Top Banner
Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an 1 Oleh: Siti Utami Dewi Ningrum 2 Latar Belakang Tutur perempuan merupakan hal yang menarik untuk terus diperbincangkan. Hal ini karena dalam diri perempuan terdapat pemikiran yang belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat. Perjuangan perempuan dalam mendapatkan hak – haknya sering disebut dengan pemikiran feminis. Pemikiran tersebut tidak dapat diuniversalkan dalam satu bentuk kebenaran dan tidak dapat pula ditentukan akhir ceritanya. Hal ini terjadi karena masing – masing perempuan memiliki bentuk ideal tersediri mengenai kesetaraan yang mereka idamkan. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Rosemarie Putnam Tong dalam bukunya Feminist Thought, bahwa dalam pemikiran perempuan, bukanlah sebuah kebenaran yang dijadikan tujuan, namun kebenaran itu sendiri yang akan membebaskan perempuan. 3 1 Makalah ini dipresentasikan pada “The Second Graduate Seminar on Urban History of Indonesia 2014, Kota dan Permasalahan Sosial: Dari Masa Kolonial Hingga Pasca Kolonial”, Prodi Sejarah, Program Pascasarjana, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tanggal 18-19 Juni 2013. 2 Mahasiswi S2 Ilmu Sejarah 2013, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Email: [email protected] , Hp. 085724920870. 3 Rosemarie Putnam Tong, Feminist Thought:Pengantar Paling Komprehensif kepada Arus Utama Pemikiran Feminis, alih bahasa Aruarini 1
35

Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

May 14, 2023

Download

Documents

Ibda Muflihah
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita:

Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun

1950-an1

Oleh:

Siti Utami Dewi Ningrum2

Latar Belakang

Tutur perempuan merupakan hal yang menarik untuk terus

diperbincangkan. Hal ini karena dalam diri perempuan terdapat

pemikiran yang belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat.

Perjuangan perempuan dalam mendapatkan hak – haknya sering

disebut dengan pemikiran feminis. Pemikiran tersebut tidak

dapat diuniversalkan dalam satu bentuk kebenaran dan tidak

dapat pula ditentukan akhir ceritanya. Hal ini terjadi karena

masing – masing perempuan memiliki bentuk ideal tersediri

mengenai kesetaraan yang mereka idamkan. Seperti halnya yang

diungkapkan oleh Rosemarie Putnam Tong dalam bukunya Feminist

Thought, bahwa dalam pemikiran perempuan, bukanlah sebuah

kebenaran yang dijadikan tujuan, namun kebenaran itu sendiri

yang akan membebaskan perempuan.3

1 Makalah ini dipresentasikan pada “The Second GraduateSeminar on Urban History of Indonesia 2014, Kota danPermasalahan Sosial: Dari Masa Kolonial Hingga PascaKolonial”, Prodi Sejarah, Program Pascasarjana, Fakultas IlmuBudaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tanggal 18-19Juni 2013.

2Mahasiswi S2 Ilmu Sejarah 2013, Fakultas Ilmu Budaya,Universitas Gadjah Mada. Email: [email protected], Hp.085724920870.

3Rosemarie Putnam Tong, Feminist Thought:Pengantar PalingKomprehensif kepada Arus Utama Pemikiran Feminis, alih bahasa Aruarini

1

Page 2: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

Makalah ini mencoba untuk menuturkan kembali apa yang

dipikirkan dan dituturkan oleh perempuan pada tahun 1950-an

mengenai kesetaraan yang mereka impikan untuk kemajuan sesama

perempuan. Tutur tersebut termuat dalam sebuah majalah

perempuan Dunia Wanita, sebuah majalah perempuan yang populer

pada masanya. Di tengah pergolakan dan penyusunan kekuatan

bangsa pasca kemerdekaan, apa yang dipikirkan perempuan

Indonesia mengenai dirinya, terutama pada ranah yang

“dikodratkan” oleh masyarakat padanya sebagai seorang ibu dan

istri di dalam keluarga maupun di dalam masyarakat.

Kata kunci: wacana kesetaraan, perempuan, majalah Dunia Wanita,

1950

Gendering4 dalam Keluarga dan Masyarakat

Gender merupakan sebuah terminologi yang digunakan untuk

menyebutkan sebuah sifat manusia, yaitu maskulin (kuat,

perkasa, rasional dan jantan) dan feminin (lemah lembut,

emosional, keibuan, cantik). Sifat tersebut dapat melekat pada

laki – laki maupun perempuan, karena bersifat universal.

Berbeda dengan itu, seks merupakan kodrat Tuhan yang

membedakan manusia berdasarkan jenis kelamin yang memiliki

perbedaan pada fungsi sistem reproduksinya, yaitu laki – laki

Priyatna Prabasmoro, (Yogyakarta, Jalasutra), hlm. 408.4Gendering dapat diartikan sebagai pembagian tugas berdasarkan

konstruksi gender, yaitu laki – laki dalam rnah publik danperempuan dalam ranah domestik. Mary Hancock, “Gendering theModern: Women and Home Science in British India”, dalamAntoinette Burton, Gender, Sexuality and Colonial Modernities”, (New York:Routledge, 2005), hlm. 149.

2

Page 3: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

berpenis dan menghasilkan sperma sedangkan perempuan

bervagina, berkelenjar susu untuk menyusui dan memiliki rahim

untuk mengandung dan melahirkan.5 Gender dan seks kemudian

mengalami peleburan dan pergeseran makna menjadi sebuah kodrat6

yang dikonstruksikan dan disosialisasikan oleh masyarakat,

baik melalui budaya, agama maupun negara, bahwa dalam seks

termaktub sifat yang terpisah antara feminin dan maskulin,

sehingga dibedakan apa yang harus diajarkan dan perannya. Laki

– laki diajarkan dan dituntut untuk menjadi maskulin dan

ditempatkan pada ranah publik, sedangkan perempuan diajarkan

dan dituntut untuk menjadi feminin dan ditempatkan di dalam

ranah domestik.7

Gendering kemudian diterapkan di dalam keluarga. Keluarga

merupakan unit kekerabatan dan sosial masyarakat terkecil.8

Keluarga dapat diartikan sebagai hubungan yang lebih bersifat

biologis yang ditandai dengan adanya perkawinan dan adanya

hubungan darah antara individu yang satu dengan yang lainnya.9

Keluarga inti terdiri dari ayah, ibu dan anak yang masing –

masing telah ditentukan perannya, di mana ayah menjadi kepala5Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 8.6Kodrat adalah sifat asli, sifat bawaan yang diberikan oleh

Tuhan dan tidak dapat ditentang oleh manusia. Dalamkbbi.web.id/kodrat, diakses pada 20 September 2014 pukul 03.56WIB.

7Saparinah Sadli, Berbeda tapi Setara: Pemikiran Tentang KajianPerempuan, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010), hlm. 172.

8Pudjiwati Sajogyo, Peranan Wanita dalam Perkembangan MasyarakatDesa, (Jakarta: CV. Rajawali, 1985), hlm. 27.

9Ratna Saptari, “Women, Family and Household: Tension inCulture and Practice”, dalam Juliette Koning, dkk (ed.s),Women and Households in Indonesia: Cultural Notions and Social Practices, (NIASin Asian Topics: Curzon, 2000), hlm. 11.

3

Page 4: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

rumah tangga yang berarti ia bertanggung jawab dalam menjamin

perekonomian dan keamanan dalam rumah tangga yang berarti

berhubungan dengan dunia luar dan ibu sebagai ibu rumah tangga

bertugas mengurus anak, suami dan mengerjakan seluruh

pekerjaan rumah tangga.

Konsep gendering kemudian diterapkan pula dalam masyarakat.

Hal ini seperti yang dilakukan pada masa pergerakan nasional

dalam melawan kolonialisme. Laki – laki memainkan peranannya

dalam dalam ranah publik, terutama bidang politik sebagai

tonggak utama perjuangan bangsa, sedangkan perempuan diarahkan

untuk aktif dalam ranah domestik, mendukung laki – laki dengan

menjadi istri dan ibu yang baik untuk menciptakan generasi

penerus yang berkualitas. Peran perempuan tersebut dianggap

sebagai bagian dari peranan politik mereka dalam menciptakan

nasionalisme yaitu contoh ibu yang baik bagi masyarakat dan

istri yang baik sebagai pembantu laki – laki.10 Hal ini

ditandai dengan banyaknya organisasi pada masa pergerakan

nasional yang memiliki sayap perempuan, seperti Muhamadiyah

dengan Aisyiyah-nya, Budi Utomo dengan Wanita Utomo dan Taman Siswa

dengan Wanita Taman Siwa-nya.

Pembagian peran dalam perjuangan pun tidak terlepas dari

jenis pendidikan yang diberikan. Laki – laki diberikan

pendidikan yang memang mengarahkannya untuk terjun aktif dalam

kegiatan publik. Perempuan memang diberi kesempatan yang

sama, namun karena terbentur dengan kultur hanya sedikit saja

perempuan yang terus bersekolah hingga tingkatan yang tinggi.

Para orang tua lebih memilih untuk memasukkan anaknya pada10Saskia E. Wieringa, Penghancuran Gerakan Perempuan Indonesia,

(Jakarta: Garba Budaya dan Kalyanamitra, 1999), hlm. 222.4

Page 5: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

sekolah khusus perempuan yang dirasa lebih “aman dan sesuai”

untuk anaknya. 11 Perempuan dipersiapkan agar dapat menjadi

mitra laki – laki yang berpendidikan dan modern melalui

sekolah khusus perempuan dengan pendidikan yang mempersiapkan

mereka untuk menjadi ibu dan istri yang baik dengan

keterampilan – keterampilan keperempuanan, seperti menjahit,

mengurus anak dan rumah tangga dan sebagainya.12

Setelah Indonesia memroklamasikan kemerdekaannya pada 17

Agustus 1945, pemerintah mulai bebenah diri. Salah satunya

ialah dengan menetapkan kesamaan warga negara dalam berpolitik

dan hukum. Hak warga negara dijamin oleh negara dalam UUD 1945

pasal 27 yang berbunyi:

“(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggihukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya,(2) tiap – tiap warga negara berhak atas pekerjaan danpenghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.13

Jaminan untuk aktif dalam memperjuangkan dan membangun

bangsa Indonesia kepada warga negara Indonesia baik laki –

laki dan perempuan tidak main – main diberikan oleh

pemerintah. Bahkan dalam bukunya yang berjudul Sarinah,

Soekarno menanamkan semangat kepada perempuan untuk terlibat11Para orang tua mempertimbangkan pendidikan tersebut karena

sekolah campuran terlalu mahal, khawatir jika anak gadisnyabergaul dengan laki – laki dan merasa tidak memerlukan ilmutersebut untuk dapat menjadi istri dan ibu yang baik di rumah.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Badan Penelitian danPengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, Pendidikan di Indonesia 1900-1940, 1977., hlm. 10-14.

12Frances Gouda, Dutch Culture Overseas: Praktik Kolonial di Hindia Belanda1900-1942, (Jakarta: Serambi, 2007), hlm. 137.

13Undang – undang Dasar Republik Indonesia 1945, MajelisPermusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, 2006.

5

Page 6: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

dalam perjuangan Republik Indonesia. Soekarno menghimbau bahwa

perempuan harus sadar akan haknya. Ia juga mengkritik laki –

laki yang menempatkan perempuan sebagai blasteran antara si dewi

dan si tolol. Menurutnya laki – laki harus ikut serta

mendorong dan menggandeng perempuan menuju kemajuan bersama.14

Perempuan harus sadar akan dirinya dan apa yang dapat

diperbuatnya untuk bangsanya, di antaranya menjadi ibu yang

baik untuk menciptakan generasi yang maju dan sebagai istri

yang berjuang bersama suami membangun bangsa. Kowani yang

merupakan organisasi perempuan terbesar di Indonesia tahun

1950-an banyak terlibat dalam kegiatan sosial, masalah rumah

tangga, hak perempuan dan beberapa programnya menuju pada

usaha menyadarkan perempuan untuk berpartisipasi dalam dunia

politik dan kemajuan negara.15

Pada masa awal pemerintahan Indonesia menggunakan sistem

demokrasi liberal. Kebebasan untuk berserikat dan berkumpul

serta berpendapat pun telah dijamin dalam pasal 28 UUD 1945.16

14Sukarno, Sarinah, Kewajiban Wanita dalam Perjuangan Republik Indonesia(Djogjakarta: Panitya Penerbit Buku – buku Karangan PresidenSukarno, 1963).

15Kongres Wanita Indonesia awalnya bernama Kowani (BadanKongres Wanita Indonesia), gabungan dari Perwari dan PPII,dibentuk di Solo pada tahun 1946. Organisasi ini kemudianberganti nama menjadi Kongres Wanita Indonesia pada kongresKowani yang kelima di Jakarta 24-26 November 1950. CoraVreede-De Steurs, Sejarah Perempuan Indonesia: Gerakan dan Pencapaian,(Jakarta: Komunitas Bambu, 2008), hlm. 176-180. Lihat beberapakeputusan – keputusan yang diambil oleh Kowani pada beberaparapatnya pasca Indonesia merdeka hingga tahun 1950-an, dalamNani Soewondo, Kedudukan Wanita Indonesia dalam Hukum dan Masyarakat,(Jakarta: Ghalia Indoneisa, 1984), hlm. 207-222.

16Undang – undang Dasar Republik Indonesia 1945, MajelisPermusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, 2006.

6

Page 7: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

Kebebasan pers dibuka lebar. Masyarakat bebas mengutarakan

pendapatnya yang merupakan cerminan dari terjaminnya hak asasi

manusia dan kunci dari demokrasi yang asli.17 Dengan kebebasan

berpendapat, perempuan turut aktif menyuarakan apa yang mereka

rasakan. Kesempatan teresebut tidak disia-siakan oleh

perempuan. Mereka pun menyuarakan pemikirannya dan terus

memperjuangkan hak – haknya, baik dalam berpolitik,

bermasyarakat maupun berumah tangga.18 Hal tersebut dilihat

berbeda oleh Saskia E. Wieringa yang berpendapat bajwa

perempuan tetap belum bisa keluar dari sangkar domestiknya

akibat pengambilalihan kekuasaan negara oleh laki – laki

sebagai miliknya dan menganggap perempuan sebagai pesaing.

Laki – laki mendominasi ranah di luar rumah tangga dan

perempuan dikonstruksikan sebagai bagian yang tidak bisa lepas

dari dunia rumah tangganya sebagai kodrat alami sehingga

pengabdiannya untuk bangsa ialah pengabdian dalam keluarga.19

Pernyataan tersebut bukanlah sebuah pendapat yang keliru,

namun bukan pula sebuah hal yang harus dikecewakan, karena

dalam opresi yang dialaminya beberapa perempuan terus

mengalami negoisasi dengan keadaan. Salah satu usaha yang

dilakukan ialah melalui penyuaraan pendapatnya melalui majalah

perempuan.

17I. Taufik, Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia, (Jakarta:Trinity Press, 1977), hlm. 50-51.

18Mengenai penyeruan untuk sadar akan haknya sering dibahasdalam majalah Dunia Wanita, lihat: NN, “Perdana Menteri dan IbuHatta beristirahat di Perapat” , dalam Dunia Wanita, 1950, No.18 Tahun II, 15 Maret 1950, hlm. 8-11. dan Nj. Jusupadi,“Wanita Indonesia dengan Negara”, dalam Dunia Wanita, No 21Tahun II, 1 Juni 1950, hlm. 10.

19Saskia E. Wieringa, op.cit., hlm. 276.7

Page 8: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

Perkembangan Majalah Perempuan di Indonesia

Majalah merupakan salah satu jenis media massa cetak

berbentuk tulisan yang berisikan pikiran dan ide seseorang

atau sekelompok orang. Majalah menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia ialah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai

liputan jurnalistik, pandangan tentang topik aktual yang patut

diketahui pembaca, dan menurut waktu penerbitannya dibedakan

atas majalah bulanan, tengah bulanan, mingguan, dan

sebagainya, dan menurut pengkhususan isinya dibedakan atas

majalah berita, wanita, remaja, olahraga, sastra, ilmu

pengetahuan tertentu, dan sebagainya.20 Majalah perempuan

berbeda dengan majalah lainnya, visi dan misi serta konten –

konten yang dimasukkan adalah karangan – karangan yang isinya

seputar perempuan dan kebutuhannya yang difokuskan lebih

kepada pembaca perempuan, seperti mode, resep makanan,

kekeluargaan dan sebagainya yang dilengkapi dengan foto.21

De Bataviase Nouvellers merupakan media cetak pertama di

Indonesia yang diterbitkan di Batavia pada tahun 1744, disusul

oleh de Locomotief di Semarang oada 1852 serta Bataviaasch Nieuwsblad

di Batavia pada 1885.22 Media cetak semakin berkembang pada

sekitar peralihan abad ke 19 menuju abad ke 2. Hal tersebut

didorong oleh beberapa faktor, di antaranya ialah perkembangan20kamusbahasaindonesia.org/majalah, diakses pada 13 Juni

2014, pukul 21:13.21ibid; Elsye Meilani, Majalah Dunia Wanita 1949-1950, Suatu Jembatan

Menuju Kemajuan Wanita, skripsi Jurusan Sejarah, Fakultas IlmuBudaya, Universitas Indoneisa, 1996, hlm. 3.

22Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: SejarahPergerakan Nasional, dari Kolonialisme sampai Nasionalisme, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 1992), hlm.112.

8

Page 9: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

perekonomian dan kehidupan modern di perkotaan terus tumbuh

dan mempengaruhi gaya hidup masyarakatnya, tata nilai dan

kebudayaan mereka secara umum. Masyarakat kota semakin

menyadari akan pentingnya informasi untuk mengetahui

perkembangan dunia luar yang pada saat itu hanya dapat

diperoleh melalui media cetak.23 Media cetak diproduksi tidak

hanya oleh orang Eropa, namun juga orang – orang Tionghoa dan

pribumi. Kemunculan media cetak pribumi atau kemudian yang

dikenal dengan pers nasional tidak lepas dari pengaruh politik

etis. Melalui pendidikan yang merupakan program dari politik

etis, muncullah elit – elit pribumi baru. Melalui media cetak

mereka dapat berinteraksi dan menuangkan gagasan serta ide –

ide baru mengenai nasib bangsanya.24 Ide – ide baru dan

semangat untuk membangun bangsanya muncul melalui pemikiran –

pemikiran para elit baru yang dituangkan dalam bentuk majalah

milik organisasi, baik laki – laki maupun perempuan. Contoh

majalah yang diterbitkan oleh organisasi perempuan antara lain

Soeara Aisjijah milik organisasi Aisyiyah, Sedar milik Isteri Sedar

dan Bale-warti Wanito Oetomo milik Wanito Oetomo.

Menurut Adriane Huijzer masing – masing majalah tersebut

memiliki fokus informasi yang berbeda yang dipengaruhi oleh

ideologi organisasinya. Soeara Aisjijah milik organisasi Aisyiyah,

sayap perempuan dari Muhammadiyah lebih mengarahkan perempuan

untuk menjadi perempuan modern yang sesuai dengan Islam dan

23Widya Fitria Ningsih, “Perempuan dalam Iklan Media Cetak diJawa pada Masa Kolonial (1900-1942), skripsi Jurusan SejarahFakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, 2008, hlm. 22.

24Bedjo Riyanto, Iklan Surat Kabar dan Perubahan Masyarakat di JawaMasa Kolonial (1870-1915), (Yogyakarta: Tarawang Press, 2000), hlm.3.

9

Page 10: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

budaya Jawa, seperti yang ditunjukkan dalam gambaran perempuan

yang sedang mengajari membaca, mengenakan sepatu dengan hak

namun tetap menggunakan kebaya dan kain serta berhijab.25 Istri

Sedar dengan ideologi yang lebih radikal dari Aisyiyah

menghendaki perempuan untuk dapat mencapai hak yang sama

dengan laki – laki. Perempuan yang ideal ialah perempuan yang

aktif dalam dunia politik selain mengurusi rumah tangganya.26

Wanito Oetomo merupakan organisasi sayap perempuan dari Budi

Utomo, di mana anggotanya adalah istri pegawai dalam

pemerintahan Hindia Belanda yang merupakan para priyayi.

Perempuan ideal yang digambarkan dalam majalah Bale-warti Wanito

Oetomo tersebut ialah perempuan Jawa yang modern, di mana

menjadi seorang istri dan ibu yang baik yaitu mengurus dan

mendidik anak dengan baik, menjaga kebersihan serta mengatur

keuangan dan menjadi teman yang baik untuk pasangannya. Mereka

juga harus mampu menjunjung martabatnya.27

Melalui apa yang dijelaskan oleh Adriane dapat disimpulkan

bahwa majalah yang diterbitkan oleh organisasi perempuan

pribumi pada masa pergerakan merepresentasikan sebuah wacana

di mana perempuan ideal ialah perempuan modern yang dapat

berperan sebagai ibu, istri dan pengatur rumah tangga. Selain

itu, isu – isu yang diangkat ialah isu seputar perkawinan dan

rumah tangga. Menurut Jakob Sumardjo apa yang dipikirkan

perempuan pada masa kolonial tersebut terus dibawa pasca

kemerdekaan dan mempengaruhi isi bacaan, baik novel maupun25Lihat gambar 1 pada lampiran Adriane Huijzer, “Indonesian

Women as Agents in a Changing Colonial Society, 1900-1942”tesis S2, Vrije Universiteit, Amsterdam, hlm. 69.

26Ibid., hlm. 77.27Ibid., hlm. 81.

10

Page 11: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

majalah perempuan masih berisi seputar perempuan dalam rumah

tangga sebagai istri dan ibu yang mengidamkan kedamaian rumah

tangga.28 Hal tersebut dikarenakan perempuan yang aktif pada

masa pasca kemerdekaan merupakan perempuan Indonesia yang

mendapatkan pendidikan pada masa kolonial, di mana ada wacana

nuclear household model Barat mengupayakan perempuan

mengembangkan kemampuanya untuk menjadi perempuan modern dan

aktif dalam kegiatan rumah tangganya.29 Melihat hal tersebut,

maka wacana mengenai “ibu dan istri yang baik” terus langgeng

dipertahankan dan dosisialisasikan terlebih dengan adanya

pelegitimasian pembagian peran dalam keluarga dan masyarakat

yang dilakukan oleh negara, baik melalui hukum, sosok personal

seperti Soekarno maupun organisasi seperti Kowani.

Pada masa kemerdekaan, majalah perempuan terus mengalami

perkembangan, tidak hanya majalah organisasi perempuan, namun

juga majalah perempuan yang independen. Majalah - majalah

tersebut antara lain Soeloeh Wanita di Malang tahun 1945, Karja

yang diterbitkan oleh Perkumpulan Pekerja Perempuan Indoneisa

28Jakob Sumardjo, “Perempuan Indonesia dan Kesustraannya”,dalam Mayling Oey-Gardiner, dkk (ed.s) Perempuan Indonesia: Duludan Kini, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), hlm. 35.

29 Nuclear household adalah konsep rumah tangga inti di mana adasuami dan istri yang berbagi peran. Pada masa kolonial, laki –laki aktif dalam kegiatan pergerakan untuk kemerdekaan dalambidang politik dan sosial, sedangkan perempuan ditempatkanuntuk dapat mendukung usaha para laki – laki dan suaminyamelalui kegiatan dalam rumah tangganya dengan menjadi istridan ibu yang baik. Ini juga merupakan ciri organisasiperempuan yang muncul sebagai sayap perempuan dari organisasilaki – laki, seperti Aisiyah dengan Muhamaniyah. Barbara Hatleydan Susan Blackburn, “Representations of Women’s Roles inHousehold and Society in Indonesian Women’s Writing of the1930s”, dalam Juliette Koning, dkk (ed.s), op.cit., hlm. 47.

11

Page 12: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

tahun 1947 dan tahun 1948 majalah Wanita terbit di Solo.30

Majalah Dunia Wanita baru muncul pada 15 Juni 1949 di Medan di

bawah pimpinan Ani Idrus.31

Menjamurnya majalah perempuan pasca kemerdekaan

menunjukkan bahwa antusias dan semangat perempuan untuk

menyuarakan pendapatnya dan memberikan informasi kepada sesama

perempuan Indonesia mengalami perkembangan. Hal tersebut juga

menunjukkan tingkat minat untuk membaca mulai tertanam dalam

masyarakat. meskipun perkembangan tersebut masih terbatas pada

perempuan kalangan menengah ke atas dan perkotaan, namun dapat

dikatakan sebagai kemajuan yang berarti bagi perempuan di

Indonesia.

Tutur Perempuan32 dalam Majalah Dunia Wanita

Majalah Dunia Wanita merupakan sebuah majalah perempuan yang

didirikan oleh Ani Idrus33 di Medan. Berbekal dengan pengalaman

30Elyse Meilani, op.cit., hlm. 23.31Ibid.32Tutur perempuan berarti kisah perempuan yang diceritakan

atas apa yang mereka alami yang berkaitan dengan kegiatanreproduksi sosial, produksi di sekitar rumah dan relasinyadengan anggota keluarga, tetangga, harga dan penyediaan bahanmakanan. Ruth Indiah Rahayu, “Konstruksi HistoriografiFeminisme Indonesia dari Tutur Perempuan”, makalah dalamWorkshop Historiografi Indonesia: di antara Historiografi Nasional dan Alternatif,Pusat Studi Sosial Asia Tenggara UGM dan Australia ResearchCouncil, Hotel Yogya Plaza, Yogyakarta, 2-4 Juli 2007, hlm.13.

33Ani Idrus lahir di Sawah Lunto 25 November 1918. Ani keciltinggal dalam masyarakat yang bersifat matrilineal diMinangkabau, di mana rumah tangga dikuasai oleh nenekperempuan dan laki – laki tidak dibebani untuk mengurus anak –anaknya karena anak diurus oleh paman atau yang disebut mamak.Akibatnya laki – laki Minang dapat bertindak semaunya dalam

12

Page 13: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

hidupnya, Ani Idrus mencoba menyuarakan pemikirannya tentang

posisi perempuan, seperti yang pernah ia jelaskan dalam sebuah

siaran radio R.N.I. di Medan. Menurutnya emansipasi bukan

berarti mengharuskan perempuan untuk menggantikan laki – laki

dalam segala urusan, bukan pula terus menerus mengejar

karirnya dan melawan laki – laki. Emansipasi yang Ani Idrus

maksudkan ialah mengenai kesadaran perempuan untuk

berpartisipasi dalam memutuskan dan menyelesaikan perkara

dalam masyarakat. Hal tersebut tidak selalu berupa partisipasi

perempuan dalam politik, sosial maupun ekonomi, namun bisa

dilakukan dari hal terkecil, yaitu dari rumah tangga dan

keluarganya dengan berpendapat dan turut serta dalam

menyelesaikan permasalahan.34

Pandangan Ani Idrus tersebut sedikit banyak menjadi

landasan ideologi majalah Dunia Wanita, di mana perempuan

diarahkan untuk mengetahui keberadaan dirinya akan hak –

haknya dan mengisi kemerdekaan dengan kemampuan dalam dirinya.

Ani Idrus menyebarkan wacana kesetaraan yang ia pahami dalam

majalah Dunia Wanita. Dari apa yang ia alami dan pahami tersebut

rumah tangga dan menentukan nasib istrinya. Mereka juga rentanmelakukan poligini. Itu pula yang dialami Ani Idrus, di manaia menyaksikan orang tuanya bercerai, sehingga ia tinggalbersama ibu dan kakak perempuannya di Medan. Ia tertarik denganjurnalisme sejak berusia 12 tahun saat bersekolah dimeisjeskopschool di Medan dan tulisannya berhasil dimuat dalammajalah Pandji Poestaka di Batavia pada tahun 1930. Saat dewasaia menerbitkaan buletin Wanita yang masih berupa lembaran kecilyang merupakan cikal baka majalah Dunia Wanita. Elyse Meilani,Ibid., hlm. 27-31.

34Siaran tersebut kemudian dituliskan dalam majalah DuniaWanita. Ani Idrus, “Emansipasi Wanita dalam Arti jang LebihTepat”, dalam Dunia Wanita, No. 26. Tahun II, 1 September 1950,hlm. 8.

13

Page 14: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

ia coba tanamkan kepada perempuan di Indonesia. Seperti yang

dijelaskan oleh Michel Foucault bahwa wacana adalah apa yang

dipahami seseorang sebagai sebuah kebenaran dan mempengaruhi

tindakan orang tersebut. Wacana dapat menjadi cara untuk

mendominasi suatu waktu dan tempat karena dapat mempengaruhi

cara berfikir dan pandangan dunia tertentu.35

Majalah Dunia Wanita diterbitkan pada tahun 1949 hingga 1993

di Medan. Tujuan dari Dunia Wanita dengan jelas dipaparkan dalam

kata pengantar majalah Dunia Wanita yang diterbitkan pertama

kali pada 15 Juni 1949, yaitu:

“[...] Oleh sebab itulah kami menerbitkan madjallahini karena kami merasa insaf dengan djalan memberikanpenerangan – penerangan dalam madjallah ini kami dapatmenjumbangkan bakti untuk kemadjuan wanita. [...]”36

Meskipun majalah perempuan, Gadis Rasid memperkenalkan

pada edisi perdananya bahwa majalah Dunia Wanita dapat pula

dibaca oleh laki – laki. Tidak ada pemisahan antara laki –

laki dan perempuan dalam masyarakat, meskipun ada beberapa

kepentingannya yang berbeda seperti apa yang dituliskan dalam

Dunia Wanita. Keduanya harus aktif bersama untuk mencapai

kebahagiaan dalam masyarakat dan memperjuangkan cita – cita

bangsa.37

Majalah Dunia Wanita terbit satu bulan dua kali dan merupakan

salah satu majalah yang poluler pada masanya. Kualitas cetak

yang bagus dengan harga f. 1.50 majalah ini berhasil dijual

35Pip Jones, Pengantar Teori – teori Sosial: Dari Teori Fungsionalisme hinggaPost-modernisme, (Jakarta: Obor, 2010), hlm. 173-174.

36 Dunia Wanita, No. 1 Tahun 1, 15 Juni 1949, hlm. 5.37 Gadis Rasid, “Dunia Wanita”, dalam Dunia Wanita, No. 1 Tahun

1, 15 Juni 1949, hlm. 6.14

Page 15: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

sebanyak 1000 eksemplar.38 Agen pemasarannya menyebar di kota –

kota Indonesia seperti Toko E Abd. Gani di Bangkalan-Madura,

Maxim di Surabaya, Eveline Tio di Pekalongan, Nj. Dr. S.

Djojopoespito di Yogyakarta, Nj. D. Sudarma di Bogor, toko

buku “Obor” di Martapura, An Lok di Makasar, A.S. Riduan

Wahidin di Alabio-Banjarmasin, toko buku “Hamda” di Amuntai,

“Perdis” di Tanjung Karang, Sitti Roesdijah di Baturaja, Kwee

Tiang Mo di Muara Enim-Palembang, pustakan “d’Orient” dan Lie

Kheng Ho di Padang, J. Sihombing di Tarutung, Go Tie Tiong di

Samarinda, bahkan hingga ke Singapura oleh agen Marjam Saman.39

Hal tersebut menunjukkan masyarakat sangat antusias dalam

membaca majalah Dunia Wanita, termasuk ibu negara Fatmawati dan

Rahmi Hatta.40

Seluruh staff yang ada dalam Dunia Wanita merupakan perempuan,

baik yang ada di Medan maupun pembantu tetap yang ada di Jawa,

seperti Gadis Rasid di Jakarta, Nj. Dr. S. Djojopoespito di

Yogyakarta dan Nona Chen Hsiang-Niang di Banjaran.41 Dalam Dunia

Wanita edisi no. 12-13 tahun ke 4,15 Juni 1952 pun dijelaskan

mengenai staff yang ada dalam Dunia Wanita di Medan, seperti Ani

Idrus sebagai ketua, Asminah Hasibuan dibantu Anna dalam

bagian tata usaha dan keuangan, Sabariah dan Effa bagian

38Pada tahun 1952, harga Dunia Wanita berubah menjadi Rp. 2.Wawancara dengan Ani Idrus, 10 Oktober 1995., dalam ElyseMeilani, op.cit., hlm. 36.

39Dunia Wanita, No.1 Tahun 1, 15 Juni 1949, hlm. 6.40Fatmawati dan Rahmi Hatta bertemu dengan suami Ani Idrus,

Mohammad Said di Yogyakarta dan menanyakan majalah Dunia Wanitadan menyatakan antusiasnya terhadap majalah tersebut. ElyseMeilani, op.cit., hlm. 37.

41ibid.15

Page 16: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

redaksi, dan Nurmia bagian tatausaha dan redaksi.42 Laki – laki

memang diberi kesempatan untuk menulis di Dunia Wanita, namun

harus menulis mengenai perempuan dan hanya sebatas bagaimana

pandangannya mengenai perempuan. Hal ini tidak berlaku bagi

perempuan, di mana perempuan menjadi penulis utama dalam Dunia

Wanita dan dibebaskan dalam menuliskan temanya mulai dari

politik, ekonomi hingga masalah rumah tangga.43 Pembaca juga

dihimbau untuk menuangkan pemikirannya dan mengirimkan hasil

karangannya tersebut ke redaksi Dunia Wanita.44

Suara – suara perempuan dalam majalah Dunia Wanita disajikan

dalam berbagai rubik Pada awal terbit, Dunia Wanita menampilkan

beberapa rubik, seperti kata pengantar, profil perempuan,

artikel dan opini tentang perempuan, “Tanah Air” mengenai

keadaan dalam negeri, “Surat Menyurat”, “Djahit Mendjahit”,

“Kesehatan”, “Halaman Bergambar” yang berisi foto kegiatan

perempuan di dalam dan di luar negeri, “Pendidikan”, “Dalam

Rumah Tangga”, “Masak-masakan”, “Untuk Wanita Sadja”, “Tjerita

Pendek”, “Rudjak Petis” yang berisi humor, juga karikatur dan

beberapa catatan tambahan serta iklan.45 Beberapa dari rubik

tersebut beberapa kali mengalami perubahan, seperti rubik

“Untuk Wanita Sadja”. Dalam rubik tersebut berisi opini dan

juga sebuah himbauan mengenai bagaimana perempuan harus

bertindak dalam hidupnya, juga beberapa strategi dalam rumah

tangga dan menghadapi suaminya. Rubik – rubik tersebut

sifatnya tidak tetap, di mana beberapa kali terjadi perubahan.42Dunia Wanita , No.12-13 Tahun IV,15 Juni 1952, hlm. 24-24 dan

39.43Elyse Meilani, op.cit., hlm. 36.44Dunia Wanita, No.1 Tahun I, 15 Juni 1949, hlm. 10.45Dunia Wanita, No.1 Tahun I, 15 Juni 1949.

16

Page 17: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

Hal ini diperkirakan sebagai salah satu bentuk strategi dari

redaksi majalah Dunia Wanita untuk tetap eksis, mengikuti

perkembangan zaman sehingga para pembaca mendapatkan berita

yang aktual mengenai.

“Keluarga Ideal” versi Majalah Dunia Wanita

Memiliki keluarga yang harmonis merupakan dambaan setiap

manusia. Untuk dapat mewujudkannya, masing – masing orang

biasanya memiliki kriteria tersendri yang dipengaruhi oleh

pengalaman pribadi masing – masing. Sebagai majalah perempuan

yang memuat ide – ide yang dimiliki oleh perempuan, peempuan –

perempuan dalam majalah Dunia Wanita pun memiliki idealisasi

keluarga sehingga dapat tercipta keharmonisan di dalamnya.

Menurut majalah Dunia Wanita, keharmonisan dalam rumah

tangga dapat terwujud jika terdapat kesetaraan antara suami

dan istri di dalamnya. Menurut Ani Idrus, kesetaraan tersebut

bukan melulu masalah antara suami dan istri menempatkan

dirinya dalam “peran domestik-publik”. Kesetaraan dalam rumah

tangga lebih daripada itu, yaitu kesetaraan dalam relasi

antara suami dan istri. Kendatipun terdapat pembagian peran

domestik-publik antara suami dan istri, namun keduanya harus

menjalankan perannya tersebut dengan lebih demokratis. Dengan

tujuan tersebut, maka majalah Dunia Wanita mencoba berbagi

informasi informasi kepada para pembaca yang notabennya

perempuan mengenai apa yang seharusnya mereka sadari sebagai

haknya dalam rumah tangga sehingga tercipta keharmonisan.

Sebagai ibu rumah tangga, pekerjaan domestik, seperti

mengurusi anak dan kebutuhan rumah tangga dan sebagainya tidak

17

Page 18: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

boleh dipandang sebagai pekerjaan yang rendah oleh perempuan.

Mereka harus bangga atas perannya tersebut karena peran yang

ia lakukan tidaklah mudah. Hal ini seperti yang diungkapkan

oleh Ida dalam tulisannya “Beratkah Pekerdjaan Seorang Ibu?”

sebagai berikut:

“Setiap hari pekerdjaan wanita itu sebagai ibu sangatbanjaknja. Hari2 pekerdjaan itu djuga jang dikerdjakan.Pekerdjaan bertimbun-timbun dan tidak pula habis2nja.Pagi – pagi sekali pukul 4 atau 4 anak jang ketjil sekalimenangis. [...] Tengah hari rusuh pula di dapur. Tengahmemasak datang pula tamu. Bagaimana? Harus diladenidjuga. [...].Dan djanganlah wanita Indonesia menjangkaatau menganggap bahwa pekerdjaan itu rendah, karenaanggapan seperti ini salah besar. [...]”46

Melihat hal tersebut, maka seharusnya laki – laki

menghargai juga pekerjaan perempuan dalam ranah domestik.

Apalagi saat perempuan juga aktif dalam ranah publik, ia harus

tetap profesional dalam tugas – tugasnya. Menurut S. Diah

dalam tulisannya, laki – laki tidak diperkenannkan untuk

menganggap perempuan sebagai alat dapur:

“[...] Untuk dapat memenuhi teriakan orang banjak ini,kita harus mempunjai sjarat2 jang tjukup dan sempurna.Dan sokongan dari kaum laki2, guna ikut serta membimbingdan mengadjak kaum wanita ke arah kemadjuan. Sebab kerdjasama antara laki2 dan wanita akan tampak pula padakemadjuan masjarakat. Djanganlah kaum laki2 menjerahkankewadjiban dapur sadja kepada para wanita, karena wanitabukan alat daput semata2. Tahukah, bahwa wanita lebihberat bebannja daripada laki2. Kenjataan, kewajibanwanita itu bermatjam2, seperti memomong putera2nja,mengurus rumah tangga, kadang2 bekerdja di kantor ataumengurus rumah tangga organisasi. Tetapi kaum laki2hindar dari memasak dan memomong puteranja. Inilah maka

46Ida, “Beratkah Pekerdjaan Seorang Ibu?”, dalam Dunia Wanita,No 18 Tahun II, 15 Maret 1950, hlm. 14-15.

18

Page 19: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

wanita tak dapat diabaikan begitu sadja. Dan mengertilahkaum laki2 akan kewadjiban wanita, bahwa wanita bukanalat dapur semata. [...]”47

Penghargaan atas peran domestik perempuan bukan merupakan

satu – satunya hal yang perlu dilakukan oleh laki – laki,

namun penghargaan tersebut dapat pula diwujudkan dalam sebuah

bentuk tindakan. Hal ini sebagai bentuk adanya kesetaraan

relasi, bahwa saat relasi itu setara, maka kendatipun terdpat

pembagian peran antara suami dan istri dalam rumah tangga,

penyelesaian tugas peran tersebut akan dilakukan dengan lebih

cair.

Idealisasi keluarga dalam menyelesaikan tugas untuk

mengurus anak dituangkan dalam artikel yang diambil dari The

Parent Magazine diterbitkan oleh Dunia Wanita dengan judul “Untuk

Mendjadi Ajah Sedjati”. Artikel tersebut merupakan bentuk

idealisasi seorang suami bagi seorang istri untuk bekerjasama

dalam mengurus anak. Hal ini agar saat anak tumbuh, ia tidak

hanya mendapat kasih sayang dan dekat dengan ibunya, namun

juga dengan ayahnya. Upaya tersebut dilakukan agar terjadi

kedekatan emosional di dalam keluarga tersebut.

“Seorang ajah angkatan sekarang mudah mendjadi seorangajah jang ditjintai oleh dan bertanggung djawab terhadapanak2nja. Ia lebih banjak mengurus baji2nja daripada apajang telah dikerdjakan orang tuanja terhadap dirinja;bahkan ia tak segan2 menukar lampin bajinja. Banjak pulaajah sekarang jang bersedia memandikan bajinya.[...] Siajah harus pandai mengetahui, menjesuaikan diri danmempunjai pandangan kedepan, supaja dapat mengikutiperobahan2 itu. Bila ia ta’ dapat mengikuti perobahan ini,maka ada kemungkinan, bahwa anaknja akan mengalami masa2

47S. Diah, “Wanita Bukan Alat Dapur”, dalam Dunia Wanita, No.26 Tahun II , 1 September 1950, hlm. 14.

19

Page 20: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

jang tidak tjotjok dengan perawakannja sementara ia balig.[...]”48

Mengenai kesetaraan relasi sebagai seorang individu, baik

istri dan suami harus saling menghargai, termasuk dalam

memberikan waktu untuk beristirahat. Hal ini tertuang dalam

sebuah artikel yang berjudul “Seorang Ibupun Memerlukan

Istirahat”, di mana suami sepatutnya memperhatikan dan

menghargai diri seorang istri sebagai individu untuk dapat

memiliki waktu dalam “menikmati dan merasakan” dirinya

sendiri, sementara itu suami dapat menyelesaikan tugas – tugas

dari istrinya tersebut sebagai bentuk kasih sayang dan

membahagiakan istrinya.

“[...] Manakala si ibu dapat berdjalan2 dengan anak2,maka kepala keluarga menjiapkan makanan. [...] Kegembiraandan terimakasih akan bertjermin pada mukanja [...]49

Cara lain untuk dapat untuk saling menghargai satu sama

lain sebagai seorang individu ialah dengan mengetahui apa yang

harus ia lakukan untuk menyenangkan pasangannya. Untuk dapat

“menghegemoni” suaminya, Ida menyarankan agar istri harus bisa

memahami suami dengan baik, seperti berbicara pada saat yang

tepat dan dengan bahasa yang halus tanpa ada nada memerintah.50

Ukuran suami yang patut dibanggakan oleh istri ialah yang

dapat menghormati keluarga istri, tidak tempramen, tidak

banyak omong, menjaga kebersihan dan kesehatannya serta48Lihat gambar 4 pada lampiran. NN, “Untuk Mendjadi Ajah

Sedjati”, dalam Dunia Wanita, No.30 Tahun II, 15 Desember 1950,hlm. 14 dan 18.

49Nj. J.C. Kimball, “Seorang Ibupun Memerlukan Istirahat”,Dunia Wanita No. 9 Tahun IV, 1 Mei 1952, hlm. 5 dan 18.

50Ida, “Isteri”, dalam Dunia Wanita, 1 Juli 1949 tahun ke I,no. 2, hlm. 19.

20

Page 21: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

pekerja keras.51 Sebuah karikatur menggambarkan istri yang

mencoba memahami keinginan suaminya dengan memasak masakan

yang disukainya, namun suami tidak dapat mengontrol dirinya

dengan baik sehingga tampil beratakan dan tidak memikirkan

makanan untuk anak dan istrinya.52

Demi menciptakan keluarga yang harmonis, majalah Dunia

Wanita pun memberikan kesempatan kepada para pembacanya untuk

menuliskan apa yang menjadi persoalan dalam rumah tangga dan

harapannya dalam rubik “Suara Seorang Suami dan Harapan

Istri”. Pemberian ruang tersebut merupakan sebuah bentuk

pemberian demokrasi kepada para pembaca untuk mengungkapkan

apa yang mereka pikirkan. Selain itu tulisan tersebut dapat

pula menjadi sebuah pembelajaran bagi para pembaca lainnya.

Beberapa curahan hati tersebut berasal dari pembaca

berinisial M. R. dan ST. R menceritakan pengalaman rumah

tangganya yang kacau akibat tidak dipahaminya emansipasi dan

kebebasan baik untuk suami maupun istri dengan benar. Untuk

itu mereka berharap agar suami maupun istri dapat menggunakan

hak kesetaraan dengan baik dan saling menjaga kepercayaan satu

sama lain karena jika tidak dipahami justru akan menimbulkan

percecokan dan bahkan perceraian.53 Berbeda dengan itu, O.R.M.

menginginkan agar istrinya dapat menjaga penampilan meskipun

sudah memiliki anak dan sibuk dengan pekerjaannya, sedangkan

M.S. menginginkan suaminya agar mengerti dengan tidak sering

51Ida, “Banggakah Njonja Melihat Suami Njonja?”, dalam DuniaWanita, 1 Juli 1949 tahun ke I, no. 2.52 Lihat gambar 3 pada lampiran, Dunia Wanita, No.30 Tahun II, 15Desember 1950, hlm. 11.

53 M.R. dan ST. R. Dunia Wanita, No. 1 Tahun IX, 1 Januari1957, hlm. 13 dan 17.

21

Page 22: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

membawa banyak temannya bertamu di rumah, karena selain ia

harus terus mengurusi tamu tersebut, pengeluaran untuk suguhan

pun mengurangi keuangan rumah tangga di saat sedang krisis.54

Suharti di Medan mengeluh karena suaminya sangat rewel dan

galak terhadap anak – anaknya, sedangkan Suami X mengeluhkan

istrinya yang kurang berpendidikan.55

Ketimpangan antara hak suami-istri masing sering terjadi

dalam rumah tangga. Yanti, Seorang pembaca Dunia Wanita

mempertanyakan kedudukan suami istri dalam rumah tangga yang

menurutnya tidak seimbang. Istri dituntut untuk memahami

suami, namun tidak sebaliknya. Istri yang meninggalkan suami

dianggap tidak bersusila rendah, namun tidak sebaliknya.56

Pelimpahan masalah rumah tangga sebagai perempuan yang tidak

dapat mengurus rumah tangganya juga diungkapkan oleh seorang

ustadz bahwa perceraian ialah akibat kelalaian istri sehingga

perempuan harus diingatkan dan diajari moral dengan baik. Hal

tersebut menurut Ida merupakan sebuah kemunduran, di mana hak

dan kewajiban istri ialah hanya untuk memuaskan suaminya.

Permasalahan – permasalahan yang ada bukanlah semata – mata

tanggung jawab perempuan, namun tanggung jawab masyarakat,

yang di dalamnya ada perempuan juga laki – laki. Caranya ialah

dengan bersama – sama memperbaiki moral masyarakat melalui

54 O.R.M. dan M.S., Dunia Wanita, No. 3 Tahun IX, 1 1957, 1Februari 1957, hlm. 9 dan 21.

55 Ny. Suharti dan Suami X, Dunia Wanita, No. 4 Tahun IX, 15Februari 1957, hlm. 18 dan 19.

56 Sukeni, “Suami-Istri”, dalam Dunia Wanita, tahun ke 2 no.26, 1 September 1950, hlm. 17.

22

Page 23: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

agama, suami memberi kesempatan kepada istri berorganisasi

untuk menambah wawasannya dan bermasyarakat.57

Lagipula perceraian dalam rumah tangga bukanlah sesuatu

yang salah. Menurut Sukeni jika suami istri memang sudah tidak

memiliki kecocokan, maka perceraian dapat dilakukan daripada

memberatkan kedua belah pihak. Bahkan menurutnya, istri boleh

meminta cerai pada suaminya jika memang suaminya tidak berlaku

baik padanya karena itu adalah bagian dari hak perempuan.58

Perempuan harus sadar akan haknya, karena meskipun ia

dilindungi oleh hukum negara dan agama jika ia tidak

memahaminya dan menerapkan pada dirinya, maka ia akan

selamanya ditindas. Pada gambar 3 dalam lampiran digambarkan

bahwa laki – laki yang sudah sadar emansipasi sekalipun

seringkali membatasi kebebasan istrinya untuk

mengaktualisasikan dirinya. Akhirnya si istri berinisiatif

untuk mengabaikan apa yang diinginkan suaminya tersebut karena

ia merasa memiliki hak untuk berpendapat.59

Mengenai persamaan hak asasi, sesama perempuan pun harus

saling dapat menghargai, terutama dalam kasus poligini. Jika

poligini terlanjur terjadi, maka hal itu harus berjalan dengan

cara yang damai, di mana sesama istri harus saling menghormati

satu sama lain.60 Laki – laki yang melakukan poligini harus

57Ida, “Berilah Hak-hak Kaum Wanita”, dalam Dunia Wanita, No.26 Tahun II, 1 September 1950, hlm. 9-10.

58Sukeni, “Soal Pertjeraian, Perlukah Mendjadi PerhatianWanita?”, dalam Dunia Wanita, No. 18 Tahun II, 15 Maret 1950,hlm. 11.

59Lihat gambar 5 pada lampiran. “Masjarakat MengharapkanTenaga Wanita Djuga”, dalam Dunia Wanita, , No.12-13 Tahun IV, 15Juli 1952, hlm. 9.

23

Page 24: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

izin pada istri yang sebelumnya.61 Pro dan kontra poligini pun

dibahas kembali, bahwa poligini boleh saja dilakukan selama

itu tidak merugikan perempuan, namun yang kontra menganggap

bagaimanapun juga poligini merupakan bentuk perbudakan

terhadap perempuan. S.K. Trimurti sebagai pihak yang pro

mengungkapkan bahwa poligini harus memenuhi syarat, yaitu

istri kedua harus berpendidikan dan keibuan. Hal tersebut

sebagai indikator bahwa istri baru itu dapat menjalin hubungan

baik dengan istri sebelumnya serta anak – anaknya. Namun pihak

yang kontra tetap saja menilai poligini sebagai perbudakan

terhadap perempuan dan bukan ciri perempuan yang maju.62

Poligini dianggap akan mengacaukan keharmonisan rumah tangga.63

Dalam sebuah artikel yang sangat panjang ditulis oleh

Dharmawati dengan judul “Rumah Tangga Saja?” terdapat sepuluh

anjuran yang perlu diperhatikan untuk mencapai rumah tangga

yang harmonis. Artikel ini dapat dikatakan bentuk lengkap atas

beberapa artikel yang sidajikan sebelumnya mengenai apa – apa

yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut:

“Sekedar pedoman menudju suasana rumah tangga jangdamai, baiklah kami tjatetkan disini beberapa petundjuk,jang tentunya dapat ditambah dan dikurangi. [...] antara

60 Siti Danilah St. M, “Penderitaan Wanita”, dalam DuniaWanita, No. 18 Tahun II, 15 Maret 1950, hlm. 3 dan 20.

61 NN, “Dilarang Beristeri Dua dengan Tidak Seizin IsteriTua, Perkawinan Mesti Merupakan Persetujuan Kedua BelahPihak”, Dunia Wanita, No. ? Tahun III, 15 Mei 1951, hlm. 9.

62NN, “Pro dan Contra Poligami, Poligami Menjamin Wanita?Prakteknya Poligami Berakibat Wanita Diperbudak”, dalam DuniaWanita no. 1 tahun ke III, 1 Januari 1951, hlm.6 dan 21.

63 Lihat gambar 6 pada lampiran yang menunjukkanketidakharmonisan saat poligini terjadi. Siti Danilah St. M,“Penderitaan Wanita”, dalam Dunia Wanita, No. 18 Tahun II, 15Maret 1950, hlm. 3.

24

Page 25: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

suami dan istri sebainja dalam semua soal berterusterang. Kalau ada tindakan masing2 jang buat satu pihakdianggapnja tidak tepat njatakan setjara terus terang.[...] Baik suami maupun isteri harus menundjukanpenghargaan dan kedjernihan muka (ramah taman) dalammenerima kedatangan keluarga kedua belah pihak. [...]Buat seorang suami, walaupun bagaimana sekalipun sibuknjaharus diambil waktu untuk menghibur isteri diluar rumah,misalnja menonton atau ber-djalan2. [...]. Kalau suamipulang dari perdjalanan, terutama perdjalanan keluar kotaharuslah pulangnja membawa oleh2 [...] demikian djugasebaliknja. [...] Baik isteri maupun suami, djikamenerima pemberian misalnja cadeau sewaktu hari ulangtahun salah satu pihak, harus menerimanja dengan gembira.[...] Walaupun isteri dapat membeli dan memilih sesuatujang dianggapnja perlu, tetapi dia lebih puas kalau dalammembeli itu dapat meminta pertimbangan suaminja [...]demikian pun sebaliknja. [...] Baik suami maupun istridjangan terpengaruh dengan kemewahan orang lain, sehinggadapat mendjadi pikiran salah satu pihak. [...] Kalausuami kembali dari pekerdjaan, sitri harus bersih dangembira [...] demikian djuga kalau suami akan pergi kepekerdjaan. Buat suami harus diperlihatkan kegembiraanatas sambutan atau antaran isteri ketika kembali untukpergi ke pekerdjaan itu. [...] Baik suami maupun isteridjangan mengganggu djika dilihat suami sedang bekerdja,atau ada tamu jang sedang diladeni. Djika untuk mengambilsesuatu uruslah sendiri [...] baik suami maupun isteridjika akan pergi meninggalkan rumah, harus memberitahukepada jang tinggal. [...] Kalau istri maupun suamisakit, oleh pihak yang sehat harus ditunjukkan rawatanjang bisa memuaskan jang sakit. [...] Demikianlah sekedarpedoman singkat untuk menudju kepada kedamaian dalamrumah tangga. [...]”64

Dari sepuluh hal tersebut dapat disimpulkan bahwa antara

suami dan istri yang ideal ialah yang dapat menjadi partner

64Lihat gambar 2 pada lampiran, di mana suami mengajakistrinya jalan-jalan. Dharmawati, “Rumah Tangga Saja?”, dalamDunia Wanita, No. 3 Tahun VI, Februari 1954., hlm. 5 dan 16.

25

Page 26: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

dan orang tua yang baik dengan terlibat langsung mengurus anak

dan rumah tangganya, mengerti cara untuk menghargai satu sama

lain, baik sebagai suami-istri maupun individu yang merdeka.

Beberapa artikel yang diambil dari majalah Dunia Wanita

kurang lebih dapat mencerminkan mengenai ide kesetaraan relasi

antara laki – laki dan perempuan di dalam rumah tangga yang

merupakan bentuk ideal sebuah keluarga versi majalah Dunia

Wanita. Rumah tangga yang ideal dan dapat menciptakan

keharmonisan rumah tangga yang di dalamnya terdapat rasa

tanggung jawab bersama antara suami dan istri, sehingga mereka

harus bekerjasama dalam menjalankan rumah tangga tersebut.

Jadi masalah – masalah dalam rumah tangga, seperti mengurus

anak, mengurus rumah, menyelesaikan masalah dan berpendapat

merupakan tanggung jawab bersama dalam relasi yang setara. Hal

ini seperti yang diidamkan oleh feminis Radikal-Kultural,

Marilyn French yaitu masyarakat yang androgini, di mana setiap

individu laki – laki dan perempuan di dalamnya dapat merangkul

nilai feminin, yaitu kemauan untuk saling menjaga setara dalam

rasa saling memiliki dan status.65

Timbul dan Tenggelam, Termakan Politik

Wacana kesetaraan relasi dalam keluarga yang diberikan

oleh majalah Dunia Wanita lambat laun mengalami penggeseran isu

dari majalah itu sendiri. Hal ini ditandai dengan

menghilangnya beberapa rubik dan artikel yang membahas

mengenai tema tersebut. Rubik “Untuk Wanita Sadja” sempat

ditiadakan pada terbitan tahun 1950. Redaksi tidak menjelaskan

65Rosemarie Putnam Tong, ibid, hlm. 8126

Page 27: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

mengenai penghilangan rubik tersebut, namun sepertinya rubik

tersebut menuai kesalahpahaman pada pembaca laki – laki

seperti yang dijelaskan oleh redaksi sebagai berikut:

“Banjak orang laki – laki tidak mengerti maksud “D.W.”tentang iklan – iklan yang dimuat di surat – surat chabartentang satu rubiek jang kami harap djangan dibatja olehlaki-laki. Sangka mereka semua isi madjallah itu dilarangdibatja oleh laki – laki. Untuk mendjaga supaya djanganterdapat salah paham, maka perlu kami terangkan di sinibahwa “Dunia Wanita” bukan tidak boleh dibatja laki – lakitetapi di dalam madjallah itu ada satu rubiek jang hanjauntuk WANITA sadja, jang mana kalau boleh djangan dibatjaoleh laki – laki, karena di dalemnja dibitjarakan soalperempuan sadja yang tidak perlu diketahui laki-laki.[...]66

Rubik “Untuk Wanita Sadja” kembali muncul pada edisi No.

24 Tahun ke IV 15 Desember 1952 dalam isi yang lebih banyak.67

Pada edisi No. 1 tahun ke IX 1 Januari 1957 muncul rubik yang

memberikan kolom semacam surat terbuka dari pembaca yang

dikategorikan sebagai “Harapan Istri” dan “Suara Seorang

Suami” sebagai jalan untuk mengutarakan pendapat dan apa yang

ia alami dalam rumah tangganya dan ingin dibagi kepada pembaca

Dunia Wanita. Sayangnya rubik tersebut pun tak berlangsung lama,

hanya bertahan pada edisi No. 7 tahun ke IX 1 April 1957 dan

menghilang tanpa penjelasan dari redaksi majalah Dunia Wanita.

Karikatur yang berisi sindiran dan ide – ide kesetaraan pun

menghilang dan digantikan dengan karikatur yang bersifat

humor. Setelah saat itu, ide mengenai kesetaraan relasi dalam

keluarga di majalah Dunia Wanita terus menglami penurunan dan

hilang perlahan digantkan dengan isu yang lain, seperti

66Dunia Wanita, No. 2 Tahun 1, 1 Juli 1949, hlm. 22.67Dunia Wanita, No. 24 Tahun ke IV 15 Desember 1952, hlm. 8-9.

27

Page 28: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

politik dan keterlibatan perempuan dalam masyarakat. Hal ini

berkitan dengan sepak terjang perempuan dalam dunia politik

pada masa demokrasi terpimpin yang ditandai dengan masuknya

Gerwani dalam kancah politik yang membuat mereka menjadi

terkotak – kotak dan saling bersaing sehingga lupa akan

perjuangan kepentingan feminis mengenai ide kesetaraan gender

itu sendiri.68

Kesimpulan

Dalam Dunia Wanita, keluarga ideal yang menciptakan suasana

harmonis dapat tercapai jika suami dan istri dilibatkan dalam

seluruh tugas dan menyelesaikan bersama masalah rumah tangga

serta saling menghargai pribadi masing – masing. Di dalam

keluarga diciptakan suasana demokratis, di mana pendapat dan

pemikiran masing – masing dihargai dan dipertimbangkan. Itulah

salah satu bentuk kesetaraan yang terkadang dilupakan saat

kesetaraan selalu diartikan sebagai pencapaian posisi dalam

ranah publik. Ini pula yang ditekankan oleh feminis kultural,

bahwa kesetaraan relasi merupakan hal pokok yang harus

dicapai, apapun peran yang dimainkan oleh perempuan maupun

laki – laki. Jika kesetaraan relasi telah tercapai, maka tugas

akibat pembagian peran akan dapat lebih cair untuk dikerjakan.

Masalah rumah tangga yang menampilkan ide kesetaraan

menjadi bagian yang menarik dalam konteks tahun 1950-an dalam

tulisan – tulisan yang dimuat dalam majalah Dunia Wanita. Hal68Menurut Saskia E. Wieringa keterlibatan perempuan dalam

dunia politik yang dikuasai oleh sayap kiri membuat merekamenjadi terkotak – kotak dan saling bersaing sehingga lupaakan perjuangan kepentingan feminis mengenai ide kesetaraangender itu sendiri. Saskia E. Wieringa, hlm. 278-279.

28

Page 29: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

tersebut menunjukkan bahwa pada masa demokrasi liberal dan

penjaminan hak berpendapat diberikan oleh negara dimanfaatkan

betul oleh perempuan melalui majalah Dunia Wanita ini dalam

menyuarakan pendapatnya mengenai partisipasi istri dan suami

secara setara dalam rumah tangganya untuk mencapai

keharmonisan. Inilah bentuk negoisasi perempuan yang tidak

dapat dilihat oleh Saskia mengenai kesetaraan relasi antara

suami dan istri dalam rumah tangga.

Demikianlah ide kesetaraan dalam rumah tangga yang

disuarakan Dunia Wanita pada tahun 1950-an. Sesuai dengan

tujuannya, yaitu memberikan pengetahuan untuk kemajuan

perempuan. Kemajuan perempuan tidak harus selalu mengenai

kesetaraan perempuan dan laki - laki dalam ranah publik, baik

berpolitik dan bersosial, namun juga dari kemajuan pada rumah

tangganya sendiri. Perempuan dan laki – laki bersama – sama

dalam relasi yang setara membangun keluarga yang harmonis.

Daftar Pustaka

Peraturan Pemerintah

Undang – undang Dasar Republik Indonesia 1945, MajelisPermusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, 2006.

Buku

Bedjo Riyanto, Iklan Surat Kabar dan Perubahan Masyarakat di Jawa MasaKolonial (1870 -1915). Yogyakarta: Tarawang Press, 2000.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Badan Penelitian danPengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, Pendidikan di Indonesia1900-1940, 1977

29

Page 30: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

Gouda, Frances,. Dutch Culture Overseas: Praktik Kolonial di Hindia Belanda1900-1942. Jakarta: Serambi, 2007.

Jones, Pip., Pengantar Teori – teori Sosial: Dari Teori Fungsionalisme hinggaPost modernisme. Jakarta: Obor, 2010.

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2012.

Nani Soewondo, Kedudukan Wanita Indonesia dalam Hukum dan Masyarakat.Jakarta: Ghalia Indoneisa, 1984.

Pudjiwati Sajogyo, Peranan Wanita dalam Perkembangan Masyarakat Desa.Jakarta: CV. Rajawali, 1985.

Taufik, Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia. Jakarta: TrinityPress, 1977.

Tong , Rosemarie Putnam., Feminist Thought:Pengantar PalingKomprehensif kepada ArusUtama Pemikiran Feminis, alih bahasa AruariniPriyatna Prabasmoro. Yogyakarta, Jalasutra.

Saparinah Sadli, Berbeda tapi Setara: Pemikiran Tentang Kajian Perempuan.Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010.

Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah PergerakanNasional, dari Kolonialisme sampai Nasionalisme. Jakarta: GramediaPustaka Utama, 1992.

Sukarno, Sarinah: Kewajiban Wanita dalam Perjuangan Republik Indonesia.Djogjakarta: Panitya Penerbit Buku – buku Karangan PresidenSukarno, 1963.

Vreede-De Steurs, Cora,. Sejarah Perempuan Indonesia: Gerakan danPencapaian. Jakarta: Komunitas Bambu, 2008.

Wieringa, Saskia E., Penghancuran Gerakan Perempuan Indonesia.Jakarta: Garba Budaya dan Kalyanamitra, 1999.

Artikel

30

Page 31: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

Mary Hancock, “Gendering the Modern: Women and Home Science inBritish India”, dalam Antoinette Burton, Gender, Sexuality andColonial Modernities”. New York: Routledge, 2005.

Hatley, Barbara dan Susan Blackburn, “Representations ofWomen’s Roles in Household and Society in IndonesianWomen’s Writing of the 1930s”, dalam Juliette Koning, dkk

(ed.s), Women and Households in Indonesia: Cultural Notions and SocialPractices. NIAS in Asian Topics: Curzon, 2000.

Jakob Sumardjo, “Perempuan Indonesia dan Kesustraannya”, dalamMayling Oey-Gardiner, dkk (ed.s), Perempuan Indonesia: Dulu danKini. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1996.Ratna Saptari, “Women, Family and Household: Tensions inCulture and Practice”, dalam Juliette Koning, dkk (ed.s),Women and Households in Indonesia: Cultural Notions and Social Practices.NIAS in Asian Topics: Curzon, 2000.

Ruth Indiah Rahayu, “Konstruksi Historiografi FeminismeIndonesia dari Tutur Perempuan”,makalah dalam WorkshopHistoriografi Indonesia: di antara Historiografi Nasional dan Alternatif, PusatStudi Sosial Asia Tenggara UGM dan Australia Research Council,Hotel Yogya Plaza, Yogyakarta, 2-4 Juli 2007.

Karya Ilmiah

Elsye Meilani, Majalah Dunia Wanita 1949-1950, Suatu Jembatan MenujuKemajuan Wanita, skripsi Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya,Universitas Indoneisa, 1996

Huijzer, Adriane., “Indonesian Women as Agents in a ChangingColonial Society, 1900 1942” tesis S2, Vrije Universiteit,Amsterdam.

Widya Fitria Ningsih, “Perempuan dalam Iklan Media Cetak diJawa pada Masa Kolonial (1900-1942), skripsi Jurusan SejarahFakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, 2008.

Majalah

Dunia Wanita, No.1 Tahun I, 15 Juni 1949

Dunia Wanita, No. 2 Tahun 1, 1 Juli 1949

31

Page 32: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

Dunia Wanita, No. 18 Tahun II, 15 Maret 1950

Dunia Wanita, No 21 Tahun II, 1 Juni 1950

Dunia Wanita, No. 26 Tahun II, 1 September 1950

Dunia Wanita, No.30 Tahun II, 15 Desember 1950

Dunia Wanita, No. 1 tahun ke III, 1 Januari 1951

Dunia Wanita, No. ? Tahun III, 15 Mei 1951

Dunia Wanita, No. 9 Tahun IV, 1 Mei 1952

Dunia Wanita , No.12-13 Tahun IV,15 Juni 1952

Dunia Wanita, No.12-13 Tahun IV, 15 Juli 1952

Dunia Wanita, No. 24 Tahun IV 15 Desember 1952

Dunia Wanita, No. 3 Tahun VI, Februari 1954

Dunia Wanita, No. 1 Tahun IX, 1 Januari 1957

Dunia Wanita, No. 3 Tahun IX, 1 1957, 1 Februari 1957

Dunia Wanita, No. 4 Tahun IX, 15 Februari 1957

Internet

kamusbahasaindonesia.org/majalah, diakses pada 13 Juni 2014,

pukul 21:13 WIB.

kbbi.web.id/kodrat, diakses pada 20 September 2014, pukul03:56 WIB.

Lampiran

32

Page 33: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

Gambar 1. Soeara Aisjijah, vol. 7, no. 12, Agustus 1932, dalam

Adriane Huijzer.

Gambar 2. Suami mengajak istrinya jalan – jalan.

Gambar 3. “Serba Salah”

33

Page 34: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

Gambar 4. Keterlibatan suami dan istri dalam mengurus

anaknya.

Gambar 5. “Masjarakat Mengharapkan Tenaga Wanita Djuga”

Gambar 6. Saat suami poligini, seringkali anak dan istri

yang lama ditelantarkan.

34

Page 35: Perempuan Bicara dalam Majalah Dunia Wanita: Wacana Kesetaraan Gender dalam Keluarga di Indonesia tahun 1950-an

Gambar 7. Ani Idrus, pendiri majalah Dunia Wanita

35