PERBEDAAN ANTARA ILMU DAN PENGETAHUAN Oleh: Ading Nashrulloh
Kesadaran manusia secara garis besar terbagi atas tiga dimensi yang
amat penting. Pengalaman, perasaan dan pengetahuan. Ketiga dimensi
itu berbeda secara substantif tetapi sangat saling berkaitan.
Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh manusia atau hasil
pekerjaan manusia menjadi tahu. Pengetahuan itu merupakan milik
atau isi pikiran manusia yang merupakan hasil dari proses usaha
manusia untuk tahu. Dalam perkembangannya pengetahuan manusia
berdiferensiasi menjadi empat cabang utama, filsasat, ilmu,
pengetahuan dan wawasan. Untuk melihat perbedaan antara empat
cabang itu, saya berikan contohnya: Ilmu kalam (filsafat), Fiqih
(ilmu), Sejarah Islam (pengetahuan), praktek Islam di Indonesia
(wawasan). Bahasa, matematika, logika dan statistika merupakan
pengetahuan yang disusun secara sistematis, tetapi keempatnya
bukanlah ilmu. Keempatnya adalah alat ilmu. Setiap ilmu (sains)
adalah pengetahuan (knowledge), tetapi tidak setiap pengetahuan
adalah ilmu. Ilmu adalah semacam pengetahuan yang telah disusun
secara sistematis. Bagaimana cara menyusun kumpulan pengetahuan
agar menjadi ilmu? Jawabnya pengetahuan itu harus dikandung dulu
oleh filsafat , lalu dilahirkan, dibesarkan dan diasuh oleh
matematika, logika, bahasa, statistika dan metode ilmiah. Maka
seseorang yang ingin berilmu perlu memiliki pengetahuan yang banyak
dan memiliki pengetahuan tentang logika, matematika, statistika dan
bahasa. Kemudian pengetahuan yang banyak itu diolah oleh suatu
metode tertentu. Metode itu ialah metode ilmiah. Pengetahuan
tentang metode ilmiah diperlukan juga untuk menyusun
pengetahuan-pengetahuan tersebut untuk menjadi ilmu dan menarik
pengetahuan lain yang dibutuhkan untuk melengkapinya. Untuk
bepengetahuan seseorang cukup buka mata, buka telinga, pahami
realitas, hafalkan, sampaikan. Adapun untuk berilmu, maka metodenya
menjadi lebih serius. Tidak sekedar buka mata, buka telinga, pahami
realitas, hafalkan, sampaikan, secara serampangan. Seseorang yang
ingin berilmu, pertama kali ia harus membaca langkah terakhir
manusia berilmu, menangkap masalah, membuat hipotesis berdasarkan
pembacaan langkah terakhir manusia berilmu, kemudian mengadakan
penelitian lapangan, membuat pembahasan secara kritis dan akhirnya
barulah ia mencapai suatu ilmu. Ilmu yang ditemukannya sendiri. Apa
maksud membaca langkah terakhir manusia berilmu ? Postulat ilmu
mengatakan bahwa ilmu itu tersusun tidak hanya secara sistematis,
tetapi juga terakumulasi disepanjang sejarah manusia. Tidak ada
manusia, bangsa apapun yang secara tiba-tiba meloncat mengembangkan
suatu ilmu tanpa suatu dasar pengetahuan sebelumnya. Katakanlah
bahwa sebelum abad renaisansi di Eropa, bangsa Eropa berada dalam
kegelapan yang terpekat. Karena larut dalam filsafat skolastik yang
mengekang ilmu dan peran gereja. Para ilmuwan dan para filsafat
abda itu tentu memiliki guru-guru yang melakukan pembacaan terhadap
mereka tentang sampai batas terakhir manusia berilmu di zaman itu.
Ilmu kimia abad modern sekarang adalah berpijak pada ilmu
kimia,
katakanlah abad 10 masehi yang berada di tangan orang-orang
Islam. Dan ilmu kimia di abad 10 masehi itu tentu bepijak pula pada
ilmu kimia abad 3500 tahun sebelum masehi, katakanlah itu misalanya
dari negri dan zaman firaun. Jadi seseorang yang ingin berilmu
manajemen, misalnya, maka ia harus mengumpulkan dulu
pengetahuan-pengetahuan mnajemen yang telah disusun sampai hari
kemarin oleh para ahli ilmu tersebut dan merentang terus kebelakang
sampai zaman yang dapat dicapai oleh pengetahuan sejarah. Cara
praktis, cepat, kompatibel, kredibel, aksesibel, dan lain-lain bel
positif lainnya, untuk berilmu ialah dengan sekolah formal, dari SD
hingga S3. Beruntunglah kawankawan yang bisa meraih gelar sarjana.
Gelar magister dan seterusnya. Memang sekalipun gelar sudah s3 tapi
koq masih terasa haus juga terhadap ilmu. Itu karena ilmu yang ada
pada dirinya sebenarnya barus sedikit dari khazanah ilmu yang
pernah disusun manusia, sedang disusun, dan apalagi jika dibanding
dengan ilmu di masa depan sampai haru kiamat nanti.
Ilmu pengetahuanKata ilmu berasal dari bahasa Arab, yaitu alama
yang berarti pengetahuan. Istilah tersebut kemudian disamakan
dengan science dalam bahasa Inggris. Science berasal dari bahasa
Latin, yaitu scio atau scire yang juga berarti pengetahuan. Apabila
pengetahuan itu tersusun secara sistematis dari suatu subjek yang
pasti, maka disebut dengan ilmu pengetahuan. Jadi, tidak setiap
pengetahuan adalah ilmu, sedangkan setiap ilmu pengetahuan
mengandung unsur pengetahuan. Ilmu pengetahuan memiliki ciri-ciri
tertentu, yaitu: 1. merupakan seperangkat pengetahuan yang
sistematis; 2. memiliki metode yang efektif; 3. memiliki objek; 4.
memiliki rumusan kebenaran-kebenaran umum; 5. bersifat objektif; 6.
dapat memberikan perkiraan atau prediksi. Sebuah pengetahuan dapat
disusun secara sistematis dengan menggunakan metode yang
dimilikinya. Secara sederhana, metode dapat diartikan sebagai
langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menjelaskan objek yang
dikajinya. Setiap ilmu pengetahuan memiliki objeknya masing-masing,
seperti sejarah objeknya adalah manusia sehingga sejarah dimasukkan
ke dalam kelompok ilmu sosial. Hasil dari penjelasan terhadap objek
yang ditelitinya, akan melahirkan rumusan-rumusan kebenaran atau
sering disebut dengan teori. Rumusan kebenaran dalam sejarah
bersifat unik tidak umum atau universal. Unik dalam pengertian ini
yaitu kebenaran sejarah hanya berlaku pada situasi atau tempat
tertentu saja, belum tentu berlaku pada situasi dan tempat yang
lainnya. Contohnya, penjelasan tentang penyebab-penyebab terjadinya
pemberontakan. Ada beberapa
penyebab timbulnya pemberontakan. Misalnya, orang berontak
karena lapar atau miskin, ada yang karena hak-hak dirinya yang
sudah mapan terganggu, ada yang karena rasa frustasi dan tertekan,
ada yang karena harga dirinya terasa terinjak-injak, ada yang
karena memimpikan hadirnya seorang ratu adil yang akan menciptakan
kemakmuran, dan faktor-faktor lainnya.
Metode ilmiahIAD(metode ilmiah)1. Lahirnya Ilmu Pengetahuan Pada
tahun 1500-1600 M, terjadi perubahan besar atas semua ajaran
Aristoteles maupun Ptolomeus, sebagai tonggak sejarah dapat dicapai
disini adalah: Nikolas Copernicus (1473-1543) Selain ia ahli
astronom ,ia juga ahli matematika dan pengobatan . tulisannya yang
terkenal adalah De Revolutionibus Orbium Caelestium yang artinya
peredaran alam semesta, namun tidak diumumkan karena paham
helisentrisme (pusat matahari) bertentangan dengan kepercayaan
penguasa saat itu. Pokok ajaran seperti berikut: Matahari sebagai
pusat system solar Bulan bereadar mengelilingi bumi bersamaan bumi
mengelilingi matahari Bumi berputar pada porosnya dari barat ke
timur yang mengakibatkan adanya siang dan malam Galileo (1564-1642)
Dia mengungkapkan penemuan teleskopnya yang muktahir pada saat itu
,yang bertentangan pandangan-pandangan penguasa. Ia membenarkan
teori Copernicus tentang heliosentrisme yang jelas bertentangan
degan ajaran agama pada saat itu yaitu homosentris tau geosentris.
Dari Copernicus sampai Galileo dapat kita anggap sebagai permulaan
abad ilmu pengetahuan modern yang menetapkan suatu kebenaran
berdasarkan induksi atau eksperimentasi. Agar himpunan pengetahuan
ini dapat disebut ilmu pengetahuan harus digunakan perpanduan
antara rasionalisme dan emperisme yang dikenal metode keilmuan atau
pendekatan ilmiah. 2. Metode Ilmiah Sebelum adanya ilmu pengetahuan
modern, pola pikir manusia dimulai dari zaman Babylonia (kurang
lebih 650 SM ) dimana orang percaya kepada mitos ,ramalan
berdasarkan perbintangan , bahkan percaya adanya banyak dewa yaitu
dewa angin, dewa matahari,dewa petir dan sebagainya.pengetahuan itu
mereka peroleh dengan berbagai cara antara lain: Prasangka Yaitu
suatu anggapan benar padahal baru merupakan kemungkinan besar atau
kadangkadang malah tidak mungkin tidak benar Contohnya: Pada zaman
Babylionia, orang percaya bahwa hujan dapat turun dari syurga
sampai kebumi melalui jendela-jendela yang ada di langit
Intuisi
Suatu pendapat seseorang diangkat dari perbendaharaan
pengetahuannya terdahulu melalui suatu proses yang tak disadari
Contohnya: Seorang astrolog disamping rumusanya sering menggunakan
intuisinya dalam memberikan ramalan nasib seseorang Trial and Error
Yaitu metode coba-coba atau untung-untungan. cara ini di ibaratkan
seekor kera yang mencoba meraih pisang dalam sebuah kerangkeng dari
percobaan Kohler (psikolog jerman) kera itu dengan cara coba-coba
akhirnya dapat juga mendapatkan pisang dengan menggunakan tongkat.
Pada zaman Yunani orang cenderung mengikuti ajaran dari para ahli
pikir ataupun para penguasa, namun ajaran-ajaran ini ternyata
banyak yang keliru karena para ahli pikir terlalu mengandalkan
pemikiran dan kebenaran yang dianut itu adalah yang menurut masuk
akalnya atau pendapat sendiri
Pengetahuan dapat dikatakan ilmiah bila pengetahuan itu memenuhi
empat syarat yaitu:Objektif Artinya: Pengetahuan itu sesuai dengan
objeknya.maksudnya bahwa kesesuaian dapat dibuktikan dengan hasil
pengindraan / empiris Metodik Artinya: Pengetahuan itu dapat
diperoleh dengan menggunakan cara-cara tertentu dan control
Sistematik Artinya: Pengetahuan itu tersusun dalam suatu system,
satu dengan yang lain berkaitan, saling menjelaskan sehingga
seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh Berlaku umum
Pengetahuan itu tidak hanya berlaku /dapat diamati oleh seseorang
atau oleh beberapa orang saja, tetapi semua orang dengan cara
eksperimen yang sama akan memperoleh hasil yang sama Ditinjau dari
sejarah cara berpikir manusia ,pada dasarnya terdapat dua cara
pokok untuk memperoleh pengetahuan yang benar ialah: Cara yang
didasarkan pada rasio ,paham yang dikembangkan dikenal dengan
rasionalisme Cara yang didasarkan pada pengalaman ,paham yang
dikembangkan disebut empirisme Rasionalisme Descartes adalah
pelopor dan tokoh rasionalisme, menurut dia rasio merupakan sumber
dan pangkal dari segala pengertian .hanya rasio sajalah yang dapat
membawa orang pada kebenaran dan dapat memberi pimpinan segala
jalan pikiran. Dalam menyusun pengetahuannya, para kaum rasionalis
mempergunakan metode deduktif. Dasar pikiran yang dipergunakan
dalam penalarannya diperoleh dari ide yang menurut anggapanya sudah
jelas ,tegas dan pasti Empirisme Kaum empiris berpendapat bahwa
pengetahuan manusia tidak diperoleh lewat penalaran rasional yang
abstrak, tetapi melalui lewat pengalaman konkret. Menurut anggapan
mereka ,gejala-gejala alam bersifat konkret dan dapat dinyatakan
lewat tanggapan panca indra. Bagi kaum empiris ,pernyataan tentang
ada dan tidak adanya sesuatu harus memenuhi persyaratan
pengujian.
3. Sikap Alamiah Salah satu aspek tujuan dalam mempelajari ilmu
alamiah adalah pembentuk sikap alamiah. Orang berkecimpung dalam
ilmu alamiah akan terbentuk sikap alamiah antara lain sebagai
berikut: Jujur Seseorang ilmuwan wajib melaporkan hasil pengamatan
nya secara objektif. Seseorang ilmuwan dalam kehidupan sehari-hari
mungkin saja tidak lebih jujur dari manusia lainnya,tetapi dalam
penelaahan ilmiah ada hal-hal yang memaksa pada ilmuwan yakni yang
kita sebut faktor kontrol. Terbuka Seseorang ilmuwan mempunyai
pandang luas ,terbuka,bebas dari praduga. Ia menyakini bahwa
prasangka, kebencian baik pribadi maupun golongan dan pembunuhan
adalah sangat kejam. Ia tidak akan berusaha memperoleh dugaan bagi
buah pikirannya atas dasar prasangka.Ia akan terus berusaha
mengetahui kebenaran tentang alam, materi, moral, politik, ekonomi
dan tentang hidup. Ia tidak akan meremehkan suatu gagasan baru
Toleran Seseorang ilmuwan tidak merasa bahwa dirinya paling hebat,
ia bahkan bersedia mengakui bahwa orang lain lebih banyak
pengetahuannya, bahwa pendapatnya mungkin saja salah, sedangkan
pendapat orang lain benar. Ia bersedia menerima gagasan orang lain
setelah diuji. Skeptis Ilmuwan pencari kebenaran akan bersikap
hati-hati, meragui, skeptis. Ia akan menyelidiki bukti-bukti yang
melatarbelakangi suatu kesimpulan. Ia tidak akan sinis tetapi
kritis untuk memperoleh data yang menjadi dasar suatu kesimpulan
itu. Optimis Seseorang ilmuwan selalu berpengharapan baik, ia tidak
akan berkata bahwa sesuatu tidak dapat dikerjakan tetapi akan
mengatakan berikan saya sesuatu kesempatan untuk memikirkan dan
mencoba mengerjakan. Ia selalu optimis Pemberani Ilmu merupakan
hasil usaha keras dan sifatnya personal, ilmuwan sebagai pencari
kebenaran akan berani melawan semua ketidak benaran ,penipuan,
kepura-puraan, kemunafikan dan kebatilan yang akan menghambat
kemajuan Kreatif Torrance (1964 M) Mendefenisikan kreativitas
sebagai proses pertumbuhan sehingga peka akan masalah ,kekurang
sempurnaan, kekurangtahuan, dan seterusnya. Sumbangan beberapa
ilmuwan merupakan sebagai bukti kreativitas yang dipunyainnya dapat
ditelaah dalam buku-buku sejarah ilmu pengetahuan Hadiah nobel yang
diberikan sejak 1901 M, mencerminkan usaha kreatif para ilmuwan
dalam berbagai bidang 4. Langkah-langkah Operasional Metode Ilmiah
Salah satu syarat ilmu pengetahuan ialah bahwa materi pengetahuan
itu harus diperoleh melalui metode ilmiah. Ini berarti bahwa cara
memperoleh pengetahun itu menentukan apakah pengetahuan itu
termasuk ilmiah atau tidak. Metode ilmiah tentu saja harus menjamin
akan menghasilkan pengetahuan ilmiah ,yaitu bercirikan objektivitas
,konsisten dan sistematik.
5. Keterbatasan dan Keunggulan Metode Ilmiah Keterbatasan Kita
telah mengetahui bahwa data yang digunakan untuk mengambil
kesimpulan ilmiah itu berasal dari pengamatan. Kita mengetahui pula
bahwa panca indra kita juga mempunyai keterbatasan kemampuan untuk
menangkap suatu fakta. Sehingga tidak disangsikan lagi bahwa
fakt-fakta yang dikumpulkan adalah keliru. Keunggulan Seperti yang
telah dijelaskan dimuka, ciri khas ilmu pengetahuan (termasuk IPA)
yang sifat objektif, metodik sistematik dan berlaku umum akan
membimbing kita pada sikap ilmiah terpuji: Mencintai kebenaran
objektif, bersikap adil akan menjurus kearah hidup yang bahagia
Menyadari bahwa kebenaran itu tidak absolute maka akan menjurus ke
arah mencari kebenaran terus menerus Ilmu pengetahuan membimbing
kita untuk tidak berpikir secara prasangka tetapi berpikir terbuka
Metode ilmiah juga membimbing kita untuk tidak percaya begitu saja
pada kesimpulan tanpa adanya bukti yang nyata. Metode ilmiah juga
membimbing kita selalu bersikap optimis, teliti, berni membuat
suatu pernyataan menurut keyakinan ilmiah kita adalah benar.
EpistomokogiEpistemologi: Pengetahuan, Metode Ilmiah dan
Pengetahuan Ilmiah Januari 4, 2010, 10:19 am Diarsipkan di bawah:
Uncategorized A. PENDAHULUAN Pengetahuan merupakan khasanah
kekayaan mental yang secara langsung atau tak langsung turut
memperkaya kehidupan kita. Pengetahuan juga dapat dikatakan sebagai
jawaban dari berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Dari
sebuah pertanyaan, diharapkan mendapatkan jawaban yang benar. Maka
dari itu muncullah masalah, bagaimana cara kita menyusun
pengetahuan yang benar?. Masalah inilah yang pada ilmu filsafat di
sebut dengan epistimologi. Setiap jenis pengetahuan memiliki
ciriciri spesifik atau metode ilmiah mengenai apa (ontologi),
bagaimana (epistimologi), dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan
tersebut disusun. Ketiga landasan saling memiliki keterkaitan;
ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu dan epistemologi
ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya. (Suriasumantri,
2007:105)
Epistemologi merupakan salah satu diantara tiga hal besar yang
menentukan pandangan hidup seseorang. Pandangan disini berkaitan
erat dengan kebenaran, baik itu sifat dasar, sumber maupun
keabsahan kebenaran tersebut. Konsep ilmu pengetahuan yang
berkembang pesat dewasa ini beserta aspek-aspek praktis yang
ditimbulkannya dapat dilacak akarnya pada struktur pengetahuan yang
membentuknya. Latar belakang hadirnya pembahasan epistemologi itu
adalah karena para pemikir melihat bahwa panca indra lahir manusia
yang merupakan satu-satunya alat penghubung manusia dengan realitas
eksternal terkadang atau senantiasa melahirkan banyak kesalahan dan
kekeliruan dalam menangkap objek luar, dengan demikian, sebagian
pemikir tidak menganggap valid lagi indra lahir itu dan berupaya
membangun struktur pengindraan valid yang rasional. Namun pada sisi
lain, para pemikir sendiri berbeda pendapat dalam banyak persoalan
mengenai akal dan rasionalitas, dan keberadaan argumentasi akal
yang saling kontradiksi dalam masalah-masalah pemikiran kemudian
berefek pada kelahiran aliran Sophisme yang mengingkari validitas
akal dan menolak secara mutlak segala bentuk eksistensi eksternal.
Dengan alasan itu, persoalan epistemologi sangat dipandang serius
sedemikian sehingga filosof Yunani, Aristoteles, berupaya menyusun
kaidah-kaidah logika sebagai aturan dalam berpikir dan
berargumentasi secara benar yang sampai sekarang ini masih
digunakan. Lahirnya kaidah itu menjadi penyebab berkembangnya
validitas akal dan indra lahir sedemikian sehingga untuk kedua
kalinya berakibat memunculkan keraguan terhadap nilai akal dan
indra lahir di Eropa, dan setelah Renaissance dan kemajuan ilmu
empirik, lahir kembali kepercayaan kuat terhadap indra lahir yang
berpuncak pada Positivisme. Pada era tersebut, epistemologi lantas
menjadi suatu disiplin ilmu baru di Eropa yang dipelopori oleh
Descartes (1596-1650) dan dikembangkan oleh filosof Leibniz
(16461716) kemudian disempurnakan oleh John Locke di Inggris.
(Hardono, 1997: 35) Istilah epistemologi pertama kali dipakai oleh
J.F. Feriere dari Institute of Metaphysics pada tahun 1854 M dengan
tujuan membedakan antara 2 cabang filsafat yaitu epistemologi
dengan ontologi. Epistemologi ialah cabang filsafat yang
menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode dan sahnya
pengetahuan (Buku Unsur-Unsur Filsafat, Louis Kattsoff). Secara
etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari
dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme
artinya pengetahuan, sedangkan logos lazim dipakai untuk
menunjukkan adanya pengetahuan sistematik. Dengan demikian
epistemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik
mengenai pengetahuan. Dalam Bahasa Inggris epistemologis disebut
sebagai The Theory of Knowledge dan dalam bahasa Indonesia
epistemologi disebut filsafat pengetahuan. Epistemologi is one the
core areas of philosophy. It is concerned with the nature, sources
and limits of knowledge. There is a vast array of view about those
topics, but one virtually universal presupposition is that
knowledge is true belie, but not mere true belief (Concise
Routledge Encyclopedia of Philosophy, Taylor and Francis, 2003)
Epistemologi juga disebut logika, yaitu ilmu tentang pikiran. Akan
tetapi, logika
dibedakan menjadi dua, yaitu logika minor dan logika mayor.
Logika minor mempelajari struktur berpikir dan dalil-dalilnya,
seperti silogisme. Logika mayor mempelajari hal pengetahuan,
kebenaran, dan kepastian yang sama dengan lingkup epistemologi.
Jadi epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai
pengetahuan. Ia merupakan cabang filsafat yang membahas tentang
bagaimana proses yang memungkinkan diperoleh pengetahuan berupa
ilmu, bagaimna prosedurnya, hal-hal apa yang perlu diperhatikan
agar didapat pengetahuan yang benar, apa kriterianya, cara, teknik,
sarana apa yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan berupa
ilmu. Begitu luasnya tentang Epistemologi, maka dalam makalah ini
akan dibahas mengenai Epistemologi dalam pengetahuan, metode ilmiah
dan pengetahuan ilmiah (ilmu) serta metode-metode apa yang
digunakan untuk memperoleh pengetahuan tersebut. B. PEMBAHASAN 1.
PENGETAHUAN Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu
dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam manusia dan manusia
sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana
hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia setelah mencapai
pengetahuan. Pengetahuan berkaitan erat dengan kebenaran, apakah
pengetahuan itu benar-benar benar atau tidak, untuk itu perlu
dimengerti apa itu yang benar dan bagaimana manusia mengetahui
kebenaran. Pengetahuan memiliki tiga fungsi yaitu menjelaskan,
meramalkan dan mengontrol. Penjelasan keilmuan memungkinkan kita
meramalkan apa yang akan terjadi dan berdasarkan ramalan tersebut
dapat dilakukan upaya untuk megontrol agar ramalan itu menjadi
kenyataan atau tidak. Aristotales membagi kerja dasar intelektual
ke dalam [1] memahami obyek, [2] membentuk dan memilah, [3] menalar
dari sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang tidak diketahui.[1]
Anasir itu membentuk suatu disiplin yang ditempuh oleh Aristoteles
yang kemudian disebut Logika, yang oleh Aristoteles bertujuan untuk
membuat dan menguji inferensi (kesimpulan keilmuan) (Noeng
Muhadjir, 1999:23) Menurut Encyclopedia of Philosophy, pengetahuan
didefinisikan sebagai kepercayaan yang benar (knowledge is
justified true belief). Menurut Sidi Gazalba, pengetahuan adalah
apa yang diketahui atauhasil pekerjaan mengetahui. Mengetahui itu
hasil kenal, sadar, insaf, mengerti, benar dan pandai. Pengetahuan
itu harus benar, kalau tidak benar maka bukan pengetahuan tetapi
kekeliruan atau kontradiksi. Pengetahuan merupakan hasil suatu
proses atau pengalaman yang sadar. Pengetahuan (knowledge)
merupakan terminologi generik yang mencakup seluruh hal yang
diketahui manusia. Dengan demikian pengetahuan adalah kemampuan
manusia seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pengamatan, dan
intuisi yang mampu menangkap alam dan kehidupannya serta
mengabstraksikannya untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan manusia
mempunyai pengetahuan adalah: a. Memenuhi kebutuhan untuk
kelangsungan hidup b. Mengembangkan arti kehidupan
c. Mempertahankan kehidupan dan kemanusiaan itu sendiri. d.
Mencapai tujuan hidup. Ada beberapa jenis Pengetahuan yaitu: a.
Pengetahuan biasa (common sense) yang digunakan terutama untuk
kehidupan seharihari, tanpa mengetahui seluk beluk yang
sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya. b. Pengetahuan ilmiah atau
Ilmu, adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara khusus, bukan
hanya untuk digunakan saja tetapi ingin mengetahui lebih dalam dan
luas untuk mengetahui kebenarannya, tetapi masih berkisar pada
pengalaman. c. Pengetahuan filsafat, adalah pengetahuan yang tidak
mengenal batas, sehingga yang dicari adalah sebab-sebab yang paling
dalam dan hakiki sampai diluar dan diatas pengalaman biasa. d.
Pengetahuan agama, suatu pengetahuan yang hanya diperoleh dari
Tuhan lewat para Nabi dan Rosul-Nya. Pengetahuan ini bersifat
mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. Pada suatu saat,
manusia ingin mengetahui sesuatu tentang dirinya, dunia sekitarnya,
oranglain, yang baik dan yang buruk, yang indah dan jelek, dan
macam-macam lagi. Jika ingin mengetahui sesuatu, tentu ada suatu
dorongan dari dalam diri manusia yang mengajukan pertanyaan yang
perlu jawaban yang memuaskan keingintahuannya. Dorongan itu disebut
rasa ingin mengetahui. Sesuatu yang diketahui manusia disebut
pengetahuan. Pengetahuan yang memuaskan manusia adalah pengetahuan
yang benar. Pengetahuan yang tidak benar adalah kekeliruan. Keliru
seringkali lebih jelek dari pada tidak tahu. Pengetahuan yang
keliru dijadikan tindakan/perbuatan akan menghasilkan kekeliruan,
kesalahan dan malapetaka. Sasaran atau objek yang ingin diketahui
adalah sesuatu yang ada, yang mungkin ada, yang pernah ada dan
sesuatu yang mengadakan. Dengan demikian manusia dirangsang
keingintahuannya oleh alam sekitarnya melalui indranya dan
pengalamannya. Hasil gejala mengetahui adalah manusia mengetahui
secara sadar bahwa dia telah mengetahui. . Dalam hal ini penulis
berpendapat bahwa Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa
yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk ke
dalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan
yang diketahui oleh manusia di samping berbagai pengetahuan lainnya
seperti seni dan agama. A. Hakekat Pengetahuan Ada dua teori yang
digunakan untuk mengetahui hakekat Pengetahuan: 1. Realisme, teori
ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan adalah
gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata. 2.
Idealisme, teori ini menerangkan bahwa pengetahuan adalah
proses-proses mental/psikologis yang bersifat subjektif.
Pengetahuan merupakan gambaran subjektif tentang sesuatu yang ada
dalam alam menurut pendapat atau penglihatan orang yang mengalami
dan mengetahuinya. Premis pokok adalah jiwa yang mempunyai
kedudukan utama dalam alam semesta. B. Sumber Pengetahuan
Ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain: 1.
Empirisme, menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan
melalui pengalaman (empereikos= pengalaman). Dalam hal ini harus
ada 3 hal, yaitu yang mengetahui (subjek), yang diketahui (objek)
dan cara mengetahui (pengalaman). Tokoh yang terkenal: John Locke
(1632 1704), George Barkeley (1685 -1753) dan David Hume. 2.
Rasionalisme, aliran ini menyatakan bahwa akal (reason) merupakan
dasar kepastian dan kebenaran pengetahuan, walaupun belum didukung
oleh fakta empiris. Tokohnya adalah Rene Descartes (1596 1650,
Baruch Spinoza (1632 1677) danGottriedLeibniz (1646 1716). 3.
Intuisi. Dengan intuisi, manusia memperoleh pengetahuan secara
tiba-tiba tanpa melalui proses pernalaran tertentu. Henry Bergson
menganggap intuisi merupakan hasil dari evolusi pemikiran yang
tertinggi, tetapi bersifat personal. 4. Wahyu adalah pengetahuan
yang bersumber dari Tuhan melalui hambanya yang terpilih untuk
menyampaikannya (NabidanRosul). Melalui wahyu atau agama, manusia
diajarkan tentang sejumlah pengetahuan baik yang terjangkau ataupun
tidak terjangkau oleh manusia. 2. METODE ILMIAH Kata metode berasal
bahasa Yunani yaitu kata methos yang terdiri dari unsur kata
berarti cara, perjalanan sesudah, dan kata kovos berarti cara
perjalanan, arah. Metode merupakan kajian atau telaah dan
penyusunan secara sistematik dari beberapa proses dan asas-asas
logis dan percobaan yang sistematis yang menuntun suatu penelitian
dan kajian ilmiah. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam
mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan
pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Metode, menurut
Senn, merupakan prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang
memiliki langkah-langkah yang sistematis. Metodologi ilmiah
merupakan pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam
metode tersebut. Jadi metodologi ilmiah merupakan pengkajian dari
peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah. Proses
kegiatan ilmiah, menurut Riychia Calder, dimulai ketika manusia
mengamati sesuatu. Secara ontologis ilmu membatasi masalah yang
diamati dan dikaji hanya pada masalah yang terdapat dalam ruang
lingkup jangkauan pengetahuan manusia. Jadi ilmu tidak
mempermasalahkan tentang hal-hal di luar jangkauan manusia. Karena
yang dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari jawabannya pada
dunia yang nyata pula. Einstein menegaskan bahwa ilmu dimulai
dengan fakta dan diakhiri dengan fakta, apapun juga teori-teori
yang menjembatani antara keduanya. Teori yang dimaksud di sini
adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik
tersebut, tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana
pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris.
Artinya, teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang
berkesusaian dengan obyek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar
bagaimanapun meyakinkannya, harus didukung oleh fakta empiris untuk
dinyatakan benar. Di sinilah pendekatan rasional digabungkan dengan
pendekatan empiris dalam langkahlangkah yang disebut metode ilmiah.
Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan
kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan
yang sesuai dengan fakta dari yang tidak. Ada beberapa teori yang
menjelaskan tentang kebenaran, antara lain sebagai berikut: 1. The
correspondence theory of truth. Menurut teori ini, kebenaran atau
keadaan benar
itu berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu
pendapat dengan apa yang sungguh merupakan halnya atau faktanya. 2.
The consistence theory of truth. Menurut teori ini, kebenaran tidak
dibentuk atas hubungan antara putusan dengan sesuatu yang lain,
yaitu fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara
putusan-putusan itu sendiri. Dengan kata lain bahwa kebenaran
ditegaskan atas hubungan antara yang baru itu dengan
putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan kita akui
benarnya terlebih dahulu. 3. The pragmatic theory of truth. Yang
dimaksud dengan teori ini ialah bahwa benar tidaknya sesuatu
ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung kepada berfaedah
tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk
bertindak dalam kehidupannya. Dari tiga teori tersebut dapat
disimpulkan bahwa kebenaran adalah kesesuaian arti dengan fakta
yang ada dengan putusan-putusan lain yang telah kita akui
kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah tidaknya teori
tersebut bagi kehidupan manusia. Sedangkan nilai kebenaran itu
bertingkat-tingkat, sebagai mana yang telah diuraikan oleh Andi
Hakim Nasution dalam bukunya Pengantar ke Filsafat Sains, bahwa
kebenaran mempunyai tiga tingkatan, yaitu haq al-yaqin, ain
al-yaqin, dan ilm al-yaqin. Adapun kebenaran menurut Anshari
mempunyai empat tingkatan, yaitu: 1. Kebenaran wahyu 2. Kebenaran
spekulatif filsafat 3. Kebenaran positif ilmu pengetahuan 4.
Kebenaran pengetahuan biasa. Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini
bersifat absolut dan mutlak benar, sedang pengetahuan yang
diperoleh melalui akal bersifat relatif, mungkin benar dan mungkin
salah. Jadi, apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja
tidak benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah.
Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu
benar karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan.
Karena itu, kebenaran mutlak hanya ada pada Tuhan. Itulah sebabnya
ilmu pengetahan selalu berubah-rubah dan berkembang. Menurut kajian
epistemologi terdapat beberapa metode untuk memperoleh pengetahuan,
diantaranya adalah : 1. Metode Empirisme Menurut paham empirisme,
metode untuk memperoleh pengetahuan didasarkan pada pengalaman yang
bersifat empiris, yaitu pengalaman yang bisa dibuktikan tingkat
kebenarannya melalui pengamalan indera manusia. Seperti
petanyaan-pertanyaan bagaimana orang tahu es membeku? Jawab kaum
empiris adalah karena saya melihatnya (secara inderawi/panca
indera), maka pengetahuan diperoleh melalui perantaraan indera.
Menurut John Locke (Bapak Empirisme Britania) berkata, waktu
manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan kosong,
dan didalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman
indera. Akal merupakan sejenis tempat penampungan, yang secara
prinsip menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Proses
terjadinya pengetahuan menurut penganut empirisme berdasarkan
pengalaman akibat dari suatu objek yang merangsang alat inderawi,
kemudian menumbuhkan rangsangan saraf yang diteruskan ke otak. Di
dalam otak, sumber rangsangan sebagaimana adanya dan dibentuklah
tanggapantanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat
inderawi ini. Kesimpulannya adalah metode untuk memperoleh
pengetahuan bagi penganut empirisme adalah
berdasarkan pengalaman inderawi atau pengalaman yang bisa
ditangkap oleh panca indera manusia. 2. Metode Rasionalisme Berbeda
dengan penganut empirisme, karena rasionalisme memandang bahwa
metode untuk memperoleh pengetahuan adalah melalui akal pikiran.
Bukan berarti rasionalisme menegasikan nilai pengalaman, melainkan
pengalaman dijadikan sejenis perangsang bagi akal pikiran untuk
memperoleh suatu pengetahuan. Menurut Rene Descartes (Bapak
Rasionalisme), bahwa kebenaran suatu pengetahuan melalui metode
deduktif melalui cahaya yang terang dari akal budi. Maka akal budi
dipahamkan sebagai : a. Sejenis perantara khusus, yang dengan
perantara itu dapat dikenal kebenaran. b. Suatu teknik deduktif
yang dengan memakai teknik tersebut dapat ditemukan
kebenaran-kebenaran yaitu dengan melakukan penalaran. Fungsi
pengalaman inderawi bagi penganut rasionalisme sebagai bahan
pembantu atau sebagai pendorong dalam penyelidikannya suatu
memperoleh kebenaran. 3. Metode Fenomenalisme Immanuel Kant adalah
filsuf Jerman abad XX yang melakukan kembali metode untuk
memperoleh pengetahuan setelah memperhatikan kritikan-kritikan yang
dilancarkan oleh David Hume terhadap pandangan yang bersifat
empiris dan rasionalisme. Menurut Kant, metode untuk memperoleh
pengetahuan tidaklah melalui pengalaman melainkan ditumbuhkan
dengan pengalaman-pengalaman empiris disamping pemikiran akal
rasionalisme. Syarat dasar bagi ilmu pengetahuan adalah bersifat
umum dan mutlak serta memberi pengetahuan yang baru. Menurutnya ada
empat macam pengetahuan : a. Pengetahuan analisis a priori yaitu
pengetahuan yang dihasilkan oleh analisa terhadap unsur-unsur
pengetahuan yang tidak tergantung pada adanya pengalaman, atau yang
ada sebelum pengalaman. b. Pengetahuan sintesis a priori, yaitu
pengetahuan sebagai hasil penyelidikan akal terhadap bentuk-bentuk
pengalamannya sendiri yang mempersatukan dan penggabungan dua hal
yang biasanya terpisah. c. Pengetahuan analitis a posteriori, yaitu
pengetahuan yang terjadi sebagai akibat pengalaman. d. Pengetahuan
sintesis a posteriori yaitu pengetahuan sebagai hasil keadaan yang
mempersatukan dua akibat dari pengalaman yang berbeda. Pengetahuan
tentang gejala (phenomenon) merupakan pengetahuan yang paling
sempurna, karena ia dasarkan pada pengalaman inderawi dan pemikiran
akal, jadi Kant mengakui dan memakai empirisme dan rasionalisme
dalam metode fenomenologinya untuk memperoleh pengetahuan. 4.
Metode Intuisionisme Metode intuisionisme adalah suatu metode untuk
memperoleh pengetahuan melalui intuisi tentang kejadian sesuatu
secara nisbi atau pengetahuan yang ada perantaraannya. Menurut
Henry Bergson, penganut intusionisme, intuisi adalah suatu sarana
untuk mengetahui suatu pengetahuan secara langsung. Metode
intuisionisme adalah metode untuk memperoleh pengetahuan dalam
bentuk perbuatan yang pernah dialami oleh manusia. Jadi penganut
intuisionisme tidak menegaskan nilai pengalaman inderawi yang bisa
menghasilkan pengetahuan darinya. Maka intuisionisme hanya mengatur
bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi. 5. Metode
Ilmiah
Pada metode ilmiah, untuk memperoleh pengetahuan dilakukan
dengan cara menggabungkan pengalaman dan akal pikiran sebagai
pendekatan bersama dan dibentuk dengan ilmu. Secara sederhana teori
ilmiah harus memenuhi 2 syarat utama yaitu harus konsisten dengan
teori-teori sebelumnya dan harus cocok dengan fakta-fakta empiris
Jadi logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan
induktif dimana rasionalisme dan empirisme berdampingan dalam
sebuah sistem dengan mekanisme korektif. Metode ilmiah diawali
dengan pengalaman-pengalaman dan dihubungkan satu sama lain secara
sistematis dengan fakta-fakta yang diamati secara inderawi. Untuk
memperoleh pengetahuan dengan metode ilmiah diajukan semua
penjelasan rasional yang statusnya hanyalah bersifat sementara yang
disebut hipotesis sebelum teruji kebenarannya secara empiris.
Hipotesis, yaitu dugaan atau jawaban sementara terhadap
permasalahan yang sedang kita hadapi. Untuk memperkuat hipotesis
dibutuhkan dua bahan-bahan bukti yaitu bahan-bahan keterangan yang
diketahui harus cocok dengan hipotesis tersebut dan hipotesis itu
harus meramalkan bahan-bahan yang dapat diamati yang memang
demikian keadaannya. Pada metode ilmiah dibutuhkan proses peramalan
dengan deduksi. Deduksi pada hakikatnya bersifat rasionalistis
dengan mengambil premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah
diketahui sebelumnya. Menurut AR Lacey untuk menemukan kebenaran
yang pertama kali dilakukan adalah menemukan kebenaran dari
masalah, melakukan pengamatan baik secara teori dan ekperimen untuk
menemukan kebenaran, falsification atau operasionalism
(experimental opetarion, operation research), konfirmasi
kemungkinan untuk menemukan kebenaran, Metode hipotetico deduktif,
Induksi dan presupposisi/teori untuk menemukan kebenaran fakta
Kerangka berpikir yang berintikan proses
logico-hypothetico-verifikasi ini pada dasarnya terdiri dari
langkah-langkah sebagai berikut: a. Perumusan masalah yang
merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas
batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang
terkait di dalamnya. b. Penyusunan kerangka berpikir dalam
pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang menjelaskan
hubungan yang mubgkin terdapat antara berbagai faktor yang saling
mengkait dan bentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini
disusun secara rasional berdasrakan premis-premis ilmiah yang telah
teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang
relevan dengan permasalahan. c. Perumusan hipotesis yang merupakan
jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan
yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang
dikembangkan. d. Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan
fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk
memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis
tersebut atau tidak. e. Penarikan kesimpulan yang merupakan
penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu di tolak atau
diterima. Seandainya dalam pengujian terdapat fakta-fakta yang
cukup dan mendukung maka hipotesis tersebut akan diterima dan
sebaliknya jika tidak didukung fakta yang cukup maka hipotesis
tersebut ditolak. Hipotesis yang diterima dianggap menjadi bagian
dari pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan
yakni mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan
pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenarannya.
3. PENGETAHUAN ILMIAH Pengetahuan Ilmiah atau Ilmu (Science)
pada dasarnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan
mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan seharihari yang
dilanjutkan dengan suatu pemikiran cermat dan seksama dengan
menggunakan berbagai metode. Ilmu merupakan suatu metode berfikir
secara objektif yang bertujuan untuk menggambarkan dan memberi
makna terhadap gejala dan fakta melalui observasi, eksperimen dan
klasifikasi. Ilmu harus bersifat objektif, karena dimulai dari
fakta, menyampingkan sifat kedirian, mengutamakan pemikiran logik
dan netral. Secara defenitif, logika dapat dipahami sebagai studi
tentang metode-metode dan prinsipprinsip yang dipergunakan untuk
membedakan penalaran yang lurus dari penalaran yang tidak lurus.
Arti lain dari logika itu adalah pengetahuan dan keterampilan untuk
berpikir lurus. Jadi logika itu berhubungan dengan kegiatan
berpikir, namun bukan sekedar berpikir sebagaimana merupakan kodrat
rasional manusia sendiri, melainkan berpikir lurus (E. Sumaryono,
1999:71). Dari defenisi itu jelas bahwa logika itu terkait dengan
jalan berpikir [metode], dan memuat sejumlah pengetahuan yang
sistematis dan berdasarkan pada hukum keilmuan sehingga orang dapat
berpikir dengan tepat, teratur dan lurus. Artinya, ber-logika
berarti belajar menjadi terampil. Karena itu kegiatan berlogika
adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk melatih skill berpikir
seseorang. Berfikir dan pengetahuan merupakan dua hal yang menjadi
ciri keutamaan manusia, tanpa pengetahuan manusia akan sulit
berfikir dan tanpa berfikir pengetahuan lebih lanjut tidak mungkin
dapat dicapai, oleh karena itu nampaknya berfikir dan pengetahuan
mempunyai hubungan yang sifatnya siklikal. Gerak sirkuler antara
berfikir dan pengetahuan akan terus membesar mengingat pengetahuan
pada dasarnya bersifat akumulatit, semakin banyak pengetahuan yang
dimiliki seseorang semakin rumit aktivitas berfikir, demikian juga
semakin rumit aktivitas berfikir semakin kaya akumulasi
pengetahuan. Semakin akumulatif pengetahuan manusia semakin rumit,
namun semakin memungkinkan untuk melihat pola umum serta
mensistimatisirnya dalam suatu kerangka tertentu, sehingga lahirlah
pengetahuan ilmiah (ilmu), disamping itu terdapat pula orang-orang
yang tidak hanya puas dengan mengetahui, mereka ini mencoba
memikirkan hakekat dan kebenaran yang diketahuinya secara radikal
dan mendalam, maka lahirlah pengetahuan filsafat, oleh karena itu
berfikir dan pengetahuan dilihat dari ciri prosesnya dapat dibagi
ke dalam (1) Berfikir biasa dan sederhana menghasilkan pengetahuan
biasa (pengetahuan eksistensial); (2) Berfikir sistematis faktual
tentang objek tertentu menghasilkan pengetahuan ilmiah (ilmu); (3)
Berfikir radikal tentang hakekat sesuatu menghasilkan pengetahuan
filosofis (filsafat). Dari ketiga jenis berfikir tersebut, cara
berfikir yang sistematis merupakan cara untuk menghasilkan suatu
pengetahuan ilmiah. C. KESIMPULAN Epistemologi adalah pengetahuan
sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan cabang filsafat yang
membahas tentang bagaimana proses yang memungkinkan diperoleh
pengetahuan berupa ilmu, bagaimna prosedurnya, hal-hal apa yang
perlu diperhatikan agar didapat pengetahuan yang benar, apa
kriterianya, cara, teknik, sarana apa yang digunakan untuk
mendapatkan pengetahuan berupa ilmu.
Pengetahuan adalah kemampuan manusia seperti perasaan, pikiran,
pengalaman, pengamatan, dan intuisi yang mampu menangkap alam dan
kehidupannya serta mengabstraksikannya untuk mencapai suatu tujuan.
Pengetahuan yang diakui dan teruji kebenarannya melalui metode
ilmiah disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan (sains).
Ilmu pengetahuan diperoleh berdasarkan analisis dengan
langkah-langkah yang sistematis (metode ilmiah) menggunakan nalar
yang logis. Sarana berpikir ilmiah adalah bahasa, matematika dan
statistika. Metode ilmiah menggabungkan cara berpikir deduktif dan
induktif sehingga menjadi jembatan penghubung antara penjelasan
teoritis dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris. Secara
rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan
kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan
yang sesuai dengan fakta dari yang tidak. Dengan metode ilmiah
berbagai penjelasan teoritis (atau juga naluri) dapat diuji, apakah
sesuai dengan kenyataan empiris atau tidak. berfikir dan
pengetahuan dilihat dari ciri prosesnya dapat dibagi ke dalam (1)
Berfikir biasa dan sederhana menghasilkan pengetahuan biasa
(pengetahuan eksistensial); (2) Berfikir sistematis faktual tentang
objek tertentu menghasilkan pengetahuan ilmiah (ilmu); (3) Berfikir
radikal tentang hakekat sesuatu menghasilkan pengetahuan filosofis
(filsafat). DAFTAR PUSTAKA Hamami, Abbas, 1997, Epistemologi Ilmu.
Yogyakarta: Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Hardono,
Hadi, 1997, Epistemologi, Filsafat Pengetahuan.
Yogyakarta:Kanisius. Kartanegara, Mulyadi, 2003, Pengantar
Epistemologi Islam, Bandung: Mizan. Lubis, Mochtar, 1978, Manusia
Indonesia, Jakarta: Yayasan Idayu. Nasution, Andi Hakim, 1988,
Pengantar Filsafat Sains. Jakarta: Litera Antar Nusa. Suriasmantri,
Jujun S. , 2000, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:
Sinar Harapan. Watloly, Anoliab, 2005, Tanggung Jawab Pengetahuan
Mempertimbangkan Epistimologi Secara Kultural ,Yogyakarta :
Kanisius
Criteria metode ilmiah 1. Apakah yang dimaksud dengan Metode
Ilmiah29 Maret 2008 in Penelitian | Tags: metode ilmiah, Penelitian
| by dossuwanda
51 Votes
Oleh : A. Nashrudin, S.IP, M,Si. (Dosen Stikom WJB Serang)
Metode ilmiah boleh dikatakan suatu pengejaran terhadap kebenaran
yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena ideal dari
ilmu adalah untuk memperoleh interelasi yang sistematis dari
fakta-fakta, maka metode ilmiah berkehendak untuk mencari jawaban
tentang fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian
sistematis. Karena itu, penelitian dan metode ilmiah mempunyai
hubungan yang dekat sekali, jika tidak dikatakan sama. Dengan
adanya metode ilmiah, pertanyaan-pertanyaan dalam mencari dalil
umum akan mudah terjawab, seperti menjawab seberapa jauh, mengapa
begitu, apakah benar, dan sebagainya. Menurut Almadk (1939), metode
ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap
penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedangkan Ostle
(1975) berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap
sesuatu untuk memperoleh sesuatu interelasi. Metode ilmiah dalam
meneliti mempunyai kriteria serta langkah-langkah tertentu dalam
Metode ilmiah bekerja. seperti di bawah ini. Kriteria 1.
Berdasarkan fakta 2. Bebas dari prasangka 3. Menggunakan
prinsip-prinsip analisa 4. Menggunakan hipolesa 5. Menggunakan
ukuran objektif 6. Menggunakan teknik kuantifikasi Langkah-langkah
1. Memilih dan mendefinisikan masalah. 2. Survei terhadap data yang
tersedia. 3. Memformulasikan hipotesa. 4. Membangun kerangka
analisa serta alat-alat dalam menguji hipotesa. 5. Mengumpulkan
data primair. 6. Mengolah, menganalisa serla membuat interpretasi.
7. Membual generalisasi dan kesimpulan. 8. Membuat Laporan KRITERIA
METODE IMIAH Supaya suatu metode yang digunakan dalam penelitian
disebut metode ilmiah, maka metode tersebut harus mempunyai
kriteria sebagai berikut: 1. Berdasarkan fakta. 2. Bebas dari
prasangka (bias) 3. Menggunakan prinsip-prinsip analisa. 4.
Menggunakan hipotesa 5. Menggunakah ukuran objektif. 6. Menggunakan
teknik kuantifikasi.
6.1. Berdasarkan Fakta Keterangan-keterangan yang ingin
diperoleh dalam penelitian, baik yang akan dikumpulkan dan yang
dianalisa haruslah berdasarkan fakta-fakta yang nyata. Janganlah
penemuan atau pembuktian didasar-kan pada daya khayal, kira-kira,
legenda-legenda atau kegiatan sejenis. 6.2. Bebas dari Prasangka
Metode ilmiah harus mempunyai sifat bebas prasangka, bersih dan
jauh dari pertimbangan subjektif. Menggunakan suatu fakta haruslah
dengan alasan dan bukti yang lengkap dan dengan pembuktian yang
objektif. 6.3. Menggunakan Prinsip Analisa Dalam memahami serta
member! arti terhadap fenomena yang kompleks, harus digunakan
prinsip analisa. Semua masalah harus dicari sebab-musabab serta
pemecahannya dengan menggunakan analisa yang logis, Fakta yang
mendukung tidaklah dibiarkan sebagaimana adanya atau hanya dibuat
deskripsinya saja. Tetapi semua kejadian harus dicari sebab-akibat
dengan menggunakan analisa yang tajam. 6.4. Menggunakan Hipotesa
Dalam metode ilmiah, peneliti harus dituntun dalam proses berpikir
dengan menggunakan analisa. Hipotesa harus ada untuk mengonggokkan
persoalan serta memadu jalan pikiran ke arah tujuan yang ingin
dicapai sehingga hasil yang ingin diperoleh akan mengenai sasaran
dengan tepat. Hipotesa merupakan pegangan yang khas dalam menuntun
jalan pikiran peneliti. 6.5. Menggunakan Ukuran Obyektif Kerja
penelitian dan analisa harus dinyatakan dengan ukuran yang
objektif. Ukuran tidak boleh dengan merasa-rasa atau menuruti hati
nurani. Pertimbangan-pertimbangan harus dibuat secara objektif dan
dengan menggunakan pikiran yang waras. 6.6. Menggunakan Teknik
Kuantifikasi Dalam memperlakukan data ukuran kuantitatif yang lazim
harus digunakan, kecuali untuk artibut-artibut yang tidak dapat
dikuantifikasikan Ukuran-ukuran seperti ton, mm, per detik, ohm,
kilogram, dan sebagainya harus selalu digunakan Jauhi ukuran-ukuran
seperti: sejauh mata memandang, sehitam aspal, sejauh sebatang
rokok, dan sebagainya Kuantifikasi yang termudah adalah dengan
menggunakan ukuran nominal, ranking dan rating LANGKAH DALAM METODE
ILMIAH Pelaksanaan penelitian dengan menggunakan metode ilmiah
harus mengikuti langkah-
langkah tertentu. Marilah lebih dahulu ditinjau langkah-langkah
yang diambil oleh beberapa ahli dalam mereka melaksanakan
penelitian. Schluter (1926) memberikan 15 langkah dalam
melaksanakan penelitian dengan metode ilmiah. Langkah-langkah
tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pemilihan bidang, topik atau
judul penelitian. 2. Mengadakan survei lapangan untuk merumuskan
masalah-malalah yang ingin dipecahkan. 3. Membangun sebuah
bibliografi. 4. Memformulasikan dan mendefinisikan masalah. 5.
Membeda-bedakan dan membuat out-line dari unsur-unsur permasalahan.
6. Mengklasifikasikan unsur-unsur dalam masalah menurut
hu-bungannya dengan data atau bukti, baik langsung ataupun tidak
langsung. 7. Menentukan data atau bukti mana yang dikehendaki
sesuai dengan pokok-pokok dasar dalam masalah. 8. Menentukan apakah
data atau bukti yang dipertukan tersedia atau tidak. 9. Menguji
untuk diketahui apakah masalah dapat dipecahkan atau tidak. 10.
Mengumpulkan data dan keterangan yang diperlukan. 11. Mengatur data
secara sistematis untuk dianalisa. 12. Menganalisa data dan bukti
yang diperoleh untuk membuat interpretasi. 13. Mengatur data untuk
persentase dan penampilan. 14. Menggunakan citasi, referensi dan
footnote (catatan kaki). 15. Menulis laporan penelitian. Dalain
melaksanakan penelitian secara ilmiah. Abclson (1933) mcmberikan
langkahlangkah berikut: 1. Tentukan judul. Judul dinyatakan secara
singkat 2. Pemilihan masalah. Dalam pemilihan ini harus: a).
Nyatakan apa yang disarankan oleh judul. b). Berikan alasan
terhadap pemilihan tersebut. Nyatakan perlunya diselidiki masalah
menurut kepentingan umum. c). Sebutkan ruang lingkup penelitian.
Secara singkat jelaskan materi. situasi dan hal-hal lain yang
menyangkut bidang yang akan diteliti. 3. Pemecahan masalah. Dalain
niemecahkan masalah harus diikuti hal-hal berikut: a). Analisa
harus logis. Aturlah bukti dalam bnntuk yang sistematis dan logis.
Demikian juga halnya unsur-unsur yang dapat memecahkan masalah. b).
Proscdur penelitian yang digunakan harus dinyatakan secara singkat.
c) Urutkan data, fakta dan keteranganketerangan khas yang
diperlukan d). Harus dinyatakan bagaimana set dari data diperoleh
termasuk referensi yang digunakan. e). Tunjukkan cara data dilola
sampai mempunyai arti dalam memecahkan masalah. f). Urutkan
asumsi-asumsi yang digunakan serta luibungannya dalam berbagai fase
penelitian. 4. Kesimpulan
a). Berikan kesimpulan dari hipotesa. nyatakan dua atau tiga
kesimpulan yang mungkin diperoleh b). Berikan implikasi dari
kesimpulan. Jelaskan bebernpa implikasi dari produk hipotesa dengan
memberikan beberapa inferensi. 5. Berikan studi-studi sebelumnya
yang pernah dikerjakan yang berhubungan dengan masalah. Nyalakan
kerja-kerja sebelumnya secara singkat dan berikan referensi
bibliografi yang mungkin ada manfaatnya scbagai model dalam
memecahkan masalah. Dari pedoman beberapn ahli di atas, maka dapal
disimpulkan balnwa penelitian dengan mcnggunakan metode ilmiah
sckurang-kurangnya dilakukan dengan langkah-langkah berikut: 5.1.
Merumuskan serta mcndefinisikan masalah langkah pertama dalam
meneliti adalah menetapkan masalah yang akan dipecahkan. Untuk
menghilangkan keragu-raguan. masalah tersebut didefinisikan secara
jelas. Sampai ke mana luas masalah yang akan dipecahkan Sebutkan
beberapa kata kunci (key words) yang terdapal dalam masalah
Misalnya. masalah yang dipilih adalah Bagaimana pengaruh mekanisasi
terhadap pendapatan usaha tani di Aceh? Berikan definisi tentang
usaha tani, tentang mekanisasi, pada musim apa. dan sebagainya 5.2.
Mengadakan studi kepustakaan Setelah masalah dirumuskan, step kedua
yang dilakukan dalam mencari data yang tersedia yang pernah ditulis
peneliti sebelumnya yang ada hubungannya dengan masalah yang ingin
dipecahkan. Kerja mencari bahan di perpustakaan merupakan hal yang
tak dapat dihindarkan olch seorang peneliti. Ada kalanya. perumusan
masalah dan studi keputusan dapat dikerjakan secara bersamaan. 5.3.
Memformulasikan hipotesa Setelah diperoleh infonnasi mengenai hasil
penelitian ahli lain yang ada sangkut-pautnya dengan masalah yang
ingin dipecahkan. maka tiba saatnya peneliti memformulasikan
hipotesa-hipolesa unttik penelitian. Hipotesa tidak lain dari
kesimpulan sementara tentang hubunggan sangkut-paut antarvariabel
atau fenomena dalam penelitian. Hipotesa merupakan kesimpulan
tentatif yang diterima secara sementara sebelum diuji. 5.4.
Menentukan model untuk menguji hipotesa Setelah hipotesa-hipotesa
ditetapkan. kerja selanjutnya adalah merumuskan cara-cara untuk
menguji hipotesa tersebut. Pada ilmu-ilmu sosial yang telah lebih
berkembang. scperti ilmu ekonomi misalnva. pcngujian hipotesa
didasarkan pada kerangka analisa (analytical framework) yang telah
ditetapkan. Model matematis dapat juga dibuat untuk mengrefleksikan
hubungan antarfenomena yang secara implisif terdapal dalam
hipotesa. untuk diuji dengan teknik statistik yang tersedia.
Pcngujian hipotesa menghendaki data yang dikumpulkan untuk
keperluan tersebut. Data tersebut bisa saja data prime ataupun data
sekunder yang akan dikumpulkan oleh peneliti. 5.5. Mengumpulkan
data Peneliti memerlukan data untuk menguji hipotesa. Data tersebut
yang merupakan fakta yang digunakan untuk menguji hipotesa perlu
dikumpulkan. Bcrgantung dan masalah yang dipilih serta metode
pcnelitian yang akan digunakan. teknik pengumpulan data akan
berbeda-beda. Jika penelitian menggunakan metode percobaan.
misalnya. data diperoleh dan plot-plot pcrcobaan yang dibual
sendiri oleh peneliti Pada metodc scjarah ataupun survei normal,
data diperoleh dengan mcngajukan pertanyaan-pertanyaan kepada
responden. baik secara langsung ataupun dengan menggunakan
questioner Ada kalanya data adalah hasil pengamatan langsung
terhadap perilaku manusia di mana peneliti secara partisipatif
berada dalam kelompok orang-orang yang diselidikinya. 5.6.
Menyusun, Menganalisa, and Menyusun interfensi Setelah data
terkumpul. pcneliti menyusun data untuk mengadakan analisa Sebelum
analisa dilakukan. data tersebul disusun lebih dahulu untuk
mempermudah analisa. Penyusunan data dapat dalam bentuk label
ataupun membuat coding untuk analisa dengan komputer. Sesudah data
dianalisa. maka perlu diberikan tafsiran atau interpretasi terhadap
data tersebut. 5.7. Membuat generalisasi dan kesimpulan Setelah
tafsiran diberikan, maka peneliti membuat generalisasi dari
penemuan-penemuan, dan selanjutnya memberikan beberapa kesimpulan.
Kesimpulan dan generalisasi ini harus berkaitan dengan hipotesa.
Apakah hipotesa benar untuk diterima. ataukah hiporesa tersebut
ditolak. 5.8. Membuat laporan ilmiah Langkah terakhir dari suatu
penelitian ilmiah adalah membuat laporan ilmiah tentang hasil-hasil
yang diperoleh dari penelitian tersebut. Penulisan secara ilmiah
mempunyai teknik tersendiri.