1 PERBEDAAN IMPLEMENTASI PENDEKATAN KETELADANAN TERHADAP KARAKTER SISWA DI SMA BINA SRIWIJAYA INDONESIA (BSI) PALEMBANG TESIS Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) Dalam Program Studi Pendidikan Agama Islam Oleh: MADI APRIADI NIM: 1481005 PROGRAM MAGISTER FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG 2017
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
PERBEDAAN IMPLEMENTASI PENDEKATAN
KETELADANAN TERHADAP KARAKTER SISWA
DI SMA BINA SRIWIJAYA INDONESIA (BSI) PALEMBANG
TESIS
Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Magister Pendidikan (M.Pd.)
Dalam Program Studi Pendidikan Agama Islam
Oleh:
MADI APRIADI
NIM: 1481005
PROGRAM MAGISTER
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2017
2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karakter atau akhlak merupakan domain penting dalam kehidupan masyarakat,
apalagi di era globalisasi ini. Tidak adanya karakter dalam tata kehidupan
masyarakat akan menyebabkan hancurnya masyarakat itu sendiri. Hal ini bisa
diamati pada kondisi yang ada di negeri ini. Hampir semua lini kehidupan
masyarakat Indonesia tidak mencerminkan karakter yang baik. Atau dengan kata
lain, bangsa Indonesia saat ini bukan saja krisis ekonomi dan krisis kepercayaan,
akan tetapi juga krisis karakter atau akhlak. Karenanya tidak berlebihan kalau
banyak kalangan yang menyebut bahwa bangsa kita tengah mengalami krisis
multidimensional.
Menurut Abudin Nata dalam buku Ahmad Tantowi, krisis akhlak
semacam ini pada awalnya hanya menerpa sebagian kecil elit politik (penguasa),
tetapi kini ia telah menjalar kepada masyarakat luas, termasuk kalangan pelajar.
Ini bisa dilihat dari banyaknya keluhan tentang perilaku para remaja yang
disampaikan orang tua, para guru, dan orang yang bergerak di bidang sosial. Di
antara mereka sudah banyak yang terlibat tawuran, pengguna obat-obat terlarang,
minumn keras, pelecehan seksual, dan tindak kriminal lainnya. Bahkan baik orang
3
tua ataupun guru di sekolah merasa kehabisan akal untuk mengatasi krisis akhlak
ini.1
Akhir-akhir ini banyak masyarakat yang memandang bahwa proses
pendidikan kita telah gagal menanamkan nilai-nilai moral pada setiap siswa.
Asumsi ini muncul setelah kita menyaksikan, begitu banyaknya siswa yang
kurang memiliki moral yang sesuai dengan pandangan hidup masyarakat kita.
Namun demikian, tidak arif kiranya apabila kita dengan serta merta
”menghakimi” orang-orang yang dianggap berakhlak buruk.
Krisis akhlak yang terjadi di Indonesia umumnya di sekolah khususnya
pasti ada sesuatu yang melatarbelakanginya, karena itu menjadi sangat penting
untuk mengetahui apa penyebab krisis akhlak tersebut. Adapun penyebabnya
adalah : pertama, karena longgarnya pegangan terhadap agama yang
menyebabkan hilangnya kontrol diri individu masyarakat. Kedua, krisis akhlak
terjadi karena pembinaan moral yang dilakukan orang tua, sekolah, dan
masyarakat sudah kurang efektif. Ketiga institusi pendidikan ini sudah terbawa
oleh arus kehidupan yang lebih mengutamakan materi tanpa diimbangi dengan
pembinaan mental dan spiritual yang baik. Ketiga, krisis akhlak terjadi disebabkan
karena derasnya arus budaya hidup materialistik, hedomistik, dan sekularatik.
Keempat, krisis akhlak terjadi karena belum adanya kemauan yang sungguh-
sungguh dari pemerintah.2
1 Ahmad Tantowi, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, (Semarang: Pustaka
Beberapa hal yang dapat membantu perkembangan moral anak dalam
proses pendidikan adalah hargai dan tekankan konsiderasi kebutuhan orang lain,
jadilah contoh perilaku prososial, berilah label dan identifikasi perilaku prososial,
dan bantu siswa untuk menentukan sikap dan memahami perasaan orang lain. 3
Dari potret pendidikan semacam ini, kita bisa membayangkan perilaku
peserta didik tersebut di kemudian hari. Jika sejak anak didik telah diinjeksi
dengan perilaku culas dan tidak jujur, maka jangan menyesal apabila perilaku
tersebut tetap melekat hingga dalam kehidupan masyarakat. Inilah sebabnya
membudayanya korupsi, kolusi, nepotisme di negeri ini. Tentunya kita tidak
menginginkan kebobrokan itu dilestarikan. Di era globalisasi ini, peran guru dan
keteladanan guru sangat penting dalam membentuk karakter atau akhlak siswa.
Walaupun karakter seseorang merupakan watak dasar individu, namun
dalam perkembangannya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan
disekitarnya mulai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat. JJ. Rousseau dalam
buku Rahmat Rosyadi mengatakan bahwa anak sesungguhnya mempunyai fitrah
yang baik, tetapi lingkunganlah yang membentuk kepribadiannya. Seseorang yang
berkarakter baik, pasti akan melakukan hal yang baik dalam kehidupannya sehari-
hari.4
Jika seorang guru ingin agar siswanya menjadi seorang yang berakhlak
baik, maka guru tersebut haruslah memberikan contoh yang baik pula. Karena
3 Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana,
2009), hal. 277 4 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 13
5
meniru adalah cara mendidik yang baik dan efektif untuk anak kecil, karena
kecendrungan meniru itu memang sudah menjadi karakter manusia. Oleh karena
itu sangat penting dalam interaksi belajar mengajar di sekolah. 5
Sekolah merupakan salah satu lingkungan sosial yang dibutuhkan anak.
Sekolah berfungsi memperluas kehidupan sosial anak, tempat anak belajar
menyesuaikan diri terhadap bermacam-macam situasi. Perkembangan moral dan
spiritual seseorang berjalan seiring dengan perkembangan kognitifnya. Oleh
karena itu, sekolah sebagai wahana perkembangan kognitif anak sangat penting
artinya dalam pembentukan karakter. 6
Sekolah menyediakan pengasuhan dan kasih sayang bagi pertumbuhan
moral anak. Orang dewasa lain dapat berperan sebagai sosok yang dapat
diandalkan dan diteladani dalam membentuk karakter anak adalah guru. Karakter
guru seringkali menjadi perhatian murid. Perilaku dan sikap guru dalam
menciptakan suasana tertentu di dalam kelas dapat mempengaruhi pertumbuhan
moral murid.
Keteladanan merupakan satu model yang sangat efektif untuk
mempengaruhi orang lain. Keteladanan merupakan aspek terpenting dari proses
pendidikan. Para pendidik dituntut untuk memiliki kepribadian dan intelektualitas
yang baik dan sesuai dengan Islam sehingga konsep pendidikan yang diajarkan
5 Akmal Hawi, Kompetensi Guru PAI, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2006), hal.
38 6 Rahmat Rosyadi, Op. Cit, hal. 18
6
dapat langsung diterjemahkan melalui diri para pendidik. Pendidik menjadi
cermin bagi peserta didik, sehingga siswa memiliki karakter yang baik. 7
Individu yang berkarakter baik adalah seseorang yang berusaha melakukan
hal-hal yang terbaik terhadap Allah SWT. Ciri karakter baik yaitu menginginkan
hal yang baik, mereka tahu hal yang baik, dan melakukan hal yang baik. 8
Melalui pendekatan keteladanan yang dilakukan guru di sekolah sehingga
membentuk karakter siswa yaitu berusaha untuk memperbaiki kehidupan anak
yang nampak kurang baik, sehingga menjadi baik. Misalnya anak yang kurang
jujur, dapat dirubah menjadi jujur.
Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, perbuatan, tindakan.9
kejujuran membawa seseorang kegerbang harapan dan masa depan yang jaya.
Kejujuran adalah salah satu prinsip yang harus dipegang setiap orang, tidak hanya
penting bagi pelajar, melainkan semua orang. Sebab kejujuran amat berharga
untuk diri sendiri dan masyarakat. Dan kejujuran membawa ketenangan batin,
kedamaian, bahkan kebahagiaan seseorang. 10
Hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di SMA Bina Sriwijaya
Indonesia (BSI) pada tanggal 17 April 2016 menunjukkan bahwa kondisi siswa
masih belum memiliki karakter yang baik seperti kurangnya kejujuran siswa, hal
7 Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur`an, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2012), hal. 140 8 Saptono, Dimensi-Dimensi Pendidikan Karakter, (Salatiga: Erlangga, 2011), hal. 20 9 Alpiyanto, Hypno Heart Teaching, (Jakarta: Multi Media Grafitama, 2011), hal. 238 10 Ibnu Burdah, Pendidikan Karakter Islami Untuk Siswa SMA / MA, (Jakarta: Erlangga,
2013), hal. 48
7
ini dapat dibuktikan dengan fakta masih banyak siswa yang mencontek pada saat
pelaksanaan ujian harian, mid semester maupun ujian akhir semester. Kemudian
masih banyak siswa yang kurang disiplin, hal ini dapat dibuktikan dengan fakta
dilapangan, masih banyak siswa yang datang terlambat ketika masuk sekolah dan
masih ada siswa yang berselisih atau berkelahi atau menyalahi tata tertib sekolah.
Sedangkan penerapan pendekatan keteladanan di sekolah sebenarnya belum
begitu diterapkan oleh guru di SMA Bina Sriwijaya Indonesia (BSI) Palembang
dan selama ini guru hanya menjelaskan materi saja tanpa ada keteladanan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah yang
muncul, yaitu:
1. PAI adalah mata pelajaran Agama Islam yang terdiri dari sub Aqidah
Akhlak, Fiqih, SKI, dan Al-Qur`an Hadist. Di sekolah masih banyak siswa
mengetahui teori dan ayat-ayat Al-Qur’an, akan tetapi kebanyakan siswa
tidak dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya
pada mata pelajaran Aqidah Akhlak ada materi tentang kejujuran, akan
tetapi dalam aplikasinya mereka masih saja tidak jujur.
2. Ketika pelaksanaan ujian harian, Mid atau UAS berlangsung, kebanyakan
siswa mendapatkan nilai besar di atas KKM. Akan tetapi, hasil yang
didapatkan dengan cara mencontek atau tidak jujur.
3. Kurang disiplin dalam menjalankan tata tertib sekolah
8
C. Batasan Masalah
Karena luasnya masalah yang akan diteliti dan untuk memperjelas permasalahan
yang ada dalam penelitian ini, maka penulis membatasi permasalahan yang akan
dibahas yaitu mengenai:
1. Keteladanan dapat dibedakan menjadi keteladanan internal dapat
dilakukan melalui pemberian contoh yang dilakukan oleh pendidik sendiri
dalam proses pembelajaran dan keteladanan eksternal dilakukan dengan
pemberian contoh-contoh yang baik dari tokoh yang dapat diteladani, baik
tokoh nasional maupun tokoh internasional. Adapun pendekatan
keteladanan yang digunakan oleh peneliti pada kelas eskperimen
menggunakan pendekatan internal, sedangkan pada kelas kontrol
menggunakan pendekatan eksternal.
2. Nilai-nilai dasar karakter anak yang diterapkan oleh keluarga dan sekolah
supaya menjadi sikap, perilaku, dan tindakan anak dalam menghadapi
hidup dan kehidupan anak ke arah yang lebih baik. Adapun nilai karakter
disini adalah nilai karakter yang diterapkan di sekolah yaitu nilai