Top Banner
Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019 44 PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM PENINGKATAAN DAYA SAING ORGANISASI PERGURUAN TINGGI Oleh: Syamsurizal Program Studi Administrasi Bisnis, Politeknik LP3I Jakarta Gedung sentra Kramat Jl. Kramat Raya No. 7-9 Jakarta Pusat 10450 Telp. 021 31904598 Fax. 021 31904599 email: [email protected] ABSTRACT The role of leadership in each organization is very dominant in developing and improving organizational competitiveness and change management is a series of processes used to ensure that significant changes can be carried out in a controlled and systematic way to improve organizational competitiveness. The purpose of this paper is to conduct an in- depth study of what factors influence the competitiveness of higher education organizations both from leadership and from change management. The method used in this paper is literature review. The results of this research study are factors that influence the competitiveness of Higher Education organizations from the point of view of the role of leadership is very dominant because the leadership of PTS as a driving force to drive the competitiveness strengths of universities in order to win the Competition Area (competition areas) Keywords: Competitiveness, Leadership and Change Management ABSTRAK Peranan pimpinan dalam setiap organisasi sangatlah dominan dalam mengembangkan dan meningkatkan daya saing organisasi dan Manajemen perubahan merupakan serangkaian proses yang digunakan untuk memastikan bahwa perubahan yang signifikan dapat dilakukan secara terkontrol dan sistematis untuk meningkatkan daya saing organisasi. Tujuan tulisan ini adalah untuk melakukan kajian secara mendalam atas faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap daya saing organisasi perguruan tinggi baik dari kepemimpinan maupun dari Manajemen perubahan. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah literature review (kajian pustaka). Hasil kajian penelitian ini adalah faktor- faktor yang mempengaruhi daya saing organisasi Perguruan Tinggi dari sudut pandang peran kepemimpin adalah sangat dominan karena Kepemimpinan (leadership) PTS sebagai driving force untuk menggerakkan Kekuatan Daya Saing (competitiveness strengths) perguruan tinggi dalam rangka memenangkan Area Persaingan (competition areas). Kata kunci : Daya Saing, Kepemimpinan dan Manajemen Perubahan
22

PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Nov 08, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019

44

PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN

PERUBAHAN DALAM PENINGKATAAN DAYA SAING

ORGANISASI PERGURUAN TINGGI

Oleh:

Syamsurizal

Program Studi Administrasi Bisnis, Politeknik LP3I Jakarta

Gedung sentra Kramat Jl. Kramat Raya No. 7-9 Jakarta Pusat 10450

Telp. 021 – 31904598 Fax. 021 – 31904599

email: [email protected]

ABSTRACT

The role of leadership in each organization is very dominant in developing and improving

organizational competitiveness and change management is a series of processes used to

ensure that significant changes can be carried out in a controlled and systematic way to

improve organizational competitiveness. The purpose of this paper is to conduct an in-

depth study of what factors influence the competitiveness of higher education

organizations both from leadership and from change management. The method used in

this paper is literature review. The results of this research study are factors that influence

the competitiveness of Higher Education organizations from the point of view of the role of

leadership is very dominant because the leadership of PTS as a driving force to drive the

competitiveness strengths of universities in order to win the Competition Area (competition

areas)

Keywords: Competitiveness, Leadership and Change Management

ABSTRAK

Peranan pimpinan dalam setiap organisasi sangatlah dominan dalam mengembangkan dan

meningkatkan daya saing organisasi dan Manajemen perubahan merupakan serangkaian

proses yang digunakan untuk memastikan bahwa perubahan yang signifikan dapat

dilakukan secara terkontrol dan sistematis untuk meningkatkan daya saing organisasi.

Tujuan tulisan ini adalah untuk melakukan kajian secara mendalam atas faktor-faktor apa

saja yang berpengaruh terhadap daya saing organisasi perguruan tinggi baik dari

kepemimpinan maupun dari Manajemen perubahan. Metode yang digunakan dalam tulisan

ini adalah literature review (kajian pustaka). Hasil kajian penelitian ini adalah faktor-

faktor yang mempengaruhi daya saing organisasi Perguruan Tinggi dari sudut pandang

peran kepemimpin adalah sangat dominan karena Kepemimpinan (leadership) PTS

sebagai driving force untuk menggerakkan Kekuatan Daya Saing (competitiveness

strengths) perguruan tinggi dalam rangka memenangkan Area Persaingan (competition

areas).

Kata kunci : Daya Saing, Kepemimpinan dan Manajemen Perubahan

Page 2: PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019

45

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap negara di belahan dunia ini

pasti mengimpikan masa depan yang

gemilang. Masa depan yang gemilang

hanya dapat dibangun oleh sumber daya

manusia yang berkualitas tinggi dan

bukan dari kekayaan sumber daya

alamnya. Dalam kaitan dengan itu,

Djojohadikusumo (1993) menegaskan

bahwa pola dan arah perkembangan

ekonomi masyarakat dalam jangka

panjang dipengaruhi oleh serangkaian

empat faktor dinamika: sumber daya

manusia, ilmu pengetahuan dan

teknologi, sumber daya alam dan

kapasitas produksi yang terpasang. Ke-

empat faktor dinamika itu harus dilihat

dalam kaitan interaksinya satu dengan

yang lainnya. Namun diantaranya

peranan sumber daya manusia dan

kualitasnya mengambil tempat yang

sentral, dilengkapi dengan

penguasaannya atas bidang ilmu

pengetahuan dan teknologi. Sebab, kedua

rupa dinamika ini pada hakikatnya akan

menentukan kemampuan masyarakat

yang bersangkutan dalam hal

pemanfaatan, pemeliharaan dan

pengamanan kekayaan alam maupun

dalam hal pengelolaan dan perawatan

kapasitas produksi terpasang dengan

sebaik-baiknya.

Perubahan tidak dapat dielakkan

dalam kehidupan manusia. Perubahan

mulai bagian yang penting dari suatu

organisasi diawali sekitar 40 tahun

yang lalu.Dimulai oleh dunia usaha

yang lebih dulu menyadari

pentingnya perubahan bagi

peningkatan kualitas produksi yang

dihasilkan. Berbagai upaya dan

pendekatan telah dilakukan untuk

memecahkan masalah yang timbul akibat

adanya perubahan.Terjadi perubahan

besar - besaran di dunia bisnis dari sektor

komputer sampai jasa keuangan, dari

sektor telekomunikasi sampai layanan

kesehatan. Saat ini banyak organisasi

sepakat bahwa kehidupan berorganisasi

semakin menjadi tidak pasti, seiring

dengan langkah perusahaan yang makin

terpacu dan masa depan menjadi makin

sulit diprediksi. Namun demikian semua

sepakat perubahan semakin cepat terjadi.

Dunia bisnis sedang dan akan terus

mengalami perubahan yang makin cepat,

walau arah perubahan tidak mudah

diprediksi.Walhasil para manager dan

pembuat keputusan perlu lebih

memahami kemana angin perusahaan

bertiup, karena setiap waktu dapat

menentukan hidup matinya perusahaan.

Perubahan mempunyai manfaat bagi

kelangsungan hidup suatu organisasi,

tanpaadanya perubahan maka dapat

dipastikan bahwa usia organisasi tidak

akan bertahan lama.Perubahan bertujuan

agar organisasi tidak menjadi statis

melainkan tetap dinamis dalam

menghadapi perkembangan jaman,

kemajuan teknologi adalah peningkatan

pola perubahan organisasi menuju

perkembangan yang Perguruan Tinggi.

Perkembangan pendidikan tinggi

dewasa ini telah menimbulkan

keprihatinan meluas di tengah

masyarakat. Terlebih dihadapkan pada

krisis multidimensional yang

berkepanjangan. Masyarakat pun

mengharapkan kepastian bagaimana

bangsa ini akan menghadapi kompetisi

global. Demikian berbagai indikator

sosial dan ekonomi juga telah

menunjukkan bahwa posisi bangsa ini

makin tertinggal dari bangsa-bangsa lain

dalam kompetisi global. Bagaimana

pendidikan tinggi mencari jalan keluar

dan bersama-sama masyarakat

menggalang upaya untuk menyelesaikan

persoalan bangsa ini? Bagaimana pula

perguruan tinggi meningkatkan mutu

akademiknya di tengah keterbatasan

sumber daya dan urangnya perhatian dan

dukungan lingkungan? Kesemuanya ini

menjadi latar belakang perlunya

transformasi perguruan tinggi pada era

kompetisi global sekarang ini. Pemikiran

bagaimana menempatkan pendidikan

Page 3: PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019

46

tinggi sebagai ujung tombak perubahan

bangsa sebenarnya sudah berlangsung

sejak lama. Berulang kali para pembuat

kebijakan pendidikan tinggi dihadapkan

pada pilihan-pilihan antara pemerataan

pendidikan atau pengembangan pusat

keunggulan (centers of excellence).

Terkait pengembangan pendidikan

di universitas Ling (2005) menyatakan

bahwa, pengembangan dalam organisasi

organisasi pada umumnya dapat dilihat

sebagai perubahan terencana dalam

perilaku orang, proses proses pada

lingkungan organisasi untuk

meningkatkan efektivitas, efisiensi

insitusi dalam pencapaian tujuannya.

Peranan perguruan tinggi dalam

mempersiapkan daya saing bangsa

mengarungi era persaingan global sudah

sangat urgen. Pada umumnya pendidikan

tinggi di negara ini telah tertinggal,

bahkan terasing dari kebutuhan dan

realitas sosial, ekonomi, serta budaya

masyarakatnya. Perguruan tinggi

memerlukan otonomi dan independensi

untuk dapat memulihkan perannya itu

keluar dari menara gading dan terlibat

secara langsung sebagai agent of change

dalam perubahan masyarakat.

Memposisikan sebuah perguruan

tinggi pada barisan perguruan tinggi-

perguruan tinggi terbaik memerlukan

perubahan yang fundamental sehingga

mampu bersaing (better competitive

situation). Sebuah perguruan tinggi harus

memiliki strategic intent. Untuk

mewujudkannya perlu dilakukan

transformasi kelembagaan yang lebih

kompleks dari sekadar pengembangan

organisasi (organization development).

Perguruan tinggi merupakan lembaga,

dibangun komunitas akademik yang

bersifat kolegial, dan menjunjung

tinggi academic value untuk

mencerdaskan bangsa. Ini yang

membedakannya dengan organisasi lain.

Melakukan perubahan fundamental untuk

dapat menghasilkan nilai-nilai akademik,

sosial, dan ekonomi merupakan kata

kunci dalam transformasi sebuah

perguruan tinggi. Transformasi

kelembagaan ini mencakup penyelarasan

atau perancangan ulang dari strategi,

struktur, sistem, stakeholders relation,

staff, skills (competence), style of

leadership, dan shared value. Upaya

transformasi kelembagaan ini diharapkan

dapat merevitalisasi peran perguruan

tinggi agar mampu berperan secara

optimal dalam mewujudkan academic

excellence for education, for industrial

relevance, for contribution for new

knowledge, dan for empowerment.

Membagun Daya Saing Perguruang

Tinggi

Membangun daya saing perguruan

tinggi guna meningkatkan daya saing

sumber daya manusia perlu dikerjakan

oleh semua pihak. Pemerintah, perguruan

tinggi dan dunia usaha serta masyarakat

perlu membagi peran masing-masing

dalam memformulasikan kerangka

strategik daya saing perguruan tinggi

dalam periode jangka panjang.

Mengingat dalam era persaingan yang

sangat ketat dewasa ini, masing-masing

perguruan tinggi harus memiliki

competitive distinctive yang membedakan

dengan perguruan tinggi lainnya dan juga

perlu pula memiliki comparative

advantages atau kemampuan daya saing

bila dibandingkan dengan perguruan

tinggi lainnya baik di dalam maupun di

luar negeri. Beberapa peneliti yang telah

melakukan penelitian tentang daya saing

perguruan tinggi adalah Cyert (1993),

yang menyatakan terdapat tiga aspek

yang memiliki pengaruh pada daya saing

perguruan tinggi, yaitu: (1) pendidikan;

(2) riset; dan (3) perilaku internal

manajemen. Selain itu, Elmuti et al

(2005) menyatakan bahwa daya saing

perguruan tinggi dapat ditingkatkan

melalui strategi aliansi antara perguruan

tinggi dengan perusahaan. Hal yang sama

seperti yang diungkapan oleh Lindelof &

Lofsten (2004) yang menyatakan kerja

sama antara perusahaan dengan

perguruan tinggi melalui konsep New

Page 4: PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019

47

Technology Based Firms (NTBF) akan

mampu memberikan daya saing bagi

keduanya. Sedangkan Ham & Hayduk

(2003) menyatakan bahwa daya saing

perguruan tinggi dapat dilakukan melalui

penekanan gap antara harapan dan

Beberapa faktor daya saing

perguruan tinggi yang telah dikemukakan

di atas adalah merupakan

Competitiveness Strengths (kekuatan

daya saing). Walaupun organisasi telah

memiliki kekuatan daya saing namun jika

potensi ini tidak digerakkan maka tidak

akan berarti apa-apa bagi organisasi, oleh

karena itu dibutuhkan seorang pemimpin

yang mampu menjadi driving force atau

kekuatan penggerak yang mengelola

segala potensi yang dimiliki organisasi

untuk menampilkan kinerja yang unggul.

Jika kekuatan maka organisasi akan

memenangkan area persaingan

(competition areas). Area daya saing

organisasi ini mampu dikelola oleh

pemimpin dengan kinerja yang unggul

persaingan dalam perguruan tinggi ini

seperti bersaing dalam memperebutkan

calon mahasiswa, penawaran pelatihan-

pelatihan kepada masyarakat dan

industri, jasa konsultasi bagi organisasi,

hibah penelitian, mempertahankan

mahasiswa yang ada dan mendorong

untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih

tinggi. Posisi area persaingan yang

dikuasai atau telah diperoleh perguruan

tinggi akan menghasilkan competition

result (hasil persaingan) berupa

kecukupan kualitas dan kuantitas

mahasiswa, pendapatan yang lebih

mendukung (more favorable income atau

higher income), respek sosial dari

masyarakat dan citra yang terbentuk.

Mengingat posisi pemimpin

perguruan tinggi yang sangat penting

tersebut maka untuk menghadapi

tantangan yang sangat berat ke depan,

bagi perguruan tinggi perlu kiranya untuk

mempersiapkan pemimpin yang

mempunyai integritas kepribadian yang

dapat menjadi teladan, proaktif dalam

mengantisipasi lingkungan eksternal

yang sangat dinamis dengan

menggerakkan seluruh potensi resources

yang dimiliki baik yang bersifat tangible

maupun intangible melalui pembentukan

brand image yang dapat menjamin bagi

terbangunnya kepercayaan seluruh

stakeholder. Jika kondisi ini bisa dicapai

maka keberlanjutan perguruan tinggi

dapat terus dipertahankan.

Faktor faktor penyebab perubahan Menurut berbagai literatur, terdapat

berbagai faktor penyebab terjadinya

perubahan dalam organisasi. Dari

berbagai sumber, berikut ini rangkuman

faktor-faktor penyebab perubahan yang

lazim diidentifikasi dalam berbagai

kajian.

Pertama, teknologi. Perkembangan

teknologi sering menjadi penyebab

penting untuk melakukan perubahan. Hal

ini karena teknologi beru selalu lebih

canggih dari teknologi lama. Kedua,

sumber daya manusia. Kualitas SDM

terus berkembang karena kurikulum di

lembaga lembaga pendidikan terus

berubah. Tingkat pendidikan sumberdaya

manusia terus meningkat. Pengetahuan

dan keterampilan karyawan sebagai

dampak dari pengalaman kerja dan

pelatihan terus berkembang.

DenganPeran Kepemimpinan Menurut

Rivai (2002:148) peran dapat diartikan

sebagai perilaku yangdiatur dan

diharapkan dari seseorang dalam posisi

tertentu. Pemimpin di dalam organisasi

diatur dan diharapkan dari seseorang

dalam posisi tertentu. Pemimpin di

dalam organisasi mempunyai

peranan, setiap pekerjaan membawa

serta harapan bagaimana penanggung

peran berperilaku. Menurut Rivai

(2002 : 150-154) menjelaskan ada 3

(tiga) peran kepemimpinan yaitu :

1.Peran Kepemimpinan Dalam

Mengambil Keputusan 2.Peran

Kepemimpinan Dalam Mengendalikan

Konflik 3.Peran Kepemimpinan Dalam

Membangun Tim demikian pola pikir

SDM terus berubah. Keanekaragaman

Page 5: PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019

48

latar belakang tenaga kerja terus

berkembang, masing masing membawa

budaya yang berbeda. Ini semua

membawa perubahan dalam organisasi.

Ketiga ekonomi. Keadaan ekonomi suatu

negara berpengaruh terhadap terjadinya

perubahan dalam organisasi di negara

tersebut. Krisis moneter menimbulkan

perubahan dalam organisasi. Banyak

perusahaan mengurang tenaga kerja,

tingkat pengangguran tinggi. Jika

ekonomi suatu negara baik akan semakin

sulit mendapat tenaga kerja dari dalam

negeri, akan terjadi kelangkaan tenaga

kerja, tenaga kerja harus diimpor dari

negara lain. Sebagai contoh malaysia.

Sekitar tiga juta orang tenaga kerja

malaysia berasal dari luar Malaysia.

Peraturan tenaga kerja tentang malaysia

terus berubah. Perlakuan terhadap tenaga

kerja yang di impor diatur tersendiri.

(dikenal dengan migrant worker).

Keempat, persaingan. Dalam era

globalisasi ini, persaingan tidak hanya

datang dari dalam negeri, melainkan juga

dari luar negeri. Esensi persaingan adalah

perebutan ‘pasar’. Dengan adanya

persaingan, terjadi perubahan perilaku

pelanggan yang menyebabkan

perusahaan melakukan perubahan untuk

merebut hati pelanggan agar pelanggan

tidak pindah ke perusahaan lain dan

sekaligus dapat menarik pelanggan

pesaing. Ini berlaku pula didunia

pendidikan Tinggi, persaingan antara

perguruan tinggi di dalam negeri semakin

ketat dengan makin banyaknya perguruan

tinggi baru yang muncul, tetapi disisi lain

diperlukan perubahan yang konsisten

dalam hal mutu pengelolaan pendidikan

tinggi tersebut agar tidak kalah bersaing

dengan perguruan tinggi lain dan dapat

survive.

Kelima, regulasi. Peraturan daerah,

nasional, maupun internasional terus

berubah. Organisasi harus terus

memperhatikan dan menyesuaikan diri

dengan regulasi yang berlaku.sebagai

contoh dalam bidang pendidikan UU

BHP yang sempat diberlakukan pada

tahun 2009 menyebabkan seluruh

perguruan tinggi di indonesia melakukan

perubahan dalam rencana strategisnya,

dengan mengakomodasi poin poin yang

strategis bagi kelangsungan perguruan

tinggi tersebut. Keenam adalah politik.

Sebagai dampak dari faktor faktor

yang mempengaruhi perubahan tersebut ,

perubahan dalam organisasi dapat dapat

dikelompokan menjadi beberapa opsi.

Robbins dalamOrganizationa Behavior:

Concepts,Controversies,

Applications (2004), misalnya

mengelompokan opsi perubahan menjadi

empat yaitu: struktur (baik struktur

organisasi, kebijakan, maupun komposisi

orang), teknologi, Physical setting (lay

out), dan orang. Dari empat opsi ini, yang

paling sukar diubah adalah orang, hal ini

karena yang diubah adalah pola pikir

orang, bukan memecat semua orang dan

mengganti dengan yang baru.

Pendekatan yang dilakukan untuk

menjawab permasalahan yang telah

dikemukakan di atas adalah melalui

metode Literature Review (Kajian

Pustaka).

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang

telah penulis paparkan di atas, maka

fokus permasalahan yang dibahas adalah:

1. Bagaimana Peran Leadership

terhadap peningkatan daya saing

Perguruan Tinggi ?

2. Bagaimana penerapan manajemen

perubahan dalam peningkatan daya

saing Perguruan Tinggi ?

Tujuan

1. Mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi peningkatan daya

saing organisasi Perguruan Tinggi dari

sisi Peran Pimpinan Organisasi.

2. Mengetahui langkah-langkah

manajemen perubahan dalam

peningkatan daya saing organisasi.

Page 6: PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019

49

KAJIAN TEORITIK

Keunggulan Bersaing (Competitive

Advantage)

Menurut David (1997) terdapat dua

jenis keunggulan bersaing, yaitu

keunggulan biaya dan keunggulan

differensiasi. Keunggulan biaya

merupakan inti dari setiap strategi

bersaing. Untuk mencapai keunggulan

biaya, sebuah perusahaan harus siap

menjadi produsen yang mengeluarkan

biaya rendah dalam industrinya.

Perusahaan harus mempunyai cakupan

yang luas dan melayani banyak segmen,

bahkan beroperasi dalam industri terkait.

Menurutnya sumber keunggulan

bervariasi dan tergantung pada struktur

industri.

Droge dan Vickrey (1994)

menyebutkan bahwa perusahaan yang

tangguh adalah perusahaan yang

memperhatikan perkembangan

kinerjanya dan berupaya untuk

meningkatkan kinerja. Dengan demikian

perusahaan memiliki peluang mencapai

posisi persaingan yang baik, hal ini akan

mengantarkan perusahaan memiliki

modal yang baik untuk terus bersaing

dengan perusahan lain. Dalam hal ini

perusahaan mampu mencapai daya saing

yang tinggi. Hal senada juga

diungkapkan oleh Porter (1990)

keunggulan bersaing merupakan strategi

benefit setiap perusahaan untuk

menciptakan daya saing yang tangguh

dan menjadikan perusahannya berbeda

dengan yang lain. Sumber tersebut

mungkin mencakup; pengejaran skala

ekonomi, teknologi, akses ke bahan

mentah dan lain-lain. Jika sebuah

perusahaan mampu mempertahankan

keunggulan biaya, maka akan menjadi

perusahaan dengan kinerja rata-rata

dalam industri asal dapat menguasai

harga. Sedangkan dalam differensiasi

sebuah perusahaan harus memproduksi

atau menciptakan sesuatu yang unik yang

kira-kira tidak dimiliki oleh perusahaan

lain, sehingga konsumen menilai dan

memberikan harga dengan keunikan

perusahaan yang sudah diciptakan.

Ada beberapa ciri yang dijadikan

sebagai standart untuk mnegukur

perusahaan yang bisa mencapai

keunggulan bersaing, yakni; keunikan,

jarang dijumpai, tidak mudah ditiru, tidak

mudah diganti, dan harga bersaing.

Keunikan produk adalah keunikan

produk yang memadukan nilai seni

dengan permintaan pelanggan. Sementara

yang disebut sebagai harga bersaing

adalah kemampuan perusahaan untuk

menyesuaikan harga produk dengan

harga umum di pasaran. Istilah tidak

mudah dijumpai berarti keberadaannya

langka dalam persaingan. Tidak mudah

ditiru berarti sulit ditiru oleh perusahaan

lain. Sulit digantikan berarti perusahaan

yang lain tidak dapat menggantikan atau

gantinya tidak bisa menyerupai.

Menurut Crown (2007) diantara

cara melakukan keunggulan differensiasi

pada umumnya dapat didasarkan pada;

produk, sistem penyerahan, pendekatan

pemasaran. Terdapat tiga kondisi yang

memungkinkan perusahaan secara

serentak mencapai keunggulan biaya dan

differensiasi atau keunggulan bersaing,

yakni: (a) Perusahaan hendaknya merintis

inovasi besar yang memungkinkan

mampu meningkatkan differensiasi dari

perusahaan lain dan mampu menurunkan

biaya perusahaan. (b) Perusahaan

memungkinkan biaya tambahan di tempat

lain dan mempertahankan keunggulan

biaya keseluruhan atau mengurangi biaya

differensiasi di banding pesaing. (c)

Perusahaan diharapkan konsisten dengan

nilai-nilai yang sudah disepakati bersama

dengan seluruh anggota perusahaan.

Ubben (2004). Menegaskan bahwa

untuk menjadi perusahaan yang bertahan

dan mencapai keunggulan bersaing,

dibutuhkan kondisi perusahaan yang

dinamis, kreatif dan selalu melakukan

perubahan.

Oleh karena itu, sebuah perusahaan

atau bisnis harus bisa menciptakan

keunggulan bersaing baik dari bidang

Page 7: PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019

50

harga, maupun produk-produknya yang

inovatif. Sehingga dengan menguasai

keunggulan bersaing perusahaan dan

bisnis tidak ditinggalkan oleh para

konsumennya.

Mengingat pentingnya sebuah

keunggulan bersaing dalam sebuah

perusahaan, maka peran seorang leader

atau pemimpin sangatlah penting untuk

mencapainya. Kira-kira tipe

kepemimpinan yang seperti apa yang

dibutuhkan untuk mewujudkan

kemampauan keunggulan bersaing

tersebut.

Kepemimpinan

Menurut Kartono (2010:6)

Kepemimpinan adalah masalah relasi

dan pengaruh antara pemimpin dan

yang dipimpin. Kepemimpinan tersebut

muncul dan berkembang sebagai hasil

dari interaksi otomatis di antara

pemimpin dan individu-individu yang

dipimpin (ada relasi interpersonal).

Menurut Syafiie (2003:1)

kepemimpinan berarti kemampuan

dan kepribadian seseorang dalam

seseorang dalam mempengaruhi serta

membujuk pihak lain agar melakukan

tindakan pencapaian tujuan bersama,

sehingga dengan demikian yang

bersangkutan menjadi awal struktur dan

pusat proses kelompok.

Fungsi-Fungsi Kepemimpinan

Menurut Siagian (2003:46)

menyatakan bahwa ada lima

fungsi kepemimpinan, yaitu sebagai

berikut:

1. Penentu arah, yakni pemimpin

berperan sebagai pengambil

keputusan.

2. Wakil dan juru bicara organisasi,

yakni pemimpin berperan sebagai

wakil dan juru bicara organisasi

dalam menjalin komunikasi dengan

pihak atau instansi lain.

3. Komunikator, yakni pemimpin

harus bisa menjalin komunikasi

yang baik dengan bawahannya.

4. Mediator, yaitu pemimpin harus

bisa berperan sebagai penengah

saat terjadi konflik.

5. Integrator, yakni pemimpin harus bisa

berperan sebagai pemersatu

organisasi.

Kepemimpinan merupakan

suatu hal yang sangat penting

dalam keberhasilan suatu organisasi,

dimana keberhasilan suatu organisasi

ini sangat ditentukan atau sangat

tergantung pada diri seorang pemimpin.

Menurut Kencana (2003:132) secara

etimologi kepemimpinan dapat diartikan

sebagai berikut:

a. Berasal dari kata “pimpin” (dalam

bahasa inggris Lead ) berarti

bimbing, atau tuntun, dengan begitu

didalamnya ada dua pihak, yaitu

yang dipimpin dan yang memimpin

b. Setelah ditambah “pe” menjadi

“pemimpin” (dalam bahasa inggris

Leader) berarti orang yang

mempengaruhi pihak lain melalui

proses kewibawaan, komunikasi

sehingga orang lain tersebut

bertindak sesuatu dalam mencapai

tujuan.

c. Apabila di tambahkan akhiran “an”

menjadi “pimpinan” artinya orang

yang mengepalai. Antara pemimpin

dan pimpinan dapat dibedakan, yaitu

pemimpin atau kepala cenderung

lebih otokratis sedangkan

pimpinan atau ketua cenderung lebih

demokratis.

d. Setelah di lengkapi dengan awalan

“ke” menjadi “kepemimpinan”

(dalam bahasa inggris Leadership)

berarti kemampuan dan kepribadian

seseorang dalam mempengaruhi,

serta membujuk pihak lain agar

melakukan tindakan pencapaian

tujuan bersama, sehingga dengan

demikian yang bersangkutan

menjadi awal struktur dan pusat

proses kelompok.

Page 8: PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019

51

Peran

Karl dan Rosenzweig

(2002:431) mendefinisikan konsep

peran itu berkaitan dengan kegiatan

seseorang dalam kedudukan tertentu baik

dalam sistem masyarakat maupun dalam

organisasi. Selanjutnya mereka

menyimpulkan peran adalah prilaku

yang langsung atau tindakan yang

berkaitan dengan kedudukan tertentu

dalam struktur organisasi. Jadi setiap

orang mempunyai macam-macam peran

yang berasal dari pola-pola pergaulan

hidupnya, begitu pula dengan Kepala

Sekolah. Pentingnya peran seseorang

karena ia mengatur perilaku seseorang

pada batas-batas tertentu dapat

meramalkan perbuatan orang lain.

Peran Kepemimpinan

Menurut Rivai (2002:148) peran

dapat diartikan sebagai perilaku yang

diatur dan diharapkan dari seseorang

dalam posisi tertentu. Pemimpin di

dalam organisasi diatur dan diharapkan

dari seseorang dalam posisi tertentu.

Pemimpin di dalam organisasi

mempunyai peranan, setiap pekerjaan

membawa serta harapan bagaimana

penanggung peran berperilaku.

Menurut Rivai (2002 : 150-154)

menjelaskan ada 3 (tiga) peran

kepemimpinan yaitu :

1. Peran Kepemimpinan Dalam

Mengambil Keputusan.

2. Peran Kepemimpinan Dalam

Mengendalikan Konflik.

3. Peran Kepemimpinan Dalam

Membangun Tim.

Manajemen Perubahan

Konsep manajemen Perubahan

(Management of Change)

Perubahan adalah hal yang pasti

terjadi, termasuk di dalam konteks

organisasi. Perubahan terjadi karena yang

menjalankan organisasi adalah manusia,

dan manusia terus berubah. Sering

dikatakan satu hal yang pasti terjadi di

dunia adalah perubahan.

Pengertian perubahan secara umum

menurut Stephen Robbins dalam

Organizational behavior (2009), adalah

membuat sesuatu terjadi. Dalam

organisasi, perubahan dapat terjadi dalam

lingkup yang kecil, tentang sesuatu yang

kecil, dan perubahan yang kecil-kecil ini

terjadi secara terus menerus. Perubahan

ini disebut first order change atau sering

juga disebut contiuous improvement.

Pada umumnya perusahaan perusahaan

jepang yang dikenal piawai dalam

menerapkan perubahan ini. Ada pula

perubahan yang besar besaran, yakni

perubahan multi dimensi dalam suatu

organisasi. Perubahan ini disebutsecond

order change atau disebut dengan istilah

dramatic change. Ini tidak berarti bahwa

jika suatu organisasi menerapkan sudah

menerapkan first order change, maka

organisasi tersebut tidak perlu

menerapkan second order change. Juga

tidak berarti bahwa jika suatu organisasi

menerapkan second order change, maka

organisasi tersebut tidak perlu

menerapkan first order change. Kedua

jenis perubahan itu perlu diterapkan.

Pimpinan organisasi harus jeli dan peka

terhadap faktor faktor yang menyebabkan

perlunya melakukan perubahan.

Sonnenberg, dalam Managing With

A Conscience: How to Improve

Performance Through Integrity, Trust,

And Commitment (1994) menyatakan

bahwa di dunia ini perubahan terjadi

setiap hari, sehingga menjalankan usaha

seperti biasa adalah merupakan resep

yang dapat menjamin kegagalan. Agar

berhasil, perusahaan harus merangkul

perubahan. Tidak cukup perusahaan

hanya reaktif terhadap perubahan.

Perusahaan harus belajar mengantisipasi

perubahan. Robbins menyatakan,

organisasi harus berubah, kalau tidak

berubah, organisasi tersebut akan mati.

Apa yang diutarakan Sonnenberg dan

Robbins senada dengan Smither, Houston

dan McIntire (Organizational

Page 9: PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019

52

Development: Strategies for changing

Environment, 1996) yang menyatakan

bahwa semua organisasi harus berubah

agar dapat bertahan hidup. Pernyataan ini

mempunyai makna bahwa perubahan

yang terjadi dalam organisasi harus

dirumuskan sedemikian rupa demi

kepentingan organisasi. Oleh karena itu,

setiap perubahan dalam organisasi harus

direncanakan dan dikelola sebaik

mungkin. Smither, Houston dan McIntire

secara tegas menyatakan bahwa proses

perubaan harus dikelola secara terampil

agar perubahan tersebut terjadi secara

efektif demi kepentingan organisasi.

Perubahan seperti ini disebut dengan

istilah planned change. Inilah yang

merupakan pokok bahasan dari

manajemen perubahan.

Dalam melakukan perubahan,

informasi tentang perlunya perubahan

boleh datang dari mana saja: dari

bawahan, orang luar organsasi, dari

orang desa, dari pengamat, dari

konsultan, dari pelanggan, dan lain lain.

Keputusan untuk berubah atau tidak

berubah selalu dari atas (pimpinan

puncak organisasi, pemilik organisasi

atau kepala unit kerja), pendekatan

manajemen perubahan adalah top-down.

Jika keputusan untuk berubah

sudah ditetapkan, pelaksanaan atau

implementasi perubahan tidak dapat

dilakukan sendiri oleh orang yang

memutuskan perubahan itu. Sejumlah

orang tertentu diperlukan untuk

meyakinkan seluruh anggota organisasi

bahwa perubahan itu akan membuat

organisasi menjadi lebih baik, serta untuk

mengelola dan memonitor perubahan itu.

Sejumlah orang tersebut disebut dengan

change agent (agen perubahan). Orang

orang yang di angkat sebagai agen

perubahan tersebut berperan sebagai

katalisator dan motivator untuk membuat

seluruh anggota organisasi termotivasi

untuk berubah. Tanpa motovasi yang

tinggi dari seluruh anggota organisasi,

tujuan yang telah ditetapkan tidak akan

terwujud. Hal ini senada dengan yang

dikatakan oleh Bateman dan Snell dalam

Management: Competing In The New

Era (2002) bahwa seluruh anggota

organisasi harus termotivasi untuk

berubah, jika tidak tujuan perubahan

tidak akan terwujud.

Langkah Reformasi Pendidikan

Tinggi

Organizational for Economic

Coorperation and Development (OECD)

dalam laporannya yang

berjudul ‘Education Today, The OECD

Perspective’ (2009) melakukan review

tentang implementasi reformasi

pendidikan tinggi, dan menyarankan

supaya pendidikan tinggi melakukan:

1. Recognise the viewpoints of

stakeholders through iterative

policy development. Harus ada

pengembangan kebijakan yang

terus menerus untuk mengkaji

perbedaan sudut pandang

stakeholder.

2. Allow for bottom up initiatives to

come forward as proposals by

independent committees. Inisiatif

yang sifatnya dari level bawah

harus diberikan saluran dalam

bentuk proposal oleh komite

independen

3. Establish ad-hoc independent

committees to initiate tertiary

education reforms and involve

stakeholder. Diperlukannya

komite ad hoc untuk inisiasi

reformasi yang melibatkan

stakeholder

4. Use pilots and experimentation.

Gunakan program pengenalan dan

percobaan

5. Favour incremental reforms over

comprehensive overhauls unless

there is wide public support for

change. melaksanakan

peningkatan reformasi terhadap

proses perbaikan yang

menyeluruh, terkecuali jika ada

dukungan luas dari publik untuk

perubahan.

Page 10: PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019

53

6. Identify potential loser from

tertiary education reform and

build in compensatory

mechanisms. Melakukan

identifikasi kerugian akibat

reformasi pendidikan tinggi dan

membangun sistem mekanisme

kompensasi.

7. Create condition for and support

the successful implementation of

reforms. Menciptakan kondisi dan

dukungan untuk pelaksanaan

reformasi yang sukses.

8. Ensure communication about the

benefit of reform and the costs of

inaction. Memastikan komunikasi

terkait keuntungan reformasi dan

biaya kegagalan.

9. Implement the full package of

policy proposals. Menjalankan

keseluruhan proposal kebijakan.

Manajemen Perubahan Model Kotter

Model Kotter Berikut adalah 8 langkah yang dianjurkan

oleh John P. Kotter:

1. Ciptakan Suasana yang Mendesak

(Sense of Urgency) Perubahan dimulai

dengan penyadaran pada semua pihak,

bahwa instirusi Anda berada pada

situasi yang gawat. Kalau tidak diatasi

segera, dapat masuk gawat darurat."

Pemimpin memulai upaya perubahan

dengan mem atau mendiskusikan

indikator-indikator krisis, hal-hal yang

berpotensi krisis, dan peluang-peluang

yang ada di balik krisis itu. Kalau

tidak terdesak, orang-orang akan

memeluk erat selimut rasa nyamannya

dan berlindung di dalam zona

kenyamanan itu. Mereka umumnya

tidak peduli, dan tidak percaya

terhadap apa yang tidak mereka lihat.

Maka tugas pertama seorang

pemimpin mengajak semua orang

melihat apa yang ia lihat. Ingatlah,

pada setiap masalah yang sama, dua

orang yang berdekatan bisa melihat

dengan kesimpulan yang berbeda.

2. Membentuk Koalisi Perubahan yang

kokoh Perubahan biasanya dimulai

dari satu atau dua orang, tetapi ia tidak

efektif kalau tidak mendapat

dukungan dari suatu kekuatan massa

yang besar. Massa yang besar itu

umumnya adalah para late-comers

atau laggards yang baru bergerak

kalau orang banyak sudah bergerak.

Oleh karena itu perlu membentuk

suatu koalisi yang terdiri atas 5, 15,

atau 50 orang untuk ikut

menggerakkan perubahan. Mereka ini

kita sebut sebagai agen-agen

perubahan, yang tugasnya memotret,

menjelaskan, memantau, dan

mendorong orang-orang di sekitarnya

ikut mendukung perubahan.

3. Membangun Visi Koalisi perubahan

bekerja menerjemahkan Visi ke depan.

Tanpa visi para pengikut akan

kehilangan arah. Visi yang jauh ke

depan harus dapat dipilah-pilah

menjadi tahunan, semesteran, atau

bahkan 3 bulanan. Visi harus cakup

bukan saja sasaran, melainkan juga

produk (output), segmen pasar, dan

organisasi.

4. Komunikasi Visi Visi yang baik harus

terkomunikasi dengan jelas dan

terarah. Komunikasi dapat dicapai

dengan berbagai cara, termasuk

dengan contoh-contoh. Mengubah

perilaku umumnya hanya bisa

dilakukan melalui contoh konkret

dengan nilai-nilai yang disepakati

bersama.

5. Mendorong Para Pengikut Bertindak

Sesuai dengan Visi Pemimpin

memberikan alat-alat (resources) yang

Page 11: PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019

54

memadai agar semua orang dapat

bertindak untuk mencapai visi.

Caranya bukan sekedar memberikan

sumber daya yang dapat dialokasikan

umuk mereka, melainkan juga

menyingkirkan segala rintangan yang

ada agar organisasi mampu bergerak

lincah. Termasuk di dalamnya adalah

mendorong agar tim lebih berani

mengambil langkah-langkah berisiko

dan keluar dengan gagasan-gagasan

original, dan melakukan terobosan-

terobosan kreatif.

6. Raihlah Kemenangan-kemenangan

Jangka Pendek Perubahan pada

umumnya tidak dapat dicapai dalam

tempo yang sing¬kat. Oleh karena itu

tidak jarang ditemui perubahan yang

tidak terselesaikan karena jangkauan

pandangan yang ditun¬tut terlalu jauh

sehingga banyak orang yang keletihan,

hilang arah, dan tercecer di tempat-

tempat tertentu. Jarak yang jauh ini

tentu dapat melemahkan semangat

tim. Oleh karena itu, dalam setiap

aktivitas perubahan, penting bagi

pemimpin untuk memberi¬kan

kemenangan-kemenangan "antara"

agar para pengikut mengetahui di

mana mereka berada, dan terus

bersemangat mencapai tujuan.

7. Jangan Berhenti, Teruslah Lakukan

Konsolidasi Perubahan adalah ibarat

seorang yang mengayuh sepeda. Kalau

ia ber¬henti ia akan jatuh. Supaya

tidak terjatuh, maka ia harus terus

mengayuh. Dengan memanfaatkan

momentum yang ada, seorang

pemimpin perubahan hendaknya terus

mem¬perbaharui sistem, struktur,

kebijakan-kebijakan, prosedur hingga

kultur organisasi sehingga "fir"

dengan visi dan tun¬tutan kebutuhan

lingkungannya. Pemimpin hendaknya

jangan mengumumkan kemenangan

terlalu dini, agar para pengikut tidak

cepat-cepat minta untuk beristirahat,

seperti tentara yang dipanggil pulang

sementara perang belum usai. Kalau

mereka sudah kembali ke rumah,

mere¬ka pasti enggan kembali ke

medan perang.

8. Lembagakan Pendekatan-pendekatan

Baru & Terapkan Perubahan secara

Kultural

Pemimpin harus terus menciptakan

hubungan antara perilaku-perilaku

baru dengan keberhasilan entitas

usaha. Tanpa menyele¬saikan

perubahan kultur, maka organisasi

akan tetap bekerja mengikuti tradisi.

Ingatlah perubahan bukanlah

ditujukan untuk mengganti orang,

mengubah struktur, atau membeli

perabot-perabot baru. Perubahan pada

dasarnya ditujukan untuk

memperdijalankan secara sequential,

berurutan, melewati beberapa fase.

John P. Kotter mengingatkan, bila satu

saja tahapan itu dilewati, maka kira

hanya akan menghasilkan apa yang

disebutnya sebagai "illusion of speed"

(kecepatan maya) yang dapat

menghasilkan perubahan yang tidak

sempurna.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam

tulisan ini adalah literature review

(kajian pustaka). Kajian Pustaka ini

dimaksudkan untuk memecahkan suatu

masalah yang pada dasarnya bertumpu

pada penelaahan kritis dan mendalam

terhadap bahan-bahan pustaka yang

relevan. Telaah pustaka dilakukan

dengan cara mengumpulkan data atau

informasi dari berbagai sumber pustaka

yang diperlukan sebagai sumber ide

untuk menggali pemikiran atau gagasan

baru, sebagai bahan dasar untuk

melakukan deduksi dari pengetahuan

yang sudah ada, sehingga kerangka teori

baru dapat dikembangkan, atau sebagai

dasar pemecahan masalah.

Page 12: PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019

55

PEMBAHASAN

Penerapan Manajemen Perubahan

Untuk Peningkatan Daya Saing

Perguruan Tinggi

Strategi Komunikasi yang baik

adalah jantung dari setiap manajemen

perubahan sukses proses. Perubahan

lebih ada akan menjadi semakin besar

maka kebutuhan dan terutama tentang

alasan, manfaat, rencana dan efek

mengusulkan perubahan itu. Adalah

penting bahwa komunikasi yang

efektif strategi didefinisikan dan

dilaksanakan sesegera mungkin dan

kemudian dipelihara selama

program manajemen perubahan.

Kotter memberikan urutan langkah-

langkah perubahan dimulai dengan

menciptakan rasa urgensi, merekrut

kepemimpinan dalam perubahan,

membangun visi dan

mengkomunikasikannya secara efektif,

mengatasi rintangan, membuat

kemenangan berkala, lalu terus

mengarahkan momentum perubahan.

Berikut rinciannya.

Ciptakan Urgensi Rasa urgensi adalah motivasi yang

menginisiasi hasrat untuk berubah dalam

suatu organisasi. Misalnya dengan

menunjukkan statistik penjualan,

peningkatan persaingan, dan dinamika

pasar untuk mengidentifikasi potensi

ancaman yang timbul serta skenario yang

bisa terjadi di masa depan. Selain itu,

peluang-peluang yang bisa diraih juga

dapat dieksplorasi. Diskusi yang berjalan

dua arah dan melibatkan seluruh anggota

organisasi, contohnya dengan

mengadakan rapat bersama atau meminta

input dari seluruh karyawan hingga posisi

terbawah.

Dukungan data bisa juga

didapatkan dari masukan pelanggan, riset

industri, dan pihak-pihak luar yang bisa

memberikan tambahan argumen kepada

alasan perubahan yang telah disusun.

Kotter mensyaratkan untuk minimal 75%

dari seluruh manajemen perusahaan

menyatakan akan adanya kebutuhan yang

mendesak untuk berubah, agar perubahan

bisa berhasil. Maka dari itu, langkah

pertama ini menjadi sangat krusial. Masa

awal-awal atau tahap persiapan

dibutuhkan untuk memicu rasa urgensi.

Langkah pertama ini membutuhkan

waktu dan tenaga yang cukup untuk

membangun pondasi dari perubahan.

Jangan terburu-buru dan beresiko gagal

dalam menginisiasi perubahan.

Membentuk Koalisi Kepemimpinan yang kuat dan

dukungan dari para karyawan kunci

sangat penting dalam tahap kedua ini.

Orang-orang perlu diyakinkan bahwa

perubahan itu perlu. Mengelola

perubahan saja tidaklah cukup, karena

betapapun bagusnya ide perubahan

kesuksesannya bergantung dari eksekusi

oleh para individunya.

Agen perubahan yang menjadi

pemimpin tidak harus sama seperti

hirarki manajemen yang ada. Yang

penting adalah sang pembawa perubahan

adalah orang yang berpengaruh dan bisa

menciptakan koalisi yang kuat. Koalisi

yang mengawal momentum perubahan

dari awal hingga seterusnya.

Koalisi ini bisa terdiri dari beragam

kelompok kecil yang berkomitmen kuat

untuk saling melengkapi, dengan susunan

yang terdiri dari berbagai tingkatan

jabatan dan departemen di dalam

perusahaan. Selanjutnya adalah

mengatasi tantangan dalam team

building.

Proyeksi Visi Ketika membahas kebutuhan

perusahaan untuk berubah dan tantangan-

tantangan yang akan dihadapi, terdapat

banyak ide serta solusi yang terpikirkan.

Semuanya harus dirangkai menjadi suatu

proyeksi visi agar para karyawan dapat

dengan mudah mengingat dan menjiwai

proses perubahan yang mesti dilakukan.

Page 13: PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019

56

Suatu visi yang jelas dan mudah

dipahami akan membantu manajemen

perusahaan untuk mengarahkan para

karyawan menuju tujuan yang ingin

diperoleh dari inisiatif perubahan yang

digagas.

Para pemimpin organisasi mula-

mula memutuskan nilai-nilai yang

menjadi fokus utama serta

merangkumnya menjadi kalimat yang

visioner beserta strategi manajemen yang

akan dijalankan oleh para karyawan

untuk meraih visi tersebut. Selanjutnya,

koalisi perubahan akan mensosialisakan

dalam suatu program transformasi.

Mengkomunikasikan Transformasi Visi perubahan setelah diciptakan

harus segera disosialisasikan dan

dikomunikasikan secara rutin. Penguatan

program transformasi dilakukan dalam

setiap aktivitas perusahaan dan menjadi

dasar pengambilan keputusan serta

pemecahan masalah.

Para pemimpin perusahaan dan

koalisi harus bisa menjadi teladan dan

menunjukkan perilaku yang kompeten

yang mendukung program transformasi.

Komunikasi dari visi perubahan berjalan

di segala aspek, setiap kali rapat,

pertemuan pembahasan kinerja,

pelatihan, dan lain-lain.

Mengatasi Rintangan Struktur organisasi, deskripsi

pekerjaan, penugasan dan penilaian

kinerja, serta sistem kompensasi harus

selaras dengan visi perubahan. Orang-

orang yang menolak perubahan perlu

dibina dan mereka yang mendukung

program transformasi perlu dihargai serta

diberikan imbalan.

Rintangan-rintangan yang ada dan

yang potensial mesti terus diperiksa serta

diselesaikan lewat solusi bersama oleh

koalisi. Proses perubahan mesti berjalan

lancar, apapun yang menghalangi

pelaksanaan program tranformasi harus

dieliminasi. Eksekusi dari visi yang ada

harus terus menginspirasi para individu

dalam organisasi.

Pencapaian Berkala Pelaksanaan program transformasi

dapat dimotivasi dengan beberapa

kemenangan kecil sebelum mencapai

kesuksesan besar dalam proses

perubahan. Istilahnya, membuat tonggak

penanda untuk mengetahui sudah

seberapa dekat kita dengan tujuan utama.

Caranya adalah dengan memecah

tujuan berjangka panjang menjadi

sasaran-sasaran dalam jangka pendek.

Dimana masing-masing target tampak

mudah dicapai namun tetap terdapat

cukup kesulitan yang menantang.

Pencapaian yang berkala atas target-

target antara ini akan memotivasi seluruh

karyawan.

Mulailah dari satu tugas yang

mudah dan terus tingkatkan

tantangannya. Berikan penghargaan dan

pengakuan untuk mereka yang telah

mencapai sasaran-sasaran tugasnya yang

telah menjadi target jangka pendek.

Menguatkan Perubahan Setiap kemajuan yang telah dicapai,

manajemen perlu mengevaluasi dan

menganalisis aspek-aspek yang perlu

diperbaiki. Penguatan perubahan

dilakukan dengan mengarahkan program

transformasi menuju peningkatan kualitas

secara terus-menerus.

Dalam tahapan ini, kreativitas dari

setiap karyawan diharapkan oleh

manajemen untuk dapat menciptakan

suatu inovasi yang bisa semakin

menguatkan dan memajukan momentum

perubahan.

Penanaman Budaya Langkah terakhir ini, hasil dari

proses perubahan diharapkan bisa

bertahan lama dan terus berjalan dalam

satu program transformasi yang

berkelanjutan. Penanaman budaya adalah

suatu keniscayaa dalam tahap ini.

Page 14: PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019

57

Usaha dalam mengamalkan budaya

organisasi yang dikerjakan secara terus-

menurus dikawal oleh para pemimpin

perusahaan berdasarkan nilai-nilai yang

dianut bersama. Pengejewantahan budaya

ini berupa aplikasi sehari-hari dari visi

transformasi.

Proses perubahan harus berjalan

serentak dan merata di semua bagian

perusahaan agar tetap solid dalam waktu

yang lama. Misalnya menjadi bahan

pembicaraan di setiap pertemuan, berupa

kisah atau pemaparan nilai-nilai yang

ideal, saat perekrutan karyawan baru atau

waktu pelatihan, mempublikasikan

kontribusi dari koalisi para pemimpin

kelompok perubahan beserta para

anggotanya. Serta menyiapkan sistem

untuk membantu pergantian

kepemimpinan agar program

transformasi budaya ini terus

berkelanjutan dalam jangka panjang.

Langkah Konkrit Pelaksanaan

Tahapan Perubahan Model Kotter

Langkah Perubahan 1. Incease

Urgency

Menumbuhkan “esense of

urgency‟ dimana setiap orang akan

merasa terdorong untuk segera

melakukan perubahan yang dilakukan.

Hal ini dapat dilakukan jika

ditemukannya alasan / faktor yang benar-

benar kuat mengapa perubahan perlu

dilakukan. Untuk itu perlu ditunjukkan

fakta/ data yang dapat dilihat, dirasakan,

disentuh agar orang-orang mau dan

merasa perlu untuk berubah.Jika orang

tidak melihat adanya data / fakta bahwa

mereka harus berubah maka yang terjadi

adalah orang-orang tidak akan mau

berubah. Mereka akan tetap berada di

zona nyaman karena mereka merasa tidak

ada alasan yang kuat untuk berubah.

Harus ada rasa „keterdesakan‟ yang bisa

dilihat selain oleh pemimpin juga oleh

orang yang dipimpinnya.

Langkah Perubahan 2. Build The

Guiding team

Membantu pembentukan kelompok

yang akan memandu proses perubahan

(change agents)yang mempunyai

kapabilitas yang memadai baik dari sisi

anggota kelompok maupun metode

pelaksanaannya. Untuk berubah

diperlukan orang-orang yang yakin

bahwa perubahan akanmengarah ke arah

yang lebih baik dan jumlahnya tidak

banyak. Karena itu perlu dibentuk

kelompok yang tugasnya menunjukkan

antusiasme, komitmen, kepercayaan

bahwa dengan perubahan yang akan

dilakukan akan menghasilkan hasil yang

lebih baik. Mereka inilah agen-agen

perubahan yang akan mendorong orang-

orang disekitarnya untuk mendukung

jalannya perubahan. Karena itu perlu

dilakukan komunikasi yang rutin dengan

para agen ini agar memantapkan tujuan

perubahan, saling mendukung dan

meminimalisir rasa frustasi yang

mungkin timbul.

Langkah Perubahan 3. Get The Right

Vision

Visi yang sudah ada harus

diterjemahkan dalam bentuk strategi yang

menantang untuk dilaksanakan. Tanpa

visi yang jelas, tidak akan ada yang mau

mengikuti arah perubahan yang diusung,

kalau pun ada, di tengah jalan mereka

akan kehilangan arah. Visi ini harus

dapat dipilah-pilah dalam time frame

yang jelas, apakah tahunan, semesteran,

atau triwulan serta dengan melihat pula

kemungkinan-kemungkinan yang terjadi

di masa depan. Dengan demikian setiap

orang akan dapat melihat arah yang jelas

mengenai tahapan-tahapan yang akan

dilakukan dalam bentuk implementasi

sehari-hari.

Langkah Perubahan 4.

Communicating for Buy In

Visi dan strategi yang disampaikan

harus komunikasikan sehingga terjadi

kesamaan dan pemahaman yang baik

Page 15: PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019

58

serta dapat diterima di seluruh jajaran.

Visi yang baik harus terkomunikasi

dengan jelas dan terarah. Dan yang

penting adalah bentuknya tulus,

sederhana, tidak rumit serta memberikan

contoh nyata (role model) akan visi yang

sudah diaplikasikan. Perbaikilah saluran-

saluran komunikasi yang digunakan

sehingga pesan-pesan yang

Langkah Perubahan 5. Empower

Action

Cara mengatasi secara efektif

rintangan-rintangan yang timbul yang

dapat memantapkan pengalaman dalam

memengelola perubahan sehingga dapat

meningkatkan kepercayaan diri. Selain

itu perlu juga dukungan dalam bentuk

alat-alat (resources) yang memadai agar

semua orang dapat bertindak untuk

mencapai visi. Termasuk pula adalah

dorongan agar team mampu keluar dari

pola pikir standar dana dapat „keluar‟

mengambil langkah-langkah terobosan

yang belum pernah dilakukan

sebelumnya.

Langkah Perubahan 6. Create Short

Term Win

Meraih kemenangan-kemenangan

kecil /jangka pendek. Karena perubahan

pada umumnya tidak dapat dicapai dalam

tempo yang singkat maka dibutuhkanlah

milestone-milestone kecil untuk memberi

tanda sudah sampai dimana proses

perubahan yang dijalankan. Karena itu

dibutuhkanlah perayaan-perayaan kecil

(short term wins) dalam bentuk

pemberian „penghargaan‟ yang

diperlukan agar semangat para

pengusung roda perubahan ini dapat terus

dijaga agar tidak redup. Adalah perlu

untuk terus mengupayakan agar semangat

para pendukung perubahan ini tetap

menyala karena proses perubahan

menuntut stamina fisik & mental dalam

waktu yang panjang. Selain itu, short

term wins ini juga memberi „isyarat‟

kepada mereka yang belum „bergabung‟

untuk dapat bergabung karena inilah

„jalan‟ yang „benar‟. Akan jauh lebih

baik jika „perayaan‟ meraih kemenangan

kecil ini dilakukan dalam exposure yang

luas sehingga ada banyak orang yang

menyaksikan sehingga pada penerima

penghargaan ini dapat lebih percaya diri,

mantap dan semakin yakin akan arah

yang di tuju.

Langkah Perubahan 7. Don’t Let Up

Jangan berhenti, lanjutkan terus

proses perubahan sebelum visi terwujud.

Lakukan terus upaya untuk meningkatkan

sense of urgency sehingga nyala api

perubahan tidak redup di tengah jalan.

Selalu tunjukkanlah bahwa proses

perubahan ini masih akan berlanjut sapai

tercapainya visi yang dicanangkan.

Tetapi, haruslah dicatat bahwa proses ini

jangan sampai membuat kondisi fisik dan

emosi terganggu dan mengorbankan

kepentingan pribadi, karena dalam jangka

panjang jika ini terjadi, yang

mendapatkan imbasnya adalah proses

perubahan itu sendiri. Gunakanlah

momentum-momentum, seperti misalnya

pada perayaan hari jadi perusahaan /

peringatan hari besar sebagai alat bantu

untuk mengkomunikasikan bahwa

perubahan belum selesai. Lakukanlah -

jika perlu- perubahan sistem, struktur,

kebijakan-kebijakan, prosedur hingga

kultur organisasi sehingga sesuai dengan

kondisi yang diinginkan.

Langkah Perubahan 8. Make change

stick

Pastikanlah agar perubahan

tertanam sebagai budaya perusahaan

sehingga perubahan benar-benar

mengakar sampai ke struktur organisasi

yang paling bawah. John P. Kotter

mengingatkan, bila satu saja tahapan itu

dilewati, maka kita hanya akan

menghasilkan apa yang disebutnya

sebagai “illusion of speed” (kecepatan

maya) yang dapat menghasilkan

perubahan yang tidak sempurna.

Page 16: PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019

59

Peran Kepemimpian Untuk

Meningkatan Daya Saing Perguruan

Tinggi

Dalam dekade terakhir ini,

pendidikan tinggi di Indonesia

mengalami perubahan paradigma yang

cukup signifikan. Perubahan paradigma

yang dimaksud adalah meliputi

perubahan paradigma pengelolaan

persaingan. Perubahan ini terpicu oleh

perkembangan lingkungan eksternal yang

sangat dinamis menyangkut

perkembangan teknologi informasi,

sehingga e-learning, e-university dan

sejenisnya mulai banyak dibicarakan dan

diusahakan.

Persaingan sebagaimana dialami

oleh organisasi profit (perusahaan),

meliputi persaingan di bidang mutu,

harga dan layanan. Perguruan tinggi

sebagai suatu entitas non profit,

menghadapi hal yang sama pula.

Pengelolaan semuanya memerlukan

pengetahuan dan keterampilan

manajemen yaitu manajemen perguruan

tinggi.

Dalam kaitannnya dengan makna

perguruan tinggi, Indrajit &

Djokopranoto (2006) menegaskan bahwa

sekurang-kurangnya ada empat atau lima

dimensi makna yang melekat pada

perguruan tinggi, yaitu (1) dimensi

keilmuan (ilmu dan teknologi); (2)

dimensi pendidikan; (3) dimensi sosial

(kehidupan masyarakat); dan (4) dimensi

korporasi (satuan pendidikan atau

penyelenggara).

Menurut Lindelof & Lofsten

(2004), dalam mengkaji konsep daya

saing tidak terlepas dengan konsep

strategi, karena strategi mengandung

pengertian peningkatan daya saing

(melalui pengembangan produk,

kompetisi harga, pengembangan

teknologi, menganalisis perilaku pesaing

dan lainya) yang dilakukan melalui

positioning analysis dimana bisnis

perusahaan akan dijalankan, di wilayah

mana persaingan, dan melakukan

resource base-analisys bagaimana

perusahaan akan bersaing. Daya saing

(competitive advantage) didefinisikan

oleh Grant (1991) sebagai hasil atas

pemahaman secara menyeluruh dari

aspek eskternal dan internal yang

memberikan pengaruh kuat terhadap

perusahaan.

Selain itu, Lebih lanjut dikatakan

bahwa sebuah perusahaan pasti memiliki

keunggulan persaingan hanya setelah

usaha perusahaan lain untuk meniru

strateginya gagal atau terhenti. Bahkan

jika suatu perusahaan mencapai

keunggulan persaingan, biasanya ia dapat

bertahan hanya untuk periode tertentu.

Kecepatan seorang pesaing untuk

mendapatkan keahlian yang diperlukan

untuk meniru manfaat suatu strategi

penciptaan-nilai perusahaan menentukan

lamanya keunggulan persaingan dapat

bertahan. Pemahaman tentang bagaimana

mengeksploitasi keunggulan

persaingannya diperlukan bagi

perusahaan yang ingin mendapatkan laba

di atas rata-rata. Masih diungkapkan oleh

pendapat Hitt (2001) bahwa dengan

mendapatkan daya saing strategis, dan

sukses mengeksploitasi keunggulan

persaingannya, suatu perusahaan mampu

mencapai tujuan utamanya: mendapatkan

laba di atas rata-rata. Laba di atas ratarata

adalah kelebihan penghasilan yang

diharapkan seorang investor dari

investasi lain dengan jumlah risiko

serupa. Risiko adalah ketidakpastian

investor tentang laba atau rugi yang

dihasilkan oleh investasi tertentu. Jika

melihat permasalahan yang ada di

perguruan tinggi baik swasta maupun

negeri, maka masalah pokoknya dalam

persaingan ini ialah bagaimana dapat

merebut pasar untuk menjaring calon

mahasiswa, sesuai daya tampung yang

dimiliki dengan kualitas yang baik.

Dengan jumlah mahasiswa pendaftar

yang banyak, penyaringan dapat

dilakukan lebih baik dan ketat untuk

memperoleh sejumlah

Terjadinya peningkatan persaingan

dalam dunia pendidikan tidak jauh

Page 17: PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019

60

bedanya dengan dalam dunia bisnis.

Menurut Ibrahim (dalam Moedjadi,

2005) persaingan dalam dunia bisnis

terjadi karena terjadi perubahan

lingkungan dan iklim bisnis yang

menyebabkan terjadinya perubahan

dalam harapan dan kebutuhan pasar

konsumen. Perubahan-perubahan terjadi

pada dunia pendidikan, khususnya

pendidikan tinggi, perubahan-perubahan

itu ialah: (1) dari pengajaran yang

berorientasi pada guru (dosen) berubah

menjadi berorientasi pada siswa

(mahasiswa); (2) dari berorientasi lulus

yang sebanyak-banyaknya menjadi lulus

dengan keterampilan yang siap terjun ke

masyarakat; (3) dari lulusan yang

memiliki indeks prestasi kumulatif (IPK)

tinggi menjadi lulusan dengan

kompetensi tinggi; (4) dari kurikulum

yang mengikuti kurikulum pemerintah

atau standar menjadi kurikulum yang

unik yang merupakan ciri dari lembaga

pendidikan itu; (5) dari pelayanan yang

menekankan pada ketertiban internal

kantor menjadi pelayanan yang

berorientasi pada kepuasan pelanggan.

Agar dapat memenangkan

persaingan, kompetensi yang dimiliki

oleh perguruan tinggi harus memberikan

kontribusi yang penting dan besar

terhadap nilai-nilai konsumen. Oleh

karena itu pengelola perguruan tinggi

bertanya-tanya nilai-nilai apa yang

diharapkan oleh konsumen pada jasa

yang diberikan, apa yang sebenarnya

dibayar oleh konsumen, apa sebab

konsumen mau membayar lebih pada jasa

yang diberikan dan nilai manakah yang

menjadi komponen terpenting bagi

konsumen sehingga mereka mau

membayar lebih. Kompetensi itu harus

unik dan bermutu, tidak dapat ditiru

dengan mudah oleh para pesaing dan para

konsumen memberikan nilai tinggi pada

kompetensi yang dimiliki oleh perguruan

tinggi.

Untuk membangun keunggulan

kompetitif berkelanjutan, menurut

Walker (2007) yang harus dilakukan oleh

organisasi adalah dengan

mengoptimalkan resources capabilities,

yang terdiri dari value drivers, cost

drivers, retaining customers dan

preventing imitation. Value drivers dan

cost drivers akan menciptakan posisi

pasar yang kuat (superior market

position), sedangkan retaining customers

(mempertahankan konsumen) dan

preventing imitation (mencegah imitasi

produk) akan mendorong posisi pasar

yang mampu bertahan (defendable

market position). Jika kedua varianbel ini

(superior market position dan defendable

market position) mampu dipertahankan

maka oleh organisasi pada gilirannya

akan dapat mewujudkan keunggulan

kompetitif berkelanjutan (sustainable

competitive advantage).

Dengan tingkat persaingan yang

ketat antar perguruan tinggi yang ada,

maka perguruan tinggi saling bersaing

dengan mengunakan taktik dan strategi

yang mereka anggap dapat memenangkan

persaingan, diantaranya ialah

memberikan biaya pendidikan yang

kompetitif atau dengan cara pembayaran

yang mudah, perang iklan (promosi)

melalui media massa, elektronik, atau

brosur-brosur yang menjanjikan,

menawarkan dan menghasilkan produk-

produk baru yang sedang trend di pasar,

peningkatan pelayanan melalui

kelengkapan dan kemewahan fasilitas

pembelajaran. Unjuk kinerja melalui

persaingan antar perguruan tinggi ini

tentu sepanjang dijalankan berdasarkan

etika yang diembannya sebagai lembaga

pendidikan, akan sangat menguntungkan

calon mahasiswa. Karena calon

mahasiswa diberikan berbagai pilihan

secara terbuka sesuai dengan minatnya

masing-masing.

Kekuatan daya saing perguruan

tinggi ditentukan oleh seberapa besar

perguruan tinggi tersebut mampu

menggerakkan potensi sumber daya yang

dimiliki untuk memenangkan persaingan.

Pimpinan sebagai pusat manajemen

berkewajiban untuk mengarahkan faktor-

Page 18: PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019

61

faktor yang dapat menjadi kekuatan daya

saing perguruan tinggi ini agar mampu

mempunyai kinerja yang baik

Selanjutnya Bennis & Nanus (1995)

mendefinisikan kepemimpinan dari sudut

pandang pemimpin. Menurutnya

seseorang disebut pemimpin, jika ia

mampu memberi visi kepada organisasi

dan mampu menjabarkannya menuju

realita. Perpaduan sudut pandang

ditemukan dalam definisi Burns (dalam

Yukl, 1998). Ia menggambarkan

kepemimpinan sebagai sesuatu hubungan

timbal balik yang selalu berkembang.

Dalam hubungan yang demikian para

pemimpin terus menerus membangkitkan

motivasi berbagai respon pengikat dan

memodifikasi perilaku mereka bila

menghadapi sikap responsif ataupun

perlawanan dalam proses hubungan

maupun feedback yang berlangsung

secara continue.

Selanjutnya, pimpinan organisasi

juga wajib memberikan motivasi

anggotanya, menggerakkan kegiatan-

kegiatan lainnya, menyeleksi jalur

komunikasi yang efektif, dan

menyelesaikan konflik diantara para

anggota organisasi. Dari banyaknya

fungsi dan tugas pemimpin, memotivasi

anggota organisasi merupakan tugas yang

perlu diprioritaskan seorang pemimpin,

karena motivasi merupakan sesuatu yang

mendorong seseorang bertindak atau

berperilaku tertentu. Pimpinan organisasi

tidak bekerja sendiri. Dengan demikian,

memahami motivasi anggota organisasi,

yang mendorong seseorang bertindak

atau bekerja, sangat penting dilakukan

pimpinan organisasi. Pemahaman

tersebut merupakan kunci mendorong

orang lain mengerjakan keinginan

pimpinan organisasi agar tujuan

organisasi tercapai. Hal ini berarti bahwa

motivasi merupakan faktor penting yang

mendukung prestasi kerja. Meskipun

demikian, harus diakui bahwa motivasi

bukan satu-satunya pendukung prestasi

kerja. Prestasi kerja seseorang juga

tergantung dari faktor lainnya yaitu

kemampuan (ability) dan persepsi

peranan (role perception). Kemampuan

yang baik, persepsi peranan yang tepat,

dan motivasi yang tinggi merupakan

kunci prestasi kinerja.

Tingkat penggunaan kekuasaan

sangat berbeda dari satu pemimpin ke

pemimpin lainnya. Hal ini disebabkan

setiap organisasi merupakan suatu satuan

kerja yang mempunyai ciri-ciri, kondisi,

kepribadian, sistem nilai, keyakinan, etos

kerja, dan masalah yang sifatnya khas.

Karena setiap organisasi bersifat unik,

maka penggunaan kekuasaan oleh

pimpinan organisasi harus disesuaikan

dengan keunikan dan kekhasan organisasi

yang dipimpinnya. Salah satu aspek

organisasi yang unik adalah kultur yang

dianut dan berlaku bagi semua anggota

organisasi dalam organisasi itu. Kultur

itulah yang membedakan satu organisasi

dari organisasi lain, meskipun bergerak

dalam kegiatan yang sejenis.

Kepemimpinan sebagai daya saing

merupakan kepemimpinan

transformasional, yang merupakan

perluasan dari kepemimpinan

kharismatik, pemimpin menciptakan visi

dan lingkungan yang memotivasi para

karyawan untuk berprestasi melampaui

harapan. Dalam hal ini para karyawan

merasa percaya, kagum, loyal dan hormat

kepada pemimpinnya, sehingga mereka

termotivasi lebih dari apa yang

diharapkan dari mereka. Bahkan tidak

jarang melampaui apa yang mereka

perkirakan dapat mereka lakukan. Model

kepemimpinan yang berkembang pesat

dalam dua dekade terakhir ini didasarkan

lebih pada upaya pemimpin untuk

mengubah berbagai nilai, keyakinan dan

kebutuhan bawahan (Tjiptono, 2005).

Kepemimpinan transformasional

dapat didefinisikan sebagai

kepemimpinan yang mencakup upaya

perubahan organisasi. Diyakini bahwa

gaya ini akan mengarah pada kinerja

superior dalam organisasi yang sedang

menghadapi tuntutan pembangunan dan

Page 19: PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019

62

perubahan. Seorang pemimpin dapat

mentransformasikan bawahannya melalui

empat cara yang disebut Empat I (Bass &

Avolio, 1994), yaitu: (1) idealized

influence (charisma), (2) inspirational

motivaiton, (3) intelectual simulation,

dan (4) individualized consideration.

Kharisma merupakan salah satu

dimensi penting dalam kepemimpinan

transformasional yang sekaligus menjadi

prediktor terkuat atas hasil

kepemimpinan (leadership outcomes),

seperti usaha esktra para bawahan,

komitmen terhadap organisasi, kepuasan

terhadap pemimpin, dan penilaian

bawahan terhadap ketrampilan

kepemimpinan (Bass, 1994). Sebagai

elemen penting, kepemimpinan

kharismatik berperanan sebagai

necessary but not sufficient condition

bagi kepemimpinan transformasional

(Bass, 1994).

Untuk mengukur kapasitas

kepemimpinan bagi perguruan tinggi

dalam mendukung daya saing pergururan

tinggi, diungkapkan oleh Gupta (1983)

yaitu: (1) memiliki dua tipe

kepemimpinan, yaitu sebagai status

leader dan official leader; sebagai status

leader dia harus dapat diterima oleh

semua anggota kelompok; dan sebagai

official leader dia harus bersifat fatherly;

(2) memiliki kemampuan dalam

memberikan kewenangan dan delegasi

kepada staf; (3) Memiliki perhatian yang

tinggi kepada staf; (4) dapat

mencipatakan atmosfer kepuasan kerja.

Pada tahun-tahun mendatang,

perguruan tinggi Indonesia akan

menghadapi berbagai tantangan besar

yang perlu dan harus direspons dengan

strategis. Globalisasi ekonomi dan

revolusi teknologi informasi adalah dua

kekuatan besar yang sangat

mempengaruhi dunia perguruan tinggi

Indonesia. Jika perguruan tinggi tidak

mampu mengantisipasi tantangan

globalisasi dengan memadai,

diperkirakan lembaga tersebut tidak

mampu mempertahankan eksistensinya.

Oleh karena itu perlu bagi perguruan

tinggi di Indonesia untuk terus

meningkatkan kekuatan daya saingnya

agar tetap mampu bertahan. Berdasarkan

pandangan-pandangan dan argumentasi

yang disampaikan oleh para ahli di atas

maka peran pemimpin merupakan

kekuatan utama dalam meningkatkan

daya saing perguruan tinggi. Konsep

yang ingin dikemukakan secara umum

dapat dijelaskan pada Gambar berikut

ini.

Leadership sebagai Primary Forces

dalam Meningkatkan Daya Saing

Perguruan Tinggi

Leadership sebagai primary forces

meliputi meliputi aspek: personality

integrity; proactive; resourceful; dan

managerial strategies. Kepemimpinan ini

akan mengoptimalkan Competitiveness

Strengths yang terdiri variabel-variabel

relevance of curriculum content; teaching

learning processes; faculty welfare;

quality of faculty members; student

advisement; academic administration;

financial capabilities; networking; dan

quality of graduates. Arena yang

dihadapi disebut dengan Competition

Areas yang meliputi aspek: customers;

product knowledge; consultanty;

research grant; retaining and continuing

student; dan international student. Hasil

akhir dari semua ini akan menghasilkan

variabel Competition Result meliputi

aspek: adequacy in quality and quantity

of student; favorable income; social-

cultural respect; dan better image.

Page 20: PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019

63

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan kajian yang telah

dikemukakan pada bagian pembahasan

maka dapat disimpulkan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi daya saing

organisasi Perguruan Tinggi dari sudut

pandang peran kepemimpin adalah sangat

dominan karena Kepemimpinan

(leadership) PTS sebagai driving force

untuk menggerakkan Kekuatan Daya

Saing (competitiveness strengths)

perguruan tinggi dalam rangka

memenangkan Area Persaingan

(competition areas) sehingga dapat

memperoleh Hasil Persaingan

(competition result) sesuai yang

diharapkan baik dari segi kecukupan

kualitas dan kuantitas mahasiswa,

pendapatan yang layak, penghormatan

sosial dan budaya terhadap organisasi

dan citra yang baik. Beberapa

rekomendasi yang dapat disampaikan

atas hasil kesimpulan yang telah

dikemukakan adalah : (1) dalam upaya

menselaraskan Relevance of Curriculum

Content; (2) guna mewujudkan quality of

faculty members melalui faculty welfare,;

(3) Kemampuan leader dalam

mendorong motivasi,kreativitas, inovasi

dan dapat menjadi sumber inspirasi bagi

bawahan perlu lebih kongkrit dilakukan

dengan menjalankan fungsi-fungsi

managerial secara sistematis. (4) unsur

resourceful dan managerial strategies

yang masih belum optimal menjadi salah

satu penyebab, lemahnya para leader

dalam membangun networking perguruan

tinggi.

Dari sudut pandang Manajemen

perubahan dalam melakukan perubahan,

informasi tentang perlunya perubahan

boleh datang dari mana saja: dari

bawahan, orang luar organsasi, dari

orang desa, dari pengamat, dari

konsultan, dari pelanggan, dan lain lain.

Keputusan untuk berubah atau tidak

berubah selalu dari atas (pimpinan

puncak organisasi, pemilik organisasi

atau kepala unit kerja), pendekatan

manajemen perubahan adalah top-down.

DAFTAR PUSTAKA

Badriyah,T.; Syarif,I.; Christanty,H.M,

2007, Penerapan Web-Based

Knowledge Management System

untuk Manajemen Pengalaman dan

Logistik Pasca Bencana Alam,

Surabaya:ITS, Proceeding of the 9

th industrial Electronics Seminar

2007.

Brodjonegoro, S. S. (2004). Beberapa

pemikiran dalam rangka

peningkatan mutu dan daya saing

perguruan tinggi. Makalah pada

Teaching Improvement Workshop,

ADB Loan, Universitas Riau.

Cormican. K.; Dooley.L., 2007,

Knowledge Sharing in a

Collaborative Networked

Environment Journal of

Information & Knowledge

Management Vol. 6, No. 2 (June

2007)

http://www.worldscinet.com/jikm/

mkt/free/ akses 27 Juni 2008

Damanhuri, D. S. (2003). SDM Indonesia

dalam persaingan global. Suara

Pembaruan (13 Juni 2003).

Eliufoo, Harriet.K. 2005, Knowledge

creation and transfer in

construction organisations in

Tanzania,Doctoral Thesis, Building

and Real Estate Economics Royal

Institute of Technology

Stockholm,Sweden.

Iftikhar, Zuhair., Eriksson, Inger.V.,

Dickson, Gary.W. ,2003,

Developing an Instrument for

KnowledgeManagement Project

Evaluation, Electronic Journal of

Knowledge Management.

Page 21: PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019

64

Information society technologies.

2002, Roadmap to Communicating

Knowledge Essential for the

Industrial Environment

(ROCKET), http://rocket.vub.ac.be

Journal of Information & Knowledge

Management Vol. 6, No. 2 (June

2007),

Journal. 6, No. 2 (June 2007),

http://www.worldscinet.com/jikm/

mkt/free/ akses 27

Kim.E.H; Park.Y., 2007, Prediction of IS

Project Escalation Based on

Software Development Risk

Management, Journal of

Information & Knowledge

Management Vol. 6, No. 2 (June

2007)

http://www.worldscinet.com/jikm/

mkt/free/ akses 27 Juni 2008

Kim.J.A; Choi.S.Y; Jung.R., 2007, Agent

Based Process Management

Environment – Mercury Journal of

Information & Knowledge

Management Vol. 6, No. 2 (June

2007)

http://www.worldscinet.com/jikm/

mkt/free/ akses 27 Juni 2008

Knowledge Management Untuk

Meningkatkan Kinerja Perguruan

Tinggi, The 2nd National

Conference UKWMS Surabaya, 6

September 2008

Lichtenstein,S; Parker, C.M.; Hunter A,

2007, Dynamic Knowledge

Integration in Socio-Technical

Networks: An Interpretive Study of

Intranet Use for Knowledge

Integration, Journal of Information

& Knowledge Management, Vol. 6,

No. 2 (June 2007) 91–103,

http://www.worldscinet.com/jikm/

mkt/free/ akses 27 Juni 2008

Lin, F.-r., Lin, S.C. ,2001, A conceptual

model for virtual organizational

learning. Journal of Organizational

Computing and Electronic

Commerce.

Lin, Fu-ren., Hsueh, Chih-ming ,2006,

Knowledge map creation and

maintenance for virtual

communities of practice,

Information Processing and

Management 42.

Manajemen Pengetahuan (Studi Kasus:

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta),

Tesis, ITB, Bandung.Pramudyo,

C.S., Suryadi, K.,2006,

Perancangan model pengetahuan

berbasis web dengan pendekatan

market basket analysis Studi Kasus:

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,

Proceding National Seminar on

Knowledge Management.

Melinda,T, (2008), Membangun Budaya

Organisasi Sebagai Dasar

Implementasi

Rauniar.R,;Rawski.G.; Meacham.J.,

2007, Collective Ambition, Creative

Chaos, Information Redundancy,

and Shared Knowledge in

Integrated Product Development –

Case Study,

Royal.C.; O'Donnell.L., 2007, Education

for Sustainability: Creating Skills

in Human Capital Analysis

Setiarso,B., 2007, Penerapan Knowledge

management pada Organisasi: Studi

Kasus di Salah Satu Unit

Organisasi di LIPI, diakses dari

www:ilmukomputer.com pada 24

Nopember 2007.

Suyeon, K., Suh, E., Hwang, H.,2003,

Building the knowledge map: an

industrial case study, journal of

knowledge management.

Page 22: PERAN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN …

Jurnal Administrasi Bisnis Internasional (JAMBI) Volume 1 Nomor 1, November 2019

65

Tan, Y.Q; Yusoff. M; Hamdan, A.R.,

2005, Knowledge Management: A

Functional Model for The

Malaysian Goverment,

Kualalumpur: Universiti

Kebangsaan Malaysia,

http://www.worldscinet.com/jikm/mkt/fre

e/ akses 27 Juni 2008