2 PERENCANAAN PENGENDALIAN BANJIR KALI KEMUNING, SAMPANG Nama Mahasiswa : Agung Tri Cahyono NRP : 3107 100 014 Jurusan : Teknik Sipil, FTSP-ITS Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Sarwono, M.Sc Abstrak Banjir adalah sebuah keadaan dimana daerah yang biasanya tidak tergenang oleh air menjadi tergenang. Dan keadaan seperti sangat merugikan baik secara moriil maupun material seperti terhambatnya jalur transportasi yang berimbas pada laju roda perekonomian suatu daerah. Di kota Sampang, banjir terjadi menyebabkan genangan terjadi di beberapa titik. Hal ini terjadi karena Kali Kemuning tidak mampu lagi bekerja sebagaimana mestinya untuk menampung debit banjir. Pendapat ini diambil setelah dilakukan beberapa perhitungan. Hal yang pada awalnya dilakukan adalah mengukur curah hujan yang terjadi di kota Sampang kemudian dari hasil pengukuran curah hujan itu didapatkan debit banjir rencana. Debit banjir ini akan dibandingkan dengan kemampuan Kali Kemuning sehingga akan didapatkan ruas-ruas yang tidak mampu menampung debit banjir. Ada beberapa penyebab terjadinya banjir dan salah satunya adalah penampang sungai eksisting yang terlalu kecil. Selain itu, langkah yang dapat diambil juga adalah sudetan dan cek sistem drainase. Dari studi dan perhitungan yang telah dilakukan, pemecahan masalah ini adalah mengadakan normalisasi pada kali Kemuning,sudetan dan cek sistem drainase daerah genangan. Kata kunci : Banjir , Kali Kemuning BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Lokasi daerah aliran Kali Kemuning secara administratif terletak di daerah Kabupaten Sampang, Madura Propinsi Dati I Jawa Timur dan terletak antara 7 0 10” – 7 0 20” Lintang selatan dan 113 0 13’18” – 113 0 23’74” Bujur timur. DAS Kali Kemuning mempunyai luas + 345 km 2 dengann elevasi bagian hulu + 200m dan elevasi bagian hilir + 4m dari permukaan air laut dan bermuara di Selat Madura. Setiap tahun kabupaten Sampang umumnya mengalami banjir terutama di perkotaan akibat luapan Kali Kemuning. Seperti sungai-sungai di dataran rendah dimana dasar sungai mengalami pendangkalan, selalu menimbulkan banjir dan genangan air di musim penghujan. Genangan ini bertambah luas bila datangnya banjir bersamaan dengan pasangnya laut. Dan menurut warga setempat, banjir terjadi juga karena elevasi kota Sampang yang relatif rendah dan berbentuk cekungan sehingga memudahkan terjadinya genangan banjir. Ada alasan lain yang juga dikemukakan oleh warga setempat selain alasan yang telah tersebut diatas yaitu banjir terjadi karena merupakan debit kiriman dari bagian hulu Kali Kemuning. Banjir didefinisikan sebagai debit air sungai yang relatif lebih besar daripada biasanya dan menyebabkan limpahan air sungai yang mengisi dan menggenangi daerah-daerah rendah. Seperti kebanyakan kejadian banjir yang terjadi menimbulkan banyak sekali kerugian baik mental maupun material. Pada kasus banjir Kali Kemuning mengakibatkan terhambatnya atau bahkan terputusnya transportasi Bangkalan – Pamekasan selama banjir terjadi, timbulnya genangan yang cukup luas meliputi beberapa daerah di Kabupaten Sampang dengan kedalaman 0,4m sampai 2m dan kerugian material yang mencapai jutaan rupiah. Namun kerugian yang paling besar adalah terhentinya aktifitas masyarakat yang secara tidak langsung berpengaruh pada roda perekonomian yang terhenti. Dan studi yang telah dilakukan berkaitan dengan permasalahan ini, Dinas PU Pengairan yang diwakili oleh koordinator wilayah pengairan X Pamekasan merencanakan sebuah proyek berupa “Flood Control and Drainage Project” yang dimaksudkan untuk : 1. Pengendalian banjir Kali Kemuning 2. Pengembangan potensi areal irigasi Kali Kemuning 3. Sistem drainase kota Sampang Banyak alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi atau setidaknya mengurangi kerugian yang ditimbulkan akibat banjir yang terjadi di Kota Sampang. Beberapa contoh yang mungkin dapat dilakukan adalah Normalisasi Kali Kemuning dan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
2
PERENCANAAN PENGENDALIAN BANJIR KALI KEMUNING, SAMPANG
Nama Mahasiswa : Agung Tri Cahyono NRP : 3107 100 014 Jurusan : Teknik Sipil, FTSP-ITS Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Sarwono, M.Sc
Abstrak
Banjir adalah sebuah keadaan dimana daerah yang biasanya tidak tergenang oleh air menjadi tergenang. Dan keadaan seperti sangat merugikan baik secara moriil maupun material seperti terhambatnya jalur transportasi yang berimbas pada laju roda perekonomian suatu daerah.
Di kota Sampang, banjir terjadi menyebabkan genangan terjadi di beberapa titik. Hal ini terjadi karena Kali Kemuning tidak mampu lagi bekerja sebagaimana mestinya untuk menampung debit banjir. Pendapat ini diambil setelah dilakukan beberapa perhitungan. Hal yang pada awalnya dilakukan adalah mengukur curah hujan yang terjadi di kota Sampang kemudian dari hasil pengukuran curah hujan itu didapatkan debit banjir rencana. Debit banjir ini akan dibandingkan dengan kemampuan Kali Kemuning sehingga akan didapatkan ruas-ruas yang tidak mampu menampung debit banjir. Ada beberapa penyebab terjadinya banjir dan salah satunya adalah penampang sungai eksisting yang terlalu kecil. Selain itu, langkah yang dapat diambil juga adalah sudetan dan cek sistem drainase.
Dari studi dan perhitungan yang telah dilakukan, pemecahan masalah ini adalah mengadakan normalisasi pada kali Kemuning,sudetan dan cek sistem drainase daerah genangan.
Kata kunci : Banjir , Kali Kemuning
BAB I PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Lokasi daerah aliran Kali Kemuning secara administratif terletak di daerah Kabupaten Sampang, Madura Propinsi Dati I Jawa Timur dan terletak antara 7010” – 7020” Lintang selatan dan 113013’18” – 113023’74” Bujur timur. DAS Kali Kemuning mempunyai luas + 345 km2 dengann elevasi bagian hulu + 200m dan elevasi bagian hilir + 4m dari permukaan air laut dan bermuara di Selat Madura.
Setiap tahun kabupaten Sampang umumnya mengalami banjir terutama di perkotaan akibat luapan Kali Kemuning. Seperti sungai-sungai di dataran rendah dimana dasar sungai mengalami pendangkalan, selalu menimbulkan banjir dan genangan air di musim penghujan. Genangan ini bertambah luas bila datangnya banjir bersamaan dengan pasangnya laut. Dan menurut warga setempat, banjir terjadi juga karena elevasi kota Sampang yang relatif rendah dan berbentuk cekungan sehingga memudahkan terjadinya genangan banjir. Ada alasan lain yang juga dikemukakan oleh warga setempat selain alasan yang telah tersebut diatas yaitu banjir terjadi karena merupakan debit kiriman dari bagian hulu Kali Kemuning.
Banjir didefinisikan sebagai debit air sungai yang relatif lebih besar daripada biasanya dan menyebabkan limpahan air sungai yang mengisi dan menggenangi daerah-daerah rendah.
Seperti kebanyakan kejadian banjir yang terjadi menimbulkan banyak sekali kerugian baik mental maupun material. Pada kasus banjir Kali Kemuning mengakibatkan terhambatnya atau bahkan terputusnya transportasi Bangkalan – Pamekasan selama banjir terjadi, timbulnya genangan yang cukup luas meliputi beberapa daerah di Kabupaten Sampang dengan kedalaman 0,4m sampai 2m dan kerugian material yang mencapai jutaan rupiah. Namun kerugian yang paling besar adalah terhentinya aktifitas masyarakat yang secara tidak langsung berpengaruh pada roda perekonomian yang terhenti.
Dan studi yang telah dilakukan berkaitan dengan permasalahan ini, Dinas PU Pengairan yang diwakili oleh koordinator wilayah pengairan X Pamekasan merencanakan sebuah proyek berupa “Flood Control and Drainage Project” yang dimaksudkan untuk :
1. Pengendalian banjir Kali Kemuning 2. Pengembangan potensi areal irigasi Kali
Kemuning 3. Sistem drainase kota Sampang
Banyak alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi atau setidaknya mengurangi kerugian yang ditimbulkan akibat banjir yang terjadi di Kota Sampang. Beberapa contoh yang mungkin dapat dilakukan adalah Normalisasi Kali Kemuning dan
3
pembuatan sudetan pada aliran alur Kali Kemuning. Normalisasi Kali Kemuning merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk menanggulangi banjir di Kota Sampang. Maksud dari normalisasi sungai adalah menyediakan alur sungai yang kapasitasnya cukup untuk menyalurkan banjir. Sedangkan sudetan adalah langkah yang dilakukan untuk menanggulangi banjir dengan membuat alur lain selain alur alam yang sudah ada. Hal ini dimaksudkan untuk membagi debit yang terjadi sehingga debit yang terjadi dapat ditampung oleh kapasitas alur sudetan dan kapasitas alur yang sudah ada sebelumnya.
Dengan alasan yang telah dikemukakan diatas, penulis mengambil judul “Perencanaan Pengendalian Banjir Kali Kemuning Kota Sampang”. Perencanaan pengendalian banjir Kota Sampang khususnya normalisasi Kali Kemuning yang diambil ini merupakan pekerjaan normalisasi yang ditangani oleh Dinas PU Pengairan Kota Sampang dan merupakan agenda program kerja pemerintah daerah Kabupaten Sampang.
I.2 PERMASALAHAN Dengan penjelasan latar belakang masalah diatas,
maka dalam penulisan proposal Tugas Akhir ini terdapat permasalahan sebagai berikut :
1. Berapakah kapasitas tampung Kali Kemuning ?
2. Apakah debit rencana mampu ditampung oleh Kali Kemuning ?
3. Alternatif apakah yang paling sesuai dalam pengendalian banjir kota Sampang ?
4. Bagaimana kinerja dari masing-masing langkah yang telah diambil ?
I.3 MAKSUD DAN TUJUAN
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan proposal Tugas Akhir ini adalah :
1. Mengetahui kapasitas tampung Kali Kemuning
2. Mengetahui kemampuan alur Kali Kemuning terhadap debit rencana ( Qrencana )
3. Mengetahui alternatif yang paling cocok untuk mengatasi banjir di Kota Sampang.
4. Mengetahui kinerja dari masing-masing alternatif yang diambil dalam mengatasi banjir yang terjadi di Kota Sampang.
I.4 BATASAN MASALAH Adapun batasan-batasan masalah dalam
pengerjaan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Data aspek sosial dan biaya dalam pelaksanaan langkah pengendalian banjir Kali Kemuning tidak menjadi pembahasan.
2. Batas pengukuran yang digunakan dalam Tugas Akhir adalah + 8,5 km dari hilir Kali Kemuning (selat Madura).
3. Menggunakan satu debit banjir rencana (Qrencana) yaitu debit banjir dengan periode ulang 25 tahun (Q25).
4. Asumsi dan anggapan yang digunakan dalam pengerjaan berdasarkan program bantu Hec-Ras 4.1.0
I.5 MANFAAT Adapun manfaat yang dapat diperoleh
dari penyusunan Tugas Akhir ini antara lain mengetahui cara yang paling effektif dan dapat diterapkan guna mengendalikan banjir yang terjadi di kota Sampang dan dapat dijadikan masukan bagi Dinas PU Pengairan Kota Sampang. Selain itu, diharapkan juga penelitian ini dapat menambah wawasan penulis.
I.6 LOKASI Berikut adalah Peta Situasi Kali
Kemuning dan daerah genangan banjir yang terjadi di Kota Sampang.
Gambar 1.1. Peta Situasi Kali Kemuning dan daerah genangan banjir yang terjadi di Kota Sampang
Curah hujan yang diperlukan untuk rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan dan bukan hanya di satu titik tertentu saja. Dan untuk perhitungan curah
4
hujan rata-rata maksimum dari beberapa stasiun dapat dipakai Cara Thiessen Polygon.
2.1.1.1 Cara Thiessen Polygon Perhitungan hujan rata-rata dengan
metode Thiessen Polygon ini menggunakan faktor pengaruh daerah yang meruapakan perbandingan antara luas yang diwakili oleh luasan satu stasiun penakar dengan luas DAS keseluruhan yang merupakan faktor pembobot atau disebut juga sebagai koeffisien Thiessen.
Dan berikut adalah cara yang digunakan untuk memperoleh poligon-poligon tersebut : 1. Hubungkan masing-masing stasiun
dengan garis lurus sehingga terbentuk beberapa segitiga.
2. Buat sumbu-sumbu tegak lurus pada polygon segitiga tersebut sehingga titik potong sumbu akan membentuk polygon baru.
3. Poligon baru inilah merupakan batas daerah pengaruh masing-masing stasiun penakar hujan dan selebihnyaakan dipakai untuk menentukan Hujan rata-rata daerah aliran dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
… ( 2.1 )
atau
……………….. ( 2.2 )
dimana : R = Curah hujan rata-rata ( mm ) Ai = Luas daerah pengaruh stasiun i A = Luas daerah aliran Ri = Tinggi hujan pada stasiun i
Dan pada pengerjaan Tugas Akhir ini digunakan 5 stasiun hujan yaitu stasiun hujan Karang Penang, stasiun hujan Omben, stasiun hujan Kedundung, stasiun hujan Torjun, dan stasiun hujan Sampang. Sedangkan lama pengamatan untuk curah hujan adalah 10 tahun yaitu dari tahun 2001 sampai 2010.
2.1.2 Perhitungan Parameter Dasar Statistik
Sistem hidrologi adalah sebuah fenomena yang tidak dapat dipastikan. Banyak hal diluar perkiraan yang sering terjadi. Untuk itulah diperlukan analisa frekuensi yang dimaksudkan untuk menghitung besarnya peristiwa ekstrim yang terjadi. Namun selain perhitungan frekuensi, diperlukan juga penerapan distribusi kemungkinan sebagai pembanding. Selain itu, parameter dasar statistik (khususnya skewness dan koefisien Kurtosis) ini juga menentukan dalam pemilihan distribusi frekuensi yang akan
dipakai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.
a. Nilai rata-rata ( Mean ) Nilai rata-rata adalah sebuah nilai yang
diambil karena dianggap dapat mewakili dari beberapa nilai yang mungkin didapatkan dari data-data.
Berikut adalah cara menentukan nilai rata-rata :
……. ( 2.3 )
(Soewarno, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data jilid 1,Tahun1995)
dimana : = nilai rata-rata Xi = nilai pengukuran dari suatu variatif n = jumlah data
b. Standart Deviasi dan Varian
σ
…………( 2.4 )
(Soewarno, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data jilid 1,Tahun1995) v = ( σ ) 2 ……………... ( 2.5 )
dimana : σ = Standart Deviasi n = Jumlah data = Nilai rata-rata Xi = Nilai varian ke-i
c. Skewness ( Kemencengan ) Skewness (kemencengan) adalah suatu
nilai yang menunjukkan derajat ketidaksimetrisan (asymmetry) dari suatu bentuk distribusi. Pengukuran kemencengan adalah mengukur seberapa besar suatu kurva frekuensi dari suatu distribusi tidak simetris atau menceng. Umumnya ukuran kemencengan dinyatakan dengan besarnya koefisien kemencengan (coefficient of skewness) dan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Untuk sampel :
…………….. ( 2.6 )
(Soewarno, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data jilid 1,Tahun1995) dimana : Cs = Koefisien Skewness σ = Standart deviasi = Nilai rata-rata xi = Nilai varian ke-i n = Banyaknya data
d. Koefisien Kurtosis Koefisien Kurtosis digunakan untuk
mengukur distribusi variable, yang merupakan puncak distribusi. Biasanya hal ini dibandingkan dengan distribusi normal yang mempunyai koefisien kurtosis.
5
…….. ( 2.7 )
(Soewarno, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data jilid 1,Tahun1995)
dimana : σ = Standart Deviasi = Nilai rata-rata n = Banyaknya data
Tabel 2.1. Karakteristik Distribusi Frekwensi
(Sumber : Soewarno, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data,Tahun 1995)
2.1.3 Analisa Frekuensi dan Probabilitas
Tujuan analisis frekuensi data hidrologi berkaitan dengan besaran peristiwa-peristiwa ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi kemungkinan. Data hidrologi yang dianalisis diasumsikan tidak bergantung (independent), dan terdistribusi secara acak.
Frekuensi hujan adalah besaran kemungkinan suatu besaran hujan disamai atau dilampaui. Sebaliknya, periode ulang adalah waktu hipotetik dimana hujan dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui. Analisis frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang dengan anggapan bahwa sifat statistik kejadian hujan di masa akan datang akan masih sama dengan sifat statistik kejadian hujan masa lalu.
Dan rangkaian data hidrologi yang merupakan sistem kontinyu dapat digambarkan dalam suatu distribusi peluang. Model matematik distribusi peluang yang umum digunakan adalah metode :
Distribusi Gumbel Distribusi Normal Distribusi Pearson Tipe III Distribusi Log – Pearson Tipe III
Besarnya tinggi hujan rencana tergantung dari besar kecilnya kegunaan bangunan , kerugian
serta bahaya yang ditimbulkan oleh suatu kegagalan bangunan air. Misalnya dalam perencanaan dimensi saluran, digunakan periode ulang 25 tahun. Periode 25 tahun maksudnya adalah kemungkinan turunnya hujan sebesar 25% dalam waktu satu tahun.
2.1.3.1 Metode Distribusi Gumbel
Untuk menghitung curah hujan dengan masa ulang tertentu. Dengan menggunakan persamaan di bawah ini maka dapat dihitung besarnya curah hujan rencana sesuai dengan periode ulangnya.
Rt = + K.Sx ………………… ( 2.8 )
(Soewarno, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data jilid 1,Tahun1995)
dimana : Rt = Curah hujan dengan dengan periode ulang
T tahun (mm) = Curah hujan rata-rata hasil pengamatan n
tahun di lapangan ( mm ) Sx = Standart Deviasi dari hasil pengamatan
selama n tahun K = Faktor probabilitas, untuk harga-harga
ekstrim
Dan perhitungan K dapat dinyatakan dalam persamaan berikut ini :
………………….. ( 2.9 )
dimana : Yn = Reduced Mean yang tergantung
pada jumlah sampel (n) dan besarnya dapat dilihat pada tabel 2
Sn = Reduced Standart deviation yang juga tergantung pada jumlah sampel ( n ) dan besarnya dapat dilihat pada tabel 3
Ytr = Reduced variate
Dan reduced variate (Ytr) dapat dinyatakan dalam persamaan berikut ini:
……… ( 2.10 )
dimana : Tr = Periode ulang hujan untuk curah hujan tahunan rata-rata.
Tabel 2.2. Reduced Mean ( Yn )
Jenis Distribusi Syarat Distribusi
Distribusi Gumbel Cs = 1,139 dan Ck = 5,402
Distribusi Normal Cs = 0 dan Ck = 3
Distribusi Pearson Tipe III
Harga Cs dan Ck fleksibel
Distribusi Log – Pearson Tipe III
Harga Cs 0 – 0,9
6
Tabel 2.3. Reduce Standart Deviation ( Sn )
2.1.3.2 Metode Pearson Tipe III Untuk menghitung curah hujan dengan masa
ulang tertentu. Dengan menggunakan persamaan di bawah ini maka dapat dihitung besarnya curah hujan rencana sesuai dengan periode ulangnya.
……………………… ( 2.11 )
(Soewarno, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data jilid 1,Tahun1995)
Dimana : X = Hujan dengan masa ulang T = Curah hujan rata-rata S = Standart Deviasi K = Faktor Distribusi Pearson Tipe III
Dan nilai K berbeda-beda berdasarkan peluang terjadinya hujan (periode ulang) dan koefisien Skewness (kemencengan).Adapun nilai dari K dapat dilihat pada tabel 2.4
Tabel 2.4. Nilai K Distribusi Pearson Tipe III
(Sumber : Soewarno,Aplikasi Metode untuk Analisa Data jilid 1,Tahun 1995)
2.1.3.3 Distribusi Log – Pearson Tipe III Distribusi Log – Pearson III adalah
perkembangan fungsi probabilitas yang dilakukan oleh Pearson sehingga dapat dipakai untuk hampir semua distribusi probabilitas empiris.
Adapun langkah-langkah dari penggunaan distribusi Log – Pearson tipe III adalah sebagai berikut :
1. Mengubah data hujan ( X ) menjadi dalam bentuk Logaritmik
( Y = Log X ) ……………… ( 2.12 ) 2. Menghitung harga hujan rata-rata
……………. ( 2.13 )
3. Menghitung harga standart deviasi
……… ( 2.14 )
4. Menghitung koeffisien kemencengan 5. Menghitung Logaritma hujan dengan
menggunakan antilog Y Dimana : X = Hujan dengan masa ulang T Y = Antilog curah hujan = Antilog curah hujan rata-rata S = Standart Deviasi K = Faktor Distribusi Log - Pearson
Tipe III dan nilainya sama dengan faktor distribusi Pearson tipe III. Dapat dilihat pada tabel 2.4
2.1.4 Uji Distribusi Analisa Frekuensi
Untuk menentukan kecocokan distribusi frekuensi dengan sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut diperlukan pengujian parameter, yaitu :
1. Uji Chi Square ( Uji Chi – Kuadrat ) 2. Uji Smirnov – Kolmogorov
Apabila dari pengujian terhadap distribusi frekuensi bisa sesuai parameter uji keduanya maka perumusan persamaan tersebut dapat diterima.
2.1.4.1 Uji Chi Square
Uji Chi – Square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi peluang yang telah dipilh dapat mewakili dari distribusi statistic sampel data yang dianalisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter . Oleh karena itu disebut dengan uji Chi – Square. Parameter dapat dihitung dengan rumus :
……….. ( 2.16 )
Koef Cs
7
(Soewarno, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data jilid 1,Tahun1995)
Dimana :
: Parameter Chi – Square terhitung
G : Jumlah sub – kelompok Oi : Jumlah nilai pengamatan pada
sub kelompok ke – i Ei : Jumlah nilai teoritis pada sub
kelompok ke–i
Prosedur uji Chi – Square adalah : 1. Urutkan data pengamatan ( dari besar ke
kecil atau sebaliknya) 2. Kelompokkan data menjadi G sub – grup,
tiap – tiap sub grup minimal 4 data pengamatan. Tidak ada aturan yang pasti tentang penentuan jumlah kelas (grup ), H.A Sturges pada tahun 1926 mengemukakan suatu perumusan untuk menentukan banyaknya kelas, yaitu :
G = 1 + 3.322 log ( n ) Dimana :
G = Banyaknya kelas n = Banyaknya nilai observasi ( data )
3. Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap - tiap sub – grup
4. Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei
5. Tiap – tiap sub – grup dihitung nilai (Oi – Ei )2dan
6. Tentukan derajat kebebasan dk = G – R – 1 ( nilai R=2, untuk distribusi normal dan binomial; dan nilai R=1, untuk distribusi Poisson ).
Interpretasi hasilnya adalah : 1. Apabila peluang lebih besar dari 5% maka
persamaan distribusi teoritis yang digunakan dapat diterima.
2. Apabila peluang lebih kecil dari 1% maka persamaan distribusi teoritis yang digunakan tidak dapat diterima.
3. Apabila peluang berada diantara 1% dan 5% adalah tidak mungkin mengambil keputusan sehingga perlu penambahan data.
2.1.4.2 Uji Smirnov – Kolmogorov
Uji kecocokan Smirnov – Kolmogorov, sering juga disebut uji kecocokan non parametric, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Prosedurnya adalah sebagai berikut :
1. Mengurutkan data ( dari besar ke kecil atau sebaliknya ) dan tentukan besarnya peluang dari masing-masing data tersebut: X1 P(X1) X2 P(X2) Xn P(Xn)
2. Menentukan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data (persamaan distribusinya) ; X1 P’(X1) X2 P’(X2) Xn P’(Xn)
3. Dari kedua nilai peluang tersebut, ditentukan nilai selisih terbesarnya antara peluang pengamatan dengan peluang teoritis D = maksimum [ P(Xm) – P’(Xm)]
4. Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov – Kolmogorov ), ditentukan nilai Do. Apabila D lebih kecil dari Do maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan distribusi dapat diterima. Apabila D lebih besar dari Do maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan distribusi tidak dapat diterima.
Tabel 2.5. Nilai kritis Do untuk Uji Smirnov – Kolmogorov
N Α
0,20 0,10 0,05 0,01
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
0,45
0,32
0,27
0,23
0,21
0,19
0,18
0,17
0,16
0,15
0,51
0,37
0,30
0,26
0,24
0,22
0,20
0,19
0,18
0,17
0,56
0,41
0,34
0,29
0,27
0,24
0,23
0,21
0,20
0,19
0,67
0,49
0,40
0,36
0,32
0,29
0,27
0,25
0,24
0,23
N > 50
2.1.5 Perhitungan Distribusi Hujan Jam-jaman
Untuk perhitungan debit dengan menggunakan rumus hidrograf satuan sintesis diperlukan data hujan jam-jaman. Distribusi curah hujan jam-jaman dapat dihitung dengan rumus :
………………. ( 2.17 ) Dimana :
8
Rt = Rata-rata hujan pada jam ke – i Ro =
T = Lama waktu hujan terpusat ( jam ) t = Waktu hujan ( jam )
Untuk menghitung rata-rata curah hujan pada jam ke–t menggunakan rumus :
. ( 2.18 ) Dimana :
Rt’ = Tinggi hujan pada jam ke-t ( mm ) Rt = Rata-rata tinggi hujan sampai jam
ke-t ( mm ) t = Waktu hujan ( jam ) R(t-1) = Rata-rata tinggi hujan dari
permulaan sampai jam ke-t ( mm ) Dalam perhitungan distribusi hujan
effektif, perumusan yang digunakan adalah sebagai berikut :
………………. ( 2.19 ) Dimana : R = Tinggi hujan effektif ( mm ) C = Koeffisien pengaliran Rt = Tinggi hujan rencana ( mm )
2.1.6 Koeffisien Pengaliran Koeffisien pengaliran adalah
perbandingan antara air yang mengalir di permukaan tanah dengan air hujan yang jatuh, maka koeffisien pengaliran (RunOff) bergantung pada jenis permukaan tanah dan tata guna lahan daerah aliran. Untuk daerah aliran dimana penggunaannya bervariasi, maka koeffisiennya merupakan gabungan antara nilai koeffisien pengaliran. Dapat dihitung menggunakan persamaan :
…. ( 2.20 )
Tabel 2.6 Koeffien pengaliran lahan ( C )
2.1.7 Perencanaan debit rencana
Perhitungan debit rencana sangat diperlukan untuk memperkirakan besarnya debit
hujan maksimum yang sanagt mungkin pada periode tertentu. Dan metode yang digunakan adalah Metode perhitungan Debit Hidrograf Metode Nakayasu. Pemilihan hidrograf ini disesuaikan dengan karakteristik daerah pengalirannya, di samping itu hidrograf satuan ini banyak digunakan dalam perhitungan banjir rencana di Indonesia. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
…………… ( 2.21 )
(Hidrologi Teknik,Soemarto,Tahun 1999)
Dimana : Qp : Debit puncak banjir ( m3/detik ) R : Hujan satuan ( mm ) A : Luas DAS ( km2 ) Tp : Tenggang waktu dari permulaan
hujan sampai puncak banjir ( jam ) T0,3 : Waktu yang diperlukan oleh
penurunan debit, dari debit puncak menjadi 30% dari debit puncak (jam)
Untuk mendapatkan Tp dan T0,3 digunakan rumus empiris :
tg = 0,4 + 0,058L bila L > 15 km tg = 0,21 x L0,70 bila L < 15 km Tp = tg + 0,8tr T0,3= α.tg
(HidrologiTeknik,Soemarto,Tahun1999) Dimana : L : panjang alur sungai ( km ) tg : waktu konsentrasi ( jam ) tr : satuan waktu hujan ( diambil 1 jam
) α : Koeffisien pembanding
Untuk mencari besarnya koeffisien pembanding dapat digunakan :
α = 1,5 untuk bagian naik hidrograf yang lambat dan bagian menurun yang cepat
α = 2,0 untuk daerah pengaliran biasa α = 3,0 untuk bagian naik hidrograf yang
cepat dan bagian menurun yang lambat
1. Pada kurva turun ( 0 < t< Tp )
…………….. ( 2.22 ) Pada kurva turun ( Tp < t << Tp+T0,3 )
- berat 60 - 90 Taman dan makam 10 - 25 Taman bermain 20 - 35 Lahan kosong/terlantar 10 - 30
9
2.2 Analisa Hidrolika 2.2.1 Analisa Kapasitas sungai
Kapasitas saluran didefinisikan sebagai debit maksimum yang mampu dilewatkan oleh setiap penampang sepanjang saluran. Kapasitas saluran ini digunakan sebagai acuan untuk menyatakan apakah debit yang direncanakan tersebut mampu ditampung saluran eksisting tanpa terjadi peluapan air.
Kapasitas saluran dihitung berdasarkan rumus :
……………………… ( 28 ) Dimana :
Q : Debit saluran ( m3/detik ) n : Koeffisien kekasaran manning
Besarnya nilai koeffisien kekasaran manning tergantung dari lapisan terluar dari penampang melintang sungai.Jika terdapat lebih dari satu jenis lapisan, maka nilai koeffisien kekasaran yang digunakan adalah koeffisien kekasaran komposit (gabungan keduanya).
Adapun rumus yang bisa digunakan :
………………….. ( 2.27 )
R : Jari-jari hidrolik I : Kemiringan energi A : Luas penampang basah ( m2 )
Jenis dan bentuk saluran disesuaikan dengan keadaan lingkungan setempat. Adapun bentuk dan jenis saluran yang sering dipakai : a. Saluran berbentuk segiempat dan
modifikasinya b. Saluran berbentuk trapezium dan
modifikasinya
Gambar 2.1. Kapasitas Sungai
2.2.2 Analisa Permodelan Hec-Ras Analisa hidrolika dalam pengerjaannya
dilakukan dengan program bantu Hec-Ras 4.1.0. Hec-RAs adalah program bantu yang digunakan untuk analisa hidrolika. Program bantu ini menggunakan asumsi dua jenis aliran steady atau unsteady dan akan memberikan desain dari hasil kalkulasi analisa hidrolika tersebut.
Dan data input yang harus dimasukkan untuk melakukan analisa hidrolika menggunakan program bantu HEC-RAS 4.1.0 adalah :
1. Data geometric sungai yang ditinjau ( koordinat x, y untuk potongan memanjang, penampang melintang )
2. Koefisien Manning
3. Data aliran (debit tiap titik penampang) Dan output dari analisa program bantu Hec-Ras adalah :
1. Elevasi muka air di sepanjang aliran 2. Profil aliran yang ditinjau
Dalam Hec-Ras, ada dua jenis asumsi yaitu aliran steady dan unsteady. Aliran steady adalah aliran yang kecepatan (v) tidak berubah (constant) selama selang waktu tertentu, sedangkan aliran unsteady adalah aliran yang memiliki kecepatan aliran selalu berubah selama selang waktu tertentu.
Dalam Hec-Ras, ada dua jenis asumsi yaitu aliran steady dan unsteady. Aliran steady adalah aliran yang parameter aliarannya, seperti kecepatan (v) tidak berubah (constant) selama selang waktu tertentu, sedangkan aliran unsteady adalah aliran yang memiliki parameter aliran selalu berubah selama selang waktu tertentu.
Prinsip dasar perhitungan yang digunakan dalam aliran steady dan aliran unsteady adalah sebagai berikut :
1. Persamaan energi
Dimana : Z1, Z2 = Elevasi dasar saluran Y1, Y2 = Tinggi air dalam
saluran V1 , V2 = Kecepatan rata-rata a1 , a2 = Koeffisien kecepatan he = Kehilangan energi
Gambar 2.2 Persamaan Energi
10
Gambar 2.3 Tipical Sel Finite Difference
2. Persamaan Kontinuitas
Terjadi perbedaan hasil pada aliran steady dan unsteady. Jika pada aliran steady, debit yang masuk akan sama dengan debit yang keluar. Sedangkan untuk aliran unsteady, debit yang masuk akan berbeda dengan debit yang keluar
3. Persamaan Momentum
( Hec-Ras 4.1.0 Reference Manual)
2.3 Langkah Pengendalian Banjir Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan
untuk pengendalian banjir (pengendalian debit). Contohnya adalah normalisasi sungai, pembuatan tanggul, sudetan (shortcut), dan waduk pengendali sungai. Dalam Tugas Akhir ini, langkah pengendalian banjir yang digunakan adalah normalisasi sungai dan pembuatan sudetan.
2.3.1 Normalisasi Sungai 2.3.1.1 Umum
Tujuan dari normalisasi sungai adalah memperbaiki atau menambah kapasitas penampang melintang sungai agar dapat dilewati banjir rencana secara aman sehingga tidak menimbulkan kerugian yang berarti.
2.3.1.2 Jenis Normalisasi Sungai
Mengacu pada tujuan normalisasi sungai, berikut adalah jenis normalisasi sungai berdasarkan pekerjaan yang dilakukan :
1. Memperlebar penampang sungai Langkah ini dapat dilakukan jika daerah sekitar sungai masih memiliki lahan yang cukup. Artinya tidak mengganggu tata guna lahan yang telah ada. Misalnya pemukiman.
2. Menambah kedalaman sungai
Langkah dimaksudkan menambah kapasitas sungai dengan memperdalam sungai dari kedalaman awal.
Gambar 2.4 Jenis Normalisasi Sungai
2.3.2 Sudetan 2.3.2.1 Umum
Sudetan merupakan salah satu dari bentuk pengendalian sungai dan lebih khususnya yaitu pengendalian debit. Tujuan dari sudetan adalah membagi alur yang dimaksudkan untuk membagi debit banjir juga sehingga muka air sungai akan turun mengikuti debit banjir yang juga turun.
Adapun langkah membuat sudetan adalah membuat alur baru yang mampu dialiri debit banjir dan alur yang lama masih tetap berfungsi sebagai mana mestinya.
Berikut adalah gambar penjelasan tentang langkah-langkah pembuatan sudetan :
Gambar 2.5 Pekerjaan Sudetan
BAB III METODOLOGI
Konsep awal pada pengerjaan Tugas Akhir ini
adalah memeriksa kapasitas Kali Kemuning pada kondisi eksisting, mempelajari dan memilih metode pengendalian banjir yang effektif dan sesuai dengan kondisi setempatdan memperhitungkan pengaruh pasang surut muka air laut. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah rincian yang dilakukan pada pengerjaan Tugas Akhir ini :
3.1 SURVEY PENDAHULUAN dan STUDY LITERATUR
Sebelum mengerjakan Tugas Akhir ini, dilakukan survey pendahuluan ke Kali Kemuning untuk lebih memahami dan mengetahui secara lebih nyata keadaan di lapangan sehingga dapat melihat permasalahan secara langsung.
Selain survey pendahuluan, dilakukan pula study literatur. Hal ini bertujuan untuk semakin
11
menambah wawasan yang mungkin bisa digunakan untuk bisa memecahkan masalah yang akan mungkin ditemui dalam mengerjakan Tugas Akhir ini.
3.2 TAHAP PERSIAPAN Inventarisasi data dari instansi terkait yaitu PU
Pengairan Daerah Sampang berhubungan dengan masalah penanggulangan banjir antara lain : Topografi Kali Kemuning
Data topografi ini digunakan untuk mengetahui lebar dari Daerah Aliran Sungai Kali Kemuning.
Tata guna lahan daerah studi Data tata guna lahan daerah studi digunakan untuk mengetahui fungsi dari daerah sekitar lahan dan kemudian akan digunakan untuk mengetahui langkah yang paling efektif dalam pengendalian banjir tersebut dan untuk menentukan nilai koeffisien pengaliran.
Data Curah hujan Kali Kemuning dari beberapa stasiun hujan Data curah hujan digunakan untuk menghitung besarnya debit rencana dari Kali Kemuning.
Penampang Kali Kemuning Penampang eksisting digunakan untuk mengetahui kemampuan sungai dalam menampung debit banjir (kapasitas sungai) sebelum dilakukan normalisasi.
Data pasang surut Data pasang surut digunakan untuk mengetahui tinggi muka air laut saat keadaan pasang dan pengaruhnya terhadap tinggi muka air Kali Kemuning sehingga dapat diperiksa terjadi backwater atau tidak.
3.3 ANALISA HIDROLOGI Setelah data-data yang diperlukan terkumpul
kemudian dilakukan analisa hidrologi untuk mendapatkan nilai debit banjir rencana yang digunakan untuk menentukan penampang yang cukup dan mampu menampung debit banjir. Di dalam analisa hidrologi terdapat beberapa perhitungan sebelum akhirnya mendapatkan nilai debit banjir rencana. Adapun langkah – langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:
Analisa curah hujan rata-rata daerah Melakukan uji distribusi dan penarikan
kesimpulan Menghitung tinggi hujan rencana Menghitung debit banjir rencana
berdasarkan periode ulang 25 tahun ( Q25 )
3.4 ANALISA HIDROLIKA Setelah perhitungan debit banjir rencana
didapatkan, maka langkah selanjutnya adalah menghitung penampang sungai yang mampu menampung debit banjir tersebut dan juga mengetahui keperluan perbaikan sungai. Adapun langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut :
Memasukkan data yang diperlukan untuk program bantu Hec-Ras i. Data geometric sungai untuk
menggambarkan bentuk sungai ii. Data penampang melintang sungai (cross
section) untuk menggambarkan elevasi dan keadaan sungai
Menghitung kapasitas sungai keadaan eksisting
Membandingkan kapasitas sungai dengan debit rencana
Menentukan langkah yang paling effektif dalam pengendalian banjir
Perhitungan ulang dimensi sungai dan sudetan setelah normalisasi jika terjadi luapan atau tidak mampu menampung debit rencana
Pengecekan kondisi lapangan daerah sekitar sungai. Terjadi genangan banjir atau bebas genangan banjir
Pengecekan sistem drainase daerah genangan banjir jika masih terjadi luapan sungai dan genangan banjir.
3.6 FLOW CART
Ya
Tidak
Mulai
Pengumpulan Data
Data Topografi Data Curah Hujan Data Penampang sungai
Data Pasang Surut
Luas DAS Intensitas hujan Kapasitas alur
Analisa Hidrologi
Debit banjir rencana Analisa menggunakan program bantu Hec.Ras 4.1.0
Muka air laut
Ya
Analisa hidrolika dan analisa profil muka air alur
Periksa kemampuan penampang sungai / desain sudetan
Lokasi sekitar sungai (daerah pengamatan)
bebas banjir
Cek sistem drainase di daerah genangan
Selesai
Perbaikan sistem drainase
Penampang sungai mampu menampung debit banjir rencana
Perhitungan curah hujan rata-rata digunakan untuk mengetahui besarnya hujan harian maksimum yang terjadi pada suatu daerah.Dalam perencanaanTugas Akhir ini, perhitungan curah hujan rata-rata menggunakan metode Thiessen dimana cara ini menggunakan faktor pengaruh daerah yang merupakan perbandingan antara luas yang diwakili oleh luasan satu stasiun penakar dengan luas DAS keseluruhan yang merupakan factor pembobot atau disebut juga sebagai koeffisien Thiessen. Berdasarkan hasil studi sebelumnya, ada lima stasiun yang berada di sekitar DAS Kali Kemuning, yaitu stasiun Karang Penang, stasiun Omben, stasiun Kedundung, stasiun Torjun, dan stasiun Sampang.
Dimana koeffisien untuk masing-masing stasiun didapatkan dari rumus
Dengan Luas total DAS Kali Kemuning adalah 345 km2.
Untuk perhitungan hujan rata-rata :
Misalkan perhitungan hujan pada tahun 2002, tanggal 29 Januari tercatat curah hujan pada stasiun hujan KarangPenang adalah 0mm, stasiun hujan Omben 169mm, stasiun Kedungdung 160mm, stasiun hujan Torjun 137mm dan stasiun hujan Sampang 36mm sehinggaakan didapatkan nilai hujan rata-rata pada tanggal 29 Januari 2002 adalah :
Perhitungan curah hujan seperti contoh diatas dilakukan pada tanggal tertentu dimana salah satu stasiun hujannya memiliki curah hujan tertinggi dalam setiap tahunnya dan dari perhitungan ini akan didapatkan nilai curah hujan rata-rata maksimum.
Tabel 4.2.Perhitungan Curah hujan rata-rata
Dari data perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa hujan rata-rata maksimum selama 10 tahun terakhir antara tahun 2001 sampai dengan 2010 menggunakan perhitungan Thiessen Polygon adalah sebesar 109,24 mm. 4.1.2 AnalisaDistribusiFrekuensi
Untuk menghitung distribusi curah hujan rencana seperti yang telah dijelaskan pada Bab II akan dilakukan perhitungan dengan dua metode yaitu Metode Distribusi Gumbel dan Metode Distribusi Log Pearson type III.
4.1.2.1 Metode Distribusi Gumbel Dalam metode distribusi Gumbel, sebelum
akhirnya menghitung curah hujan rata-rata, dihitung dahulu parameter dasar statistika seperti nilai rata-rata, standart deviasi, kemiringan dan koeffisien kurtosis.Untuk mencari nilai factor reduksi nilai rata-rata dan nilai reduksi standar deviasi dapat langsung dilihat pada tabel 4.3 dan tabel 4.4 dengan melihat nilai N (jumlah data yang digunakan).
Dari tabel diatas, didapatkan nilai factor reduksi nilai rata-rata sebesar 0,4952 dan nilai factor reduksi standart deviasi sebesar 0,9496 jika jumlah data ( N ) yang digunakan sebesar 10 tahun.
Tabel 4.5 Perhitungan Curah Hujan Rencana Metode Distribusi Gumbel
Jumlah Data ( N ) = 10 Nilai Rata-Rata ( ) = 44,2622 Standart Deviasi = 16,7828 Reduced Mean = 0,4952 Reduced Standart Deviasi = 0,9496
Setelah didapatkan parameter dasar statistik yang diperlukan, kemudian dilakukan perhitungan curah hujan rencana dengan menggunakan metode distribusi Gumbel dengan periode ulang tertentu berdasarkan persamaan 2.8 sampai persamaan 2.10.
Sebagai contoh, periode ulang 10 tahun, maka : yT = - [ ln . ln(10/9) ] = 2,2504
8483,10,9496
4952,02504,2=K
Rt = 44,2622 + 1,8483.16.7828 = 75,28 mm
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Curah Hujan Rencana untuk periode Ulang (T) dengan Metode Distribusi Gumbel
Dari tabel hasil perhitungan, didapatkan curah hujan rata-rata untuk periode ulang 25 tahun (Rt) adalah sebesar 92,04mm.
4.1.2.2 Metode Distribusi Log Pearson Type III Dengan menggunakan persamaan 2.12
sampai dengan persamaan 2.15 pada bab II maka dapat dihitung curah hujan rencana sesuai dengan periode ulang tertentu yang telah ditentukan seperti terlihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.7 Perhitungan hujan rencana metode distribusi Log Pearson type III
Xr = 1,5837 S = 0,2365 Cs = 0,7 Dimana : X = Log R Xr = Rata-rata dari X
Untuk nilai K dapat dilihat pada tabel 2.4 pada bab II dengan menggunakan nilai Cs = 0,7 yang didapatkan dari perhitungan sehingga didapatkan nilai K untuk periode ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 25 tahun, 50 tahun, dan 100 tahun.
Tabel 4.8 Hasil perhitungan curah hujan rencana untuk periode ulang T tahun dengan metode distribusi Log-Pearson type III
Dari tabel 4.8, Xt merupakan hujan yang mungkin terjadi pada periode ulang T tahun dengan menggunakan persamaan Log-Pearson III. Contoh kesimpulan yang didapatkan dari perhitungan ini yaitu besarnya curah hujan yang mungkin terjadi dalam periode ulang 25 tahun adalah 111,94 mm.
4.1.3 Uji Distribusi Analisa Frekuensi 4.1.3.1 Uji Chi Square
Pengambilan keputusan uji Chi-Square ini menggunakan parameter X2. Berikut adalah prosedur uji Chi-Square : 1. Mengurutkan data pengamatan dari besar ke kecil. 2. Mengelompokkan data menjadi G subgroup. Tiap
subgroup minimal 4 data pengamatan. Sedangkan banyak kelas ditentukan oleh persamaan berikut : G = 1 + 3,322 log 10 = 4,322 ~ 4
3. Menentukan derajat kebebasan dk = G – R – 1 ,dimana nilai R=2 untuk
distribusi log normal
= 4 – 2 – 1 = 1
Dengan derajat kepercayaan α = 5% dan dk = 1, maka diperoleh χkr = 3,841 berdasarkan tabel presentasi distribusi Chi-Square. Dari hasil perhitungan jumlah kelas distribusi (G) = 4 sub kelompok dengan interval peluang (P) = 0,25 maka besarnya peluang untuk setiap grup adalah :
Sub grup 1 : P < 0,25 Sub grup 2 : 0,25 < P < 0,50 Sub grup 3 : 0,50 < P < 0,75 Sub grup 4 : P > 0,75
4.1.3.1.1 Uji Distribusi Analisa Frekuensi metode
distribusi Gumbel Persamaan dasar yang digunakan dalam metode distribusi Gumbel adalah : Rt = + K.Sd Dari hasil perhitungan sebelumnya pada tabel 4.7 didapatkan : = 44,2622 S = 16,7828 Untuk harga k dapat dilihat pada tabel variable reduksi Gumbel dibawah ini :
Tabel 4.9 Variasi Reduksi Gumbel
(Sumber:Suwarno, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data,jilid 1, hal 124)
Berdasarkan persamaan garis lurus : Rt = 44,2622 + K.(16,7828) , maka Untuk P = 0,75 Rt = 44,2622 + 1,240.16,7828 =
65,07 Untuk P = 0,50 Rt = 44,2622 + 0,366.16,7828 =
50,40 Untuk P = 0,25 Rt = 44,2622 + (-0,326).16,7828 =
38,79
Sehingga, Sub grup 1 : Rt < 38,79 Sub grup 2 : 38,79 < Rt < 50,40 Sub grup 3 : 50,40 < Rt < 65,07 Sub grup 4 : Rt > 65,07 Selanjutnya dapat dilakukan perhitungan Chi-Square seperti yang sudah dijelaskan pada Bab II. Tabel 4.10 Perhitungan Chi-Square untuk metode
distribusi Gumbel
Dari tabel diatas dapat disimpulkan :
χkr = 3,841 χ2 = 6,8 χkr < χ2 tidak dapat diterima
maka persamaan metode distribusi Gumbel yang diperoleh tidak dapat diterima untuk menghitung distribusi hujan peluang curah hujan rencana dalam penyusunan perencanaan pengendalian banjir Kali Kemuning ini. 4.1.3.1.2 Uji Distribusi Analisa Frekuensi metode
distribusi Log Pearson type III Persamaan dasar yang digunakan dalam metode distribusi Log Pearson type III adalah:
X = X + K . Sd ( pers.2.12 bab II )
Dari hasil perhitungan sebelumnya pada tabel 4.7 didapat hasil sebagai berikut :
(Sumber:Suwarno, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data, jilid 1 , hal 119) Berdasarkan persamaan garis lurus : X = 1,5837 + K . ( 0,2365 ) Untuk P = 0,75 X = 1,5837 + (-0,67).0,2365 =
1,43 Untuk P = 0,50 X = 1,5837 + ( 0 ).0,2365 =
1,58 Untuk P = 0,25 X = 1,5837 + (0,67).0,2365 =
1,74
Sehingga, Sub grup 1 : Rt < 1,43 Sub grup 2 : 1,43 < Rt < 1,58 Sub grup 3 : 1,58 < Rt < 1,74 Sub grup 4 : Rt > 1,74 Selanjutnya dapat dilakukan perhitungan Chi-Square seperti yang sudah dijelaskan pada Bab II. Tabel 4.12 Perhitungan Chi-Square untuk metode
distribusi Log Pearson type III
No. Nilai Batasan sub grup
Jumlah Data (Oi-Ei)2
(Oi-Ei)2
Oi Ei Ei
1 Rt < 1,42 3 2.5 0.25 0.1
2 1,42 < Rt < 1,58 3 2.5 0.25 0.1
3 1,58 < Rt < 1,74 1 2.5 2.25 0.9
4 Rt > 1,74 3 2.5 0.25 0.1
Total 10 10 1.2
Dari tabel diatas dapat disimpulkan : χkr = 3,841 χ2 = 1,2 χkr > χ2 diterima
maka persamaan metode distribusi Log Pearson type III yang diperoleh dapat digunakan untuk menghitung distribusi hujan peluang curah hujan rencana dalam penyusunan perencanaan pengendalian banjir Kali Kemuning ini. 4.1.3.2 Smirnov Kolmogorov
Uji ini digunakan untuk menguji simpangan horisontal yaitu selisih / simpangan maksimum antara distribusi teoritis dan empiris (D maks). Tabel 4.13 Perhitungan Uji Smirnov-Kolmogorov
Dengan : Jumlah Data = 10 Nilai rata-rata = 44,2622 Standart Deviasi = 16,7828 Dmax = 0,09 Do = 0,41
Karena dari hasil perhitungan didapatkan nilai Do > Dmax, dengan nilai Do = 0,41 dan nilai Dmax = 0,09, sehingga distribusi yang diperoleh dapat diterima untuk menghitung distribusi peluang curah hujan rencana dalam penyusunan Tugas Akhir Perencanaan pengendalian banjir Kali Kemuning. 4.1.4 Kesimpulan Analisa Frekuensi
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil Uji Kecocokan Chi Square dan Smirnov Kolmogorov untuk menentukan persamaan distribusi yang dipakai dalam perhitungan selanjutnya (debit banjir rencana) adalah menggunakan metode Log Pearson Type III karena hanya metode ini yang memenuhi uji kecocokan.
Tabel 4.14 Kesimpulan Hasil Distribusi
4.1.5 Perhitungan Curah Hujan effektif Periode Ulang
Indonesia merupakan negara dengan iklim tropis yang terdiri dari dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Distribusi hujan yang sering terjadi di Indonesia denga hujan terpusat 5 jam dan koefisien pengaliran sebesar 0,35 berdasarkan hasil perhitungan menggunakan bantuan peta tata guna lahan Daerah Aliran Sungai Kali Kemuning.
Perhitungan rata – rata hujan (Rt) sampai jam ke t adalah:
24
3/224
1 585,015
5=Rt xRR
24
3/224
2 368,025
5=Rt xR
R
24
3/224
3 281,035
5=Rt xR
R
24
3/224
4 232,045
5=Rt xR
R
Persamaan Distribusi
Uji Kecocokan
Chi – Square Smirnov-Kolmogorov
X2 Nilai Xh2 Dmaks Nilai Do
Gumbel 6,8 > 3,841 Not OK
0,09 < 0,41 OK Log Pearson III 1,2 < 3,841 OK
16
24
3/224
5 200,055
5=Rt xR
R
Perhitungan distribusi tinggi hujan (RT) pada jam ke t:
RT1 = 1 x R1 = 0,585 x R24 RT2 = 2 x R2 – 1 x R1 = 0,151 x R24 RT3 = 3 x R3 – 2 x R2 = 0,107 x R24 RT4 = 4 x R4 – 3 x R3 = 0,085 x R24 RT5 = 5 x R5 – 4 x R4 = 0,072 x R24
Perhitungan distribusi hujan efektif (Re) pada jam ke t: dengan nilai C = 0,35 (berdasarkan perhitungan koeffisien pengaliran)
Re1 = RT1 x C Re2 = RT2 x C Re3 = RT3 x C Re4 = RT4 x C Re5 = RT5 x C
Perhitungan Koeffisien Pengaliran (C)
Gambar 4.1 Tata Guna Lahan Daerah Aliran Sungai
(DAS) Kali Kemuning
Gambar 4.2 Luas tata guna lahan DAS Kali Kemuning
dengan outlet stasiun AWLR Pangilen
Gambar 4.3 Prosentase luas tata guna lahan DAS Kali
Kemuning dengan outlet stasiun AWLR Pangilen
Dari data tata guna lahan, didapatkan luas dari masing-masing kegunaan lahan. Berikut adalah tabel dan perhitungan nilai koeffisien pengaliran :
Perhitungan distribusi tinggi hujan efektif
periode ulang 25 tahun ditabelkan dalam tabel 4.15 dan tabel 4.16 sebagai berikut:
Tabel 4.15 Perhitungan Distribusi Tinggi Hujan
Periode Ulang 25 Tahun
Tabel 4.16 Perhitungan Distribusi Tinggi Hujan
Efektif Periode Ulang 25 Tahun
Perhitungan Distribusi Hujan dari hasil tabel 4.16 nantinya akan dipakai untuk perhitungan debit hidrograf satuan Nakayasu.
4.1.6 Perhitungan Hidrograf Banjir
Untuk membuat hidrograf banjir pada sungai - sungai yang tidak ada atau sedikit sekali dilakukan observasi hidrograf banjirnya, maka perlu dicari karakteristik atau parameter daerah pengaliran tersebut terlebih dahulu, misalnya waktu untuk mencapai puncak hidrograf, lebar dasar saluran, luas, kemiringan saluran, panjang alur terpanjang, koefisien limpasan, dan sebagainya
Dalam perhitungan hidrograf satuan spillway pada bendungan Tugu ini digunakan metode hidrograf satuan sintetik, yaitu: hidrograf satuan Nakayasu.
ulang hujan 25 tahun 4.2 Analisa Hidrolika 4.2.1 Analisa Kapasitas Sungai
Perhitungan Kapasitas sungai dilakukan untuk mengetahui kondisi penampang sungai di lapangan (eksisting). Peninjauan kapasitas sungai dilakukan pasa saat air tepat akan meluap (full bank capacity) dengan memperhatikan tinggi tanggul kanan ataupun tinggi tanggul kiri terendah. Adapun contoh perhitungan kapasitas sungai saat full bank capacity Kali Kemuning, dapat dilihat pada contoh perhitungan sebagai berikut :
Gambar 4.5 Penampang melintang Kali Kemuning section 23 Luas penampang I =
= 0,745 m2
Luas Penampang II = =
5,396 m2 Luas Penampang III =
=
52,344 m2 Luas Penampang total = AI + AII + AIII = 58,485 m2
Keliling Penampang I = 7,00+1,78 = 8,78 m Keliling Penampang II = 0,52+5,25 = 5,77 m Keliling Penampang III = 3,61+3,65 = 7,26 m Keliling Penampang total = PI + PII + PIII = 21,81 m Jari-Jari Hidrolis =
= 2,68
Kemiringan = 0,0023 Kekasaran Manning = 0,03 Kapasitas Sungai =
= 178,83 m3/detik Setelah didapatkan nilai dari kapasitas sungai, kemudian nilai tersebut dibandingkan dengan debit yang terjadi akibat hujan (317,268 m3/detik) dan penampang melintang 23 Kali Kemuning tidak mampu menampung debit yang terjadi sehingga terjadi luberan pada section tersebut.
Untuk lebih jelasnya, berikut adalah tabel perhitungan kapasitas sungai Kali Kemuning :
Analisa hidrolika menggunakan program bantu HEC-RAS, dimana dalam program ini ada dua jenis asumsi aliran yaitu steady flow dan unstready flow. Steady flow merupakan aliran dimana salah satu dari komponen berikut,kecepatan, debit and cross section, kemungkinan mengalami perbedaan di setiap titiknya, namun tidak berubah terhadap waktu. Sedangkan Unsteady flow merupakan aliran dimana kecepatan atau debitnya berubah terhadap waktu. (Namun jika rata-rata perubahan kecepatan dan debit tersebut hampir sama, aliran dapat dikategorikan Steady flow).
Asumsi yang digunakan dalam melakukan analisa dengan program bantu Hec-Ras ini adalah :
1. Kondisi sungai yang diamati sama dengan kondisi dari data yang ada.
2. Analisa menggunakan Steady Flow 3. Angka koeffisien manning yang diapakai
sesuai dengan kondisi eksisting sungai.
4. Debit yang digunakan adalah debit maksimum yang dihasilkan dari perhitungan Hydrograph Nakayasu.
4.2.2.1. Menggambar skema geometrik sungai
Adapun langkah untuk menggambar skema geometrik dari sungai yang diamati adalah sebagai berikut :
1. Menggambar garis aliran sungai sesuai dengan data geometrik yang sudah didapatkan seperti yang terlihat pada gambar 4.6
Gambar 4.6 Skema aliran sungai
2. Memasukkan data melintang sungai yang meliputi elevasi dan jarak dari dari penampang sungai, koeffisien manning serta jarak antar tiap cross section (tanggul kiri,sungai,dan tanggul kanan) seperti terlihat pada gambar 4.7
Gambar 4.7 Potongan melintang sungai 4.2.2.2. Inflow dan Kondisi Batas Steady Flow
Adapun langkah untuk menentukan inflow dan kondisi batas Steady flow adalah sebagai berikut :
1. Memasukkan nilai debit dari perhitungan debit hydroraph Nakayasu dengan nilai terbesar sebagai debit yang mengalir di profil sungai, seperti yang terlihat pada gambar 4.8
2. Memasukkan kondisi batas yaitu data pasang surut sebagai kondisi batas downstream dan kemiringan slope sebagai kondisi batas upstream, seperti pada gambar 4.9
Gambar 4.9 Kondisi batas
4.2.2.3. Running Program Program melakukan simulasi aliran untuk
aliran tetap (Steady Flow) sesuai dengan data yang dimasukkan dan menyertakan tipe aliran yang diinginkan yaitu mixed (merupakan kombinasi dari aliran subcritical dan supercritical). Setelah semua data dimasukkan, selanjutnya program akan melakukan running, seperti terlihat pada gambar 4.10 dan gambar 4.11
Gambar 4.10 Running program Hec-Ras
Gambar 4.11 Running program Hec-Ras
4.2.3. Data Output Potongan Melintang Eksisting (Cross
Section) Hasil output potongan melintang eksisting adalah elevasi muka air dari setiap potongan melintang. Dari hasil output ini, didapatkan kemampuan sungai dalam menampung debit yang terjadi. Adapaut output potongan melintang seperti pada gambar 4.12
Gambar 4.12 Profil melintang sungai
Profil muka air sungai (Long Section) Hasil output dari profil muka air adalah profil memanjang dilengkapi dengan elevasi muka air yang terjadi. Adapun output dari profil muka air seperti pada gambar 4.13
Gambar 4.13 Profil memanjang sungai
4.3. Langkah Pengendalian Banjir Setelah didapatkan hasil dari program bantu
Hec-Ras, maka langkah selanjutnya adalah membandingkan elevasi tanggul sungai dengan elevasi muka air yang terjadi sehingga akan dapat dilihat kemampuan sungai. Jika sungai tidak mampu menampung debit yang terjadi, maka langkah selanjutnya yang diambil adalah merencanakan langkah pengendalian sungai agar kapasitas sungai mampu menampung debit banjir yang terjadi sehingga tidak terjadi luberan air.
Dari output program Hec-Ras, tampak bahwa kapasitas sungai tidak mampu menampung debit banjir rencana. Hal ini tampak bahwa elevasi air di sungai lebih tinggi dari elevasi tanggul kanan dan kiri sehingga air meluber ke sisi samping kanan kiri sungai
Untuk mengatasi terjadinya banjir dan luberan air yang lebih luas, maka dilakukan beberapa alternatif yang dapat dilaksanakan untuk menanggulangi terjadinya banjir di kota Sampang.
4.3.1. Perencanaan Sudetan dengan Kali
Kemuning Eksisting ( Alternatif I )
Sudetan dilakukan mengingat kapasitas Kali Kemuning tidak lagi mampu mencukupi dan menampung debit banjir rencana yang terjadi sehingga diperlukan saluran baru yang mampu menampung debit banjir tersebut. Rencana alur sudetan memotong kelurahan polagan dan pada akhirnya disalurkan ke Kali Madegan sebelum berakhir ke laut.
21
Dalam perencanaan sudetan ini, penampang direncanakan berbentuk trapesium dengan spesifikasi sebagai berikut :
Gambar 4.14 Rencana dimensi alur sudetan
Lebar alur : 25 m Kemiringan Tanggul : 2 Tinggi alur : 4,5 m Kemiringan saluran Sudetan Atas : 0,0015 Sudetan Bawah : 0,0002
Panjang alur Sudetan Atas : 1375 m Sudetan Bawah : 2700 m
Kekasaran permukaan : 0,0275 (saluran tanah dan plengsengan beton)
Berikut adalah alur yang direncanakan untuk sudetan Kali Kemuning :
Gambar 4.15 Rencana alur sudetan
Setelah direncanakan dimensi serta alurnya, maka langkah selanjutnya adalah menghitung kapasitas dari sudetan yang telah direncanakan. Dari gambar dimensi penampang alur sudetan, didapatkan besarnya nilai luasan basah alur sebesar 207,75 m2 dan
keliling basah penampang sebesar 51,84 m sehingga besarnya nilai jari-jari hidrolis sebesar 4 m. Berikut adalah perhitungan kapasitas alur sudetan yang telah direncanakan :
Q = .A.R2/3.i1/2
=
.207,75.(4)2/3.(0,0002)1/2
= 269,21 m3/detik Dengan nilai kecepatan ( V ) didapatkan 1,3 m/detik
Setelah diketahui nilai kapasitas dari alur sudetan, maka diasumsikan bahwa debit yang terjadi, akan langsung terbagi kearah alur sudetan dan alur Kali Kemuning.
Langkah selanjutnya adalah memasukkan input alur sudetan yang telah direncanakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari sudetan itu dalam usaha pengendalian banjir. Hasil output dari program bantu Hec-Ras 4.1.0 akan ditampilkan dalam gambar dan tabel di bawah ini.
Gambar 4.16 Skema alur Kali Kemuning dan sudetan
Gambar 4.17 Profil muka air section 84 - 104
Gambar 4.18 Profil muka air section 37 - 83
Rencana Alur Sudetan
22
Gambar 4.19 Profil muka air section 27 – 36
Gambar 4.20 Profil muka air section 0 -26
Gambar 4.21 Muka Air Sudetan Bawah
Gambar 4.22 Muka Air Sudetan Atas
Untuk alur dari Kali Kemuning tidak banyak
terjadi perubahan profil muka air setelah atau sebelum alur sudetan dilaksanakan dan profil muka air hampir sama dengan saat perhitungan keadaan eksisting Kali Kemuning.
Mengacu pada hasil output Hec-Ras setelah dilakukan alternatif 1 yaitu membuat sudetan ternyata langkah ini dinilai belum efektif dalam usaha pengendalian banjir kota Sampang. Hal karena masih terjadi luapan banjir di beberapa ruas Kali Kemuning. Dari analisa yang telah dilakukan, banjir yang terjadi pada alternatif I ini adalah terjadinya backwater pada beberapa ruas kali Kemuning yang tidak mampu menampung debit rencana yang terjadi dan akhirnya masuk di sudetan yang secara langsung dapat mengurangi kapasitas sudetan sehingga sudetan juga tidak mampu menampung debit rencana banjir. Sedangkan untuk pasang surut tidak menimbulkan backwater karena tinggi muka air yang terjadi akibat banjir rencana lebih tinggi daripada elevasi muka air akibat pasang surut air laut.
4.3.2. Perencanaan Normalisasi setelah sudetan
dilakukan ( Alternatif II ) Perencanaan normalisasi dilakukan setelah
mengetahui bahwa pembuatan sudetan tidak efektif dalam pengendalian banjir di kota Sampang. Oleh karena itu, direncanakan pembuatan sudetan dan normalisasi secara bersamaan. Pada daerah yang masih mengalami luapan air dari Kali Kemuning dan menyebabkan banjir, dilakukan normalisasi untuk memperbesar kapasitas sungai pada ruas-ruas tersebut. Perencanaan normalisasi ini meliputi seluruh alur Kali Kemuning yang masih tidak mampu menampung debit rencana yang terjadi meskipun sudah direncanakan sudetan.
Berikut adalah penjelasan tentang langkah-langkah yang direncanakan untuk beberapa section yang masih mengalami luapan :
Untuk Ruas Kali Kemuning yang terpengaruh oleh adanya Sudetan ( station 0 – 27 , station 36 – 82 )
Lebar alur : 10 m Kemiringan Tanggul : 2 Tinggi alur : 4,5 m Kemiringan saluran : Antara Hulu-Hilir : 0,00043 Hulu : 0,00028
Panjang alur : Antara Hulu-Hilir : 4561,52 m Hulu : 4131,13 m
Kekasaran permukaan : 0,0275 (saluran tanah dan plengsengan beton)
Untuk ruas Kali Kemuning yang tidak
terpengaruh oleh adanya sudetan ( station 28 – 35, station 83 – 103 )
23
Lebar alur : 22,5 m Kemiringan Tanggul : 2 Tinggi alur : 4,5 m Kemiringan saluran : Hilir : 0.0001 Tengah Hulu-Hilir : 0.00013
Panjang alur : Hilir : 2139.32 m Tengah Hulu-Hilir : 768,82
Kekasaran permukaan : 0,0275 (saluran tanah dan plengsengan beton)
Gambar 4.23 Profil muka air section 83 – 103
Gambar 4.24 Profil muka air section 36 - 82
Gambar 4.25 Profil muka air section 28 - 35
Gambar 4.26 Profil muka air section 0 – 27
Gambar 4.27 Profil muka air sudetan atas (section 115
– 126 )
Gambar 4.28 Profil Muka air sudetan bawah ( section
114 – 104 )
Namun karena pada rencana sudetan ini memiliki kemiringan eksisting sebesar 0,0015 maka diberikan bangunan terjun setinggi 1,8 m sehingga kemiringan rencana sebesar 0,0002 dapat dicapai. Hal ini dimaksudkan agar kecepatan aliran tidak terlalu besar sehingga meminimalisasi kemungkinan terjadinya degradasi di sudetan dan sedimentasi di alur setelahnya.
Pada ruas kali Kemuning, yang berada antara sudetan atas dan sudetan bawah, kemiringannya juga terlalu besar sehingga menghasilkan kecepatan yang besar. Untuk itu, diberikan groundsill yang berfungsi sebagai bangunan yang menahan sedimentasi sehingga lambat laut ruas tersebut akan memiliki kemiringan yang lebih kecil.
30
24
Dari tabel diatas, terlihat bahwa elevasi tanggul lebih tinggi daripada muka air yang terjadi akibat debit banjir. Dapat disimpulkan bahwa dengan normalisasi dan sudetan secara bersamaan adalah langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi luapan air di kota Sampang akibat dari luapan Kali Kemuning.
4.3.3. Perencanaan sudetan dan eksisting Kali Kemuning dinonaktifkan ( Alternatif III )
Pada alternatif III ini, direncanakan sudetan seperti pada alternatif sebelumnya, namun Kali Kemuning dinonaktifkan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi pembengkakan biaya ( meskipun tidak dilakukan perhitungan biaya). Untuk dimensi penampang dari sudetan pada alternatif III ini disamakan dengan dimensi sudetan pada alternatif I sehingga kapasitas dari sudetan tersebut juga sama dengan sudetan pertama yaitu 269,21 m3/detik.
Berikut adalah gambar perencanaan dari alternatif III pengendalian banjir kota Sampang :
Gambar 4.29 Skema alur Sudetan dan Kali Kemuning
Gambar 4.30 Rencana dimensi alur sudetan
Lebar alur : 25 m Kemiringan Tanggul : 2 Tinggi alur : 4,5 m Kemiringan saluran Sudetan Atas : 0,0015 Sudetan Bawah : 0,0002
Panjang alur Sudetan Atas : 1375 m Sudetan Bawah : 2700 m
Kekasaran permukaan : 0,0275 (saluran tanah dan plengsengan beton)
Gambar 4.30 Profil muka air Kali Kemuning Hilir
Gambar 4.31 Profil muka air Sudetan Atas dan Kali Kemuning
Gambar 4.32 Profil muka air sudetan bawah
Namun karena pada rencana sudetan ini memiliki kemiringan eksisting sebesar 0,0015 maka diberikan bangunan terjun setinggi 1,8m sehingga kemiringan rencana sebesar 0,0002 dapat dicapai. Hal ini dimaksudkan agar kecepatan aliran tidak terlalu besar sehingga meminimalisasi kemungkinan terjadinya degradasi di sudetan dan sedimentasi di alur setelahnya
Dari gambar diatas, terlihat bahwa elevasi tanggul lebih tinggi daripada muka air yang terjadi akibat debit banjir. Dapat disimpulkan bahwa Perencanaan sudetan dan menonaktifkan Kali Kemuning dapat dilakukan guna mengurangi luapan air di Kali Kemuning dan dapat mengurangi banjir di kota Sampang.
25
4.4. Perhitungan Profil Muka Air Perhitungan profil muka air ini dimaksudkan
untuk mengetahui kemungkinan profil aliran yang terjadi pada saluran yang ada. Apabila terjadi kemungkinan aliran balik ( back water ) , maka akan dapat diketahui kejadian banjir dari perhitungan ini.
4.4.1 Perhitungan profil muka air akibat pasang surut air laut
Perhitungan profil muka air akibat pasang surut ini dilakukan terhadap sudetan bawah yang berbatasan langsung dengan laut dan tidak pada ruas kali Kemuning. Hal ini karena dimensi dari kali Kemuning tidak beraturan sehingga untuk mengetahui kedalaman normal ( hn ) dan kedalaman kritis ( hc ) sulit dilakukan.
Berikut adalah perhitungan profil muka air pada saluran sudetan bawah yang berbatasan langsung dengan laut pada alternatif I:
Penentuan kedalaman normal ( hn )
Karena pada sudetan menggunakan penampang majemuk, maka perhitungan luas penampang basah dibedakan untuk 2 perhitungan : Luas Penampang Basah ( A )
Jika nilai hn < 2,25 m
Jika nilai hn > 2,25 m
Keliling Penampang Basah Jika nilai hn < 2,25 m
Jika nilai hn > 2,25 m
Jari-jari Hidrolis ( R ) =
Jika nilai hn < 2,25 m
Jika nilai hn > 2,25 m
Langkah selanjutnya adalah menggunakan persamaan manning dan dengan kedalaman normal sebagai konstanta .
Dengan nilai debit (Q) sebesar 170 m3/detik (didapatkan dari perhitungan program bantu Hec-Ras ) dan memasukkan nilai konstanta
secara coba-coba, didapatkan nilai kedalaman normal sebesar 3,92 m.
Penentuan kedalaman kritis Lebar penampang basah
Jika nilai hc < 2,25 m
Jika nilai hc > 2,25 m
Langkah selanjutnya adalah menggunakan persamaan yang ada dengan kedalaman kritis sebagai konstanta
Dengan nilai D adalah
dan kecapatan (v)
adalah
dan untuk memudahkan perhitungan,
maka persamaan dapat diubah menjadi
Dengan nilai debit (Q) sebesar 170 m3/detik (didapatkan dari perhitungan program bantu Hec-Ras ) dan memasukkan nilai konstanta secara coba-coba, didapatkan nilai kedalaman kritis sebesar 1,6041 m.
Tipe profil aliran Karena kedalaman normal lebih besar daripada kedalaman kritis, maka aliran adalah aliran subkritis. Oleh karena ketinggian muka air laut saat pasang tertinggi adalah 1,65m dan kurang dari kedalaman normal namun lebih besar dari kedalaman kritis, maka profil aliran adalah M2 dan tidak terjadi backwater, dimana profil muka air M2 adalah profil dengan permukaan muka air melengkung berbentuk terjunan.
4.4.2 Perhitungan profil muka air akibat perbedaan kemiringan Pada perhitungan profil muka air akibat
perbedaan kemiringan ini, yang dihitung adalah saluran sudetan atas, sudetan bawah dan saluran kali Kemuning tengah Hulu-hilir pada alternatif III.
4.4.2.1 Perhitungan profil muka air akibat perbedaan kemiringan sudetan atas dan alur kali Kemuning tengah hulu hilir
Saluran Sudetan Atas Saluran sudetan atas memiliki bentuk
penampang yang sama dengan sudetan bawah yang sudah dihitung pada perhitungan sebelumnya. Namun nilai debitnya berbeda yaitu sebesar 315 m3/detik
Dengan menggunakan rumus yang sama dengan perhitungan sebelumnya, maka akan didapatkan nilai kedalaman normal ( hn ) setinggi 5,3m dan nilai kedalaman kritis ( hc ) setinggi 4,11m
26
Alur kali Kemuning tengah hulu-hilir
Alur kali Kemuning tengah hulu-hilir
memiliki bentuk penampang yang sama dengan sudetan bawah yang sudah dihitung pada perhitungan sebelumnya tetapi memiliki lebar bawah yang berbeda yaitu 30m dan nilai debitnya berbeda yaitu sebesar 240 m3/detik sehingga rumus pada perhitungan sebelumnya dapat digunakan setelah mengganti faktor lebar bawah saluran yang semula bernilai 25m menjadi 30m
Dengan menggunakan rumus yang sama dengan perhitungan sebelumnya, maka akan didapatkan nilai kedalaman normal ( hn ) setinggi 4,825m dan nilai kedalaman kritis ( hc ) setinggi 3,76m
Tipe profil aliran Saluran sudetan atas dan alur kali Kemuning
tengah hulu-hilir memiliki kemiringan yang landai (i1 < ic dan i2 < ic ) ) dan karena saluran sudetan atas yang berada sebelum alur kali Kemuning tengah hilir memiliki kemiringan dasar yang lebih curam alur kali Kemuning tengah hulu hilir ( i1 < i2 < ic ) maka profil aliran yang terjadi adalah profil M2
4.4.2.2 Perhitungan profil muka air akibat
perbedaan kemiringan alur kali Kemuning tengah hulu hilir dan sudetan bawah
Alur kali Kemuning tengah hulu-hilir Dari perhitungan sebelumnya alur kali
Kemuning tengah hulu hilir, didapatkan nilai kedalaman normal ( hn ) setinggi 4,825m dan nilai kedalaman kritis ( hc ) setinggi 3,76m.
Saluran Sudetan Bawah Saluran sudetan bawah memiliki bentuk
penampang yang sama dengan sudetan bawah yang sudah dihitung pada perhitungan sebelumnya. Namun nilai debitnya berbeda yaitu sebesar 60 m3/detik
Dengan menggunakan rumus yang sama dengan perhitungan sebelumnya, maka akan didapatkan nilai kedalaman normal ( hn ) setinggi 2m dan nilai kedalaman kritis ( hc ) setinggi 0,815 m
Tipe profil aliran Saluran sudetan atas dan alur kali Kemuning
tengah hulu-hilir memiliki kemiringan yang landai (i1 < ic dan i2 < ic ) ) dan karena saluran sudetan atas yang berada sebelum alur kali Kemuning tengah hilir memiliki kemiringan dasar yang lebih curam alur kali Kemuning tengah hulu hilir ( i2 < i1 < ic ) maka profil aliran yang terjadi adalah profil M1
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan keseluruhan hasil analisa data yang dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Perhitungan curah hujan menggunakan metode Thiessen Polygon dan metode distribusi Log Pearson Type III dan didapatkan besarnya curah hujan yang mungkin terjadi pada periode ulang 25 tahun adalah 111,94 mm
2. Debit maksimum yang didapatkan melalui perhitungan HIdrograf Banjir Nakayasu adalah sebesar 317,268 m3/detik
3. Beberapa ruas kali Kemuning mempunyai kapasitas sungai eksisting tidak mampu menampung debit banjir yang terjadi sehingga dibutuhkan alternatif pengendalian banjir.
4. Berdasarkan perhitungan menggunakan program bantu Hec-Ras 4.1.0, alternatif yang mampu mengendalikan banjir yang terjadi adalah alternatif II (perencanaan sudetan dan normalisasi penampang eksisting kali Kemuning) dan alternatif III (perencanaan sudetan dengan menon-aktifkan beberapa ruas kali Kemuning).
5.2. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, maka disarankan : 1. Memberikan perkuatan (plengsengan)
pada sisi sungai agar tidak menimbulkan gerusan terutama pada sudetan mengingat kecepatan yang semakin besar mengikuti nilai kemiringan yang juga semakin besar.
2. Normalisasi sungai bukan merupakan langkah yang effektif karena memerlukan dimensi yang lebar untuk bisa menampung debit banjir yang terjadi.
3. Perencanaan sudetan dan normalisasi kali Kemuning (alternatif II) bukan pula merupakan langkah yang effektif dalam pengendalian banjir yang terjadi karena melakukan dua pekerjaan sekaligus.