-
i
Perbandingan perubahan frekuensi denyut nadi antara lidokain dan
bupivakain
pada anestesi spinal
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh:
Pradipto Utomo
G.0005018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
-
ii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi,
dan sepanjang pengetahuan
penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan orang
lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, April 2009
Pradipto Utomo
G0005018
-
iii
PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul: Perbandingan Perubahan Frekuensi Denyut
Nadi antara
Lidokain dan Bupivakain pada Anestesi Spinal
Pradipto Utomo, G0005018, Tahun 2009
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Validasi
Skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari , Tanggal
Pembimbing Utama Penguji Utama
Mudzakkir, dr., SpAn MH. Sudjito, dr., SpAn., KNA
NIP: 140 120 899 NIP: 130 786 873
Pembimbing Pendamping Anggota Penguji
Martini, Dra., M.Si. Prof. Dr. A. A. Subijanto, dr., M.S.
NIP: 131 569 266 NIP: 030 134 565
Tim Skripsi
Muthmainah, dr., M.Kes.
NIP: 132 206 586
PENGESAHAN SKRIPSI
-
iv
Skripsi dengan judul : Perbandingan Perubahan Frekuensi Denyut
Nadi antara Lidokain dan Bupivakain pada Anestesi Spinal Pradipto
Utomo, NIM : G0005018, Tahun : 2009
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji
Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada
hari Kamis, Tanggal 30 April 2009
Pembimbing Utama Mudzakkir, dr., SpAn NIP. 140 120 899
(..................................) Pembimbing Pendamping Martini,
Dra., MSi NIP. 131 569 266 (..................................)
Penguji Utama M. H. Sudjito, dr., SpAn., KNA NIP. 130 786 873
(..................................) Anggota Penguji Prof., Dr., H.
A. A. Subijanto, dr., MS NIP. 030 134 565
(..................................)
Surakarta,
Ketua Tim Skripsi, Dekan FK UNS,
Sri Wahjono, dr., MKes Prof., Dr., H. A. A. Subijanto, dr., MS
NIP. 030 134 646 NIP. 030 134 565
-
v
ABSTRAK Pradipto Utomo, G0005018, 2009 PERBANDINGAN PERUBAHAN
FREKUENSI
DENYUT NADI ANTARA LIDOKAIN DAN BUPIVAKAIN PADA ANESTESI
SPINAL
Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Adanya inovasi terhadap obat-obatan dan teknik menjadikan
anestesi spinal dapat menjadi pilihan pada prosedur-prosedur
operasi rawat jalan dan pada operasi dengan indikasi anestesi
spinal. Lidokain dan bupivakain merupakan obat golongan amida yang
digunakan pada anestesi spinal. Kedua obat ini menghasilkan blokade
saraf sensorik dan motorik Efek samping kardiovaskuler, terutama
hipotensi dan bradikardi adalah perubahan fisiologis yang paling
penting dan sering pada anestesi spinal. Pemahaman tentang
mekanisme homeostasis yang bertujuan untuk mengontrol tekanan darah
dan denyut jantung penting untuk merawat perubahan kardiovaskuler
terkait dengan anestesi spinal. Oleh karena itu peneltian ini
bertujuan untuk membandingkan perubahan frekuensi denyut nadi pada
penggunaan lidokain dan bupivakain sebagai anestesi spinal pada
pasien yang menjalani operasi Penelitian ini termasuk penelitian
eksperimental dengan uji klinis dan dilakukan secara acak tersamar
ganda. Subyek penelitian adalah pasien yang menjalani operasi
terencana pada perut bagian bawah, perineum dan anggota gerak
bagian bawah di instalasi Bedah Sentral RSUD dr. Moewardi dan
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data penelitian dianalisa
menggunakan uji-t untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang
bermakna. Sampel berjumlah 30 orang pasien yang memenuhi
persyaratan, kemudian dibagi menjadi 2 kelompok secara random,
yaitu 15 orang pasien dimasukkan dalam kelompok lidokain dan 15
orang pasien dimasukkan dalam kelompok bupivakain. Hasil yang
didapatkan pada penelitian ini yaitu frekuensi denyut nadi antara
kelompok bupivakain lebih stabil daripada frekuensi denyut nadi
kelompok lidokain. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa
frekuensi denyut nadi pada kelompok perlakuan bupivakain dan
lidokain mengalami perubahan yang bermakna.
__________________________________________________________________
Kata kunci : Bupivakain – Lidokain – Frekuensi Denyut Nadi
-
vi
ABSTRACT Pradipto Utomo, G0005018, 2009, THE COMPARISON OF PULSE
FREQUENCY CHANGES BETWEEN LIDOCAINE AND BUPIVACAINE IN SPINAL
ANESTHESIA. Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta.
The innovation of medicines and techniques have made spinal
anesthesia become an option in operating procedures of outpatient
and spinal anesthesia indication surgery. Lidocaine and bupivacaine
are amida type spinal anesthesia drugs. Both drugs produce sensoric
and motoric blockades. Cardiovaskuler side effects, especially
hypotension and bradycardia is the most important and often
physiological changes on spinal anesthesia. Knowledge of
homeostasis mechanisms that aim to control blood pressure and heart
rate is important in treating cardiovascular changes associated to
spinal anesthesia. Therefore this experiment aimed to compare
changes of pulse frequency on the use of lidocaine and bupivacaine
as spinal anesthesia in patients who undergo surgery. This
research, included in experimental and clinical test research and
done randomly double blinded. Subject of this experiment is
patients that undergoing planned surgery on the lower part of
abdomen, perineum and the lower extremity in IBS (Central Surgery
Unit) of RSUD dr. Moewardi and meet the inclusion criteria.
Research data analyzed using t-test to find whether there is
significant difference or not. Samples are 30 patients who meet the
requirements, then divided into 2 groups randomly, 15 patients
included in the lidocaine group and 15 other patients entered in
the bupivacaine group. Results obtained in this research that the
pulse frequency of bupivakain group is more stable than the pulse
frequency of lidocaine group. Based on the results of the analysis
it was found that the pulse frequency in the treatment group of
bupivacaine and lidocaine are significantly change.
__________________________________________________________________
Keywords: Bupivacaine - Lidocaine – Pulse Frequency
-
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, karena dengan berkat dan
karunia-Nya lah, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbandingan
Perubahan Frekuensi
Denyut Nadi antara Lidokain dan Bupivakain pada Anestesi
Spinal”.
Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya
kepada :
1. Prof., Dr. H. A. A. Subijanto, dr, M.S. selaku dekan Fakultas
Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta, yang telah mengijinkan pelaksanaan
penelitian ini dalam rangka
penyusunan skripsi, serta sebagai anggota penguji yang juga
telah memberikan banyak
pengarahan dan saran.
2. Bagian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta, yang telah
memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi.
3. Mudzakkir, dr. SpAn. sebagai pembimbing utama yang memberikan
banyak waktu,
pengarahan, bimbingan dan saran.
4. Martini, Dra., Msi. sebagai pembimbing pendamping yang telah
membimbing penulisan
selama penulisan skripsi.
5. MH. Sudjito, dr.SpAn., KNA. sebagai penguji utama yang telah
memberikan banyak
pengarahan dan saran.
6. Kepala IBS RSUD Dr. Moewardi, Surakarta beserta staf dan
perawat yang telah bersedia
membantu pengambilan data.
7. Staf anestesi atas segala bantuan dan kerjasamanya dalam
pelaksanaan penelitian.
8. Semua pihak yang telah ikut membantu dan/atau terlibat dalam
penyelesaian penulisan
skripsi ini.
Surakarta, April 2009
Pradipto Utomo
-
viii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
....................................................................................
vi
DAFTAR ISI
...................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR
......................................................................................
ix
DAFTAR TABEL
...........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN
...................................................................................
xi
BAB I. PENDAHULUAN
..........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah
........................................................... 1
B. Perumusan Masalah
..................................................................
2
C. Tujuan Penelitian
......................................................................
2
D. Manfaat Penelitian
....................................................................
2
BAB II. LANDASAN TEORI
.....................................................................
3
A. Tinjauan Pustaka
......................................................................
3
1. Anestesi Spinal
.................................................................
3
2. Bupivakain
........................................................................
8
3. Lidokain
...........................................................................
9
4. Frekuensi Denyut Nadi
..................................................... 12
B. Kerangka Pemikiran
.................................................................
15
C. Hipotesis
...................................................................................
16
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
...................................................... 17
A. Jenis Penelitian
.........................................................................
17
B. Lokasi Penelitian
......................................................................
17
C. Subjek Penelitian
......................................................................
17
D. Teknik Sampling
......................................................................
18
-
ix
E. Besar Sampel
............................................................................
18
F. Identifikasi Variabel
.................................................................
18
G. Definisi Operasional Variabel
.................................................. 19
H. Alat da Bahan
...........................................................................
19
I. Cara Kerja
................................................................................
20
J. Rancangan Penelitian
...............................................................
21
K. Teknik Analisis Data
................................................................
22
BAB IV. HASIL PENELITIAN
....................................................................
23
BAB V. PEMBAHASAN
............................................................................
29
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN
........................................................... 31
A. Simpulan
...................................................................................
31
B. Saran
.........................................................................................
31
DAFTAR PUSTAKA
.....................................................................................
32
LAMPIRAN
-
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Kimia Bupivakain
........................................................ 9
Gambar 2. Struktur Kimia Lidokain
............................................................ 10
Gambar 3. Skema Mekanisme Pengaruh Lidokain dan Bupivakain
terhadap
Frekuensi Denyut Nadi
..............................................................
15
Gambar 4. Skema Rancangan Penelitian
..................................................... 21
Gambar 5. Grafik Perubahan Frekuensi Denyut Nadi antara
Bupivakain
dan Lidokain dari menit ke-0 menit hingga menit ke-21 ..........
25
Gambar 6. Grafik Perubahan Frekuensi Denyut Nadi Bupivakain
............. 27
Gambar 7. Grafik Perubahan Frekuensi Denyut Nadi Lidokain
................. 27
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Sebaran Data Responden berdasarkan Umur
dan Frekuensi Denyut Nadi
............................................................ 23
Tabel 2. Data Perbandingan frekuensi denyut nadi
dari menit ke-0 sampai menit ke-21
............................................... 24
Tabel 3. Perubahan Frekuensi denyut nadi
dari menit ke-0 sampai menit ke-21
............................................... 26
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Frekuensi Denyut Nadi Pasien yang diberi
Lidokain dan Bupivakain
Lampiran 2. Hasil Analisis Data Program SPSS
Lampiran 3. Informed Consent
Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian
Lampiran 5. Jadwal Penelitian
-
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari
berbagai tindakan
yang meliputi pemberian anestesi, penjagaan penderita yang
sedang menjalani
pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif
pasien gawat, terapi
inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun (Ruswan, 1999).
Anestesi regional adalah suatu cara untuk menghilangkan rasa
sakit pada sebagian
atau beberapa bagian tubuh yang tidak disertai dengan hilangnya
kesadaran dan bersifat
sementara. Analgesia regional sering digunakan karena sederhana,
murah, obatnya mudah
disuntikkan, tidak polusif, alatnya sederhana dan perawatan
pasca bedah tidak rumit
(Robert, 2000).
Tahun-tahun terakhir ini analgesia regional berkembang dengan
pesat di Indonesia.
Dari sekian banyak teknik analgesia regional, blok subarakhnoid
(SAB) termasuk di
antaranya. SAB atau lebih populer disebut anestesi spinal adalah
suatu tindakan atau usaha
untuk menghentikan transmisi impuls syaraf yang melintas medulla
spinalis anterior dan
posterior dengan jalan menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam
ruang subarakhnoid
melalui interspace L2-3, L3-4, L4-5 (Robert, 2000).
Anestesi spinal sebagai salah satu pilihan, telah lama diketahui
sebagai teknik
anestesi yang cukup aman. Tetapi hal ini bukan berarti tanpa
resiko atau efek samping.
Hipotensi, mual dan muntah bisa terjadi pada anestesi spinal.
Bradikardi, disritmia atau
bahkan cardiac arrest merupakan komplikasi yang bisa terjadi
(Carpenter et al, 2002).
Adanya inovasi terhadap obat-obatan dan teknik menjadikan
anestesi spinal dapat
menjadi pilihan pada prosedur-prosedur operasi rawat jalan dan
pada operasi dengan
indikasi anestesi spinal (Robert, 2000).
Efek samping kardiovaskuler, terutama hipotensi dan bradikardi
adalah perubahan
fisiologis yang paling penting dan sering pada anestesi spinal.
Pemahaman tentang
mekanisme homeostasis yang bertujuan untuk mengontrol tekanan
darah dan denyut
jantung penting untuk merawat perubahan kardiovaskuler terkait
dengan anestesi spinal
(Barash et al, 2001).
Lidokain dan bupivakain merupakan obat golongan amida yang
digunakan pada
anestesi spinal. Kedua obat ini menghasilkan blokade saraf
sensorik dan motorik
( O’Donnel, 2003).
1
-
xii
Perubahan frekuensi denyut nadi merupakan salah satu tanda vital
pada anestesi
spinal. Frekuensi denyut nadi yang tidak stabil dapat
menyebabkan bradikardi apabila
terdapat penurunan frekuensi denyut nadi yang berlebihan. Karena
itu pemilihan obat
anestesi spinal merupakan hal yang penting mengingat adanya
efek-efek yang
ditimbulkan.
Berdasarkan hal tersebut di atas perlu kiranya dilakukan
pengamatan mengenai
perbandingan perubahan frekuensi denyut nadi antara lidokain
dengan bupivakain pada
anestesi spinal.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan di
atas maka timbul
rumusan masalah yaitu apakah terdapat perbedaan yang bermakna
pada penggunaan
lidokain dan bupivakain terhadap perubahan frekuensi denyut nadi
pasien yang menjalani
anestesi spinal ?
C. Tujuan Penelitian
Untuk membandingkan perubahan frekuensi denyut nadi pada
penggunaan lidokain
dan bupivakain sebagai anestesi spinal pada pasien yang
menjalani operasi.
D. Manfaat Penelitian
Aspek Terapan
1. Menambah pengalaman klinik bagi peneliti untuk melakukan
penelitian melalui
pengamatan tindakan anestesi spinal.
2. Sebagai dasar pertimbangan bagi profesi anestesi, untuk
meningkatkan mutu
pelayanan anestesi, khususnya memberikan kenyamanan pada
pasien.
3. Memberikan pilihan teknik anestesi spinal untuk praktisi
anestesi.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Anestesi Spinal
a. Pengertian Anestesi Spinal
-
xiii
Anestesi Spinal (blok subarakhnoid) adalah anestesi regional
dengan tindakan
penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid.
Anestesi
spinal/subarakhnoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal
intradural atau blok
intratekal (Mansjoer, 2000).
Anestesi intratekal merupakan salah satu cara blok neuroaksial
yang
menghasilkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris
(Hocking and
Wildsmith, 2004).
b. Fisiologi Anestesi Spinal
Larutan anestesi lokal disuntikkan ke dalam ruang subarakhnoid
untuk
memblok pengiriman impuls saraf-saraf yang berhubungan dengannya
walaupun
beberapa saraf lebih mudah diblok daripada yang lain.
Saraf tersebut digolongkan menjadi 3 yaitu motorik, sensorik dan
otonom.
Saraf motorik mengantarkan pesan ke otot untuk berkontraksi dan
ketika saraf ini
diblok maka otot akan mengalami paralisis. Saraf sensorik
mengirimkan sensasi
seperti sentuhan rasa sakit dari medulla spinalis menuju otak,
sedangkan saraf
otonom mengendalikan lebar pembuluh darah, denyut jantung,
kontraksi usus dan
fungsi di bawah sadar yang lain.
Secara umum saraf otonom dan sensorik akan lebih dahulu diblok
daripada
saraf motorik. Hal tersebut akan menimbulkan suatu dampak yang
penting.
Contohnya vasodilatasi dan turunnya tekanan darah ketika saraf
otonom diblok dan
pasien tidak merasakan sentuhan dan rasa sakit ketika operasi
dimulai (Morgan et
al, 2002).
Pilihan terbaik untuk sekarang ini adalah 24G atau 25G jarum
jenis ujung
pensil. Untuk pasien dengan badan sangat besar disarankan
menggunakan 24G
Sprotte (Watson et al, 2004).
c. Posisi Anestesi Spinal
Ada 2 macam posisi dalam melakukan anestesi spinal, yaitu :
(Morgan et al,
2002)
1) Posisi Duduk
3
-
xiv
Dagu pasien menempel di dada, lengan bersandar di lutut dan
menggunakan tempat duduk yang memiliki sandaran kaki.
2) Posisi Lateral
Bahu pasien harus tegak lurus dengan tempat tidur, posisi
pinggang di tepi
tempat tidur dan pasien memeluk bantal atau posisi lutut
menempel di dada.
Pria cenderung mempunyai bahu yang lebih lebar daripada
pinggang
sehingga harus menaikkan posisi kepala ketika berbaring. Wanita
dengan
pinggang lebih lebar harus menurunkan posisi kepala (Casey,
2000).
d. Jarum Anestesi Spinal
Jarum spinal memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam
lumennya
dan ukuran 16G sampai dengan 30G. Pada saat ini di pasaran hanya
ada 23G
sampai dengan 29G. Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis
yang ujungnya
runcing seperti ujung bambu runcing (jenis Quincke-Babcock atau
Greene) dan
jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (Whitacre atau
Sprotte). Ujung pensil
banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca
penyuntikan
spinal (Mansjoer, 2000).
e. Penyebaran Anestesi Spinal
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran larutan anestesi
lokal yang
disuntikkan dalam cairan cerebrospinal dan tingkatan blok yang
diperoleh, yaitu :
(Casey, 2000)
1) Barisitas larutan anestesi lokal
Barisitas adalah rasio densitas (massa / volume) dari cairan
anestesi lokal
dibagi dengan densitas dari cairan cerebrospinal dengan nilai
rata-rata 1,001 –
1,005 gr/ml pada suhu 370C. Larutan hiperbarik dibuat dengan
cara mencampur
glukosa (dekstrosa) dalam jumlah yang cukup untuk meningkatkan
densitas
larutan anestesi lokal di atas densitas cairan cerebrospinal.
Larutan hipobarik
dibuat dengan cara mencampur 6-8 ml air steril pada larutan
anestesi lokal
dengan cairan cerebrospinal atau sodium chloride (Stoelting and
Miller, 2001).
-
xv
Pada larutan hiperbarik akan terjadi perpindahan obat ke dasar
akibat gaya
gravitasi. Pada hipobarik, obat akan berpindah dari area
penyuntikan ke atas,
sedangkan pada isobarik, obat akan berada di tempat yang sama di
tempat
penyuntikan (Mansjoer, 2000).
2) Posisi pasien
Ketika pasien anestesi lokal hiperbarik dibandingkan dengan
isobarik
pada anestesi spinal, ketinggian blok rata-rata pada posisi
apapun adalah sama
(Hughes et al, 2002).
3) Konsentrasi dan volume yang disuntikkan
Makin besar volume obat anestesi lokal maka makin tinggi
daerah
analgesia. Sedangkan konsentrasi obat makin pekat maka makin
tinggi batas
daerah analgetik (Kristanto, 2000).
4) Level suntikan
Level analgesia yang dihasilkan dipengaruhi oleh posisi injeksi
dan usia.
Pada usia 20-65 tahun titik tengah kelengkungan vertebrae
terdapat pada VL4.
Penyuntikan obat anestesi lokal hiperbarik pada posisi VL3-4
atau VL4-5 akan
menghasilkan level analgesia yang berbeda tetapi pada orang tua
tidak begitu
berpengaruh (Vering et al, 2003).
5) Kecepatan suntikan
Tinggi blokade anestesi spinal sangat dipengaruhi oleh
kecepatan
penyuntikan. Penyuntikan yang cepat dapat menghasilkan blokade
sampai ke
level VT4 dan penyuntikan dengan kecepatan sedang bisa mencapai
level
VT10. Kecepatan penyuntikan obat anestesi lokal hiperbarik
maupun isobarik 1
cc/5 detik (Kumar et al, 2005).
Hasil penyuntikan dengan kecepatan lambat lebih dapat
diramalkan
penyebarannya daripada penyuntikan dengan kecepatan cepat
(Casey, 2000).
-
xvi
f. Pendekatan Anestesi Spinal
Ada 3 macam pendekatan dalam anestesi spinal, yaitu : (Morgan et
al, 2002)
1) Pendekatan Median
Pendekatan ini yang umum dilakukan. Jarum ditempatkan di garis
tengah,
tegak lurus prosessus spinosus, mengarah agak ke cephal.
2) Pendekatan Paramedian
Pendekatan ini diindikasikan untuk pasien yang tidak dapat
membungkuk
karena sakit atau ligamennya sudah kaku. Jarum spinal diletakkan
1,5 cm ke
arah lateral dan agak ke caudal dari pusat interspatium yang
dipilih. Jarum
diarahkan ke medial dan agak ke cephal dan melewati bagian
lateral dari
ligamen supraspinosus. Jika lamina tersentuh, jarum diarahkan
kembali dan
ditarik keluar ke arah medial dan cephal.
3) Pendekatan Taylor / Lumbosacral
Pendekatan ini berguna untuk pasien dengan kalsifikasi atau
perlengketan
yang kuat dari spatium intervertebral. Posisi menyuntik yaitu 1
cm ke arah
medial dan 1 cm ke arah caudal dari spina iliaca posterior.
Jarum diarahkan 45
derajat ke medial dan 45 derajat ke caudal, setelah menyentuh
lamina jarum
dijalankan ke atas dan ke medial untuk masuk ke interspatium
L5-S1.
g. Indikasi Anestesi Spinal
Analgesia spinal mudah dilakukan dengan memberikan kondisi yang
baik
untuk pembedahan pada daerah abdomen bawah seperti hernia
inguinalis, hernia
skrotalis, hernia umbilikalis, appendektomi, hidrokelektomi,
varikokelektomi,
TURP (Transurethral resection of the prostate) dan
haemorroidektomi. (Robert,
2000).
-
xvii
Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah
endoskopi
urologi, bedah rektum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah
obstetrik dan bedah
anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah
bayi ditidurkan
dengan anestesi umum (Mansjoer, 2000).
h. Kontraindikasi Anestesi Spinal
Kontraindikasi anestesi spinal dibagi 2, yaitu : (Morgan et al,
2002).
1) Kontraindikasi absolut
a) Pasien menolak
b) Infeksi pada tempat yang ditusuk
c) Sepsis
d) Koagulasi abnormal
e) Tekanan intrakranial meningkat
2) Kontraindikasi relatif
a) Hipovolemia
Hipovolemia bisa disebabkan oleh perdarahan dan dehidrasi
karena
muntah, diare atau obstruksi usus (Casey, 2000).
b) Sebelumnya ada penyakit neurologik
c) Sakit punggung kronik
d) Infeksi perifer pada sisi dengan teknik regional
e) Pasien sedang menggunakan ASA (Asetyl Salicylic Acid), NSAIDS
(Non
Steroidal Anti Inflammatory Drugs) dan dipiridamol.
i. Komplikasi Anestesi Spinal
-
xviii
Komplikasi yang umumnya terjadi adalah post-dural puncture
headache
(PDPH), transient neurological syndrome/tramsient radicular
irritation
(TNS/TRI), sakit punggung, hipotensi dan itching (gatal).
Komplikasi yang kurang
umum terjadi adalah cauda equine syndrome, retensi urin, hematom
dan lain-lain
(Morgan et al, 2002).
Resiko terjadinya TNS setelah anestesi spinal dengan lidokain
secara
signifikan lebih tinggi daripada obat anestesi lokal yang lain
(bupivakain,
prilokain, prokain dan mepivakain) (Zaric et al, 2005).
Faktor resiko utama terjadinya TNS pernah dilaporkan 10-40%
pada
penggunaan lidokain dengan dosis lebih dari 40 mg (Tarkilla et
al, 2003). TNS
juga dipengaruhi oleh posisi lithotomy (Gaiser, 2000). Tidak ada
hubungan antara
waktu berobat jalan (ambulation) setelah anestesi spinal dengan
lidokain dan
kejadian TNS (Cramer et al, 2005).
Blok subarakhnoid tidak diberikan pada penderita yang akan
dirawat
jalan/segera dipulangkan karena resiko spinal headache (Rahadjo
et al, 2000).
Timbulnya post-dural puncture headache (PDPH) berhubungan
dengan
penggunaan jarum yang lebih besar (22G) dan jenis Quincke
(Hughes et al, 2002).
Despond et al melaporkan kejadian PDPH 20,4% diantara wanita dan
5,5% di
antara pria yang mendapatkan anestesi spinal dengan menggunakan
jarum spinal
jenis Whitacre 27G (Despond et al, 2001). Penggunaan jarum
spinal jenis ujung
pensil (Sprotte) dan ketersediaan jarum ukuran sangat kecil
dapat mengurangi
timbulnya post-dural puncture headache (Casati and Vinciguerra,
2002).
2. Bupivakain
Bupivakain termasuk juga golongan amida yang akhir-akhir ini
mulai banyak
digunakan (Covino BG et al 2000). Bupivakain memiliki nama kimia
1-Butyl-N-(2,6-
dimethylphenyl)-2-piperidinecarboxamide hydrochloride. Pka
bupivakain 8,1, PH
bupivakain 5,5. Protein binding bupivakain adalah 95%, lipid
solubility 28, dengan
volume distribusi 73 liter. Tersedia dalam bentuk isobarik
maupun hiperbarik, dengan
lama aksi 90-180 (hiperbarik), 90-240 (isobarik). Dosis total
yang bisa digunakan
adalah 7,5-22,5 mg untuk isobarik, 10-20 mg untuk hiperbarik.
Metabolisme
bupivakain dalam bentuk aromatik hydroxylation, N-dealkylation,
amide hydrolisis
dan mengalami konjugasi. Hasil metabolit N-dealkylation yaitu
N-desbutylbupivakain
-
xix
dapat dilihat pada darah dan urin setelah dilakukan anestesi
spinal (Stoelting, 2001,
Covino et al, 2000).
Bupivakain termasuk golongan anestesi lokal onset lambat, durasi
panjang, dan
potensi yang tinggi. Blokade sensoriknya lebih dominan
dibandingkan dengan
blokade motoriknya (Sweitzer, 2002).
Gambar 1. Struktur Kimia Bupivakain
3. Lidokain
Lidokain ialah anestetika lokal tipe amino amida. Lidokain
memiliki nama kimia
acetamide, 2-(diethylamino)-N-(2,6-dimethylphenyl). Pertama kali
dikembangkan
oleh Nils Lofgren dan Bengt Lundqvist pada tahun 1943 dan
pertama kali dipasarkan
pada tahun 1948 (Mulroy, 2002).
a. Farmakokinetik Lidokain
Lidokain mempunyai onset lebih cepat dan durasi lebih panjang
daripada
anestetika lokal tipe amino ester seperti prokain. Lidokain
dimetabolisme di hepar
mendekati 90% (Mulroy, 2002).
Onset dari obat anestesi lokal ditentukan oleh pKa yaitu pH
dimana
konsentrasi antara bentuk ion dan non ion sama. Membran sel
saraf akan mudah
dilalui oleh bentuk ion yang tidak bermuatan sehingga onset obat
berhubungan
dengan bentuk basa dari obat anestesi lokal. Persentase obat
anestesi lokal dalam
bentuk basa pada pH 7,4 berbanding terbalik dengan pKa dari obat
tersebut.
Sebagai contoh mepivakain, lidokain dan prokain mempunyai pKa
hampir 7,7
sehingga mempunyai onset yang cepat sedangkan buipivakain
mempunyai onset
yang lambat. Ketika obat tersebut disuntikkan pada pH 7,4 maka
65% dari obat
tersebut dalam bentuk ion sedangkan 35% dalam bentuk basa (non
ion). Sementara
itu amethokain mempunyai pKa 8,6 dan hanya 5% yang dalam bentuk
non ion.
Bupivakain mempunyai pKa 8,1 yang berarti hanya 15% dalam bentuk
non ion
(Covino, 2000).
-
xx
Obat-obat anestesi lokal setelah penyuntikan ekstravaskuler akan
mengalami
tahapan absorbsi, distribusi dan eliminasi. Di samping tahapan
tersebut, faktor
kadar a-glikoprotein akan mempengaruhi kadar konsentrasi
lidokain dalam darah
(Tucker, 1999).
Eliminasi waktu paruh lidokain mendekati 1,5-2 jam pada
kebanyakan
pasien. Hal ini dapat diperpanjang pada pasien dengan perlemakan
hepar (rata-rata
343 menit) atau gagal jantung kongestif (kira-kira 136 menit)
(Thomson et al,
1999).
Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan dan dapat melewati
sawar darah
otak. (Sunaryo, 2002).
Gambar 2. Struktur Kimia Lidokain
b. Farmakodinamik Lidokain
Lidokain mengubah depolarisasi pada saraf dengan cara memblok
saluran
natrium di membran sel. Dengan blokade yang cukup, membran tidak
akan
mengalami depolarisasi jadi tidak mengirim potensial aksi.
(Mulroy, 2002).
1) Indikasi dan Kontraindikasi Lidokain
Lidokain digunakan untuk anestesi topikal, anestesi infiltrasi,
blokade
saraf, anestesi epidural, anestesi intratekal dan anestesi
regional IV (Mulroy,
2002).
Lidokain dapat menurunkan iritabilitas jantung sehingga
digunakan
sebagai antiaritmia (Sunaryo 2002). Lidokain digolongkan sebagai
agen
antiaritmia kelas 1b, memblok saluran natrium pada potensial
aksi jantung,
dimana penurunan otomatis dengan mengurangi lereng depolarisasi
fase 0
dengan sedikit efek pada interval PR, kompleks QRS dan interval
QT (Mulroy,
2002).
-
xxi
Kontraindikasi lidokain yaitu: (Mulroy, 2002)
a) Blokade jantung, derajat 2 atau 3 (tanpa pacemaker)
b) Blokade sinoatrial yang hebat (tanpa pacemaker)
c) Terjadi reaksi yang kurang baik bila menggunakan lidokain
atau obat
anestesi lokal amida.
d) Perawatan berbarengan dengan quinidine, flecainide,
disopyramide dan
procainamide (agen antiaritmia kelas I)
2) Overdosis Lidokain
Pada umumnya gejala overdosis jarang terjadi dan biasanya
disebabkan
oleh suntikan intravaskuler yang lalai, dosis berlebihan atau
penyerapan yang
cepat sehingga mendorong konsentrasi darah menjadi tinggi.
Gejala overdosis
juga bisa disebabkan oleh hipersensitivitas atau kurangnya
toleransi pasien
(Mulroy, 2002).
Gejala overdosis lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya
terhadap
SSP, misalnya mengantuk, pusing, parestesis, gangguan mental,
koma dan
seizures. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian
akibat
fibrilasi ventrikel atau henti jantung (Sunaryo, 2002).
4. Frekuensi Denyut Nadi
Denyut jantung berasal dari sistem penghantar jantung yang
khusus dan
menyebar melalui sistem ini ke semua bagian miokardium. Struktur
yang membentuk
sistem penghantar adalah simpul sinoatrial (simpul SA), lintasan
antar simpul di
atrium, simpul atrioventrikular (simpul AV), berkas HIS dan
cabang-cabangnya, dan
sistem purkinye. Simpul SA merupakan pacu jantung normal,
kecepatannya
menentukan frekuensi denyut jantung (Guyton and Hall, 2005).
Darah yang didorong ke aorta selama sistole tidak hanya bergerak
maju dalam
pembuluh darah tetapi juga menimbulkan gelombang bertekanan yang
berjalan
sepanjang arteri. Gelombang bertekanan meregang dinding arteri
sepanjang
perjalanannya, dan regangan dapat diraba sebagai denyut. Denyut
yang diraba pada
arteri radialis pada pergelangan tangan kira-kira 0,1 detik
setelah puncak ejeksi
-
xxii
sistolik ke aorta. Inilah yang disebut nadi. Dengan bertambahnya
usia, arteri menjadi
lebih kaku dan gelombang denyut bergerak lebih cepat (Ganong,
2002).
Frekuensi denyut jantung bisa dirumuskan :
HR=
HR = denyut jantung
CO = volume darah semenit
SV = voume sekuncup
Kecepatan denyut nadi yang normal yaitu 72 kali permenit. Pada
umumnya,
makin tinggi frekuensi denyut nadi permenit, makin banyak darah
yang dipompakan
(Guyton and Hall, 2005).
Secara umum, rangsang yang meningkatkan denyut jantung juga
meningkatkan
tekanan darah, sedangkan yang menurunkan denyut jantuung juga
menurunkan
tekanan darah. Tetapi terdapat perkecualian seperti terjadinya
hipotensi dan takikardi
akibat rangsang pada reseptor regang atrium (Ganong, 2002).
Secara anatomi susunan saraf otonom terdiri atas saraf
preganglion, ganglion
dan pasca ganglion yang mempersarafi sel efektor. Serat eferen
persarafan otonom
terbagi atas sistem persarafan simpatis dan parasimpatis. Sistem
saraf simpatis
(Thoracolumbal segmen susunan saraf otonom) disalurkan melalui
serat
thoracolumbal 1 sampai lumbal 3. Serat saraf eferennya kemudian
berjalan ke
ganglion vertebral, pravertebral dan ganglia terminal. Sistem
persarafan parasimpatis
(segmen craniosacral susunan saraf otonom) disalurkan melalui
beberapa saraf kranial
yaitu N III, N.VII, N.IX, N.X dan serat saraf yang berasal dari
sakral 3 dan 4 (Guyton
and Hall, 2005).
Frekuensi denyut nadi sebagian besar berada di bawah pengaturan
ekstrinsik
sistem saraf otonom, serabut parasimpatis dan simpatis
mempersarafi nodus SA dan
AV, mempengaruhi kecepatan dan frekuensi konduksi impuls.
Stimulasi serabut
parasimpatis akan mengurangi frekuensi denyut nadi, sedangkan
stimulasi simpatis
akan mempercepat denyut nadi (Price and Wilson, 2000).
Frekuensi denyut nadi diperlambat oleh kerja vagus dan
dipercepat oleh kerja
simpatis. Frekuensi denyut nadi dapat kurang dari 40 pada 25%
remaja sehat yang
sedang tidur (Muhardi, 2001).
-
xxiii
Sistem syaraf parasimpatis, yang terutama terdiri dari serabut
nervus vagus yang
berasal dari batang otak. Sistem syaraf ini akan mengatur nodus
SA, VA dan neuron
yang terletak diantara atrium dan ventrikel jantung. Rangsangan
nervus vagus,
misalnya dengan asetilkolin, akan menurunkan frekuensi denyut
nadi, sedangkan
hambatan nervus vagus, misalnya dengan atropin, akan
meningkatkan frekuensi
denyut nadi (Ganong, 2002).
Mekanisme saraf untuk pengaturan tekanan arteri yang paling
diketahui adalah
refleks baroreseptor. Reseptor tersebut terutama terletak di
dinding sinus karotikus
dan dinding arkus aorta. Peningkatan tekanan akan meregangkan
baroreseptor dan
menyebabkan menjalarnya sinyal menuju sistem saraf pusat, dan
sinyal “umpan
balik” kemudian dikirim kembali melalui sistem saraf otonom ke
sirkulasi untuk
mengurangi tekanan arteri kembali ke normal (Guyton and Hall,
2005).
Setelah sinyal baroreseptor memasuki traktus solitarius medula,
sinyal sekunder
akhirnya menghambat pusat vasokonstriktor di medula dan
merangsang pusat vagus.
Efek perangsangan ini adalah vasodilatasi vena dan arteriol di
seluruh sistem sirkulasi
perifer dan berkurangnya frekuensi denyut jantung serta kekuatan
kontraksi jantung.
Oleh karena itu, perangsangan baroreseptor akibat tekanan di
dalam arteri secara
refleks akan menyebabkan penurunan tekanan arteri akibat
penurunan tahanan perifer
dan penurunan curah jantung. Sebaliknya, tekanan yang rendah
mempunyai pengaruh
yang berlawanan, yang secara refleks menyebabkan tekanan
meningkat kembali
menjadi normal (Guyton and Hall, 2005).
Apabila terjadi penurunan tekanan darah dan frekuesi denyut nadi
yang
berlebihan dapat digunakan efedrin yang berfungsi berdasarkan
reseptor adrenergik
yang menghasilkan respon simpatis. Oleh karena efedrin dapat
menyebabkan
vasokonstriksi perifer, sehingga pada penggunaan klinis efedrin
meningkatkan
tekanan darah dan frekuensi denyut nadi (Morgan et al,
2002).
B. Kerangka Pemikiran
ANESTESI SPINAL
PASIEN
-
xxiv
C. Hipotesis
Terdapat perbedaan yang bermakna pada perubahan frekuensi denyut
nadi antara
pemberian lidokain dan bupivakain pada anestesi spinal.
BAB III METODE PENELITIAN
LIDOKAIN 5% HIPERBARIK BUPIVAKAIN 0,5 HEAVY
SVR TURUN VENOUS RETURN TURUN POOLING DARAH VENA
PERUBAHAN FREKUENSI DENYUT NADI PERUBAHAN FREKUENSI DENYUT
NADI
BLOK SIMPATIS BLOK MOTORIK BLOK SENSORIS
EFEK INOTROPIK NEGATIF LEBIH DOMINAN
SVR TURUN VENOUS RETURN TURUN POOLING DARAH VENA
STIMULASI PARASIMPATIS
DEPRESI MIOKARDIUM
STIMULASI PARASIMPATIS
DEPRESI MIOKARDIUM
BLOK SIMPATIS BLOK MOTORIK KURANG DOMINAN
BLOK SENSORIS LEBIH DOMINAN EFEK INOTROPIK NEGATIF
-
xxv
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental dengan uji
klinis dan dilakukan
secara acak tersamar ganda (Taufiqurrohman, 2004).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dan observasi dilaksanakan di Instalasi Bedah Sentral
RSUD dr.
Moewardi Surakarta.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah pasien yang menjalani operasi terencana
pada perut
bagian bawah, perineum dan anggota gerak bagian bawah di
instalasi Bedah Sentral
RSUD dr. Moewardi dan memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
1. Kriteria Inklusi
a. Pasien laki-laki dan perempuan tidak hamil yang menjalani
operasi perut bagian
bawah, perineum dan anggota gerak bagian bawah dengan anestesi
spinal
b. Status fisik ASA I-II
c. Usia 19-50 tahun
d. Pasien setuju ikut dalam penelitian
2. Kriteria Eksklusi
a. Pasien kontraindikasi terhadap pemakaian lidokain dan
bupivakain
b. Pasien kontraindikasi anestesi spinal blok subarakhnoid
c. Pasien menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini
d. Pasien dengan riwayat hipertensi atau hipotensi
e. Pasien memakai obat anti hipertensi, anti aritmia dan pemacu
jantung
D. Teknik Sampling
Sampel yang diambil sebagai probandus adalah yang memenuhi
kriteria inklusi di
atas, dalam hal ini sampel dipilih dengan cara probability
sampling menggunakan
consecutive sampling di mana setiap yang memenuhi kriteria
penelitian dimasukkan
dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan
terpenuhi.
17
-
xxvi
E. Besar Sampel
Sampel berjumlah 30 orang pasien yang akan menjalani bedah perut
bagian bawah
dengan tekhik anestesi spinal yang memenuhi persyaratan,
kemudian dibagi menjadi 2
kelompok secara random, yaitu : (Murti, 2006)
1. 15 orang pasien dimasukkan dalam kelompok lidokain
2. 15 orang pasien dimasukkan dalam kelompok bupivakain
F. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : lidokain dan bupivakain, skala nominal
2. Variabel terikat : perubahan frekuensi denyut nadi, skala
interval
3. Variabel pengganggu :
a. Kelainan metabolisme tubuh
b. Faktor penyakit
c. Alat monitor frekuensi denyut nadi
4. Variabel luar
a. Terkendali
1) Umur
2) Berat badan
b. Tidak terkendali
1) Emosi
2) Kecemasan
3) Sensitivitas individu terhadap obat (farmakodinamik dan
farmakokinetik).
-
xxvii
G. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel bebas
Anestesi spinal dengan menggunakan lidokain dan bupivakain. Pada
penelitian
digunakan 75-100 mg lidokain 5% hiperbarik 2 ml dan 15-20 mg
bupivakain 0,5
heavy 3 ml.
2. Variabel terikat
Perubahan frekuensi denyut nadi adalah denyutan pembuluh darah
nadi yang
berirama akibat mekanisme sistem hantaran listrik dari SA node
sebagai pacu
jantung normal ke seluruh otot jantung. Pemeriksaan tersebut
dapat diukur pada
beberapa titik denyut misalnya arteri radialis, arteri
brachialis, arteri karotis, arteri
poplitea, arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior.
Pada penelitian ini
frekuensi denyut nadi seperti yang tertera pada monitor
elektronik saat pengukuran.
3. Variabel pengganggu terkendali
Variabel pengganggu terkendali adalah hal-hal yang dapat
menganggu hasil
perhitungan variabel terikat namun dapat dikendalikan.
4. Variabel pengganggu tak terkendali
Variabel pengganggu tak terkendali adalah hal-hal yang dapat
mengganggu hasil
perhitungan variabel terikat namun tidak dapat dikendalikan.
H. Alat dan Bahan
1. Stetoskop
2. Tensimeter
3. Monitor elektronik merk Nihon Kohden OPV 1500 K
4. Kateter IV
5. Spuit 3 ml, 5 ml, 10 ml
6. Jarum spinal jenis Quincke Point nomor 25G – 27G
7. Stopwatch
8. Ringer laktat
9. Lidokain 5% Hiperbarik
-
xxviii
10. Bupivakain 0,5 Heavy
I. Cara Kerja
1. Dipasang infus, diberikan cairan pra tindakan berupa ringer
laktat 15 atau 20
cc/kgBB.
2. Ukur frekuensi denyut nadi pasien.
3. Dilakukan anestesi spinal dengan posisi duduk atau miring
menggunakan jarum spinal
jenis Quincke Point, disuntikkan obat pada lumbal 2-3, 3-4 atau
4-5.
4. Pada kelompok I disuntikkan 75-100 mg lidokain 5% hiperbarik
dan kelompok II
disuntikkan 15-20 mg bupivakain 0,5 heavy.
5. Akhir suntikan obat anestesi lokal merupakan dasar
perhitungan waktu untuk
mengetahui perubahan frekuensi denyut nadi sampai dengan 21
menit pertama.
6. Pasien akan dimonitor setiap 3 menit untuk mengetahui apakah
pasien mengalami
perubahan frekuensi denyut nadi.
-
xxix
J. Rancangan Penelitian
K. Teknik Analisa Data
Statistik parametris yang digunakan untuk menguji hipotesis
komparatif rata-rata
dua sampel adalah dengan uji t (Sugiyono, 2003). Uji t tersebut
dilakukan dengan taraf
kepercayaan 95%, a = 0,05 dan p
-
xxx
T hitung =
T hitung DF ( Degree of freedom) = n-1
Ditentukan a = 0,05
Keputusan: Jika t hitung > t tabel maka menolak Ho
Ho: Tidak ada perbedaan perubahan frekuensi denyut nadi yang
bermakna antara
pemberian lidokain dan bupivakain.
H1: Ada perbedaan perubahan frekuensi denyut nadi yang bermakna
antara pemberian
lidokain dan bupivakain.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Subyek penelitian adalah pasien yang menjalani operasi terencana
pada perut
bagian bawah, perineum dan anggota gerak bagian bawah di
instalasi Bedah Sentral
RSUD dr. Moewardi dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Penelitian dilakukan
terhadap 30 pasien dan dibagi menjadi dua kelompok, untuk
kelompok I sebanyak 15
pasien diberi 75 - 100 mg lidokain 5% hiperbarik dan untuk
kelompok II sebanyak 15
pasien diberi 15 - 20 mg bupivakain 0,5 heavy.
Uji statistik dengan student t test karena pada penelitian ini
adalah data nominal
yang meliputi variabel umur dan frekuensi denyut nadi. Uji
kemaknaan dilakukan
-
xxxi
dengan uji 2 arah atau p dua ekor (two –tail significance)
dengan derajat kemaknaan p <
0,05.
Hasil uji statistik disajikan dalam tabel sebagai nilai rerata ±
simpangan baku
(mean ± SD) disertai grafik yang menggambarkan perubahan
frekuensi denyut nadi
sebelum anestesi spinal hingga 21 menit pasca anestesi
spinal.
1. Karakteristik Penderita , Umur dan Frekuensi Denyut Nadi
awal
Tabel 1.
Sebaran Data Responden berdasarkan Umur dan Frekuensi Denyut
Nadi.
Perlakuan No Variabel Lidokain Bupivakain
P
Umur 1
Mean ± SD
41,07 ± 10,484 38,33 ± 9,409
0,459
Frekuensi Dnyut Nadi
2 Mean ± SD 93.27 ± 11.310 93.73 ± 9.346 0,903
Berdasarkan hasil analisis statistik didapatkan faktor umur,
denyut nadi awal,
antara dua kelompok tersebut tidak terdapat perbedaan yang
bermakna karena P value
>0,05, yang berarti sebaran data homogen, sehingga penelitian
dapat dilanjutkan.
2. Perbandingan Frekuensi Denyut Nadi dari menit ke-0 sampai
menit ke-21.
Tabel 2. Perbandingan Frekuensi Denyut Nadi dari menit ke-0
sampai menit ke-21.
Perlakuan
Menit ke Bupivakain
Lidokain
P
23
-
xxxii
0
3
6
9
12
15
18
21
93.27 ± 11,310
94.73 ± 13.068
93.13 ± 11.224
93.93 ± 12,015
90,47 ± 12,141
87.53 ± 10,474
86.67 ± 9,201
89,73 ± 7.304
93.73 ± 9.346
91.80 ± 11,053
90,47 ± 10.875
86,00 ± 10,092
84,47 ± 12,778
82.20 ± 13.105
81.07 ± 10.754
82.00 ± 12.012
0.903
0.512
0.514
0.060
0.198
0.229
0.137
0.042
Perbandingan frekuensi denyut nadi selama 18 menit yaitu dari
menit ke 0 sampai
menit ke 18 pada kelompok perlakuan bupivakain dan lidokain
tidak bermakna
(p>0,05). Sedangkan pada menit 21 frekuensi denyut nadi
kelompok bupivakain dengan
frekuensi denyut nadi lidokain bermakna (p< 0,05). Kelompok
bupivakain mean
frekuensi denyut nadi sebesar 89,73 standar deviasi sebesar
7,304 dan kelompok
lidokain mean frekuensi denyut nadi 82,00 standar deviasi
12,012. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
-
xxxiii
70
75
80
85
90
95
100
0" 3" 6" 9" 12" 15" 18" 21"
Menit
Laj
u N
adi
Bupivakain
Lidokain
Gambar 5. Grafik Perubahan Frekuensi Denyut Nadi antara
Bupivakain dan
Lidokain dari menit ke-0 menit hingga menit ke-21
Dari grafik di atas terlihat perubahan frekuensi denyut nadi
pasca penyuntikan
obat anestesi spinal kelompok Bupivakain dan kelompok Lidokain
mengalami
penurunan pada menit ke 3 hingga menit ke 18. Pada menit ke 21
kelompok lidokain
mengalami peningkatan dengan mean 82,00 dengan standar deviasi
sebesar 12,012
sedangkan kelompok bupivakain dengan peningkatan 89,73 standar
deviasi sebesar
7,304 bila dibandingkan rata-rata kelompok bupivakain lebih
tinggi dibandingkan
lidokain, sehingga secara klinis berbeda nyata (p <
0,05).
3. Perubahan Frekuensi Denyut Nadi dari menit ke-0 sampai menit
ke-21
Tabel 3.
Perubahan Frekuensi Denyut Nadi dari menit ke-0 sampai menit
ke-21
Menit ke
Perlakuan
-
xxxiv
Bupivakain
P
Lidokain P
0-3 1,47 ± 6.490 0.000 1.93 ± 7.545 0.000
0-6 0,13 ± 7,230 0.000 3.27 ± 6.734 0.000
0-9 0,67 ± 7,603 0.000 7,73 ± 7.778 0.000
0-12 2,80 ± 8,046 0.000 9,27 ± 7,858 0.000
0-15 5,73 ± 8,353 0.000 11.53 ± 8.340 0.000
0-18 8.80 ± 8,303 0.000 12.67 ± 6,253 0.000
0-21 3,53 ± 9,062 0.000 11.73 ± 6.923 0.000
Perubahan frekuensi denyut nadi pada kelompok perlakuan
bupivakain dan
lidokain mengalami perubahan yang bermakna (p
-
xxxv
Gambar 6. Grafik Perubahan Frekuensi Denyut Nadi Bupivakain
Dari grafik di atas menunjukkan bahwa perubahan pada menit 0-3
sebesar 1,7%,
menit 0-6 sebesar 0,20% menit ke 0-9 sebesar 1,0% menit ke 0-12
sebesar 2,8% menit ke
0-15 sebesar 5,7% menit ke 0-18 sebesar 6,4% dan menit ke 0-21
sebesar 2,9%. Dari
perubahan tersebut yang paling mecolok adalah menit ke 0 sampai
ke 18.
Perubahan Laju Nadi Lidokain
0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
0'-3' 0'-6' 0'-9' 0'-12' 0'-15' 0'-18' 0'-21'
Menit
Per
sen
Series1
Gambar 7. Grafik Perubahan Frekuensi Denyut Nadi Lidokain
Dari grafik di atas menunjukkan bahwa perubahan pada menit 0-3
sebesar 2%,
menit 0-6 sebesar 3,5% menit ke 0-9 sebesar 8,1% menit ke 0-12
sebesar 10,1% menit ke
0-15 sebesar 12,5% menit ke 0-18 sebesar 13,6% dan menit ke 0-21
sebesar 12,7%. Dari
perubahan tersebut yang paling mecolok adalah menit ke 0 sampai
ke 18.
-
xxxvi
BAB V
PEMBAHASAN
Sampel yang diambil sebagai probandus adalah yang memenuhi
kriteria inklusi
berjumlah 30 orang pasien yang memenuhi persyaratan, kemudian
dibagi menjadi 2
kelompok secara random, yaitu 15 orang pasien dimasukkan dalam
kelompok lidokain
15 orang pasien dimasukkan dalam kelompok bupivakain.
Data demografi dasar (umur), tanda vital (frekuensi denyut
nadi), kadar
Bupivakain dan Lidokain sebelum perlakuan menunjukkan perbedaan
yang tidak
bermakna (p > 0,05). Dalam hal ini berarti ada homogenitas
antara kelompok bupivakain
dan kelompok lidokain sehingga kedua kelompok tersebut layak
untuk diperbandingkan.
Lidokain dan bupivakain merupakan obat golongan amida yang
digunakan pada
anestesi spinal. Lidokain, anestetika lokal tipe amino amida,
pertama kali dikembangkan
oleh Nils Lofgren dan Bengt Lundqvist pada tahun 1943 dan
pertama kali dipasarkan
pada tahun 1948 (Mulroy, 2002). Bupivakain termasuk juga
golongan amida yang akhir-
akhir ini mulai banyak digunakan (Covino et al 2000).
Perbandingan frekuensi denyut nadi selama 18 menit yaitu dari
menit ke 0 sampai
menit ke 18 pada kelompok perlakuan bupivakain dan lidokain
tidak bermakna
(p>0,05). Tetapi Pada menit 21 frekuensi denyut nadi kelompok
bupivakain dan
frekuensi denyut nadi lidokain mengalami perubahan yang berbeda
nyata (p< 0,05).
Perubahan frekuensi denyut nadi pasca pemberian obat anestesi
spinal kelompok
Bupivakain dan kelompok Lidokain mengalami penurunan pada menit
ke 3 hingga
menit ke 18. Pada menit ke 21 kelompok lidokain mengalami
peningkatan dengan mean
82,00 dan standar deviasi sebesar 12,012 sedangkan kelompok
bupivakain dengan
peningkatan 89,73 dan standar deviasi sebesar 7,304 bila
dibandingkan rata-rata
kelompok bupivakain lebih stabil dibandingkan lidokain, sehingga
secara klinis berbeda
nyata (p < 0,05). Karena Bupivakain termasuk golongan
anestesi lokal onset lambat,
-
xxxvii
durasi panjang, dan potensi yang tinggi. Blokade sensoriknya
lebih dominan
dibandingkan dengan blokade motoriknya (Sweitzer, 2002).
Perubahan frekuensi denyut nadi pada kelompok perlakuan
bupivakain dan
lidokain mengalami perubahan yang bermakna (p
-
xxxviii
A. Simpulan
Terdapat perbedaan yang bermakna pada perubahan frekuensi denyut
nadi antara
pemberian lidokain dan bupivakain pada anestesi spinal. Pada
anestesi spinal dengan
menggunakan Bupivakain 0,5 Heavy mempunyai efek perubahan yakni
penurunan
frekuensi denyut nadi lebih minimal dibandingkan dengan
menggunakan Lidokain 5 %
Hiperbarik (p
-
xxxix
Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2001. Epidural And Spinal
Anesthesia. Clinical Anesthesia 4th Edition. 26 : 32.
Carpenter Randall, Caplan R., Brown D., Stephenson C ., Wu Rae,
2002, Insidence and Risk Factor for Side Effect of Spinal
Anesthesia, Anesthesiology, 76:6, 906-916.
Casati A,Vinciguerra F. 2002. Intrathecal Anaesthesia. Curr Opin
Anesthesiol. 15(5): 543-51. Casey WF. 2000. Spinal Anaesthesia-a
Practical Guide. World federation of Societies of
anaesthesiologists. Oxford. P: 1. Covino BG. 2000 Pharmacology
of Local Anaesthetic. Agens Br.J.Anaesth. 58:701-716. Cramer BG,
Stienstra R,Dahan A,Arbous MS, Veering BT, Van Kleef JW. 2005.
Transient
Neurological Symptoms with Subarachnoid Lidocain: Effect of
Early Mobilization. Eur J Anaesthesiol. 22(1): 35_9.
Despond O, Meuret P, Hemmings G. 2001. Postdural Puncture
Headache After Spinal Anesthesia in Young Orthopaedic Outpatiens
Using 27G Neegles. Canadian Journal of Anaesthesia. 45(11):
1106-9.
Gaiser RR. 2000. Should Intrathecal Lidokain be used in the 21st
Century?, J Clin Anesh. 12(6): 476-81.
Ganong WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, PP, 529, 549, 587.
Guyton AC, Hall JE.2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, PP: 137,147.
Hocking G, Wildsmith JAW. 2004. Intrathecal Drug Speed. British
Journal of Anesthesia. 93 (4): 568-578.
Hughes, Samuel C., Levinson, Gershon, and Rosen, Mark A. 2002.
Snider and Levinson’s Anesthesia for Obstetrics. (4th ed).
Philadelphia: Lippincott, Williams and Wilkins.
Kristanto. 2000. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta. P: 126.
Kumar A, Bala I, Bhukal I, Sing H. 2005. Spinal Anesthesia with
lidokain for Caesarean Section. Can J. Anaesthe. 39: 915-9.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid
2. Media Aesculapius. Jakarta. Pp: 261-262.
Morgan, Edward G., Mikhail, Maged S., and Murray, Michael J.
2002. Clinical Anesthesiology. (3rd ed). New York: McGraw-Hill
Companies Inc.
Muhardi. 2001. Fisiologi Kardiovaskular. Jakarta: Bagian
Anestesiology dan Terapi Intensif FK UI, P:25.
Mulroy, Michael F. 2002. Regional Anesthesia: An Illustrated
Procedural Guide. (3rd ed). Philadelphia: Lippincott, Williams and
Wilkins.
Murti, Bhisma. 2006. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press, pp: 190-197.
O’Donnell, John M. 2003. Powerpoint Presentation, Regional
Anesthetic Techniques.
Price, S.A., Wilson, I.M. 2000. Patofisiologi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, PP:486-487.
Raharjo, Eddy., Raharjo, Puger., Sulistyono, Hardy . 2000.
Anestesi Untuk Pembedahan Darurat. Bagian Anestesiologi Fakultas
Kedokteran Universitan Airlangga. Surabaya.
32 32
-
xl
Robert RG. 2000. Spinal, Epidural and Caudal Anesthesia, In:
David EL, Frank LM eds. Introduction to anesthesia. 9 th ed.
Philadelpia: WB Sauders Company. Pp: 216-232.
Ruswan Dachlan, 1999, “Persiapan Pra Anestesi”, dalam
Anestesiology, Bagian Anestesiology dan Terapi Intensif, Fakultas
Kedokteran UI, Jakarta. Hal: 34-35.
Stoelting Robert K., Miller Ronald D. 2001. Basics of
Anesthesia. 3rd edition. Pp: 168-169. Sugiyono 2003, Statistika
Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung, hal 1-78. Sunaryo, 2002.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran
UI. Jakarta. Pp:234-241. Suroso 1999, Statistika Untuk Biologi,
Farmasi, Kedokteran dan Ilmu yang Bertautan, ITB
Press, Bandung, Edisi II. Sweitzer BJ, 2002, Clinical Anesthesia
Procedure of the Massachusetts General Hospital,
4ed, Department of Anesthesia, Massachussetts General Hospital,
pg 197-205. Tarkilla P,Huhtala J, Touminen M. 2003. Transient
Radicular Irritation After Spinal
Anaesthesia with Hyperbaric 5% Lignocain. British Journal of
Anaesthesia. 74: 328-9.
Taufiqurrohman. M. A. 2004. Metode Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan. Klaten: CGSF. Thomson PD, Melmon KL, Richardson JA.
1999. Lidocaine pharmacokinetics in advanced
heart failure, liver disease, and renal failure in humans. An
Intern Med. 78(4): 499-508.
Tucker CT. 1999. Pharmakokinetics of Local Anaesthetics.
Br.J.Anaesth. 58: 717-131. Vering, B. Ter., Riet., Burm,A.G.L.,
Anton GL. 2003. Spinal Anesthesia with a 0,5
Hyperbaric Bupivakain in Eldery Patient: Effect of Injection on
Spread Analgesia. Br.J.Anaest. 77: 343-6.
Watson, Beverley,. Allen, Jon., Smith, Ian. 2004. Spinal
Anesthesia in Day Surgery. Colman Print, Norwich.pp: 4-10.
Zaric D, Christiansen C, Pace NL, Punjasawadwong Y. 2005.
Transient Neurologic Symptoms After Spinal Anesthesia with Lidokain
versus other Local Anesthetics: a systematic review of randomized,
controlled trials. Anest Analg. 100(6): 1811-6
Lampiran 2. Hasil Analisis Data Program SPSS
Uji Homogenitas T-Test
Group Statistics
15 41.07 10.484 2.707
15 38.33 9.409 2.429
15 93.27 11.310 2.920
15 93.73 9.346 2.413
Jenis ObatBupivakain
Lidokain
Bupivakain
Lidokain
UMUR
Laju Nadi Mnt 0
N Mean Std. DeviationStd. Error
Mean
-
xli
Independent Samples Test
.003 .960 .751 28 .459 2.73 3.637 -4.717 10.184
.751 27.678 .459 2.73 3.637 -4.721 10.188
1.098 .304 -.123 28 .903 -.47 3.788 -8.227 7.293
-.123 27.040 .903 -.47 3.788 -8.239 7.306
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
UMUR
Laju Nadi Mnt 0
F Sig.
Levene's Test forEquality of Variances
t df Sig. (2-tailed)Mean
DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
t-test for Equality of Means
Perubahan Frekuensi Denyut Nadi Bupivakain Test
-
xlii
Paired Samples Statistics
91.80 15 11.053 2.854
-1.47 15 6.490 1.676
90.47 15 10.875 2.808
.13 15 7.230 1.867
86.00 15 10.092 2.606
-.67 15 7.603 1.963
84.47 15 12.778 3.299
2.80 15 8.046 2.078
82.20 15 13.105 3.384
5.73 15 8.353 2.157
81.07 15 10.754 2.777
6.60 15 9.303 2.402
82.00 15 12.012 3.101
3.53 15 9.062 2.340
Laju Nadi 3 (Bupivakain)
Delta LND 0-3(Bupivakain)
Pair1
Laju Nadi 6 (Bupivakain)
Delta LND 0-6(Bupivakain)
Pair2
Laju Nadi 9 (Bupivakain)
Delta LND 0-9(Bupivakain)
Pair3
Laju Nadi 12 (Bupivakain)
Delta LND 0-12(Bupivakain)
Pair4
Laju Nadi 15 (Bupivakain)
Delta LND 0-15(Bupivakain)
Pair5
Laju Nadi 18 (Bupivakain)
Delta LND 0-18(Bupivakain)
Pair6
Laju Nadi 21 (Bupivakain)
Delta LND 0-21(Bupivakain)
Pair7
Mean N Std. DeviationStd. Error
Mean
Paired Samples Test
93.27 14.518 3.749 85.23 101.31 24.880 14 .000
90.33 15.244 3.936 81.89 98.78 22.951 14 .000
86.67 11.962 3.089 80.04 93.29 28.060 14 .000
81.67 15.296 3.949 73.20 90.14 20.679 14 .000
76.47 15.113 3.902 68.10 84.84 19.596 14 .000
74.47 16.035 4.140 65.59 83.35 17.986 14 .000
78.47 18.031 4.656 68.48 88.45 16.854 14 .000
Laju Nadi 3(Bupivakain) - DeltaLND 0-3 (Bupivakain)
Pair1
Laju Nadi 6(Bupivakain) - DeltaLND 0-6 (Bupivakain)
Pair2
Laju Nadi 9(Bupivakain) - DeltaLND 0-9 (Bupivakain)
Pair3
Laju Nadi 12(Bupivakain) - DeltaLND 0-12 (Bupivakain)
Pair4
Laju Nadi 15(Bupivakain) - DeltaLND 0-15 (Bupivakain)
Pair5
Laju Nadi 18(Bupivakain) - DeltaLND 0-18 (Bupivakain)
Pair6
Laju Nadi 21(Bupivakain) - DeltaLND 0-21 (Bupivakain)
Pair7
Mean Std. DeviationStd. Error
Mean Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Perubahan Frekuensi Denyut Nadi Lidokain T-Test
-
xliii
Paired Samples Statistics
94.73 15 13.068 3.374
1.93 15 7.545 1.948
93.13 15 11.224 2.898
3.27 15 6.734 1.739
93.93 15 12.015 3.102
7.73 15 7.778 2.008
90.47 15 12.141 3.135
9.27 15 7.658 1.977
87.53 15 10.474 2.704
11.53 15 8.340 2.153
86.67 15 9.201 2.376
12.67 15 6.253 1.614
88.53 15 8.052 2.079
11.73 15 6.923 1.787
Laju Nadi 3 (Lidokain)
Delta LND 0-3 (Lidokain)
Pair1
Laju Nadi 6 (Lidokain)
Delta LND 0-6 (Lidokain)
Pair2
Laju Nadi 9 (Lidokain)
Delta LND 0-9 (Lidokain)
Pair3
Laju Nadi 12 (Lidokain)
Delta LND 0-12(Lidokain)
Pair4
Laju Nadi 15 (Lidokain)
Delta LND 0-15(Lidokain)
Pair5
Laju Nadi 18 (Lidokain)
Delta LND 0-18(Lidokain)
Pair6
Laju Nadi 21 (Lidokain)
Delta LND 0-21(Lidokain)
Pair7
Mean N Std. DeviationStd. Error
Mean
Paired Samples Test
92.80 17.881 4.617 82.90 102.70 20.100 14 .000
89.87 14.672 3.788 81.74 97.99 23.722 14 .000
86.20 15.200 3.925 77.78 94.62 21.964 14 .000
81.20 15.317 3.955 72.72 89.68 20.532 14 .000
76.00 14.233 3.675 68.12 83.88 20.681 14 .000
74.00 13.000 3.357 66.80 81.20 22.046 14 .000
76.80 11.971 3.091 70.17 83.43 24.846 14 .000
Laju Nadi 3 (Lidokain) -Delta LND 0-3 (Lidokain)
Pair1
Laju Nadi 6 (Lidokain) -Delta LND 0-6 (Lidokain)
Pair2
Laju Nadi 9 (Lidokain) -Delta LND 0-9 (Lidokain)
Pair3
Laju Nadi 12 (Lidokain) -Delta LND 0-12(Lidokain)
Pair4
Laju Nadi 15 (Lidokain) -Delta LND 0-15(Lidokain)
Pair5
Laju Nadi 18 (Lidokain) -Delta LND 0-18(Lidokain)
Pair6
Laju Nadi 21 (Lidokain) -Delta LND 0-21(Lidokain)
Pair7
Mean Std. DeviationStd. Error
Mean Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Perbandingan Frekuensi Denyut Nadi Bupivakain - Lidokain
T-Test
-
xliv
Group Statistics
15 93.27 11.310 2.920
15 93.73 9.346 2.413
15 94.73 13.068 3.374
15 91.80 11.053 2.854
15 93.13 11.224 2.898
15 90.47 10.875 2.808
15 93.93 12.015 3.102
15 86.00 10.092 2.606
15 90.47 12.141 3.135
15 84.47 12.778 3.299
15 87.53 10.474 2.704
15 82.20 13.105 3.384
15 86.67 9.201 2.376
15 81.07 10.754 2.777
15 89.73 7.304 1.886
15 82.00 12.012 3.101
Jenis ObatBupivakain
Lidokain
Bupivakain
Lidokain
Bupivakain
Lidokain
Bupivakain
Lidokain
Bupivakain
Lidokain
Bupivakain
Lidokain
Bupivakain
Lidokain
Bupivakain
Lidokain
Laju Nadi Mnt 0
Laju Nadi Mnt 3
Laju Nadi Mnt 6
Laju Nadi Mnt 9
Laju Nadi Mnt 12
Laju Nadi Mnt 15
Laju Nadi Mnt 18
Laju Nadi Mnt 21
N Mean Std. DeviationStd. Error
Mean
Independent Samples Test
1.098 .304 -.123 28 .903 -.47 3.788 -8.227 7.293
-.123 27.040 .903 -.47 3.788 -8.239 7.306
.289 .595 .664 28 .512 2.93 4.419 -6.119 11.986
.664 27.250 .512 2.93 4.419 -6.130 11.997
.002 .969 .661 28 .514 2.67 4.035 -5.599 10.932
.661 27.972 .514 2.67 4.035 -5.600 10.933
.016 .899 1.958 28 .060 7.93 4.051 -.366 16.232
1.958 27.190 .061 7.93 4.051 -.377 16.243
.002 .964 1.318 28 .198 6.00 4.551 -3.322 15.322
1.318 27.927 .198 6.00 4.551 -3.323 15.323
.780 .385 1.231 28 .228 5.33 4.332 -3.539 14.206
1.231 26.702 .229 5.33 4.332 -3.559 14.226
.849 .365 1.532 28 .137 5.60 3.654 -1.885 13.085
1.532 27.346 .137 5.60 3.654 -1.893 13.093
3.825 .061 2.130 28 .042 7.73 3.630 .298 15.169
2.130 23.108 .044 7.73 3.630 .226 15.240
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Laju Nadi Mnt 0
Laju Nadi Mnt 3
Laju Nadi Mnt 6
Laju Nadi Mnt 9
Laju Nadi Mnt 12
Laju Nadi Mnt 15
Laju Nadi Mnt 18
Laju Nadi Mnt 21
F Sig.
Levene's Test forEquality of Variances
t df Sig. (2-tailed)Mean
DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
t-test for Equality of Means
Lampiran 3. Informed Consent
INFORMED CONSENT (PERSETUJUAN MEDIK)
-
xlv
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama :
................................................................................................................
Umur :
................................................................................................................
Alamat :
................................................................................................................
................................................................................................................
Bukti diri/KTP :
................................................................................................................
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya memberikan
PERSETUJUAN
Untuk dilakukan tindakan medis berupa pembiusan/anestesi :
· Bupivakain 0,5 Heavy sebagai obat anestesi spinal
· Lidokain 5 % Hiperbarik sebagai obat anestesi Spinal
terhadap diri saya sendiri, dengan :
Nama :
..............................................................................................................
Umur :
..............................................................................................................
Alamat :
..............................................................................................................
..............................................................................................................
Yang tujuan, sifat, dan perlunya tindakan medis tersebut di
atas, dan resiko yang dapat ditimbulkan telah cukup dijelaskan dan
saya telah mengerti sepenuhnya.
Demikian pernyataan persetujuan saya buat dengan penuh kesadaran
dan tanpa paksaan.
Surakarta, .........................................
Yang memberi penjelasan Yang membuat pernyataan
( ..................................... ) (
.......................................... )
-
xlvi
Lampiran 5. Jadwal Penelitian
Minggu ke-
Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Pengiriman Topik
Topik dibahas tim
skripsi
Bimbingan usulan
proposal
Persiapan ujian
proposal
Ujian proposal
Pengumpulan data
Penyusunan skripsi
Persiapan ujian
skripsi
Ujian skripsi