dimulai dari
pukul 08.00 – 16.00 WIB.
Thermohy
drometer
0-100%
Rasio
37
No
.
Variabel Definisi Alat
Ukur
Hasil Ukur Skala
Ukur
4. Jendela Adanya suatu tempat yang
berfungsi sebagai
ventilasi, serta dibuka
secara teratur.
Lembar
Observasi
1. Berfungsi
2. Tidak
Berfungsi
Nomina
l
5. Kepadatan
larva
Aedes
aegypti
Hasil dari observasi larva
yang dilakukan pada saat
penelitian.
Lembar
Observasi
1. Ada
2. Tidak
Nomina
l
38
No
.
Variabel Definisi Alat
Ukur
Hasil Ukur Skala
Ukur
6. Pengetahu
an
terhadap
3M+
Segala sesuatu yang
diketahui responden
tentang 3M+ dan akan
dihitung dengan skoring
(Ganie, 2009)
Kuesioner 1. Baik :
≥80%
2. Buruk :
<80%
(Yudhastuti
dkk, 2005)
Ordinal
7. Sikap
terhadap
3M+
Tanggapan atau reaksi
responden tentang 3M+
dan akan dihitung dengan
skoring (Ganie, 2009)
Kuesioner 1. Baik :
≥80%
2. Buruk :
<80%
(Yudhastuti
dkk, 2005)
Ordinal
39
No
.
Variabel Definisi Alat
Ukur
Hasil Ukur Skala
Ukur
8. Tindakan
terhadap
3M+
Segala tindakan yang
dilakukan responden
tentang 3M+ dan akan
dihitung dengan skoring
(Ganie, 2009)
Kuesioner 1. Baik :
≥80%
2. Buruk :
<80%
(Yudhastuti
dkk, 2005)
Ordinal
40
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, desain yang digunakan adalah cross sectional
study. Hal ini dikarenakan tujuan dari penelitian yang dilakukan untuk
menganalisis perilaku 3M Plus ibu rumah tangga dan kondisi lingkungan
terhadap kepadatan larva Aedes aegypti pada saat penelitian dijalankan.
Sehingga hal tersebut sesuai dengan kriteria penggunaan desain cross
sectional dimana desain ini berfungsi dalam meneliti pada waktu yang
bersamaan.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kelurahan Kebon Kacang,
Jakarta Pusat pada bulan Mei-Juni 2014.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga dan seluruh rumah
di wilayah Kelurahan Kebon Kacang.
41
2. Sampel
Sampel yang merupakan bagian dari populasi tersebut adalah rumah
tangga dengan unit analisisnya ibu rumah tangga sebagai pengelola
lingkungan di dalam rumahnya.
4.4. Besar Sampel
Rumus besar sampel yang digunakan pada penelitian kali ini
adalah komparatif kategorik tidak berpasangan, yaitu :
Gambar 3. Rumus Komparatif Kategorik Tidak Berpasangan
Tabel 4.1. Jumlah Sampel
No. P1 P2 Variabel Jumlah
Sampel
Sumber
1 0,6 0,7 Suhu 182 Yudhastuti dkk, 2005
2 0,6 0,5 Suhu 138 Yudhastuti dkk, 2005
a. Nilai P1 yang diambil sebesar 0,6 mengenai hubungan suhu dengan
keberadaan larva Aedes aegypti (Yudhastuti dkk, 2013)
b. Nilai P2 yang diambil adalah menggunakan estimasi beda 10%
dikarenakan peneliti tidak mengetahui nilai P2 dari penelitian sebelumnya.
1. P2 yang pertama adalah 10% > P1
P2 = 10% + 60% = 70%
P2 = 0,7
42
2. P2 yang kedua adalah 10% < P1
P2 = 60% - 10% = 50%
P2 = 0,5
c. Kesalahan tipe I 5%, Z1-α/2 = 1,96
d. Kesalahan tipe II 10%, Z1-β = 1,28
Jadi, sampel yang didapat adalah sampel terbesar dari hasil perhitungan
tersebut.
n = 182
n + 10%(n) = 182 + 19 = 201
Untuk mengantisipasi adanya data yang hilang atau kurang, peneliti
merasa perlu menambahkan 10% dari total sampel yang telah di dapat.
Jadi, total sampelnya adalah 201 KK.
43
Tabel 4.2. Jumlah Sampel Per RW
RW Jumlah Sampel
I 20
II 27
III 18
IV 18
V 25
VI 12
VII 15
VIII 22
IX 12
X 21
XI 11
Total 201
4.5. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik sampling yang digunakan adalah teknik simple random
sampling. Teknik ini akan menentukan sampel yang ada di dalam wilayah
penelitian yaitu Kelurahan Kebon Kacang yang terbagi menjadi 11 rukun
warga (RW). Jumlah KK yang ada di Kelurahan Kebon Kacang adalah
8347 KK (Laporan Bulanan Kelurahan Kebon Kacang, 2014). Dari
seluruh jumlah KK yang ada, akan dibuat nomor urut dari 1 hingga 8347
dan akan dipilih 201 KK secara acak. Pemberian nomor urut tersebut akan
44
disesuaikan dengan nomor rumah yang ada di tiap RT yang berada di
dalam suatu RW.
4.6. Pengumpulan Data
4.6.1. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer akan diambil saat melakukan observasi di wilayah
penelitian.
b. Data Sekunder
Data sekunder berupa data statistik penduduk dan data ABJ yang
akan diambil di Kelurahan Kebon Kacang dan Puskesmas Tanah
Abang.
4.6.2. Metode
a. Data Primer
Variabel tentang perilaku 3M Plus akan diambil melalui pengisian
kuesioner yang di dalamnya mencakup pertanyaan tentang pengetahuan,
sikap, dan tindakan terkait 3M Plus. Kuesioner tersebut akan diberikan
kepada ibu rumah tangga yang sudah ditunjuk dan setuju menjadi
responden. Untuk mendukung hasil kuesioner yang ada, dilakukan pula
wawancara mendalam kepada kepala RW 10 yang bernama Bapak Suroso
karena beliau merupakan tokoh yang dikenal masyarakat dan paham
mengenai 3M Plus di wilayah Kelurahan Kebon Kacang. Kemudian,
45
kepadatan larva Aedes aegypti akan diobservasi langsung menggunakan
lampu senter (visual survey) di tempat penampungan air yang ada di dalam
rumah ibu rumah tangga. Faktor kondisi lingkungan juga diobservasi juga
secara langsung oleh peneliti di saat yang bersamaan.
4.6.3. Instrumen Penelitian
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Kuesioner
Kuesioner yang digunakan mencakup beberapa pertanyaan yang terkait
dengan variabel perilaku 3M Plus ibu rumah tangga (pengetahuan, sikap,
dan tindakan). Penilaian atau skoring yang dilakukan adalah dengan
memberikan nilai 1 untuk jawaban benar dan 0 untuk jawaban salah.
Pembagian kategori baik atau buruk amat tergantung dengan total skor
yang didapat oleh responden berkaitan dengan jawaban yang ada di dalam
kuesionernya. Contoh skoring akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Pengetahuan (8 pertanyaan) = (P1+ … +P8 / 8) x 100%
b. Sikap (7 pertanyaan) = (S1 + … + S7 / 7) x 100%
c. Tindakan (8 pertanyaan) = (T1 + … + T8 / 8) x100%
Kuesioner yang akan diujikan ini telah melewati uji validitas dan uji
realibilitas terlebih dahulu menggunakan 19 responden. Berikut adalah
hasil uji validitas dan uji realibilitas yang telah dilakukan.
46
a. Uji validitas
Validitas merupakan indeks yang menunjukkan apakah suatu alat
ukut yang digunakan dapat mengukur apa yang dia ukur.
Tabel 4.3.
Hasil Uji Validitas Pengetahuan 3M Plus
No. Pertanyaan Nilai Uji R Tabel
( n=19)
Status
1 P1 0,635
0,456
(Sugiyono,
1999)
Valid
2 P2 0,635
3 P3 0,652
4 P4 0,462
5 P5 0,461
6 P6 0,854
7 P7 0,642
8 P8 0,642
Semua pertanyaan untuk variabel pengetahuan memiliki nilai uji
validitas di atas nilai R tabel pada n = 19. Oleh sebab itu, seluruh
pertanyaannya dinyatakan valid.
47
Tabel 4.4.
Hasil Uji Validitas Sikap 3M Plus
No. Pertanyaan Nilai Uji R Tabel
( n=19)
Status
1 S1 0,459
0,456
(Sugiyono,
1999)
Valid
2 S2 0,667
3 S3 0,667
4 S4 0,667
5 S5 1,000
6 S6 0,667
7 S7 0,667
Semua pertanyaan untuk variabel sikap memiliki nilai uji validitas
di atas nilai R tabel pada n = 19. Oleh sebab itu, seluruh pertanyaannya
dinyatakan valid.
48
Tabel 4.5.
Hasil Uji Validitas Tindakan 3M Plus
No. Pertanyaan Nilai Uji R Tabel
( n=19)
Status
1 T1 0,464
0,456
(Sugiyono,
1999)
Valid
2 T2 0,609
3 T3 0,885
4 T4 0,885
5 T5 0,885
6 T6 0,885
7 T7 0,464
8 T8 0,464
Semua pertanyaan untuk variabel tindakan memiliki nilai uji
validitas di atas nilai R tabel pada n = 19. Oleh sebab itu, seluruh
pertanyaannya dinyatakan valid.
b. Uji realibilitas
Realibilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana
suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Uji
realibilitas menggunakan Alpha Cronchbach dimana instrument penelitian
dianggap reliabel jika nilai alpha minimal 0,6.
49
Tabel 4.6.
Hasil Uji Realibilitas
No. Variabel Alpha Cronchbach Alpha
Minimal
Status
1 Pengetahuan 0,810
0,6 Reliabel 2 Sikap 0,845
3 Tindakan 0,819
2. Thermohydrometer
Thermohydrometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
kelembaban udara dan suhu. Alat ini dapat bekerja optimal juga sudah
diletakkan selama minimal 15 menit.
3. Lampu senter dan lembar kepadatan larva
Lampu senter digunakan untuk melihat keberadaan larva yang ada di
dalam TPA rumah responden. Jumlah larva yang ditemukan kemudian
dicatat di lembar kepadatan larva yang telah disiapkan.
4. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara ini digunakan untuk memperkuat informasi terkait
masalah keberadaan larva Aedes aegypti dan kasus DBD yang masih
fluktuatif di Kelurahan Kebon Kacang.
50
4.7. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data yang akan dilakukan pada penelitian kali ini yaitu
melakukan editing dan coding menggunakan Epi Data. Sedangkan untuk
melakukan entry data akan menggunakan software SPSS. Proses terakhir
yang dilakukan adalah cleaning data. Dalam tahap ini dilakukan
pemeriksaan ulang terhadap seluruh data yang telah di entry dan diolah.
Jenis analisis data yang digunakan yaitu analisis univariate dan bivariate.
a. Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian berupa gambaran distribusi yang ditampilkan dalam
tabel distribusi frekuensi.
51
BAB V
HASIL
5.1. Kondisi Geografis Kelurahan Kebon Kacang
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor
1227 Tahun 1989 tanggal 8 Mei 1989 tentang Penyempurnaan Lampiran
Keputusan KDKI Jakarta Nomor 1251 Tahun 1986 tanggal 29 Mei 1986
tentang Pemecahan, Penyatuan, Penetapan Batas, Pembaharuan Nomor
Kelurahan di DKI Jakarta, luas wilayah Kelurahan Kebon Kacang terdapat
71 Ha dengan batas-batas wilayah sebagai berikut (Laporan Bulanan
Kelurahan Kebon Kacang, 2013):
a. Sebelah Utara :
Di sebelah Utara Kelurahan Kebon Kacang dibatasi oleh Jl. KH.
Fakhrudin atau Jl. KH. Wahid Hasyim Kelurahan Kampung Bali.
Kelurahan ini bukan merupakan zona merah.
b. Sebelah Timur :
Kali Cideng atau Kecamatan Menteng adalah wilayah yang
membatasi Kelurahan Kebon Kacang di sisi Selatan. Kecamatan
Menteng merupakan satu dari sembilan wilayah yang dinilai sebagai
zona merah. Kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kelurahan
Kebon Kacang. Antara Kecamatan Menteng dan Kelurahan Kebon
Kacang hanya dipisahkan oleh Kali Cideng dan jalan di sekitar
Bundaran HI. Tingginya aktifitas manusia di daerah ini dapat menjadi
52
faktor resiko penyebaran kasus DBD dan aka meningkatkan
keberadaan larva Aedes aegypti di Kelurahan Kebon Kacang.
Di Kecamatan Menteng juga terdapat Taman Menteng yang biasa
dijadikan masyarakat sebagai tempat rekreasi dan olahraga di sore
hari. Adanya kebiasaan pergi ke taman bisa jadi turut serta dalam
meningkatkan kasus DBD dan keberadaan larva Aedes aegypti di
wilayah lain. Hal tersebut dikarenakan mungkin pada saat bermain di
taman, mereka digigit oleh nyamuk Aedes aegypti yang membawa
virus DBD. Berikut akan diberikan gambar peta batas-batas wilayah
Kelurahan Kebon Kacang dan akan memperlihatkan bahwa Kelurahan
ini sangat berbatasan langsung dengan Kecamatan Menteng.
c. Sebelah Selatan :
Jl. Kebon Kacang Raya atau Jl. Lontar Raya Kelurahan Kebon
Melati membatasi bagian Selatan Kelurahan Kebon Kacang dan bukan
merupakan wilayah zona merah.
d. Sebelah Barat :
Kali Banjir Kanal atau Kelurahan Petamburan terletak di sebelah
Barat Kelurahan Kebon Kacang. Wilayah ini bukan termasuk zona
merah.
Untuk memperjelas batas wilayah Kelurahan Kebon Kacang,
berikut adalah peta wilayah Kelurahan Kebon Kacang dan batas-batas
wilayahnya.
53
Gambar 5.1. Wilayah dan Batas-batas Kelurahan Kebon Kacang
5.2. Kondisi Demografis Kelurahan Kebon Kacang
Kelurahan Kebon Kacang memiliki jumlah Kepala Keluarga (KK)
sebanyak 8347 KK dengan jumlah penduduk sebesar 26.380 jiwa.
Kelurahan Kebon Kacang juga memiliki 11 Rukun Warga (RW) dan
mempunyai 152 Rukun Tetangga (RT) (Laporan Bulanan Kelurahan
Kebon Kacang, 2014).
54
5.3. Wawancara Tokoh Masyarakat
Saat observasi, peneliti juga melakukan wawancara mendalam
kepada tokoh masyarakat yang mengerti tentang keadaan wilayah
Kelurahan Kebon Kacang serta masalah kesehatan yang dihadapi di
wilayah ini. Beliau adalah seorang ketua RW 10 dan merupakan individu
yang aktif berorganisasi dan dekat dengan semua masyarakat. Sudah lebih
dari 20 tahun beliau tinggal di wilayah Kelurahan Kebon Kacang dan
menurutnya masalah DBD masih menjadi isu di wilayah tersebut.
Menurutnya, program 3M Plus yang dipublikasikan oleh pihak
kesehatan belum terlalu didengar oleh masyarakat terutam untuk kalangan
menengah ke bawah. Lebih lanjut dikatakannya bahwa tidak ada inovasi
baru dari pihak-pihak kesehatan agar memacu semangat masyarakat
menjalankan 3M Plus tersebut.
Hambatan dalam menjalankan program tersebut selain kurangnya
inovasi yang dilakukan pihak kesehatan, juga masih rendahnya kesadaran
masyarakat untuk hidup sehat dan menyayangi lingkungannya. Hal
tersebut terutama berlaku untuk wilayah RW yang padat penduduk dan di
dominasi oleh kalangan menengah ke bawah. Pernyataan itu didukung
oleh fakta bahwa hanya beberapa RW saja yang rutin menjalankan kerja
bakti di wilayahnya.
Padahal menurut dia, program 3M Plus di masa yang akan datang
akan memiliki pengaruh kuat dalam mencegah keberadaan larva Aedes
aegypti dan mungkin akan menghilangkan kasus DBD dengan sendirinya.
55
Kasus DBD yang ada dapat dihilangkan dengan cara sadar diri untuk
menyayangi lingkungan dan keluarganya. Jadi, dengan dilakukannya 3M
Plus dimulai dari keluarga masing-masing dan adanya beberapa inovasi
dari pihak kesehatan, harapannya kasus DBD akan menghilang dengan
sendirinya.
5.4. Kepadatan dan Persebaran Larva Aedes aegypti
Berikut adalah kepadatan dan persebaran larva Aedes aegypti yang
ada di Kelurahan Kebon Kacang selama masa penelitian. Metode yang
digunakan dalam melihat kepadatannya adalah menggunakan cara single
survey dan menggunakan bantuan lampu senter.
56
Tabel 5.1.
Kepadatan Dan Persebaran Larva Aedes aegypti di Kelurahan Kebon Kacang
Tahun 2014
No Rw Rumah Ditemukan
Larva
Jumlah Rumah
Diperiksa
Jumlah Larva
1 I 2 20 2
2 II 0 27 0
3 III 0 18 0
4 IV 0 18 0
5 V 0 25 0
6 VI 0 12 0
7 VII 3 15 7
8 VIII 0 22 0
9 IX 0 12 0
10 X 6 21 20
11 XI 2 11 2
Total 13 201 31
HI 6,5%
ABJ 93,5%
Menurut tabel 5.1., persebaran larva Aedes aegypti di Wilayah
Zona Merah Kelurahan Kebon Kacang terletak di RW I, VII, X, dan XI
dengan House Index sebesar 6,5% dan ABJ sebesar 93,5%.
57
5.4. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan 3M Plus Ibu Rumah Tangga
Hasil wawancara menggunakan kuesioner memperlihatkan
distribusi pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu rumah tangga mengenai
3M Plus di wilayah Kelurahan Kebon Kacang. Berikut adalah distribusi
perilaku ibu rumah tangga terkait 3M Plus.
Tabel 5.2.
Perilaku 3M Plus Ibu Rumah Tangga Kelurahan Kebon Kacang
Tahun 2014
Hasil n %
Pengetahuan
Buruk 153 76,1
Baik 48 23,9
Sikap
Buruk 31 15,4
Baik 170 84,6
Tindakan
Buruk 94 46,8
Baik 107 53,2
Berdasarkan tabel 5.2., dari 201 ibu rumah tangga diketahui bahwa
yang memiliki pengetahuan 3M Plus yang buruk ada 76,1%, sikap 3M
Plus yang buruk ada 15,4%, dan tindakan 3M Plus yang buruk ada 46,8%.
58
5.5. Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan yang diobservasi selama penelitian adalah
kondisi Tempat Penampungan Air (TPA), kelembaban udara, suhu, dan
fungsi jendela. Berikut adalah distribusi kondisi kondisi lingkungan di
Kelurahan Kebon Kacang Tahun 2014.
Tabel 5.3.
Kondisi Lingkungan di Kelurahan Kebon Kacang Tahun 2014
Hasil n %
Kondisi TPA
Tertutup 23 11,4
Terbuka 178 88,6
Suhu
Tidak Optimal 119 59,2
Optimal 82 40,8
Jendela
Berfungsi 77 38,3
Tidak Berfungsi 124 61,7
Berdasarkan tabel 5.3., diketahui terdapat 88,6% TPA yang
terbuka dan berpotensi menjadi breeding places bagi vektor Aedes
aegypti, terdapat 40,8% suhu di sekitar TPA yang optimal untuk
perkembangbiakan vektor dan perkembangan larva Aedes aegypti, dan
terdapat 61,7% jendela yang tidak berfungsi dengan baik. Penelitian ini
59
juga ditemukan rata-rata kelembaban udara sebesar 36,99% dengan nilai
minimal 15% dan nilai maksimal 65%.
5.6. Kepadatan Larva Aedes aegypti Menurut Pengetahuan, Sikap, dan
Tindakan 3M Plus.
Berikut adalah distribusi kepadatan larva Aedes aegypti menurut
pengetahuan, sikap dan tindakan 3M Plus ibu rumah tangga di Kelurahan
Kebon Kacang.
60
Tabel 5.4.
Distribusi Kepadatan Larva Aedes aegypti Menurut Perilaku 3M Plus Ibu Rumah
Tangga di Kelurahan Kebon Kacang Tahun 2014
Hasil
Kepadatan Larva Aedes
aegypti Total
Ada Tidak Ada
n % n % n %
Pengetahuan
Buruk 11 7,2 142 92,8 153 100
Baik 2 4,2 46 95,8 48 100
Total 13 6,5 188 93,5 201 100
Sikap
Buruk 1 3,2 30 96,8 31 100
Baik 12 7 158 93 170 100
Total 13 6,5 188 93,5 201 100
Tindakan
Buruk 6 6,4 88 93,6 94 100
Baik 7 6,5 100 93,5 107 100
Total 13 6,5 188 93,5 201 100
61
Berdasarkan tabel 5.4., dari 6,5% rumah yang ditemukan larva
Aedes aegypti, 85% berasal dari rumah ibu rumah tangga yang memiliki
pengetahuan 3M Plus yang buruk, 92,3% berasal dari rumah ibu rumah
tangga yang memiliki sikap 3M Plus yang baik, dan 54% berasal dari
rumah ibu rumah tangga yang memiliki tindakan 3M Plus yang baik.
62
5.7. Kepadatan Larva Aedes aegypti Menurut Kondisi Lingkungan
Berikut adalah distribusi kepadatan larva menurut kondisi lingkungan.
Tabel 5.5.
Distribusi Kepadatan Larva Menurut Kondisi Lingkungan di Kelurahan Kebon
Kacang Tahun 2014
Hasil
Kepadatan Larva Aedes
aegypti Total
Ada Tidak Ada
n % n % n %
Kondisi TPA
Terbuka 10 5,6 168 94,4 178 100
Tertutup 3 13 20 87 23 100
Total 13 6,5 188 93,5 201 100
Suhu
Optimal 13 15,9 69 84,1 82 100
Tidak Optimal
0 0 119 100 119 100
Total 13 6,5 188 93,5 201 100
Fungsi Jendela
Berfungsi 7 9 70 91 77 100
Tidak Berfungsi
6 4,8 118 95,2 124 100
Total 13 61,7 188 38,3 201 100
63
Berdasarkan tabel 5.5, dari 6,5% rumah yang ditemukan larva
Aedes aegypti, 77% berasal dari TPA yang terbuka, 100% pada suhu yang
optimal, dan 46% pada jendela yang tidak berfungsi dengan baik.
Sedangkan larva Aedes aegypti ditemukan pada kelembaban dengan rata-
rata 29,38%.
64
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
Dalam prosesnya, penelitian ini memiliki beberapa kelemahan antara lain :
a. Suasana formal saat pengambilan data. Beberapa responden terlihat
menjawab hal-hal yang baik saja dikarenakan mereka berpikir bahwa
penelitian ini digunakan sebagai laporan ke pihak Puskesmas Tanah
Abang.
b. Letak TPA. Keberadaan dan lokasi TPA tidak menjadi perhatian di
penelitian ini. Terdapat perbedaan cara dan waktu pengelolaan TPA
yang berlokasi di dalam dan di luar ruangan.
c. Suhu di dalam air. Perkembangan larva Aedes aegypti amat tergantung
dengan suhu di dalam air. Penelitian ini hanya mengukur suhu
lingkungan saja sehingga tidak mengetahui suhu optimal di dalam air
untuk perkembangan larva.
d. Cuaca. Cuaca di lingkungan wilayah penelitian tidak diperhatikan. Hal
tersebut dapat menyebabkan bias saat menilai kelembaban udara dan
suhu lingkungan.
e. Sampel. Sampel yang digunakan untuk uji validitas tidak
menggunakan standar perhitungan parametrik.
65
6.2. Kepadatan dan Persebaran Larva Aedes aegypti
Observasi kepadatan larva Aedes aegypti dilakukan terhadap 201
KK yang sudah terpilih untuk kemudian dilihat keberadaan larva di dalam
TPA yang ada di dalam rumah KK tersebut. Observasi terhadap kepadatan
larva dan kondisi lingkungan dilakukan pada pukul 08.00 – 16.00 WIB.
Observasi ini menggunakan lampu senter yang diarahkan langsung ke
dalam TPA. Depkes RI (2004) menyatakan bahwa larva Aedes aegypti
sepanjang hidupnya kebanyakan berdiam di permukaan air dan mereka
akan berenang ke dasar TPA jika terganggu dengan cahaya dan getaran
atau jika sedang mencari makanan. Namun, satu hingga dua menit
kemudian larva akan kembali lagi ke permukaan untuk bernafas. Hal ini
terlihat ketika dilakukan observasi menggunakan lampu senter. Ketika ada
TPA yang di dalamnya terdapat larva Aedes aegypti, larva tersebut akan
bergerak cepat ke bawah hingga akhirnya akan kembali lagi ke permukaan
air. Larva yang ditemukan itulah yang kemudian dihitung jumlahnya dan
dianggap ada.
Menurut Soegijanto (2004) dan Soedarmo (2005), tempat
perindukan Aedes aegypti yang ada di dalam rumah yang paling utama
adalah tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, bak wc, tandon
air minum, tempayan, gentong tanah liat, gentong plastik, ember, drum,
dan vas tanaman hias yang kurang diperhatikan kebersihannya dan jarang
dikuras. Akan tetapi, responden yang ada di Kelurahan Kebon Kacang
hanya menggunakan bak mandi dan ember sebagai TPA yang ada di
66
dalam rumahnya. Semua larva yang ditemukan berada di bak mandi dan
tidak ada larva yang ditemukan di ember. Hal tersebut dikarenakan
penggunaan ember tidak seperti penggunaan bak mandi. Bak mandi
digunakan untuk menampung air dalam jumlah lebih banyak dan dalam
waktu yang lebih lama daripada ember. Sedangkan ember biasanya hanya
digunakan sekali pakai dan kemudian akan diisi kembali sehingga tidak
memungkinkan untuk nyamuk berkembang biak di ember.
Penggunaan jenis TPA tersebut tenyata menentukan keberadaan
larva Aedes aegypti. Hal tersebut berkaitan dengan perilaku nyamuk Aedes
aegypti terkait tempat perindukannya. Selain penggunaan jenis TPA,
belakangan ini terdapat pula penelitian yang membahas adanya perubahan
perilaku pada nyamuk Aedes aegypti. Hadi (2005) menyatakan bahwa
perubahan cuaca dianggap juga sebagai salah satu pemicu kepadatan
nyamuk meningkat serta adanya kemungkinan berubahnya perilaku
berkembang biak nyamuk vektor. Terdapat indikasi perubahan perilaku
nyamuk, salah satunya adalah berkembangnya larva nyamuk Aedes
aegypti pada tempat-tempat yang tidak jernih. Penelitian ini juga didukung
oleh penelitian yang dilakukan oleh Agustina (2006) yang menyatakan
bahwa kondisi kering akan menyebabkan kepadatan nyamuk meningkat di
dalam rumah dan akan berkembang biak di air yang jernih maupun tidak
jernih.
67
Kemudian menurut Depkes RI (2010), kepadatan larva bisa dilihat
dari nilai ABJ atau Angka Bebas Jentik yaitu ada tidaknya rumah yang
tidak ditemukan larva pada tempat penampungan air di rumah yang
diperiksa. ABJ dikatakan baik jika nilainya ≥95% dan dikatakan buruk
jika <95%. Dari hasil observasi, terdapat 13 rumah yang ditemukan larva
dari total 201 rumah yang diperiksa. Jadi dapat diketahui nilai ABJ yang
ada di Kelurahan Kebon Kacang adalah 93,5% yang artinya lebih kecil
dari standar yang ditetapkan oleh Depkes RI. Nilai tersebut dapat
memperlihatkan keadaan kepadatan larva yang ada di Kelurahan Kebon
Kacang termasuk dalam kategori tinggi.
Hal ini dapat menjadi masalah kesehatan di kemudian hari jika
tidak dilakukan pengelolaan lingkungan dengan baik sekaligus
membuktikan bahwa program 3M Plus di Kelurahan Kebon Kacang
belum berjalan optimal. Ini dibuktikan dengan dari 201 responden,
terdapat 16 penderita DBD di dalam anggota keluarga mereka dalam
kurun waktu Januari hingga Mei 2014. Hasil observasi ini dimasukkan
dalam kuesioner penelitian dimana terdapat pertanyaan untuk mendukung
dan memperkuat penelitian ini. Pertanyaan tersebut adalah terkait ada
tidaknya penderita DBD di dalam rumah mereka dalam kurun waktu yang
sudah ditentukan.
68
6.3. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan 3M Plus Ibu Rumah Tangga
Menurut Kurnianto (2013), 3M Plus adalah cara yang dapat
dilakukan untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk sebagai vektor dan
dapat dibagi menjadi empat cara yang harus dilakukan secara terus
menerus. Empat cara tersebut adalah :
a. Menguras
b. Menutup
c. Mengubur dan membersikan barang bekas
d. Pengelolaan lingkungan
3M Plus sudah seharusnya dijalankan oleh seluruh lapisan
masyarakat terutama oleh ibu rumah tangga. Hal tersebut dikarenakan
biasanya ibu rumah tangga merupakan orang yang paling mengerti kondisi
lingkungan di sekitar rumahnya. Karena semakin tinggi kesadaran
masyarakat untuk melakukan 3M Plus, kasus DBD akan menurun dengan
sendirinya (Ulumuddin, 2010).
Kesadaran tersebut biasanya dijalankan berdasarkan perilaku
seseorang. Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku adalah apa yang
dikerjakan oleh suatu organisme bernama manusia, baik dapat diamati
secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku biasanya mencakup tiga
hal yakni pengetahuan, sikap, dan tindakan. Tanpa adanya pengetahuan,
seseorang tidak akan tahu mengenai sikap yang ditunjukkan dan tindakan
yang dilakukannya kemudian sudah tepat atau belum. Pengetahuan adalah
proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari
69
kesadarannya sendiri (Bakhtiar, 2004). Dalam prosesnya, pengetahuan ini
akan menumbuhkan sikap di dalam hati seseorang untuk kemudian
menjalankan suatu tindakan. Sikap sendiri merupakan kesiapan seseorang
untuk bertingkah laku atau merespon sesuatu baik terhadap rangsangan
positif maupun negatif (Sarwono, 2003). Sikap ini yang akan kemudian
akan memberikan dorongan kepada seseorang untuk bertindak. Namun,
sebelum bertindak harus ada beberapa hal yang harus dipenuhi antara lain
:
a. Persepsi
b. Respon
c. Mekanisme
d. Adopsi
6.3.1. Pengetahuan
Seperti yang tertera pada tabel 5.2., hanya terdapat 23,9% ibu
rumah tangga yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai
3M Plus. Hal ini disebabkan karena kebanyakan dari mereka belum
terlalu sering mendengar istilah 3M Plus. Selama ini mereka
menganggap cukup dengan melakukan 3M saja sudah cukup tanpa harus
mengelola lingkungan secara menyeluruh. Hal ini menjadi gambaran
masih belum optimalnya penyuluhan yang dilakukan oleh pihak-pihak
kesehatan terdekat seperti puskesmas, iklan layanan di televisi, dan
sebagainya. Kemudian, terlihat pula jarangnya ada kerja bakti yang
dilaksanakan di Kelurahan Kebon Kacang. Hanya beberapa RW saja
70
yang rutin melaksanakan kerja bakti di wilayahnya. Fakta ini merupakan
hasil wawancara saat peneliti melakukan observasi pada responden yang
dituju.
6.3.2. Sikap
Sesuai dengan tabel 5.2., ditemukan bahwa terdapat 84,6% ibu
rumah tangga yang memiliki sikap baik mengenai 3M Plus. Ini menjadi
bukti bahwa tidak setiap orang yang memiliki pengetahuan buruk,
mempunyai sikap yang buruk pula terhadap sesuatu. Sikap yang
ditujukkan oleh responden biasanya dikarenakan kebiasaan dan perasaan
nyaman terkait dengan lingkungan yang ada. Namun, sikap baik yang
dilakukan responden dinilai lebih untuk menjawab pertanyaan dengan
jawaban yang baik-baik saja. Hal ini tidak diikuti dengan tindakan yang
baik untuk memberantas larva dengan cara menjalankan program 3M
Plus.
Masih adanya sikap yang sedang dan kurang dalam menjalani 3M
Plus dikarenakan kurangnya kesadaran mereka tentang bahaya dari
penyakit DBD yang mempunyai akar masalah di keberadaan larvanya.
Upaya yang bisa dilakukan untuk memperbaiki sikap mereka adalah
dengan cara melakukan penyadaran keyakinan sebagai aspek yang
mendasari sikap seseorang.
71
6.3.3. Tindakan
Tindakan yang dilakukan oleh ibu rumah tangga di Kelurahan
Kebon Kacang sudah cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya
53,2% responden yang memiliki tindakan terkait 3M Plus yang baik sesuai
dengan tabel 5.2.
Tindakan yang banyak dilakukan oleh mereka merupakan tindakan
setelah persepsi positif yang diterima selama ini. Persepsi yang dihasilkan
dari sikap yang mereka tanamkan mengenai lingkungan yang nyaman,
mendorong mereka untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan 3M
Plus. Namun, yang menjadi masalah adalah tindakan yang mereka lakukan
tidak diikuti dengan keinginan untuk menjalankan tindakan tersebut secara
terus menerus.
6.4. Kondisi Lingkungan
6.4.1. TPA
Tempat penampungan air beresiko adalah tempat penampungan
yang terlihat terbuka dan berpotensi menjadi breeding places nyamuk
Aedes aegypti. Sesuai tabel 5.3. yang tertera di atas, bahwa terdapat 88,6%
TPA yang terbuka dan berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan
vektor DBD. Padahal, tempat penampungan air yang terbuka merupakan
tempat yang paling disukai oleh nyamuk sebagai vektor DBD untuk
meletakkan telurnya.
72
Jumlah TPA yang terbuka dapat ditemukan di sebagian rumah
responden. Mereka belum memiliki kesadaran untuk menutup TPA yang
ada di rumahnya. Hal ini mungkin terkait dengan banyaknya responden
yang menggunakan ember sebagai TPA mereka. Mereka berpendapat
ember tidak perlu ditutup dikarenakan setiap saat air yang ada di dalamnya
digunakan dan diisi kembali untuk keperluan lainnya.
6.4.2. Kelembaban Udara
Kelembaban udara merupakan salah satu faktor kondisi lingkungan
yang dapat mempengaruhi perkembangan larva Aedes aegypti. Menurut
Mardihusodo (1988) disebutkan bahwa kelembaban udara yang berkisar
81,5 - 89,5% merupakan kelembaban yang optimal untuk proses
perkembangan dan ketahanan hidup embrio nyamuk.
Kelembaban udara memiliki pengertian banyaknya uap air yang
terkandung dalam udara di sekitar TPA dan dinyatakan dalam persen (%)
(Mardihusodo, 1998). Pada penelitian ini diketahui bahwa rata-rata
kelembaban di sekitar TPA pada 201 rumah responden adalah 36,99%
dengan tidak ada satupun yang memiliki kelembaban yang optimal untuk
perkembangan larva Aedes aegypti. Mungkin juga disebabkan karena
adanya pergeseran atau perubahan perilaku vektor dan larva Aedes aegypti
dalam merespon kondisi lingkungan (Huat, 2009).
Selain dikarenakan adanya perubahan perilaku vektor dan larva,
kelembaban udara sangat dipengaruhi oleh iklim dan cuaca yang ada di
73
suatu daerah. Kelembaban udara merupakan variabel yang tidak bisa
dimodifikasi karena mencakup banyak faktor dan proses yang berkaitan
dengan alam.
6.4.3. Suhu
Selain kelembaban udara, suhu merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi perkembangan larva Aedes aegypti (Sugito, 1989). Suhu
yang dihitung pada penelitian kali ini dilakukan di sekitar TPA responden.
Pengambilan suhu ini dilakukan selama kurang lebih 15 menit.
Dari tabel 5.3. diketahui bahwa terdapat 40,8% rumah responden
yang memiliki suhu optimal di sekitar TPA untuk perkembangan larva.
Suhu yang optimal menurut Iskandar, et al. (1985), adalah suhu yang
berkisar antara 20-30°C. Sama seperti kelembaban udara, suhu merupakan
variabel yang tidak dimodifikasi karena berkaitan dengan proses yang ada
di alam.
6.4.4. Fungsi Jendela
Pengertian pencahayaan alami adalah penerangan dalam rumah
pada pagi, siang atau sore hari yang berasal dari sinar matahari langsung
yang masuk melalui jendela atau genteng kaca (Gulo, 2012). Jendela yang
dimaksud berfungsi dengan baik adalah selalu memungkinkan masuknya
cahaya dari pagi hingga sore. Cahaya yang masuk diharapkan akan
mengganggu perilaku vektor Aedes aegypti untuk berkembang biak di
74
dalam suatu rumah dan mengganggu perkembangan larvanya dikarenakan
respon yang sangat sensitif terhadap cahaya.
Menurut tabel 5.3. diketahui bahwa terdapat 61,7% jendela yang
tidak berfungsi dengan sebagaimana mestinya. Jendela yang tidak
berfungsi tersebut adalah jendela yang tidak teratur dibuka dan tidak
berfungsi dengan baik sebagai ventilasi. Jendela yang tidak teratur dibuka
akan menyebabkan kondisi ruangan menjadi lembab. Selain akan
menyebabkan tumbuhnya jamur, kelembaban ruangan yang tinggi akan
menyebabkan larva Aedes aegypti tumbuh optimal.
6.5. Kepadatan Larva Aedes aegypti Menurut Pengetahuan, Sikap, dan
Tindakan 3M Plus Ibu Rumah Tangga
6.5.1. Kepadatan Larva Aedes aegypti Menurut Pengetahuan 3M Plus
Berdasarkan tabel 5.4., dari 13 rumah yang ditemukan larva, 85%
ditemukan pada rumah ibu rumah tangga yang memiliki pengetahuan 3M
Plus buruk.
Menurut Notoatmodjo (1993) pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (overt behavior) dan dikatakan pula bahwa perilaku yang
didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Karena menurut Green (1980) dalam
Notoatmodjo (1997), pengetahuan merupakan salah satu wujud dari faktor
predisposisi untuk melakukan suatu perilaku. Bila responden tidak
75
mengetahui dengan jelas bagaimana cara pemberantasan sarang nyamuk
dan faktor yang mempengaruhi keberadaan jentik maka perilaku mereka
terkait 3M Plus tidak tepat, sehingga di rumah responden ditemukan
adanya larva Aedes aegypti.
Masih sedikitnya responden yang memiliki pengetahuan yang baik
terkait 3M Plus disebabkan oleh kurang optimalnya penyuluhan dan
publikasi terkait 3M Plus yang dijalankan oleh pihak kesehatan yaitu
Puskesmas Tanah Abang. Fakta tersebut merupakan hasil dari wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap salah satu tokoh masyarakat di RW 10
yang sudah lama tinggal di Kelurahan Kebon Kacang dan beliau sangat
mengerti tentang masalah kepadatan larva Aedes aegypti dan penyakit
DBD. Dikatakan juga bahwa masyarakat jenuh dengan program-program
yang dijalankan oleh pihak puskemas karena dinilai kurang inovatif.
Penelitian ini didukung dengan hasil penelitian Nahumarury dkk
(2013) mengenai hubungan pengetahuan 3M Plus responden dengan
keberadaan larva di Kelurahan Kassi-Kassi Kota Makassar menunjukkan
bahwa dari 62 responden yang memiliki pengetahuan cukup ditemukan 33
(53.2 %) rumah tidak ada larva dan 29 (46.8 %) rumah ada larva.
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Veronika
tahun 2001 di Kelurahan Padang Bulan Medan yang menyatakan bahwa
sebanyak 57.3% tingkat pengetahuan masyarakat tentang 3M Plus
76
termasuk dalam kategori baik. Hal ini muncul dikarenakan adanya
perbedaan informasi yang didapat mengenai 3M Plus ibu rumah tangga.
6.5.2. Kepadatan Larva Aedes aegypti Menurut Sikap 3M Plus
Berdasarkan tabel 5.4., dari 13 rumah yang ditemukan adanya
larva, 92,3% ditemukan pada rumah ibu rumah tangga yang memiliki
sikap 3M Plus yang baik.
Hal tersebut menunjukkan bahwa ternyata yang paling banyak
ditemukan larva justru di dalam TPA yang berada di rumah responden
yang memiliki sikap baik terhadap 3M Plus. Alasannya mungkin
disebabkan oleh responden selalu menjawab hal-hal yang baik saja, tidak
disertai dengan kesadaran sebagai tindakan menghilangkan larva Aedes
aegypti. Mereka terkesan ingin menjawab yang baik-baik saja karena
banyak dari responden yang mengaku khawatir jika dinilai tidak
mendukung program-program pencegahan DBD.
Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Suyasa dkk
(2008). Hasil wawancara dari 68 responden dengan sikap yang baik,
diketahui tidak ada jentik DBD sebanyak 52 (76,5%) dan ada jentik DBD
sebanyak 16 (23,5%). Sebanyak 22 responden dengan sikap yang sedang,
tidak ada jentik DBD sebanyak 19 responden (86,4%) dan ada jentik DBD
sebanyak 3 responden (13,6%). Sikap responden untuk menguras TPA
tidak disertai kesadaran sebagai tindakan menghilangkan larva nyamuk
77
Aedes aegypti tetapi lebih mengarah kepada kondisi fisik air yang kurang
baik.
6.5.3. Kepadatan Larva Aedes aegypti Menurut Tindakan 3M Plus
Berdasarkan tabel 5.4., dari 13 rumah yang ditemukan larva, 54%
ditemukan pada rumah ibu rumah tangga yang memiliki tindakan 3M Plus
yang baik.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa sekalipun responden yang
memiliki tindakan baik terhadap 3M Plus lebih banyak daripada yang
memiliki tindakan kurang, namun tidak mencerminkan kepadatan larva
Aedes aegypti yang ada di rumahnya. Masalah ini mungkin
memperlihatkan tidak teraturnya tindakan yang mereka jalankan untuk
program 3M Plus. Selain itu, kurangnya penyuluhan dan faktor-faktor
pendorong yang dilakukan oleh pihak-pihak kesehatan seperti puskesmas
mungkin menjadi salah satu penyebab masih kurangnya kesadaran dan
keyakinan untuk menjalankan tindakan 3M Plus secara maksimal dan
teruse menerus. Faktor pendorong yang seharusnya dilakukan oleh
Puskesmas Tanah Abang adalah dengan memberikan reward dan
punishment agar memacu dan memberikan semangat kepada masyarakat
untuk turut aktif dalam melakukan 3M Plus.
Selain itu, menurut hasil wawancara yang dilakukan juga
disebutkan ternyata beberapa RW di Kelurahan Kebon Kacang memang
78
sangat jarang melakukan kerja bakti. Menurut peneliti, hal tersebut dapat
menjadi faktor penting dalam keberadaan larva Aedes aegypti di suatu
wilayah. Lingkungan yang jarang dikelola tentunya akan menjadi breeding
places nyamuk untuk berkembang biak dan kemungkinan nyamuk tersebut
masuk ke dalam rumah masyarakat sangatlah besar.
Kemudian, Setyobudi (2011) mengatakan bahwa partisipasi dalam
kegiatan PSN yang di dalamnya terdapat 3M Plus termasuk faktor yang
berhubungan dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti. Partisipasi
yang diharapkan dari masyarakat adalah partisipasi yang dilakukan secara
terus menerus. Namun, kurangnya penyuluhan dari tenaga medis kepada
masyarakat dapat menyebabkan ketidaktahuan masyarakat tentang bahaya
yang ditimbulkan oleh penyakit DBD sehingga sikap dan tindakan
masyarakat tetap buruk dalam mencegah terjadinya DBD. Penyuluhan
perlu diberikan terutama kepada masyarakat yang berpendidikan rendah
agar lebih memahami tentang bahaya penyakit DBD. Materi utama dalam
penyuluhan adalah mengajarkan tentang bagaimana cara penularan
penyakit DBD, resiko terkena penyakit DBD dan yang terpenting
pengenalan tentang gejala dan tanda penyakit DBD serta pengobatan dari
penyakit DBD, kemudian melakukan perlindungan pribadi untuk
menghindari dari gigitan nyamuk dengan pemberantasan sarang nyamuk
Aedes aegypti.
79
Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang selama ini ada,
yakni menunjukkan bahwa responden yang memiliki tindakan baik
terhadap 3M Plus jarang ditemui larva Aedes aegypti di dalam rumahnya.
Penelitian yang menyebutkan hal tersebut adalah Yudhastuti dkk (2005)
dan Nahumarury dkk (2013). Yudhastuti dkk (2005) menyatakan bahwa
tindakan responden dengan kategori kurang baik dan terdapat jentik
dirumahnya adalah sebesar 65,5 % sedangkan tindakan responden dengan
kategori baik dan terdapat jentik dirumahnya yaitu sebesar 34,5 %. Hal ini
menunjukkan bahwa tindakan responden sangat berkaitan erat dengan
keberadaan jentik di rumahnya.
6.6. Kepadatan Larva Aedes aegypti Menurut Kondisi Lingkungan
6.6.1. Kepadatan Larva Aedes aegypti Menurut Kondisi TPA
Berdasarkan tabel 5.5., dari 13 rumah yang ditemukan larva, 23%
ditemukan pada rumah yang di dalamnya terdapat TPA yang terbuka.
TPA yang terbuka seharusnya menjadi tempat beresiko sebagai
breeding places nyamuk Aedes aegypti karena tidak ada pembatas untuk
vektor tersebut meletakkan telurnya di dinding tempat penampungan air.
Namun penelitian di Kelurahan Kebon Kacang ini masih menemukan
adanya larva pada TPA yang tertutup. Hal tersebut berkaitan dengan
banyaknya responden yang menggunakan ember sebagai tempat
penampungan air mereka. Jadi, sekalipun ember tersebut dibiarkan
terbuka, nyamuk Aedes aegypti tidak akan meletakkan telurnya di sana
karena setiap saat air di dalamnya dipakai dan ember tersebut diisi
80
kembali. Asumsi peneliti adalah belum tentu TPA yang terbuka terdapat
larva di dalamnya karena masih harus tergantung keadaan air yang ada di
dalamnya seperti digunakan terus menerus atau tidak.
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Badrah dkk (2011).
Mereka mengatakan bahwa terdapat 121 (58.5 %) TPA dalam keadaan
terbuka tetapi tidak terdapat jentik di dalamnya dan memiliki hubungan
antara keadaan TPA dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Hal ini dapat
terjadi karena responden membersihkan TPA secara rutin (1 minggu
sekali) atau TPA berukuran kecil, sehingga air dalam TPA cepat habis dan
tidak memungkinkan nyamuk Aedes betina untuk meletakkan telurnya di
TPA tersebut. Sedangkan dari 133 TPA yang tertutup terdapat 1 (0.8%)
positif jentik. Masalah ini dapat terjadi dikarenakan pada saat penelitian
dilakukan TPA tersebut dalam keadaan tertutup tetapi terdapat
kemungkinan apabila dalam penggunaan air sehari – hari, TPA ini
dibiarkan dalam keadaan terbuka selama beberapa lama, sehingga
memungkinkan nyamuk Aedes Aegypti betina untuk meletakkan telurnya
di TPA tersebut.
6.6.2. Kepadatan Larva Aedes aegypti Menurut Kelembaban Udara
Berdasarkan tabel 5.5., diketahui varian pada masing-masing
kelompok berbeda. Hal ini dikarenakan nilai pada kolom Levene’s Test for
Quality of Variance menunjukkan nilai 0,901 yang lebih besar dari 5%.
Jadi ada beda varian kelembaban udara yang optimal dan tidak optimal
81
dengan kepadatan larva. Diketahui pula rata-rata kelembaban udara yang
di dalamnya terdapat larva adalah 29,38% dengan standar deviasi
12,725%. Kelembaban udara yang di dalamnya tidak terdapat larva adalah
37,52% dengan standar deviasi 10,410%.
Rata-rata kelembaban udara di sekitar TPA yang ditemukan di
Kelurahan Kebon Kacang saat penelitian tidak menunjukkan kelembaban
udara yang optimal untuk nyamuk untuk berkembang biak dan untuk larva
untuk berkembang. Hal tersebut dibuktikan sekalipun nilai HI yang
didapat bernilai 6,5%, terdapat 13 rumah dari 201 rumah yang ditemukan
adanya larva Aedes aegypti. Perbedaan kelembaban udara di sekitar TPA
juga dapat disebabkan oleh kondisi dan perbedaan letak beberapa ruangan
di rumah responden. Kelembaban udara juga merupakan variabel yang
tidak bisa dimodifikasi karena berkaitan dengan proses yang ada di alam.
Menurut Mardihusudo (1988) disebutkan bahwa kelembaban yang
berkisar antara 81,5-89,5% merupakan kelembaban yang optimal bagi
perkembangan larva Aedes aegypti. Dengan demikian, kelembaban yang
ada di Kelurahan Kebon Kacang tidak optimal bagi larva Aedes aegypti
untuk berkembang. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Ridha dkk
(2013) yang menyebutkan kelembaban udara di rumah Kelurahan
Loktabat Utara memiliki rata-rata sebesar 58,6%. Kelembaban tersebut
bukan kelembaban yang optimal untuk perkembangan larva Aedes aegypti
namun masih ditemukan keberadaan larvanya.
82
Fathi, et al (2005) juga menjelaskan bahwa daya tahan hidup Aedes
aegypti yang rendah lebih disebabkan oleh proses metabolisme yang
lambat akibat temperatur dan kelembaban yang rendah sehingga dapat
mengakibatkan kematian larva. Oleh sebab itu, di dalam rumah butuh
cahaya yang cukup dan jendela yang berfungsi dengan baik agar ruangan
tidak menjadi lembab. Selain untuk mencegah perkembangan larva Aedes
aegypti, menjaga kelembaban di ruangan juga bagus untuk mencegah
penyakit lainnya.
6.6.3. Kepadatan Larva Aedes aegypti Menurut Suhu
Berdasarkan tabel 5.5., dari 13 rumah yang ditemukan larva, 100%
ditemukan pada rumah yang memiliki suhu optimal untuk
perkembangbiakan vektor dan perkembangan larva Aedes aegypti.
Suhu yang optimal berkisar antara 20-30°C yang memungkinkan
bagi vektor DBD untuk berkembang biak dan menjadikan suhu yang
optimal bagi perkembangan larva Aedes aegypti. Disebutkan bahwa suhu
berperan sebagai penentu untuk kerhasilan pertumbuhan stadium larva –
stadium pupa dan stadium larva – stadium dewasa. Disebutkan pula bahwa
pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila temperatur kurang
dari 10°C atau lebih dari 40°C (Krebs, 2001). Jadi, suhu yang ada di
Kelurahan Kebon Kacang sebenarnya sangat mendukung nyamuk Aedes
aegypti untuk berkembang biak dan larvanya untuk berkembang. Namun,
suhu bukanlah faktor satu-satunya penentu hal tersebut. Suhu dan
kelembaban udara merupakan faktor yang sangat sulit untuk di modifikasi
83
karena sangat tergantung dengan keadaan lingkungan sekitar.
Hasil dari penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya milik
Oktaviani (2009) tentang faktor-faktor yang berhubungan terhadap
densitas larva Aedes aegypti di Kota Pekalongan. Dalam penelitian ini,
temperatur lokasi penelitian berkisar antara 26° sampai 34° C, suatu
kisaran temperatur yang sesuai untuk perkembangan larva sebagaimana
dikemukakan oleh Swaina et al. (2008).
Penelitian lain yang membahas hubungan suhu dengan kepadatan
larva Aedes aegypti adalah penelitian Arifin dkk (2013). Disebutkan
bahwa jumlah responden yang suhu rumahnya optimal untuk
perkembangan larva Aedes aegypti dan di dalamnya ditemukan larva ada
58,3% . Sedangkan untuk responden yang suhu rumahnya tidak optimal
dan ditemukan larva ada 14,3%.
6.6.4. Kepadatan Larva Aedes aegypti Menurut Fungsi Jendela
Berdasarkan tabel 5.5., dari 13 rumah yang ditemukan larva, 54%
ditemukan pada rumah yang memiliki jendela yang berfungsi dengan baik.
Kondisi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat
kesehatan merupakan faktor risiko sumber penularan berbagai jenis
penyakit khususnya penyakit yang berbasis lingkungan. Secara umum
rumah dikatakan sehat apabila memenuhi beberapa kriteria, diantaranya
adalah bebas jentik nyamuk. Bebas jentik nyamuk terutama bebas jentik
nyamuk Aedes aegypti yang merupakan vektor penyakit demam berdarah
84
dengue (Sukowirnasih dkk, 2010). Jendela sebagai salah satu faktor
kepadatan larva Aedes aegypti juga harus diperhatikan kondisinya dan
fungsinya (Awida, 2008). Larva ada di tempat penampungan air karena
adanya vektor yang berhasil masuk ke dalam rumah seseorang. Observasi
fungsi jendela adalah melihat kebiasaan responden untuk membuka dan
menutup jendelanya agar cahaya alami dapat masuk dan terjadi pertukaran
udara. Cahaya yang masuk dapat meningkatkan suhu serta tidak membuat
keadaan lembab di dalam ruangan.
Peneliti berasumsi bahwa dengan adanya cahaya yang masuk ke
dalam ruangan secara rutin, akan menyebabkan keadaan yang tidak
optimal bagi nyamuk Aedes aegypti untuk berkembang biak. Namun,
dalam penelitian kali ini ditemukan ibu rumah tangga yang menggunakan
fungsi jendela dengan baik tetapi masih ditemukan adanya larva Aedes
aegypti. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh saat observasi dilakukan,
jendela yang ada di rumah mereka kebetulan dalam keadaan terbuka.
Belum tentu jendela di rumah mereka difungsikan dengan baik setiap
harinya.
Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ekaputra dkk (2010) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara
variabel kesehatan lingkungan (salah satunya adalah fungsi jendela)
dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Kesehatan lingkungan rumah
yang kurang baik mempunyai peluang terdapat jentik tujuh kali lebih besar
85
dibandingkan dengan yang mempunyai kesehatan lingkungan baik.
86
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
1. Kepadatan larva Aedes aegypti yang ada di Kelurahan Kebon
Kacang tahun 2014 cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan nilai
HI yang didapat sebesar 6,5% dan nilai ABJ sebesar 93,5 yang
lebih rendah dari standar yang ditetapkan oleh Depkes RI.
2. Terdapat 23,9% ibu rumah tangga yang memiliki pengetahuan 3M
Plus yang baik.
3. Terdapat 84,6% ibu rumah tangga yang memiliki sikap 3M Plus
yang baik.
4. Terdapat 53,7% ibu rumah tangga yang memiliki tindakan 3M
Plus yang baik.
5. Terdapat 88,6% responden yang memiliki TPA beresiko sebagai
breeding places nyamuk Aedes aegypti dan memungkinkan
keberadaan larva di dalam TPA mereka.
6. Terdapat 40,8% responden yang di sekitar TPA nya memiliki suhu
yang optimal untuk perkembangbiakan nyamuk dan perkembangan
larva Aedes aegypti.
7. Tidak ada kelembaban udara yang optimal untuk
perkembangbiakan nyamuk dan perkembangan larva Aedes aegypti
di sekitar TPA responden.
87
8. Terdapat 61,7% responden yang mempunyai jendela tetapi tidak
berfungsi dengan baik.
7.2. Saran
7.2.1. Ibu Rumah Tangga
1. Ibu rumah tangga harus aktif dalam mencari tahu bahaya dan cara
pencegahan DBD.
2. Kelembaban udara dan suhu yang tidak bisa dimodifikasi
mengharuskan untuk terus waspada terhadap keberadaan larva.
Caranya adalah dengan terus melakukan pemantauan terhadap
larva Aedes aegypti yang ada di dalam TPA mereka.
3. TPA harus selalu ditutup bila tidak sedang digunakan.
4. Jendela yang ada di rumah ibu rumah tangga harus dibuka dan
ditutup secara teratur serta menambahkan kawat berdiameter
sangat kecil agar mencegah masuknya nyamuk ke dalam rumah.
7.2.2. Puskesmas Tanah Abang
1. Memberlakukan reward dan punishment kepada RW yang
menjalankan 3M Plus agar dapat memacu dan menanamkan sikap
dan tindakan untuk mencegah keberadaan larva Aedes aegypti.
2. Program 3M Plus harus dipublikasikan secara menyeluruh agar
tidak terjadi perbedaan pendapat terkait pengertian 3M Plus.
88
7.2.3. Peneliti Lain
1. Sebisa mungkin menjadikan suasana yang tidak formal saat
pengambilan data di masyarakat.
2. Sebaiknya jenis dan lokasi TPA juga diperhatikan dan dimasukkan
ke dalam variabel.
3. Suhu di dalam air sebaiknya juga dihitung.
89
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fachmi. 2010. Manajemen Demam Berdarah Berbasis Wilayah, http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/BULETIN%20DBD.pdf. Diakses tanggal 17 Februari 2012. [Buletin]
Agustina, E. 2006. Studi Preferensi Tempat Bertelur dan Berkembangbiak Larva
Nyamuk Aedes aegepti Pada Air Terpolusi. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. [Tesis]
Ambarita, Lasbudi P. 2014. Sticky Trap Sebagai Alternatif Alat Pendeteksi Vektor
Demam Berdarah Dengue . Loka Litbang P2B2 Baturaja. Baturaja Timur. [Tesis]
Amin, Kurnianto. 2013. Kasus DBD Meningkat PSN Harus Ditingkatkan.
Sudinkes Jakarta Selatan. Jakarta. [Artikel] Amran, Yuli. 2012. Pengolahan Dan Analisis Data Statistik Di Bidang
Kesehatan. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Ciputat. [Modul]
Anwar, Ruswana. 2005. Teori Sederhana Prosedur Pemilihan Uji Hipotesis.
Fakultas Kedokteran UNPAD. Bandung. [Seminar]
Arifin, Asrianti, dkk. 2013. Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Dengan Keberadaan Larva Aedes Aegypti Di Wilayah Endemis DBD Di Kelurahan Kassi-Kassi Kota Makasar 2013. Unhas. Makasar. [Jurnal]
Awida, R. 2008. Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan Dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. [Tesis]
Bakhtiar, A. 2004. Filsafat Ilmu. Edisi 1. Raja Grafindo Persada. Jakarta. [Buku]
Badrah, Siti, dkk. 2011. Hubungan Antara Tempat Perindukan Nyamuk Aedes Aegepty Dengan Keberadaan Nyamuk Dan Kasus DBD Di Kelurahan Penajam Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman. [Jurnal]
90
Dahlan, M. Sopiyudin. 2010. Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran Dan Kesehatan. Sagung Seto. Jakarta. [Buku]
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Pedoman Ekologi Dan Aspek
Perilaku Vektor. Departemen Kesehatan. Jakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Departemen Kesehatan. Jakarta Ekaputra, dkk. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Keberadaan Jentik Aedes Aegypti Di Puskesmas III Denpasar Selatan. Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana. Denpasar. [Jurnal]
Fath, dkk. 2005. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku. Jurnal Kesehatan
Lingkungan. [Jurnal]
Fathi, Soedjajadi Keman., et al. 2005. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram. Jurnal Kesehatan Lingkungan. [Jurnal]
Gama A, Betty F. 2010. Analisis Faktor Risiko Kejadian Demam Berdarah Dengue di Desa Mojosongo Kabupaten Boyolali. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. [Jurnal]
Ganie, Meutia Wardhanie. 2009. Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan
Tentang 3M (Mengubur Barang Bekas, Menutup Dan Menguras Tempat Penampungan Air) Pada Keluarga Di Kelurahan Padang Bulan Tahun 2009. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. [Skripsi]
Gulo, SP. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Kebersihan Lingkungan Dengan Upaya Pencegahan DBD Di Wilayah Puskesmas Simalingkar Kec. Medan Tuntungan Medan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara. Medan. [Tesis]
Hadi, U.K. 2005. Studi Perilaku Berkembangbiak Nyamuk Aedes aegypti
(Diptera: Culicidae) Pada Berbagai Tipe Habitat. Institut Pertanian Bogor. Bogor. [Tesis]
91
Hasyimi, dkk. 2007. Hubungan Tempat Penampungan Air Minum Dan Faktor Lainnya Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Provinsi DKI Jakarta Dan Bali. Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat. Badan Litbangkes. Media Litbang Kesehatan Volume 21 Nomor 2. [Jurnal]
Huat, Lim Eng. 2009. Study of Behaviour of Larvae Aedes Aegypti With Change In Illumination. National University of Singapore.
Iriani, Yulia. 2012. Hubungan Antara Curah Hujan Dan Peningkatan Kasus Demam Berdarah Degue Anak di Kota Palembang. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Palembang. Sari Pediatri, Vol. 3, No. 6. [Jurnal]
Iskandar, dkk. 1985. Pemberantasan Serangga Dan Binatang Pengganggu.
Pusdinakes. Jakarta. [Jurnal] Komara, Eka. 2012. Gambaran Stress Kerja Pada Perawat Di RSUD 45
Kuningan Jawa Barat Tahun 2012. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. [Skripsi]
Krebs, Charles J. 2001. Ecology : The Experimentak Analysis of Distribution and
Abundance. An imprint of addison Wesley Longman, Inc. [Journal]
Laksmono, Widagdo. 2008. Kepadatan Jentik Aedes aegypti Sebagai Indikator Keberhasilan Pemberantasan Sarang Nyamuk (3M PLUS) Di Kelurahan Grondol Wetan Semarang. Makara. Semarang. [Jurnal]
Mardihusodo, Sugeng Juwono. 1988. Pengaruh Perubahan Lingkungan Fisik Terhadap Penetasan Telur Nyamuk Aedes aegypti. Berita Kedokteran Masyarakat IV : 6. [Jurnal]
Marwati, Eka. 2010. Hubungan Kebiasaan Makan, Konsumsi Makanan, Dan
Pengetahuan Gizi Dengan Status Gizi Kurang Siswa Kelas IV, V, Dan VI Di SDN Wargasetra 2 Kecamatan Tegal Waru Karawang Jawa Barat Tahun 2010. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. [Skripsi]
(DBD) di Kelurahan Singopuran Kartasura Sukoharjo. http://eprints.ums.ac.id/390/1/2._ABI_MUHLISIN.pdf. Diakses tanggal 19 Februari 2012. [Tesis]
Nahumarury, dkk. 2013. Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan
Pemberantasa Sarang Nyamuk Aedes Aegypti Dengan Keberadaan Larva Di Kelurahan Kassi-Kassi Kota Makasar. Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular. Ambon. [Jurnal]
92
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. PT. Rineka Cipta. Jakarta. [Buku]
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. PT. Rineka Cipta. Jakarta. [Buku]
Nugraeni, Putri. 2009. Pengetahuan Ibu Rumah Tangga Di Paseban Barat Jakarta Pusat Tentang Demam Berdarah Dengue Dan Faktor-Faktor Yang Berhubungan. [Tesis]
Nur. 2012. Pemberantasan Sarang Nyamuk,
http://nurtang18.blogspot.com/2012/11/pemberantasan-sarang-nyamuk.html. Diakses tanggal 4 Januari 2014. Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. [Jurnal]
Oktaviani, Nila. 2009. Faktor - Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Densitas
Larva Nyamuk Aedes aegypti Di Kota Pekalongan. Kesehatan Masyarakat Universitas Pekalongan. Pekalongan. [Tesis]
Ramadhani MM, Astuty H. 2009. Kepadatan dan Penyebaran Aedes Aegepty Setelah Penyuluhan DBD di Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat. Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. eJKI Vol.1 No.1. [Jurnal]
Rampengan . 2008. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. EGC. Jakarta. [Buku]
Ridha, M. Rasyid, dkk. 2013. Hubungan Kondisi Lingkungan Dan Kontainer Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti Di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Di Kota Banjarbaru. Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang Vol. 4, No. 3. [Jurnal]
Rini, A.S., dkk. 2012. Hubungan Pemberdayaan Ibu Pemantau Jentik (BUMANTIK) Dengan Indikator Keberhasilan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Di Kelurahan Wonokromo Surabaya. Universitas Airlangga. Surabaya. [Jurnal]
Ritchie, A.S., et. al . 2003. An Adulticidal Sticky Ovitrap For Sampling
Container-Breeding Mosquitoes. J. Am. Mosq. Control Association. [Journal]
Jakarta Bebas DBD 2020 - Pemda DKI Jakarta dan Sanofi Pasteur Berdayakan Kader Jumantik se-DKI Jakarta. Jakarta
93
Sari, Puspita, dkk. 2012. Hubungan Kepadaran Jentik Aedes sp dan Praktik PSN Dengan Kejadian DBD Di Sekolah Tingkat Dasar Di Kota Semarang. Universitas Diponegoro. Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 1, Nomor 2[Jurnal]
Sarwono, S., 2003. Sosiologi Kesehatan Beberapa Konsep dan Aplikasinya.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta. [Buku]
Setyobudi. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Di Daerah Endemik DBD Di Kelurahan Sananwetan Kecamatan Sananwetan Kota Blitar. Unsil. [Tesis]
Soegijanto, Soegeng, 2006. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia. Cetakan I. Airlangga. Surabaya. [Buku]
Soedarmo, Sumarno Sunaryo Poowo. 2010. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Universitas Indonesia Press. Jakarta. [Buku]
Sugito, R. 1989. Aspek Entomologi Demam Berdarah Dengue -Proceeding Seminar and Workshop The Aspects of Hemoragic Fever ang Its Control . Unair. Surabaya. [Proceeding]
Sugiyono. 1999. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung. [Buku]
Suhartono, S. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Edisi 1. AR-RUZZ. Yogyakarta. [Buku]
Sukana, Bambang. 1993. Pemberantasan Vektor DBD di Indonesia. Media Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. [Jurnal]
Sukowirnasih, Tur Endah, dkk. 2010. Hubungan Sanitasi Rumah Dengan Angka Bebas Jentik Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Sekaran Kota Semarang. KEMAS. Vol.6. No.1. [Jurnal]
Sungkar, Saleha, dkk. 2011. Trend of Dengue Hemorrhagic Fever in North Jakarta. Department of Parasitology, Faculty of Medicine Universitas Indonesia. Jakarta. J Indon Med Assoc, Volum : 61, Nomor : 10 [Jurnal]
Sungkar, Saleha. 2002. Demam Berdarah Dengue. Ikatan Dokter Indonesia.
Jakarta. [Jurnal] Suwito, dkk. 2010. Hubungan Iklim Kepadatan Nyamuk Dan Kejadian Malaria.
Perhimpunan Entomologi Indonesia. J. Entomol Indon. Vol. 7 No. 1, 42-53 [Jurnal]
94
Suwita, C.S., dkk.. 2010. Efektivitas Bacillys thuringiensis israelensis dalam
Pemberantasan Larva Aedes aegepty di Kecamatan Cempaka Ptih, Jakarta Pusat. Program Pendidikan Dokter Umum & Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. [Jurnal]
Suyasa, dkk. 2008. Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Selatan. Universitas Udayana. Ecotropic Journal 3 (1) :1-6. Bali. [Jurnal]
Swaina, V., et al. 2008. Sunlight Exposure Enhances Larva Mortality Rate in Culex quinguefasciatus Say. J Vektor Borne Disease. [Journal]
Tjokronegoro, Aryatmo. 2005. Naskah Lengkap Demam Berdarah Dengue, Pelatihan Bagi Dokter Spesialis Anak Dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Dalam Tatalaksana Kasus DBD. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. [Buku Panduan]
Tjokronegoro, A. & Sudarsono, S. . 2001. Metodologi Penelitian Bidang
Kedokteran. Gaya Baru. Jakarta. [Buku]
Trapsilowati W, Sulistyorini E. Pelaksanaan Standar Pelayanan Minilal Program Pencegahan Dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue Di Dinas Kesehatan Kota Semarang. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit. Salatiga. [Buletin]
Ulumuddin. Ihya’. 2010. 31 Kecamatan endemik DBD. Seputar Indonesia. 17
Februari 2010. http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/305173/. [Diakses 26 April 2014].
Veronika, 2001. Hubungan Perilaku IRT dengan pelaksanaan Pemberantasan
Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Tahun 2001. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara . Medan. [Skripsi]
Wahono, Tri Joko. 2004. Demam Berdarah Dengue. http://www.litbang.depkes.go.id. Diakses tanggal 5 Juli 2014.
Wahyuni, Sri . 1999. Perilaku Ibu Rumah Tangga Terhadap upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan. [Skripsi]
95
WHO. 1999. Dengue Haemorrhagic fever: diagnosis, treatment, prevention and control. EGC. Jakarta. [Buku]
Wilder-Smith, A, et al. 2008. Geographic Expansion of Dengue: the Impact of Inter- national Travel. Med Clin Nam. [Journal]
Wirahjanto,A, dkk. 2006. Epidemilogi Demam Berdarah Dengue, dalam Demam Berdarah Dengue Edisi 2. Airlangga University Press. Surabaya. [Buku]
Wiratanya, dkk. 2008. Hubungan Perilaku (Hidup) Sehat Masyarakat Terhadap
Timbulnya Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Desa Seketi Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma. Surabaya. [Penelitian]
Xi Ping Hu. 2012. Mosquitoes In And Around Homes. Entomology and Plant
Pathology Auburn University. Alabama. [Journal] Yohanes, Santoso. 2006. Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Terhadap Demam
Berdarah Pada Masyarakat Di Cimahi Tengah. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung. Bandung. [Tesis]
Yotopranoto, S., et al. (1998). Dinamika Populasi Vektor pada Lokasi dengan
Kasus Demam Berdarah Dengue yang Tinggi Di Kotamadya Surabaya. Majalah Kedokteran Tropis Indonesia. [Jurnal]
Yudhastuti, Ririh, dkk. 2005. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, Dan Perilaku Masyarakat Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegepty Di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya. Fakultas Kesehatan Masyarakat UNAIR. Surabaya. [Jurnal]
Zuhriyah, Sriwahyuni, Setyarini. 2009. Hubungan Angka Bebas Jentik (ABJ) Dan
Frekuensi Fogging Dengan Angka Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Gribig Kecamatan Kedungkandang Kota Malang Tahun 2008-2009. Universitas Brawijaya. Malang. [Jurnal]
Zulkarnaini, Siregar, Dameria. 2009. Hubungan Kondisi Sanitasi Lingkungan
Rumah Tangga Dengan Keberadaan Jentik Vektor Dengue Di Daerah Rawan Demam Berdarah Dengue Kota Dumai Tahun 2008. Universitas Riau. Pekanbaru. [Jurnal]
---------. 2000. Pencegahan Dan Pemberantasan Demam Berdarah di Indonesia.
Direktorat Jenderal PPM&PL ---------. 2004. Buletin Harian : Perilaku dan Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegepty
Sangat Penting Diketahui Dalam Melakukan Kegiatan Pemberantasan
96
Sarang Nyamuk Termasuk Pemantauan Jentik Berkala. Tim Penanggulangan DBD Departemen Kesehatan RI. Jakarta
---------. 2008. Kebijaksanaan Program P2-DBD dan Situasi Terkini DBD Indonesia. Dirjen PP-PL Depkes. Jakarta
---------. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi – Topik Utama : Demam Berdarah Dengue. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI. Jakarta
---------. 2010. Kecamatan Tanah Abang Dalam Angka 2010. Jakarta ---------. 2010. Laporan Tahunan Puskesmas Kecamatan Tanah Abang Tahun
2010. Jakarta ---------. 2011. Laporan Tahunan Puskesmas Kecamatan Tanah Abang Tahun
2011. Jakarta ---------. 2012. Laporan Tahunan Puskesmas Kecamatan Tanah Abang Tahun
2012. Jakarta ---------. 2013. Laporan Tahunan Puskesmas Kecamatan Tanah Abang Tahun
2013. Jakarta ---------. 2013. Laporan Bulanan Kelurahan Kebon Kacang. Jakarta
97
Lampiran I
Kuesioner Penelitian
Hubungan Perilaku 3M Plus Ibu Rumah Tangga dan Kondisi Lingkungan
Terhadap Kepadatan Larva Aedes Aegypti di Wilayah Zona Merah Kelurahan
Kebon Kacang, Jakarta Pusat
Tahun 2014
Assalamu’alaikum wr. wb.
Saat ini, saya selaku mahasiswa S-1 Jurusan Kesehatan Masyarakat,
Peminatan Kesehatan Lingkungan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, sedang melakukan penelitian mengenai hubungan perilaku 3M Plus ibu
rumah tangga dan kondisi lingkugan terhadap kepadatan larva Aedes aegypti di
wilayah Kelurahan Kebon Kacang, Jakarta Pusat tahun 2014. Untuk kepentingan
data penelitian ini, saya mengharapkan partisipasi Anda dalam menjawab
pertanyaan di bawah ini dengan sejujurnya sesuai dengan pengetahuan, pendapat,
dan pengalaman Anda. Terima kasih.
No. Kuesioner :
Hari & tanggal :
Peneliti :
98
Isi dan lingkarilah jawaban berdasarkan pilihan jawaban yang disediakan.
(MOHON DIJAWAB SEJUJURNYA DAN JANGAN ADA YANG
DIKOSONGKAN. JAWABAN DAN IDENTITAS ANDA AKAN KAMI
RAHASIAKAN)
Data Pribadi
1. Nomor Induk Responden :
2. Usia :
3. Alamat :
4. Telepon (jika ada) :
5. Pendidikan :
a. Tidak tamat SD
b. Tamat SD atau sederajat
c. Tamat SMP atau sederajat
d. Tamat SMA atau sederajat
e. Tamat Akademi atau Perguruan Tinggi atau sederajat
f. Lainnya
99
A. Umum
1. Apakah pernah mendengar Demam Berdarah Dengue (DBD)?
a. Iya b. Tidak
2. Tahu info tentang DBD dari? (boleh lebih dari satu jawaban)
a. Petugas kesehatan (bidan, perawat, dokter)
b. Media cetak & elektronik (koran, majalah, brosur, pamphlet,
televisi, radio)
c. Kegiatan di lingkungan (penyuluhan, arisan, pengajian)
d. Keluarga
e. Tetangga
f. Lainnya …………………………
g. Tidak pernah mendapat informasi
3. Apakah ada anggota keluarga terdekat yang menderita DBD
selama kurun waktu Januari hingga Mei?
a. Ya, yaitu……..
b. Tidak
4. Jika ya, dirawat dimana?
a. Rumah sakit …….
b. Puskesmas……
c. Lainnya
5. Berapa hari lama dirawatnya?
a. 1 minggu
b. Lebih dari 1 minggu
100
6. Dimana aktivitas sehari-hari orang yang terkena DBD tersebut?
a. Rumah
b. Kantor
c. Lainnya
B. Pengetahuan DBD
1. Penyakit DBD ditularkan oleh…..
a. Nyamuk
b. Kuman
c. Tidak tahu
2. Penyebab DBD adalah…..
a. Virus
b. Kuman
c. Nyamuk
d. Tidak tahu
3. Nyamuk penular DBD senang beristirahat di….
a. Dekat cahaya lampu
b. Pakaian yang tergantung
c. Tidak tahu
4. Apakah ciri nyamuk penular DBD?
a. Warna hitam bintik-bintik putih
b. Warna cokelat bintik-bintik putih
c. Tidak tahu
101
5. Dimana biasanya nyamuk penular DBD berkembang biak?
(jawaban boleh lebih dari satu)
a. Bak mandi
b. Kaleng bekas
c. Comberan
d. Tidak tahu
6. Kapan waktu nyamuk penular DBD biasa menggigit orang?
a. Siang
b. Malam
c. Tidak tahu
C. Pengetahuan 3M Plus
1. Apakah yang dimaksud dengan gerakan 3M plus?
a. Menguras bak mandi
b. Menutup tempat penampungan air
c. Mengubur barang bekas
d. Pengelolaan lingkungan secara menyeluruh
e. Benar semua
2. Berapa kali kita harus menguras tempat penampungan air seperti
bak mandi dan drum bekas yang berisi air?
a. Paling sedikit seminggu sekali
b. Paling sedikit dua minggu sekali
c. Tidak tahu
102
3. Bagaimanakah cara menguras bak mandi yang benar untuk
memberantas jentik nyamuk penular DBD?
a. Menggosok dinding dalam bak mandi
b. Mengganti air saja
c. Memberikan antiseptic pada air bak
d. Tidak tahu
4. Apakah setelah menguras bak mandi, masih perlu menaburkan
serbuk pemberantas jentik?
a. Perlu
b. Tidak perlu
c. Tidak tahu
5. Kapan seharusnya diadakan pengasapan (fogging)?
a. Jika ada yang terkena DBD di lingkungan rumah
b. Satu bulan sekali
c. Satu minggu sekali
d. Tidak tahu
6. Apakah pengasapan (fogging) merupakan cara yang paling efektif
dalam menurunkan angka kasus DBD?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
103
7. Apakah jendela yang secara teratur dibuka pada pagi hari dan
ditutup pada sore hari dapat menurunkan angka kasus DBD?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
8. Apakah menutup tempat penampungan air yang ada di rumah dapat
menurunkan angka kasus DBD?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
D. Sikap 3M Plus
1. Menurut Anda, siapa yang bertanggung jawab menanggulangi
DBD?
a. Pemerintah
b. Penderita DBD dan keluarganya
c. Semua komponen masyarakat
2. Apakah Anda setuju bila program 3M Plus dijalani oleh setiap
lapisan masyarakat?
a. Ya
b. Tidak
3. Jika ya, apakah Anda akan berperan aktif dalam program tersebut?
a. Ya
b. Tidak
104
4. Apakah perlu diadakan pengawasan terhadap jentik nyamuk di
rumah?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah perlu untuk membersihkan atau menguras bak mandi?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah boleh menggantungkan pakaian di dalam rumah?
a. Ya
b. Tidak
7. Bagaimana seharusnya untuk mencegah DBD?
a. Memperhatikan diri dan melakukan 3M Plus
b. Memperhatikan diri saja
c. Melakukan 3M Plus saja
d. Tidak tahu
E. Tindakan 3M Plus
1. Apakah keluarga Anda selalu menguras tempat penampungan air di
rumah?
a. Ya
b. Tidak
105
2. Jika ya, berapa kali?
a. Satu minggu sekali
b. Dua minggu sekali
c. Satu bulan sekali
3. Apakah keluarga Anda secara teratur membersihkan / mengubur /
membakar barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah keluarga Anda selalu menutup tempat penampungan air di
rumah?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah keluarga Anda selalu menggantungkan baju yang tidak
dipakai (selain di dalam lemari baju)?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah keluarga Anda selalu menutup jendela / lubang angin /
pintu dengan kawat anti nyamuk?
a. Ya
b. Tidak
106
7. Apakah keluarga Anda selalu melakukan pengawasan terhadap
jentik nyamuk di rumah?
a. Ya
b. Tidak
8. Bagaimana cara Anda membuang sampah rumah tangga selama
ini?
a. Diangkut secara rutin oleh petugas kebersihan
b. Dibakar / dikubur secara rutin di lingkungan sekitar rumah