Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan Kesenian Reog Sebagai Identitas Adat Dan Ritual Agama Di Ponorogo Penyusun : Budi Santoso Bunga Lailatul S. Mega P. Chalida Nadya Gita Zaviera Rizka Ayu Ratnasari Jurusan Seni Tari Fakultas Bahasa dan Seni UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2012
31
Embed
Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan Kesenian Reog Sebagai Identitas Adat Dan Ritual Agama Di Ponorogo
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan
Kesenian Reog Sebagai Identitas Adat Dan Ritual
Agama Di Ponorogo
Penyusun :
Budi Santoso
Bunga Lailatul S.
Mega P. Chalida
Nadya Gita Zaviera
Rizka Ayu Ratnasari
Jurusan Seni Tari
Fakultas Bahasa dan Seni
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2012
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Hidayah-
Nya yang tercurah, maka laporan penelitian yang berjudul ―Peran Pemerintah Daerah Dalam
Pengembangan kesenian Reog Sebagai Identitas Adat Dan Ritual Agama Di Ponorogo‖ dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Laporan penelitian ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah antropologi tari.
Ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah ini, serta pihak semua yang turut
serta membantu dalam penelitian ini. Peneliti menyadari bahwa manusia tidak ada yang
sempurna. Untuk itu apabila terdapat kesalahan dalam penulisan laporan ini merupakan
murni dari kesalahan peneliti sendiri. Peneliti berharap laporan ini akan berguna di kemudian
hari bagi semua pembacanya.
Terima Kasih.
Jakarta, 02 Januari 2012
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................................................1
DAFTAR ISI ............................................................................................2
Sewandono yang terlalu tunduk kepada permaisurinya yang mengakibatkan sang Raja lalai
dalam memimpin negerinya.
Ada pula sumber lain yang diperoleh dari buku mengenal Reog Ponorogo (Dinas
Pariwisata Ponorogo) menceritakan hal yang mendasari terciptanya kesenian Reog ini adalah
inisiatif dari sang patih keRajaan Bantarangin yaitu patih Pujangga Anom dalam menghibur
Rajanya yaitu Raja Kelono Sewandono yang ditinggal pergi oleh istrinya yaitu Putri Dwi
Songgo Langit ketika diketahui sang istrinya tidak dapat memiliki anak. Sesungguhnya sang
Raja berkali-kali mencoba menahan kepergian sang permaisuri yang berkeinginan kembali
kenegerinya yaitu Kediri untuk menjadi seorang petapa. Akan tetapi keingin sang permaisuri
sudah bulat dan Raja pun melepas kepergian sang permasurinya dengan kesedihan. Karena
itulah sang patih mementaskan sebuah pertunjukan tari-tarian yang menggunakan kepala
harimau dan seekor merak yang hinggap diatasnya, hal ini dimaksudkan untuk mengenang
kembali masa-masa perjuangan sang Raja dalam mempersunting Putri Dwi Songgo Langit.
Akan tetapi dari setiap pementasan maupun pagelaran yang disajikan oleh para
seniman Reog saat ini menggunakan versi dari R. Klana Wijaya atau biasa disebut dengan
Pujangga Anom. Yang berceritakan tentang perjuangan Raja Bantarangin Klono Sewandono
dalam mempersunting putri dari keRajaan Kediri Putri Dwi Songgo Langit.
17
BAB III
PERDA PONOROGO DALAM MENGEMBANGKAN KESENIAN REOG PADA
SAAT INI DALAM RANAH UPACARA TRADISI, IKON PARIWISATA, MAUPUN
IDENTITAS KOTA PONOROGO
A. Pemerintah Daerah sebagai Pembuat Pedoman Kesenian dari Masa ke Masa
Berubah-ubahnya pemegang kekuasaan politik seiring dengan zaman sangat
mempengaruhi keberadaan sebuah kesenian. Hal ini pun berlaku untuk kesenian Reog
Ponorogo. Asal usul Reog Ponorogo yang semula disebut Barongan merupakan satire
(sindiran) dari Demang Ki Ageng Kutu Suryongalam terhadap Raja Majapahit Prabu
Brawijaya V (Bre Kertabumi). Pada masa kekuasaan Batoro Katong, oleh Ki Ageng Mirah,
memandang perlunya pelestarian kesenian Barongan tersebut sebagai alat pemersatu dan
pengumpul massa sekaligus sebagai media informasi dan komunikasi langsung dengan
masyarakat.
Kuatnya posisi Reog Ponorogo dalam kehidupan keseharian masyarakat Ponorogo
membuat partai-partai politik memanfaatkan kesenian ini untuk mencapai tujuan mereka.
Tahun 1963, Reog dimanfaatkan oleh PKI dengan dibentuknya BRP (Barisan Reog
Ponorogo). Oleh Ahmad Tobroni seorang pengurus Nadhatul Ulama dibentuk CAKRA
(Cabang Reog Utama)n dan kemudian diikuti oleh kaum nasionalis dengan memebentuk
BREN (Barisan Reog Nasional). Tahun 1966 BRP bubar, dan akhirnya CAKRA dan BREN
18
menjadi cikal bakal INTI ( Insan Takwa Ilahi) yang berisi aktivitas Reog dan orang-orang
terkemuka (pejabat) di Ponorogo.7
Perubahan kembali terjadi ketika usai peristiwa G30S/PKI. Kesenian Reog Ponorogo
dibina secara utuh dan terencana oleh Pemerintahan Orde Baru. Upaya pembinaan yang
ditempuh Pemda II Ponorogo dengan merealisasikan satu unit Reog di setiap desa dan
dibangunnya sarana kegiatan berupa padepokan. Langkah selanjutnya, Pemerintah Daerah
Tingkat II Ponorogo menyelenggarakan saresehan Reog Ponorogo pada tanggal 24
November 1992 di Pendopo Agung Kabupaten Ponorogo. Dari kegiatan ini, diperoleh
masukan dari berbagai kalangan praktisi, ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu, maupun pakar
tari dan tata busana sehingga terwujud ―Pedoman Dasar Kesenian Reog Ponorogo dalam
Pentas Budaya Bangsa‖ atau terkenal dengan sebutan ―Buku Kuning‖. Terbitnya buku
pedoman ini di susun pada 1 April 1996 pada masa Bupati Markoem Singodimedjo8.
Pada pengertian istilah dalam judul disebutkan alinea pertama: Pedoman dasar adalah
kerangka landasan, membuat rambu-rambu yang harus ditaati dalam setiap penyajian
Kesenian Reog Ponorogo dari alur cerita sampai pada instrument dan aransemennya (alur
cerita, seni tari, tata busana/rias, instrument, aransemen, dan peralatan lainnya).
Seiring jatuhnya Orde Baru, Pemerintah Indonesia menetapkan tahun 1998 adalah
Tahun Seni dan Budaya sebagai sebuah identitas bangsa dan mengembangkan pariwisata
Indonesia. Legitimasi penetapan itu diwujudkan pula dengan dibentuknya Departemen
Pariwisata, Seni, dan Budaya. Realitas itu menjadikan kebudayaan berada dalam dua label
yang berbeda, yakni lebel ―Pendidikan‖ dalam Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
sedang yang lain berlebel ―Kepribadian Nasional‖ dan ―Pariwisata‖ yang diwadahi oleh
7 Zamzam Fauzanafi, Esti Anantasari, Ani Himawati. “Reog Ponorogo: Antara Identitas, Komoditas, dan Resistensi” ( http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=1306 ) 8 A. Budi Susanto. “Sisi Senyap Politik Bising”. Kanisius:Yogyakarta, 2007
A. 1. Apakah pemerintah daerah mempunyai rencana induk pengembangan kesenian daerah ponorogo ? 2. Apakah pemerintah mempunyai program khusus untuk melestarikan reog ponorogo ?
1. Pemerintah daerah mempunyai rencana induk sendiri yaitu pemerintah membiayai desa atau setiap kecamatan yang mampu membuat reog ( seniman reog).pemerintah juga mempunyai rencana ingin membuat pusat pengrajin reog agar wisatawan tidak kesulitan untuk mencari kesenian reog. 2.Pemerintah juga mempunyai program yang sudah berjalan dan masih berjalan hingga saat ini yaitu
- Setiap sebulan sekali
menampilkan reog di
panggung pada setiap
bulan purnama dan di
biayai oleh pemerintah
- Setiap satu tahun sekali
pemerintah daerah setiap
11 Agustus diadakan
festival reog
- Menampilkan reog dewasa
dalam kegiatan grebek suro
pada setiap tahunnya.
- Setiap 2 bulan sekali
menampilkan reog dan tari-
tarian khas ponorogo, agar
reog selalu mempunyai
eksistensi di ponorogo
3.Ya, di desa ngebel selalu diadakan larungan setiap tahunnya pada
1. Bupati Ponorogo 2. Bupati Ponorogo
28
3.Apakah acara larungan ini selalu diadakan setiap tahunnya ? 4. Apakah alasan di adakannya ritual larungan ini oleh tokoh-tokoh desa ? 5.Peran pemerintah dalam acara larungan di desa ngebel ? 6. Apakah ada peran pemerintah dalam melestarikan makam Betoro Katong ? Dan apakah aparat pemerintah ikut mendoakan makam betoro katong atau hanya sekedar datang berkunjung ?
tanggal 1 muharam. 4. Karena pada zaman dahulu danau ngebel ini sering meminta korban jiwa, maka perangkat desa serta tokoh-tokoh desa bermusyawarah dan memutuskan untuk melakukan ritual larungan sebagai pengganti adanya korban jiwa.Larungan diadakan 2 kali yaitu siang dan malam, yang malam ialah ritual sakralnya dan yang siang oleh kabupaten dikemas sedemikian rupa hingga menjadi sebuah pariwista untuk masyarakat ponorogo. 5. Peran pemerintah baik kecamatan maupun kabupaten memfasilitasikan acara larungan sedangkan untuk penyelenggara acara larungan dari panitia kecamatan. 6. Pemerintah mempercayakan pelestarian makam betoro katong oleh Badan Pemerintah Pengawasan Benda Purbakala.Pusaka-pusaka peninggalan betoro katong di jaga dan di rawat oleh BP3 ini, dan setiap satu suro benda-benda pusaka tersebut di kirap dan disemayamkan ke makam ini.Para aparat pemerintah juga turut mendoakan makam betoro katong.
3. Lurah desa Ngebel 4. Lurah desa Ngebel 5. Lurah desa Ngebel 6. Pak Nardi sebagai juru kunci makam betoro katong
B. 1. Apakah masih terdapat reog obyok di ponorogo ? 2. Bagaimana pemerintah menjembatani antara reog festival dengan reog obyok ?
1. Justru reog obyok banyak di sukai oleh masyarakat karena reog obyok sering diadakan di desa dalam perayaan seperti perkawinan, khitanan, serta bersih desa yang sering memanggil reog obyok sebagai pelengkap acara-acara tersebut. 2. Masing-masing reog mempunyai jalur sendiri-sendiri. adanya upaya pemerintah untuk melestarikan reog di kancah nasional seperti halnya pemerinyah daerah kabupaten ponorogo mengadakan festival reog
1.pak satria kepala dinas pariwisata 2. pak satria kepala dinas pariwisata
29
nasional setiap tahunnya dan untuk reog obyok pemerintah mempunyai paguyuban reog di setiap kecamatan yang totalnya 21 kecamatan dari paguyuban tersebut reog obyok bisa berlatih dan melestarikann reog obyok. Dan antusias masyarakat untuk kedua reog tersebut sangat luar biasa. Sebagai pemerintah daerah kita hanya bisa memfasilitasi kegiatan tersebut.
3. Dulu didalam kesenian reog terdapat istilah gemblak, menurut bapak masih adakah gemblak didalam kesenian reog saat ini ? 4. Kenapa sekarang penari jatilan ditarikan oleh perempuan ? 5.Apa pendapat bapak mengenai perubahan yang terjadi didalam penggunaan kostum reog ?
3. Gemblak pada saat ini mungkin sudah tidak ada dan saat ini istilah gemblak lebih dikenal dengan anak asuh, kalau dulu gemblak digunakan untuk mengukur status social, semakin banyak gemblak maka status social seseorang semakin tinggi.Pada zaman dulu warok sering melakukan tirakat dan didalam tirakat sang warok dilarang dilayani oleh istri baik kebutuhan jasmani maupun rohani. Maka gemblak ini yang menggantikan posisi sang istri. 4. Disaat diadakan tari jatilan yang tercatat sebagai rekor di muri kita kekurangan penari laki-laki. Maka di putuskan penari jatilan diperankan oleh perempuan lagi pula gerakan penari jatilan seharusnya agak keperempun-perempuanan jadi sulit untuk penari laki-laki memeragakan sebagai penari jatilan maka dari itu penari jatilan digantikan oleh perempuan dan jika ditarikan oleh perempuan terlihat lebih indah dan cantik. 5.Sebenarnya kita juga agak kecewa kenapa kostum penari-penari reog di ubah-ubah tidak sesuai dengan reog asli dari ponorogo, seperti halnya didalam festival reog yang diikuti oleh penjuru daerah di Indonesia, ada beberapa daerah yang menggunakan kostum yang jauh dari kesan penari
3. Bpk. Satria kepala dinas pariwisata 4. Bpk. Satria Kepala dinas pariwisata 5. Bapak Satria Kepala dinas pariswisata