PERAN UNI EROPA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA SIPRUS TURKI DAN SIPRUS YUNANI Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Diplomasi Dosen: Shiskha Prabawaningtyas Oleh: Siti Octrina Malikah 209000061 Karya Ilmiah ini adalah karya individu yang disusun sesuai dengan etika penulisan ilmiah. Penulis bertanggung jawab atas seluruh isinya. PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL 1
19
Embed
Peran Uni Eropa dalam Sengketa Siprus Turki-Siprus Yunani
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERAN UNI EROPADALAM PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA SIPRUS
TURKI DAN SIPRUS YUNANI
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengantar Diplomasi
Dosen: Shiskha Prabawaningtyas
Oleh:
Siti Octrina Malikah 209000061
Karya Ilmiah ini adalah karya individu
yang disusun sesuai dengan etika penulisan ilmiah.
Penulis bertanggung jawab atas seluruh isinya.
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS FALSAFAH DAN PERADABAN
UNIVERSITAS PARAMADINA
2010
1
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Sejarah Siprus
Siprus adalah sebuah pulau yang
berada di Laut Tengah yang
masyarakatnya terpengaruh dari dua
jenis negara yaitu Yunani dan Turki.
Secara sejarah, Siprus pernah di
datangi oleh orang-orang dari
Yunani, Asyria, Mesir, Romawi, dan
Turki yang berkunjung dan kemudian
menetap di pulau terbesar ketiga di
laut mediterania tersebut. Siprus adalah negara yang pertama kali dimasuki oleh ajaran agama
Kristen dan mayoritas masyarakat Siprus pun memeluk agama Kristen Ortodoks. Ketika
kekuasaan Byzantium runtuh, datanglah kekhalifahan Othmaniah yang datang membawa
ajaran agama Islam pada pertengahan abad ke-16, dan kepemimpinan Othmaniah ini
memberikan izin tinggal kepada 20.000 penduduk muslim. Ketika itu, tentulah tidak disadari,
bahwa pemukiman tersebut pada akhirnya dapat melahirkan konflik etnis yang
berkepanjangan antara keturunan Yunani yang Kristen dan keturunan Turki yang Islam.
Kekhalifahan Othmaniah lalu mengadakan perjanjian dengan Inggris untuk mengantisipasi
serbuan Rusia setelah di sejumlah wilayah pasukannya dipukul mundur oleh Rusia.
Perjanjian itu menyatakan Siprus di bawah administrasi Inggris, meski tetap termasuk dalam
daerah kekuasaan Turki Othmaniah. Pada masa inilah masyarakat Turki banyak berimigrasi
ke Siprus dan membentuk keluarga sehingga budaya Turki cukup melekat di Siprus. Pada
akhirnya ketika pecah Perang Dunia I, perjanjian itu dibatalkan karena Turki yang memihak
kepada Jerman dan otomatis membuat Inggris membatalkan hak Turki ke atas Siprus. Secara
geografis, Siprus adalah wilayah Asia namun uniknya Siprus memiliki pengalaman sejarah,
kultur dan politik yang lebih dekat ke Eropa daripada Asia.
2
1.2. Konflik Siprus-Yunani dan Siprus-Turki
Siprus sendiri yang pernah dijajah Inggris justru menyebabkan konflik antara Siprus-Yunani
dan Siprus-Turki semakin tajam. Kelompok Siprus-Yunani menginginkan agar Siprus
diintegrasikan saja kepada Yunani. Situasi bertambah kacau ketika Letnan Kolonel Grivas
dari Yunani membentuk pasukan gerliya bernama Ethniki Organosis Kipriakou Agonos
(EOKA) untuk memujudkan cita-cita tersebut. Kelompok Siprus-Turki yang dipimpin oleh
Fazil Kucuk berbalik menuntut agar Siprus diserahkan saja kepada Turki, atau dengan opsi
lain, yaitu dilakukan pemisahan wilayah untuk kedua etnis. Namun, kemudian pada 16
Agustus 1960 diadakan perundingan antara Siprus dan Inggris yang menghasilkan bahwa
pada akhirnya Siprus adalah sebuah negara merdeka. Keputusan ini lantas ditentang oleh
Yunani dan Turki yang menganggap bahwa sebagian wilayahnya masing-masing berada di
Siprus.
Akhirnya, perundingan dilangsungkan di Zurich, antara pemerintah Turki dan Yunani.
Kesepakatan pada akhirnya dicapai di London antara pemerintah kedua Negara tersebut
ditambah perwakilan etnis Siprus-Yunani dan Siprus-Turki. Hasilnya, berdirilah Republik
Siprus yang mewadahi dua etnis, dua bahasa, dan dua kebudayaan yang dipimpin oleh Uskup
Makarios (Siprus-Yunani) terpilih sebagai Presiden dan Fazil Kucuk (Siprus-Turki) terpilih
sebagai wakil presiden. Namun, dikarenakan masing-masing memiliki ego dan sentimen yang
kuat berakibat tidak efektifnya pemerintahan pada saat itu. Setelah kemunculan permasalahan
di kalangan pemerintahan ini, tak lama kemudian konflik etnis pun pecah.
Sebagai akibat dari pengambilan
kekuasaan oleh perwira-perwira1 Yunani
yang ingin menggabungkan Siprus
dengan Yunani tahun 1974, Turki segera
menduduki bagian utara dari pulau
tersebut. Selanjutnya 38% dari Siprus
diduduki oleh Turki dengan kehadiran
20.000 pasukannya. Akibatnya, penduduk
asal Yunani terpaksa meninggalkan
bagian utara siprus dan 60.000 orang
Turki didatangkan dari negara induk
1 Perwira-perwira yang berasal dari junta militer milik Yunani
3
untuk merubah keseimbangan demografi bagian utara Siprus.2 Etnis Siprus-Turki yang
kemudian dipimpin oleh Rauf R. Denktas itu pun pelan-pelan menyadari kenyataan baru
bahwa Siprus memang sulit untuk tidak terbagi. Maka, pada 15 november 1983, di
proklamirkan Turkish Republic of Northern Cyprus (TRNC). Untuk menandai wilayah
perbatasan masing-masing, ditapal batas Siprus-Yunani terdapat papan yang berisi tulisan
The Last Divided Capital atau “Ibu Kota Terakhir yang Terbelah”. Dan, ketika kembali ke
wilayah Siprus Turki ada sambutan papan Welcome.
Akan tetapi, dunia menolak Siprus Utara sebagai sebuah negara yang berdaulat ditambah lagi
blokade yang dilakukan Siprus Selatan mempersulit kegiatan perdagangan Siprus Utara
sehingga menyebabkan Siprus utara yang belum cukup mandiri ini mengalami keterpurukan
secara ekonomi. Siprus Utara yang merasa diperlakukan tidak adil akhirnya meminta bantuan
kepada Turki sebagai negara terdekat sekaligus sebagai negara yang memiliki ikatan budaya
yang kental dengan Siprus Utara.
1.3. Kegagalan Reunifikasi Siprus Utara dan Siprus Selatan
Turki juga memprotes pertimbangan
Uni Eropa untuk men jadikan bagian
Siprus-Yunani sebagai anggotanya,
sedangkan bagian Siprus-Turki tidak
diberikan kesempatan yang sama.
Karena tindakan Turki yang dirasa
meresahkan, maka PBB dan Uni
Eropa memberikan peneningkatan
tekanan terhadap Turki berkaitan
dengan sengketa Siprus sebagai
bentuk pembelaan terhadap salah satu
anggotanya yaitu Siprus-Yunani.
Pada tahun 1980an hingga 1990an,
pasukan perdamaian PBB dikirim ke
Siprus namun solusi damai selalu
gagal dicapai.
2 Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, (Bandung: PT Alumni, 2000), hal. 35-36
4
Rep. of Cyprus
Rep. of Turkish-Cyprus
PBB juga mengirim pasukan perdamaian UNFICYP (United Nation Force in Cyprus) pada
tahun 1964. UNFICYP mendapat mandat untuk menjaga perdamaian dan keamanan
internasional, menggunakan upaya terbaiknya dalam rangka mencegah pertempuran terjadi
kembali dan berkontribusi dalam pemeliharaan dan pemulihan hukum dan peraturan serta
menjadikan kondisi di Siprus normal kembali. Dengan ketiadaan political settlement dalam
konflik Cyprus, mandat UNFICYP diperpanjang secara periodik dan masih berlangsung
hingga sekarang meskipun dengan kondisi yang berbeda.3
Dalam rangka pencapaian kesepakatan antara kedua pihak, Siprus-Turki dan Cyprus-Yunani,
PBB mengajukan beberapa resolusi. Resolusi-resolusi tersebut antara lain Resolusi 367
Dewan Keamanan PBB, Resolusi 37/253 Majelis Umum PBB, Perjanjian di bawah Sekjen
PBB Javier Pérez de Cuéllar tahun 1984-1986, Proprosal ‘Set of Idea’ tahun 1992 di bawah
Sekjen PBB Boutros Boutros Ghali, dan Dokumen ‘Annan Plan’ tahun 2002-2004 di bawah
Sekjen Kofi Annan yang mengajukan jalan perdamaian melalui proses reunifikasi dengan
rotasi kepemimpinan4. Namun resolusi-resolusi tersebut belum mampu membawa
kesepakatan bagi kedua belah pihak dan dapat dikatakan resolusi tersebut gagal.
Melalui perundingan-perundingan yang berjalan selama lebih dari 20 tahun, penyelesaian
konflik Siprus belum menghasilkan keputusan yang memuaskan. Bagaimanapun juga,
parameter dasar penyelesaian konflik telah disetujui secara internasional. Siprus akan
menjadi federasi bi-zonal dan bi-komunal. Penyelesaian masalah juga diharapkan dapat
meliputi kerangka konstitusional, pembagian wilayah, pengembalian properti kepada pemilik
sebelum tahun 1974 dan atau pembayaran kompensasi, pengembalian penduduk yang diusir,
demiliterisasi Siprus, hak-hak menetap atau repatriasi penduduk Turki, dan pengaturan
pemeliharaan perdamaian di masa yang akan datang.5
Lewat draft Annan Plan di bawah Sekjeen PBB Kofi Annan, diusulkan penyatuan kembali
Pulau Siprus sebelum bergabung dengan Uni Eropa. Sekjen PBB Kofi Annan mengajukan 5
revisi sejak November 2002, yang terakhir diajukan untuk membagi referendum pada 24
April 2004. Rencana tersebut mengajukan pendirian satu Republik Siprus Bersatu (United
Cyprus Republic), diatur oleh tingkat federal dan dua negara konstituen (negara Siprus-Turki
3 http://www.cires.eu, Elena Baracani, The Impact of the EU’s Democratic Anchoring on the Settlement of the Cyprus Crysis (book on-line)4 Rotasi kepemimpinan yang dimaksud adalah apabila periode ini presiden berasal dari Siprus-Yunani maka wakilnya berasal dari Siprus-Turki dan kemudia di periode berikutnya presiden berasal dari Siprus-Turki dan wakilnya berasal dari Sirus-Yunani5 http://www.globalissues.org/article/114/the-cyprus-crisis
dan negara Siprus-Yunani). Sebagian besar wewenang akan diserahkan ke negara konstituen
sementara tingkat federal bertanggung jawab terhadap hubungan luar negeri, kebijakan
moneter, keuangan federal, kewarganegaraan, dan imigrasi.
Dalam pelaksanaan rencana tersebut, Annan Plan hanya akan terlaksana jika kedua pihak
menerimanya lewat referendum yang dilaksanakan pada 24 April 2004. Inggris dan Amerika
sebagai kekuatan penjamin tampak mendukung rencana tersebut termasuk Turki. Pemerintah
Yunani memilih untuk netral. Pada April 2004, masyarakat Cyprus-Turki mendukung
rencana tersebut dengan margin hampir 2-1 dan Cyprus-Yunani memilih untuk menentang
rencana tersebut dengan margin sekitar 3-1.
Hasil Referendum:
Referendum Result Yes No Turnout
Turkish Cypriot Community 64.90% 35.09% 87%
Greek Cypriot Community 24.17% 75.83% 88%
Pada 1 Mei 2004, satu minggu setelah referendum, Cyprus bergabung dengan Uni Eropa. Di
bawah ketentuan Uni Eropa, seluruh wilayah pulau tersebut dianggap sebagai anggota Uni
Eropa. Bagaimanapun, ketentuan acquis communautaire, hukum Uni Eropa masih diragukan
di wilayah utara pulau. Seiring kekalahan rencana PBB dalam referendum, tidak ada
keputusan untuk memulai perundingan lagi di antara kedua belah pihak. Sementara kedua
belah pihak telah setuju untuk melanjutkan upaya pencapaian kesepakatan, Sekjen PBB justru
6
Ballot Total Yes No
Turkish Cypriot Community 50,500 14,700
Greek Cypriot Community 99,976 313,704
Total legitimate ballots in all areas 150,500 328,500
Total legitimate ballots in all areas 30% 70%
tidak bersedia memulai proses hingga ia yakin benar perundingan-perundingan berikutnya
akan menghasilkan penyelesaian komprehensif berlandaskan rencana yang ia berikan pada
tahun 2004.
Namun, hal-hal diatas lantas tidak membuat Siprus-Turki mundur, justru ia semakin
memperkuat pertahananannya guna mendapatkan pengakuan. Siprus-Turki juga tumbuh pesat
beberapa tahun terakhir. Pada 2005 bahkan pernah tumbuh 10,5 persen dan pembangunan
infratruktur sangat terasa kencang di seluruh wilayah kecil tersebut seperti pembuatan jalan,
yang lama diperlebar, untuk perlintasan dibuat overpass. Pendapatan per-kapitanya kini USD
17 ribu, lebih tinggi daripada Turki yang USD 13 ribu. Meskipun, masih lebih rendah
dibandingkan dengan Siprus-Yunani yang sekitar USD 23 ribu. Dalam urusan ekonomi
bisnis, memang Siprus-Yunani dirasa lebih kompeten dan maju dibandingkan Siprus-Turki,
terbukti dengan adanya McDonald’s dan warung kopi global Starbucks berada di wilayah
Siprus-Yunani, hanya sekitar seratus meter dari Kantor Imigrasi Siprus-Turki. Siprus-Turki
banyak mendapat pemblokadean yang dilegitimasi Uni Eropa, mungkin karena hal tersebut
yang akhirnya membuat para pebisnis enggan untuk membuka bisnisnya di Siprus-Turki.
7
BAB IIPEMBAHASAN
2.1. Regionalisme
Regionalisme dapat diartikan sebagai negara-negara yang terletak di area geografis yang
sama, di mana dapat bekerjasama satu sama lain untuk memecahkan suatu permasalahan-
permasalahan bersama dan mencapai tujuan jauh diatas kapasitas yang dapat dicapai oleh
negara. Organisasi regional meliputi organisasi aliansi militer, perjanjian ekonomi, dan
organisasi politik. Piagam PBB mendoroong regionalisme sebagai pelengkap dari organisasi
global ini6. Regionalisme terdeskripsikan lewat berbagai kriteria seperti secara geografis,
militer/politik, ekonomi, dan transnasional. Diluar hal-hal pokok tersebut, regionalisme juga
secara kontemporer dapat dimasukan ke dalam kriteria lain, seperi bahasa, agama,
kebudayaan, kepadatan penduduk, dan iklim7.
Kerjasama regional tersebut sudah barang tentu memerlukan pengaturan secara regional pula.
Negara-negara yang biasanya tergabung dalam suatu kerjasama regional dapat bersumber
dari beberapa kepentingan dengan pandangan serta perasaan kedaerahan dan identitas yang
sama seperti yang dikatakan oleh Michael Leifer dalam tulisannya Regionalism The Global
Balance and Southeast Asia bahwa :
“The actual manifestation of regionalist behavior on the part of state may derive from a variety of sources. It may arise from a common sense of place and identity, from the prospect of mutual advantage in corporation and from a perception of common external danger. But, however, a common sense of region represented in institutional from by sovereign state contiguous to one another is, above all a political expressions.”8
(Suatu wujud nyata manifestasi dari perilaku regional suatu negara dapat berasal dari
berbagai sumber. Dapat timbul dari rasa persamaan identitas dan tempat tinggal, dari prospek
keuntungan timbal balik dalam kerjasama dan permasaan persepsi mengenai bahaya eksternal
bersama. Namun secara logika merupakan sebuah regional yang diwakili oleh institusi dari
sebuah negara yang berdaulat, yang bersifat menular satu dengan yang lainnya, adalah sebuah
bentuk dari ekspresi politis)
6 David Weigall, International Relations, (London: Arnold Publisher, 2002), hal. 191.7 Theodore A. Couloumbis dan James H. Wolfe, Introduction to International Relations, (New Jersey:
Prentice-Hall Inc., 1982), hal.295-296.8 Michael Leifer, Regionalism in Southeast Asia, (CSIS: 1975), hal. 55
8
2.2. Uni Eropa sebagai Organisasi Regional paling berpengaruh di Eropa
Uni Eropa sebagai organisasi supranasional yang merupakan organisasi antar-pemerintahan
mempunyai legitimasi yang cukup kuat untuk mempengaruhi konstelasi politik dalam negeri
setiap anggotanya. Tujuan dari Uni Eropa itu sendiri adalah menciptakan kemajuan dan
perkembangan politik dan ekonomi di negara-anggotanya untuk mencapai pembangunan
yang seimbang dan berkelanjutan. Ada suatu tanggung jawab yang cukup berat bagi Uni
Eropa yaitu untuk mempertahankan konsistensinya terhadap tujuan didirikannya Uni Eropa
itu sendiri.
Uni Eropa mempunyai kelebihan dari segi hard power dan soft power sehingga mampu
menarik negara-negara di kawasan Eropa sangat tertarik untuk bergabung dengan Uni Eropa.
Hard power yang dimaksudkan di sini artinya tindakan nyata yang memaksa atau memiliki
sanksi untuk memaksa penegakan aturannya, sementara soft power merupakan media yang
tidak nyata namun tetap mengikat anggota-anggota Uni Eropa misalnya ideologi dan
kekuatan budaya. Turki sendiri memandang Uni Eropa menguasai sebuah kekuatan yang
amat luar biasa dan berpikir bahwa jika Turki bergabung menjadi anggota Uni Eropa maka ia
pun akan terpengaruh dampak positif dari keanggotaan tersebut. Turki menyadari keuntungan
yang didapatkan saingannya, Yunani, sehingga ia melakukan perbaikan dan perubahan
budaya yang sangat signifikan dengan tujuan memperoleh predikat keanggotaan tersebut9.
Uni Eropa tidak mungkin akan berdiam diri saat menyaksikan ada konflik di tubuh salah satu
anggotanya karena apabila ia berdiam diri saja maka kemungkinan masalah internal salah
satu anggotanya tersebut kemudian akan meluas dan mengganggu stabilitas negara
tetangganya. Saat permasalahan domestik ini semakin menyebar maka akan sangat
berkemungkinan mengganggu stabilitas sistem Uni eropa itu sendiri. Maka, Uni Eropa
cenderung selalu turun tangan dalam mengatasi semua masalah negara-negara anggotanya
dengan maksud agar masalah tersebut dapat diselesaikan dengan lebih baik dan lebih cepat
sebelum semakin memburuk sesuai dengan kapabilitas yang dimiliki Uni Eropa dan power
yang dimilikinya atas integrasi negara-negara anggotanya.
9 Edward McMahon dan Scott Baker, Piecing a Democratic Quilt?: Regional Organizations and Universal