Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan
seseorang melalui tehnik praktek belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah
atau mempengaruhi perilaku manusia secara individu, kelompok maupun
masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat.
Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang
berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana
individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup
sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara
perseorangan maupun secara kelompok dengan meminta pertolongan.1
Sasaran penyuluhan kesehatan mencakup individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat. Penyuluhan kesehatan pada individu dapat dilakukan di rumah
sakit, klinik, puskesmas, posyandu, keluarga binaan dan masyarakat binaan.
Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah
kerjanya. Sebagai penyelenggara pembangunan kesehatan, puskesmas
bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan per orangan dan upaya
kesehatan masyarakat, yang ditinjau dari Sistem Kesehatan Nasional merupakan
pelayanan kesehatan tingkat pertama.1,2
1
Page 2
Penyuluhan kesehatan pada keluarga diutamakan pada keluarga resiko
tinggi, seperti keluarga yang menderita penyakit menular, keluarga dengan sosial
ekonomi rendah, keluarga dengan keadaan gizi yang buruk, keluarga dengan
sanitasi lingkungan yang buruk dan sebagainya. Penyuluhan kesehatan pada
sasaran kelompok dapat dilakukan pada kelompok ibu hamil, kelompok ibu yang
mempunyai anak balita, kelompok masyarakat yang rawan terhadap masalah
kesehatan seperti kelompok lansia, kelompok yang ada di berbagai institusi
pelayanan kesehatan seperti anak sekolah, pekerja dalam perusahaan dan lain-lain.
Penyuluhan kesehatan pada sasaran masyarakat dapat dilakukan pada masyarakat
binaan puskesmas, masyarakat nelayan, masyarakat pedesaan, masyarakat yang
terkena wabah dan lain-lain.1
Pada saat ini Puskesmas telah didirikan hampir di seluruh pelosok tanah
air. Untuk menjangkau wilayah kerjanya puskesmas diperkuat dengan puskesmas
pembantu, puskesmas keliling dan untuk daerah yang jauh dari sarana pelayanan
rujukan, puskesmas dilengkapi dengan fasilitas rawat inap.3
Sekalipun telah banyak keberhasilan yang dicapai oleh puskesmas dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, namun dalam pelaksanaanya masih
banyak terjadi masalah-masalah yang dapat menghambat puskesmas berfungsi
maksimal. Masalah-masalah tersebut dapat memengaruhi pemanfaatan puskesmas
yang pada ujungnya berpengaruh pada status kesehatan masyarakat di wilayah
kerjanya.4
Rendahnya pemanfaatan fasilitas kesehatan baik milik pemerintah maupun
swasta antara lain karena inefisiensi dan buruknya kualitas dalam sektor
2
Page 3
kesehatan, buruknya kualitas infrastruktur dan banyaknya pusat kesehatan yang
tidak memiliki perlengkapan yang memadai, jumlah dokter yang tidak memadai
di daerah terpencil dan tingginya ketidakhadiran dokter di puskesmas, serta
kurangnya pendidikan tenaga kerja kesehatan. Faktor lain yang mungkin
berpengaruh adalah pendapatan yang meningkat, pengetahuan yang lebih baik
akan pilihan pelayanan kesehatan dan meningkatnya ekspektasi terhadap standar
pelayanan.5, 6
Untuk mengantisipasi hal itu, sebaiknya puskesmas mampu meningkatkan
kualitas pelayanan profesi (quality of care) dan kualitas pelayanan manajemen
(quality of service) karena mutu pelayanan yang baik akan memberikan kepuasan
kepada pelanggan dan pelanggan akan memanfaatkan ulang dan
merekomendasikan pelayanan kesehatan tersebut kepada orang lain.7
Beberapa pandangan yang berkembang di masyarakat terkait rendahnya
jumlah kunjungan masyarakat ke puskesmas ialah buruknya citra pelayanan di
puskesmas, di antaranya pegawai puskesmas yang tidak disiplin, kurang ramah,
kurang profesional, pengobatan yang tidak manjur, fasilitas gedung maupun
peralatan medis dan non medis kurang memadai di mana masyarakat harus
dirujuk untuk melanjutkan pengobatan atau pemeriksaan yang sebenarnya masih
dapat dilakukan di puskesmas, atau untuk membeli obat-obatan yang tidak
tersedia di puskesmas padahal kondisi geografis di beberapa tempat tidak
mendukung akibat jauhnya jarak tempuh, tidak ada transportasi, jam buka
puskesmas yang terbatas dan lain-lain. Di samping itu petugas kesehatan juga
melakukan praktik swasta di luar jam kerja puskesmas yang memungkinkan
3
Page 4
persaingan terselubung dengan puskesmas, yang berpengaruh terhadap angka
kunjungan ke puskesmas.5
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelirian ini
adalah : Adakah hubungan jumlah penyuluhan oleh petugas kesehatan dengan
jumlah pengguna sarana kesehatan di Puskesmas Tamalate Kota Makassar
Periode Mei – Oktober Tahun 2013?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan jumlah
penyuluhan oleh petugas kesehatan dengan jumlah pengguna sarana kesehatan di
Puskesmas Tamalate Kota Makassar Periode Mei – Oktober Tahun 2013.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Untuk mengetahui hubungan jumlah penyuluhan mengenai
penyakit menular oleh petugas kesehatan dengan jumlah pengguna
sarana kesehatan di Puskesmas Tamalate Kota Makassar.
1.3.2.2. Untuk mengetahui hubungan jumlah penyuluhan mengenai
kesehatan ibu dan anak oleh petugas kesehatan dengan jumlah
pengguna sarana kesehatan di Puskesmas Tamalate Kota Makassar
1.3.2.3. Untuk mengetahui hubungan jumlah penyuluhan mengenai
keluarga berencana oleh petugas kesehatan dengan jumlah
pengguna sarana kesehatan di Puskesmas Tamalate Kota Makassar
4
Page 5
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
Makassar sebagai salah satu bahan pustaka bagi peneliti selanjutnya.
2. Bagi penulis dapat menambah wawasan keilmuan dan pengalaman yang
berharga dalam memperluas wawasan keilmuan dan menjadi sarana
pengembangan diri.
3. Bagi institusi kesehatan diharapkan dapat memberikan informasi bagi
instansi Dinas Kesehatan maupun Instansi lain mengenai penyuluhan
kesehatan dan pengguna sarana kesehatan di Puskesmas.
4. Bagi masyarakat diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan
masyarakat tentang penyuluhan kesehatan dan manfaat puskesmas.
5
Page 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan berdasar dari kata dasar “suluh” atau “obor”, sekaligus
sebagai terjemahan dari kata “Voorlichting” yang dapat diartikan sebagai kegiatan
penerangan atau memberikan terang bagi yang dalam kegelapan. Sebagai proses
penerangan, kegiatan penyuluhan tidak saja terbatas pada memberikan
penerangan, tetapi menjelaskan mengenai segala informasi yang ingin
disampaikan kepada kelompok sasaran yang akan menerima manfaat penyuluhan
(beneficiaries), sehingga mereka benar-benar memahami seperti yang dimaksud
oleh penyuluh.7
Penyuluhan tidak boleh bersifat searah tapi harus komunikasi timbal balik
(bersifat dua arah dan aktif) agar aspirasi masyarakat diketahui. Hal ini penting,
agar penyuluhan yang dilakukan tidak bersifat “pemaksaan kehendak”
(indoktrinasi, agitasi, dll). Sehingga terjalin hubungan yang harmonis antara
penyuluh dan masyarakat/kliennya secara berkelanjutan.7
Penyuluhan adalah proses aktif yang memerlukan interaksi antara
penyuluh dan yang disuluh agar terbangun proses perubahan “perilaku”
(Behaviour) yang merupakan perwujudan dari pengetahuan, sikap dan
keterampilan seseorang yang dapat diamati oleh orang/ pihak lain , baik secara
langsung atau tidak langsung.7
Dengan kata lain kegiatan penyuluhan tidak hanya berhenti pada
penyebarluasan informasi/inovasi, dan memberikan penerangan tetapi merupakan
6
Page 7
proses yang dilakukan secara terus menerus, sekuat tenaga dan pikiran, memakan
waktu dan melelahkan, sampai terjadinya perubahan perilaku yang ditunjukkan
oleh penerima manfaat penyuluhan (beneficiaries) yang menjadi klien
penyuluhan.7
Sasaran penyuluhan kesehatan mencakup individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat. Penyuluhan kesehatan pada individu yang mempunyai masalah
keperawatan dan kesehatan dapat dilakukan di rumah sakit, klinik, puskesmas,
posyandu, keluarga binaan dan masyarakat binaan. Penyuluhan kesehatan pada
keluarga diutamakan pada keluarga resiko tinggi, seperti keluarga yang menderita
penyakit menular, keluarga dengan sosial ekonomi dan pendidikan yang rendah,
keluarga denagn masalah sanitasi lingkungan yang buruk, keluarga dengan
keadaan gizi yang buruk, keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang banyak
di luar kemampuan kapastas keluarga dan sebagainya.8
Kelompok khusus yang menjadi sasaran dalam penyuluahn kesehatan
masyarakat, salah satunya adalah kelompok ibu nifas. Kelompok berikutnya
adalah masyarakat binaan puskesma, nelayan, masyarakat yang terkena wabah
dan sebagainya.8
Materi atau pesan yang disampaikan kepada sasaran hendaknya
disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan dari individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat sehingga materi yang disampaikan dapat dirasakan langsung
manfaatnya. Materi yang disampaikan sebaiknya menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti, tidak terlalu sulit untuk dimengerti oleh sasaran, dalam
7
Page 8
penyampaian materi sebaiknya menggunakan metode dan media atau alat peraga
untuk mempermudah pemahaman dan untuk menarik perhatian sasaran.2
Metode yang dapat digunakan dalam penyuluhan kesehatan masyarakat
dapat dikelopkkan dalam dua macam metode. Metode yang pertama adalah
metode didaktik, yaitu yang aktif adalah orang yang melakukan penyuluhan,
sedangkan sasaran bersifat pasif dan tidak diberikan kesempatan untuk ikut serta
mengemukakan pendapatnya atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan apapun.
Proses penyuluhan yang bersifat satu arah (one way method), yang termasuk
dalam metode ini yaitu secara langsung misalnya ceramah, dan secara tidak
langsung misalnya poster, media cetak, dan media elektronik.8
Metode yang kedua adalah metode sokratik, pada metode ini sasaran
diberikan kesempatan mengemukakan pendapat, sehingga mereka ikut aktif dalam
proses belajar mengajar, dengan demikian dapat terbina komunikasi dua arah
antara yang menyampaikan pesan dengan pihak yang menerima pesan (two way
method), yang termasuk dalam metode ini yaitu secara langsung misalnya diskusi,
curah pendapat, demonstrasi, simulasi, bermain peran (role play), sosiodrama,
simposium, seminar, studi kasus dan sebagainya, dan secara tidak langsung
misalnya penyuluhan melalui telepon, satelit komunikasi dan sebagainya.8
Menurut Notoatmodjo (2007), metode penyuluhan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal.
Metode yang dikemukakan antara lain :8
1.1.1. Metode penyuluhan perorangan (individual)
8
Page 9
Dalam penyuluhan kesehatan metode ini digunakan untuk membina
perilaku baru atau seseorang yang telah mulai tertarik pada suatu perubahan
perilaku atau inovasi. Dasar digunakan pendekatan individual ini karena setiap
orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan
penerimaan atau perilaku baru tersebut. Bentuk dari pendekatan ini adalah
bimbingan dan wawancara.1
1.1.2. Metode penyuluhan kelompok
Dalam memilih metode penyuluhan kelompok harus mengingat besarnya
kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran. Untuk kelompok
yang besar, metodenya akan berbeda dengan kelompok kecil. Efektifitas suatu
metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran penyuluhan. Untuk kelompok
besar dapat digunakan metode ceramah dan seminar.1, 8
1.1.3. Metode penyuluhan massa
Dalam metode ini penyampaian informasi ditujukan kepada masyarakat
yang sifatnya massa atau public. Oleh karena sasaran bersifat umum dalam arti
tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status ekonomi,
tingkat pendidikan dan sebagainya, maka pesan kesehatan yang akan disampaikan
harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut.
Pada umumnya bentuk pendekatan masa ini tidak langsung, biasanya
menggunakan media massa. Beberapa contoh dari metode ini adalah ceramah
umum, pidato melalui media massa, simulasi, dialog antara pasien dan petugas
kesehatan, sinetron, tulisan dimajalah atau koran, bill board yang dipasang di
pinggir jalan, spanduk, poster dan sebagainya.1, 8
9
Page 10
1.1. Alat Bantu dan Media Penyuluhan
Alat bantu penyuluhan adalah alat-alat yang digunakan oleh penyuluh
dalam menyampaikan informasi. Alat bantu ini sering disebut alat peraga karena
berfungsi untuk membantu dan meragakan sesuatu dalam proses penyuluhan. Alat
peraga ini disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap
manusia itu diterima atau ditangkap melalui panca indera. Semakin banyak indera
yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas
pula pengertian/pengetahuan yang diperoleh. Dengan kata lain, alat peraga ini
dimaksudkan untuk mengerahkan indera sebanyak mungkin kepada suatu objek
sehingga mempermudah persepsi.1
Secara terperinci, fungsi alat peraga adalah untuk menimbulkan minat
sasaran, mencapai sasaran yang lebih banyak, membantu mengatasi hambatan
bahasa, merangsang sasaran untuk melaksanakan pesan kesehatan, membantu
sasaran untuk belajar lebih banyak dan tepat, merangsang sasaran untuk
meneruskan pesan yang diterima kepada orang lain, mempermudah memperoleh
informasi oleh sasaran, mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian
lebih mendalami dan akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik, dan
membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.1
Pada garis besarnya ada 3 macam alat bantu penyuluhan yaitu alat bantu
lihat (visual) yang berguna dalam membantu menstimulasikan indera mata pada
waktu penyuluhan, alat ini ada 2 bentuk yaitu alat yang diproyeksikan misalnya
slide, film dan alat yang tidak diproyeksikan misalnya dua dimensi, tiga dimensi,
gambar peta, bagan, bola dunia, boneka dan lain-lain; Alat bantu dengar (audio)
10
Page 11
yang berguna dalam membantu menstimulasi indera pendengar, pada waktu
proses penyampaian bahan penyuluhan misalnya piringan hitam, radio, pita suara
dan lain-lain; Alat bantu lihat-dengar (audio-visual) yang berguna dalam
menstimulasi indera penglihatan dan pendengaran saat penyuluhan, misalnya
televisi, video dan lain-lain.9
Media penyuluhan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan
pesan informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator sehingga sasaran dapat
meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya
ke arah positif terhadap kesehatan. Penyuluhan kesehatan tak dapat lepas dari
media karena melalui media, pesan yang disampaikan dapat lebih menarik dan
dipahami, sehingga sasaran dapat mempelajari pesan tersebut sehingga sampai
memutuskan untuk mengadopsinya ke perilaku yang positif.1
Tujuan atau alasan mengapa media sangat diperlukan di dalam
pelaksanaan penyuluhan kesehatan karena dapat mempermudah penyampaian
informasi, menghindari kesalahan persepsi, memperjelas informasi,
mempermudah pengertian, mengurangi komunikasi verbalistik, menampilkan
objek yang tidak dapat ditangkap dengan mata, dan dapat memperlancar
komunikasi.10
Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan kesehatan, media
penyuluhan ini dibagi menjadi 3 yaitu media cetak yang mengutamakan pesan-
pesan visual, biasanya terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar atau foto
dalam tata warna, yang termasuk dalam media ini adalah booklet, leaflet, flyer
(selebaran), flip chart (lembar balik), rubric atau tulisan pada surat kabar atau
11
Page 12
majalah, poster, foto yang mengungkapkan informasi kesehatan, ada beberapa
kelebihan media cetak antara lain tahan lama, mencakup banyak orang, biaya
rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik, mempermudah
pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar, kelemahannya yaitu tidak
dapat menstimulir efek gerak dan efek suara dan mudah terlipat; Media
elektronik, media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat
dan didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika, yang termasuk
dalam media ini adalah televisi, radio, video film, cassette, CD, VCD. Seperti
halnya media cetak, media elektronik ini memiliki kelebihan antara lain lebih
mudah dipahami, lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka,
mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajiannya dapat dikendalikan dan
diulang-ulang serta jangkauannya lebih besar. Kelemahan dari media ini adalah
biayanya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat canggih untuk
produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan berubah,
perlu keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya;
Media luar ruang, media ini menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui
media cetak maupun elektronik misalnya papan reklame, spanduk, pameran,
banner dan televisi layar lebar, kelebihan dari media ini adalah lebih mudah
dipahami, lebih menarik, sebagai informasi umum dan hiburan, bertatap muka,
mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan
jangkauannya relatif besar, kelemahan dari media ini adalah biaya lebih tinggi,
sedikit rumit, perlu alat canggih untuk produksinya, persiapan matang, peralatan
12
Page 13
selalu berkembang dan berubah, memerlukan keterampilan penyimpanan dan
keterampilan untuk mengoperasikannya.1
Media penyuluhan kesehatan yang baik adalah media yang mampu
memberikan informasi atau pesan-pesan kesehatan yang sesuai dengan tingkat
penerimaan sasaran, sehingga sasaran mau dan mampu untuk mengubah perilaku
sesuai dengan pesan yang disampaikan.11
1.2. Kunjungan Pasien ke Puskesmas
Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan
di wilayah kerjanya. Sebagai penyelenggara pembangunan kesehatan, puskesmas
bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan per orangan dan upaya
kesehatan masyarakat, yang ditinjau dari Sistem Kesehatan Nasional merupakan
pelayanan kesehatan tingkat pertama dan pada saat ini Puskesmas telah didirikan
hampir di seluruh pelosok tanah air. Untuk menjangkau wilayah kerjanya puskesmas
diperkuat dengan puskesmas pembantu, puskesmas keliling dan untuk daerah yang
jauh dari sarana pelayanan rujukan, puskesmas dilengkapi dengan fasilitas rawat
inap.12
Sekalipun telah banyak keberhasilan yang dicapai oleh puskesmas dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, namun dalam pelaksanaanya masih
banyak terjadi masalah-masalah yang dapat menghambat puskesmas berfungsi
maksimal. Masalah-masalah tersebut dapat memengaruhi pemanfaatan puskesmas
yang pada ujungnya berpengaruh pada status kesehatan masyarakat di wilayah
kerjanya.5
13
Page 14
Rendahnya pemanfaatan fasilitas kesehatan baik milik pemerintah maupun
swasta antara lain karena inefisiensi dan buruknya kualitas dalam sektor kesehatan,
buruknya kualitas infrastruktur dan banyaknya pusat kesehatan yang tidak memiliki
perlengkapan yang memadai, jumlah dokter yang tidak memadai di daerah terpencil
dan tingginya ketidakhadiran dokter di puskesmas, serta kurangnya pendidikan tenaga
kerja kesehatan. Faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah pendapatan yang
meningkat, pengetahuan yang lebih baik akan pilihan pelayanan kesehatan dan
meningkatnya ekspektasi terhadap standar pelayanan.13
Beberapa pandangan yang berkembang di masyarakat terkait rendahnya
jumlah kunjungan masyarakat ke puskesmas ialah buruknya citra pelayanan di
puskesmas, di antaranya pegawai puskesmas yang tidak disiplin, kurang ramah,
kurang profesional, pengobatan yang tidak manjur, fasilitas gedung maupun peralatan
medis dan non medis kurang memadai di mana masyarakat harus dirujuk untuk
melanjutkan pengobatan atau pemeriksaan yang sebenarnya masih dapat dilakukan di
puskesmas, atau untuk membeli obat-obatan yang tidak tersedia di puskesmas
padahal kondisi geografis di beberapa tempat tidak mendukung akibat jauhnya jarak
tempuh, tidak ada transportasi, jam buka puskesmas yang terbatas dan lain-lain. Di
samping itu petugas kesehatan juga melakukan praktik swasta di luar jam kerja
puskesmas yang memungkinkan persaingan terselubung dengan puskesmas, yang
berpengaruh terhadap angka kunjungan ke puskesmas.12
Untuk mengantisipasi hal itu, sebaiknya puskesmas mampu meningkatkan
kualitas pelayanan profesi (quality of care) dan kualitas pelayanan manajemen
(quality of service) karena mutu pelayanan yang baik akan memberikan kepuasan
kepada pelanggan dan pelanggan akan memanfaatkan ulang dan
14
Page 15
merekomendasikan pelayanan kesehatan tersebut kepada orang lain. Salah satu
upaya yaitu promosi kesehatan keseluruhan, yang fokus utamanya adalah upaya
memampukan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatan, oleh karena itu promosi kesehatan lebih bersifat promotif – preventif,
tanpa mengesampingkan upaya kuratif – rehabilitatif. Hal dilakukan dengan
menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat, disertai
pengembangan iklim yang mendukung sehingga penekanan promosi kesehatan
pada pengembangan perilaku dan lingkungan
Sehat serta merupakan upaya kemitraan berbagai pihak dan merupakan upaya
dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat aktif sebagai perilaku atau subjek.12,14
Dengan promosi kesehatan diharapkan masyarakat mampu mengendalikan
determinan kesehatan. Partisipasi merupakan sesuatu yang penting dalam upaya
promosi kesehatan. Promosi kesehatan merupakan proses komprehensif sosial dan
politik, bukan hanya mencakup upaya peningkatan kemampuan dan ketrampilan
individual, tetapi juga upaya yang bertujuan mengubah masyarakat, lingkungan,
dan kondisi ekonomi, agar dampak negatif terhadap kesehatan individu dan
masyarakat dapat dikurangi.15
2.1 Penyakit Infeksi
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah
mudah seperti membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah
kompleks, dimana penyakit yang terbanyak yaitu ISPA, dermatitis, dan gastritis
diderita oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu
hamil dan ibu meneteki serta anak bawah lima tahun .16
15
Page 16
2.1.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA
(Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan
bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu
penyakit yang terbanyak diderita oleh anak-anak, baik dinegara berkembang
maupun dinegara maju dan sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk
rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran
pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai
pada masa dewasa, dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya
Chronic Obstructive Pulmonary Disease.17,18
ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular
di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya
disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. Tingkat mortalitas sangat
tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara
dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah. Begitu pula, ISPA
merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas
pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan anak.19
Bakteri adalah penyebab utama infeksi saluran pernapasan bawah, dan
Streptococcus pneumoniae di banyak negara merupakan penyebab paling umum
pneumonia yang didapat dari luar rumah sakit yang disebabkan oleh bakteri.
Namun demikian, patogen yang paling sering menyebabkan ISPA adalah virus,
atau infeksi gabungan virus-bakteri. Sementara itu, ancaman ISPA akibat
16
Page 17
organisme baru yang dapat menimbulkan epidemi atau pandemi memerlukan
tindakan pencegahan dan kesiapan khusus.19
Terjadinya ISPA tertentu bervariasi menurut beberapa faktor. Penyebaran
dan dampak penyakit berkaitan dengan antara lain :19
Kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara, kepadatan anggota
keluarga), kelembaban, kebersihan, musim, temperatur);
Ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah
pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran (misalnya, vaksin,
akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi);
Faktor pejamu, seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan pejamu
menularkan infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya
atau infeksi serentak yang disebabkan oleh patogen lain, kondisi
kesehatan umum; dan
Karakteristik patogen, seperti cara penularan, daya tular, faktor
virulensi (misalnya, gen penyandi toksin), dan jumlah atau dosis
mikroba (ukuran inokulum).19
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang
benar, ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA
meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.20
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari.
Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung
sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang
telinga tengah dan selaput paru.21, 22
17
Page 18
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan
seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun
demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan
antibiotik dapat mengakibat kematian .21
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan
dan gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala menjadi lebih
berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan
mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan
penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi,
maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah
berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan
pernapasan.22
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda klinis dan tanda
laboratoris. Tanda-tanda klinis pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas
tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara
napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing. Pada sistem cardio
adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest. Pada
sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil
bendung, kejang dan coma. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratoris hypoxemia, hypercapnia dan acydosis (metabolik dan
atau respiratorik).22
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun
adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk,
18
Page 19
sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah:
kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah
volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing,
demam dan dingin.22
Penatalaksanaan kasus ISPA akan berdampak mengurangi penggunaan
antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat
batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula
petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan
penunjang yang penting bagi pederita ISPA. 22
2.1.2 Dermatitis
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai
respons terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel,
skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul
bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung
residif dan menjadi kronis.23
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan
kimia (contoh: deterjen, asam, basa, oli, semen), fisik (contoh: sinar, suhu),
mikroorganisme (bakteri, jamur); dapat pula dari dalam (endogen), misalnya
dermatitis atopik. Sebagian lain tidak diketahui etiologinya yang pasti.23
Banyak dermatitis yang belum diketahui dengan pasti patogenesisnya,
terutama yang penyebabnya faktor endogen. Yang telah banyak dipelajari adalah
19
Page 20
tentang dermatitis kontak (baik tipe alergik maupun iritan), dan dermatitis
atopik.23
Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit
bergantung pada stadium penyakit, batasnya sirkumskrip, dapat pula difus.
Penyebarannya dapat setempat, generalisata, dan universalis.23
Pada stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau
bulla, erosi, dan eksudasi, sehingga tampak basah (madidans). Stadium subakut,
eritema dan edema berkurang, eksudat mengering menjadi krusta. Sedang pada
stadium kronis lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul, dan
likenifikasi, mungkin juga terdapat erosi atau ekskoriasi karena garukan. Stadium
tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja suatu dermatitis sejak awal memberi
gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis. Demikian pula jenis
efloresensi tidak selalu harus polimorfik, mungkin hanya oligomorfik. 23
Untuk tata nama (nomenklatur) dan klasifikasi dermatitis hingga kini
belum ada kesepakatan internasional, tidak hanya karena penyebabnya yang multi
faktor, tetapi juga karena seseorang dapat menderita lebih dari satu jenis
dermatitis pada waktu yang bersamaan atau bergantian. 23
Ada yang memberi nama berdasarkan etiologi (contoh: dermatitis kontak,
radiodermatitis, dermatitis medikamentosa), morfologi (contoh: dermatitis
papulosa, dermatitis vasikulosa, dermatitis madidans, dermatitis eksfoliativa),
bentuk (contoh: dermatitis numularis), lokalisasi (contoh: dermatitis tangan,
dermatitis intertriginosa), dan adapula berdasarkan stadium penyakit (contoh:
dermatitis akut, dermatitis kronis). 23
20
Page 21
Perubahan histologik dermatitis terjadi pada epidermis dan dermis,
bergantung pada stadiumnya. 23
Pada stadium akut kelainan di epidermis berupa spongiosis, vesikel atau
bulla, edema intrasel, dan eksositosis terutama sel mononuklear. Dermis sembab,
pembuluh darah melebar, sebukan sel radang terutama sel mononuklear, kadang
eosinofil juga ditemukan, bergantung pada penyebab dermatitis. 23
Perubahan histologik pada stadium subakut hampir seperti stadium akut,
spongiosis, jumlah vesikel berkurang, epidermis mulai menebal (akantosis
ringan), tertutup krusta, stratum korneum mengalami parakeratosis setempat;
eksositosis berkurang; edema di dermis berkurang, vasodilatasi masih jelas,
sebukan sel radang masih jelas, fibroblas mulai meningkat jumlahnya. 23
Epidermis pada stadium kronis menebal (akantosis), stratum korneum
menebal (hiperkeratosis dan parakeratosis setempat), rete ridges memanjang,
kadang ditemukan spongiosis ringan, tidak lagi terlihat vesikel, eksositosis sedikit,
pigmen melanin terutama di sel basal bertambah. Papilla dermis memanjang
(papillomatosis), dinding pembuluh darah menebal, dermis bagian atas terutama
sekitar pembuluh darah bersebukan sel radang mononuklear, jumlah fibroblas
bertambah, kolagen menebal. 23
Pengobatan dermatitis yang tepat didasarkan kausa, yaitu menyingkirkan
penyebabnya. Tetapi, seperti diketahui penyebab dermatitis multifaktor, kadang
juga tidak diketahui dengan pasti. Jadi pengobatan bersifat simtomatis, yaitu
dengan menghilangkan atau mengurangi gejala dan keluhan pasien, serta menekan
peradangan. 23
21
Page 22
Untuk pengobatan sistemik pada kasus ringan dapat diberikan
antihistamin. Pada kasus akut dan berat dapat diberikan kortikosteroid. Sedangkan
pengobatan topikal prinsip umumnya, dermatitis akut/basah (madidans) diobati
secara basah (kompres terbuka), bila subakut diberi losion (bedak kocok), krim,
pasta, atau linimentum (pasta pendingin). Krim diberikan pada daerah yang
berambut, sedang pasta pada daerah yang tidak berambut. Pada kasus kronik
diberikan salep, dan perlu diketahui bahwa makin berat atau akut penyakitnya,
makin rendah persentase obat spesifik. 23
2.1.3 Gastritis
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung,
secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada
daerah tersebut. Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau peradangan
mukosa lambung yang bersifat akut, kronis, difus dan lokal. Ada dua jenis
gastritis yang terjadi yaitu gastritis akut dan kronik.25
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering
diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat
atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab lain
seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi . Gastritis dapat pula
diartikan sebagai proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung atau
gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi.25
Gastritis dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :25
a. Gastritis akut, suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan erosi pada bagian superficial.
22
Page 23
b. Gastritis kronik, suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang
bersifat menahun. Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga
perbedaan yaitu gastritis superficial, gastritis atrofik dan gastritis
hipertrofik.
Gastritis superficial, dengan manifestasi kemerahan, edema,
serta perdarahan dan erosi mukosa.
Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi pada seluruh lapisan
mukosa. Pada perkembangannya dihubingkan dengan ulkus dan
kanker lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan
karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dal sel chief.
Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-
nodul pada mukosa lambung yang bersifat irregular, tipis dan
hemoragik.
Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti merokok, jenis
obat seperti Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid/OAINS (Indomestasin, Ibuprofen,
dan Asam Salisilat), Sulfonamide, Steroid, Kokain, agen kemoterapi (Mitomisin,
5-fluoro-2-deoxyuridine), Salisilat, dan Digitalis bersifat mengiritasi mukosa
lambung; alkohol, bakteri (seperti H. pylori, H. heilmanii, Streptococci,
Staphylococci, Protecus species, Clostridium species, E.coli, Tuberculosis, dan
secondary syphilis; infeksi virus oleh Sitomegalovirus; jamur seperti Candidiasis,
Histoplasmosis, dan Phycomycosis; stres akut; radiasi; alergi atau intoksitasi dari
bahan makanan dan minuman; garam empedu terjadi pada kondisi refluks garam
empedu (komponen penting alkali untuk aktivasi enzim-enzim gastrointestinal)
23
Page 24
dari usus kecil ke mukosa lambung sehingga menimbulkan respons peradangan
mukosa; iskemia akibat penurunan aliran darah ke lambung, trauma langsung
lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara agresi dan mekanisme
pertahanan untuk menjaga integritas mukosa, yang dapat menimbulkan respons
peradangan pada mukosa lambung; dan trauma langsung.25
Gastritis akut juga dapat disebabkan oleh stres fisik yang disebabkan oleh
luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal nafas, gagal ginjal, kersusakan
susunan saraf pusat, dan refluks usus-lambung; makanan dan minuman yang
bersifat iritan, makanan berbumbu dan minuman dengan kandungan kafein dan
alcohol merupakan agen-agen penyebab iritasi mukosa lambung.25
Penyebab pasti dari penyakit gastritsi kronik belum diketahui, tetapi ada
dua predisposisi penting yang bisa meningkatkan kejadian gastritis kronik, yaitu:
infeksi dan non infeksi.25
1. Gastritis infeksi
a. H. pylori. Beberapa peneliti menyebutkan bakteri ini merupakan
penyebab utama dari gastritis kronik.
b. Helycobacter heilmannii, Mycobacteriosis, dan Syphilis
c. Infeksi parasit.
d. Infeksi virus.
2. Gastritis non-infeksi
a. Kondisi imunologi (autoimun) didasarkan pada kenyataan, terdapat
kira-kira 60% serum pasien gastritis kronik mempunyai antibodi
terhadap sel parietalnya.
24
Page 25
b. Gastropati akibat kimia, dihubungkan dengan kondisi refluk garam
empedu kronis dan kontak dengan OAINS atau Aspirin.
c. Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronis yang menyebabkan
ureum terlalu banyak beredar pada mukosa lambung dan gastritis
sekunder dari terapi obat-obatan.
d. Gastritis granuloma non-infeksi kronis yang berhubungan dengan
berbagai penyakit, meliputi penyakit Crohn, Sarkoidosis, Wegener
granulomatus, penggunaan kokain, Isolated granulomatous gastritis,
penyakit granulomatus kronik pada masa anak-anak, Eosinophilic
granuloma, Allergic granulomatosis dan vasculitis, Plasma cell
granulomas, Rheumatoid nodules, Tumor amyloidosis, dan granulomas
yang berhubungan dengan kanker lambung.
e. Gastritis limfositik, sering disebut dengan collagenous gastritis dan
injuri radiasi pada lambung.
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya
bersifat jinak dan swasirna; merupakan respons mukosa lambung terhadap
berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan
terkontaminasi), kafein, alkohol, dan aspirin merupakan agen pencetus yang
lazim. Infeksi H. pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut.
Organisme tersebut melekat pada epitel lambung dan menghancurkan lapisan
mukosa pelindung, meninggalkan daerah epitel yang gundul. Obat lain juga
terlibat, misalnya anti inflamasi nonsteroid (NSAID: misalnya indomestasin,
ibuprofen, naproksen), sulfonamida, steroid, dan digitalis. Asam empedu, enzim
25
Page 26
pankreas, dan etanol juga diketahui mengganggu sawar mukosa lambung. Apabila
alkohol diminum bersama dengan aspirin, efeknya akan lebih merusak
dibandingkan dengan efek masing-masing agen tersebut bila diminum secara
terpisah.25
Patofisiologi gastritis yaitu mukosa barier lambung umumnya melindungi
lambung dari pencernaan terhadap lambung itu sendiri, yang disebut proses
autodigesti acid, prostaglandin yang memberikan perlindungan ini. Ketika mukosa
barier ini rusak maka timbul gastritis. Setelah barier ini rusak terjadilah perlukaan
mukosa dan diperburuk oleh histamin dan stimulasi saraf colinergic. Kemudian
HCL dapat berdifusi balik kedalam mucus dan menyebabkan luka pada pembuluh
yang kecil, yang mengakibatkan tercadinya bengkak, perdarahan, dan erosi pada
lambung. Alkohol, aspirin dan refluk isi duodenal diketahui sebagai penghambat
difusi barier.25
Manifestasi klinik gastritis terbagi menjadi yaitu gastritis akut dan
gastritis.25
a. Manifestasi klinik gastritis akut
Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung, muntah,
merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula
perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian
disusul dengan tanda -tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya, jika
dilakukan anamnesis lebih dalam, terdapat riwayat penggunaan obat-
obatan atau bahan kimia tertentu.
26
Page 27
Penatalaksaanaan medis pada pasien gastritis akut diatasi dengan
menginstruksikan pasien untuk menghindari alkohol dan makanan sampai
gejala berkurang. Bila pasien mampu makan melalui mulut, diet
mengandung gizi dianjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan
secara parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah
serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragi saluran
gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan
yang sangat asam, pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian
agen penyebab. Untuk menetralisir asam digunakan antacid umum dan bila
korosi luas atau berat dihindari karena bahaya perforasi. Jika terjadi
perdarahan, tindakan pertama adalah tindakan konservatif berupa
pembilasan air es disertai pemberian antacid dan antagonis reseptor H2.
Pemberian obat yang berlanjut memerlukan tindakan bedah.
b. Manifestasi klinik gastritis kronik
Kebanyakan pasien tidak mempunyai keluhan. Hanya sebagian kecil
mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia, nausea, dan pada pemeriksaan fisik
tidak dijumpai kelainan.
Penatalaksanaan medis pada pasien gastritis kronik diatasi dengan
memodifikasi diet pasien, meningkatkan istirahat, mengurangi stres. Jika
tidak dapat dilakukan endoskopi caranya yitu dengan mengatasi dan
menghindari penyebab pada gastritis akut, kemudian diberikan pengobatan
empiris berupa antasida. Tetapi jika endoskopi dapat dilakukan berikan
terapi eradikasi.
27
Page 28
Komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis
kronik.25
a. Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian
atas berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir syok hemoragik.
b. Gastritis kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian
atas, ulkus, perforasi dan anemia.
Diet bagi penderita gastritis juga sangat disarankan, makanan yang
disajikan perlu diatur, terutama mengingat bahwa penyakit ini berhunbungan
dengan alat pencernaan. Berikut hal-hal yang perlu dilakukan dalam pengaturan
makananan :25
a. Keadaan akut, lambung diistirahatkan tanpa makanan selama 24-48 jam,
hanya diberi minuman agak dingin. Hindarkan minuman dingin atau
minuman panas.
b. Berikan makanan secara bertahap, misalnya bubur saring, dan berangsur-
angsur makanan lunak, makan biasa.
c. Berikan makanan yang mudah dicerna, misalnya bubur beras, kentang
pure, roti bakar, tepung yang dibuat pudding, sementara untuk lauk pauk,
misalnya daging ayam, telur, ikan tanpa duri yang direbus atau
dipanggang.
d. Makanan atau minuman yang tidak boleh diberikan meliputi:
Sayuran dan buah-buahan berserat dan mengandung gas, seperti sawi,
kol, nangka, daun singkong.
28
Page 29
Bumbu-bumbu makanan yang merangsang, seperti cabe, lada dan
cuka.
Minuman beralkohol, kopi.
Makanan yang dimasak dengan santan kental atau digoreng.
Porsi makanan diberikan sedikit, tetapi frekuensinya sering.
2.2 Kesehatan Ibu dan Anak
Kesehatan ibu dan anak merupakan hal yang sangat penting untuk
ditingkatkan dalam upaya meningkatkan kesehatan nasional, karena hal ini
merupakan dasar dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa, salah satu upaya
untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak ini adalah dengan melakukan
imunisasi.15
Imunisasi adalah suatu cara untuk memberikan kekebalan kepada
seseorang secara aktif terhadap penyakit menular dan suatu cara untuk
meningkatkan kesehatan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga
bila kelak terpapar antigen yang serupa tidak terjadi penyakit.24
Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit
tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah suatu obat yang
diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh
untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi untuk melindungi terhadap
penyakit. Imunisasi dapat juga diartikan sebagai usaha untuk memberikan
kekebalan terhadap penyakit infeksi pada bayi, anak, dan orang dewasa serata
merupakan reaksi antigen-antibodi yang dalam ilmu imunologi merupakan kuman
29
Page 30
atau racun dengan maksud menuunkan angka kematian dan kesakitan serta
mencegh akibat buruk lebih lanjut dari peyakit-penyakit tertentu.24
Ada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya bagi anak, yang
pencegahannya dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi dalam bentuk
vaksin. Dapat dipahami bahwa imunisasi hanya dapat diberikan pada tubuh yang
sehat. Keadaan yang tidak boleh memperoleh imunisasi yaitu : anak yang sedang
sakit keras, keadaan fisik lemah, dalam masa inkubasi suatu penyakit, sedang
menjalani pengobatan dengan imunosupresif, hal ini disebabkan karena dalam
keadaan seperti ini tubuh akan membentuk zat yang anti terhadap vaksin itu
sendiri.24
Kekebalan terhadap suatu penyakit menular dapat digolongkan menjadi 2,
yakni :
1. Kekebalan Tidak Spesifik (Non Specific Resistance), yang dimaksud dengan
faktor-faktor non khusus adalah pertahanan tubuh pada manusia yang secara
alamiah dapat melindungi badan dari suatu penyakit. Misalnya kulit, air mata,
cairan-cairan khusus yang keluar dari perut (usus), adanya refleks-refleks
tertentu, misalnya batuk, bersin dan sebagainya.
2. Kekebalan Spesifik (Specific Resistance)
Kekebalan spesifik dapat diperoleh dari 2 sumber, yakni :
a. Genetik
Kekebalan yang berasal dari sumber genetik ini biasanya berhubungan
dengan ras (warna kulit dan kelompok-kelompok etnis, misalnya orang
kulit hitam (negro) cenderung lebih resisten terhadap penyakit malaria
30
Page 31
jenis vivax. Contoh lain, orang yang mempunyai hemoglobin S lebih
resisten terhadap penyakit plasmodium falciparum daripada orang yang
mempunyai hemoglobin AA.
b. Kekebalan yang Diperoleh (Acquired Immunity)
Kekebalan ini diperoleh dari luar tubuh anak atau orang yang
bersangkutan. Kekebalan dapat bersifat aktif dan dapat bersifat pasif.
Kekebalan aktif dapat diperoleh setelah orang sembuh dari penyakit
tertentu. Misalnya anak yang telah sembuh dari penyakit campak, ia akan
kebal terhadap penyakit campak. Kekebalan aktif juga dapat diperoleh
melalui imunisasi yang berarti ke dalam tubuhnya dimasukkan organisme
patogen (bibit) penyakit.
Kekebalan pasif diperoleh dari ibunya melalui plasenta. Ibu yang telah
memperoleh kekebalan terhadap penyakit tertentu misalnya campak,
malaria dan tetanus maka anaknya (bayi) akan memperoleh kekebalan
terhadap penyakit tersebut untuk beberapa bulan pertama. Kekebalan pasif
juga dapat diperoleh melalui serum antibodi dari manusia atau binatang.
Kekebalan pasif ini hanya bersifat sementara (dalam waktu pendek saja).
Banyak faktor yang mempengaruhi kekebalan antara lain umur, seks,
kehamilan, gizi dan trauma.
Umur, untuk beberapa penyakit tertentu pada bayi (anak balita) dan
orang tua lebih mudah terserang. Dengan kata lain orang pada usia
sangat muda atau usia tua lebih rentan, kurang kebal terhadap penyakit-
31
Page 32
penyakit menular tertentu. Hal ini mungkin disebabkan karena kedua
kelompok umur tersebut daya tahan tubuhnya rendah.
Seks atau jenis kelamin, untuk penyakit-penyakit menular tertentu
seperti polio dan difteria lebih parah terjadi pada wanita daripada pria.
Kehamilan, wanita yang sedang hamil pada umumnya lebih rentan
terhadap penyakit-penyakit menular tertentu misalnya penyakit polio,
pneumonia, malaria serta amubiasis. Sebaliknya untuk penyakit tifoid
dan meningitis jarang terjadi pada wanita hamil.
Gizi, gizi yang baik pada umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh
terhadap penyakit-penyakit infeksi tetapi sebaliknya kekurangan gizi
berakibat kerentanan seseorang terhadap penyakit infeksi.
Trauma, stres salah satu bentuk trauma adalah merupakan penyebab
kerentanan seseorang terhadap suatu penyakit infeksi tententu.
Masa Inkubasi
Masa inkubasi adalah jarak waktu dari mulai terjadinya infeksi didalam diri orang
sampai dengan munculnya gejala-gejala atau tanda-tanda penyakit pada orang
tersebut. Tiap-tiap penyakit infeksi mempunyai masa inkubasi berbeda-beda,
mulai dari beberapa jam sampai beberapa tahun.
Jenis-Jenis Imunisasi
Pada dasarnya ada 2 jenis imunisasi, yaitu :
1. Imunisasi Pasif (Pasive Immunization), imunisasi pasif ini adalah
immunoglobulin. Jenis imunisasi ini dapat mencegah penyakit campak
(measles pada anak-anak).
32
Page 33
2. Imunisasi Aktif (Active Immunization), imunisasi pada ibu hamil dan calon
pengantin adalah imunisasi tetanus toksoid. Imunisasi ini untuk mencegah
terjadinya tetanus pada bayi yang dilahirkan. Imunisasi tetanus (TT,
tetanus toksoid) memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tetanus.
ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk pencegahan
(imunisasi pasif) maupun pengobatan penyakit tetanus. Jenis imunisasi ini
minimal dilakukan lima kali seumur hidup untuk mendapatkan kekebalan
penuh. Imunisasi TT yang pertama bisa dilakukan kapan saja, misalnya
sewaktu remaja. Lalu TT2 dilakukan sebulan setelah TT1 (dengan
perlindungan tiga tahun). Tahap berikutnya adalah TT3, dilakukan enam
bulan setelah TT2 (perlindungan enam tahun), kemudian TT4 diberikan
satu tahun setelah TT3 (perlindungan 10 tahun), dan TT5 diberikan
setahun setelah TT4 (perlindungan 25 tahun).
Biasanya imunisasi bisa diberikan dengan cara disuntikkan maupun
diteteskan pada mulut anak balita (bawah lima tahun). Berikut ini adalah Jenis-
jenis imunisasi pada balita :
1. Imunisasi BCG, vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur
2 bulan. Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup
yang dilemahkan, sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis. Imunisasi
BCG dilakukan sekali pada bayi usia 0-11 bulan.
2. Imunisasi DPT, imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang
melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus.
33
Page 34
Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan
dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis (batuk
rejan) adalah infeksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan
batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking.
Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan
serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau
minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti
pneumonia, kejang dan kerusakan otak.
Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada
rahang serta kejang.
3. Imunisasi DT, imunisasi DT memberikan kekebalan aktif terhadap toksin
yang dihasilkan oleh kuman penyebab difteri dan tetanus. Vaksin DT
dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak yang tidak boleh atau
tidak perlu menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu menerima
imunisasi difteri dan tetanus. Setiap orang dewasa harus mendapat
vaksinasi lengkap tiga dosis seri primer dari difteri dan toksoid tetanus,
dengan dua dosis diberikan paling tidak berjarak empat minggu, dan dosis
ketiga diberikan enam hingga 12 bulan setelah dosis kedua. Jika orang
dewasa belum pernah mendapat imunisasi tetanus dan difteri maka
diberikan seri primer diikuti dosis penguat setiap 10 tahun.
4. Imunisasi Campak, imunisasi campak memberikan kekebalan aktif
terhadap penyakit campak (tampek). Imunisasi campak diberikan
sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih.
34
Page 35
5. Imunisasi MMR, imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap
campak, gondongan dan campak Jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali.
Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler dan mata
berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia.
Campak juga bisa menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti
pembengkakan otak dan bahkan kematian. Gondongan menyebabkan
demam, sakit kepala dan pembengkakan pada salah satu maupun kedua
kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan
meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan
pembengkakan otak. Kadang gondongan juga menyebabkan
pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi kemandulan. Campak
Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan
pembengkakan kelenjar getah bening leher. Rubella juga bisa
menyebabkan pembengkakan otak atau gangguan perdarahan.
6. Imunisasi Hib, imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh
Haemophilus influenza tipe b. Organisme ini bisa menyebabkan
meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan berat yang bisa
menyebabkan anak tersedak. Sampai saat ini, imunisasi HiB belum
tergolong imunisasi wajib, mengingat harganya yang cukup mahal. Tetapi
dari segi manfaat, imunisasi ini cukup penting. Hemophilus influenzae
merupakan penyebab terjadinya radang selaput otak (meningitis), terutama
pada bayi dan anak usia muda. Penyakit ini sangat berbahaya karena
seringkali meninggalkan gejala sisa yang cukup serius. Misalnya
35
Page 36
kelumpuhan. Ada 2 jenis vaksin yang beredar di Indonesia, yaitu Act Hib
dan Pedvax.
7. Imunisasi Varisella, imunisasi varisella memberikan perlindungan
terhadap cacar air. Cacar air ditandai dengan ruam kulit yang membentuk
lepuhan, kemudian secara perlahan mengering dan membentuk keropeng
yang akan mengelupas.
8. Imunisasi HBV, imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis
B. Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker
hati dan kematian. Karena itu imunisasi hepatitis B termasuk yang wajib
diberikan. Jadwal pemberian imunisasi ini sangat fleksibel, tergantung
kesepakatan dokter dan orangtua. Bayi yang baru lahir pun bisa
memperolehnya. Imunisasi ini pun biasanya diulang sesuai petunjuk
dokter. Orang dewasa yang berisiko tinggi terinfeksi hepatitis B adalah
individu yang dalam pekerjaannya kerap terpapar darah atau produk darah,
klien dan staf dari institusi pendidikan orang cacat, pasien hemodialisis
(cuci darah), orang yang berencana pergi atau tinggal di suatu tempat di
mana infeksi hepatitis B sering dijumpai, pengguna obat suntik,
homoseksual/biseksual aktif, heteroseksual aktif dengan pasangan
berganti-ganti atau baru terkena penyakit menular seksual, fasilitas
penampungan korban narkoba, imigran atau pengungsi di mana
endemisitas daerah asal sangat tinggi/lumayan. Berikan tiga dosis dengan
jadwal 0, 1, dan 6 bulan. Bila setelah imunisasi terdapat respon yang baik
maka tidak perlu dilakukan pemberian imunisasi penguat (booster).
36
Page 37
9. Imunisasi Pneumokokus Konjugata, imunisasi pneumokokus konjugata
melindungi anak terhadap sejenis bakteri yang sering menyebabkan infeksi
telinga. Bakteri ini juga dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius,
seperti meningitis dan bakteremia (infeksi darah).
10. Tipa, imunisasi tipa diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap
demam tifoid (tifus atau paratifus). Kekebalan yang didapat bisa bertahan
selama 3 sampai 5 tahun. Oleh karena itu perlu diulang kembali. Imunisasi
ini dapat diberikan dalam 2 jenis: imunisasi oral berupa kapsul yang
diberikan selang sehari selama 3 kali. Biasanya untuk anak yang sudah
dapat menelan kapsul. Sedangkan bentuk suntikan diberikan satu kali.
Pada imunisasi ini tidak terdapat efek samping.
11. Hepatitis A, penyakit ini sebenarnya tidak berbahaya dan dapat sembuh
dengan sendirinya. Tetapi bila terkena penyakit ini penyembuhannya
memerlukan waktu yang lama, yaitu sekitar 1 sampai 2 bulan. Jadwal
pemberian yang dianjurkan tak berbeda dengan imunisasi hepatitis B.
Vaksin hepatitis A diberikan dua dosis dengan jarak enam hingga 12 bulan
pada orang yang berisiko terinfeksi virus ini, seperti penyaji makanan
(food handlers), mereka yang sering melakukan perjalanan atau bekerja di
suatu negara yang mempunyai prevalensi tinggi hepatitis A, homoseksual,
pengguna narkoba, penderita penyakit hati, individu yang bekerja dengan
hewan primata terinfeksi hepatitis A atau peneliti virus hepatitis A, dan
penderita dengan gangguan faktor pembekuan darah.
37
Page 38
2.3 Keluarga Berencana
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009
Tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Pasal 18
dikatakan bahwa “Pengendalian kuantitas penduduk dilakukan untuk mewujudkan
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara jumlah penduduk dengan
lingkungan hidup baik yang berupa daya dukung alam maupun daya tampung
lingkungan serta kondisi perkembangan sosial ekonomi dan budaya”. Pada pasal
selanjutnya dijelaskan bahwa pengendalian penduduk ini meliputi jumlah,
struktur, dan komposisi penduduk, pertumbuhn penduduk, penyebaran penduduk,
angka kelahiran, angka kematian, dan mobilitas penduduk.25
Dalam pasal 20 tentang keluarga berencana dikatakan bahwa ” Untuk
mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas, Pemerintah
menetapkan kebijakan keluarga berencana melalui penyelenggaraan program
keluarga berencana.25
Keluarga berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak anak
yang diinginkan. Untuk dapat mencapai hal tersebut maka dibuatlah beberapa cara
atau alternatif untuk mencegah ataupun menunda kehamilan. Cara-cara tersebut
termasuk kontrasepsi atau pencegahan kehamilan dan perencanaan keluarga.
Berdasarkan penelitian, terdapat 3.6 juta kehamilan tidak direncanakan setiap
tahunnya di Amerika Serikat, separuh dari kehamilan yang tidak direncanakan ini
terjadi karena pasangan tersebut tidak menggunakan alat pencegah kehamilan, dan
setengahnya lagi menggunakan alat kontrasepsi tetapi tidak benar cara
penggunaannya. 26
38
Page 39
Metode kontrasepsi bekerja dengan dasar mencegah sperma laki-laki
mencapai dan membuahi telur wanita (fertilisasi) atau mencegah telur yang sudah
dibuahi untuk berimplantasi (melekat) dan berkembang di dalam rahim.
Kontrasepsi dapat reversible (kembali) atau permanen (tetap). Kontrasepsi yang
reversible adalah metode kontrasepsi yang dapat dihentikan setiap saat tanpa efek
lama di dalam mengembalikan kesuburan atau kemampuan untuk punya anak lagi.
Metode kontrasepsi permanen atau yang kita sebut sterilisasi adalah metode
kontrasepsi yang tidak dapat mengembalikan kesuburan dikarenakan melibatkan
tindakan operasi.26
Metode kontrasepsi juga dapat digolongkan berdasarkan cara kerjanya
yaitu metode barrier (penghalang), sebagai contoh, kondom yang menghalangi
sperma; metode mekanik seperti IUD; atau metode hormonal seperti pil. Metode
kontrasepsi alami tidak memakai alat-alat bantu maupun hormonal namun
berdasarkan fisiologis seorang wanita dengan tujuan untuk mencegah fertilisasi
(pembuahan). 26
Faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi adalah efektivitas,
keamanan, frekuensi pemakaian dan efek samping, serta kemauan dan
kemampuan untuk melakukan kontrasepsi secara teratur dan benar. Selain hal
tersebut, pertimbangan kontrasepsi juga didasarkan atas biaya serta peran dari
agama dan kultur budaya mengenai kontrasepsi tersebut. Faktor lainnya adalah
frekuensi bersenggama, kemudahan untuk kembali hamil lagi, efek samping ke
laktasi, dan efek dari kontrasepsi tersebut di masa depan. Sayangnya, tidak ada
39
Page 40
metode kontrasepsi, kecuali abstinensia (tidak berhubungan seksual), yang efektif
mencegah kehamilan 100%.26
Seorang wanita dapat tetap menjadi hamil bila :26
Melakukan coitus interuptus
Menyusui
Saat pertama kali berhubungan seksual
Bila wanita tidak orgasme
Memakai douches (memasukkan cairan kimia atau spermisida ke dalam
vagina)
Posisi apapun dalam berhubungan seks
Untuk wanita usia lanjut terdapat perubahan dari periode menstruasi.
Ketika darah haid akhirnya berhenti, maka seorang wanita memasuki masa
menopause. Bagaimanapun juga, kontrasepsi sebaiknya digunakan sampai wanita
tidak mendapatkan menstruasi atau darah haid selama 2 tahun jika usia kurang
dari 50 tahun atau 1 tahun jika usia lebih dari 50 tahun.26
Metode kontrasepsi terdiri dari :26
1. Kontrasepsi hormonal
Kontrasepsi oral kombinasi, kontrasepsi oral progestin, kontrasepsi
suntikan progestin, kontrasepsi suntikan estrogen-progesteron, implant progestin,
dan kontrasepsi patch.
Kontrasepsi oral kombinasi (pil) --> mengandung sintetik estrogen dan
preparat progestin yang mencegah kehamilan dengan cara menghambat terjadinya
ovulasi (pelepasan sel telur oleh indung telur) melalui penekanan hormon LH dan
40
Page 41
FSH, mempertebal lendir mukosa servikal (leher rahim), dan menghalangi
pertumbuhan lapisan endometrium. Pil kombinasi ada yang memiliki estrogen
dosis rendah dan ada yang mengandung estrogen dosis tinggi. Estrogen dosis
tinggi biasanya diberikan kepada wanita yang mengkonsumsi obat tertentu
(terutama obat epilepsy).
Selain untuk kontrasepsi, oral kombinasi dapat digunakan untuk
menangani dismenorea (nyeri saat haid), menoragia, dan metroragia. Oral
kombinasi tidak direkomendasikan untuk wanita menyusui, sampai minimal 6
bulan setelah melahirkan. Pil kombinasi yang diminum oleh ibu menyusui bisa
mengurangi jumlah air susu dan kandungan zat lemak serta protein dalam air
susu. Hormon dari pil terdapat dalam air susu sehingga bisa sampai ke bayi.
Karena itu untuk ibu menyusui sebaiknya diberikan tablet yang hanya
mengandung progestin, yang tidak mempengaruhi pembentukan air susu.
Wanita yang tidak menyusui harus menunggu setidaknya 3 bulan setelah
melahirkan sebelum memulai oral kombinasi karena peningkatan risiko
terbentuknya bekuan darah di tungkai. Apabila 1 pil lupa diminum, 2 pil harus
diminum sesegera mungkin setelah ingat, dan pack tersebut harus dihabiskan
seperti biasa. Bila 2 atau lebih pil lupa diminum, maka pack pil harus tetap
dihabiskan dan metode kontrasepsi lain harus digunakan, seperti kondom untuk
mencegah kehamilan.
Jika menstruasi terakhir terjadi dalam waktu kurang dari 12 minggu
setelah persalinan, maka pil KB bisa langsung digunakan. Jika menstruasi terakhir
terjadi dalam waktu 12-28 minggu, maka harus menunggu 1 minggu sebelum pil
41
Page 42
KB mulai digunakan, sedangkan jika menstruasi terakhir terjadi dalam waktu
lebih dari 28 minggu, harus menunggu 2 minggu sebelum pil KB mulai
digunakan.
Pil KB tidak berpengaruh terhadap obat lain, tetapi obat lain (terutama
obat tidur dan antibiotik) bisa menyebabkan berkurangnya efektivitas dari pil KB.
Obat anti-kejang (fenitoin dan fenobarbital) bisa menyebabkan meningkatkan
perdarahan abnormal pada wanita pemakai pil KB.
Kontrasepsi suntikan estrogen-progesteron diberikan secara intramuskular
setiap bulan, mengandung 25 mg depo medroxyprogesteron asetat dan 5 mg
estradiol cypionat. Mekanisme kerja, efek samping, kriteria, dan keamanan sama
seperti kontrasepsi oral kombinasi. Siklus menstruasi terjadi lebih stabil setiap
bulan. Pengembalian kesuburan tidak selama kontrasepsi suntikan progestin.
Implant progestin adalah kapsul plastik, tipis, fleksibel, yang mengandung
36mg levonorgestrel yang dimasukkan ke dalam kulit lengan wanita. Setelah
diberi obat bius, dibuat sayatan dan dengan bantuan jarum dimasukkan kapsul
implan. Tidak perlu dilakukan penjahitan. Kapsul ini melepaskan progestin ke
dalam aliran darah secara perlahan dan biasanya dipasang selama 5 tahun.
Mencegah kehamilan dengan cara menghambat terjadinya ovulasi (pelepasan sel
telur oleh indung telur), mempertebal lendir mukosa leher rahim, mengganggu
pergerakan saluran tuba, dan menghalangi pertumbuhan lapisan endometrium.
Kontrasepsi ini efektif dalam waktu 48 jam setelah diimplan dan efektif selama 5-
7 tahun.
42
Page 43
Kontrasepsi Patch didesain untuk melepaskan 20µg ethinyl estradiol dan
150µg norelgestromin. Mencegah kehamilan dengan cara yang sama seperti
kontrasepsi oral (pil). Digunakan selama 3 minggu, dan 1 minggu bebas patch
untuk siklus menstruasi.
2. Diafragma dan cervical cap
Diafragma dan cervical cap adalah kontrasepsi penghalang yang
dimasukkan ke dalam vagina dan mencegah sperma masuk ke dalam saluran
reproduksi. Diafragma terbuat dari lateks atau karet dengan cincin yang fleksibel.
Diafragma diletakkan posterior dari simfisis pubis sehingga serviks (leher rahim)
tertutupi semuanya. Diafragma harus diletakkan minimal 6 jam setelah senggama.
Cervical cap (penutup serviks) adalah kop bulat yang diletakkan menutupi leher
rahim dengan perlekatan di bagian forniks. Terbuat dari karet dan harus tetap di
tempatnya lebih dari 48 jam. Efektivitasnya, kehamilan terjadi pada 6-40 per 100
wanita pada 1 tahun penggunaan pertama. Keuntungannya dapat digunakan
selama menyusui, tidak ada risiko gangguan kesehatan, melindungi dari PMS,
sedangkan kerugiannya kegagalan tinggi, peningkatan risiko infeksi,
membutuhkan evaluasi dari tenaga kesehatan, dan ketidaknyamanan.
3. Spermisida
Agen yang menghancurkan membran sel sperma dan menurunkan
motilitas (pergerakan sperma). Tipe spermisida mencakup foam aerosol, krim,
vagina suposituria, jeli, sponge (busa) yang dimasukkan sebelum melakukan
hubungan seksual. Terutama mengandung nonoxynol 9. Efektivitas : kehamilan
terjadi pada 6-26 per 100 wanita pada 1 tahun penggunaan pertama. Keuntungan :
43
Page 44
tidak mengganggu kesehatan, berfungsi sebagai pelumas, dapat mencegah PMS
bakterial. Kerugian : angka kegagalan tinggi, dapat meningkatkan transmisi virus
HIV, hanya efektif 1-2 jam
4. IUD (spiral)
Fleksibel, alat yang terbuat dari plastik yang dimasukkan ke dalam rahim
dan mencegah kehamilan dengan cara menganggu lingkungan rahim, yang
menghalangi terjadinya pembuahan maupun implantasi. Spiral jenis copper T
(melepaskan tembaga) mencegah kehamilan dengan cara menganggu pergerakan
sperma untuk mencapai rongga rahim dan dapat dipakai selama 10 tahun.
Progestasert IUD (melepaskan progesteron) hanya efektif untuk 1 tahun dan dapat
digunakan untuk kontrasepsi darurat. IUD dapat dipasang kapan saja selama
periode menstruasi bila wanita tersebut tidak hamil. Untuk wanita setelah
melahirkan, pemasangan IUD segera (10 menit setelah pengeluaran plasenta)
dapat mencegah mudah copotnya IUD. IUD juga dapat dipasang 4 minggu setelah
melahirkan tanpa faktor risiko perforasi (robeknya rahim). Untuk wanita
menyusui, IUD dengan progestin sebaiknya tidak dipakai sampai 6 bulan setelah
melahirkan. IUD juga dapat dipasang segera setelah abortus spontan triwulan
pertama, tetapi direkomendasikan untuk ditunda sampai involusi komplit setelah
triwulan kedua abortus. Setelah IUD dipasang, seorang wanita harus dapat
mengecek benang IUD setiap habis menstruasi. Kondisi dimana seorang wanita
tidak seharusnya menggunakan IUD yaitu kehamilan, sepsis, aborsi postseptik
dalam waktu dekat, abnormalitas anatomi yang mengganggu rongga rahim,
perdarahan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, penyakit tropoblastik ganas,
44
Page 45
kanker leher rahim, kanker payudara, kanker endometrium, penyakit radang
panggul, PMS (premenstrual syndrome) 3 bulan terakhir dan imunokompromise
(penurunan kekebalan tubuh), TBC panggul.
Efektivitas : kehamilan terjadi pada 0,3-0,8 per 100 wanita pada 1 tahun
penggunaan pertama. Keuntungan : sangat efektif, bekerja cepat setelah
dimasukkan ke dalam rahim, dan bekerja dalam jangka waktu lama. Kerugian :
risiko infeksi panggul, dismenorea (nyeri saat haid), menoragia pada bulan-bulan
pertama, peningkatan risiko perforasi (robek) rahim, risiko kehamilan ektopik,
IUD dapat lepas dengan sendirinya. Efek samping : nyeri, perdarahan,
peningkatan jumlah darah menstruasi. Pengembalian kesuburan cepat setelah
dilepaskan.
5. Metode Ritmik
Metode ritmik adalah metode dimana pasangan suami istri menghindari
berhubungan seksual pada siklus subur seorang wanita. Ovulasi (pelepasan sel
telur dari indung telur) terjadi 14 hari sebelum menstruasi. Sel telur yang telah
dilepaskan hanya bertahan hidup selama 24 jam, tetapi sperma bisa bertahan
selama 3-4 hari setelah melakukan hubungan seksual. Karena itu pembuahan bisa
terjadi akibat hubungan seksual yang dilakukan 4 hari sebelum ovulasi.
Metode ritmik kalender merupakan metode dimana pasangan
menghindari berhubungan seksual selama periode subur wanita
berdasarkan panjang siklus menstruasi, kemungkinan waktu ovulasi,
jangka waktu sel telur masih dapat dibuahi, dan kemampuan sperma
untuk bertahan di saluran reproduksi wanita. Periode subur seorang
45
Page 46
wanita dihitung dari : (siklus menstruasi terpendek – 18) dan (siklus
menstruasi terpanjang - 11). Contoh: bila siklus terpendek seorang
wanita adalah 25 hari, dan siklus terpanjangnya 29 hari, maka periode
suburnya adalah (25 – 18) dan (29 – 11) yang berarti hubunan seksual
tidak boleh dilakukan pada hari ke-7 sampai hari ke-18 setelah
menstruasi.
Metode lendir serviks adalah metode mengamati kualitas dan kuantitas
lendir serviks setiap hari. Periode subur ditandai dengan lendir yang
jernih, encer, dan licin. Abstinensia (tidak melakukan hubungan
seksual) diperlukan selama menstruasi, setiap hari selama periode
preovulasi (berdasarkan lendir serviks), dan sampai waktu lendir masa
subur muncul sampai 3 hari setelah lendir masa subur itu berhenti.
Metode pengukuran suhu tubuh berdasarkan perubahan temperatur.
Pengukuran dilakukan pada suhu basal (suhu ketika bangun tidur
sebelum beranjak dari tempat tidur. Suhu basal akan menurun sebelum
ovulasi dan agak meningkat (kurang dari 1° Celsius) setelah ovulasi.
Hubungan seksual sebaiknya tidak dilakukan sejak hari pertama
menstruasi sampai 3 hari setelah kenaikan dari temperatur.
Efektivitas : kehamilan terjadi pada 9-25 per 100 wanita pada 1 tahun
penggunaan pertama. Keuntungan : tidak ada efek samping gangguan kesehatan,
ekonomis. Kerugian : angka kegagalan tinggi, tidak melindungi dari PMS,
menghambat spontanitas, membutuhkan siklus menstruasi teratur.
46
Page 47
6. Penarikan penis sebelum terjadinya ejakulasi
Disebut juga coitus interruptus. Pada metode ini, pria
mengeluarkan/menarik penisnya dari vagina sebelum terjadinya ejakulasi
(pelepasan sperma ketika mengalami orgasme). Metode ini kurang dapat
diandalkan karena sperma bisa keluar sebelum orgasme juga memerlukan
pengendalian diri yang tinggi serta penentuan waktu yang tepat.
7. Metode amenorea menyusui
Selama menyusui, penghisapan air susu oleh bayi menyebabkan
perubahan hormonal dimana hipotalamus mengeluarkan GnRH yang menekan
pengeluaran hormone LH dan menghambat ovulasi. Ini adalah metode yang
efektif bila kriteria terpenuhi : menyusui setiap 4 jam pada siang hari, dan setiap 6
jam pada malam hari. Makanan tambahan hanya diberikan 5-10% dari total.
Efektivitas : kehamilan terjadi pada 2 per 100 wanita pada 6 bulan setelah
melahirkan, 6 per 100 wanita setelah 6-12 bulan setelah melahirkan. Keuntungan :
pencegahan kehamilan segera setelah melahirkan, tidak mengganggu kesehatan,
ekonomis, merangsang seorang wanita untuk menyusui. Kerugian : tidak
sepenuhnya efektif, harus memenuhi criteria, tidak melindungi dari PMS.
8. Kontrasepsi darurat ( kontrasepsi darurat hormonal dan kontrasepsi darurat
IUD)
Kontrasepsi darurat hormonal estrogen dosis tinggi atau progestin
diberikan dalam waktu 72 jam setelah senggama tidak terproteksi, dengan cara
kerja mencegah ovulasi dan menyebabkan perubahan di endometrium. 4 pil
kombinasi yang mengandung 30-35μg ethinyl estradiol, diulangi 12 jam
47
Page 48
kemudian. 2 pil kombinasi mengandung 50μg levonorgestrel, diulangi 12 jam
kemudian. Tidak boleh digunakan pada wanita yang alergi kontrasepsi pil
hormonal. Tidak boleh digunakan sebagai kontrasepsi rutin.
Efektivitas : kehamilan terjadi pada 2 per 100 wanita pada bila digunakan
dalam waktu 72 jam. Keuntungan : sangat efektif untuk situasi darurat. Kerugian :
mual hebat dan perdarahan. Kontrasepsi darurat IUD dimasukkan 5 hari setelah
senggama tidak terproteksi untuk mengganggu implantasi, kehamilan terjadi
kurang dari 1 per 100 wanita bila dimasukkan dalam waktu 5 hari.
9. Sterilisasi (Vasektomi dan Ligasi tuba)
Vasektomi dan sterilisasi tuba adalah metode kontrasepsi permanen dan
hanya dilakukan pada pria maupun wanita yang sudah diberikan penjelasan
mengenai metode ini dan berkeinginan untuk secara permanen mencegah
kehamilan. Beberapa metode sterilisasi ada yang bersifat reversibel tergantung
dari panjang saluran tuba, usia wanita, dan jangka waktu antara sterilisasi dan
pengembalian kesuburan.
Sterilisasi pada pria dilakukan melalui vasektomi, sedangkan pada wanita
dilakukan prosedur ligasi tuba (pengikatan saluran tuba). Vasektomi sendiri
dilakukan dengan bius lokal sedangkan ligasi tuba menggunakan prosedur
intraabdominal. Konseling sebelum melakukan prosedur ini sangat diperlukan.
Bukan hanya konseling mengenai risiko ataupun keuntungan operasi, namun juga
kemungkinan menyesali keputusan ini di masa depan nanti.
Vasektomi adalah pemotongan vas deferens (saluran yang membawa
sperma dari testis). Vasektomi dilakukan oleh ahli bedah urolog dan memerlukan
48
Page 49
waktu sekitar 20 menit. Pria yang menjalani vasektomi sebaiknya tidak segera
menghentikan pemakaian kontrasepsi, karena biasanya kesuburan masih tetap ada
sampai sekitar 15-20 kali ejakulasi.
Setelah pemeriksaan laboratorium terhadap 2 kali ejakulasi menunjukkan
tidak ada sperma, maka dikatakan bahwa pria tersebut telah mandul.
Komplikasi dari vasektomi adalah:
- Perdarahan
- Respon peradangan terhadap sperma yang merembes
- Pembukaan spontan
Ligasi tuba adalah pemotongan dan pengikatan atau penyumbatan tuba
falopii (saluran telur dari ovarium ke rahim). Pada ligasi tuba dibuat sayatan pada
perut dan dilakukan pembiusan total. Ligasi tuba bisa dilakukan segera setelah
melahirkan atau dijadwalkan di kemudian hari. Sterilisasi pada wanita seringkali
dilakukan melalui laparoskopi. Selain pemotongan dan pengikatan, bisa juga
dilakukan kauterisasi (pemakaian arus listrik) untuk menutup saluran tuba.
Untuk menyumbat tuba bisa digunakan pita plastik dan klip berpegas.
Pada penyumbatan tuba, kesuburan akan lebih mudah kembali karena lebih sedikit
terjadi kerusakan jaringan.Teknik sterilisasi lainnya yang kadang digunakan pada
wanita adalah histerektomi (pengangkatan rahim) dan ooforektomi (pengangkatan
ovarium/indung telur).
49
Page 50
Penyuluhan KIA
Penyuluhan PI
Penyuluhan KB
Jumlah pengguna sarana kesehatan di Puskesmas Tamalate Kota Makassar
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
1.2. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti
Berdasarkan tinjauan kepustakaan serta maksud dan tujuan penelitian
maka disusunlah variable pola pikir. Adapun beberapa jenis penyuluhan yang
sering dilaksanakan oleh Puskesmas Tamalate Makassar meliputi : penyuluhan
mengenai penyakit menular, kesehatan ibu dan anak, dan keluarga berencana. Hal
ini disebabkan karena materi penyuluhan ini sangat perlu untuk diketahui agar
dapat diterapkan oleh masyarakat sehingga tercapainya masyarakat dan
lingkungan yang sehat dan sejahtera baik jasmani dan rohani.
1.3. Kerangka Konsep
Keterangan Gambar :
: Variabel independen
: Variabel dependen
: Variabel yang diteliti
50
Page 51
1.4. Variabel Penelitian
Dalam penelitian terdiri dari dua variable yaitu:
1. Variable Independen yaitu : penyuluhan mengenai penyakit infeksi,
penyuluhan mengenai kesehatan ibu dan anak, serta penyuluhan mengenai
keluarga berencana.
2. Variabel Dependen yaitu : jumlah pengguna sarana kesehatan Puskesmas
Tamalate Kota Makassar Periode Mei – Oktober Tahun 2013.
1.5. Definisi Operasional
1. Penyuluhan oleh petugas kesehatan
Defenisi : penyuluhan yang dilaksanankan oleh petugas kesehatan
yang meliputi dokter, perawat, dan bidan.
2. Sarana kesehatan
Defenisi : sarana yang dapat digunakan oleh masyarakat yang berada
dalam wilayah kerja puskesma Tamalate untuk
meningkatkan derajat kesehatan, meliputi ruangan poli,
ruang KIA, dan ruang KB.
3. Penyuluhan mengenai Penyakit Infeksi
Defenisi : penyuluhan yang menjelaskan mengenai pengertian
penyakit, cara penularan, gejala klinis, cara pencegahan dan
pemberantasannya.
Cara ukur : data sekunder Puskesmas Tamalate Makassar
51
Page 52
4. Penyuluhan mengenai kesehatan ibu dan anak
Defenisi : penyuluhan yang menjelaskan mengenai pengertian
kesehatan ibu (khususnya ibu hamil dan menyusui) dan
anak, dan objeknya adalah peserta imunisasi.
Cara ukur : data sekunder Puskesmas Tamalate Makassar
5. Penyuluhan mengenai keluarga berencana
Defenisi : penyuluhan yang menjelaskan mengenai pengertian
keluarga berencana dan kemandirian wanita serta
keluarganya dalam mengatur biologik keluarga termasuk
fungsi reproduksinya, serta pelayanan kontrasepsi yang
aman dan efektif.
Cara ukur : data primer Puskesmas Tamalate Makassar
1.6. Hipotesis
1. Jumlah penyuluhan mengenai penyakit infeksi oleh petugas kesehatan
mempengaruhi jumlah pengguna sarana kesehatan di Puskesmas Tamalate
Kota Makassar.
2. Jumlah penyuluhan mengenai kesehatan ibu dan anak oleh petugas
kesehatan mempengaruhi jumlah pengguna sarana kesehatan di Puskesmas
Tamalate Kota Makassar
3. Jumlah penyuluhan mengenai keluarga berencana oleh petugas kesehatan
mempengaruhi jumlah pengguna sarana kesehatan di Puskesmas Tamalate
Kota Makassar
52
Page 53
BAB IV
METODE PENELITIAN
2.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian analitik dengan
menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Puskesma Tamalate Makassar.
Desain penelitian yang akan digunakan adalah studi cross sectional, yaitu studi
dimana pengukuran terhadap variabel pengaruh dan terpengaruh dilakukan pada
titik dan waktu yang sama. Penelitian analitik ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran secara umum mengenai pengaruh jumlah penyuluhan oleh petugas
kesehatan terhadap jumlah kunjungan pasien di Puskesmas Tamalate kota
Makassar. Sehingga dengan demikian dapat ditentukan langkah-langkah
perbaikan dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
2.2 Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat penelitian
Penelitian akan dilakukan di Puskesmas Tamalate Makassar.
b. Waktu penelitian
Penelitian ini akan di laksanakan pada bulan Desember 2013.
2.3 Populasi dan Sampel
2.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang berada pada
wilayah kerja Puskesmas Tamalate Makassar.
53
Page 54
2.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang mengunjungi
Puskesmas setelah mendapatkan penyuluhan dari petugas kesehatan
terkait.
4.3.3 Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan yaitu total sampling, yaitu teknik
penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai
sampel, yakni masyarakat yang berada dalam wilayah kerja Puskesmas
Tamalate Makassar selama periode Mei-Oktober 2013.
2.4 Jenis Data
1. Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Tamalate kota Makassar yang ada
di wilayah Kecamatan Tamalate Periode Mei-Oktober 2013.
4.5 Manajemen Data
Data yang dikumpulkan kemudian diolah menggunakan program SPSS
versi 19,0 for Windows (SPSS Inc). Tahap-tahap pengelolahan data adalah
sebagai berikut:
a. Editing
Editing bertujuan untuk meneliti kembali jawaban menjadi lengkap.
Editing dilakukan di lapangan sehingga bila terjadi kekurangan atau
ketidaksengajaan kesalahan pengisian dapat segera dilengkapi atau
disempurnakan. Editing dilakukan dengan cara memeriksa kelengkapan
data, memperjelas serta melakukan pengolahan terhadap data yang
dikumpulkan.
54
Page 55
b. Coding
Coding yaitu memberikan kode angka pada atribut variabel agar lebih
mudah dalam analisa data. Coding dilakukan dengan cara
menyederhanakan data yang terkumpul dengan cara memberi kode atau
simbol tertentu.
c. Tabulating
Pada tahapan ini data dihitung, melakukan tabulasi untuk masing-masing
variabel. Dari data mentah dilakukan penyesuaian data yang merupakan
pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan mudah dapat
dijumlah, disusun dan ditata untuk disajikan dan dianalisis.
d.Transfering
Tranfering data yaitu memindahkan data dalam media tertentu pada master
tabel. Data yang telah diolah disajikan dalam bentuk tabel dan dijelaskan
bentuk narasi (uraian)
4.6 Analisis data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi
masing-masing variabel, baik variabel bebas, variabel terikat dan karakteristik
responden.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan dengan uji chi square untuk mengetahui
hubungan yang signifikan antara masing-masing variable bebas dengan variabel
55
Page 56
terikat. Dasar pengambilan hipotesis penelitian berdasarkan pada tingkat
signifikan (nilai p), yaitu:
1. Jika nilai p > 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak.
2. Jika nilai p ≤ 0,05 maka hipotesis penelitian diterima
56
Page 57
BAB V
HASIL PENELITIAN
1.7. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Tamalate merupakan salah satu Puskesmas dalam wilayah kerja
Dinas Kesehatan Kota Makassar. Puskesmas Tamalate Kota Makassar berdiri
sejak tahun 1972 merupakan puskesmas non-perawatan yang berlokasi di
kompleks BTN Tabaria Jalan Daeng Tata I Blok GV No.8 Kelurahan Parang
Tambung.
Wilayah kerja Puskesmas Tamalate terdiri atas 4 (empat) Kelurahan, 43
ORW dan 302 ORT dengan luas wilayah 7,97 Km2, dengan batas wilayah sebagai
berikut :
57
Gambar 5.1 Puskesmas Tamalate
Page 58
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Mariso
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa
c. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Mangasa Kecamatan
Tamalate
d. Sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar
Adapun jumlah penduduk dalam wilayah kerja puskesmas tamalate
pada tahun 2013 adalah 79.904 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak
58.4139 rumah tangga.
1.8. Hasil Analisis Univariat
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah peranan jumlah penyuluhan
oleh petuas kesehatan dan jumlah pengguna sarana kesehatan di Puskesmas
Tamalate Makassar. Data diambil dengan melakukan pengambilan data dari
Pukesmas Tamalate Makassar.
Tabel 5.1 Jumlah Penyuluhan dan Jumlah Pengguna Sarana Kesehatan Infeksi
Waktu Kunjungan
Penyuluhan Kesehatan
Pengguna Sarana KesehatanISPA Dermatitis Gastritis
Mei 5 723 288 239Juni 7 778 272 200Juli 8 807 191 196
Agustus 4 593 182 154September 4 607 135 141Oktober 9 897 128 109
Total 37 4405 1196 1039Sumber: data sekunder, 2013
Tabel diatas menunjukkan bahwa pada bulan Mei dengan jumlah
penyuluhan sebanyak 5 kali, jumlah pengguna sarana kesehatan dalam hal ini
penderita ISPA sebanyak 723 orang, dermatitis 288 orang, dan gastritis 239 orang.
58
Page 59
Pada bulan Juni dengan jumlah penyuluhan sebanyak 7 kali, jumlah penderita
ISPA sebanyak 778 orang, dermatitis 272 orang, dan gastritis 200 orang. Pada
bulan Juli dengan jumlah penyuluhan sebanyak 8 kali, jumlah penderita ISPA
sebanyak 807 orang, dermatitis 191 orang, dan gastritis 196 orang. Pada bulan
Agustus dengan jumlah penyuluhan sebanyak 4 kali, jumlah penderita ISPA
sebanyak 593 orang, dermatitis 182 orang, dan gastritis 154 orang. Pada bulan
September dengan jumlah penyuluhan sebanyak 4 kali, jumlah penderita ISPA
sebanyak 607 orang, dermatitis 135 orang, dan gastritis 141 orang. Pada oktober
dengan jumlah penyuluhan sebanyak 9 kali, jumlah penderita ISPA sebanyak 897
orang, dermatitis 128 orang, dan gastritis 109 orang.
Tabel 5.2 Jumlah Penyuluhan dan Jumlah KB (Kontrasepsi)
Bulan Penyuluhan Kesehatan KB
Mei 8 96Juni 10 129Juli 9 98
Agustus 12 144September 11 132Oktober 10 104
Total 60 703Sumber: data sekunder, 2013
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa pada bulan Mei dengan jumlah
penyuluhan 8 kali, jumlah peserta KB sebanyak 96 orang, bulan Juni dengan
jumlah penyuluhan 10 kali, jumlah peserta KB sebanyak 129 orang, bulan Juli
dengan jumlah penyuluhan 9 kali, jumlah peserta KB sebanyak 98 orang, bulan
Agustus dengan jumlah penyuluhan 12 kali, jumlah peserta KB sebanyak 144
orang, bulan September dengan jumlah penyuluhan 11 kali, jumlah peserta KB
59
Page 60
sebanyak 132 orang, bulan Oktober dengan jumlah penyuluhan 10 kali, jumlah
peserta KB sebanyak 104 orang.
Tabel 5.3 Jumlah Penyuluhan dan Jumlah Imunisasi
Waktu Kunjungan
Jumlah Penyuluhan Kesehatan
Jenis Imunisasi
BCG DPT 1 DPT 2 DPT 3 Campak
Mei 8 289 157 158 147 90Juni 10 271 160 163 171 101Juli 9 288 163 155 149 98
Agustus 12 287 175 177 180 105September 11 319 164 160 163 97Oktober 10 294 155 161 159 103
Sumber: data sekunder, 2013
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa bulan Mei dengan jumlah
penyuluhan 8 kali, jumlah peserta imunisasi sebanyak 841 orang (BCG 289 orang,
DPT 1 157 orang, DPT 2 158 orang, DPT 3 147 orang, Campak 90 orang), bulan
juni dengan jumlah penyuluhan 10 kali, jumlah peserta imunisasi sebanyak 866
orang (BCG 271 orang, DPT 1 160 orang, DPT 2 163 orang, DPT 3 171 orang,
Campak 101 orang), bulan juli dengan jumlah penyuluhan 9 kali, jumlah peserta
imunisasi sebanyak 853 orang (BCG 288 orang, DPT 1 163 orang, DPT 2 155
orang, DPT 3 149 orang, Campak 98 orang), bulan agustus dengan jumlah
penyuluhan 12 kali, jumlah peserta imunisasi sebanyak 924 orang (BCG 287
orang, DPT 1 175 orang, DPT 2 177 orang, DPT 3 180 orang, Campak 105
orang), bulan september dengan jumlah penyuluhan 11 kali, jumlah peserta
imunisasi sebanyak 903 orang (BCG 319 orang, DPT 1 164 orang, DPT 2 160
orang, DPT 3 163 orang, Campak 97 orang), bulan oktober dengan jumlah
penyuluhan 10 kali, jumlah peserta imunisasi sebanyak 872 orang (BCG 294
orang, DPT 1 155 orang, DPT 2 161 orang, DPT 3 159 orang, Campak 103 orang)
60
Page 61
1.9. Hasil Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variable
independen dengan variable dependen. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
ada atau tidak hubungan antara jumlah penyuluhan oleh petugas kesehatan dengan
jumlah pengguna sarana kesehatan di Puskesmas Tamalate Kota Makassar.
Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan uji Chi Square dan pengujian data
menggunakan program SPSS 18.0.
Tabel 5.4 Analisis Hubungan Antara Variabel Penyuluhan Mengenai Penyakit Infeksi Dengan Jumlah Pengguna Sarana Kesehatan
BulanPenyuluha
n Kesehatan
Pengguna Sarana KesehatanTotal % p value
ISPA % Dermatitis % Gastritis %
Mei 5 723 16.4 288 24.1 239 23.0 1250 18.8
0.324
Juni 7 778 17.7 272 22.7 200 19.2 1250 18.8Juli 8 807 18.3 191 16.0 196 18.9 1194 18.0
Agustus 4 593 13.5 182 15.2 154 14.8 929 14.0September 4 607 13.8 135 11.3 141 13.6 883 13.3Oktober 9 897 20.4 128 10.7 109 10.5 1134 17.1
Total 37 4405 100 1196 100 1039 100 6640 100Sumber: Data Sekunder, 2013
Dari tabel 5.4 diatas dicari hubungan antara jumlah penyuluhan kesehatan
dengan jumlah pengguna sarana kesehatan khususnya penyakit infeksi dalam hal
ini penderita infeksi saluran pernapasan akut, dermatitis, dan gastritis. Diketahui
bahwa dari uji chi square diperoleh nilai p = 0,324, hal ini berarti hubungan
antara jumlah penyuluhan oleh petugas kesehatan mengenai penyakit infeksi
dengan jumlah pengguna sarana kesehatan tidak signifikan.
61
Page 62
Tabel 5.5 Analisis Hubungan Antara Variabel Penyuluhan Mengenai Kesehatan Ibu dan Anak dengan Jumlah Pengguna Sarana Kesehatan
BulanPenyuluhan Kesehatan
Imunisasi % p value
Mei 8 841 16.0
0.242
Juni 10 866 16.5Juli 9 853 16.2
Agustus 12 924 17.6September 11 903 17.2Oktober 10 872 16.6
Total 60 5259 100 Sumber: Data Sekunder, 2013
Pada penelitian ini juga mencari hubungan jumlah penyuluhan oleh
petugas kesehatan mengenai kesehatan ibu dan anak dengan jumlah pengguna
sarana kesehatan yaitu dengan jumlah peserta imunisasi yang menjadi tolak
ukurnya seperti pada tabel 5.6 di atas. Dari hasil uji chi square diperoleh nilai p =
0,242, hal ini berarti bahwa hubungan antara jumlah penyuluhan mengenai
kesehatan ibu dan anak oleh petugas kesehatan dengan jumlah pengguna sarana
kesehatan dalam hal ini peserta imunisasi tidak signifikan.
Tabel 5.6 Analisis Hubungan Antara Variabel Penyuluhan Mengenai Keluarga Berencana dengan Jumlah Pengguna Sarana Kesehatan
62
Page 63
BulanPenyuluhan Kesehatan
KB % p value
Mei 8 96 13.7
0.242
Juni 10 129 18.3Juli 9 98 13.9
Agustus 12 144 20.5September 11 132 18.8Oktober 10 104 14.8
Total 60 703 100Sumber: Data Sekunder, 2013
Selain itu jumlah penyuluhan oleh petugas kesehatan mengenai keluarga
berencana juga dihubungkan dengan jumlah pengguna sarana kesehatan yaitu
peserta keluarga berencana seperti pada tabel 5.5 di atas. Dari hasil uji chi square
diperoleh nilai p = 0,242, hal ini berarti bahwa hubungan antara jumlah
penyuluhan mengenai keluarga berencana oleh petugas kesehatan dengan jumlah
pengguna sarana kesehatan dalam hal ini peserta keluarga berencana tidak
signifikan.
BAB VI
PEMBAHASAN
63
Page 64
1.10. Karakteristik Data
Data dari penelitian ini diambil dari data sekunder Puskesmas Tamalate
Makassar yaitu data jumlah penyuluhan oleh petugas kesehatan mengenai
penyakit infeksi, keluarga berencana dan kesehatan ibu dan anak, khususnya
peserta imunisasi tanpa memandang cara atau metode penyuluhan dan tingkat
pengetahuan serta tingkat pendidikan pengguna sarana kesehatan.
1.11. Hubungan Jumlah Penyuluhan oleh Petugas Kesehatan Mengenai Penyakit
Infeksi dengan Jumlah Pengguna Sarana Kesehatan
Didapatkan hubungan antara jumlah penyuluhan kesehatan dengan jumlah
pengguna sarana kesehatan khususnya penyakit infeksi dalam hal ini penderita
infeksi saluran pernapasan akut, dermatitis, dan gastritis tidak signifikan. Hal ini
disimpulkan karena dari uji chi square diperoleh nilai p = 0,324, hal ini berarti
hubungan antara jumlah penyuluhan oleh petugas kesehatan mengenai penyakit
infeksi dengan jumlah pengguna sarana kesehatan tidak signifikan.
Jumlah penyuluhan tidak memengaruhi jumlah pengguna sarana kesehatan
khususnya penderita infeksi, hal ini dapat diartikan menjadi dua hal, yang pertama
bahwa masyarakat telah mengetahui bahwa penyakit infeksi merupakan penyakit
yang dapat disembuhkan oleh petugas kesehatan, sehingga bila mereka merasa
sakit atau menderita suatu penyakit mereka akan datang ke puskesmas untuk
memperoleh pengobatan dan yang kedua bahwa karena penyakit infeksi dapat
disebabkan oleh beberapa faktor pencetus, sehingga jumlah penyuluhan tidak
memengaruhi jumlah penderitanya.
64
Page 65
Penyakit infeksi dalam termasuk dalam penelitian ini adalah infeksi
saluran pernapasan akut, dermatitis, dan gastritis. Penderita dermatitis pada
umumnya adalah penderita dermatitis atopi untuk pasien anak dan dermatitis
kontak alergi untuk pasien dewasa. Sedangkan pada penderita gastritis, kasus
terbanyak adalah gastritis kronik, namun tidak dijumpai komplikasi dari gastritis.
Pada saat pengambilan data juga ditemukan penyakit infeksi lainnya yaitu
diare, namun jumlah penderitanya rendah yang berarti tingkat pengetahuan
masyarakat yang berada dalam wilayah kerja Puskesmas Tamalate mengenai
perilaku hidup bersih yang mencakup sanitasi dan higien sudah cukup tinggi,
sehingga penyakit diare tidak termasuk dalam penyakit infeksi terbesar di
Puskesmas Tamalate.
1.12. Hubungan Jumlah Penyuluhan oleh Petugas Kesehatan Mengenai
Kesehatan Ibu dan Anak dengan Jumlah Pengguna Sarana Kesehatan
Hubungan jumlah penyuluhan oleh petugas kesehatan mengenai kesehatan
ibu dan anak dengan jumlah pengguna sarana kesehatan yaitu dengan jumlah
peserta imunisasi yang menjadi tolak ukurnya memperoleh hasil uji chi square
dengan nilai p = 0,242, hal ini berarti bahwa hubungan antara jumlah penyuluhan
mengenai kesehatan ibu dan anak oleh petugas kesehatan dengan jumlah
pengguna sarana kesehatan dalam hal ini peserta imunisasi tidak signifikan.
Imunisasi merupakan suatu kegiatan pencegahan suatu masalah atau
penyakit dengan memberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit tersebut, hal ini
membutuhkan peran aktif dari masyarakat untuk mau berpartisipasi dan mengikuti
program imunisasi ini. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa jumlah peserta
65
Page 66
imunisasi tidak dipengaruhi oleh jumlah penyuluhan yang dilakukan oleh petugas
kesehatan, hal ini berarti tingkat pengetahuan masyarakat mengenai imunisasi
baik dan telah menyadari pentingnya imunisasi pada anak, sehingga mereka
mengikuti rangkaian imunisasi yang di programkan oleh Puskesmas tanpa harus
disuluh terlebih dahulu.
1.13. Hubungan Jumlah Penyuluhan oleh Petugas Kesehatan Mengenai
Keluarga Berencana dengan Jumlah Pengguna Sarana Kesehatan
Jumlah penyuluhan oleh petugas kesehatan mengenai keluarga berencana
yang dihubungkan dengan jumlah pengguna sarana kesehatan yaitu peserta
keluarga berencana seperti memperoleh nilai p = 0,242, hal ini berarti bahwa
hubungan antara jumlah penyuluhan mengenai keluarga berencana oleh petugas
kesehatan dengan jumlah pengguna sarana kesehatan dalam hal ini peserta
keluarga berencana tidak signifikan.
Pengendalian ledakan penduduk dapat dilihat dari tingginya angka
kelahiran, dan untuk mencegah hal tersebut dibentuk program keluarga berencana
untuk mengatur jumlah dan jarak kelahiran anak agar tidak terjadi ledakan
penduduk. Masyarakat yang memiliki pengertian bahwa jumlah anak dapat
memengaruhi besarnya biaya hidup sehari-hari, biaya pendidikan, dan biaya
kesehatan akan dapat melakukan perencanaan tentang berapa jumlah anak dan
jarak antara anak mereka dan hal ini erat kaitannya dengan penggunaan alat
kontrasepsi yang dapat diperoleh dari puskesmas, oleh sebab itu meskipun tanpa
penyuluhan masyarakat akan tetap menjalankan program keluarga berencana
tersebut, namun tidak semua masyarakat memiliki tingkat pengetahuan yang sama
66
Page 67
terhadap program keluarga berencana ini dan menjadi telah menjadi kewajiban
para petuas kesehatan untuk memberikan informasi mengenai hal ini bagi
masyarakat.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
67
Page 68
1.14. Kesimpulan
1. Jumlah penyuluhan oleh petugas kesehatan mengenai penyakit infeksi
tidak memengaruhi jumlah pengguna sarana kesehatan.
2. Jumlah penyuluhan oleh petugas kesehatan mengenai penyakit kesehatan
ibu dan anak tidak memengaruhi jumlah pengguna sarana kesehatan.
3. Jumlah penyuluhan oleh petugas kesehatan mengenai keluarga berencana
tidak memengaruhi jumlah pengguna sarana kesehatan.
1.15. Saran
Meskipun hasil penelitian ini tidak ada pengaruh jumlah penyuluhan oleh
petugas kesehatan terhadap jumlah pengguna sarana kesehatan di Puskesmas
Tamalate Makassar, tetap diperlukan tindakan preventif untuk mencegah
terjadinya penyakit infeksi dan meningkatkan peserta imunisasi dan keluarga
berencana. Berdasarkan hasil penelitian, dan data yang di dapatkan, peneliti
menyarankan :
1. Bagi Dinas kesehatan dan Puskesmas Panakukang
Berdasarkan data yang didapatkan tidak tertutup kemungkinan masih ada
masyarakat yang tidak mengerti apa dan bagaimana penyakit infeksi itu
terjadi, masih banyak yang tidak mengetahui atau belum memahami secara
mendalam tentang program imunisasi dan keluarga berencana, sehingga
kegiatan promosi kesehatan seperti penyuluhan kepada masyarakat luas
khususnya pada pelayanan primer seperti puskesmas harus tetap
ditingkatkan tanpa mengabaikan kegiatan preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.
68
Page 69
2. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat diharapkan untuk menjaga kebersihan lingkungan,
berperilaku hidup sehat, dan berperan aktif dalam menjaga kesehatan dan
kebersihan diri sendiri dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
69
Page 70
1. Simanjuntak ER. Universitas Sumatra Utara. Pendahuluan. Available in :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21935/4/Chapter
%20II.pdf
2. Effendy M. Penyuluhan Kesehatan terkait Depkes 2002. Available in :
http://muchlisheffendy.wordpress.com/2010/12/14/hello-world/
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
857/Menkes/SKI/IX/2009 Tentang Pedoman Penilaian Kinerja Sumber
Daya Manusia Kesehatan di Puskesmas. Available in :
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.
%20857%20ttg%20Penilaian%20Kinerja%20SDM%20Kesehatan.pdf
4. Elva M. Universitas Sumatra Utara. Defenisi Puskesmas. Available in :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31773/4/Chapter
%20II.pdf
5. Yulian MP. Puskesmas. Available in :
http://repository.maranatha.edu/3600/3/0010155_Chapter1.pdf
6. Nugroho MK. Analisis Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan
Kinerja Perawat Pegawai Daerah di Puskesmas Kabupaten Kudus.
Available in : http://eprints.undip.ac.id/4403/1/29_m.kris_nugroho.pdf
7. Citerawati YW. Penyuluhan dan Konsultasi. Available in :
http://adingpintar.files.wordpress.com/2012/03/penyuluhan-dan-
konsultasi.pdf
8. Petunjuk Teknik Pengetahuan tentang Penyuluhan. Available in :
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/102/jtptunimus-gdl-kholilatul-5079-
3-bab2.pdf
9. Bantuan Operasional Kesehatan 2013. Available in :
http://www.depkes.go.id/downloads/JUKNIS-BOK-20131.pdf
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
128/Menkes/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan
Masyarakat. Available in :
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.
70
Page 71
%20128%20ttg%20Kebijakan%20Dasar%20Pusat%20Kesehatan
%20Masyarakat.pdf
11. MuIi CZ. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25018/4/Chapter
%20II.pdf
12. Sari RE. Kunjungan Pasien Puskesmas. Available in :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22498/4/Chapter
%20II.pdf
13. Riskesdas 2010. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2010.
14. Persada IB. Konsep, Prinsip dan Lingkup Promosi Kesehatan. Available in
: http:// elearning.baktiinangpersada.ac.id/download.php?.pdf
15. Ghazali Lutfi, H.P M.Kes dr.Perilaku dan Promosi Kesehatan. Available
in : http://medicine.uii.ac.id/upload/klinik/elearning/ikm/perilaku-dan-
promosi-kesehatan-fkuii-lg.pdf
16. Ranuh, IG. G, Pendekatan Risiko Tinggi Dalam Pengelolaan Pelayanan
Kesehatan Anak. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. FK-
UNAIR 1980.
17. Santosa, G. Masalah Batuk pada Anak. Continuing Education Anak. FK-
UNAIR. 1980.
18. Gawat Darurat Dibidang Pulmonologi. Simposium Gawat Darurat Pada
Anak. Surabaya. 1987.
19. Pedoman Penanggulangan ISPA WHO 2007. Available in :
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/69707/14/WHO_CDS_EPR_2007
.6_ind.pdf
20. DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
21. Bimbingan Ketrampilan Dalam Penatalaksanaan Infeksi Saluran
Pernapasan Akut Pada Anak. Jakarata, :10 ,1991.
22. Lokakarya Dan Rakernas Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut. 1992.
23. Sularsito AS dan Djuanda S. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi 5. Jakarta 2007. Universitas Indonesia. hal.129-30
71
Page 72
24. Indiarti R. Imunisasi. Available in :
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/102/jtptunimus-gdl-trirahmawa-
5094-3-bab2.pdf
25. Gastriitis. Available in :
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/132/jtptunimus-gdl-milakusuma-
6598-3-babii.pdf
26. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 Tentang
Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga. Available in :
http://www.hsph.harvard.edu/population/policies/indonesia.population09.p
df
27. Artikel Keluarga Berancana. Available in :
http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/keluarga-berencana-kb.pdf
TENTANG PENELITI
72
Page 73
Nama : Reski Amaliyah, S.Ked
Tempat/Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 23 Juni 1989
Alamat : Jl. Tamalate 8 No.50
Nama Orang Tua : H. Abd. Mahful
Hj. Faisyah Wahab, S.Pd
Nama Adik : Muhammad Syaifuddin
Riwayat Hidup :
1. TK Dharma Wanita Bone-Bone, Luwu Utara ( 1993 – 1995)
2. SDN 178 Bone-Bone, Luwu Utara (1995 – 2001)
3. SMPN 1 Bone-Bone, Luwu utara (2001 – 2004)
4. SMAN 5 Makassar (2004 – 2007)
5. Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia (2007 – Sekarang)
73