1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MOROWALI NOMOR 10 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOROWALI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MOROWALI TAHUN 2012 – 2032 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOROWALI Menimbang Mengingat : : a. b. c. d. 1. 2. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Morowali, dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu disusun rencana tata ruang wilayah; bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha; bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah No.26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka perlu penjabaran ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Morowali dengan Peraturan Daerah. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perubahan kedua; Undang-undang Nomor 51 tahun 1999 tentang pembentukkan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali, dan Kabupaten Banggai Kepulauan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 179, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3900) sebagaimana telah diubah dan disempurnakan dengan
58
Embed
PERDA NOMOR 10 TAHUN 2012 - tataruangpertanahan.comtataruangpertanahan.com/.../perda/rtrw/kab/kab_morowali_10_2012.pdf · TAHUN 2012 – 2032 . 3 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
LEMBARAN DAERAH
KABUPATEN MOROWALI
NOMOR 10 TAHUN 2012
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOROWALI
NOMOR 10 TAHUN 2012
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MOROWALI
TAHUN 2012 – 2032
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI MOROWALI
Menimbang
Mengingat
:
:
a.
b.
c.
d.
1.
2.
bahwa untuk mengarahkan pembangunan di
Kabupaten Morowali, dengan memanfaatkan ruang
wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi,
selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pertahanan keamanan, berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 perlu disusun rencana tata ruang wilayah;
bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan
pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat
maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan
lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan
pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha;
bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 26
tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan
Pemerintah No.26 tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional, maka perlu penjabaran ke
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu menetapkan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Morowali
dengan Peraturan Daerah.
Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 perubahan kedua;
Undang-undang Nomor 51 tahun 1999 tentang
pembentukkan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali,
dan Kabupaten Banggai Kepulauan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 179, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3900)
sebagaimana telah diubah dan disempurnakan dengan
2
3.
4.
5.
6.
7.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2000 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 223;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3966);
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4833);
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2010 tentang
Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5160);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MOROWALI
Dan
BUPATI MOROWALI
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOROWALI TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MOROWALI
TAHUN 2012 – 2032
3
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Morowali.
2. Kepala Daerah adalah Bupati Morowali.
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Morowali.
4. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang
udara termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
kelangsungan kehidupannya.
6. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
7. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
8. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.
9. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budidaya.
10. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
11. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.
12. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan
ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
13. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan
pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
14. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
15. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan/atau aspek fungsional.
16. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.
17. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam
dan sumberdaya buatan.
18. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam,
sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.
19. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
4
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.
20. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial dan kegiatan ekonomi.
21. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional
terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara,ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan
sebagai warisan dunia.
22. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
provinsi terhadap ekonomi, social, budaya dan/atau lingkungan.
23. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.
24.Kawasan pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara Nasional
yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.
25.Kawasan Peruntukan Pertambangan yang selanjutnya disebut KPP adalah
wilayah yang memiliki sumber daya bahan galian yang berwujud pada, cair
dan gas berdasarkan peta atau data geologi dan merupakan tempat
dilaksanakan seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi
Penyelidikan Umum, Eksplorasi, Operasi-Produksi, dan pasca tambang baik
di wilayah darat maupun perairan serta tidak dibatasi oleh wilayah
administrasi;
26.Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau
beberapa kabupaten/kota.
27. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau
beberapa kecamatan.
28. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah kawasan
perkotaan yang dipromosikan untuk menjadi PKL.
29. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau
beberapa desa.
30. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.
31. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan
tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air,
kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
32. Sistem Jaringan Jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah
yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis.
5
33. Sumber Daya Air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di
dalamnya.
34. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya
kurang dari atau sama dengan 2.000 Km2.
35. Cekungan Air Tanah (CAT) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.
36. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
37. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non
pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.
38. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
39.Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD
adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di
Kabupaten Morowali dan mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam
koordinasi penataan ruang di daerah.
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang
Pasal 2
Penataan ruang Kabupaten Morowali bertujuan untuk mewujudkan ruang
wilayah yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berbasis potensi
sumber daya alam maupun sumber daya manusia dengan dukungan sarana dan
prasarana wilayah yang memadai.
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang
Pasal 3
Kebijakan penataan ruang Kabupaten Morowali, terdiri atas:
a. Pengembangan wilayah berbasis konsep agropolitan dan minapolitan yang
berorientasi pada sumberdaya lokal dan kebutuhan pasar;
b. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia di bidang pertanian dan kelautan,
serta bidang-bidang pendukungnya;
c. Peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi wilayah darat maupun laut dan pulau-pulau kecil secara merata dan
berhirarki yang menunjang system produksi hasil pertanian, perikanan laut
dan pelayanan dasar masyarakat;
d. Pengembangan sumberdaya utama dan sumberdaya lainnya dengan
memperhatikan kesinambungan, daya dukung lahan, daya tampung kawasan;
dan
6
e. Pengembangan kawasan strategis Kabupaten yang mendukung bidang
pertanian dan perikanan.
f. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan Negara.
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang
Pasal 4
(1) Strategi mengembangkan wilayah berbasis konsep agropolitan dan
minapolitan yang berorientasi pada sumberdaya lokal dan kebutuhan pasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, terdiri atas :
a. Mengembangkan kawasan sesuai potensinya yang dihubungkan dengan
pusat kegiatan untuk mendukung agropolitan dan minapolitan dengan
komoditas yang berpotensi terhadap kebutuhan pasar tanpa mengabaikan
potensi sumber daya alam lainnya;
b. Mengembangkan sarana dan prasarana produksi pertanian dan perikanan
ke pusat-pusat pemasaran sampai terbuka akses ke pasar nasional;
c. Mengembangkan kawasan agropolitan dan minapolitan untuk mendorong
pertumbuhan kawasan perdesaan ;
d. Mengendalikan kawasan pertanian secara ketat;
e. Meningkatkan ketersediaan teknologi tepat guna;
f. Mengembangkan sistem usaha pertanian;
g. Meningkatkan perlindungan lahan pertanian dengan cara mencegah
terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke kegiatan lain; dan
h. Mengembangkan system pertanian yang terintegrasi dari hulu hingga hilir
dalam penyelenggaraan kegiatan agrobisnis, agroindustri dan agrowisata.
(2) Strategi peningkatan kualitas sumberdaya manusia di bidang pertanian
dan kelautan, serta bidang-bidang pendukungnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 huruf b, terdiri atas :
a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia yang bekerja
di sektor pertanian, kelautan, pariwisata, pertambangan dan bidang-
bidang pendukung lainnya;
b. Mengembangkan sistem usaha pertanian dan kelautan berbasis
masyarakat;
c. Meningkatkan motivasi masyarakat dalam melakukan usaha pariwisata
yang terintegrasi dengan program-program pengembangan pertanian dan
kelautan; dan
d. Meningkatkan penggunaan teknologi tepat guna.
(3) Strategi peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi wilayah darat maupun laut dan pulau-pulau kecil
secara merata dan berhirarki yang menunjang system produksi hasil
pertanian, perikanan laut dan pelayanan dasar masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, terdiri atas :
a. Meningkatkan interkoneksi antara kawasan perkotaan baik Kolonodale
sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), Pusat-Pusat Kegiatan Lokal
Prioritas (PKL) yaitu Kota Bungku, Pusat-Pusat Pelayanan Kawasan (PPK),
yaitu ibukota-ibukota kecamatan, maupun Pusat-pusat Pelayanan
Lingkungan (PPL), yaitu pusat-pusat permukiman yang tidak termasuk
dalam PKL maupun PPK, antara kawasan perkotaan dengan pusat-pusat
7
kegiatan kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dengan
wilayah sekitarnya, termasuk dengan pulau-pulau kecil;
b. Mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang potensial dan
belum terlayani oleh pusat pertumbuhan yang ada;
c. Mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan, khususnya daerah
pantai dan daerah irigasi teknis; dan
d. Mendorong kawasan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan agar lebih
produktif, kompetitif dan lebih kondusif untuk hidup dan berkehidupan
secara berkelanjutan, serta lebih efektif dalam mendorong pengembangan
wilayah sekitarnya, terutama PKW dan PKL.
(4) Strategi pengembangan sumberdaya utama dan sumberdaya lainnya dengan
memperhatikan kesinambungan, daya dukung lahan, daya tampung kawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d terdiri atas :
a. Meningkatkan motivasi masyarakat dalam melakukan usaha pariwisata
yang terintegrasi dengan program-program pembangunan kabupaten;
b. Mengembangkan sumberdaya-sumberdaya pertambangan potensial
dengan memperhatikan kesinambungan daya dukung dan daya tampung
lain;
c. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia di sektor
pariwisata dan pertambangan; dan
d. Meningkatkan infrastruktur, prasarana, sarana pariwisata dan
pertambangan.
(5) Strategi pengembangan kawasan strategis kabupaten yang mendukung bidang
pertanian dan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e terdiri
atas :
a. Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan
perekonomian kabupaten yang produktif, efesien, dan mampu bersaing
dalam perekonomian Nasional atau Internasional;
b. Pemanfaatan sumberdaya alam atau perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek) secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat;
c. Pelestarian dan peningkatan kualitas sosial dan budaya lokal yang
beragam;
d. Pengembangan kawasan tertinggi untuk mengurangi kesenjangan sosial
ekonomi budaya antar kawasan;
e. Menetapkan kawasan strategis kabupaten yang berfungsi lindung; dan
f. Mengendalikan pengembangan prasarana dan sarana di dalam dan di
sekitar kawasan strategis Nasional, Provinsi, maupun Kabupaten yang
dapat memicu perkembangan kegiatan budidaya.
(6) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e terdiri atas :
a. Mendukung penetapan kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan;
b. Mengembangkan kegiatan budi daya secara selektif di dalam dan di
sekitar kawasan pertahanan dan keamanan untuk menjaga fungsi dan
peruntukannya;
c. Mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budi daya tidak
terbangun disekitar kawasan pertahanan dan keamanan sebagai zona
8
penyangga yang memisahkan kawasan tersebut dengan kawasan budi
daya terbangun; dan
d. Turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan/TNI.
BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Morowali meliputi :
a. Pusat-pusat kegiatan;
b. Sistem jaringan prasarana utama; dan
c. Sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Rencana struktur ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Pusat-pusat Kegiatan
Pasal 6
(1) Pusat-pusat kegiatan yang ada di Kabupaten Morowali sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf a, terdiri atas :
a. PKW;
b. PKL;
c. PKLp;
d. PPK; dan
e. PPL
(2) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Kolonodale di
Kecamatan Petasia;
(3) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu Bungku di
Kecamatan Bungku Tengah dan Beteleme di Kecamatan Lembo;
(4) PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu Wosu di Kecamatan
Bungku Barat, Kaleroang di Kecamatan Bungku Selatan, dan Ulunambo di
Kecamatan Menui Kepulauan;
(5) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas:
a. Padei Darat di Kecamatan Menui Kepulauan;
b. Padei Laut di Kecamatan Menui Kepulauan;
c. Samarenga di Kecamatan Menui Kepulauan;
d. Bahodopi di Kecamatan Bahodopi;
e. Bahonsuai di Kecamatan Bumi Raya;
f. Lantula Jaya di Kecamatan Wita Ponda;
g. Tomata di Kecamatan Mori Atas;
h. Mayumba di Kecamatan Mori Utara;
i. Lembah Sumara di Kecamatan Soyo Jaya;
j. Baturube di Kecamatan Bungku Utara; dan
k. Tanasumpu di Kecamatan Mamosalato.
(6) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, terdiri atas :
9
a. Bente di Kecamatan Bungku Tengah;
b. Bahomohoni di Kecamatan Bungku Tengah;
c. Baho Ue di Kecamatan Petasia;
d. Puntari Makmur di Kecamatan Bumi Raya;
e. Salonsa Jaya di Kecamatan Wita Ponda;
f. Ronta di Kecamatan Lembo;
g. Ensa di Kecamatan Mori Atas;
h. Lembontonara di Kecamatan Mori Utara;
i. Bau Malino di Kecamatan Soyo Jaya;
j. Tokala atas di Kecamatan Bungku Utara; dan
k. Pandauke di Kecamatan Mamosalato.
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pasal 7
(1) Sistem jaringan prasarana utama yang ada di Kabupaten Morowali
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. Sistem jaringan transportasi darat;
b. Sistem jaringan transportasi laut; dan
c. Sistem jaringan transportasi udara.
(2) Sistem jaringan transportasi dan pusat-pusat kegiatan digambarkan dalam
peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.
Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 8
(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) huruf a, terdiri atas :
a. Jaringan jalan;
b. Jaringan prasarana lalu lintas;
c. Jaringan layanan lalu lintas;
d. Jaringan pelabuhan penyeberangan; dan
e. Jaringan rel kereta api.
(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. Jaringan Jalan Kolektor Primer K1 yang ada di Kabupaten Morowali,
terdiri atas :
1. Ruas jalan Kolonodale – Tompira;
2. Ruas jalan Tompira – Wosu;
3. Ruas jalan Wosu – Bungku;
4. Ruas jalan Bungku – Bahodopi;
5. Ruas jalan Bahodopi batas Provinsi Sultra;
6. Ruas jalan Tiwa’a (batas Kab. Poso) – Tomata;
7. Ruas jalan Tomata – Beteleme; dan
8. Ruas jalan Beteleme – Tompira.
b. Jaringan jalan Strategis Nasional (K2) yang ada di Kabupaten Morowali,
terdiri atas :
10
1. Ruas jalan Rata – Baturube; dan
2. Ruas jalan Pape – Tomata.
c. Jaringan jalan Kolektor K2 yang ada di Kabupaten Morowali, terdiri atas :
1. Ruas jalan pape – tomata;
2. Ruas jalan Malino – Tondoyondo;
3. Ruas jalan Kolonodale – Tondoyondo;
4. Ruas jalan Tondoyondo – Salubiru;
5. Ruas jalan Salobiro – S.P Baturube;
6. Ruas jalan Rata (KM. 753) – Baturube; dan
7. Ruas jalan Beteleme – Batas Sulsel.
d. Jaringan jalan Lokal Primer yang ada di Kabupaten Morowali, terdiri atas :
1. Ruas jalan Lamontoli – Matano;
2. Ruas jalan Salobiro – Lijo;
3. Ruas jalan Pandauke – Lijo;
4. Ruas jalan Peleru - Era;
5. Ruas jalan Korolama – Tiu;
6. Ruas jalan Tinompo – Onepute ;
7. Ruas jalan Padalaa – Torukuno;
8. Ruas jalan Kaleroang – Pulau Paku;
9. Ruas jalan Bungingkela – lingkar Pulau Paku;
10. Ruas jalan Lokombulo - Paku;
11. Ruas jalan Ensa - Lanumor;
12. Ruas jalan Tiu - Tontowea; dan
13. Ruas jalan Kaw. Trans Molino.
e. Jaringan jalan Lokal Sekunder yang ada di Kabupaten Morowali, terdiri
atas :
1. Ruas jalan Buleleng – Matarape;
2. Ruas jalan Tanakuraya – Salubiro;
3. Ruas jalan Lijo – Manyo’e;
4. Ruas jalan Manyo’e – batas Kabupaten Tojo Una-Una;
5. Ruas jalan Tiwa’a – Peleru;
6. Ruas jalan Tontowea – Era;
7. Ruas jalan Peleru - Malino;
8. Ruas jalan Mondowe - Sampalowo;
9. Ruas jalan Ulunambo - Torukuno;
10. Ruas jalan Ulunambo - Ngapaea;
11. Ruas jalan Ulunambo - Buranga;
12. Ruas jalan Beteleme – Petumbea;
13. Ruas jalan Ensa - Peonea;
14. Ruas jalan Lemboroma - Korwou;
15. Ruas jalan Ungkaya - Moahino;
16. Ruas jalan Sp.3 Jln. Propinsi – Lembo Baru;
17. Ruas jalan Ululere – batas Sulawesi Selatan;
18. Ruas jalan Kolono - Ululere;
19. Ruas jalan Sp.3 Jl Negara – Pir Lembobaru;
20. Ruas jalan Sp3. Jl. kabupaten – Lembo Belala;
21. Ruas jalan Parilangke- Harapan Jaya;
22. Ruas jalan Bahonsuai – Beringin Jaya;
11
23. Ruas jalan Atananga – Limbo Makmur;
24. Ruas jalan Pebatae – Lambelu ;
25. Ruas jalan Kampong Baru – Pontari Makmur;
26. Ruas jalan Sampeantaba A – Lantula Jaya;
27. Ruas jalan Sampeantaba B – Lantula Jaya;
28. Ruas jalan Emea – Bumi Harapan;
29. Ruas jalan Pir karet – beteleme;
30. Ruas jalan Kaw. Trans Tananagaya;
31. Ruas jalan Kaw. Trans Margamulya;
32. Ruas jalan Kaw. Trans Harapan Jaya;
33. Ruas jalan Kaw. Trans Beringin Jaya;
34. Ruas jalan Kaw. Trans Lembomakmur;
35. Ruas jalan Kaw. Trans Pontarimakmur;
36. Ruas jalan Kaw. Trans Lantula Jaya;
37. Ruas jalan Kaw. Trans Bumi Harapan;
38. Ruas jalan Kaw. Trans Solonsa Jaya;
39. Ruas jalan Kaw. Trans Molores;
40. Ruas jalan Kaw. Trans Bahomakmur;
41. Ruas jalan Kaw. Trans Makarti jaya;
42. Ruas jalan dalam kota Kolonodale;
43. Ruas jalan dalam kota Bungku;
44. Ruas jalan dalam kota Beteleme;
45. Ruas jalan dalam kota Tomata;
46. Ruas jalan dalam kota Baturube;
47. Ruas jalan dalam kota Wosu;
48. Ruas jalan dalam kota Kaleroang;
49. Ruas jalan dalam kota Ulunambo;
50. Ruas jalan Pebatae - Umbele;
51. Ruas jalan Pebatae - Pebotoa;
52. Ruas jalan Sp.3 Ambunu - Margamulya;
53. Ruas jalan Tanasumpu - Pandauke;
54. Ruas jalan Sp.3 Jl. Propinsi – Kolo Bawah;
55. Ruas jalan TANA Kuraya - Makoto;
56. Ruas jalan Sp.3 Jl. Negara – Bimor Jaya;
57. Ruas jalan Bintangor – Bimor Jaya;
58. Ruas jalan Uedago Lingkar Atas - Emea; dan
59. Ruas jalan Bahomoahi Lama – Bahomoahi Baru .
f. Jaringan jalan Strategis Kabupaten yang merupakan kewenangan
Kabupaten terdiri atas :
1. Ruas jalan Kolektor Pasar Bungku; dan
2. Ruas jalan Kota Terpadu Mandiri (KTM) Bungku.
(3) Jaringan Prasarana Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdiri atas:
a. Terminal penumpang tipe C terdapat di Desa Tomata Kecamatan Mori
Atas, Desa Beteleme Kecamatan Lembo, Desa Tompira Kecamatan Petasia,
Desa Korolama Kecamatan Petasia dan Desa Lanona Kecamatan Bungku
Tengah.
b. Terminal barang terdapat di Kel. Kolonodale Kecamatan Petasia.
12
(4) Jaringan layanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdiri atas :
a. Lintasan angkutan barang, terdiri atas :
1. Bungku – Buleleng;
2. Bungku - Kolonodale;
3. Bungku – Beteleme - Lawangke;
4. Bungku – Bumi Raya;
5. Bungku – Wita Ponda;
6. Bungku – Bahodopi; dan
7. Bungku – Bahomotefe.
b. Trayek angkutan penumpang, terdiri atas :
1. Bungku - Buleleng;
2. Bungku - Bahodopi;
3. Bungku - Lawangke;
4. Bungku – Kolonodale; dan
5. Bungku – Bahomotefe.
(5) Jaringan pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d.
yaitu pelabuhan penyeberangan dari Menui Kepulauan ke Morowali Daratan
terdiri atas:
a. Pelabuhan Ulunambo di Pulau Menui;
b. Pelabuhan Buranga di Pulau Menui;
c. Pelabuhan Masadiang di Pulau Masadiang;
d. Pelabuhan Pulau Dua di Pulau Dua;
e. Pelabuhan Pulau Tiga di Pulau Tiga; dan
(6) Jaringan Rel Kereta Api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, yaitu
jaringan rel kereta api yang menghubungkan Poso dengan Kolaka yang
melewati Kabupaten Morowali.
Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 9
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) huruf b, meliputi :
a. Tatanan kepelabuhanan; dan
b. Alur pelayaran.
(2) Tatanan kepelabuhanan di Kabupaten Morowali sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. Pelabuhan Nasional sebagai pelabuhan Pengumpul, terdiri atas :
1. Pelabuhan Bungku di Kecamatan Bungku Tengah;
2. Pelabuhan Kolonodale di Kecamatan Petasia; dan
3. Pelabuhan Wosu di Kecamatan Bungku Barat.
b. Pelabuhan Pengumpan Primer (Regional), terdiri atas :
1. Pelabuhan Sambalagi di Kecamatan Bungku Selatan; dan
2. Pelabuhan Menui di Kecamatan Menui Kepulauan.
c. Pelabuhan Pengumpan Sekunder (Lokal), terdiri atas :
1. Pelabuhan Bungku di Kecamatan Bungku Tengah;
2. Pelabuhan Bahodopi di Kecamatan Bahodopi;
13
3. Pelabuhan Kolonodale di Kecamatan Petasia;
4. Pelabuhan Wosu di Kecamatan Bungku Barat;
5. Pelabuhan Kolo Bawah di Kecamatan Mamosalato;
6. Pelabuhan Bahonsuai di Kecamatan Bumi Raya; dan
7. Pelabuhan Ulunambo di Kecamatan Menui Kepulauan.
d. Pelabuhan Pengumpan (Lokal lainnya), terdiri atas :
1. Pelabuhan Kaleroang di Kecamatan Bungku Selatan;
2. Pelabuhan Menui di Kecamatan Menui Kepulauan
3. Pelabuhan Buranga di Kecamatan Menui Kepulauan;
4. Pelabuhan Bahodopi di Kecamatan Bahodopi;
5. Pelabuhan Bente di Kecamatan Bungku Tengah; dan
6. Pelabuhan Baho Ue di Kecamatan Petasia.
e. Terminal Khusus terdiri atas :
1. terminal khusus pertambangan yang terdapat di Desa Laroenai
Kecamatan Bungku Selatan, Desa Towi Kecamatan Soyo Jaya,
Tanjung Bangkele, Desa Ganda-Ganda, Desa Ungkea di Kecamatan
Petasia, Desa Topogaro Kecamatan Bungku Barat, Desa Bahomoahi
Kecamatan Bungku Tengah, Desa Fatufia dan Desa Labota, Desa
Bete-Bete Kecamatan Bahodopi, Desa Buleleng Kecamatan Bungku
Selatan; dan Desa Matarape Kecamatan Menui Kepulauan.
2. terminal khusus perkebunan Desa Solonsa Kecamatan Wita Ponda,
Desa Bungintimbe Kecamatan Petasia.
(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. Alur Pelayaran Nasional, yaitu alur Kendari – Kolonodale – Luwuk.
3. pembangunan menara di kawasan yang sifat dan peruntukannya memiliki
karakteristik tertentu wajib memenuhi ketentuan perundang-undangan
untuk kawasan tertentu.
4. diarahkan untuk menggunakan menara telekomunikasi secara bersama-
sama diantara para penyedia layanan telekomunikasi (provider). Untuk itu
pemerintah kabupaten/kota menyusun masterplan pemancar
telekomunikasi daerah.
5. penyedia menara atau pengelola menara wajib memperhatikan ketentuan
mengenai larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
c. peraturan zonasi untuk pemanfaatan sumberdaya air ;
1. pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar wilayah sungai dengan tetap
menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan.
2. Tetap menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan.
3. pemanfaatan ruang daerah aliran sungai lintas kabupaten/kota, termasuk
daerah hulunya, yang dilakukan oleh kabupaten/kota yang berbatasan
harus selaras dengan arahan pola ruang wilayah.
4. pemanfaatan ruang pada sumber air dengan mempertimbangkan prinsip
kelestarian lingkungan dan keadilan.
45
5. jariangan distribusi air dikembangkan dengan memperhatikan tingkat
kebutuhan dan ketersediaan air.
6. setiap kawasan memiliki sistem drainase terpadu dan efektif.
7. pelarangan pembuangan limbah padat/sampah ke saluran drainase.
8. pelarangan terhadap gangguan/pemotongan terhadap saluran drainase.
d. peraturan zonasi terkait pemanfaatan ruang untuk pengelolaan limbah ;
1. pemanfaatan ruang untuk pengelolaan air limbah diprioritaskan pada
kawasan pariwisata dan/atau kawasan permukiman padat penduduk.
2. pembangunan unit pengolahan limbah berada di luar radius kawasan
tempat suci.
3. pengembangan jaringan tidak melewati dan/atau memotong kawasan
tempat suci/pura.
4. pembuangan efluen air limbah ke media lingkungan hidup tidak
melampaui standar baku mutu air limbah.
e. peraturan zonasi terkait pemanfaatan ruang untuk pengelolaan
persampahan ;
1. TPA tidak diperkenankan terletak berdekatan dengan kawasan
permukiman.
2. lokasi TPA mendapat persetujuan masyarakat setempat.
3. TPA untuk ukuran kota besar dan kota metropolitan menggunakan
metoda sistem lahan urug saniter (sanitary landfill).
4. TPA untuk ukuran kota sedang dan kota kecil menggunakan metode
lahan urug terkendali (controlled landfill atau sanitary landfill).
5. TPA wajib melakukan pengelolaan air lindi/licit dan pembuangan air lindi
ke media lingkungan hidup tidak melampaui standar baku mutu
lingkungan.
6. pelarangan membuang sampah di luar tempat yang telah ditentukan.
7. pelarangan membuang sampah sebelum di pilah.
8. pelarangan pembakaran sampah pada volume tertentu.
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 49
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf b,
merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin
pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang
ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
kewenangannya.
(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 50
(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat
(2) huruf c, merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pemberian
insentif dan pengenaan disinsentif.
46
(2) Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur
ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi yang
diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(3) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah,
dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam
Peraturan Daerah ini.
Pasal 51
(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang
wilayah kabupaten dilakukan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat.
(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi
berwenang sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 52
(1) Insentif yang diberikan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 ayat (1), terdiri atas :
a. Insentif yang diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang yang
mendukung pengembangan kawasan, yaitu dalam bentuk :
1. Keringanan pajak dan/atau retribusi;
2. Pemberian kompensasi;
3. Imbalan;
4. Sewa ruang;
5. Penyediaan infrastruktur;
6. Kemudahan prosedur perizinan; dan
7. Penghargaan
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif diatur dengan
Peraturan Bupati.
Pasal 53
(1) Disinsentif yang dikenakan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 ayat (1), terdiri atas :
a. Disinsentif yang dikenakan terhadap kegiatan pemanfaatan ruang yang
menghambat pengembangan kawasan, yaitu dalam bentuk :
1. Pengenaan pajak dan retribusi yang tinggi;
2. Pembatasan penyediaan infrastruktur;
3. Pengenaan kompensasi; dan
4. Penalty.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan disinsentif diatur
dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kelima
Larangan
Pasal 54
(1) Setiap orang dilarang melakukan : a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang
dan pola ruang; b. Pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi; c. Pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan RTRW Kabupaten;
47
d. Pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;
e. Pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan rtrw kabupaten;
f. Pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang
oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum;
dan/atau
g. Pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.dan/atau
h. pejabat yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenakan sanksi administratif.
(3) Pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf
b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h berupa:
a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. pencabutan izin; e. pembatalan izin;
f. pembongkaran bangunan;
g. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
h. denda administratif.
(4) Pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf
b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h berupa sanksi
administratif
(5) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
menghilangkan sanksi pidana.
Pasal 55
(1) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (4) huruf
a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, hufuf g dan huruf h dikenakan sanksi
administratif berupa :
a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara kegiatan;
c. Penghentian sementara pelayanan umum;
d. Penutupan lokasi;
e. Pencabutan izin;
f. Pembatalan izin;
g. Pembongkaran bangunan;
h. Pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. Denda administratif.
(2) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (5) huruf c
dikenakan sanksi administratif berupa :
a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara kegiatan;
c. Penghentian sementara pelayanan umum;
d. Penutupan lokasi;
48
e. Pembongkaran bangunan;
f. Pemulihan fungsi ruang; dan/atau
g. Denda administratif.
BAB VIII KELEMBAGAAN
Pasal 56
(1) Dalam rangka koordinasi penataan ruang dan kerjasama antar wilayah, dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Bupati.
BAB IX
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
DALAM PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 57
Dalam kegiatan mewujudkan penataan ruang wilayah, masyarakat berhak:
a. Mengetahui rencana tata ruang;
b. Menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
c. Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
d. Mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
e. Mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
f. Mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang
izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang menimbulkan kerugian.
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 58
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. Menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. Memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
berwenang;
c. Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan
ruang; dan
d. Memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundangundangan dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 59
(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana
dimaksud pada Pasal 58 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan
kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
49
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat secara
turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya
dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan
ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan
seimbang.
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 60
Peran masyarakat dalam penataan ruang di Daerah dilakukan antara lain
melalui:
a. Partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. Partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
Pasal 61
Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf a, pada
tahap perencanaan tata ruang dapat berupa :
a. Memberikan masukan mengenai :
1. Persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. Penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. Pengidentifikasian potensi dan masalah wilayah atau kawasan;