i Peranan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam Pengawasan Perbankan Syariah di Kota Jambi Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Dalam Ilmu Ekonomi Syariah Oleh: MASYITHOH NIM: SES130304 KONSENTRASI AKUNTANSI SYARIAH PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 1439 H/2018 M
83
Embed
Peranan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam Pengawasan …repository.uinjambi.ac.id/307/1/SKRPSI - Masyithoh AB.pdf · penyidikan di bidang Perbankan, Pasar Modal, Industri Keuangan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
Peranan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam Pengawasan Perbankan
Syariah di Kota Jambi
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Ilmu Ekonomi Syariah
Oleh:
MASYITHOH
NIM: SES130304
KONSENTRASI AKUNTANSI SYARIAH
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
1439 H/2018 M
PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Jambi, 12 November 2018
Msy Masyithoh
SES130304
iii
v
MOTTO
حيم حمن الر بسم الله الر
ما يلفظ من قول إلا لديه رقيب عتيد
Artinya: “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya
pengawas yang selalu hadir”. (Q.S. Al-Buruj : 09).1
1 Departmen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anul Karim, (Bandung: Kementerian
Agama, 2009), hlm. 590.
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Peranan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam Pengawasan
Perbankan Syariah di Kota Jambi” yang dikhususkan pada pengawasan Bank
Jambi Syariah dengan tujuan untuk (1) Mengetahui peranan OJK dalam
pengawasan sektor jasa perbankan syariah yang ada di kota Jambi (2) Mengetahui
kendala yang dihadapi OJK Provinsi Jambi dalam pengawasan bank syariah yang
ada di kota Jambi. Metode penelitian ini adalah deskriftif kualitatif. Penelitian
jenis deskriptif, yaitu berusaha menyajikan fakta-fakta yang objektif sesuai
dengan kondisi yang terjadi pada saat penelitian dilakukan. Sedangkan jenis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh
secara langsung dari objek penelitian ataupun responden. Data ini diperoleh secara
langsung melalui hasil observasi serta wawancara langsung. Dalam hal ini, yaitu
OJK kantor perwakilan provinsi Jambi dan Bank Jambi Syariah. Sedangkan data
sekunder ialah data yang telah dulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh pihak diluar
penulis sendiri. Hasil dari penelitian ini yaitu bahwa pengawasan OJK Provinsi
Jambi pada Bank Jambi Syariah dilakukan di Bank Jambi, artinya pemeriksaan
umum dilakukan di Bank Jambi namun untuk memeriksa sekaligus Bank Jambi
Syariah maka OJK meminta berkas-berkas Bank Jambi Syariah untuk diperiksa di
Bank Jambi. Pemeriksaan tersebut meliputi penghimpunan dana (funding),
penyaluran dana (lending), kredit, manajemen risiko dan pemeriksaan laporan
keuangan seperti neraca, laporan laba rugi, laporan Triwulan, laporan kinerja
Pontianak, Purwokerto, Samarinda, Solo, Tasikmalaya, Tegal, dan Yogyakarta. 4sekaligus pelantikan Darwisman sebagai kepala kantor yang awalnya berlokasi di
gedung lantai tiga Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPBI) Provinsi Jambi hingga pada akhir
tahun 2016 secara resmi berpindah kantor sendiri ke daerah Sipin Kota Jambi. 5www.tribunjambi.com, diakses pada tanggal 20 Januari 2017. 6Tugas OJK beserta dengan kantor-kantornya meliputi pengaturan, pengawasan, dan
penyidikan di bidang Perbankan, Pasar Modal, Industri Keuangan Non-Bank mencakup asuransi,
dana pensiun, pegadaian, perusahaan pembiayaan leasing, multifinance, perusahaan penjamin
kredit daerah (jamkrida), dan sebagainya, serta mengawasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 7 Bps Kota Jambi
karena kurang dimanfaatkannya pasar modal sebagai sumber dana perusahaan.
Ketidaksesuaian pembiayaan, karena dipakainya dana jangka pendek bagi
pendanaan investasi jangka panjang tersebut dapat dihindari apabila
perusahaan memanfaatkan instrument pasar modal bagi kegiatan
pembiayaannya maupun hutang (debt). Indonesia pada saat itu memusatkan
sektor perbankan (Banking Centric) dalam perkembangan perekonomiannya.
Terdapatnya Banking Centric menimbulkan risiko sistemik terhadap jasa
keuangan lain dan lebih jauh dapat menimbulkan gangguan stabilitas finansial
sehingga krisis yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang melanda Indonesia
menyebabkan banyaknya bank mengalami kolaps. Fungsi pengawasan bank
yang merupakan tugas dari BI banyak yang dipertanyakan, bahkan dianggap
krisis tersebut disebabkan oleh lumpuhnya sektor perbankan di Indonesia,
lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang diamanatkan dalam Pasal 34 UU
BI di sebut Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebagaimana dalam UU No. 21
Tahun 2011 Pasal 1 yang di maksud dengan “Otoritas Jasa Keuangan, yang
selanjutnya di singkat dengan OJK, adalah lembaga yang independen dan
bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana
di maksud dengan Undang-undang ini”.18
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga negara yang dibentuk
berdasarkan UU nomor 21 tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan
sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan baik di sektor perbankan, pasar modal
18Paripurna P Sugarda, Status Hukum dan Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan,,
tersedia di: http://www.ugm.ac.id (23 Agustus 2017).
15
dan sektor lembaga keuangan non-bank seperti asuransi, dana pensiun, dan
lembaga keuangan lainnya. OJK ialah lembaga independen dan bebas dari
campur tangan pihak lain. Tugas pengawasan industri keuangan non-bank dan
pasar modal secara resmi beralih dari kementrian keuangan dan BAPEPAM-
LK ke OJK pada 31 Desember 2012. Sedangkan pengawasan di sektor
perbankan beralih ke OJK pada 31 Desember 2013 dan lembaga keuangan
mikro pada 2015.
Pasal 4 UU tahun 2011 tentang OJK menyebutkan bahwa OJK dibentuk
dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan
terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel, dan mampu
mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil,
serta mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Selain itu,
diharapkan dengan adanya OJK, dapat meningkatkan daya saing perekonomian
dan menjaga kepentingan nasional yang meliputi sumber daya manusia,
pengelolaan, pengendalian dan kepemilikan di sektor jasa keuangan dengan
tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.19
OJK mempunyai wewenang sebagaimana ditetapkan dalam pasal 9 UU
No 21 tahun 2011 adalah sebagai berikut :
a. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan;
b. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala
Eksekutif;
19www.ojk.go.id, diakses pada tanggal 24 Oktober 2016.
c. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan
Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku,
dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
d. Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau
pihak tertentu;
e. Melakukan penunjukan pengelola statuter;
f. Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
g. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan; dan
h. Memberikan dan/atau mencabut:
1) Izin usaha;
2) Izin orang perseorangan;
3) Efektifnya pernyataan pendaftaran;
4) Surat tanda terdaftar;
5) Persetujuan melakukan kegiatan usaha;
6) Pengesahan;
7) Persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
8) Penetapan lain.20
20Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 9.
17
Sesuai dengan Pasal 44 UU No 21 tahun2011 tentang OJK, untuk menjaga
stabilitas sistemkeuangan, dibentuk Forum Koordinasi Stabilitas Sistem
Keuangan dengan anggota terdiri atas:
a) Menteri Keuangan selaku anggota merangkap koordinator;
b) Gubernur Bank Indonesia selaku anggota;
c) Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota; dan
d) Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota.
Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan dibantu kesekretariatan
yang dipimpin salah seorang pejabat eselon I di Kementerian Keuangan.
Pengambilan keputusan dalam rapat ForumKoordinasi Stabilitas Sistem
Keuangan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal musyawarah
untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak tercapai maka
pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.Sementara
dalam Pasal 45 diatur pula bahwa dalam kondisi normal, Forum Koordinasi
Stabilitas Sistem Keuangan:
a. Wajib melakukan pemantauan dan evaluasi stabilitas sistem keuangan;
b. Melakukan rapat paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan;
c. Membuat rekomendasi kepada setiap anggota untuk melakukan tindakan
dan/atau membuatkebijakan dalam rangka memelihara stabilitas sistem
keuangan; dan
d. Melakukan pertukaran informasi.21
21Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, pasal 44,
Penjelasan Umum.
Peraturan OJK adalah peraturan tertulis yang diterapkan oleh Dewan
Komisioner, mengikat secara umum, dan diundangkan dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia. Dewan komisioner merupakan pimpinan tertinggi
OJK. OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
1) kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
2) kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
3) kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.22
4. Perbankan Syariah
Perbankan syariah sesungguhnya adalah suatu sistem perbankan yang
dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam. Prinsip yang dianut oleh
sistem perbankan syariah merujuk pada kaidah muamalah dimana manusia
bebas (diperbolehkan) untuk melakukan beragam aktifitasnya kecuali
terhadap hal-hal yang menurut Al Quran, Hadist dan pendapat umum para
ulama dinyatakan dilarang. Ini berarti transaksi bisnis apa pun pada umumnya
dibenarkan sepanjang tidak mengandung unsur bunga (riba), spekulasi
(maysir) dan tipu muslihat/keraguan (gharar)23.
Seperti diketahui pada bank syariah, sistem yang digunakan adalah bagi
hasil pada akhir tahun (bukan sistem bunga). Dan return yang diberikan
kepada nasabah pemilik dana pun ternyata lebih besar daripada bunga
deposito pada bank konvesional. Itulah antara lain yang menjadi alasan
mengapa bank berdasarkan prinsip syariah tidak terpengaruh dengan krisis
22 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 6. 23 Zainul Arifin, Keunikan Sistem Operasi Bank Syariah Dibanding Bank Konvensional,
(Jakarta: Majalah Pengembangan Perbankan, 1999), Ed. No. 75.
19
yang terjadi. Perkembangan sistem ekonomi syariah dalam satu dekade
terakhir ini di Indonesia terlihat semakin pesat. Fenomena bank syariah di
Indonesia dimulai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia yang
operasinya diresmikan pada 1 Mei 1992. Bank Muamalat Indonesia
merupakan Bank Syariah pertama di Indonesia. Kemudian Bank Syariah
Mandiri (BSM) yang merupakan hasil konversi sistem operasi perbankan dari
konvensional ke sistem syariah yang pada 19 November 1999 resmi
mengikuti Bank Muamalat dalam menerapkan sistem syariah. Melalui dengan
Dual Banking System, artinya suatu badan usaha perbankan memiliki dua
sistem operasinal sekaligus yaitu konvensional dan syariah, pertumbuhan
lembaga perbankan syariah semakin meningkat.
Kegiatan Usaha yang dilakukan BUS dan UUS adalah:
a. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
b. menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa Deposito, Tabungan,
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad
mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
c. menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad
musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah
d. menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad
istishna’, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
e. menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
f. menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk
Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah;
g. melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
h. melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah;
i. membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak
ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan
Prinsip Syariah, antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah,
murabahah, kafalah, atau hawalah;
j. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh
pemerintah dan/ atau BI;
k. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan
Prinsip Syariah;
l. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
berdasarkan Prinsip Syariah;
m. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
21
n. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip
Syariah;
o. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di
bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;
p. melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan Prinsip Syariah
q. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat
kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus
menarik kembali penyertaannya;
r. melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah dan ketentuan peraturan perundangundangan di
bidang pasar modal;
s. menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan Prinsip
Syariah dengan menggunakan sarana elektronik;
t. menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka
pendek berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui pasar uang; dan
u. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha BUS lainnya yang
berdasarkan Prinsip Syariah24.
Selain nomor dua di atas, di bawah ini adalah kegiatan usaha yang hanya
dapat dilakukan oleh BUS yaitu:
1) membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak
ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip
24 Booklet Perbankan Indonesia 2018, hlm. 24
Syariah, antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah,
murabahah, kafalah, atau hawalah;
2) melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad
yang berdasarkan Prinsip Syariah;
3) melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah1
4) melakukan kegiatan penyertaan modal pada BUS atau lembaga keuangan
yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah;
5) bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan Prinsip
Syariah; dan
6) menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka
panjang berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui pasar modal.25
5. Roadmap Perbankan Syariah Indonesia
Roadmap Perbankan Syariah Indonesia (RPSI) 2015- 2019 adalah rencana
pengembangan sektor perbankan syariah Indonesia tahun 2015-2019 yang
mengacu pada MPSJKI dan RP2I serta diselaraskan dengan Masterplan
Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia (AKSI) dari Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional. RPSI diharapkan dapat menjadi referensi bagi
stakeholders perbankan syariah dalam pengembangan industri perbankan
syariah sehingga perbankan syariah diharapkan dapat meningkatkan peran dan
kontribusinya dalam mendukung perekonomian nasional dan stabilitas sistem
keuangan serta peningkatan/pemerataan kesejahteraan masyarakat.
Visi RPSI 2015-2019: “Mewujudkan perbankan syariah yang berkontribusi
25 Booklet Perbankan Indonesia 2018, hlm. 25
23
signifkan bagi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, pemerataan
pembangunan, dan stabilitas sistem keuangan serta berdaya saing tinggi”.26
Visi dijabarkan dalam bentuk arah kebijakan beserta program kerja dan
rencana waktu pelaksanaannya yang terdiri dari tujuh arah kebijakan.
Adapun tujuh arah kebijakan pengembangan perbankan syariah 2015-2019
tersebut, yaitu:
1) Memperkuat sinergi kebijakan antara otoritas dengan pemerintah dan
stakeholders lainnya, dengan:
a. mendorong pembentukan Komite Nasional Pengembangan
Keuangan Syariah RI;
b. peningkatan kerja sama antara regulator dengan perguruan tinggi;
c. pembentukan pusat riset dan pengembangan perbankan dan
keuangan syariah; dan
d. menginisiasi dan mengembangkan sharia investment bank, terutama
dalam rangka pembiayaan proyekproyek pemerintah.
2) Memperkuat permodalan dan skala usaha serta memperbaiki efsiensi,
dengan:
a. penyempurnaan kebijakan modal inti minimum dan klasifkasi buku
BUS;
b. mendorong pembentukan bank BUMN/BUMD syariah; dan
c. optimalisasi peran dan peningkatan komitmen BUK untuk
mengembangkan layanan perbankan syariah hingga mencapai share
minimal di atas 10% aset BUK induk.
26 Booklet Perbankan Indonesia 2018, hlm. 47
3) memperbaiki struktur dana untuk mendukung perluasan segmen
pembiayaan, dengan
a. optimalisasi pengelolaan dana haji / wakaf / zakat / infaq / shodaqoh
melalui perbankan syariah;
b. mendorong keterlibatan bank syariah dalam pengelolaan dana
pemerintah pusat/daerah dan dana BUMN/BUMD; dan
c. mendorong penempatan dana hasil emisi SUKUK pada bank syariah.
4) memperbaiki kualitas layanan dan keragaman produk, dengan:
a. peningkatan peran Working Group Perbankan Syariah (WGPS) dalam
pengembangan produk perbankan syariah;
b. penyempurnaan ketentuan produk dan aktivitas baru; dan
c. pengembangan dan penyempurnaan standar produk (termasuk
dokumentasi) bank syariah sesuai karakteristik usaha.
5) memperbaiki kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan
TI serta infrastruktur lainnya, dengan:
a. pengembangan standar kurikulum perbankan syariah di perguruan
tinggi;
b. pemetaan kompetensi dan standar kompetensi bankir syariah serta
review kebijakan alokasi anggaran pengembangan SDM bank; dan
c. pengembangan program sertifkasi profesi maupun program
pengembangan SDM lainnya bagi perbankan syariah bekerjasama
dengan lembaga pendidikan menengah dan tinggi atau konsultan
perbankan. 2
6) meningkatkan literasi dan preferensi masyarakat, dengan:
25
a. penyelenggaraan Pasar Rakyat Syariah; dan
b. program Islamic Banking (iB) campaign terhadap produk perbankan
syariah dan program penguatan positioning, differentiation, branding
(PDB) perbankan syariah.
7) memperkuat serta harmonisasi pengaturan dan pengawasan, dengan:
a. penyempurnaan kebijakan terkait Financing To Value (FTV);
b. pengembangan aplikasi Early Warning System (EWS) BUS dan UUS;
c. penyempurnaan peraturan terkait kelembagaan BUS dan UUS beserta
panduan pengawasan dan perizinan.27
6. Pengawasan Perbankan
Dalam menjalankan tugas pengawasan perbankan, saat ini OJK
melaksanakan pengawasan dengan menggunakan dua pendekatan yaitu:
a. Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan/Compliance Based Supervision
(CBS), yaitu pemantauan kepatuhan bank terhadap ketentuan-ketentuan
yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank di masa lalu dengan
tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara
baik dan benar menurut prinsip-prinsip kehati-hatian. Pengawasan
terhadap pemenuhan aspek kepatuhan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari pelaksanaan pengawasan bank berdasarkan Risiko; dan
b. Pengawasan Berdasarkan Risiko/Risk Based Supervision (RBS) yaitu
pengawasan bank yang menggunakan strategi dan metodologi berdasarkan
risiko yang memungkinkan pengawas bank dapat mendeteksi risiko yang
27 Booklet Perbankan Indonesia 2018, hlm. 48
signifkan secara dini dan mengambil tindakan pengawasan yang sesuai
dan tepat waktu.
7. Tujuan Pengaturan dan Pengawasan Bank
Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi
perbankan Indonesia agar tercipta sistem perbankan yang sehat secara
menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan
masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi
perekonomian nasional.
Sebelum adanya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), fungsi regulator industri
keuangan dijalankan oleh beberapa institusi. Pengawasan dan pengaturan
perbankan dijalankan oleh Bank Indonesia (BI), sementara pasar modal dan
industri keuangan non bank menjadi tanggung jawab Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Dalam Naskah Akademik
Rancangan Udang-Undang OJK, pemerintah menilai hal tersebut perlu
diubah. Ini karena globalisasi menyebabkan kemajuan dan inovasi yang
berujung pada sistem keuangan yang kompleks serta saling terkait. Kemudian,
adanya lembaga keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai
sub-sektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas di sistem
keuangan.28
Selain supaya lebih efektif, pengawasan perbankan oleh bank sentral (yang
merupakan otoritas moneter) juga dinilai mengandung benturan kepentingan.
Berdasarkan pengalaman di beberapa negara, penggunaan instrumen moneter
berupa bantuan likuiditas cenderung lebih dipilih oleh bank sentral daripada
28 Booklet Perbankan Indonesia 2015, hlm. 23
27
mengedepankan asas kehati-hatian (prudential). Indonesia sudah pernah
mengalami krisis keuangan dahsyat pada 1997-1998, yang disebabkan
guncangan di sektor perbankan. Berdasarkan studi dan pengalaman krisis
tersebut, pemerintah menilai sistem pengawasan yang tepat bagi Indonesia
adalah terintegrasi, atau unified supervisory model. Meskipun secara umum
sudah melepas pengawasan bank ke OJK, tetapi BI masih punya peran. BI
harus tetap memperoleh data-data terkait perkembangan perbankan nasional
sebagai dasar untuk menentukan arah kebijakan moneter. BI juga tetap bekerja
sama dengan OJK dalam hal pengawasan bank berdampak sistemik yang bisa
mempengaruhi seluruh sistem keuangan.29
G. Tinjauan Pustaka
Adapun beberapa penelitian terdahulu yang memiliki kaitan mengenai
penelitian ini baik judul maupun isi diantaranya adalah sebagai berikut:
Tabel 1.2
Tinjauan Pustaka
No Peneliti Judul Metode/Pendekatan Hasil Penelitian
hlm. 37. 38Lexy J. Moleong, Metode Penelitian ..., hlm. 132.
33
2. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan setiap bahan tertulis ataupun film yang tidak
dipersiapkan hanya karena adanya permintaan penyidik atau dengan
memanfaatkan data sekunder yang tersedia dalam perpustakaan, dari instansi
yang diteliti. Data sekunder antara lain berupa dokumen-dokumen resmi seperti
arsip, grafik, peta, lokasi penelitian, geografis dan demografi.39
D. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya yang perlu penulis lakukan
adalah menganalisis data dan mengambil kesimpulan data yang terkumpul.
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, pada penelitian ini, penulis menggunakan
metode deskriptif, yaitu metode yang dipakai untuk membantu dalam
menggambarkan sifat atau keadaan yang dijadikan objek dalam melakukan
penelitian.
Analisis data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses mencari
dan menyusun sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan bahan lainnya, sehingga dapat difahami dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain. Analisis data sebelum ke lapangan menurut
Miles dan Huberman yaitu peneliti menganalisa data terhadap hasil studi
pendahuluan, atau data sekunder yang akan digunakan untuk menentukan fokus
penelitian. Adapun analisis tersebut, terbagi menjadi:
a. Reduksi Data
Reduksi data yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari pola dan temanya. Dengan
39Sugioni, Penelitian Kombinasi ..., hlm. 217.
demikan data yang telah di reduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya.
b. Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan
data. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan
hubungan antara kategori, flowchart, dan sejenisnya. Namun yang paling
sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks
yang bersifat naratif.
c. Pengambilan Kesimpulan atau Verifikasi
Kesimpulan yang diambil dari data yang terkumpul perlu diverifikasi terus
menerus selama penelitian berlangsung agar data yang didapat terjamin dan
dapat dipertanggungjawabkan. Analisis data kualitatif merupakan upaya
analisis yang berlanjut, berulang dan terus menerus, terjalin hubungan yang
saling terkait antara kegiatan reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan.40
E. Triangulasi
Triangulasi ialah memotret fenomena tunggal dari sudut pandang yang
berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal.
Karena itu, triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang
diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara
mengurangi sebanyak mungkin perbedaan yang terjadi pada saat pengumpulan
dan analisis data.
40Lexy J. Moleong, Metode Penelitian ..., hlm. 101.
35
Triangulasi menjadi sangat penting dalam penelitian kualitatif, karena
triangulasi dapat meningkatkan ke dalama pemahaman peneliti baik mengenai
fenomena yang diteliti maupun konteks di mana fenomena itu muncul. Bagaimana
pun, pemahaman yang mendalam (deep understanding) atas fenomena yang
diteliti merupakan nilai yang harus diperjuangkan oleh setiap peneliti kualitatif.
Sebab, penelitian kualitatif lahir untuk menangkap arti (meaning) atau memahami
gejala, peristiwa, fakta, kejadian, realitas atau masalah tertentu mengenai
peristiwa sosial dan kemanusiaan dengan kompleksitasnya secara mendalam, dan
bukan untuk menjelaskan (to explain) hubungan antar-variabel atau membuktikan
hubungan sebab akibat atau korelasi dari suatu masalah tertentu. Ke dalaman
pemahaman akan diperoleh hanya jika data cukup kaya, dan berbagai perspektif
digunakan untuk memotret sesuatu fokus masalah secara komprehensif. Karena
itu, memahami dan menjelaskan jelas merupakan dua wilayah yang jauh
berbeda.41
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam pemahaman penelitian ini baik bagi penulis
pribadi maupun bagi pembaca yang membaca penelitian ini, maka penulis rasa
perlu adannya sistematisasi dalam penulisannya secara runtut. Adapun sistematika
yang penulis tetapkan adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan. Bab ini merupakan pembahasan awal serta pijakan bagi
penelitian ini. Bab I mencakup latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah,
kerangka teori serta tinjauan pustaka.
41Lexy J. Moleong, Metode Penelitian ..., hlm. 159.
Bab II Bab ini membahas tentang pendekatan penelitian, jenis dan sumber
data, instrumen pengumpulan data, tekhnik analisis data dan sistematika
penulisan.
Bab III Memaparkan kondisi dan gambaran umum tentang proses penelitian
Bab IV Berisikan pembahasan skripsi, yang di dalamnya membahas jawaban
dari rumusan masalah yang telah ditentukan pada penelitian.
Bab V Bab penutup yang berisikan kesimpulan, saran, dan kata penutup.
37
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Gambaran Umum OJK
1. Sejarah Pembentukan OJK
Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga
yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan
penyidikan42. Kewenangan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan
di Indonesia pada awalnya dilakukan oleh dua lembaga, yaitu Bank Indonesia
(BI) dan Badan Pengawas Pasar Modal–Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
BI mengatur dan mengawasi sektor Perbankan, sedangkan Bapepam-LK
mengatur dan mengawasi sektor Pasar Modal dan sektor Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.
Pembentukan OJK ini mengakibatkan kewenangan-kewenangan tersebut
beralih dari BI dan Bapepam-LK ke OJK, sehingga BI hanya memiliki
kewenangan di bidang kebijakan moneter saja, sedangkan Bapepam-LK lebur
menjadi OJK dan tidak lagi di bawah Kementerian Keuangan43.
42 Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas Jasa Keuangan. 43 Hesty D. Lestari, “Otoritas Jasa Keuangan: Sistem Baru Dalam Pengaturan Dan
Pengawasan Sektor Jasa Keuangan”, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 12 No. 3 September 2012,
hlm. 557. Fungsi pembentukan OJK bagi perbankan adalah Pembentukan Undang- Undang OJK
ini dimaksudkan untuk memisahkan fungsi pengawasan perbankan dari bank sentral ke sebuah
badan atau lembaga yang independen di luar bank sentral. Dasar hukum pemisahan fungsi
pengawasan tesebut yaitu Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang menyatakan: (1) Tugas
mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang
independen, dan dibentuk dengan Undang-Undang. (2) Pembentukan lembaga pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan dilaksanakan selambatlambatnya 31 Desember 2010.2
Sedangkan pengawasan yang dilakukan yaitu terhadap bank dan perusahaan-perusahaan sektor
jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan
Latar belakang pembentukan OJK dikarenakan perlunya suatu lembaga
pengawasan yang mampu berfungsi sebagai pengawas yang mempunyai
otoritas terhadap seluruh lembaga keuangan, dimana lembaga pengawas
tersebut bertanggung jawab terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank
maupun lembaga keuangan non bank, sehingga tidak ada lagi lempar tanggung
jawab terhadap pengawasannya. Selain itu, kegiatan usaha yang dilakukan
berakibat semakin besarnya pengaturan pengawasannya. Sehingga perlu
adanya suatu alternatif untuk menjadikan pengaturan dan pengawasan maupun
lembaga keuangan lainnya dalam satu atap.44 Regulasi dan supervisi sektor
keuangan yang kuat merupakan faktor yang sangatkrusial dalam rangka
mengimbangi perkembangan sektor keuangan tersebut. Sektor keuangan
merupakan sentrum dalam sebuah sistem perekonomian, sehingga kegagalan
dalam mengelola sektor keuangan dapat melemahkan kinerja seluruh sistem
perekonomian. Regulasi dan pengawasan sektor keuangan juga menempati
perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana
masyarakat. Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya
berada di luar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam melakukan tugasnya lembaga ini (supervisory
board) melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang
akan diatur dalam Undang-Undang pembentukan lembaga pengawasan dimaksud. Lembaga
pengawasan ini dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas
pengawasan Bank dengan koordinasi dengan Bank Indonesia dan meminta penjelasan dari Bank
Indonesia keterangan dan data makro yang diperlukan. 44 Hermansyah, Edisi Revisi Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana,
2011, hlm. 175-176. Meskipun latar belakang pendirian lembaga pengawas jasa keuangan terpadu
berbeda di setiap negara, terdapat beberapa faktor yang memicu dilakukannya perubahan terhadap struktur kelembagaan pengawas jasa keuangan. Pertama, munculnya konglomerasi keuangan dan
mulai diterapkannya universal banking di banyak negara. Kondisi ini menyebabkan regulasi yang
didasarkan atas sektor menjadi tidak efektif karena terjadi gap dalam regulasi dan supervisi.
Kedua, stabilitas sistem keuangan telah menjadi isu utama bagi lembaga pengawas (dan lembaga
pengawas) yang awalnya belum memperhatikan masalah stabilitas sistem keuangan, mulai
mencari struktur kelembagaan yang tepat untuk meningkatkan stabilitas sistem keuangan. Ketiga,
kepercayaan dan keyakinan pasar terhadap lembaga pengawas menjadi komponen utama good
governance. Untuk meningkatkan -good governance pada lembaga pengawas jasa keuangan,
banyak negara melakukan revisi struktur lembaga pengawas jasa keuangannya. (Mamiko Yokoi-
Arai, “The Regulatory Efficiency of a Single Regulator in Financial Services: Analysis of the UK
and Japan”, Banking & Finance Law Review, Number 1, October, 2006, pg.1)
39
posisi penting dalam rangka mengantisipasi potensi pelanggaran yang mungkin
saja dilakukan oleh lembaga keuangan. Perkembangan kompetisi di sektor
keuangan tak dapat dipungkiri akan memicu institusi individu untuk terus
melakukan inovasi produk. Namun demikian, inovasi yang dilakukan
seringkali berpotensi melanggar ketentuan yang berlaku karena desakan
kompetisi yang begitu ketat45.
Sistem pengawasan yang dilakukan oleh OJK adalah sistem pengawasan
terintegrasi, artinya seluruh kegiatan jasa keuangan yang dilakukan oleh
berbagai lembaga keuangan tunduk pada sistem pengaturan dan pengawasan
OJK. Sistem pengawasan jasa keuangan secara terintegrasi dimulai di
Skandinavia pada pertengahan tahun 1980an. Inggris dan Jepang menerapkan
sistem pengawasan terintegrasi pada tahun 1998 dengan mendirikan United
Kingdom Financial Services Authority dan Japan Financial Services Agency46
2. Visi dan Misi OJK
a. Visi OJK
Menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya,
melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu
mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional
yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.47
b. Misi OJK
1. Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel.
45 Hasbi Hasan, “Efektivitas Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Lembaga
Perbankan Syariah”, Jurnal Legislasi Indonesia Volume 9 Nomor 3 Tahun 2012, hlm. 376. 46 Zulkarnain Sitompul, op.cit., hlm. 344 47 Otoritas Jasa Keuangan, Booklet Perbankan Indonesia, Edisi ke-1 (Jakarta:
Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan, 2014), hal. 3.
2. Mewujudkan system keuangan yang tumbuh secara transparan dan
stabil.
3. Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.48
3. Nilai-Nilai Strategis OJK49
a. Integritas adalah bertindak objektif, adil dan konsisten sesuai dengan kode
etik dan kebijakan organisasi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan
komitmen.
b. Profesionalisme adalah bekerja dengan penuh tanggung jawab berdasarkan
kompetensi yang tinggi untuk mencapai kinerja terbaik.
c. Sinergi adalah berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan baik
internal maupun eksternal secara produktif dan berkualitas.
d. Inklusif adalah terbuka dan menerima keberagaman pemangku
kepentingan serta memperluas kesempatan dan akses masyarakat terhadap
industry keuangan.
e. Visioner adalah memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat ke
depan serta dapat berpikir di luar kebiasaan.
B. Gambaran Umum Bank Jambi Syariah
1. Sejarah Bank Jambi Syariah
Pada tahun 1945, PT. Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jambi didirikan
berdasarkan akta notaris Adipura Perlindungan No. 6 Tanggal 12 Februari
1959, yang kemudian disempurnakan melalui akta notaris Habro Purwonto No.
48 Otoritas Jasa Keuangan, Booklet Perbankan Indonesia …., hal. 3. 49 Otoritas Jasa Keuangan, Booklet Perbankan Indonesia …., hal. 3.
41
70 tanggal 12 Oktober 1959 dimuat pada tambahan berita Republik Indonesia
No. 110. 140 tanggal 29 Desember 1959.50
Selanjutnya pada tanggal 1964, sebagai dari tindak lanjut dari terbitnya
Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 1962 tentang Pembangunan
daerah Jambi berubah menjadi BPD dengan spesifikasi kegiatannya sebagai
BPD berdasarkan peraturan daerah tingkat I Provinsi Jambi No. 03 tahun 1963
dengan pengesahan Menteri dalam Negeri No.9/32/127-164 tanggal 25
September 1964.Pada tanggal 1993, BPD Jambi menyesuaikan kegiatann ya
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia No. 07 Tahun
1992 tentang Perbankan melalui peraturan Daerah Tingkat 1 Provinsi jambi
No. 13 Tahun 1992 tanggal 30 November dan pengesahan menteri dalam
negeri No. 548.25.434 tanggal 23 Maret 1993.
Pada tahun 2007 BPD berubah status menjadi Perseroan Terbatas (PT)
BPD Provinsi Jambi No. 02 Tahun 2006 dan berdasarkan akta notaris Robert
Faisal, SH No. 06 Tanggal 1 Februari 2007, kemudian disahkan oleh menteri
kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui surat No. 20-
00061 HT. 01.01-TH. 2007 dan diumumkan dalam tambahan berita Negara
Republik Indonesia No. 55 Tanggal 10 Juli 2007 serta keputusan gubernur
Bank Indonesia No.9/59/KEP.GBI/2007 tanggal 13 November 2007.
Mengikuti perkembangannya hingga pada tanggal 15 Agustus 2011 Bank
Jambi Syariah resmi didirikan berdasarkan akta notaris M.Zen No. 133.
Operasional Bank Jambi Syariah dimulai pada tanggal 3 januari 2012 dan
diresmikan langsung oleh Gubernur Jambi yaitu H. Hasan Basri Agus.51
2. Lokasi Bank Jambi Syariah
Adapun batas lokasi Bank Jambi Syariah berdasarkan hasil wawancara peneliti
dengan pelaksana umum bank Jambi Syariah adalah sebagai berikut:
a. Sebelah selatan berbetasan dengan rumah penduduk
b. Sebelah timur berbatasan dengan usaha perbengkelan
c. Sebelah utara berbatasan dengan jalan raya Kap. Pattimura dan berdepanan
dengan hotel Amanah
d. Sebelah barat berbatasan dengan Grand Hotel.
Kantor bank Jambi Syariah terletak di pusat kota Jambi yang berlamat di Jl.
Kap. Pattimura No 70-71 dengan luas tanah 272 m3 dan luas bangunan 272
m3. Ruangannya terdiri dua lantai. Lantai pertama digunakan sebagai ruang
operasional, dan lantai kedua ruang birokrasi.52
3. Visi dan Misi Bank Jambi Syariah
a. Visi
Menjadi bank umum syariah yang terkemuka di wilayah provinsi Jambi
yang tumbuh secara sehat dan handal melayani Mitra Usaha
b. Misi
1) Mengembangkan pasar perbankan syariah di wilayah provinsi Jambi
2) Memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian daerah
khususnya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
51 Bank 9 Jambi, Laporan Tahunan 2014...., hlm. 84. 52 Bank 9 Jambi, Laporan Tahunan 2014...., hlm. 39.
43
3) Memperkerjakan tenaga professional yang disiplin, jujur, ramah dan
penuh tanggungjawab
4) Mewujudkan komitemen terhadap standar kinerja operasional
perbankan syariah didukung dengan tekhnologi yang memadai
5) Menerapkan prinsip kehati-hatian (Prudential Banking) dan tata kelolo
perusahaan yang baik (Good Corporate Governance)
6) Menjalankan fungsi sebagai pemegang kas daerah, melaksanakan
penyimpanan uang daerah yang dikelolah berdasarkan prinsip syariah
7) Mencapai pertumbuhan usaha dan keuntungan yang memadai,
berkesinambungan, dan memberikan nilai tambah kepada steakholder
8) Melaksanakan pelayanan pelaksanaan haji keoada masyarakat di
wilayah provinsi Jambi
9) Melaksanakan manajemen zakat, infaq, shodaqoh yang tepat sasaran
sebagai perwujudan kepedulian social
10) Memperkuat permodalan secara berkesinambungan yang bersumber
dari laba usaha, tambahan modal dari pemegang saham atau
mengindang investor baru.53
4. Prinsip-Prinsip Utama
Penerapan GCG di Bank Jambi Syariah berpedoman pada lima prinsip
utama yaitu keterbukaan, tanggungjawab, akuntabilitas, kewajaran dan
independensi, yang dijadikan dasar dalam penetapan Kebijakan Umum
Direksi Tahunan (KUDT). Dokumen KUDT tersebut merupakan pedoman
penyusunan Rencana Bisnis Bank Jambi yang di susun setiap tahun dan
53 Bank 9 Jambi, Laporan Tahunan 2014...., hlm, 46.
merupakan landasan tugas seluruh unit organisasi Bank Jambi di Kantor
Pusat maupun Kantor Cabang dengan tujuan untuk mewujudkan
keseragaman, kesatuan bahasa, kesamaan pandangan dan kesatuan gerak
langkah operasional tersebut, memastikan bahwa seluruh jajaran Bank Jambi
akan selalu berpedoman pada GCG dalam menjalankan pekerjaannya sehari-
hari.
Dalam rangka meningkatkan penerapan praktek GCG secara menyeluruh
di Bank Jambi Syariah seperti disyaratkan oleh Bank Indonesia, Bank Jambi
Syariah telah merancang dan menyempurnakan pedoman kebijakan serta
panduan implementasi GCG sesuai ketentuan Bank Indonesia dalam
Peraturan Bank Indonesia no. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan GCG bagi
Bank Umum.54
5. Struktur Tata Kelola Perusahaan
Sebagai Bank Milik Daerah PT. Bank Pembangunan Daerah Jambi dengan
badan hukum perseroan terbatas, harus tunduk dan patuh pada Undang-
Undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang
No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang No.7 Tahun
1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-Undang No.10
Tahun 1998 serta ketentuan Bank Indonesia dan Undang-Undang lainnya.
Berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1995 dan Undang-Undang No.40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, bahwa Perseroan Terbatas terdiri
dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris.
Ketiganya merupakan pihak yang bertanggung jawab secara bersama-sama
54 SOP Tata Kelola Perusahaan PT. Bank Pembangunan Daerah Jambi tahun 2015.
45
untuk menerapkan prinsip-prinsip GCG dalam setiap kegiatan usaha Bank
pada seluruh tingkat atau jenjang organisasi.
Untuk mengelola Bank Jambi Syariah dengan baik dan berjalan dengan
lancar, bank ini memiliki standar kepemimpinan atau struktur organisasi,
dimana kedudukan birokrasi dalam tubuh Bank Jambi Syariah itu dijabat oleh
orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya masing-masing.55
6. Produk-produk Bank Jambi Syariah
Diantara produk yang ditawarkan oleh Bank Jambi Syariah adalah:
Tabel 3.1
Nama Produk Bank Jambi Syariah56
No Nama Produk Pelayanan Jasa
1 Wakalah
2 Kafalah
3 Dukungan Bank
4 Referensi Bank
5 Kliring RTGS
Nama Produk Pembiayaan
1 Murabahah Modal Kerja
2 Murabahah Konsumsi
3 Murabahah Investasi
4 Musyarakah Modal Kerja
5 Musyarakah Investasi
Nama Produk Penghimpunan Dana
1 Produk Tabungan
- Tabungan Siginjai iB
- Tabungan Niat Haji
- Tabunganku
- Tabungan Pelajar
2 Giro Ib
3 Deposito Mudharabah iB
Sumber: Hasil Observasi Produk-Produk Bank Jambi Syariah
55 SOP Tata Kelola Perusahaan PT. Bank Pembangunan Daerah Jambi tahun 2015. 56 Observasi Produk-Produk Bank Jambi Syariah, 18 April 2017, Pukul 14.00 WIB
46
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini akan dibahas tentang hasil penelitian yang dilakukan oleh
peneliti tentang peranan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Jambi dalam
pengawasan pada Bank Jambi Syariah. Wawancara dilaksnakan mulai dari tahap
pra riset hingga tahap riset dengan mewawancarai narasumber yang menurut
oeneliti banyak mengetahui tentang data-data yang dibutuhkan. Pertanyaan yang
diajukan juga dibuat seakurat mungkin sehingga hasil-hasil yang dicapai sesuai
dengan data-data yang diinginkan oleh peneliti dalam pembuatan tugas akhir ini.
Peranan OJK Terhadap Pengawasan
1. Realisasi Pengawasan OJK Provinsi Jambi Pada Bank Jambi Syariah
Keberhasilan mewujudkan industri perbankan yang sehat dan stabil serta
mampu meningkatkan perekonomian daerah dan menjaga kepercayaan
masyarakat. Dalam hubungan ini, sangat diperlukan eksistensi dari sebuah
lembaga pengawas bank yang benar-benar terealisasi dengan baik dan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Pada prakteknya, pengawasan OJK Provinsi Jambi pada Bank Jambi
Syariah dilakukan pada Februari 2014 tidak dilakukan oleh OJK Provinsi
Jambi sendiri, namun dengan meminta bantuan kepada Dewan Pengawas
Perbankan Syariah (DPPS) OJK Pusat untuk turun langsung memeriksa kantor
Bank Jambi Syariah, didampingi oleh salah satu staff pengawas bank dari OJK
Provinsi Jambi. Hal ini dilakukan karena OJK Provinsi Jambi belum memiliki
staff pengawas Bank Syariah, yang ada hanya staf Pengawas Bank
47
Konvensional. Hal ini disampaikan oleh Bapak Achmad Jais selaku divisi
Bank Jambi Syariah, menyampaikan bahwa:
Untuk pemeriksaan umum dengan turus langsung (on site) OJK provinsi
Jambipertama mengawasi Bank Jambi Syariah pada februari 2014, hal
inipun dilakukan atas rekomendasi dari kam I karena sejak berdiri di tahun
2011 Bank Jambi Syariah belum pernah diperiksa oleh BI ataupun OJK.
Pengawasan tersebut oleh OJK pusat untuk fokus syariahnya karena OJK
Jambi belum memiliki pengawas bank Syariah jadi masih minta bantuan
oleh pusat. Namun pada tahun 2015 hanya memeriksa Bank Jambi saja atau
bank pusat, karena untuk tahun 2015 ini tidak terfokus pada syariahnya, jadi
OJK Provinsi Jambi hanya mengawasi Bank Jambi. Itu sudah
mewakilipengawasannya pada Bank Jambi Syariah. Karena Bank Jambi
Syariah mengirim laporan ke Bank Jambi untuk diperiksa dan juga untuk
temuan operasionalnya DPS juga bertugas melaporkan kepada OJK satu
semester sekali yang yang menyangkut fokus syariahnya.57
Ditambah lagi oleh Bapak Agus selaku staff EPK dan Pengawas Bank
mengatakan bahwa:
Pada tahun 2015 kami tidak mengawasi langsung ke Bank Jambi Syariah,
pemeriksaan umumnya dilakukan di Bank Jambi, cuman pada saat
pemeriksaan bank Jambi, Bank jambi syariah sekalian kita periksa, kita gak
masuk langsung ke banknya, Cuma Bank Jambi Syariah bawa dokumennya
ke Bank Jambi. Jadi kami memeriksa berkas-berkas yang kami minta dari
Bank Jambi Syariah yaitu funding, lending, kredit dan manajemen risiko.
57 Wawancara dengan Bapak Achmad Jais, Divisi Pemasaran dan Pengembangan Bank
Jambi Syariah, 23 Desember 2016, Pukul 14,20 WIB.
Jadi, kami memeriksa berkas tersebut di Bank Jambi. Karena ini masih Unit
Usaha bisa digabung dengan bank umum Bank Jambi, jadi pas kita periksa
bank umum BPD Jambi kita periksa sekalian Bank Jambi Syariah.58
Pada tahun selanjutnya, pengawasan OJK Provinsi Jambi pada Bank Jambi
Syariah dilakukan di Bank Jambi, artinya pemeriksaan umum dilakukan di
Bank Jambi namun untuk memeriksa sekaligus Bank Jambi Syariah maka OJK
meminta berkas-berkas Bank Jambi Syariah untuk diperiksa di Bank Jambi.
Pemeriksaan tersebut meliputi penghimpunan dana (funding), penyaluran dana
(lending), kredit, manajemen risiko dan pemeriksaan laporan keuangan seperti
neraca, laporan laba rugi, BMPK, laporan Triwulan, laporan kinerja