PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.38/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2016 TENTANG PERSETUJUAN PEMBUATAN DAN/ATAU PENGGUNAAN KORIDOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :. .a. bahwa berdasarkan Pasal 74 dan Pasal 75 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008, diatur mengenai pembuatan dan penggunaan koridor untuk kegiatan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Alam atau Hutan Tanaman; b. bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, telah ditetapkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.9/Menhut-II/2010 tentang Izin Pembuatan dan Penggunaan Koridor, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.30/Menhut-II/2010;
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA
Nomor P.38/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2016
TENTANG
PERSETUJUAN PEMBUATAN DAN/ATAU PENGGUNAAN KORIDOR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :. .a. bahwa berdasarkan Pasal 74 dan Pasal 75 ayat (5)
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang
Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan, serta Pemanfaatan Hutan, sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun
2008, diatur mengenai pembuatan dan penggunaan
koridor untuk kegiatan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Alam atau Hutan
Tanaman;
b. bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, telah ditetapkan Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor P.9/Menhut-II/2010 tentang
Izin Pembuatan dan Penggunaan Koridor, sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.30/Menhut-II/2010;
- 2 -
c. bahwa dengan meningkatnya penggunaan kawasan
hutan oleh pihak lain, berupa jalan angkutan untuk
keperluan pengangkutan hasil hutan, hasil produksi
pertambangan, perkebunan, pertanian, perikanan atau
lainnya, perlu menyempurnakan Peraturan Menteri
sebagaimana dimaksud pada huruf b;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf c, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan tentang Persetujuan Pembuatan dan/atau
Penggunaan Koridor;
Mengingat. : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4412);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5432);
- 3 -
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang
Dana Reboisasi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4207), sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4776);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453),
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2009 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004
tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 137, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5056);
- 4 -
8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang
Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696),
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007
tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4814);
9. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 8);
10. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 17);
11. Keputusan Presiden Nomor 121 / P Tahun 2014 tentang
Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri
Kabinet Kerja 2014-2019, sebagaimana telah diubah
dengan Keputusan Presiden Nomor 80/P Tahun 2015;
12. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.39/Menhut-
II/2008 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi
Administrasi Terhadap Pemegang Izin Pemanfaatan
Hutan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 14);
13. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.16/Menhut-
II/2014 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
327);
- 5 -
14. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.30/Menhut-
II/2014 tentang Inventarisasi Hutan Menyeluruh
Berkala dan Rencana Kerja pada Usaha Pemanfaatan
Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 687);
15. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.33/Menhut-
II/2014 tentang Inventarisasi Hutan Menyeluruh
Berkala dan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu Hutan Alam (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 690);
16. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor P.18/Menlhk-II/2015 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 713);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN
KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG
PERSETUJUAN PEMBUATAN DAN/ATAU PENGGUNAAN
KORIDOR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan :
1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa
hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat
dipisahkan.
2. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang
ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap.
- 6 -
3. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah
yang tidak dibebani hak atas tanah.
4. Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri
khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
serta ekosistemnya.
5. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki
fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga
kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan
memelihara kesuburan tanah.
6. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang
mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
7. Areal Penggunaan Lain yang selanjutnya disebut APL
yang telah dibebani izin peruntukan adalah areal hutan
yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri
Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan
Perairan Propinsi, atau berdasarkan tata guna hutan
kesepakatan (TGHK) menjadi bukan kawasan hutan.
8. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu yang
selanjutnya disebut IUPHHK pada Hutan Produksi
adalah Izin usaha yang sebelumnya disebut, antara lain
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam,
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan
Tanaman atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu Restorasi Ekosistem.
9. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu yang
selanjutnya disebut IUPHHBK adalah izin usaha yang
diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu
dari hutan produksi melalui kegiatan penanaman,
pengayaan, pemelihataan, perlindungan, pengamanan
dan/atau pemasaran hasil.
- 7 -
10. Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu yang
selanjutnya disingkat IUIPHHK adalah izin untuk
mengolah kayu bulat dan/atau kayu bahan baku serpih
menjadi satu atau beberapa jenis produk pada satu
lokasi tertentu yang diberikan kepada satu pemegang
izin oleh pejabat yang berwenang.
11. Jalan Angkutan adalah jalan darat, kanal, lori/rel, atau
lainnya yang dibuat dan/atau dipergunakan oleh
pemegang izin pemanfaatan hutan dan/atau pemegang
izin pinjam pakai kawasan hutan di dalam areal izinnya.
12. Koridor adalah jalan angkutan yang dibuat dan/atau
dipergunakan oleh pemegang izin antara lain
pemanfaatan hutan dan/atau pemegang izin pinjam
pakai kawasan hutan di luar areal izinnya.
13. Persetujuan Pembuatan Koridor adalah persetujuan
untuk membuat dan/atau menggunakan jalan
angkutan di luar areal izinnya.
14. Persetujuan Penggunaan Koridor adalah persetujuan
yang diberikan oleh pejabat yang berwenang pada jalan
angkutan yang tidak dibebani izin, atau Skema
Kesepakatan Bersama antara lain oleh pemegang izin
pemanfaatan hutan dan/atau pemegang izin pinjam
pakai kawasan hutan pada jalan angkutan yang berada
di dalam areal kerjanya.
15. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang
diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang
Pengelolaan Hutan Produksi Lestari.
16. Kepala Dinas Provinsi adalah Kepala Dinas yang
diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan