PERBEDAAN LAMA DIARE PADA PENDERITA DIARE AKUT YANG DITERAPI DENGAN ZINK DAN PROBIOTIK DIBANDING PROBIOTIK DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA TESIS Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama: Ilmu Biomedik OLEH : Putri Meneng Kusumoindiah S5906011 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
54
Embed
PERBEDAAN LAMA DIARE PADA PENDERITA DIARE AKUT …...(Suharyono, 1988) Diare pada anak masih merupakan masalah kesehatan utama pada masyarakat Indonesia dengan angka kesakitan adalah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERBEDAAN LAMA DIARE PADA PENDERITA DIARE AKUT YANG
DITERAPI DENGAN ZINK DAN PROBIOTIK DIBANDING PROBIOTIK
DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA
TESIS
Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi
Kedokteran Keluarga
Minat Utama: Ilmu Biomedik
OLEH :
Putri Meneng Kusumoindiah
S5906011
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
BAB I
Pendahuluan
A. Latar belakang masalah
Diare akut didefinisikan sebagai perubahan pola defekasi dengan konsistensi encer,
frekuensi defekasi lebih dari 3x/hari dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja yang
terjadi secara mendadak pada bayi dan anak. (Suharyono, 1988) Diare pada anak masih
merupakan masalah kesehatan utama pada masyarakat Indonesia dengan angka kesakitan adalah
sekitar 200 – 400 kejadian per 1000 penduduk tiap tahun dan sebagian besar dari penderita ini
berusia kurang dari 5 tahun (Soebagyo, 2008).
Manifestasi klinis yang terjadi pada penderita diare akut di antaranya adalah dehidrasi,
asidosis metabolik dan hipokalemi. Hal ini terjadi karena pada penderita diare cair akan
mengeluarkan tinja yang mengandung ion natrium, klorida dan bikarbonat.
Manifestasi klinis yang paling berbahaya adalah dehidrasi karena apabila tidak segera dilakukan
penanganan yang tepat bisa mengakibatkan terjadinya hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan
kematian. Panas yang terjadi pada penderita diare bisa disebabkan karena proses peradangan atau
karena dehidrasi. Gejala lain yang bisa terjadi adalah mual dan muntah dimana hal ini
disebabkan adanya organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas (Soebagyo, 2008;
Walker, 2004).
Patofisiologi diare pada anak, termasuk di dalamnya adalah diare osmotik dan diare
sekretorik bisa dijabarkan sebagai berikut : pada diare osmotik disebabkan karena adanya solute
yang tidak dapat diabsorbsi di dalam saluran pencernaan, contoh klasik diare osmotik adalah
intoleransi laktosa yang disebabkan defisiensi enzim laktase, laktosa diubah menjadi asam
organik rantai pendek oleh bakteri di usus besar dan menyebabkan muatan osmotik sehingga air
disekresikan ke lumen (Pickering LK, 2004; Soebagyo, 2008; Walker, 2004). Sedangkan diare
sekretorik terjadi karena adanya mekanisme aktivasi dari mediator intraseluler misalnya siklik
AMP, siklik GMP dan kalsium intraseluler yang menstimuli sekresi ion klorida dan menghambat
absorbsi natriumklorida, mediator-mediator ini mempengaruhi perubahan ion paraseluler
dikarenakan kerusakan yang disebabkan oleh toksin. Contoh dari diare sekretorik adalah diare
karena kolera, dimana toksin yang memasuki sel akan mengaktivasi adenilat siklase dan
selanjutnya akan meningkatkan siklik AMP (Pickering LK, 2004; Soebagyo, 2008; Walker,
2004).
Probiotik adalah suplemen makanan yang terbuat dari mikroba hidup atau komponen
bakteria yang sudah terbukti mempunyai keuntungan bagi kesehatan. Probiotik dapat
merangsang imunitas nonspesifik terhadap mikrobia patogen dan dapat membantu eradikasi dari
mikrobia tersebut. Efek probiotik pada kondisi rusaknya fungsi barier mukosa, penyakit infeksi
dan radang, berdasarkan pada normalisasi permeabilitas intestinal yang meningkat,
mempengaruhi mikroekologi lambung, dan perbaikan imunologis fungsi barier intestinal.
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa probiotik dapat memperpendek lama diare akut,
misalnya seperti Lactobacillus rhamnosus GG, Lactobacillus reuteri, Lactobacillus casei
Shirota, dan Bifidobacterium lactis (Walker, 2004).
Zink sebagai salah satu trace element yang esensial mempunyai fungsi yang penting di
dalam tubuh manusia, di antarnya adalah sebagai kofaktor lebih dari 100 metaloenzim untuk
sintesis DNA, integritas seluler, berperan dalam metabolisme tulang dan hati. Selain itu zink juga
berguna untuk proses transkripsi dan regulasi ekspresi gen, untuk proliferasi dan diferensiasi
jaringan misalnya pada saluran pencernaan. Pertimbangan pemberian zink sebagai salah satu
terapi pada diare akut berdasarkan pada hubungan timbal balik yaitu bila terjadi defisiensi zink
akan menyebabkan diare dan bila terjadi diare bisa menimbulkan defisiensi zink, sementara ini
mekanisme kerja pasti belum diketahui (Soebagyo, 2008; Walker, 2004).
Penelitian tentang penatalaksanaan diare yang menggunakan preparat zink maupun
penelitian yang menggunakan preparat probiotik secara terpisah telah banyak dilakukan di
berbagai negara, dan dari penelitian-penelitian tersebut membuktikan bahwa baik preparat zink
maupun probiotik secara terpisah mampu menurunkan lama diare. Tetapi penelitian tentang
penatalaksanaan diare yang diterapi dengan kombinasi zink dan probiotik belum banyak
dilakukan. Efek probiotik dan zink dalam saluran pencernaan hampir sama, yaitu efek
imunomodulasi, pada zink akan terdapat efek yang lain yaitu memproteksi kuman patogen dan
mempertahankan integritas barier, sedangkan pada probiotik terdapat efek yang lain yaitu
menghambat adhesi patogen dan mencegah penyakit usus. Pada penelitian di Israel yang
memberikan terapi kombinasi zink dan probiotik pada anak dengan diare akut memberikan hasil
adanya penurunan lama diare selama 0, 62 hari (Shamir, 2005). Sedangkan di Indonesia belum
dilaporkan adanya penelitian yang membandingkan antara terapi kombinasi zink dan probiotik
terhadap probiotik saja pada anak dengan diare akut.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan lama diare pada penderita diare akut bila diberikan kombinasi
terapi zink dan probiotik daripada terapi probiotik saja?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengevaluasi perbedaan lama diare pada penderita diare akut yang diterapi dengan
kombinasi zink dan probiotik dengan yang diterapi dengan probiotik saja.
2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi peranan zink pada diare akut
2. Mengevaluasi efek samping pemberian zink pada penderita diare akut
3. Mengevaluasi efek samping pemberian probiotik pada penderita akut.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bidang akademik untuk Ilmu Kesehatan Anak khususnya bagian
gastroenterologi:
1. Memberi masukan bahwa terapi kombinasi zink dan probiotik bisa memperpendek lama
diare pada penderita diare akut dibandingkan dengan terapi probiotik saja.
2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut
oleh peneliti lain.
2. Manfaat pelayanan
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan untuk memperpendek
lama diare pada pasien diare akut.
2. Mengurangi angka kejadian diare berulang pada penderita diare akut yang diterapi
dengan zink dan probiotik.
3. Manfaat untuk Kedokteran Keluarga
Memberikan masukan mengenai pilihan terapi diare akut pada anak dengan tujuan
untuk meningkatkan pelayanan kesehatan secara holistik.
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Diare Akut
1. Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi dan anak dengan frekuensi lebih dari 3 kali
sehari disertai dengan perubahan konsistensi tinja yang menjadi cair dengan atau tanpa adanya
lendir dan atau darah yang berlangsung kurang dari 14 hari dan mendadak (Soebagyo, 2008).
Pada seorang anak yang buang air besarnya mengalami perubahan konsistensi menjadi
cair sudah bisa dinyatakan sebagai diare walaupun frekuensi defekasinya kurang dari 3 kali
sehari. Perubahan konsistensi tinja terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara absorbsi dan
sekresi di dalam usus sehingga terjadi peningkatan volume air di dalam tinja (Soebagyo, 2008).
Pada dasarnya diare akut dibagi menjadi 2 tipe yaitu diare inflamatori dan diare
noninflamatori, dimana pada diare inflamatori biasanya disebabkan oleh bakteri yang
menginvasi usus secara langsung maupun karena produksi toksinnya. Diare noninflamatori
terjadi karena produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel karena virus, perlekatan oleh
parasit, perlekatan dan atau translokasi karena bakteri.
Penyebab diare akut pada anak yang paling sering adalah akibat infeksi bakteri, infeksi
virus, protozoa dan parasit. Sedangkan penyebab non infeksi antara lain alergi, malabsorbsi,
keracunan, defisiensi imunitas dan lainnya (Soebagyo, 2008; Walker, 2004).
Disentri, sering buang air besar, kram perut, nyeri perut, demam, dan sering terjadi hematokesia dengan lekosit sel dalam tinja, derajat dehidrasi bervariasi
Sitotoksisitas Colon · Clostridium difficile
· Enterohemorrhagic E.coli
· Shigella
Disentri, kram perut, demam, hematokesia EHEC atau Shigella dapat berlanjut menjadi sindrom hemolitik uremikum
Sumber : Walker, 2004
6. Gejala Klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada anak dengan diare akut tergantung dari jenis
organisme yang menginfeksi dan kondisi host. Dimana pada anak yang berusia lebih muda risiko
terjadinya kegawatan yang mengancam jiwa lebih besar terjadi dibandingkan pada anak yang
lebih besar. Kondisi host yang berpengaruh terhadap terjadinya diare akut diantaranya adalah
status nutrisi anak, dimana anak dengan malnutrisi misalnya gizi buruk akan lebih rentan terkena
diare dibanding dengan anak yang status gizinya baik.
Gejala klinis yang biasanya terdapat pada penderita akut di antaranya adalah diare, kram
perut, mual dan muntah, bisa juga terjadi manifestasi neurologis bila terjadi komplikasi ekstra
intestinal (Diskin, 2008).
Pada diare cair akan terjadi kehilangan sejumlah ion natrium, klorida dan bikarbonat
yang keluar bersamaan dengan tinja, dimana kehilangan cairan dan elektrolit ini akan bertambah
parah apabila disertai dengan muntah. Pada diare cair yang disertai panas akan terjadi kehilangan
air yang lebih banyak. Hal-hal tersebut akan menimbulkan kondisi dehidrasi, asidosis metabolik
dan hipokalemia. Dari ketiga kondisi tersebut yang paling berbahaya bila tidak segera diatasi
dengan tepat adalah dehidrasi karena dapat menimbulkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler
dan kematian.
Panas yang terjadi pada penderita diare akut dapat disebabkan karena proses radang atau kondisi
dehidrasi, panas yang terjadi karena proses radang biasanya terjadi pada diare inflamatori. Gejala
gastrointestinal lain yaitu nyeri perut dan tenesmus bisa didapatkan apabila terjadi radang di usus
besar (Soebagyo, 2008).
Gejala mual dan muntah yang terdapat pada penderita diare akut merupakan gejala non
spesifik, muntah bisa disebabkan karena organisme yang menginfeksi saluran cerna atas
misalnya virus enterik, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia atau Cryptosporidium.
Beberapa organisme penyebab diare dapat menimbulkan gejala klinis yang khas, seperti yang
tercantum pada tabel 5.
Tabel. 5. Gejala khas diare akut Gejala klinis
Rota virus
Shigella Salmonella
ETEC EIEC Kolera
Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam Panas
+
++
++
-
++
-
Mual dan muntah
Sering Jarang Sering - - sering
Nyeri perut Tenesmus
Tenesmus, kram
Tenesmus, kolik
+
Tenesmus
, kram kram
Nyeri kepala
-
+
+
-
-
-
Lama sakit
5-7 hari
>7 hari
3-7 hari
2-3 hari
Variasi
3 hari
Sifat Tinja
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi
5-10 x/hari
>10 x/hari Sering Sering Sering
Terus-menerus
Konsistensi
Cair
Lembek
Lembek
Cair
Lembek
Cair
Lendir darah - Sering
Kadang-kadang
- + -
Bau
- - Busuk + - amis
Warna Kuning-hijau
Merah-hijau
Kehijauan -
Merah-hijau
Seperti air cucian beras
Lekosit
- + + - - -
Lain-lain
Anoreksia
Kejang
Sepsis
Meterorismus
Infeksi sistemik
-
Sumber : Soebagyo, 2008
7. Kriteria diagnosis
Diagnosis diare akut pada anak ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis harus ditanyakan lama diare, frekuensi diare dalam
sehari semalam, volume tiap kali diare, konsistensi tinja, warna tinja, baunya, dan ada atau
tidaknya lendir darah dalam tinja. Apabila disertai gejala non spesifik yaitu mual dan muntah,
harus ditanyakan volume muntah, frekuensi muntah dalam sehari semalam, isi yang
dimuntahkan. Untuk mengetahui penyebab diare diantaranya bisa ditanyakan jenis makanan dan
minuman yang diberikan sebelum diare, perubahan pola makan atau penggantian jenis susu.
Perlu diketahui adakah penyakit penyerta, misalnya batuk, pilek, otitis media dan campak, juga
ditanyakan adakah gejala panas. Obat-obatan yang telah diberikan selama anak mengalami diare
harus ditanyakan, juga pemberian oralit (Soebagyo, 2008).
Pada pemeriksaan fisik harus diketahui berat badan, panjang badan atau tinggi badan
penderita, dan tanda-tanda vital saat penderita datang yaitu mencakup tekanan darah, frekuensi
denyut jantung, dan laju napas. Pada penderita diare akut harus diamati tanda-tanda kehilangan
cairan atau dehidrasi, dimana tanda-tanda dehidrasi tersebut dibagi menjadi dua yaitu tanda
utama dan tanda tambahan. Tanda- tanda utama dehidrasi adalah rasa haus, kesadaran dan turgor
kulit abdomen, sedangkan tanda-tanda tambahan adalah ubun-ubun besar cekung, mata cekung,
ada atau tidaknya air mata, mukosa bibir dan lidah tampak basah atau tidak. Selain tanda utama
dan tanda tambahan tersebut di atas, pemeriksaan perfusi dan CRT pada keempat ekstremitas
dapat digunakan untuk menentukan derajat dehidrasi yang terjadi. Pada penderita diare akut yang
mengalami gangguan metabolik bisa terjadi pernapasan yang dalam dan cepat atau tipe kussmaul
dimana hal ini disebabkan karena adanya asidosis metabolik. Apabila terjadi gangguan elektrolit
bisa diketahui dengan penurunan bising usus yang disebabkan karena adanya hipokalemia
(Soebagyo, 2008).
Ada beberapa panduan untuk menentukan derajat dehidrasi, secara obyektif maupun
secara subyektif. Secara obyektif bisa diketahui dari penurunan berat badan saat terjadi dehidrasi
dibandingkan sebelum mengalami dehidrasi. Secara subyektif dapat menggunakan beberapa
kriteria misalnya kriteria WHO, Skor Maurice King maupun kriteria MMWR. Kriteria-kriteria
tersebut pada prinsipnya menggunakan parameter yang hampir sama (Soebagyo, 2008).
Tabel. 6. Derajat dehidrasi menurut WHO 1995 Penilaian A B C
1. Lihat: - keadaan umum
- mata - airmata - mulut dan lidah - rasa haus
Baik, sadar Normal Ada Basah Minum biasa, tidak merasa haus
*Gelisah, rewel Cekung Tidak ada Kering *Haus, ingin minum banyak
*Lesu,lunglai atau
tidak sadar Sangat cekung Tidak ada Sangat kering *Malas minum
atau tidak bisa minum
2. Periksa : turgor
kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat
lambat
3. Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/sedang Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau lebih tanda yang lain
Dehidrasi berat Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau lebih tanda yang lain
4. Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C Sumber : Soebagyo, 2008
Tabel. 7. Derajat dehidrasi menurut MMWR 2003 Gejala Minimal atau tanpa
dehidrasi Kehilangan berat badan <3%
Dehidrasi ringan sedang Kehilangan berat badan 3-9%
Dehidrasi berat Kehilangan berat badan >9%
Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah, iritabel
Apatis, letargi, tidak sadar
Denyut jantung
Normal Normal – meningkat Takikardi, bradikardi pada kasus berat
Kualitas nadi Normal Normal – melemah Lemah, kecil, tidak teraba
Pernapasan Normal Normal – cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah
Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Kembali cepat Kembali <2 detik Kembali >2 detik
Diuresis Normal Berkurang Minimal Sumber : Soebagyo, 2008
Tabel. 8. Derajat dehidrasi menurut sistem pengangkaan – Maurice King 1974 Bagian tubuh yang diperiksa
Nilai untuk gejala yang ditemukan 0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng, apatis, mengantuk
Mengigau, koma atau syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering dan sianosis
Denyut nadi per menit
Kuat, <120 x Sedang, 120-140 x Lemah, >140 x
Hasil yang diperoleh pada penderita diberi angka 0, 1, atau 2 sesuai dengan tabel kemudian dijumlahkan. Nilai : 0-2 = dehidrasi ringan 3-6= dehidrasi sedang 7-12=dehidrasi berat Sumber : Suraatmaja, 2005.
8. Pemeriksaan penunjang
Pada penderita diare akut tanpa komplikasi lain biasanya tidak diperlukan pemeriksaan
lengkap. Pemeriksaan laboratorium lengkap dilakukan bila penyebab belum diketahui atau
terdapat kondisi khusus misalnya dehidrasi berat. Pemeriksaan yang diperlukan meliputi
pemeriksaan darah, urin dan tinja. Pada pemeriksaan darah biasanya adalah darah perifer
lengkap, glukosa darah, elektrolit, analisis gas darah, kultur dan sensitifitas kuman. Pemeriksaan
urin meliputi urin lengkap, kultur dan sensitifitas kuman. Pemeriksaan tinja meliputi
pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis, biakan kuman untuk mengetahui kuman penyebab,
pH dan kadar gula jika diduga ada intoleransi gula (Soebagyo, 2008).
9. Tatalaksana
Pengobatan untuk diare akut pada prinsipnya dapat dibagi menjadi pengobatan kausal,
pengobatan simtomatik, pengobatan cairan, pengobatan dietetik. Pengobatan kausa diare
diberikan setelah diketahui secara pasti penyebabnya, jika diperlukan bisa diberikan antibiotik
yang sesuai dengan kuman penyebab diare. Untuk mengetahui kuman penyebab kadang sulit
dilakukan atau hasilnya terlalu lama maka bisa diberikan antibiotik berdasarkan umur penderita,
perjalanan penyakit, dan sifat tinja. Di Indonesia diperkirakan kejadian diare yang disebabkan
oleh infeksi kira-kira 50-75%, karena itu digunakan pedoman apabila dalam pemeriksaan tinja
ditemukan lekosit 10-20/LP dianggap sebagai infeksi enteral. Antibiotik untuk penderita diare
hanya diberikan apabila ditemukan bakteri patogen pada tinja, ditemukan darah pada
pemeriksaan tinja, klinis mendukung infeksi enteral, daerah endemik kolera, pada neonatus bila
Kurang 7 (21,9) 6 (18,8) 1,30 0,523 Baik 18 (56,2) 22 (68,8) Lebih 7 (21,9) 4 (12,5) Total 32 (100) 32 (100)
Intravenous fluid drugs Tidak 6 (18,8) 5 (15,6) 0,11 0,740
Ya 26 (81,2) 27 (84,4) Total 32 (100) 32 (100)
Pada tabel 4.1 menunjukkan karakteristik data kategorikal subyek penelitian dimana jenis
kelamin laki-laki pada kelompok perlakuan lebih banyak dibanding perempuan yaitu 52,2%
dengan 43,3%, sedangkan pada kelompok kontrol juga didapatkan jenis kelamin laki-laki lebih
banyak daripada perempuan yaitu 65,6% dibandingkan 34,4%. Pada penelitian ini hanya subyek
yang mengalami diare akut dengan derajat dehidrasi ringan dan sedang saja yang diikutsertakan,
dimana pada kelompok perlakuan didapatkan subyek dengan derajat dehidrasi sedang lebih
banyak dibandingkan dehidrasi ringan (62,5% dibandingkan 37,5%) demikian juga pada
kelompok kontrol yang hanya mendapat probiotik dan placebo didapatkan subyek dengan derajat
dehidrasi sedang lebih banyak dibandingkan dehidrasi ringan (71,9% dibandingkan 28,1%),
derajat dehidrasi yang terjadi tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan lama diare yang
terjadi (x2 = 0,64, p = 0,424).
Status gizi subyek penelitian rata-rata adalah gizi baik baik dalam kelompok perlakuan
maupun kelompok kontrol. Pada kelompok perlakuan didapatkan subyek dengan gizi kurang
sebesar 21,9% demikian juga dengan status gizi lebih yaitu sebesar 21,9%, sedangkan gizi baik
didapatkan pada 56,2% subyek. Pada kelompok kontrol didapatkan subyek dengan status gizi
kurang 18,8%, status gizi baik sebesar 68,8% dang yang paling sedikit adalah subyek dengan
status gizi lebih yaitu 12,5%. Status gizi dalam penelitian ini tidak memiliki hubungan yang
bermakna dengan lama diare pada subyek penelitian (x2= 1,30, p = 0,523).
Pada penelitian ini rehidrasi dilakukan dengan pemberian cairan peroral maupun intra
vena, pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol didapatkan lebih banyak subyek
penelitian yang menerima cairan per oral maupun intravena daripada yang hanya menerima
cairan per oral. Pada kelompok perlakuan didapatkan sebanyak 81,2% subyek penelitian yang
menerima cairan secara intra vena dan sebanyak 18,8% yang tidak menerima cairan secara intra
vena. Pada kelompok kontrol sebanyak 84,4% subyek penelitian menerima cairan intra vena dan
sebesar 15,6% tidak menerima cairan intra vena. Pemberian cairan intra vena pada penelitian ini
tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik terhadap lama diare (x2 = 0,11, p =
0,740).
Tabel 4.2. Karakteristik data kontinu subyek penelitian
Pada tabel 4.2 didapatkan rata-rata umur subyek penelitian yang mendapatkan terapi zink
dan probiotik adalah 13,91 bulan sedangkan pada subyek penelitian yang hanya mendapatkan
terapi probiotik rata-rata umurnya adalah 13,84 bulan. Dalam hal ini umur subyek penelitian
tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik antara terapi zink dan probiotik
dibanding yang diberikan hanya terapi probiotik ( p = 0,967).
Tabel 4.3. Hasil analisis regresi linear perbedaan lama diare yang diterapi dengan zink dan probiotik
Variabel b
(koefisien regresi) t p CI 95%
Batas bawah Batas atas Konstanta 5,94 32,53 <0,001 5,57 6,30 Zink -1,78 6,90 <0,001 -2,30 -1,27
Pada tabel 4.3 yang menunjukkan hasil analisis penelitian dimana digunakan analisis
regresi linear didapatkan bahwa perbedaan lama diare yang terjadi pada kelompok perlakuan
dimana subyek penelitian diberikan terapi kombinasi zink dan probiotik mengalami lama diare
Variabel Zink + Probiotik Probiotik
t p n mean SD n mean SD
Umur 32 13,91 6,66 32 13,84 5,43 0,04 0,967
yang lebih pendek dibandingkan dengan kelompok kontrol yang mendapatkan terapi probiotik
dan placebo, yaitu sebesar 1,78 hari, dan pemberian kombinasi zink dan probiotik untuk
penderita diare akut ini mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik dimana hal ini
ditunjukkan dengan nilai p < 0,001.
Pada gambar 4.1 menunjukkan boxplot antara lama diare yang dinyatakan dalam hari
dengan status perlakuan yaitu pemberian kombinasi terapi zink dan probiotik, pada kelompok
probiotik tampak bahwa lama diare berkisar antara 5 sampai 7 hari dengan median 6 hari. Pada
kelompok zink dan probiotik tampak lama diare berkisar antara 3 hari sampai 4,5 hari dengan
median 4 hari. Sehingga bisa dilihat bahwa perbedaan lama diare antara kelompok perlakuan
dengan kelompok kontrol kurang lebih 2 hari.
Gambar 4.1 Perbedaan mean lama diare menurut status pemberian Zinz
B. Pembahasan
Penelitian uji klinis acak terkontrol ini menggunakan 64 subyek anak yang dirawat di
ruang perawatan gastroenterologi anak di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Data yang didapatkan
berasal dari data primer berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui saat
dimulainya diare, adanya dehidrasi, penyebab diare dan status gizi. Sumber data primer yang lain
didapatkan dari hasil pemeriksaan laboratorium baik dari pemeriksaan darah rutin maupun
analisis feses.
Penelitian ini mendapatkan hasil yaitu lama diare yang lebih pendek pada subyek
penelitian yang diberikan terapi kombinasi zink dan probiotik dibandingkan hanya probiotik
dengan waktu kurang lebih 1,78 hari. Hal ini bisa dilihat dari tabel 4.3. Hasil penelitian ini
hampir sama dengan hasil penelitian yang dilakukan terhadap anak-anak Bangladesh yang
dilakukan oleh Baqui dkk tahun 2002 yaitu lama diare menjadi lebih singkat selama 1,2 hari
maupun penelitian yang dilakukan oleh Roy dkk pada tahun 1999 yaitu 2 hari. Tetapi pada
penelitian yang dilakukan Faruque dkk pada tahun 1999 menunjukkan lama diare yang lebih
singkat pada penderita diare akut yang diterapi dengan zink dengan perbedaan waktu 22 jam.
Pada prinsipnya hasil yang didapatkan pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian-
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu didapatkannya lama diare yang lebih singkat
dengan ditambahkannya zink pada terapi. Memendeknya lama diare pada pemberian suplemen
zink kemungkinan karena cara kerja zink yang mempengaruhi regenerasi dan fungsi vili usus,
sehingga akan mempengaruhi pembentukan enzim disakaridase yaitu laktase, sukrose, dan
maltase, selain itu zink juga mempengaruhi transport Na dan glukosa. Sehingga zink dapat
mempengaruhi proses penyembuhan diare (Artana, 2005).
Pada tabel 4.1 menunjukkan perbandingan jenis kelamin laki-laki daripada perempuan di
kelompok perlakuan adalah 18/14 (1,3/1) sedangkan pada kelompok kontrol adalah 21/11
(1,9/1). Setelah dilakukan analisis statistik diketahui bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi
lama diare pada anak. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Roy dkk pada
tahun 2000 yang menunjukkan jumlah subyek laki-laki lebih banyak daripada perempuan tetapi
jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan lama diare pada anak.
Pada tabel 4.1 juga menunjukkan derajat dehidrasi yang dibagi menjadi dua derajat yaitu
ringan dan sedang. Pada kelompok perlakuan sebanyak 12 anak (37,5%) mengalami dehidrasi
ringan dan 20 anak (62,5%)mengalami dehidrasi sedang, sedangkan pada kelompok kontrol
sebanyak 9 anak (28,1%) mengalami dehidrasi ringan dan sebanyak 23anak (71,9%) mengalami
dehidrasi sedang. Setelah dianalisis secara statistik derajat dehidrasi yang terjadi tidak
mempunyai hubungan yang bermakna dengan lama diare pada anak. Derajat dehidrasi yang
ditentukan dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Bhutta dkk tahun
1999 derajat dehidrasi dibagi menjadi 4 yaitu tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang
dan dehidrasi berat. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Roy dkk tahun 2000,
dimana pada penelitian tersebut derajat dehidrasi dibagi 2 yaitu dehidrasi sedang dan dehidrasi
berat. Pada penelitian tersebut juga memperlihatkan bahwa derajat dehidrasi tidak mempunyai
hubungan yang bermakna secara statistik terhadap lama diare.
Penelitian ini juga melakukan analisis statistik mengenai hubungan status gizi dengan
lama diare. Status gizi ditentukan berdasarkan klinis dan antropometri, parameter yang
digunakan adalah BB/TB sesuai dengan grafik WHO Anthro 2005. Status gizi pada penelitian ini
dibagi 3 yaitu gizi kurang, gizi baik dan gizi lebih, pada kelompok perlakuan didapatkan 7 anak
(21,9%) dengan gizi kurang, 18 anak (56,2%) dengan status gizi baik, dan 7 anak (21,9%)
dengan gizi lebih. Pada kelompok kontrol terdapat 6 anak (18,8%) dengan gizi kurang, 22 anak
(68,8%) dengan gizi baik, dan 4 anak (12,5%) dengan gizi lebih. Status gizi pada penelitian ini
tidak mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik dengan lama diare. Pada penelitian
Sazawal dkk tahun 1995 status gizi dinilai dengan z score, dengan parameter berat badan
terhadap umur dan tinggi badan terhadap umur. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan
oleh Bhutta dkk tahun 1999 dimana parameter yang digunakan adalah berat badan terhadap
umur, tinggi badan terhadap umur dan berat badan terhadap tinggi badan. Dari penelitian yang
dilakukan tahun 2000 oleh Roy dkk, penilaian status gizi berdasarkan grafik NCHS, dengan
parameter berat badan terhadap umur.
Subyek penelitian mendapatkan rehidrasi secara oral, sedangkan cairan pemeliharaannya
ada yang diberikan dengan oral maupun ditambahkan dengan cairan intravena. Pada kelompok
perlakuan didapatkan bahwa 6 anak (18,8%) tidak mendapatkan cairan intravena dan 26 anak
(81,2%) mendapatkan cairan intravena, sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan 5 anak
(15,6%) tidak mendapatkan cairan intravena dan sebanyak 27 anak (84,4%) mendapatkan cairan
intravena. Setelah dilakukan analisis secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna
secara statistik antara pemberian cairan intravena dengan memendeknya lama diare.
Subyek penelitian yang termasuk adalah anak dengan kisaran usia antara 6 bulan sampai
dengan 24 bulan. Pada tabel 4.2 dalam kelompok perlakuan didapatkan rata-rata usia subyek
penelitian adalah 13,91 bulan, dan pada kelompok kontrol didapatkan usia rata-rata adalah 13,84.
Tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dan lama diare pada anak
dengan p>0,005 (p = 0,967). Pada penelitian tahun 2000 oleh Roy dkk juga menyatakan tidak
ada hubungan yang bermakna anatara umur dengan lama diare pada anak (p=0,790). Sazawal
dkk pada tahun 1995 mengikutsertakan anak umur 6 bulan sampai dengan 35 bulan sebagai
subyek penelitian, demikian juga dengan Strand dkk pada tahun 2002 mengambil anak umur 6
bulan sampai dengan 35 bulan sebagai subyek penelitian.. Bhutta dkk pada tahun 1999
mengikutsertakan anak umur 6 bulan sampai dengan 36 bulan. Ketiga penelitian tersebut berbeda
dengan beberapa penelitian yang lain dimana pada penelitian yang dilakukan oleh Baqui dkk
tahun 2002 mengikusertakan anak mulai umur 3 bulan sampai 59 bulan, demikian juga dengan
penelitian oleh Trivedia SS tahun 2008 mengikutsertakan anak umur 6 bulan sampai dengan 59
bulan. Penelitian yang kami lakukan mengambil subyek penelitian yang berusia 6 bulan sampai
dengan 24 bulan untuk menyingkirkan penyebab diare akut selain karena rotavirus.
Tabel 4.3 menunjukkan hasil penelitian yang telah dianalisis dengan regresi linear
dimana tampak bahwa dengan pemberian kombinasi terapi zink dan probiotik dapat
memperpendek lama diare sebesar 1,78 hari dibandingkan dengan pada kelompok kontrol yang
hanya mendapat probiotik dan plasebo. Hasil penelitian tersebut secara statistik bermakna
dengan nilai p<0,001. Sehingga bisa disimpulkan bahwa pemberian zink dan probiotik pada
penderita diare akut dapat memperpendek lama diare, hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Faruque
dkk pada tahun 1999 yang menunjukkan lama diare berkurang sebanyak 22 jam dengan
pemberian zink, Roy dkk pada tahun 1999 juga menunjukkan memendeknya lama diare pada
kelompok yang diberikan terapi zink sebanyak 2 hari, demikian juga penelitian yang dilakukan
oleh Baqui dkk tahun 2006 menunjukkan penurunan lama diare sebanyak 2,5 hari. Penurunan
lama diare pada kelompok yang diterapi dengan kombinasi zink dan probiotik menunjukkan
bahwa efek zink dapat bekerja secara sinergi dengan efek probiotik, meskipun mekanisme kerja
zink secara pasti dalam memperbaiki diare belum diketahui tetapi diperkirakan karena zink
dapat membantu pertumbuhan sel dan sebagai antioksidan (Soebagyo, 2008; Walker, 2004),
dengan kata lain zink dapat melindungi membran sel terhadap kerusakan karena oksidasi
(Lukacik M, 2008), selain itu permeabilitas usus pada diare akut dan persisten juga dapat
diperbaiki dengan pemberian zink (Roy, 1992). Mekanisme kerja probiotik yang dapat
membantu mempercepat penyembuhan diare secara pasti juga belum dapat diketahui, tetapi
diperkirakan adanya mekanisme kompetitif antara probiotik dengan bakteria yang merugikan,
dikatakan pula bahwa kemungkinan probiotik dapat mencegah terjadinya perlekatan antara
mikroorganisme yang merugikan dengan dinding usus. Selain itu probiotik diperkirakan
memproduksi substansi yang dapat mencegah terjadinya infeksi dan memperbanyak mukus yang
berfungsi sebagai barier atau pertahanan terhadap mikroorganisme yang merugikan tubuh (Hsia
K, 2008).
Pada diagram boxplot tampak adanya perbedaan lama diare pada kelompok perlakuan
dengan kelompok kontrol. Dimana kelompok perlakuan rata-rata lama diarenya adalah 4 hari
sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata lama diarenya adalah 6 hari. Hal ini menunjukkan
bahwa pemberian kombinasi terapi zink dan probiotik dapat memperpendek lama diare selama
kurang lebih 2 hari dibandingkan dengan yang diberikan terapi probiotik saja.
C. Kelemahan penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa kekurangan yaitu menggunakan terlalu banyak metode
untuk mengurangi pengaruh dari variabel perancu, dengan cara melakukan randomisasi dan
restriksi, dimana seharusnya bisa dilakukan salah satu metode saja dan variabel perancu antara
kedua kelompok penelitian akan terdistribusikan sama rata. Kelemahan yang lain adalah tidak
mengamati perubahan frekuensi diare yang terjadi sebelum diberikan terapi dan sesudah
diberikan terapi. Untuk pengamatan yang lebih teliti bisa dilakukan evaluasi frekuensi diare,
bentuk feses, dan lama diare berdasarkan satuan jam bukan hari.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa dengan pemberian kombinasi terapi
zink dan probiotik lama diare dapat berkurang selama 1,78 hari. Rata-rata lama diare pada
kelompok perlakuan adalah 4 hari sedangkan pada kelompok kontrol adalah 6 hari. Hal ini
tampak pada hasil pengamatan yang telah dianalisis secara statistik dengan regresi linear, dimana
terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara pemberian terapi kombinasi zink dan
probiotik dengan memendeknya lama diare pada anak (b= -1,78; 95%CI -1,27 sd -2,30;
p<0,001). Dari hal tersebut kombinasi zink dan probiotik dapat dipilih sebagai terapi pada diare
akut disamping pemberian cairan rehidrasi oral seperti yang telah direkomendasikan oleh WHO.
Status gizi dalam penelitian ini adalah faktor perancu terjadinya diare akut pada anak,
setelah dilakukan analisis statistik menggunakan X2 menunjukkan bahwa status gizi pada
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan tidak berbeda secara statistik (p=0,523).
B. Saran
Berdasarkan penelitian ini sebaiknya diberikan kombinasi terapi zink dan probiotik pada
anak dengan diare akut, selain diberikannya cairan rehidrasi oral yang direkomendasikan oleh
WHO. Dosis preparat zink yang disarankan untuk anak umur 6 bulan sampai dengan 24 bulan
adalah 20 mg perhari, dan dosis probiotik yang disarankan adalah 2 x 109 cfu perhari selama 10
hari.
C. Implikasi Penelitian
1. Bagi bidang akademik
Diare akut pada anak usia 6 bulan sampai dengan 2 tahun biasanya terjadi karena
infeksi rotavirus, dimana mukosa usus dapat mengalami kerusakan dan menyebabkan
terjadinya maldigesti maupun malabsorbsi, dengan pemberian zink yang mempunyai efek
mempercepat perbaikan atau regenerasi sel dan antioksidan maka lama diare akan lebih
singkat daripada tidak diberikan preparat zink.
2. Bagi Bidang Pelayanan Kedokteran Keluarga
Seorang dokter anak diharapkan untuk dapat mendiagnosis diare akut, mengetahui
penyebab diare, menentukan derajat dehidrasi, memberikan tatalaksana yang tepat sehingga
dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada anak karena diare akut.
Selain itu dokter anak juga harus mampu memberikan terapi yang terbaik dalam
berbagai penyakit anak, diantaranya adalah memberikan terapi yang tepat pada diare akut
sehingga dapat memperpendek lama diare, selanjutnya dapat memperpendek lama rawat inap
atau bahkan tidak memerlukan rawat inap. Juga diharapkan untuk bisa mencegah terjadinya
komplikasi pada diare akut yang tidak diterapi dengan adekuat, misalnya terjadi diare
persisten.
DAFTAR PUSTAKA
Artana WD. 2005. Peran suplementasi mineral mikro seng terhadap kesembuhan diare. Dalam: Sari Pediatri. H: 15-18
Bakri A. 2003. Peranan Mikronutrien seng dalam pencegahan dan penanggulangan diare. Dalam: Kumpulan Makalah Kongres Nasional II Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia (BKGAI). H: 132-39
Baratawidjaja KG. 2006. Imunologi Dasar. H: 6-33
Barclay L. 2008. Zinc Supplementation May Be Effective in Childhood Diarrhea. http://www.medscape.com.....
Bathia N. 2006. Diarrhea in children. http://www.maxhealthcare.in/healthca..... Baqui A H, Black RE, Arifeen SE, dkk. 2002. Effect of zinc supplementation started during
diarrhea on morbidity and mortality in Bangladeshi children: community randomised trial. BMJ. Vol 325: 1-7.
Baqui A H. 2006. Zinc Supplementation and Serum Zinc During Diarrhea. Indian Journal of
Pediatrics, Vol 73; 493-99. Bhutta Z A, Nizami S Q, Isani Z. 1999. Zinc Supplementation in Malnourished Children With
Persistent Diarrhea in Pakistan. Pediatrics; Vol 103: 1-9. Bhutta Z A. 2000. Therapeutic effects of oral zinc in acute and persistent diarrhea in children in
developing countries: pooled analysis of randomized controlled trials. Am J Clin Nutr 2000; 72: 1516-22.
Blackwell W. 2008. Childhood diarrhea: Treat with zinc over 6 months of age. http://esciencenews.com/articles/2008/07/16.....
Daniells S,. 2008. Meta-analysis supports zinc for childhood diarrhea.
http://www.nutraingredients-usa.com/Research.....
Data penderita diare di RSUD Dr. Moewardi. 2007. Data tidak dipublikasikan
Diskin A. 2008. Gastroenteritis. http://www.emedicine.com/emerg/topic2..... Faruque AS, Mahalanabis D, Haque S S, Fuchs G J, Habte D. 1999.
Double-blind, randomized, controlled trial of zinc or vitamin A supplementation in young children with acute diarrhoea. Acta paediatrica. 88(2), P :154-60.
Firmansyah A. 2001. Terapi Probiotik dan Prebiotik pada Saluran Cerna Anak. Dalam:Sari
Pediatri.H:210-14. Fontaine O. 2008. Evidence for the safety and efficacy of zinc supplementation in the
management of diarrhea. Dalam:Sari Pediatri. H: 14-20 Fuchs G J.1998. Possibilities for zinc in the treatment of acute diarrhea. Am J Clin Nutr 1998;
Guandalini S.2008.Diarrhea. http://www.emedicine.com/PED..... Guyton A. 1987. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. H: 585-98 Hoque K, Binder H. 2003. Zinc in the Treatment of Acute Diarrhea: Current Status and
Assessment. Gastroenterology , Volume 130 , Issue 7 , Pages 2201 - 2205 Hsia K. 2008. Are probiotics more hype than they are help? . Drugdigest.org: 1-9 Isolauri E. 2004. Probiotics. Dalam: Pediatric Gastrointestinal Disease volume 2. Hamilton:
Walker A. H:2052-59. Johnston BC, Supina AL, Vohra S. 2006. Probiotics for pediatric antibiotic-associated diarrhea:a
meta-analysis of randomized placebo-controlled trials. CMAJ. P : 377-83 Long KZ. 2007. Effect of Vitamin A and Zinc Supplementation on Gastrointestinal Parasitic
Infections Among Mexican Children. Pediatrics 2007;120;846-55.
Lukacik M, Thomas RL, Aranda JV. 2008. A Meta-analysis of the Effects of Oral Zinc in the Treatment of Acute and Persistent Diarrhea. Pediatrics 2008;121;326-336.
Markwick KJR, Gill HS. 2004. Probiotics and immunomodulation in Hughes DA, Darlington
LG, Bendich A. In : Diet and human immune function. P: 327-39 Mcfarland L. 2006. Meta-analysis of probiotics for the prevention and Treatment of acute
pediatric diarrhea. International journal of probiotics and prebiotics Vol. 1, no.1, H: 63-76.
MMWR. 2003. http://www.cdc.gov/mmwr/preview/..... ( 21 Mei 2009) Mifflin Houghton Company. 2003. The American Heritage® Dictionary of the English
Language, Fourth Edt. Mosby . 2005. Mosby’s Dictionary of Complementary and Alternative Medicine. O’connor JA. 2004. Protective nutrients. .Dalam: Pediatric Gastrointestinal Disease volume 2.
Hamilton: Walker A. H:2010-11.
Pickering LK. 2004. Gastroenteritis. Dalam: Kliegman ed. Nelson Textbook of Pediatrics edisi ke-17. Philadelphia: Saunders. H: 1272-73
Rink L, Kirchner H. 2000. Zinc-altered immune function and cytokine production. In : J Nutr; 130. P: 1407-11.
Rosalina I. 2007. Efikasi pemberian zink pada diare. Dalam: Naskah lengkap konggres nasional
III Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia. Surabaya. H: 159-67 Roy SK, Behrens RH, Haider R, et al. 1992. Impact of zinc supplementation on intestinal
permeability in Bangladeshi children with acute diarrhea and persisten diarrhea syndrome. J Pediatr Gastroenterology Nutr; 15; 289-96.
Rundles SC. Zinc and immune function; The Importance of zinc on health.
http://www.zincworld.org/Documents/Communications..... Sazawal S. 1995. Zinc supplementation in young children with acute diarrhea in india. N Engl J
Med 1995; 333 : 839-44 Salvatore S. 2007. Probiotics and zinc in acute infectious gastroenteritis in children : are they
effective? http://cat.inist.fr/?aModele=afficheN&..... Scott ME. Koski KG. 2000. Zinc deficiency impairs immune responses against parasitic
nematode infections at intestinal and systemic site. J nutr; 130; 1412-20
Shamir R, Makhoul IR, Etzioni A, Shehadeh N. 2005. Evaluation of a diet containing probiotics and zinc for the treatment of mild diarrheal illness in children younger than one year of age. Journal of the American College of Nutrition 2005 ;24(5);370-5.
Shanjar AH, Prasad AS. 1998. Zinc and immune function: the biological basis of altered
resistance to infection. Am J Clin Nutr. P: 447-57 Sudarmo SM. 2003. Peranan probiotik dan prebiotik dalam upaya pencegahan dan pengobatan
diare pada anak. Dalam: Kumpulan Makalah konggres nasional II Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia. Bandung. H: 115-27.
Soebagyo B. 2008. Diare akut. Dalam : Diare akut pada Anak. Surakarta: Martuti S. H: 1-12.
Strand T A. 2002. Effectiveness and Efficacy of Zinc for the Treatment of Acute Diarrhea in Young Children. Pediatrics 2002; 109; 898-903
Szajewska H. 2004. Use of probiotics in children with acute diarrhea. http://www.find-health-articles.com/rec.pub.15871631-use-pro...
Trivedia SS, Chudasamab RK, Patela N. 2008. Effect of Zinc Supplementation in Children with
Acute Diarrhea: Randomized Double Blind Controlled Trial. Gastroenterology Research 2009;2:168-174.
Van Niel C W. 2002. Lactobacillus Therapy for Acute Infectious Diarrhea in Children: A Meta-
analysis. Pediatrics 2002; 109; 678-684 Walker C, Black RE, 2004. Zinc and the risk for infectious disease. Annual review of nutrition ;
24; 255-75 Wapnir RA. 2000. Zinc deficiency, malnutrition and the gastrointestinal tract. J Nutr; 130a;
1388-92. WHO, 2005. http://www.who.int/childgrowth/s..... (7 Februari 2009). Wong C. 2008. Acidophilus and Other Probiotics. http://altmedicine.about…..