PERANCANGAN ANIMASI BERTEMA DAILY LIVING SKILLS UNTUK ANAK DOWN SYNDROME MENGGUNAKAN METODE BELAJAR DENGAN MELIHAT Wiranto Bidang Studi Desain Komunikasi Visual Jurusan Desain Produk Industri, FTSP ITS Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111. Telp./Fax (5931147) ABSTRAK Perkembangan penyakit down syndrome cukup banyak, terjadi sekitar 800 – 1000 kelahiran. Penyakit down syndrome membuat penderitanya memerlukan perhatian dan metode khusus untuk bisa mandiri seperti layaknya manusia normal. Selama ini penderita down syndrome mendapatkan metode pengajaran melalui role model namun belum memperhatikan sisi kesenangan penderita. Padahal menurut literatur, penderita down syndrome dapat memberikan perhatian penuh pada apa yang disenanginya. Dalam kasus ini juga diperhatikan kemampuan baca tulis dan factor kesibukan dari orang tua sehingga untuk mempermudah memberikan metode kemandirian pada penderita down syndrome dibuatlah metode animasi. Hal ini juga berdasarkan kebanyakan penderita down syndrome selalu memberikan atensi penuh dan meniru beberapa tayangan televisi terutama untuk tayangan animasi dan musik. Tujuan dari perancangan ini adalah untuk mempermudah orang tua dalam memberikan bekal kemandirian pada penderita down syndrome dengan melibatkan sisi kesenangan penderita. Dengan pendekatan disiplin ilmu Desain Komunikasi Visual diharapkan media animasi dapat meringankan para orang tua dalam mengajarkan kemandirian pada penderita down syndrome dan penderita down syndrome juga mendapatkan bekal kemandirian yang benar dari animasi tersebut.
17
Embed
PERANCANGAN ANIMASI BERTEMA DAILY LIVING ...digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15759...Down Syndrome atau sindrom down merupakan kelainan kromosom, yaitu terbentuknya kromosom
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERANCANGAN ANIMASI BERTEMA DAILY LIVING SKILLS UNTUK ANAK DOWN SYNDROME MENGGUNAKAN METODE BELAJAR DENGAN MELIHAT Wiranto
Bidang Studi Desain Komunikasi Visual
Jurusan Desain Produk Industri, FTSP ITS
Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111. Telp./Fax (5931147)
ABSTRAK Perkembangan penyakit down syndrome cukup banyak, terjadi sekitar 800 – 1000
kelahiran. Penyakit down syndrome membuat penderitanya memerlukan perhatian dan
metode khusus untuk bisa mandiri seperti layaknya manusia normal.
Selama ini penderita down syndrome mendapatkan metode pengajaran melalui role model
namun belum memperhatikan sisi kesenangan penderita. Padahal menurut literatur,
penderita down syndrome dapat memberikan perhatian penuh pada apa yang
disenanginya. Dalam kasus ini juga diperhatikan kemampuan baca tulis dan factor
kesibukan dari orang tua sehingga untuk mempermudah memberikan metode kemandirian
pada penderita down syndrome dibuatlah metode animasi. Hal ini juga berdasarkan
kebanyakan penderita down syndrome selalu memberikan atensi penuh dan meniru
beberapa tayangan televisi terutama untuk tayangan animasi dan musik.
Tujuan dari perancangan ini adalah untuk mempermudah orang tua dalam
memberikan bekal kemandirian pada penderita down syndrome dengan
melibatkan sisi kesenangan penderita. Dengan pendekatan disiplin ilmu Desain
Komunikasi Visual diharapkan media animasi dapat meringankan para orang tua
dalam mengajarkan kemandirian pada penderita down syndrome dan penderita
down syndrome juga mendapatkan bekal kemandirian yang benar dari animasi
tersebut.
ABSTRACT Growth of Down Syndrome are pretty much increasing, it is occured to approximately 800 -
1000 birth. Down syndrome Disease makes sufferers require specific method and special
attention so they can be independent like any normal human.During these years sufferers
of down syndrome always having teaching methods through role models but these kind of
teaching haven't noticing the sufferer "pleasure" factor. Yet according to the literature,
people with Down syndrome can give full attention to what are they like.
In this case also it is noted the ability to read and writing and also the parent activity factor
so as to facilitate providing the method of independence in people with Down syndrome
made animation methods. this research are based on the fact that most of Down syndrome
Sufferers always give full attention and imitate several television shows, especially for
animation and music programme.
The purpose of this design is to facilitate parents in providing supplies of
independence in people with Down syndrome by involving the sufferers
"pleasure" factor. With the approach of Visual Communication Design disciplines
it is expected that animation media to ease the parents in teaching self-reliance
in people with Down syndrome and people with Down syndrome may also get the
right independence provisions from the animation.
KEYWORD biology, junior high school, plant classification, science comic
PENDAHULUAN Latar Belakang
Down Syndrome atau sindrom down merupakan kelainan kromosom, yaitu
terbentuknya kromosom 21 (trisomy 21) akibat kegagalan sepasang kromosom untuk
saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Sulastowo, 2008). Down syndrome
pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr. John Longdon Down karena ciri-cirinya
yang unik, contohnya tinggi badan yang relatif pendek, kepala mengecil, hidung yang
datar menyerupai orang Mongolia, Amerika dan Eropa. Down syndrome juga biasa
disebut mongolisme.
Prevalensi down syndrome kira-kira 1 berbanding 700 kelahiran. Di dunia, lebih
kurang ada 8 juta anak down syndrome. Di Indonesia, dari hasil survei terbaru, sudah
mencapai lebih dari 300.000 orang.1
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lejuene (1959 dalam Gruenberg,
1966), seorang ahli genetik Prancis, penderita down syndrome memiliki 47 kromosom,
sementara itu orang normal memiliki 46 kromosom. Juga diketahui adanya persentase
yang tinggi tentang anak yang menderita down syndrome yang dilahirkan oleh ibu yang
berusia diatas 40 tahun. Kelahiran down syndrome memiliki frekuensi lebih dari 7 per
1.000 dengan usia ibu 40 tahun atau lebih.
Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan
fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly).
Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan
lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut
bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh
lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari
pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. Tinggi badan yang relative
pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia maka sering
juga dikenal dengan Mongoloid. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput
(dermatoglyphics).
Anak down syndrome biasanya kurang bisa mengkoordinasikan antara motorik
kasar dan halus. Misalnya kesulitan menyisir rambut atau mengancing baju sendiri. Selain
itu anak down syndrome juga kesulitan untuk mengkoordinasikan antara kemampuan
kognitif dan bahasa, seperti memahami manfaat suatu benda (Selikowitz, 2001).
Menurut Selikowitz (2001), anak down syndrome dan anak normal pada dasarnya
memiliki tujuan yang sama dalam tugas perkembangan, yaitu mencapai kemandirian.
Namun, perkembangan anak down syndrome lebih lambat dari pada anak normal. Jadi
diperlukan suatu terapi untuk meningkatkan kemandirian anak down syndrome. Peran
1 Teori Baru Penyebab Down Syndrome URL:http://health.kompas.com/read/2010/03/29/11191896/www.kompas.com
serta orangtua sangat dibutuhkan. Doman (2003) mengungkapkan bahwa 15% orangtua
yang mengetahui anaknya mengalami down syndrome akan kembali ke rumah dan tidak
melakukan suatu program terapi. Sebanyak 35% yaitu orangtua yang gigih tekadnya
untuk ikut Program Perawatan Intensif. Sebanyak 50% orangtua akan kembali kerumah,
mendiagnosis anaknya, mendesain sebuah program untuk anaknya dan melaksanakan
program itu dengan tingkat frekuensi, intensitas dan durasi yang berbeda-beda dengan
harapan memperoleh hasil yang sepadan dengan program itu.
Program yang dibuat orang tua yang mengandalkan pengalaman sebelumnya
dengan menggunakan metode yang konvensional seringkali kurang menunjukkan
kemajuan. Oleh karena itu, dengan membantu membuat program the house model of fine
motor skill pada anak down syndrome diharapkan bisa membantu menentukan aktivitas
sehari-hari apa yang bisa kita kenalkan terlebih dahulu (Bruni, 2006). Berdasarkan
wawancara dengan orang tua anak down syndrome, mereka mengatakan bahwa anaknya
sudah bisa menggosok gigi namun setelah dilakukan observasi dengan anak tersebut,
ternyata anak tersebut belum bisa menggosok gigi dengan benar akhirnya gigi anak
tersebut terlihat tidak sehat. Jika anak down syndrome diajarkan hal yang salah, maka dia
akan melakukan kesalahan tersebut terus menerus.2 Bp. Winarno, kepala sekolah SLB
Optimal mengatakan bahwa orang tua sering kali tidak telaten mengajarkan anaknya dan
menyerahkan begitu saja kepada sekolah padahal sekolah sendiri tidak hanya
mengajarkan anak down syndrome saja namun anak berkebutuhan khusus lain.3
Kemampuan daily living skills bertujuan untuk meningkatkan kemampuan anak
menolong diri hidup mandiri dalam kehidupan rutin setiap hari seperti makan, minum,
mandi, pergi ke toilet, memakai dan melepas baju, kaos kaki dan lain-lain. Daily living
skills juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan anak dalam melakukan tugas-tugas
sekolah yang berhubungan dengan pengembangan motorik halus termasuk
menggambar, mewarna, menggunting dan menulis. Pekerjaan rumah tangga dan aktifitas
bermain seperti melakukan hobinya, hiburan-hiburan olahraga dan pekerjaan rutin rumah
tangga dan pekerjaan sehari-hari yang menjadi bagian dari orang dewasa dan anak-anak
Bruni (2006).
2 Hasil wawancara dengan Ibu Amherstia Pasca Rina sebagai psikolog yang menangani anak down syndrome 3 Hasil wawancara dengan Bp. Winarno, kepala sekolah SLB Optimal tanggal 02 Oktober 2009, Pukul 15:46
DR. Indria Laksmi Gamayanti, M.Si, Psi yang merupakan praktisi di sebuah
rumah sakit Anak di Jogja mengatakan bahwa pihaknya membutuhkan animasi tentang
daily living skills untuk membantu meningkatkan motorik halus pada anak down
syndrome, lalu ibu Nurul Hartini, S. Psi., M. Kes sebagai Pembantu Dekan I Psikologi
Unair juga akan membantu publikasi media ini. Dibutuhkannya media ini, dikarenakan
menurut observasi, media tersebut mempermudah anak belajar dan tertarik. Dipilihnya
media animasi dan bukan buku dikarenakan disaat observasi ditemukan beberapa orang
tua anak down syndrome yang buta huruf. Dan bukan video dikarenakan ada kendala
disaat mengajarkan toileting semisal mandi kepada anak down syndrome.4 Selain itu alat-
alat untuk melatih motorik anak down syndrome tergolong mahal dan langka. Anak-anak
down syndrome punya keistimewaan sangat pintar meniru.5
Berdasarkan informasi yang telah didapat, maka peneliti ingin membantu
meningkatkan kemampuan anak down syndrome lewat media animasi yang menampilkan
contoh daily living skills agar dapat melatih motorik halus untuk meningkatkan daily living
skills pada anak down syndrome.
Identifikasi Masalah
a. Program yang dibuat orang tua dengan menggunakan metode yang konvensional
seringkali kurang menunjukkan kemajuan. Seringkali gerakan-gerakan yang diajarkan
orang tua kurang tepat.
b. Animasi disukai oleh penderita down syndrome, hal itu dibuktikan melalui observasi
dan wawancara pada psikolog dan orang tua penderita down syndrome. Dengan
animasi ini diharapkan penderita down syndrome dapat mempelajari daily living skills
lewat media yang mereka senangi.
c. Dibuatnya media animasi ini untuk mempermudah orang tua dalam mengajari daily
living skills pada anak down syndrome.
d. Alat-alat untuk melatih motorik anak down syndrome tergolong mahal, maka
diperlukan sebuah media alternatif yang lebih murah untuk menggantinya.
Batasan Masalah
4 Hasil wawancara dengan Ibu Amherstia Pasca Rina sebagai psikolog yang menangani anak down syndrome. 5 http://www.parenting.co.id/article/article_detail.asp?catid=2&id=10
a. Perancangan ini hanya membahas masalah motorik halus anak down syndrome.
b. Penulis hanya merancang kegiatan daily living skills yang terpusat pada kegiatan
melatih kemandirian (self help skills) sesuai dengan judul perancangan ini.
c. Konten animasi yang ditampilkan pada perancangan ini berdasarkan hasil diskusi
dengan pakar psikologi yang menangani anak down syndrome.
Tujuan Penelitian
Lewat penelitian ini diharapkan mampu membantu menciptakan media untuk
meningkatkan daily living skills anak-anak down syndrome agar mampu mandiri.
METODOLOGI Target audiens yang akan diteliti adalah anak-anak down syndrome baik laki-laki atau
perempuan berusia 5–8 tahun. Populasi yang diambil adalah anak-anak down syndrome
usia 5 - 8 tahun yang duduk di SLB setingkat SD. Studi lapangan yang dipilih adalah SLB
Optimal Kenjeran Surabaya.
a. Demografi Target Segmen :
1) Usia : 5-8 Tahun
2) Laki-laki dan perempuan
3) Pendidikan SLB setingkat SD
4) Tinggal di kota besar (Surabaya)
5) Ekonomi menengah kebawah
b. Karakteristik anak down syndrome :
1) Perkembangannya lebih lambat dari anak normal.
2) Pandai meniru.
3) Sulit memahami bahasa verbal tanpa bantuan visual
4) kurang bisa mengkoordinasikan antara motorik kasar dan halus
5) kesulitan untuk mengkoordinasikan antara kemampuan kognitif dan bahasa,
seperti memahami manfaat suatu benda
6) Mempunyai ciri fisik yang terlihat oleh mata, seperti wajah mongoloid, tangan
pendek dengan jari-jari yang pendek pula, tinggi tubuh pendek.
7) Membutuhkan motivasi untuk berkembang (jika dipuji dia akan sangat senang)
8) Agak susah mengontrol emosi bila tidak sesuai dengan keinginannya.
9) Terpaku pada rutinitas. Bila terjadi perubahan lingkungan, anak down syndrome
akan stres karena sulit baginya untuk menyesuaikan diri.
10) Instruksi yang diberikan harus diulang.
11) Tidak seimbang.
12) Sulit fokus
13) Perlu membentuk situasi yang menyenangkan untuk memuat anak down
syndrome dalam mood yang menyenangkan (misal : menyalakan music yang
ceria agar anak down syndrome senang).
14) Senang bermain-main.
15) Susah berhenti dari kegiatannya jika anak down syndrome telanjur menyukai
kegiatan tersebut.
16) Senang jika terlihat berguna bagi orang lain (contoh membantu menggunakan
sabuk pengaman pada orang lain, baru pada dirinya sendiri).
17) Sulit untuk mempelajari sesuatu yang baru.
18) Dikendalikan mood (emosi).
Observasi dilakukan di SLB Optimal, Kenjeran dan lingkungan sekitar tempat anak down
syndrome yang bersangkutan tinggal dan menghabiskan waktunya sehari-hari. Sesuai
dengan subyeknya yaitu mengamati anak tentang kemempuannya berkegiatan sehari-
hari (daily living skills)
Jumlah responden : 4 orang
Pendidikan : SLB
Usia responden : 5-8 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki dan perempuan.
Dari observasi yang dilakukan oleh 4 anak down syndrome dapat disimpulkan bahwa :
1) Suka dengan kegiatan olah raga dan bermain
2) Suka meniru apa yang dilakukan teman lain
3) Banyak yang belum bisa melakukan daily living skills dengan benar karena orang tua
yang salah mengajarkannya serta mengajarkan dengan cara yang kurag disukai
anak down syndrome.
4) Susah konsentrasi jika belajar dikelas.
5) Sulit memahami bahasa verbal bila tidak ditampilkan dengan visual
6) Kesulitan berbicara
7) suka menonton TV dan meniru acara yang ada di TV tersebut
8) Malu kepada orang lain yang baru pertama bertemu
9) Menyukai acara musik semacam Dahsyat
10) Anak down syndrome yang diajarkan terlalu keras cenderung kasar dan takut kepada
orang tua yang mengajarkannya
11) Kurang bisa menulis dan berhitung.
HASIL Dalam penelitian perancangan ini hal-hal yang akan ditelusuri dan diteliti yaitu :
a. Metode belajar daily living skills pada anak down syndrome dengan isi materi yang
meliputi kegiatan sehari-hari antara lain mandi, makan, memakai pakaian, memakai
sepatu dan kegiatan keseharian yang lain yang menunjang kemandirian sehari-hari.
Kemampuan daily living skills sendiri bertujuan untuk meningkatkan kemandirian
anak down syndrome.
b. Animasi yang ditampilan menggunakan karakter yang sama dengan usia anak yang
sedang belajar mandiri, yaitu karakter anak dengan umur 5 – 8 tahun. Penggunaan
karakter anak dengan sebab selain umur tersebut adalah umur yang normalnya
memang diberi bekal kemandirian sehari-hari juga perkembangan kognitif penderita
down syndrome tidak secepat anak pada umumnya. Sehingga dengan diberi
karakter anak kecil maka dapat merengkuh penderita down syndrome anak-anak
maupun yang sudah beranjak dewasa. Gaya penyampaian juga pelan dan sabar
seolah mengajari anak-anak dan juga dapat ditangkap dengan baik oleh penderita
down syndrome.
c. Warna yang digunakan adalah warna cerah karena menurut riset, anak down
syndrome menyukai serial animasi yang juga menggunakan warna cerah.
d. Gerakan animasi yang digunakan cenderung pelan agar dapat ditangkap dengan
baik oleh penderita down syndrome.
e. Sudut pandang kamera menggunakan sudut pandang terbaik antara depan dan
serong bergantung kebutuhan. Tidak digunakan sudut pandang yang sering
berganti-gant agar materi dapat ditangkap dengan baik oleh penderita down
syndrome.
f. Penggambaran karakter mengikuti kesukaan anak down syndrome yaitu melalui
animasi kartun yang sering ditonton di televisi sepeti Naruto, Doremon, Spongebob
dan Scoobydoo. Digunakan rujukan karakter yang paling memungkinkan untuk
animasi ini yaitu karaker dari film animasi Naruto.
g. Konsep yang digunakan adalah mengajak mandiri sehari – hari atas dasar penelitian
tehadap anak down syndrome yang meliputi berbagai aspek psikologis, kognitif,
kesukaan anak dan keseharian anak down syndrome.
Bagan Keyword
Definisi keyword
Keyword yang dipilih yaitu “Ayo Mandiri Sehari-hari”,
a. Arti denotatif :
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia :
Ayo berarti kata seru untuk memberikan dorongan dan ajakan.
Mandiri berarti keadaan dapat berdiri sendiri; tidak bergantung pada orang lain.
Sehari-Hari berarti setiap hari, rutin, teratur.
b. Arti Konotatif :
Animasi ini bersifat mengajak anak down syndrome untuk menirukan daily living
skills dalam animasi. Ajakan disini adalah ajakan untuk belajar meningkatkan kemampuan
daily living skills anak down syndrome menuju kemandirian dengan cara yang
menyenangkan yang sesuai dengan kriteria anak down syndrome yang menyukai rutinitas
dengan minim perubahan, ceria dan aktif saat melihat media yang atraktif. Warna yang
digunakan adalah warna cerah sesuai hasil penelitian terhadap animasi komparator
dengan menampilkan animasi gerakan daily living skills yang benar dengan pengantar
bahasa yang sederhana yang mudah dimengerti anak down syndrome.
c. Penurunan Keyword :
Kata kunci “Ayo Mandiri Sehari-Hari” akan diturunkan ke aspek-aspek sebagai
berikut.
1) AYO
- Sisi Komunikasi anak down syndrome : Kata “Ayo” merupakan kata yang
bersifat mengajak / ajakan. Hal ini disebabkan psikologis anak down
syndrome yang ingin mendapat motivasi dari apa yang dilakukannya.
Jika mendapat motivasi mereka akan semangat.
- Sisi Psikolgis Karakter : Kata “Ayo” yang bersifat mengajak/ ajakan
menggambarkan sifat karakter yang positif, aktif dan bersemangat.
2) MANDIRI
- Sisi Materi : “Mandiri” disini mengacu pada aspek materi pada animasi
yang memperlihatkan langkah per langkah dari kegiatan kemandirian.
- Sisi Pskologis Karakter : Karakter diperlihatkan akan melakukan kegiatan
kemandirian dengan sikap yang mandiri. Ditunjukkan dengan hanya
tokoh utama yang saling membantu dalam melakukan kegiatan
kemandirian tanpa bantuan dari tokoh lain.
3) SEHARI-HARI
- Sisi Materi : “Sehari-hari” mengacu pada materi kegiatan-kegiatan
animasi untuk melakukan kegiatan kemandirian yang dilakukan setiap
hari.
- Sisi Karakter : Kata “Sehari-hari” akan menunjukkan ciri khas dari atribut
yang dipakai pada karakter tersebut, yang sesuai dengan hasil
penelitian penulis pada kehidupan sehari-hari anak.
- Sisi Environment : Anak down syndrome akrab dengan rutinitas sehari-
hari dengan jadwal yang sudah pasti dengan kondisi lingkungan yang
tetap dan minim perubahan. Perubahan lingkungan akan membuatnya
stres. Sehingga environment yang digunakan dalam animasi ini akan
mengunakan keadaan environment seperti keseharian anak down
syndrome yang telah diteliti sebelumnya.
Animasi daily living skills ini dirancang dengan karakter sebagai berikut :
Karakter Utama
Andi Ani
Nama : Andi
Umur : 5 Tahun
Sifat : Periang, anak yang
penurut.
Nama : Ani
Umur : 5 Tahun
Sifat : Periang, suka
mengajak orang
Gambar 1 :
Opening dalam animasi daily living skills
Gambar 2 :
Scene sikat gigi
Gambar 3 :
Scene pakai baju
Gambar 4 :
Scene pakai celana
Gambar 5 :
Scene pakai kaus kaki
Gambar 6 :
Scene pakai sepatu
KESIMPULAN DAN SARAN Hasil Post Test Animasi Daily Living Skills
Kepada Anak Down Syndrome.
Gambar 7 :
Post Test pada Anak Down Syndrome
Post Test dilakukan dengan menunjukan hasil animasi pada anak down
syndrome. Post Test dilakukan tanggal 27Januari 2011 bertempat di salah satu rumah
anak down syndrome tersebut.
Saat anak diminta untuk melakukan salah satu kegiatan daily living skills sebelum
animasi diputar, anak down syndrome tersebut menujukkan keengganan. Namun saat
diputarkan animasi lalu diminta melakukan kegiatan daily living skills (saat itu scene sikat
gigi) anak down syndrome tersebut mau melakukan kegiatan tersebut sambil melihat
animasi. Ketertarikan anak down syndrome tersebut sangat terlihat ketika melihat animasi
ini. Hal ini membuktikan animasi merupakan media yang sangat efektif untuk
mengajarkan anak down syndrome materi tentang kegiatan kemandirian sehari-hari.
Beberapa kegiatan dapat dilakukan oleh anak down syndrome. Namun dengan
instruksi yang harus diulang-ulang karena keterbatasan pemahaman anak down
syndrome. Untuk kegiatan yang lebih membutuhkan keterampilan jari seperti mengancing
baju, anak down syndrome belum banyak yang bisa melakukannya.
Saran
Saran yang dapat diberikan untuk animasi daily living skills bagi anak down
syndrome antara lain, tempo untuk beberapa kegiatan yang membutuhkan ketelitian dari
motorik halus yang tinggi seperi kancing baju lebih diperlambat lagi agar anak down
syndrome dapat melihatnya lebih cermat.
Menggunakan instruksi verbal yang mengharuskan anak berhenti dari kegiatan
jika kegiatan tersebut telah selesai. Hal ini dikarenakan anak down syndrome yang jika
telah menyukai kegiatan tersebut terlihat susah berhenti dari kegiatan tersebut karena
keasyikan.
Berikan pengulangan animasi pada setiap kegiatan agar anak own syndrome
lebih mengerti.
Setiap salah satu kegiatan kemandirian selesai dilakukan, berikan ucapan pujian
untuk membangkitkan motivasi agar anak down syndrome mau lebih maju lagi seperti,
“Pintar”, “Bagus”. “Hebat” dan sebagainya yang bersifat positif.
Saran ini tidak hanya berlaku pada animasi ini saja, namun juga berlaku pada animasi
kemandirian dengan tema kelompok materi kemandirian yang lain.
DAFTAR RUJUKAN Buku :
Panduan Orang Tua Untuk Mengajarkan Kemampuan Menolong Diri (Self Help Skills)
Pada Anak yang Mengalami Retardasi Mental.
Bruni, Maryanne. 2006. Fine Motor Skills for Children with Down Syndrome : a guide for
parents and professionals. Woodbine House, Inc, Unaited States of America.
Jeffrey S. Nevid, Spencer A. Rathus, Beverly Greene. 2003. Psikologi Abnormal, Edisi 5,
Jilid 2
Dameria, Anne. 2007. Color Basic : Panduan Dasar Warna untuk Desainer dan
Indiustri Grafika. Link & Match Graphic, Jakarta.
Kusrianto, Adi. 2004. Tipografi Komputer untuk Desainer Grafis. Penerbit ANDI,
Yogyakarta.
McLoud, Scott. 1993. Understanding Comics. Terjemahan oleh S. Kinanthi. 2001.
Kepustakaan Polpuler Gramedia, Jakarta.
Tugas Akhir, Skripsi dan Penelitian :
Pasca Rina, Amherstia. 2009. MENINGKATKAN DAILY LIVING SKILL PADA ANAK
DOWN SYNDROME DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK MODELLING. Program
Profesi Magister Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Ariprabowo, Tegar. 2007. Perancangan Film Animasi Si Buta Dari Goa Hantu. Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Hand out :
Hand Book oleh Amherstia Pasca Rina mengenai langkah-langkah melakukan kegiatan
kemandirian (self-help skills).
Animasi :
Animasi Cerita Balita “Aku Bisa Mandi Sendiri” Produksi Mizan Bunaya Creativa tahun
2008.
Animasi “SHALAT” Produksi CV. Madinah Islamic Media tahun 2002.