PERFORMA PRODUKSI KELINCI LOKAL JANTAN PADA PEMBERIAN RUMPUT LAPANG DAN BERBAGAI LEVEL AMPAS TAHU HAFIDZ RASYID D14050633 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
50
Embed
PERFORMA PRODUKSI KELINCI LOKAL JANTAN PADA … · sebagai pengganti hijauan dan konsentrat dengan harga murah, mudah didapat, dan ... pada level yang berbeda dengan kelinci yang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERFORMA PRODUKSI KELINCI LOKAL JANTAN PADA PEMBERIAN RUMPUT LAPANG DAN
BERBAGAI LEVEL AMPAS TAHU
HAFIDZ RASYID
D14050633
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ABSTRACT
Production Performance of Local Male Rabbit on Native Grass Application and Various Levels of Tofu Waste
Rasyid, H., M. Duldjaman and R. Herman
The experiment was carried out to evaluate the use of tofu waste for the concentrate of animal diet. The tofu waste was derived from a local tofu industry at village. It contents protein, energy, mineral, and crude fiber. This is a reason that tofu waste is good for the animals. Rabbits were used as the experimental animal. Four diets containing 20, 40, and 60% of tofu waste and one commercial concentrate were given to the rabbit. Twenty young rabbits (789 ± 0,15; CV= 10%) were used. These animals were divided into four groups. Feed consumption, daily body weight gain, feed conversion, and mortality were recorded. The effect of treatment were studied by ANOVA. The results showed that the effect of treatments was significant on daily body weight gain and feed conversion (P<0,05). Tofu waste can be used as commercial concentrate substitution at 60% rate of native grass and 40% rate of tofu in feed balance for local rabbits.
Keywords: production performance, local male rabbit, native grass, and tofu waste.
PERFORMA PRODUKSI KELINCI LOKAL JANTAN PADA PEMBERIAN RUMPUT LAPANG DAN
BERBAGAI LEVEL AMPAS TAHU
Oleh
HAFIDZ RASYID
D14050633
Skripsi ini telah disetujui untuk disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 20 November 2009
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Ir. Maman Duldjaman, MS Prof. Dr. drh. Rachmat Herman, MVSc
Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim, Puji Syukur penulis panjatkan ke kehadirat
Allah Swt, karena atas rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Performa Produksi Kelinci Lokal Jantan pada Pemberian Rumput
Lapang dan Berbagai Level Ampas Tahu” di bawah bimbingan Bapak Ir. Maman
Duldjaman, MS dan Bapak Prof. Dr. drh. Rachmat Herman, MVSc. Shalawat serta
salam senantiasa dijunjungkan kepada keharibaan kita baginda Rosulullah
Muhammad Saw, beserta para keluarga, sahabat, dan seluruh umat manusia yang
senantiasa istiqomah dijalan-Nya.
Kelinci adalah salah satu komoditi ternak yang ikut berperan dalam
pemenuhan kebutuhan daging dan bulu/kulit, yang kemungkinan dapat
dikembangkan sebagai produk unggulan di sektor peternakan. Adanya beberapa
kendala dalam pemberian pakan kelinci dan semakin mahalnya harga konsentrat
menuntut adanya informasi mengenai bahan pakan subtitusi yang dapat digunakan
sebagai pengganti hijauan dan konsentrat dengan harga murah, mudah didapat, dan
mempunyai kandungan nutrisi yang cukup. Beberapa limbah hasil pertanian dapat
digunakan dan salah satu limbah hasil pertanian yang dapat dimanfaatkan adalah
ampas tahu. Hal ini yang menjadi alasan bagi penulis untuk melakukan penelitian
mengenai penggemukan kelinci dengan imbangan rumput lapang dengan konsentrat
sebagai control dan rumput lapang dengan ampas tahu dengan level yang berbeda,
selama delapan minggu penggemukan.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran terhadap penulisan skripsi ini dari semua pihak untuk
memperbaiki kekurangan-kekurangan sehingga skripsi ini diharapkan menjadi lebih
baik. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca umumnya
terutama kalangan mahasiswa dan bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri.
Terakhir, tak lupa penulis menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
turut membantu dalam penulisan skripsi ini.
Bogor, November 2009
Penulis
PERFORMA PRODUKSI KELINCI LOKAL JANTAN PADA PEMBERIAN RUMPUT LAPANG DAN
BERBAGAI LEVEL AMPAS TAHU
SKRIPSI
HAFIDZ RASYID
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
KATA PENGANTAR.................................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................
DAFTAR TABEL.......................................................................................
DAFTAR GAMBAR..................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................
PENDAHULUAN...................................................................................... Latar Belakang.................................................................................
Kelinci.............................................................................................. Pertumbuhan Kelinci....................................................................... Pertambahan Bobot Badan.............................................................. Konsumsi......................................................................................... Konversi Pakan................................................................................ Lingkungan...................................................................................... Rumput Lapang................................................................................ Proses Pembuatan Tahu.................................................................... Ampas Tahu..................................................................................... Kebutuhan Pakan untuk Pertumbuhan............................................. Kebutuhan Bahan Kering.................................................................
METODE ...................................................................................................
Lokasi dan Waktu............................................................................ Materi...............................................................................................
Kelinci.................................................................................. Pakan dan Air Minum.......................................................... Hasil Analisis Laboratorium................................................ Kandang dan Peralatan........................................................
Rancangan Percobaan...................................................................... Perlakuan.............................................................................. Rancangan............................................................................ Analisa Data......................................................................... Peubah yang Diamati............................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................
Keadaan Umum Penelitian............................................................. Suhu dan Kelembaban........................................................
Konsumsi Pakan.............................................................................. Konsumsi Zat Makanan..................................................................
Konsumsi Bahan Kering..................................................... Konsumsi Protein Kasar..................................................... Konsumsi Serat kasar.......................................................... Total Digestible Nutrient....................................................
Keterangan : BK : Bahan Kering BetN : Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen BS : Bahan Segar TDN : Total Digestible Nutrient PK : Protein Kasar SK : Serat Kasar LK : Lemak Kasar Sumber : Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor. 2009.
Gambar 3. (a) Rumput Lapang dan (b) Konsentrat (c) Ampas Tahu sebelum
dan sesudah dipress Sumber : Rasyid (2009)
13
Kandang dan Peralatan
Kandang berupa kandang individu berukuran 45cm x 30cm x 40cm. Tiap
kandang dilengkapi dengan tempat pakan plastik dan botol air minum. Peralatan
yang digunakan adalah alat kebersihan, timbangan duduk merk "Five Goats”,
timbangan digital “Weston”, pressure gauge (alat pengepress ampas tahu),
Thermohigrometer digital, karung rumput, dan label. Gambar kandang dan peralatan
terdapat pada Gambar 4.
Pengamatan lingkungan yaitu pengamatan suhu dan kelembaban, diamati
untuk mengetahui kondisi lingkungan penelitian apakah sesuai dengan kenyamanan
Keterangan : Superskrip huruf kecil berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) dan superskrip huruf besar berbeda pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01)
Kandungan bahan kering dalam pakan biasanya terdiri atas abu, protein
kasar, lemak kasar, serat kasar, dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (Beta-N).
Kandungan bahan kering yang diamati yaitu protein kasar, serat kasar, Total
Digestible Nutrient (TDN).
Konsumsi Bahan Kering
Tabel 6. menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering harian kelinci pada
penelitian berkisar 5,7% dari bobot badan (79,96 - 87,30 gram/ekor/hari). Konsumsi
bahan kering total P1, P2, P3, dan P4 sudah memenuhi kebutuhan bahan kering
kelinci berdasarkan NRC (1977) dalam Ensminger (1991) yaitu kebutuhan bahan
kering kelinci muda berkisar 5,4-6,2%. Konsumsi bahan kering pada semua
perlakuan yang rendah disebabkan oleh rendahnya kandungan bahan kering dari
rumput (22,18%) dan ampas tahu (19,97%). Rendahnya bahan kering pada rumput
21
disebabkan rumput diambil pada saat musim hujan sehingga kadar airnya tinggi yaitu
77,82%.
Sumber protein terbanyak pada penelitian ini yaitu berasal dari pakan
konsentrat, ampas tahu. Konsentrat dalam bahan segar memiliki kandungan protein
kasar sebesar 19,19% dan ampas tahu sebesar 24,69%. Ampas tahu mempunyai
kandungan protein kasar lebih besar dibanding dengan rumput lapang dan konsentrat
karena ampas tahu berasal dari kedelai. Oleh karena itu antinutrisi yang terdapat pada
ampas tahu sama dengan pada kedelai hanya konsentrasinya lebih sedikit karena
telah mengalami pengolahan. Ampas tahu dilihat dari komposisi kimianya dapat
digunakan sebagai sumber protein dan mengandung bahan kering yang rendah.
Selain kandungan zat gizinya cukup baik, ampas tahu juga memiliki antinutrisi
berupa asam pitat.
Konsumsi Protein Kasar
Perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi protein kasar total
harian (P<0.01). Rataan konsumsi protein kasar harian untuk masing-masing
perlakuan P1, P2, P3 dan P4 berturut-turut sebesar 13,88; 13,56; 16,70 dan 18,70
g/ekor/hari. Persentase rataan konsumsi protein kasar harian yaitu 16,27; 16,96;
19,54 dan 21,42% dari konsumsi bahan kering. Konsumsi protein ini sudah sesuai
kebutuhan untuk kelinci yang sedang tumbuh yaitu sebesar 16% (Banerjee, 1982).
Rataan konsumsi protein kasar pada P1 dan P2 hampir sama, ini artinya
penggunaan pakan ampas tahu dengan taraf 20% dengan konsumsi pakan 10% dari
bobot badan bisa menggantikan konsumsi protein konsentrat dengan taraf 40%
sedangkan nilai rataan protein pada P3 dan P4 berbeda sangat nyata, rataan konsumsi
protein kasar pada P4 lebih tinggi daripada P3 karena taraf konsumsi pakan yang
diberikan juga berbeda yaitu P3 sebesar 40% ampas tahu sedangkan P4 sebesar 60%
ampas tahu.
Rendahnya konsumsi protein kasar pada P1 disebabkan kandungan protein
kasar dari konsentrat lebih rendah daripada ampas tahu dalam bahan kering. Bentuk
pakan bisa mempengaruhi konsumsi. Hal ini sesuai dengan penyataan Cheeke (1999)
bahwa pakan kelinci sebaiknya dalam bentuk pellet karena pakan yang tidak
berbentuk pellet akan ditolak oleh kelinci dan menyebabkan tingginya sisa pakan.
22
Konsumsi Serat Kasar
Konsumsi serat kasar yang rendah pada P1 disebabkan P1 kandungan sumber
serat kasar dari konsentrat yaitu 4,85% sehingga serat kasar dari konsentrat hanya
menyumbangkan serat kasar sebesar 1,97 g/ekor/hari. Kandungan serat kasar rumput
lapang yang tinggi (35,76%) merupakan faktor yang dapat menurunkan daya cerna.
Menurut Tilman et al. (1998) faktor yang mempengaruhi daya cerna makanan
diantaranya adalah komposisi zat makanan yaitu serat kasar. Serat kasar yang terlalu
tinggi akan mengurangi konsumsi dari nutrien yang tercerna.
Konsumsi serat kasar pada penelitian ini lebih tinggi dari pada kebutuhan
kelinci menurut Banerjee (1982) yaitu kebutuhan serat kasar kelinci pada periode
pertumbuhan adalah 10-12%. Hal ini disebabkan perbedaan kandungan nutrien serat
kasar pakan. Kandungan serat kasar rumput (35,79%) dan ampas tahu (24,14%) yang
tinggi inilah menyebabkan konsumsi serat kasar tinggi. Selain itu kelinci adalah
herbivora yang bukan ruminansia, kurang mampu untuk mencerna serat kasar, tetapi
dapat mencerna protein dari tanaman berserat dan memanfaatkannya secara efektif
sehingga konsumsi serat kasar pada penelitian ini menjadi tinggi. Pencernaan di
dalam saluran bagian belakang pada kelinci merupakan penyesuaian diri terhadap
hijauan yang mempunyai kadar serat yang tinggi.
Kandungan serat kasar yang tinggi akan menghambat pencernaan pakan di
dalam alat pencernaan dan menyebabkan degradasi karbohidrat maupun zat-zat
makanan lainnya. Semakin tinggi porsi hijauan dengan kandungan serat kasar yang
tinggi akan meningkatkan sifat bulk (zat pengisinya). Penambahan karbohidrat yang
tidak dapat dicerna (serat kasar) mempunyai pengaruh positif dalam mencegah
penyakit enteritis (radang usus).
Kecukupan konsumsi serat kasar akan berpengaruh pada pertumbuhan.
Konsumsi serat kasar yang semakin tinggi bukan berarti akan menghasilkan
pertumbuhan ternak dan produksi yang lebih baik. Hal ini disebabkan serat kasar
bersifat menurunkan daya cerna. Hal ini sejalan dengan Cheeke dan Patton (1980)
yang menyatakan bahwa semakin tinggi kadar serat kasar dalam ransum, semakin
cepat pula laju pergerakan zat makanan sehingga dapat diperkirakan bahwa
kecernaan zat-zat makanan akan semakin rendah karena untuk mencerna serat kasar
23
diperlukan banyak energi akibatnya terjadi pertambahan bobot badannya kurang
optimum.
Total Digestible Nutrient
Total Digestible Nutrient (TDN) merupakan nilai yang menunjukkan jumlah
dari zat-zat makanan yang dicerna oleh hewan, yang merupakan jumlah dari semua
zat-zat makanan organik yang dapat dicerna: protein, lemak, serat kasar, dan Bahan
Ekstrak tanpa Nitrogen (Anggorodi, 1990). Perhitungan TDN pakan pada penelitian
ini dilakukan berdasarkan rumus Hartadi et al. (1990) untuk menghitung rumput
lapang dan ampas tahu sedangkan untuk menghitung konsentrat dengan rumus
Sutardi (1980) dalam Irawan (2002). Kandungan TDN rumput lapang, konsentrat,
dan ampas tahu tersebut sebesar 54,82, 78,31 dan 75,71% (dalam bahan kering).
Rataan TDN harian kelinci pada tiap perlakuan terdapat pada Tabel 6. Rataan
TDN untuk masing-masing P1, P2, P3 dan P4 sebesar 55,43; 47,76 ; 55,62 dan 60,21
g/ekor/hari. Berdasarkan hasil analisis ragam, perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05)
terhadap TDN. Menurut Banerjee (1982) kelinci dengan status fisiologis pada
periode pertumbuhan membutuhkan TDN sebesar 65% atau sekitar 55,5
gram/ekor/hari dari total konsumsi ransum. TDN ini untuk memenuhi kebutuhan
hidup dan pertumbuhan.
Jumlah TDN pada P1 dan P3 hampir sama sedangkan pada P2 terlihat tingkat
TDN paling rendah dari perlakuan lainnya. Hal ini bisa disebabkan taraf konsumsi
pakan pada P2 memiliki imbangan ampas tahu hanya 20% dari jumlah konsumsi
pakan sehingga TDN lebih rendah. Hal ini tercantum pada tabel 6 yang menunjukkan
bahwa semakin tinggi taraf perlakuan ampas tahu yang diberikan maka tingkat TDN
juga meningkat. Peningkatan dan penurunan TDN berkorelasi positif terhadap
konsumsi bahan kering pakan. Kandungan TDN ampas tahu (75,71%) dan konsentrat
(78,31%) lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan TDN rumput lapang
(54,82%).
Performa Produksi
Penampilan ternak bisa diamati dengan melihat performa produksi ternak
tersebut. Performa produksi tersebut misalnya dengan melihat pertambahan bobot
badan. Nilai pertambahan bobot badan yang tinggi menunjukkan bahwa ternak
24
tersebut berproduksi dengan baik. Selama dalam proses pertumbuhan, ternak
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor genetik, pemberian pakan, suhu,
kemampuan beradaptasi dan lingkungan (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Keterangan: *) Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) *) P1 = 60% rumput dan 40% konsentrat
P2 = 80% rumput dan 20% ampas tahu P3 = 60% rumput dan 40% ampas tahu P4 = 40% rumput dan 60% ampas tahu *) PBB = Pertambahan Bobot Badan PBBH= Pertambahan Bobot Badan Harian BK= Bahan Kering
Performa produksi terdapat pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan bahwa bobot
awal untuk semua perlakuan mempunyai koefisien keragaman yang rendah. Bobot
akhir penelitian tertinggi pada P1, P3, dan P4, bobot akhir kelinci penelitian ini tidak
dapat dikatakan sebagai fryer (kelinci pedaging) karena rataan bobot akhir untuk P1,
P2, P3, dan P4 hanya 1510; 1277; 1587; 1532 gram/ekor sedangkan untuk mencapai
kelinci fryer menurut Ozimba dan Lukefahr (1991) yaitu sebesar 2047 gram. Bobot
potong untuk kelinci fryer perlu waktu penggemukan kira-kira dua kali delapan
minggu sedangkan penelitian ini hanya dilakukan selama delapan minggu sehingga
bobot akhir belum mencapai bobot kelinci fryer.
Aspek genetik juga berpengaruh terhadap bobot kelinci. Jenis kelinci yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci lokal. Kelinci lokal Indonesia bertubuh
kecil, bobot dewasa hanya mencapai 1,8-2,3 kg. Kelinci fryer adalah jenis kelinci
persilangan antara kelinci Flemish Giant (FG) cross dengan kelinci New Zealand
White (NZW).
25
Pertambahan Bobot Badan
Perlakuan mempunyai pengaruh yang nyata (P<0,05) pada pertambahan
bobot badan. Pertambahan bobot badan terendah dicapai oleh P2 (9,66 gram).
Pertambahan bobot badan rendah disebabkan konsumsi bahan kering P2 terendah
daripada perlakuan lainnya. Konsumsi bahan kering P2 terendah disebabkan
imbangan pakan pada P2 yaitu 80% rumput lapang dan 20% ampas tahu. Kandungan
bahan kering dari rumput lapang (22,18%) dan ampas tahu (19,97%). Rendahnya
bahan kering pada rumput disebabkan rumput diambil pada saat musim hujan
sehingga kadar airnya tinggi yaitu 77,82% dan ampas tahu (80,03%). Namun ampas
tahu sebelum diberikan kadar airnya sudah dikurangi sampai (26-31)% dari kadar air
awal yang sekitar 80,03%.
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan adalah
konsumsi pakan. Hal ini sangat terkait dengan nutrien yang terkandung dalam pakan
dan tingkat kecernaan pakan tersebut. Ransum yang memiliki nilai nutrien tinggi dan
tingkat palatabilitas yang baik dapat dengan cepat meningkatkan pertambahan bobot
badan ternak selama penggemukan.
Tabel 7 menunjukkan bahwa P3 memperlihatkan total pertambahan bobot
badan yang lebih besar daripada perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan oleh level
pemberian ampas tahu yang lebih tinggi daripada P2, namun P4 pertambahan bobot
badan hampir sama dengan P3 walaupun levelnya lebih tinggi. Alasannya karena
ampas tahu mempunyai kandungan protein kasar lebih besar dibandingkan dengan
rumput lapang dan konsentrat sehingga P4 hampir sama walaupun level pemberian
ampas tahu ditingkatkan. Tingkat nutrient yang terkandung pada P3 memiliki
kandungan ampas tahu 40% dengan kandungan protein kasar yang cukup tinggi yaitu
24,69% lebih tinggi daripada P1 yang sebagai kontrol yaitu konsentrat ayam Broiler
Starter hanya 19,19%. Alasan ini sesuai dengan pernyataan Murtisari (2004)
peningkatan konsumsi pakan disebabkan peningkatan kandungan ampas tahu dalam
pakan, sehingga menghasilkan pertumbuhan yang terus meningkat.
P2 cenderung pertambahan bobot badannya paling rendah dibandingkan
perlakuan kontrol dan level ampas tahu lainnnya. Hal ini disebabkan karena P2
imbangan pakannya lebih banyak rumput daripada ampas tahu sehingga pertambahan
bobot badannya lebih rendah. Peningkatan taraf ampas tahu sampai 40% justru
26
meningkatkan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi daripada P4 yang tarafnya
lebih tinggi. Ini menunjukkan bahwa dengan pemberian pakan dengan imbangan
60% rumput lapang dan 40% ampas tahu mampu meningkatkan pertambahan bobot
badan yang hampir sama dengan perlakuan kontrol. Ini artinya P3 dapat digunakan
sebagai pakan pengganti konsentrat ayam Broiler Starter.
Pertambahan bobot badan harian dalam penelitian ini berkisar 9,66-13,89
gram/ekor/hari dengan rata-rata sebesar 12,30±2,05 gram/ekor/hari. Pertambahan
bobot badan ini masih sesuai dengan pernyataan Lukehfar dan Chekee (1999), bahwa
penampilan pertumbuhan kelinci pada daerah tropis berkisar antara 10-20
gram/ekor/hari. Hal ini disebabkan oleh faktor pakan yang lebih dari kebutuhan
bahan keringnya yaitu 10% dari bobot badan, serta faktor bangsa kelinci.
Kelinci lokal mempunyai pertumbuhan lebih lambat daripada kelinci impor
Vlaamse reus. Hal ini disebabkan kelinci lokal di Indonesia bertubuh kecil, bobot
dewasa hanya mencapai 1,8-2,3 kg berbeda dengan Vlaamse reus yang bisa
mencapai 5,5-7,0 kg (Lebas et al., 1986). Kelinci Vlaamse reus pernah diteliti oleh
Lestari et al., (2004) yang menggunakan tiga perlakuan ransum, yaitu P1 (rumput
Lapang+ampas tahu), P2 (rumput lapang+ampas tahu+bekatul), dan P3 (rumput
Lapang+bekatul+konsentrat komersial). Penelitiannya menghasilkan PBBH masing-
masing perlakuan sebesar 31,93; 30,53; dan 33,95 g/ekor/hari dengan konversi pakan
5,17; 5,16; dan 4,47. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dengan pemberian rumput
lapang dan level ampas tahu yang berbeda pada kelinci lokal memberikan pengaruh
yang berbeda terhadap performa kelinci dalam hal ini adalah pertumbuhannya.
Konversi Pakan
Konversi pakan yaitu jumlah pakan yang dikonsumsi setiap hari dibagi
dengan pertambahan bobot badan hariannya. Rataan konversi pakan untuk keempat
perlakuan sebesar 7,13. Hal ini menunjukkan bahwa untuk setiap penambahan bobot
badan sebesar satu satuan maka dibutuhkan pakan sebanyak 7,13 satuan. Nilai rataan
konversi pakan pada P1, P3, dan P4 hampir sama sedangkan P2 berbeda nyata.
Rataan konversi pakan P2 yang tinggi disebabkan rataan konsumsi bahan kering
kecil dan pertambahan bobot badannya juga rendah.
Nilai konversi pakan yang semakin rendah berarti nilai efisiensi pakannya
semakin baik, sehingga biaya produksi ternak tersebut efisien. Nilai konversi pakan
27
pada P3 paling rendah (6,18) daripada perlakuan lainnya. Ini artinya dengan
penggunaan pakan rumput lapang sebesar 60% dan ampas tahu 40% lebih efisien
daripada perlakuan lainnya. Meskipun konsumsi bahan kering pada penelitian ini
tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P>0,05), tetapi PBBH dan konversi
pakannya berbeda nyata (P<0,05). Hal ini kemungkinan karena kecernaan pakan
yang dikonsumsi rendah sehingga ternak tidak dapat mendapatkan cukup zat-zat
pakan seperti protein pakan yang diperlukan untuk berproduksi lebih tinggi.
Mortalitas
Mortalitas terjadi yaitu pada saat masa adaptasi yang dilakukan sebelum
penelitian berlangsung. Hal ini disebabkan oleh kondisi kelinci yang lemah, tingkat
stress yang tinggi akibat pengangkutan dari desa Leuwiliang ke Darmaga
menyebabkan kelinci lemah, pengaruh lingkungan agak panas dan pakan yang waktu
itu taraf perlakuan kontrolnya hanya diberikan rumput 100% tanpa pemberian
konsentrat sehingga kebutuhan proteinnya hanya memenuhi kebutuhan hidup pokok.
Penyebab lain karena kelinci masih kecil berumur sekitar satu setengah bulan dengan
rataan bobot sebesar 300 gram.
Selama penelitian berlangsung tidak terdapat mortalitas. Mortalitas tidak
terdapat pada penelitian ini disebabkan oleh kelinci telah digemukkan terlebih dahulu
hingga mencapai bobot rataan 789 gram dan pengaruh pakan perlakuan yang sudah
memenuhi kebutuhan hidup pokok dan untuk pertumbuhan. Selain itu, kondisi
kelinci yang baik, tingkat stress yang berkurang (mengalami masa adaptasi) dan
proses pemeliharaan yang baik. Proses pemeliharaan yang baik adalah dengan
memperhatikan dan menjaga kondisi kandang tetap bersih sehingga akan mengurangi
mortalitas.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian imbangan 60% rumput lapang dan 40% ampas tahu dapat
digunakan sebagai pakan alternatif kelinci lokal sapihan pengganti konsentrat ayam
broiler starter selama delapan minggu penggemukan. Pemeliharaan pada perlakuan
tiga menghasilkan pertambahan bobot badan yang lebih optimal dan konversi pakan
yang lebih baik daripada perlakuan lainnya.
Saran
Manajemen waktu penggemukan harus diperpanjang untuk mencapai bobot
fryer kemudian jumlah kelinci perlu diperbanyak dan kebutuhan bahan keringnya
tidak melebihi 6% dari bobot badan agar konversi pakan rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.
Banerjee, C. 1982. A Textbook of Animal Husbandry. 5th Ed, Oxford and IBH publishing Co., New Delhi.
Campbell, J.R. and J.F. Lasley. 1985. The Science of Animal that Serve Humanity. 2nd Ed., Tata McGraw-Hill Publishing Co. Ltd., New Delhi.
Chapman, J.A. and J.E.C. Flux. 1992. Rabbits, Hares and Pikas. Status survey and conversation action plan. IUCN/SSc Logomorph Specialist Group. Information Press. Oxford. U.K.
Chekee, P. R. dan N. M. Patton. 1980. Carbohydrate overlead the hindgut a probable cause of enteritis. Journal of Applied Rabbit Research. 3: 20-23.
Cheeke, P. R., N.M. Patton, S.D. Lukefahr and J.L.McNitt. 1987. Rabbit Production. 6th Ed. The Interstate Printers and Publisher, Inc. Danvile. Illinois.
Cheeke, P. R. 1999. Applied Animal Nutrition, Feeds and Feeding. Prentice Hall. New Jersey. USA.
Djajuli, M. 1992. Perbandingan nilai gizi untuk empat macam hijauan pada ternak domba. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran, Bandung.
Ensminger, M.E. 1991. Animal Science. 9th Editions. The Interstate Printer. and Publisher. Inc. Denville, Illinois. USA.
Fernandez, J. Carmona, C. Cervera, C. Sabaterand and E. Blas. 1995. Effect of diet composition on the production of rabbit breeding does housed in a tradisional building and at 300C. J. Anim. Sci. and Technology. 52:279-289.
Haetami, K. Susangka, I. dan Maulina, I. 2006. Suplementasi asam amino pada pelet yang mengandung silase ampas tahu dan implikasinya terhadap pertumbuhan benih ikan Nila Gift. Laporan Penelitian. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Bandung. http:// www.google.com/kandungan ampas tahu/Search-pdf/ [26 Juni 2009]
Harfiah. 2006. Perbandingan daya cerna in vitro bahan kering rumput gajah dan hasil fermentasi campuran rumput lapang dengan isi rumen. http //:www.google.com.[25 Mei 2008].
Hartadi, H., R. Soedomo dan D. T. Allen. 1990. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Herman, R. 2000. Produksi Kelinci dan Marmut, Anatomi dan Fisiologi Alat Pencernaan serta Kebutuhan. Edisi Ketiga. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Irawan, B. 2002. Suplemen Zn dan Cu organic pada ransum berbasis agroindustri untuk memacu pertumbuhan domba. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai. Pustaka Sinar Harapan Jakarta.
31
Kurniawati, N. 2001. Penggemukan kelinci muda untuk produksi fryer dengan kepadatan kandang yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Lebas, F., P. Coudert, R. Rouvier and H. de Rochambeau. 1986. The Rabbit Husbandry Health and Production. FAOAnimal Production and Health series 2nd, Food and Agriculture Organization of the United Nation, Rome.
Lestari, C.M.S., E. Purbowati dan T. Santosa. 2004. Budidaya kelinci menggunakan pakan limbah industri pertanian sebagai salah satu alternatif pemberdayaan petani miskin melalui inovasi teknologi tepat Guna. Kerjasama antara BPTP, UNRAM, BPM, dan Bappeda NTB.
Lukefar, S.D. and P.R. Cheeke. 1990. Rabbit project planning strategies for developcountries : http://www.cipav.org.co/irrd/irrd2/3cheeke2.htm. [30 Juni 2008]
Mattjik, A. A. dan I. M. Sumertajaya. 2002. Perancangan dan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Cetakan kedua. IPB Press. Bogor.
Muhidin, E. 2004. Penggemukan kelinci muda untuk produksi fryer dengan pemberian bungkil kedele dan bungkil kcang tanah. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Murtisari, T. 2004. Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan untuk menunjang agribisnis kelinci. Pros. Seminar Nasional Teknologi dan Peternakan. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
National Research Council. 1977. Nutrient Requirement of Rabbit. 2nd ed. (National Academy of Sciences : Washington).
Ozimba, C.E. and S.D. Lukefahr. 1991. Comparison of rabbit breed types for postweaning litter growth, feed efisiency, and survival performance traits. J. Anim. Sci. 69:3494-3500.d
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. University of Indonesia Press. Jakarta.
Prasetyo, A dan Herawati, T. 2006. Pengaruh komposisi pakan terhadap pertambahan bobot pada kelinci bunting (New Zealand) di Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (2007) : 734-742. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Bogor.
Raharjo, Y. C. dan B. Tangendjaja. 1988. Kemampuan produksi dan reproduksi kelinci Rex di Balitnak Ciawi, Bogor. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Pasca Panen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Bogor.
Raharjo, Y. C., S. Haryanti dan T. Sartika. 1992. Pengaruh berbagai tingkat energi dan protein dalam ransum terhadap performans kelinci Rex lepas sapih. Proceeding Pengolahan dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian “Unggas dan Aneka Ternak”. Balai Penelitian Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
32
Raharjo, Y.C., T. Murtisari, Sajimin, B. Wibowo, Nurhayati. 2004. Pemanfaatan Aneka Ternak sebagai sumber pangan hewani dan produk lain yang bermutu tinggi. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian APBN Tahun Anggaran 2003. Buku II. Ternak Non Ruminansia. Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Rianto, E., M. Budiharto, dan M. Arifin. 2004. Proporsi daging, tulang dan lemak karkas domba ekor tipis jantan akibat pemberian ampas tahu dengan aras yang berbeda. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.
Selamat, S. 1996. Studi litter size pada kelinci dengan perbaikan manajemen. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Smith, J. B. dan Mangkowidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UI Press, Jakarta.
Sudaryanto, B., Santoso, K. Ma’sum dan Y. C. Raharjo. 1984. Makanan kelinci di Jawa Timur. Seminar Teknologi Peternakan untuk Menunjang Pembangunan Peternakan, 15-16 September 1982 di Universitas Brawijaya, Malang.
Sugeng, Y. B. 1993. Sapi Potong Cetakan Kedua. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tarmidi, R. A. 2004. Penggunaan ampas tahu dan pengaruhnya pada pakan ruminansia. http://www.google.com./penggunaan ampas tahu pada pakan ruminansia-pdf/.htm. [30 Juni 2008].
Thalib, A., B. Haryanto, H. Hanid, D. Suherman dan Mulyani. 2001. Pengaruh kombinasi defaunator dan probiotik terhadap ekosistem rumen dan performan ternak domba. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 6 (2): 83-88.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan. 2003. Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. CD-ROM. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
LAMPIRAN
34
Lampiran 1. Konsumsi Pakan Kelinci Selama Penggemukan