PERBEDAAN REGULASI EMOSI PADA ATLET BELADIRI TAEKWONDO PRIA DAN WANITA DI SALATIGA Oleh Melinda Inesia Ritavip 802009014 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
39
Embed
Perbedaan Regulasi Emosi Pada Atlet Beladiri Taekwondo ......pelatihan untuk membedakan regulasi emosi antara laki-laki dan perempuan. Bagi atlit Taekwondo, hasil penelitian ini diharapkan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERBEDAAN REGULASI EMOSI PADA ATLET BELADIRI TAEKWONDO
PRIA DAN WANITA DI SALATIGA
Oleh
Melinda Inesia Ritavip
802009014
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
Abstrak
Perbedaan jenis kelamin dalam mengekspresikan emosi dihubungkan dengan
perbedaan dalam tujuan laki-laki dan perempuan mengontrol emosinya. Perempuan
lebih mengekspresikan emosi untuk menjaga hubungan interpersonal serta membuat
mereka tampak lemah dan tidak berdaya. Sedangkan laki-laki menunjukan sifat
maskulinnya, yang tampak tegar dan kuat Tamres (2002). Peneliti mengambil populasi
90 keseluruhan Atlet yang ada di kota Salatiga berdasarkan data yang didapat dari
wisma Atlet Salatiga. Sampel yang digunakan pada penelitian ini semua populasi yaitu
90 orang.
Kata kunci :Regulasi Emosi, Jenis Kelamin, Prestasi Atlet
Abstract
Gender differences in expressing emotions associated with the differences in the
objectives of men and women in control of his emotions. Women are more emoting to
maintain interpersonal relationships as well as make them look weak and helpless.
While men showed the nature of the maskulinnya, who looked rigid and strong Tamres
(2002). Researchers took population 90 overall Athletes in Salatiga City based on data
obtained from the guesthouse Athletes Salatiga. The sample used in this study
population, i.e. all 90 people.
Key words: regulation of Emotions, sex, the achievements of Athletes
1
PENDAHULUAN
Olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang
dapat mendorong, mengembangkan, serta membina potensi jasmaniah dan rohaniah
seseorang. Olahraga juga dapat memunculkan tingkah laku yang tidak dapat dipisahkan
dari aspek-aspek psikis yang mendasarinya. Pada cabang-cabang olahraga tertentu
aspek psikis tidak terlalu dominan, namun pada cabang olahraga lain aspek psikis cukup
atau bahkan sangat berperan (Purwanto, 2006).
Peranan aspek psikis dalam olahraga Taekwondo sangat penting. Taekwondo
adalah salah satu bela diri yang berasal dari Korea yang saat ini sudah banyak berdiri di
berbagai negara. Bela diri ini menggunakan teknik tendangan dan pukulan. Taekwondo
adalah gabungan dari teknik perkelahian, bela diri, olahraga, olah tubuh, hiburan, dan
filsafat. Taekwondo yang cenderung sebagai olahraga fisik secara psikis sangat
berperan dalam proses pelatihan maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Berkaitan
dengan psikis ada dua hal yang diberikan saat belajar Taekwondo, yaitu moral dan
mental. Masalah moral dan mental merupakan modal utama seseorang hidup
bermasyarakat dan semua itu diajarkan dalam Taekwondo (Tirtawirya, 2005). Atlet
yang mempunyai kondisi fisik yang bagus dan prima belum tentu menghasilkan prestasi
yang gemilang kalau tidak didukung oleh mental yang baik (Gunarsa, 1996).
Pengendalian emosi ketika bermain atau bertanding acapkali menjadi faktor penentu
dalam mencapai kemenangan. Tidak mampu menguasai emosi merupakan suatu
pelanggaran dalam sebuah pertandingan yang dapat menyebabkan seorang atlet di
diskualifikasi (Gunarsa, 1996).
Di dalam karakter latihan Taekwondo secara tradisional mengajarkan kepada
seseorang untuk lebih sadar diri dan secara aktif mengevaluasi pertumbuhan diri serta
2
peningkatan pikiran dan tindakan (Richman & Rehberg, 1986). Kepercayaan diri yang
berkaitan dengan fisik dalam beladiri adalah penting, karena tidak hanya untuk
mendorong indera perasa seseorang dalam melakukan berbagai latihan fisik, dan
kepercayaan diri ini dapat diwujudkan dalam meningkatkan kekuatan fisik (Guthrie,
1995), dan mengurangi perasaan-perasaan mudah terluka oleh serangan fisik (Madden,
1990). Dalam sebuah studi yang didalamnya terdapat murid-murid sekolah laki-laki dan
perempuan yang terdaftar dalam kelas-kelas karate, teknik pertahanan diri yang
diajarkan di kelas ini dapat mengurangi perasaan yang mudah tersakiti dari serangan
fisik baik untuk laki-laki dan perempuan ketika mendapatkan serangan fisik,(Madden,
1990).
Ketika dihadapkan dengan tantangan yang menyangkut kemampuan fisik yang
baru (seperti tendangan samping), murid-murid Taekwondo belajar untuk menghadapi,
mengatasi kegelisahan dan ketakutan; kemampuan dalam menghadapi beberapa
tantangan adalah pengendalian diri yang dapat dikatakan sebuah alat inti yang diajarkan
melalui seni beladiri (Weiser, Kutz, Kutz, & Weiser, 1995). Mereka menemukan bahwa
Taekwondo menghasilkan kemajuan yang berpengaruh, termasuk pengendalian emosi
yang lebih besar dalam merespon sebuah tantangan dan perilaku prososial yang lebih
besar di dalam ruang kelas dan lingkungan sekolah (Weiser, Kutz, Kutz, & Weiser,
1995).
Menyadari bahwa fenomena yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai
atlet tekwondo emosi-emosi negatif yang dialaminya sebagai akibat dari berbagai
tekanan yang dialaminya, maka perbedaan individu yang akan dibahas disini adalah pria
dan wanita.
3
Hal ini regulasi sangat penting untuk diteliti karena bahwa emosi timbul dari
penlilaian kognitif individu terhadap sebuah situasi yang dinilai mempengaruhi
kesejahteraan personal individu. Oleh karena itu, sebuah situasi yang sama atau mirip
dapat menimbulkan emosi-emosi yang berbeda bagi tiap individu, tergantun dari
penialain kognitif masing-maing individu.
Menurut Middendrop (dalam Umar, 2012) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi regulasi emosisalah satunya adalah jenis kelamin. Beberapa penelitian
menemukan bahwa laki-laki dan perempuan berbeda dalam mengekspresikan emosi
baik verbal maupun ekspresi wajah sesuai dengan jenis kelamin. Perempuan
menunjukkan sifat kelembutannya dengan mengekspresikan emosi sedih, takut, cemas,
dan menghindari mengekspresikan emosi marah dan bangga yang menunjukan sifat
maskulin atau menunjukkan sifat laki-laki. Perbedaan jenis kelamin dalam
mengekspresikan emosi dihubungkan dengan perbedaan dalam tujuan laki-laki dan
perempuan mengontrol emosinya. Perempuan lebih mengekspresikan emosi untuk
menjaga hubungan interpersonal serta membuat mereka tampak lemah dan tidak
berdaya. Sedangkan laki-laki menunjukan sifat maskulinnya, yang tampak tegar dan
kuat.
Hasil penelitian yang dilakukan Miftakhul (2012) terhadap 51 orang atlet lari
100 meter perorangan yang mengikuti POMNAS XII tahun 2011 menunjukkan aspek
psikologis yang berupa regulasi emosi memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap
pencapaian prestasi atlet. Melalui proses kognitif, atlet meregulasi stimulasi emosi yang
diterima dan memilih strategi yang tepat untuk melakukan tugas geraknya secara
efektif. Efektivitas gerak yang dilakukan akan meningkatkan efisiensi waktu dalam
kompetisi.
4
Temuan lain juga memperlihatkan kepercayaan diri, konsentrasi, dan goal
setting turut mempengaruhi capaian prestasi seorang atlet. Atlet yang memiliki
kepercayaan diri akan lebih berkonsentrasi terhadap tugas gerak yang harus dilakukan.
“Atlet yang memiliki regulasi emosi tinggi akan lebih konsentrasi terhadap tugas
gerak yang harus dilakukan sehingga mempercepat waktu tempuh yang diraih. Begitu
pula atlet yang menetapkan goal setting dalam dirinya akan terdorong untuk presisten
dalam berlatih untuk meraih prestasi, kata wanita kelahiran Kediri, 17 Januari 1972.
Emosi memegang peranan penting pada seseorang dalam mempersiapkan
anggapan melalui tingkah laku seseorang. Emosi yang ada dalam individu sangat
menentukan bagaimana individu tersebut merespon dan memaknai perilaku. Fungsi
emosi yang utama adalah untuk mengkoordinir sistem tanggap, sehingga seseorang
dapat mengendalikan dan meregulasi emosi tersebut (Levenson dalam Gross, 2007).
Menurut Gross (dalam Manz, 2007), respon emosional dapat menuntun individu ke arah
yang salah, pada saat emosi tampaknya tidak sesuai dengan situasi tertentu. Individu
sering mencoba untuk mengatur respon emosional agar emosi tersebut dapat lebih
bermanfaat untuk mencapai tujuan, sehingga diperlukan suatu strategi yang dapat
diterapkan untuk menghadapi situasi emosional berupa regulasi emosi yang dapat
mengurangi pengalaman emosi negatif maupun respon-respon sikap yang tidak tepat
fungsi.
Kemampuan penguasaan emosi disebut dengan regulasi emosi. Regulasi emosi
adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan. Individu yang memiliki
kemampuan regulasi emosi positif dapat mengendalikan dirinya apabila sedang kesal
dan dapat mengatasi rasa cemas, sedih, atau marah sehingga mempercepat dalam
pemecahan suatu masalah. Pengekspresian emosi, baik negatif ataupun positif,
5
merupakan hal yang sehat dan konstruktif asalkan dilakukan dengan tepat (Shaffer,
2005).
Menurut Fischer (dalam Coon, 2005), wanita lebih dapat melakukan regulasi
terhadap emosi marah dan bangga, sedangkan laki-laki pada emosi takut, sedih dan
cemas. Laki-laki lebih mengekspresikan marah dan bangga untuk mempertahankan dan
menentukan dominasi. Benner dan Salovey (1997) mengatakan bahwa wanita lebih
sering berusaha mencari dukungan sosial untuk menghadapi stres, sedangkan pria lebih
memilih melakukan aktivitas fisik untuk mengurangi stres. Wanita lebih sering
menggunakan emotion focused regulation yang melibatkan komponen kognitif dan
emosi dari pada pria.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Garnefski (dalam Umar, 2012),
terungkap bahwa perempuan dan laki-laki memiliki regulasi emosiyang berbeda.
Selanjutnya, menurut Garnefski (2001) terdapat beberapa macam strategi-strategi untuk
meregulasi emosi, yaitu menyalahkan diri sendiri (self blame), menyalahkan orang lain
(blaming others), menerima (acceptance), tidak fokus pada rencana (refocus on
planning). Tidak fokus pada rencana (Refocusing on planning) merupakan meniru
strategi (copying strategy) yang memiliki hubungan positif dengan pengukuran harga
diri (self esteem) dan optimisme yang memiliki hubungan negatif dengan pengukuran
kecemasan.
Dalam penelitian Nolen-Hoeksema & Aldao (2011), didapatkan hasil bahwa
tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal regulasi emosi. Penelitian
di atas didukung oleh pendapat Tamres (2002), bahwa pria dan wanita memiliki
kemampuan yang sama untuk merasakan semua emosi, mulai dari cinta,duka, hingga
kemarahan. Kebanyakan pria lebih reaktif secara psikis terhadap konflik dibandingkan
6
wanita, namun kedua jenis kelamin terkadang memiliki perbedaan persepsi dan atribusi
yang menghasilkan emosi dan intensitas manusia. Begitu juga dalam taekwondo baik
pada pria dan wanita masing-masing memiliki tingkat regulasi emosi, yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah dalam taekwondo terdapat perbedaan
regulasi emosi baik pada pria maupun wanita.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas terjadi perbedaan pendapat bahwa
ada perbedaan regulasi emosi antara pria-wanita dan tidak ada perbedaan regulasi emosi
antara pria dan wanita. Maka peneliti merasa sangat perlu untuk melakukan penelitian
ini juga dikarenakan perbedaan hasil penelitian tersebut dan sangat sedikit penelitian
mengenai bidang terkait. Untuk mengontrol variabel-variabel terkait agar tidak
menambah indikator dalam penelitian ini diperlukan rumusan masalah yang jelas
mengenai regulasi emosi yang berhubungan dengan perbedaan jenis kelamin.
Berdasarkan hal-hal yang dipaparan di atas, maka rumusan penelitian ini adalah
adakah perbedaan regulasi emosi berdasarkan jenis kelamin pada atlet beladiri
taekwondo pria dan wanita di Salatiga? Adapun tujuan penelitian ini yaitu: untuk
mengetahui adakahperbedaan regulasi emosi berdasarkan jenis kelamin terhadap
prestasiatlet beladiri taekwondo pria dan wanita di Salatiga.
Hipotesis
Hipotesi dalam Penelitian ini adalah :
Ha : Terdapat perbedaan regulasi emosi pada atlet beladiri taekwondo pria dan wanita
di Salatiga
H0 : Tidak terdapat perbedaan regulasi emosi pada atlet beladiri taekwondo pria dan
wanita di Salatiga.
7
Rumusan masalah
Berdasarkan dari latar belakang serta fenomena yang ada, maka masalah pada
penelitian ini dapat dirumuskan “adakah perbedaan regulasi emosi berdasarkan jenis
kelamin pada atlet beladiri taekwondo pria dan wanita di Salatiga?”
Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah perbedaan regulasi
emosi berdasarkan jenis kelamin terhadap prestasi atlet beladiri taekwondo pria dan
wanita di Salatiga.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan yang berarti bagi
perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi klinis dan psikologi olahraga
dengan cara memberi tambahan data empiris yang sudah teruji secara ilmiah dan
merangsang kepada penelitian selanjutnya untuk mengadakan penelitian pada bidang
psikologi olahraga dan psikologi.
1.1.Manfaat Praktis
Bagi pelatih, pengetahuan ini diharapkan dapat menjadi masukan dan informasi
yang berkaitan dengan perbedaan regulasi emosi antara atlet laki-laki dan
perempuan sehingga dapat digunakan dalam sebagai acuan dalam memberikan
pelatihan untuk membedakan regulasi emosi antara laki-laki dan perempuan.
Bagi atlit Taekwondo, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan atlet untuk
mengontrol emosi pada saat mengikuti latihan maupun kejuaraan. Dengan
menggunakan latihan meditasi.
Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui perbedaan regulasi
emosi berdasarkan jenis kelamin pada atlet beladiri taekwondo pria dan wanita.
8
Regulasi Emosi
1. Definisi Regulasi Emosi
Regulasi emosi yang dimaksud lebih kepada kemampuan individu dalam
mengatur dan mengekspresikan emosi dan perasaan tersebut dalam kehidupan sehari-
hari. Regulasi emosi diri ini lebih pada pencapaian keseimbangan emosional yang
dilakukan oleh seseorang baik melalui sikap dan perilakunya.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi ialah
suatu proses intrinsik dan ekstrinsik yang dapat mengontrol serta menyesuaikan emosi
yang muncul pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan yang
meliputi kemampuan mengatur perasaan, reaksi fisiologis, cara berpikir seseorang, dan
respon emosi (ekspresi wajah, tingkah laku dan nada suara) serta dapat dengan cepat
menenangkan diri setelah kehilangan control atas emosi yang dirasakan.
2. Rangkaian Proses Regulasi Emosi
Gross (dalam Strongman, 2003) membuat daftar lima rangkaian proses, regulasi
emosi yaitu :
1. Pemilihan situasi.
Mereka dapat mendekati atau menghindari orang, tempat atau objek. Proses
regulasi emosi ini melibatkan mengambil tindakan yang memperbesar atau
memperkecil kemungkinan bahwa mereka akan sampai pada sebuah situasi
yang mereka perkirakan akan memunculkan emosi yang diharapkan (atau
tidak diharapkan).
9
2. Perubahan situasi.
Situasi-situasi yang berpotensi membangkitkan emosi. Upaya untuk
memodifikasi situasi secara langsung untuk mengubah dampak
emosionalnya merupakan salah satu bentuk regulasi emosi yang kuat.
3. Penyebaran perhatian.
Termasuk di sini, contohnya, bingung atau gangguan, konsentrasi dan/atau
perenungan. Attentional deployment adalah salah satu proses regulasi emosi
yang pertama muncul di dalam perkembangan dan tampaknya digunakan
sejak masa bayi sampai masa dewasa, terutama ketika tidak mungkin
mengubah atau memodifikasi situasi mereka. Bukan hanya bayi dan anak-
anak kecil yang secara spontan mengalihkan pandangannya dari kejadian
aversif (dan mengarahkannya pada hal-hal yang menyenangkan), tetapi
proses atensional mereka juga dapat dipandu oleh orang lain dengan maksud
mengelolanya. Di dalam contoh yang diberikan sebelumnya, regulasi emosi
melibatkan fasilitasi perubahan perhatian pada anak dengan membuat si anak
memfokuskan perhatiannya pada apa yang diinginkannya sebagai hadiah
ulang tahun.
Attentional deployment dapat dianggap sebagai versi internal dari seleksi
situasi. Dua strategi atensional yang utama adalah distraksi dan konsentrasi.
Distraksimemfokuskan perhatian pada aspek-aspek yang berbeda dari situasi
yang dihadapi, atau memindahkan perhatian dari situasi itu ke situasi lain,
misalnya ketika seorang bayi mengalihkan pandangannya dari stimulus yang
membangkitkan emosi untuk mengurangi stimulasi. Distraksi juga bisa
10
melibatkan mengubah fokus internal, misalnya ketika individu
membangkitkan pikiran atau ingatan yang tidak konsisten dengan keadaan
emosional yang tidak diharapkan atau ketika seorang aktor sengaja
mengingat tentang sebuah insiden emosional agar dapat menggambarkan
sebuah emosi dengan meyakinkan. Jadi, (attentional deployment)bisa
memiliki banyak bentuk, termasuk pengalihan perhatian secara fisik
(misalnya menutup mata atau telinga), pengubahan arah perhatian secara
internal (misalnya melalui distraksi atau konsentrasi), dan merespon
pengalihan arah perhatian oleh orang lain.
4. Perubahan kognitif.
Perubahan penilaian yang dibuat dan termasuk di sini adalah pertahanan
psikis dan pembuatan pembandingan sosial dengan yang ada di bawahnya
(keadaannya lebih buruk daripada saya). Pada umumnya, hal ini merupakan
transformasi kognisi untuk mengubah pengaruh kuat emosi dari situasi.
Perubahan kognitif mengacu pada mengubah cara kami menilai situasi kami
terlibat di dalamnya untuk mengubah signifikansi emosionalnya, dengan
mengubah bagaimana kami memikirkan tentang situasinya atau tentang
kapasitas kami untuk menangani tuntutan-tuntutannya.
5. Perubahan respon.
Ini terjadi pada bagian akhir, termasuk di sini penggunaan obat, alkohol,
latihan, terapi, makan atau penekanan (Strongman, 2003). Modulasi respon
mengacu pada mempengaruhi respon fisiologis, pengalaman, atau perilaku
selangsung mungkin. Upaya untuk meregulasi aspek-aspek fisiologis dan
11
pengalaman emosi adalah hal yang lazim dilakukan. Obat mungkin
digunakan untuk mentarget respon-respon fisiologis seperti ketegangan otot
(anxiolytics) atau hiperaktivitas (sistem-syaraf) simpatik (beta blockers).
Olahraga dan relaksasi juga dapat digunakan untuk mengurangi aspek-aspek
fisiologis dan pengalaman emosi negatif, dan, alkohol, rokok, obat, dan
bahkan makanan, juga dapat dipakai untuk memodifikasi pengalaman emosi.
Menurut Garnefski (2001) terdapat beberapa strategi untuk meregulasi emosi,
yaitu :
1. Menyalahkan diri sendiri (Self blame) disini adalah mengacu kepada pola
pikir menyalahkan diri sendiri. Beberapa penelitian menemukan bahwa
self blame berhubungan dengan depresi dan pengukuran kesehatan
lainnya.
2. Menyalahkan orang lain (Blaming others) adalah mengacu pada pola
pikir menyalahkan orang lain atas kejadian yang menimpa dirinya.
3. Menerima (Acceptance) adalah mengacu pada pola pikir menerima dan
pasrah atas kejadian yang menimpa dirinya. (Acceptance) merupakan
strategi (coping) yang memiliki hubungan yang positif dengan
pengukuran keoptimisan dan hraga diri (self esteem) dan memiliki
hubungan yang negatif dengan pengukuran kecemasan.
Penelitian terbaru mengklasifikasikan perbedaan strategi yang
digunakan individu untuk meningkatkan (mood)negatif dengan
menggunakan salah satu dari (coognitive)atau (behavioral)dan salah satu
dari strategi (diverson)atau (engagement)menurut Parinskon dan Toterdel
12
(dalam Atkinson & Hilgard’s, 2003). Berikut adalah tabel klasifikasi
strategi regulasi mood:
Tabel 2.1 Klasifikasi strategi regulasi mood
Klasifikasi Kognitif Kepribadian
1. Diverson
a. Disengagement
Menghindari berfikir
tentang permasalahan
Menghindari situasi
yang bermasalah
b. Distraction
Berfikir tentang sesuatu
yang menyenangkan
atau sangat menarik
Melakukan sesuatu yang
menyenangkan
2. Engagement
a. Affect-directed
Penilaian kembali
(reapraise)
Melepaskan perasaan,
mencari kenyamanan
b. Situation-directed
Berfikir bagaimana cara
untuk menyelesaikan
permasalahan
Mengambil tindakan
untuk menyelesaikan
permasalahan
Bentuk lazim lain dari modifikasi respon melibatkan regulasi perilaku yang
mengekspresikan emosi (Gross, & John, 2003). Banyak studi menunjukkan bahwa
menginisiasi perilaku ekspresif-emosi sedikit meningkatkan perasaan tentang emosi itu.
Menariknya, mengurangi perilaku ekspresif-emosi tampaknya mempunyai efek
menurunkan pengalaman emosi positif tetapi tidak menurunkan pengalaman emosi
negatif dan benar-benar meningkatkan aktivasi (sistem syaraf) simpatik (Gross, 1998).
13
3. Faktor-Faktor Regulasi Emosi
Faktor-Faktor yang mempengaruhi regulasi emosi menurut Salovey dan Sluyter
(dalam Kartika, 2004) antara lain :
1. Hubungan Antara Orang tua danAnak
Hubungan antara mahasiswa dengan orangtua sangat penting pada masa
perkembangan dewasa awal. Mahasiswa menginginkan pengertian yang bersifat
simpatis, telinga yang peka, dan orangtua yang dapat merasakan anak-anaknya
memiliki sesuatu yang berharga untuk dibicarakan (Rice, 1999). Menurut Rice,
(affect)yang berhubungan dengan emosi atau perasaan yang ada di antara anggota
keluarga bisa bersifat positif ataupun negatif. (Affect) yang positif antara anggota
keluarga menunjuk pada hubungan yang digolongkan pada emosi seperti
kehangatan, kasih sayang, cinta, dan sensitivitas (Felson & Zielinski dalam Rice,
1999).
Dengan adanya kebutuhan (affect) tersebut maka Banerju (1997) mengemukakan
bahwa orangtua memiliki pengaruh dalam kehidupan emosi anak-anaknya.
2. Umur dan Jenis Kelamin
Salovey dan Sluyter (1997) menyimpulkan bahwa anak perempuan lebih banyak
mencari dukungan dan perlindungan dari orang lain untuk meregulasi emosi negatif
mereka sedangkan anak laki-laki menggunakan latihan fisik untuk meregulasi
emosi negatif mereka.
14
3. Hubungan Interpersonal
Salovey dan Sluyter (1997) juga mengemukakan bahwa hubungan interpersonal
dan individual juga mempengaruhi regulasi emosi. Keduanya berhubungan dan
saling mempengaruhi, sehingga emosi meningkat bila individu yang ingin
mencapai suatu tujuan berinteraksi dengan lingkungan dan individu lainnya.
Biasanya emosi positif meningkat bila individu mencapai tujuannya dan emosi
negatif meningkat bila individu kesulitan dalam mencapai tujuannya. Faktor-faktor
lainnya menurut Salovey dan Sluyter (1997) adalah permainan yang mereka
mainkan, program televisi yang mereka tonton, dan teman bermain mereka dapat
mempengaruhi perkembangan regulasi mereka.
Dari pernyataan di atas regulasi emosi pada pria dan wanita dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya : Hubungan Antara Orang tua dan Anak, Umur dan
Jenis Kelamin dan Hubungan Interpersonal
4. Aspek-Aspek Regulasi Emosi
Aspek-aspek kemampuan regulasi emosi menurut Thompson (dalam Gross, 2005)
terdiri dari :
1. Emotions Monitoring (Memonitor Emosi).
Memonitor emosi adalah kemampuan individu untuk menyadari dan memahami
keseluruhan proses yang terjadi di dalam diri seperti: perasaan, pikiran, dan
latar belakang dari tindakan. Aspek ini merupakan dasar dari seluruh aspek lain.
Aspek ini merupakan dasar dari seluruh aspek lain. Memonitor emosi
membantu individu terhubung dengan emosi-emosi, pikiran-pikiran, dan
15
keterhubungan ini membuat individu mampu menamakan setiap emosi yang
muncul.
2. Emotions evaluating (Mengevaluasi Emosi).
Mengevaluasi emosi yaitu kemampuan individu untuk mengelola dan
menyeimbangkan emosi-emosi yang dialami. Kemampuan mengelola emosi-
emosi khususnya emosi negatif seperti kemarahan, kesedihan, kecewa, dendam,
dan benci akan membuat individu tidak terbawa dan terpengaruh secara
mendalam. Hal ini mengakibatkan individu tidak mampu lagi berfikir rasional.
Sebagai contoh ketika individu mengalami perasaan kecewa dan benci,
kemudian mampu menerima perasaan tersebut apa adanya, tidak berusaha
menolak, dan berusaha menyeimbangkan emosi tersebut secara konstruktif.
3. Emotion modification (Modifikasi Emosi)
Modifikasi emosi yaitu kemampuan individu untuk mengubah emosi
sedemikian rupa sehingga mampu memotivasi diri terutama ketika inidividu
berada dalam keadaan putus asa, cemas, dan marah. Kemampuan ini membuat
individu mampu menumbuhkan optimisme dalam hidup. Kemampuan ini
membuat individu mampu bertahan dalam masalah yang membebani, mampu
terus berjuang.
Selain aspek-aspek regulasi emosi menurut Thomson (dalam Gross, 2005), terdapat
pula aspek-aspek regulasi emosi menurut Gross (2007) ada empat aspek yang
digunakan untuk menentukan kemampuan regulasi emosi seseorang yaitu :
a. Strategies to emotion regulation (strategi)
Strategies to emotion regulation (strategies ialah keyakinan individu untuk
dapat mengatasi suatu masalah, memiliki kemampuan untuk menemukan suatu
16
cara yang dapat mengurangi emosi negative dan dapat dengan cepat
menenangkan diri kembali setelah merasakan emosi yang berlebihan.
b. Engaging in goal directed behavior (tujuan)
Engaging in goal directed behavior (goals) ialah kemampuan individu untuk
tidak terpengaruh oleh emosi negatif yang dirasakannya sehingga dapat tetap
berpikir dan melakukan sesuatu dengan baik.
c. Control emotional responses (dorongan)
Control emotional responses (impulse) ialah kemampuan individu untuk dapat
mengontrol emosi yang dirasakannya dan respon emosi yang ditampilkan
(respon fisiologis, tingkah laku dan nada suara), sehingga individu tidak akan
merasakan emosi yang berlebihan dan menunjukkan respon emosi yang tepat.
d. Acceptance of emotional response (penerimaan)
Acceptance of emotional response (acceptance) ialah kemampuan individu
untuk menerima suatu peristiwa yang menimbulkan emosi negative dan tidak
merasa malu merasakan emosi tersebut.
Regulasi emosi dapat ditumbuhkan dengan adanya pembelajaran regulasi diri.
Pembelajaran regulasi diri adalah memunculkan dan memonitor sendiri pikiran,
perasaan, dan prilaku untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan ini bisa jadi berupa tujuan
akademik (meningkatkan pemahaman dalam membaca, menjadi penulis yang baik,
belajar perkalian, dan mengajukan pertanyaan yang relevan), atau tujuan
sosioemosional (mengontrol kemarahan dan belajar akrab dengan teman sebaya).
Karakteristik dari pembelajaran regulasi diri menurut Winne (Santrock, 2010) adalah
pembelajaran bertujuan memperluas pengetahuan dan menjaga motivasi, menyadari
keadaan emosi diri sendiri dan memiliki strategi untuk mengelola emosi, secara
17
periodik memonitor kemajuan ke arah tujuan, menyesuaikan atau memperbaiki strategi
berdasarkan kemajuan yang dibuat oleh anak, dan mengevaluasi halangan yang
mungkin muncul serta melakukan adaptasi yang diperlukan.
Atlet
Hakikat dari kata atlet juga banyak diungkapkan oleh para ahli. Menurut Wibowo
(2002) atlet adalah subjek atau seseorang yang berprofesi atau menekuni suatu cabang
olahraga tertentu dan berprestasi pada cabang olahraga tersebut, sedangkan menurut
Salim (1991) atlet adalah olahragawan, terutama dalam bidang yang memerlukan
kekuatan, ketangkasan, dan kecepatan. Selain itu menurut Monty P.Satiadarma (2002),
atlet adalah individu yang memiliki keunikan tersendiri, yang memiliki bakat tersendiri,
pola perilaku dan kepribadian tersendiri, serta latar belakang yang mempengaruhi
spesifik dalam dirinya. Yang dimaksud dari atlet dalam penelitian ini adalah
subjek/seseorang yang berprofesi atau menekuni suatu cabang olahraga anggar dan
memiliki prestasi di cabang tersebut.
Menurut Peraturan Organisasi Aeromodelling Indonesia (2010), atlet adalah
olahragawan baik laki-laki maupun perempuan yang melatih kemampuan secarakhusus
untuk bersaing dalam pertandingan yang melibatkan kemampuan fisik, kecepatan atau
daya tahan.
Kemudian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) pengertian atlet (atlet)
adalah olahragawan, terutama yang mengikuti perlombaan ataupertandingan (kekuatan,
ketangkasan, dan kecepatan). Berdasarkan definisi di atas bahwa altlet adalah seseorang
laki-laki maupun perempuan yang melatih kemampuan secara khusus dan mengikuti
perlombaan atau pertandingan yang melibatkan (kekuatan, ketangkasan, dan kecepatan).
18
Taekwondo
Taekwondo adalah lebih dari sekedar aktifitas psikis. Filosofi Taekwondo berakar
pada semangat umum dari pelatihan seni beladiri dan budaya dari orang Korea, yang
keduanya sangat menarik pada konfusianisme dan filosofi Taoisme Katie & Bill (2013).
Tendangan yang dilakukan mencakup tendangan melompat, berputar, skip dan
menjatuhkan, seringkali dalam bentuk kombinasi beberapa tendangan. Latihan
taekwondo juga mencakup suatu sistem yang menyeluruh dari pukulan dan pertahanan
dengan tangan, tetapi pada umumnya tidak menekankan grappling (pergulatan).
Taekwondo mempunyai banyak kelebihan, tidak hanya mengajarkan aspek fisik
semata, seperti keahlian dalam bertarung, tetapi juga menekankan pengajaran aspek
disiplin mental. Dengan demikian, taekwondo akan membentuk sikap mental yang kuat
dan etika yang baik bagi orang yang secara sungguh-sungguh mempelajarinya.
Taekwondo mengandung aspek filosofi yang mendalam sehingga dalam mempelajari
Taekwondo, pikiran, jiwa, dan raga secara menyeluruh akan ditumbuhkan dan
dikembangkan
19
METODE
Partisipan
Subjek penelitian adalah Atlet taekwondo. Peneliti mengambil populasi 90
keseluruhan Atlet yang ada di kota Salatiga berdasarkan data yang didapat dari wisma
Atlet Salatiga.
Teknik sampling yang dugunakan dalam penelitian ini adalah teknik insidental.
Insidental adalah teknik penentuan sampel yang kebetulan dijumpai peneliti saat
melakukan penelitian (Winarsunu, 2009).
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu skala
(a)Emotion Regulation Questionnaire (ERQ) yang dikemukakan oleh Gross dan John
(2003), dan telah peneliti terjemahkan sendiri dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Kuesioner ini terdiri dari 10 item, dengan menggunakan 7 skala dari “Sangat setuju” sampai
“sangat tidak setuju”.
Selain menggunakan skala regulasi emosi ERQ dari Gross & Jhon (2003),
peneliti juga menggunakan skala regulasi emosi dari Salvatore Catanzaro dan Jack
Mearns (1990) yaitu (b)Negative Mood Regulation (NMR). NMR yang terdiri dari lima