Latar BelakangSistem Perdagangan internasional yang berada dalam
lingkup WTO merupakan lembaga perdagangan internasional. Indonesia
telah menjadi anggota WTO dengan meratifikasi melalui undang-undang
Nomor 7 tahun 1994. Sebagai anggota WTO, Indonesia juga ikut dalam
berbagai perundingan perdaganan internasional, salah satunya adalah
pada putaran Uruguay. Dalam putaran Uruguay terdapat salah satu
persetujuan yaitu di bidang Subsidi. Bidang ini dimaksudkan untuk
mengatur perdagangan Internasional dengan menggunakan subsidi dalam
melindungi produk dari suatu negara. Perkembangan subsidi banyak
dipengaruhi untuk keperluan politik dan sosial dalam melancarkan
komitmen finansial yang luas dengan maksud antara lain untuk
menopang industri-industri sakit untuk menunjang wilayah yang
mengalami kemunduran untuk merangsang permintaan konsumen ataupun
tingkat ekspor.Subsidi telah menjadi alat proteksi yang sangat
penting, kesulitan utama adalah untuk menarik perbedaan antara
subsidi yang di berikan pemerintah untuk mengejar tujuan-tujuan
ekonomi dan sosial yang sah dan subsidi yang secara langsung atau
tidak secara sengaja atau tidak telah mengakibatkan distorsi
perdagangan dunia serta merampas kesempatan dagang yang sah dari
negara-negara lain.Aturan dalam bidang subsidi diciptkan untuk
mencegah terjadinya unfair trade pratice. Aturan tersebut
ditunjukan kepada timbulnya peningkatan daya saing yang berlebihan
akibat adanya subsidi pemerintah. Beerbeda dengan aturan anti
dumping yang juga merupakan ketentuan untuk mencegah unfair trade
pratice, tetapi yang dilakukan oleh perusahaan. Aturan dalam
subsidi ditunjukan kepada unfair trade pratice yang dilakukan oleh
pemerintah.Akan tetapi tindakan konkrit untuk mengkompensasikan
dampaknya dalam bentuk bea balasan (countervailing duty), seperti
halnya dalam anti dumping terhadap bea (duty) yang diterapkan
dumping, ditunjukan terhadap produk yang memperoleh unfair trade
pratice tersebut. Sebagai konsekuensi insiden dari tindakan balasan
tersebut ditunjukan terhadap perusahaan yang memperoleh subsidi
karena balasan (countervail) yang dikenakan mempunyai dampak
langsung terhadap perusahaan yang memperoleh subsidi.Disiplin dalam
bidang subsidi dapat mengurangi timbulnya sengketa akibat
persaingan yang tidak sehat melalui perang subsidi. Subsidi yang
bersifat meluas akan menimbulkan distorsi. Apabila barang yang
menikmati subsidi semakin membanjiri pasar internasional maka
produsen negara lain yang tidak memberi subsidi akan tersingkir.
Subsidi banyak digunakan pemerintah suatu negara sebagai instrumen
dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, baik dalam rangka
pengembangan suatu industri maupun untuk meningkatkan daya saing
ekspor.Secara teoritis, disamping tarif subsidi adalah the second
best alternatif sebagai suatu instrumen kebijaksanaan perdagangan
luar negeri. Namun pemberian subsidi yang diberikan untuk
meningkatkan daya saing barang sejenis yang dihasilkan negara
pengimpor. Dengan demikian subsidi menerapkan tindakan yang dapat
berdampak negatif terhadap efesiensi perdagangan
internasional.Pengaturan mengenai tindakan non tarif seperti
subsidi dan Counteraveling Duty atau Bea masuk yang dikenakan untuk
mengimbangi langkah subsidi yang diambil oleh suatu negara
pengekspor. Negara-negara yang menandatangani Code ini memberi
komitmen bahwa subsidi yang diberikan kepada industri domestik
tidak mengganggu kepentingan perdagangan negara lain. Tindakan
balasan harus seimbang dan diambil bila terbukti ada
kerugian.Agreement Interpretation and Application Of Article VI,
XVI and XXIII, perjanjian ini dikenal sebagai Subsidies Code.
Negara-negara anggota GATT yang menandatangani Code ini telah
memberikan komitmen bahwa subsidi yang diberikan kepada industri
domestik tidak menganggu kepentingan perdagangan negara lain dan
tindakan balasan untuk mengkompensasikan dampak negatif dari
subsidi juga menghambat perdagangan internasional secara
berlebihan. Perjanjian ini merinci lebih lanjut mengenai Subsidies
dan Countervaling Duty atau Bea Masuk yang dikenakan oleh negara
pengimpor untuk mengimbangi subsidi yang diberikan terhadap ekspor
oleh negara pengekspor. Langkah ini balasan hanya dapat diterapkan
apabilaterbukti bahwa barang import yang telah memperoleh subsidi
dari negara asal tidak mengganggu dan merusak kepentingan industri
dalam negara tujuan atau diduga akan merusak kepentingan industri
negara tujuan.
PROGRAM SUBSIDI PEMERINTAHSubsidi pemerintah menjadi
sebuahjaringanpenting dalam sebuah negara. Yang berperan sebagai
bukti nyata adanya tanggung jawab pemerintah dalam rangka
mensejahterakan masyarakatnya. Dampak dari sebuah kesejahteraan
tidak semata-mata terkandung permasalahan ekonomi saja. Mengapa
pemerintah begitu konsen terhadap permasalahan ekonomi, karena
kondisi ekonomi yang mapan dapat memberikan jaminan sehatnya
kondisi non-ekonomi lainnya. Misalnya saja pendidikan,
kriminalitas, kesehatan bahkan iklim politik. Isu-isu yang terkait
dengan sektor-sektor tersebut tidaklah terlepas dari keberadaan
kondisi ekonomi suatu negara.Manusia sebagai pelaku ekonomi
tentunya memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam rangka memenuhi
kebutuhan. Hal ini tentu saja dapat menciptakan kemiskinan dan
ketimpangan secara masif pada suatu wilayah perekonomian. Di
sinilah bahasan subsidi masuk ke dalam permasalahan sebagai sebuah
solusi. Subsidi dianggap mampu berfungsi sebagai alat peningkatan
daya beli masyarakat serta dapat meminimalisasi ketimpangan akan
akses barang dan jasa. Oleh karena itu, cita-cita kemakmuran suatu
bangsa dapat dicapai salah satunya dengan kebijakan subsidi
tersebut. Terlihat jelas bahwa peran pemerintah sangatlah memegang
posisi penting akan keberlangsungan program subsidi.Namun, dalam
perjalanannya, subsidi tidak luput dari berbagai kritikan. Mulai
dari aspek kepentingan politik hingga ketepatan sasaran pihak
penerima subsidi. Subsidi pemerintah juga dipengaruhi oleh aspek
politik. Contohnya: Bantuan tunai langsung itu dipengaruhi oleh
politik, karena adanya janji-janji presiden dulu saat kampanye
pemilu. Begitu juga dengan subsidi BBM, dulu mereka menjanjikan
untuk harga BBM selalu murah. Studi kasus tentang subsidi di
Indonesia sendiri telah menyeruak dalam berbagai argumen di
kalangan elit. Tentunya permasalahan ini sangat menarik untuk
diangkat, dengan mencari sebuah jawaban akan eksistensi subsidi
yang lebih baik.
A.Teori Program Subsidi PemerintahSebenarnya kapan subsidi
pertama kali muncul dan diterapkan oleh siapa? Subsidi pertama kali
dipakai di Inggris pada abad 10-11 di bawah kekuasaan Raja Charles
II. Namun, subsidi baru berkembang/meluas pada abad 20. Sejak saat
itu program-program subsidi menjadi sebuah cara yang lazim
digunakan pemerintah dalam anggaran keuangannya
Adapun beberapa landasan pokok dalam penerapan subsidi antara
lain:1. Suatu bantuan yang bermanfaat yang diberikan oleh
pemerintah kepada kelompok-kelompok atau individu-individu yang
biasanya dalam bentukcash payment atau potongan pajak.2. Diberikan
dengan maksud untuk mengurangi beberapa beban dan fokus pada
keuntungan atau manfaat bagi masyarakat.3. Subsidi didapat dari
pajak. Jadi, uang pajak yang dipungut oleh pemerintah akan kembali
lagi ke tangan masyarakat melalui pemberian subsidi.Dapat dilihat
di sini bahwa subsidi menjadi sebuah alat pemerintah dalam
melakukan distribusi pendapatan masyarakat. Adapun untuk Indonesia,
beberapa macam subsidi:1. Price distorting subsidies: merupakan
bantuan pemerintah kepada masyarakat dalam bentuk pengurangan harga
di bawah harga pasar sehingga menstimulus masyarakat untuk
meningkatkan konsumsi atau pembelian komoditi tersebut. Harga yang
dibayarkan lebih rendah dari harga pasar, dan pemerintah yang
menanggung atau membayar selisih harga tersebut. Contoh dari
subsidi ini antara lain : potongan harga/tarif listrik potongan
harga untuk sewa rumah potongan harga pupuk beras miskin biaya
sekolah (BOS) potongan harga BBM2.Cash grant: merupakan bantuan
pemerintah kepada masyarakat dalam dengan memberikan sejumlah uang
tunai dan alokasi konsumsi akan uang tersebut diserahkan sepenuhnya
oleh masyarakat. Contohnya: bantuan tunai langsung.3.Kelonggaran
atau potongan pajak.Selain, itu subsidi itu diberlakukan hanya jika
keuntungan (manfaat) yang diperoleh lebih besar daripada jumlah
biaya yang dikeluarkan untuk pemberian subsidi. Meskipun subsidi
ada untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat, mereka
mengakibatkan pajak yang lebih tinggi atau peningkatan harga untuk
barang-barang konsumen. Logikanya: karena subsidi meningkat maka
pajak yang dipungut juga meningkat karena pajak merupakan sumber
dana untuk subsidi, sehingga harga-harga barang pun juga akan
meningkat karena adanya tuntutan pajak yang semakin naik. Ini semua
tentu saja menuntut kehati-hatian pemerintah dalam memutuskan
kebijakan subsidi. Karena bila tujuan subsidi yang pada awalnya
bertujuan meningkatkan kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan
berubah menjadi sebuah keputusan yang hanya memberikan keuntungan
bagi segelintir golongan.Di Indonesia sendiri, kebijakan subsidi
yang paling santer terdengar adalah subsidi harga BBM. Hal ini
mengingat BBM sebagai sebuah komoditi yang strategis dan berkenaan
akan kepentingan publik. Tingginya harga pasar minyak tidak diikuti
dengan daya beli masyarakat yang baik. Berbagai upaya dilakukan
pemerintah untuk meredistribusi pendapatan guna mengurangi
kesenjangan antar anggota masyarakat. Program-program yang
ditetapkan tidak jarang menuai kritikan di antara pihak yang
berseberangan dan kepentingan.
B. Tinjauan Subsidi Program PemerintahDari hasil analisa teori,
terlihat jelas bahwa kebijakan dengan subsidicash grantlebih baik
ketimbangPrice distorting subsidies. Lalu bagaimana kasus yang
terjadi di Indonesia mengenai hal ini.Cash grantyang biasa dikenal
dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) mulai diterapkan di Indonesia
seiring dengan terus meningkatnya komoditi-komoditi yang biasa
disubsidi pemerintah (dalam hal ini adalah BBM). Harga minyak
internasional terus mengalami peningkatan bahkan mencapai harga 64
dolar AS per barel. Kenaikan harga itu menyebabkan tekanan kepada
APBN 2005 khususnya terhadap alokasi subsidi yang diperkirakan
mencapai di atas Rp100 triliun.Hal ini mendorong pemerintah untuk
melakukan pendekatan subsidi secara langsung yang tertuang dalam
BLT. Akan tetapi, Kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada
rumah tangga miskin sebagai kompensasi pengurangan subsidi BBM
telah menimbulkan kontroversi dan masalah baru. Apakah manfaat dari
program ini lebih besar daripada ongkos politik serta ongkos sosial
yang sudah maupun akan timbul? Memang menjadi sebuah hal yang
dilematis dalam proses perkembangan ekonomi Indonesia.Secara
politis, pemerintah menyajikan seakan BLT satu paket dengan
kenaikan harga BBM 1 Oktober 2005. Padahal, payung hukum BLT adalah
Inpres No 12/2005 tentang Pelaksanaan Bantuan Langsung Tunai Kepada
Rumah Tangga Miskin yang dikeluarkan dan berlaku mulai 10 September
2005. Dengan demikian, Inpres ini dikeluarkan jauh sebelum DPR
mengesahkan UU tentang Perubahan atas UU APBN 2005 pada 27
September 2005. Juga berlaku sebelum terbitnya Perpres No 55/2005
tentang Harga Jual Eceran BBM di dalam Negeri yang dikeluarkan 30
September 2005.Selain itu pula, Jika ditinjau dari sisi waktu
keluarnya payung hukum hingga pelaksanaan yang hanya 21 hari,
sangat terasa kebijakan BLT terburu-buru dan dipaksakan. Tidak
mengherankan jika kemudian timbul banyak masalah. Antara lain belum
adanya kesamaan pemahaman antara berbagai instansi pemerintah,
media, maupun masyarakat. Hal itu terlihat dari penggunaan istilah
yang berbeda-beda. Ada yang menyebutnya Program Kompensasi
Pengurangan Subsidi (PKPS), Dana Kompensasi BBM (DKB), atau Bantuan
Tunai Langsung (BTL). Ini bukti lemahnya sosialisasi pemerintah
tentang program ini.Selain itu ada pula kasus salah sasaran. Ada
keluarga yang rumahnya berlantai keramik, punya listrik, telepon,
dan sepeda motor yang menerima kartu BLT. Sedangkan keluarga yang
lebih miskin justru tidak menerima. Pemerintah sendiri tampak tidak
satu persepsi tentang kriteria rakyat/rumah tangga miskin yang
layak menerima BLT. Itu terlihat dari pernyataan di media massa
maupun rapat-rapat di DPR. Ada versi BPS yang menggunakan parameter
konsumsi 2.100 kalori per hari yang jelas berbeda dengan kriteria
BKKBN maupun Pemda.Soal pendataan memang menjadi titik lemah utama.
Kebanyakan warga tidak mengetahui kapan dilakukan pendataan. Warga
juga tidak mengetahui secara pasti kriteria rumah tangga miskin
yang berhak menerima BLT. Selain itu, sebagian warga bekerja di
luar daerah domisili sebagaimana tertera dalam dokumen
kependudukan, sehingga tidak terdaftar atau terdaftar secara ganda
di tempat domisili dan di daerah tempat bekerja. Akibat lemahnya
sistem pendataan, sebagian warga yang benar-benar miskin justru
tidak terdata. Sebagian warga miskin itu juga merasa tidak/belum
terdata. Sebagian lainnya merasa sudah pernah didata tapi
dicoret/dibatalkan. Permasalahan lain dalam pendataan adalah misal
dalam satu keluarga, belum tentu memiliki beban yang sama (jumlah
tanggungan anak dan istri), sehingga untuk mengatasi hal ini
penggunaan metode BLT menuntut data akurat dan terpercaya. Padahal
untuk Indonesia perkembangan sistem informasi masih dianggap
kurang.Selain itu pemerintah tidak dapat menjamin apakah dana yang
diberikan secara tunai tersebut digunakan dengan bijak oleh
masyarakat. Dalam kata lain, BTL mengasumsikan tidak adamoral
hazarddalam teorinya. Hal ini menuntut pengetahuan pemerintah akan
budaya dan moral sebuah entitas kemasyarakatan. Secara ringkas
kelemahan-kelemahan BLT adalah sebagai berikut:1. Data base-nya
tidak relevant (adaasymmetric information) untuk mendapat data
potensial miskin.2. Sistem nilai masyarakat yang masih rendah.
Jadi, BLT tidak digunakan untuk tambahan biaya modal usaha
melainkan digunakan untuk konsumsi terus-menerus.3. Ada kelemahan
survey kemiskinan di Indonesia, yaitu apabila BLT diberikan, bukan
berarti masyarakat langsung bisa dikatakan kaya dalam sekejap,
karena itu hanya dalam kurun waktu yang singkat (2-3 bulan).
Sehingga dengan pemberian BLT, belum tentu tingkat kemiskinan dapat
menurun.
Studi KasusPenyakit subsidi BBM yang cukup lama menggerogoti
APBN/ ekonomi Indonesia sesungguhnya bisa disembuhkan. Penyakit ini
terjadi karena kurangnya diversifikasi energi, diabaikannya
konservasi energi, tidak efisiennya sistem penyediaan BBM, serta
lemahnya kebijakan harga energi nasional. Kompensasi terhadap kaum
duafa karena harga BBM dinaikkan bukanlah terapi penyembuhan
terhadap penyakit subsidi BBM itu sendiri. Gambar 1
mengilustrasikan bagaimana perbaikan terhadap faktor-faktor
tersebut di atas akan mengurangi penyakit subsidi BBM.
Diversifikasi Energi Ketergantungan konsumsi energi nasional
yang sangat besar terhadap BBM - pangsanya sekitar 60-70 persen-
merupakan akar penyakit subsidi BBM (Gambar 2). Ketergantungan ini
tak sehat karena Ibu Pertiwi dikaruniai beraneka sumber daya
energi. Kandungan gas bumi dan batubara Tanah Air lebih besar
daripada minyak bumi; harga mereka pun lebih murah. Potensi panas
bumi Indonesia terbesar di dunia; potensi energi terbarukan pun
cukup besar. Pemanfaatan mereka sangat rendah. Diversifikasi energi
secara konsisten mesti dilakukan untuk menurunkan ketergantungan
konsumsi energi nasional terhadap BBM. Substitusi terhadap BBM
perlu diupayakan di berbagai pemakaian, misalnya pembangkitan
listrik. Pangsa penggunaan sumber-sumber energi non-BBM seperti gas
bumi, batubara dan panas bumi (geothermal) mesti diperbesar.
Peningkatan pangsa sumber energi non-BBM seperti gas bumi dan
batubara dapat ditempuh melalui pembangunan infrastruktur energi
secara progresif. Misalnya, denganmembangun secara besar-besaran
jaringan transmisi dan distribusi gas bumi di dalam negeri (Hanan
Nugroho: Increasing the share of natural gas in national industry
and energy consumption: infrastructure development plan?
Perencanaan Pembangunan IX/3/2004). Demikian pula prasarana
angkutan, penimbunan dan pemrosesan batubara perlu diperbanyak.
Dibandingkan kesiapan untuk mengekspor gas bumi atau batubara,
kondisi infrastruktur energi kita di dalam negeri miskin,
mengakibatkan akses terhadap energi non-BBM rendah dan upaya
diversifikasi energi terhambat. Pemerintah juga perlu menggerakkan
pembangunan energi terbarukan (renewables), walau kontribusi mereka
dalam konsumsi energi nasional tidak besar. Insentif fiskal,
mekanisme pembiayaan, training dan badan khusus untuk mendorong
pengembangan energi terbarukan bila perlu dibentuk. Di dunia kini
tersedia banyak hibah/ sumber dana murah untuk pengembangan energi
terbarukan, yang mestinya dimanfaatkan. Dibandingkan alokasi dana
yang disediakan untuk subsidi BBM yang telah melonjak tinggi, biaya
pembangunan infrastruktur gas bumi, batubara, panas bumi maupun
energi terbarukan gas bumi relatif murah. Ke arah ini pemerintah
perlu mempertegas komitmennya. Tujuannya, agar portofolio konsumi
energi nasional makin sehat.
Konservasi Energi Konservasi energi sebagai pilar manajemen
energi nasional belum mendapat perhatian yang memadai di Tanah Air.
Indonesia berdasarkan data intensitas energi- adalah negara yang
produktivitas pemanfaatan energinya sangat rendah dibandingkan
banyak negara di Asia. Energi di Indonesia, termasuk BBM, digunakan
secara boros. Potensi untuk melakukan konservasi energi sangat
terbuka di Tanah Air. Gambar 3 memperlihatkan pengunaan energi
berdasarkan jenis dan sektor pemakai. Tampak jelas bahwa sektor
transportasi adalah pemakai utama BBM, sehingga pantas dijadikan
target utama penghematan pemakaian BBM.
Sektor lain seperti industri, perkantoran, rumah tangga maupun
penyediaan tenaga listrik juga sangat terbuka untuk ditingkatkan
efisiensi pemanfaatan energinya. Beberapa studi memperkirakan
potensi Indonesia untuk melakukan efisiensi pemakaian energi
berkisar 2030 persen. Banyak teknik dapat dimanfaatkan untuk
melakukan konservasi energi. Konservasi energi di suatu sisi juga
dapat diangap sebagai penemuan sumber energi. Misalnya, penghematan
konsumsi BBM sekitar 10 persen bisa dianggap menemukan sekitar
150.000 bph minyak mentah. Konservasi energi berarti penghematan
biaya eksplorasi. Dengan demikian, perlu sekali menggalakkan
konservasi energi untuk setiap sektor pemakai energi (transportasi,
industri, perkantoran, rumahtangga) serta setiap jenis energi yang
digunakan (khususnya BBM). Bagaimana setengah memaksa atau
membangun kesadaran masyarakat/ pemerintah untuk menjadikan
konservasi energi sebagai budaya baru perlu dikembangkan. Kampanye
hemat energi, audit energi, teknik melakukan konservasi energi,
pengembangan insentif untuk melakukan efisiensi pemanfaatan energi
perlu diterapkan. Undang-Undang Konservasi Energi pun perlu dibuat.
Contoh yang berhasil mengembangkan konservasi energi adalah Jepang,
yang sukses pula mengembangkan diversifikasi energi. Ketergantungan
Jepang pada minyak bumi sebelum periode Krisis Minyak 3 dekade lalu
sekitar 80 persen. Melambungnya harga minyak memaksa Jepang dengan
ketat melakukan diversifikasi dan konservasi energi, dan membentuk
Pusat Konservasi Energi Nasional. Jepang kini adalah negara yang
produktivitas pemanfaatan energinya paling baik di dunia, sedangkan
minyak bumi tinggal 45 persen dari konsumsi energi mereka.Contoh
sukses Jepang ditiru di Asia misalnya oleh Thailand. Indonesia
dapat belajar pula untuk membuat konservasi energi menjadi bagian
budaya masyarakat untuk mendapatkan pola konsumsi energi lebih
rasional/ sehat. Mekanisme Penyediaan BBM Konsumsi BBM tumbuh pesat
di Tanah Air, mencapai sekitar 60 juta liter setahun ini.
Peningkatan konsumsi BBM tidak diikuti produksi minyak mentah dalam
negeri. Sebagian minyak mentah harus diimpor. Penambahan kapasitas
kilang hampir tidak dilakukan. Sebagai akibatnya impor BBM
meningkat. Peningkatan impor BBM dan minyak mentah melonjakkan
biaya pengadaan dan subsidi BBM. Mekanisme penyediaan BBM nasional
hingga saat ini dapat ditunjukkan dalam Diagram 4. Sistem
penyediaan BBM nasional ini, yang mengandalkan Pertamina sebagai
pelaku tunggal penyediaan BBM nasional, tidak dapat dikatakan telah
dilakukan dengan efisien. Terbuka kemungkinan bahwa efisiensinya
dapat ditingkatkan. Dalam situasi dimana harga minyak mentah dunia
membumbung, upaya efisiensi dalam sistem penyediaan BBM nasional
akan memberikan dampak berarti terhadap biaya konsumsi dan subsidi
BBM.
Tindakan efisiensi yang dapat dilakukan, misalnya dengan
menambah kapasitas kilang untuk menurunkan volume BBM yang harus
diimpor). Selain itu, mempertingi efisiensi distribusi BBM, yang
dapat ditempuh dengan memperbanyak pipa distribusi BBM. Berapa
sebetulnya konsumsi real BBM di Tanah Air dengan mempertimbangkan
penyelundupan yang terjadi- juga perlu dicermati. Impor, baik untuk
minyak mentah maupun BBM merupakan komponen biaya terbesar (> 90
persen) bila harga minyak mentah dunia membumbung di atas US$
50/barel. Karena itu manajemen impor, baik untuk minyak mentah
maupun BBM, merupakan titik rawan yang mesti dimonitor atau
diperbaiki sistemnya untuk menjamin bahwa import dilakukan dengan
biaya yang termurah. Impor minyak mentah dalam BBM merupakan bisnis
yang nilainya melebihi Rp. 100 triliun/ tahun.Hal-hal yang
berkaitan dengan proses penyediaan BBM, khususnya mengenai
pengadaan minyak mentah dan BBM, seyogyanya dibuat terbuka untuk
masyakarat umum, sehingga memantau perkembangan yang terjadi pada
bisnis yang menyangkut hajat hidup orang banyak tersebut.
Harga Energi Politik harga energi yang menetapkan BBM sebagai
komoditi dengan harga seragam secara nasional sudah tak tepat lagi
untuk perkembangan ekonomi yang berbeda-beda di Tanah Air. Harga
BBM yang dibuat murah dengan subsidi yang tak tepat arah lebih
mendatangkan mudharat daripada manfaat ekonomi. Harga murah membuat
konsumsi boros dan makin meningkatkan ketergantungan pada BBM.
Harga BBM murah tidak merangsang pengembangan sumber energi
non-BBM. Harga BBM murah juga tidak mencerminkan nilai dari
sumberdaya minyak bumi itu sendiri yang mesti tidak dikonsumsi
hanya oleh generasi sekarang. Harga BBM bersubsidi sesungguhnya tak
tepat buat Indonesia yang produksi minyak bumi per kapitanya paling
rendah di antara negara OPEC. Langkah pemerintah untuk menaikkan
harga BBM sudah tepat. Namun hanya menaikkan harga saja tidak
cukup, karena kompleksitas penyakit subsidi BBM kita tidak hanya
karena faktor harga.Berapa jumlah penerimaan Pemerintah dari Migas
di luar pajak. angka-angka yang masih dapat dipakai walaupun banyak
angka yang sudah ketinggalan oleh perkembangan, seperti harga
minyak mentahnya sendiri. Angka kesepakatan antara Pemerintah dan
Panitya Anggaran harga minyak masih US$ 95 per barrel. Sekarang
sudah di atas US$ 120. Saya mengambil US$ 120 per
barrel.Keseluruhan data dan angka yang menjadi landasan kalkulasi
yang tercantum dalam tabel-tabel kalkulasi yang
bersangkutan.Menteri Ani antara lain mengemukakan bahwa lifting
(minyak mentah yang disedot dari dalam perut bumi Indonesia )
sebanyak 339,28 juta barrel per tahun. Dikatakan bahwa angka ini
tidak seluruhnya menjadi bagian Pemerintah. (baca : bagian milik
bangsa Indonesia). Kita mengetahui bahwa 90% dari minyak kita
dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan minyak asing. Maka mereka
berhak atas sebagian minyak mentah yang digali. Berapa bagian
mereka? Menteri Ani tidak mengatakannya. Tetapi kita bisa
menghitungnya sendiri berdasarkan angka-angka lain yang
dikemukakannya, yaitu sebagai berikut.Lifting : 339,28 juta barrel
per tahunHarga minyak mentah : US$ 95 per barrelNilai tukar rupiah
: Rp. 9.100 per US$Penerimaan Migas diluar pajak : Rp. 203,54
trilyun.Dari angka-angka tersebut dapat dihitung berapa hak bangsa
Indonesia dari lifting dan berapa persen haknya perusahaan asing.
Perhitungannya sebagai berikut.Hasil Lifting dalam rupiah :
(339.280.000 x 95) x Rp. 9.100 = Rp. 293,31 trilyun.Penerimaan
Migas Indonesia : Rp. 203,54 trilyun. Ini sama dengan (203,54 :
293,31) x 100 % = 69,39%. Untuk mudahnya dalam perhitungan
selanjutnya, kita bulatkan menjadi 70% yang menjadi hak bangsa
Indonesia.Jadi dari sini dapat diketahui bahwa hasil lifting yang
miliknya bangsa Indonesia sebesar 70%. Kalau lifting seluruhnya
339,28 juta barrel per tahunnya, milik bangsa Indonesia 70% dari
339,28 juta barrel atau 237,5 juta barrel per tahun.Berapa
kebutuhan konsumsi BBM bangsa Indonesia? Banyak yang mengatakan
35,5 juta kiloliter per tahun. Tetapi ada yang mengatakan 60 juta
kiloliter. Saya akan mengambil yang paling jelek, yaitu yang 60
juta kiloliter, sehingga konsumsi minyak mentah Indonesia lebih
besar dibandingkan dengan produksinya.Produksi yang haknya bangsa
Indonesia : 237,5 juta kiloliter. Konsumsinya 60 juta kiloliter. 1
barrel = 159 liter. Maka 60 juta kiloliter sama dengan
60.000.000.000 :159 = 377,36 juta barrel.
TABEL III
Hasilnya seperti yang tertera dalam Tabel III, yaitu Pemerintah
kelebihan uang tunai sebesar Rp. 35,71 trilyun, walaupun dihadapkan
pada keharusan mengimpor dalam memenuhi kebutuhan konsumsi
rakyatnya. Produksi minyak mentah yang menjadi haknya bangsa
Indonesia 237,5 juta barrel. Konsumsinya 60 juta kiloliter yang
sama dengan 377,36 juta barrel. Terjadi kekurangan sebesar 139,86
juta barrel yang harus dibeli dari pasar internasional dengan harga
US$ 120 per barrelnya dan nilai tukar diambil Rp. 10.000 per US$.
Toh masih kelebihan uang tunai.TABEL II
Apalagi kalau kita merangkaikan semua data kesepakatan terakhir
antara Pemerintah dengan Panitya Anggaran DPR. Seperti yang
diungkapkan oleh Menteri Ani kepada Rakyat Merdeka tanggal 24 April
yang lalu kesepakatannya adalah sebagai berikut.Lifting : 339,28
juta barrel per tahunHarga : US$ 95 per barrelNilai tukar : Rp.
9.100 per US$Penerimaan Migas di luar pajak : Rp. 203,54
trilyun.Kalkulasi tentang uang yang harus dikeluarkan dan uang yang
masuk seperti dalam Tabel I.Kita lihat dalam Tabel I tersebut bahwa
kelebihan uang tunainya sebesar Rp. 82,63 trilyun. Ketika itu
Pemerintah sudah teriak bahwa kekurangan uang dalam APBN dan minta
mandat dari DPR supaya diperbolehkan menggunakan uang APBN sebesar
lebih dari Rp. 100 trilyun, yang disetujui oleh DPR.TABEL I
Dalam Tabel II saya mengakomodir pikiran teoretis dari
Pemerintah yang mengatakan bahwa Pertamina harus membeli minyak
mentahnya dari Menteri Keuangan dengan harga internasional yang
dalam kesepakatan antara Pemerintah dan Panitya Anggaran US$ 95 per
barrel dan nilai tukar ditetapkan Rp. 9.100 per US$.Seperti dapat
kita lihat, hasilnya memang Defisit sebesar Rp. 122,69 trilyun.
Tetapi uang yang harus dibayar oleh Pertamina kepada Menteri
Keuangan yang sebesar Rp. 205,32 trilyun kan milik rakyat Indonesia
juga? Maka kalau ini ditambahkan menjadi surplus, kelebihan uang
yang jumlahnya Rp. 82,63 trilyun, persis sama dengan angka surplus
yang ada dalam Tabel I.
Kesimpulan dan SaranDapat disimpulkan bahwa semua kebijakan
subsidi memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jika
kelebihan pendekatan subsidi harga adalah kontrol dan biaya yang
murah, maka ia akan membawa konsekuensi berupa subsidi yang tidak
tepat sasaran. Sedangkan secara teoretis lebih baik menuntut adanya
kehandalan data yang implikasinya adalah biaya teknologi yang
tinggi.Pemerintah harusnya mulai meninggalkan pendekatan kebijakan
harga apabila ia telah memilikidatabaseyang baik. Lagi pula, Dari
pengalaman pelaksanaan BLT, tampaknya sudah sangat mendesak bagi
pemerintah melakukan sensus ekonomi dan sosial terhadap seluruh
rakyat Indonesia. Hasil sensus tersebut akan sangat bermanfaat
menjadi landasan pertimbangan program-program jaring pengaman
sosial di masa mendatang. Akurasi data dan distribusi yang tepat
sasaran merupakan unsur vital dalam implementasi suatu kebijakan
subsidi oleh pemerintah yang akuntabel. Seandainya Pemerintah
berniat melanjutkan program BLT, langkah-langkah yang lebih
efisien, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan perlu segera
dirumuskan.Langkah-langkah yang perlu dilakukan, antara lain,
mengumumkan secara jelas dan lugas kriteria rumah tangga miskin
penerima BLT; mengumumkan kapan dan bagaimana pendataan akan
dilakukan. Langkah berikutnya, mengumumkan nama calon penerima BLT
dalam daftar yang dipasang di setiap kantor kelurahan dan RT/RW,
sebagaimana dilakukan untuk daftar calon pemilih dalam pemilu.
Kemudian publik diberi kesempatan mengoreksi. Setelah itu,
pemerintah mengumumkan kembali daftar calon tetap penerima BLT.
Dana BLT ditransfer langsung ke rekening penerima setiap bulan,
tidak dibayarkan sekaligus untuk beberapa bulan atau bahkan
setahun.
Terlepas dari pembicaraan masalah subsidi dengan pendekatan
BLT-nya, sebenarnya ada hal yang lebih esensial untuk dilakukan
pemerintah dalam tataran yang lebih luas, yaitu kesejahteraan
ekonomi. Idealnya memang bentuk bantuan pemerintah haruslah
memikirkan hal yang berguna dalam jangka panjang. Maksudnya adalah
bahwa subsidi yang dilakukan juga harus menyentuh aspek investasi
sumber daya manusia yang berkualitas ke depan. Pendidikan,
pelatihan, dan perbaikan gizi adalah beberapa contoh kasus-kasus
yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah. Bagaimanapun
pemerintah tidak hanya memikirkan hal-hal yang bersifat jangka
pendek.
PAPERPERAN SUBSIDI DALAM PEMBANGUNAN DI INDONESIA
OLEHJOHANES JONICK J. NDAWA (0910213086)RENALDY RAKHMAN L.
(0910213115)TRIAS ARIEF F. (0910213124)
JUR. EKONOMI PEMBANGUNAN FAK. EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS
BRAWIJAYA MALANG2012