BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangUndang-undang Dasar 1945 telah
mengalami empat tahap perubahan yang dilaksanakan dalam satu
rangkaian yakni pada tahun 1999, 2000,2001, dan 2002. Dimana dari
adanya perubahan-perubahan Undang-undang Dasar 1945 tersebut
menimbulkan Implikasi pokok pikiran yang terkandung didalamnya.
Salah satu perubahan itu yakni kelembagaan dan mekanisme hubungan
antar lembaga-lembaga Negara.Mahkamah Konstitusi dibentuk pada
tanggal 17 Agustus 2003, Mahkamah Konstitusi dibentuk sebagai salah
satu lembaga Negara konstitusional yang tercantum pada Pasal 24
ayat 2 Undang-undang Dasar 1945. Mahkamah Konstitusi memiliki
wewenang yang telah dicantumkan dalam Pasal 24C ayat 1
Undang_undang Dasar 1945 yakni : Mahkamah Konstitusi berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus
pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum.[footnoteRef:2] [2: Pasal 24C ayat 1 Undang-undang
Dasar 1945]
Salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa
kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-undang Dasar tersebut tentunya akan membatasi siapa pihak
yang dapat menjadi pemohon dan termohon didepan persidangan
Mahkamah Konstitusi. Kewenangan lembaga negara yang dapat menjadi
objek sengketa hanyalah menyangkut kewenangan yang diberikan oleh
UUD 1945 kepada lembaga negara tertentu. Dengan demikian lembaga
negara yang memenuhi kriteria sebagai organ ataupun lembaga negara
yang menjalankan fungsi penyelenggaraan negara dan pemerintahan
yang bersengketa dengan lembaga negara yang lain.[footnoteRef:3]
[3:
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/pdfMakalah/makalah_makalah_17_oktober_2009.pdf,
diakses pada tanggal 11 september 2012 pukul 14.26 WIB]
1.1.1 Latar Belakang pemilihan Judul
UUD 1945 setelah perubahan, dapat dinventarisasi 28 lembaga
negara yang disebut secara eksplisit maupun secara tidak langsung
disebut tetapi kemudian diperintahkan akan diatur dalam
undang-undang. Lembaga negara yang memiliki legal standing untuk
dapat menjadi pemohon sengketa kewenangan lembaga negara didepan
Mahkamah Konstitusi. [footnoteRef:4] [4:
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=kewenangan+mahkamah+konstitusi+dalam+memutus+sengketa+antar+lembaga+negara,
diakses pada tanggal 11 september 2012 pukul 15.00 WIB]
Dengan demikian lembaga negara yang tidak memiliki legal
standing yang kemudian tidak dapat menjadi pemohon dalam hal
sengketa kewenangan antar lembaga negara. Fungsi Mahkamah
Konstitusi sebagai lembaga peradilan konstitusi yang salah satunya
memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara seakan-akan
menjadi dipersempit dengan adanya kriteria untuk lembaga negara
yang akan mengajukan permohonannya dalam hal sengketa kewenangan
antar lembaga negara.1.1.2 Latar belakang pemilihan TempatAdapun
yang menjadi latar belakang pemilihan Mahkamah Konstitusi sebagai
tempat magang kali ini. Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga
peradilan yang memiliki kewenangan memutus sengketa kewenangan
antar lembaga Negara. Sehingga perlu adanya sebuah kajian yang akan
mendapatkan sebuah hasil atau rekomendasi dari hal tersebut adalah
proses beracara terhadap sengketa kewenangan antar lembaga
negara.1.1.3 Relevansi antara pemilihan Judul dan TempatAdanya
lembaga peradilan konstitusi yakni Mahkamah Konstitusi tersebut
yang telah diamatkan oleh Undang-undang Dasar yang salah satumya
memutus sengketa kewenangan antar lembaga Negara, namun diberikan
kriteria lembaga Negara yang dapat mengajukan permohonan sengketa
lembaga Negara. Tentunya dari inilah adanya ketidakadilan bagi
lembaga Negara yang bersengketa tetapi tidak dapat mengajukan
permohonan kepada lembaga peradilan yang berwenang mengadili
sengketa lembaga Negara tersebut.Adanya kesimpangsiuran dalam hal
inilah peneliti mencoba merumuskan permasalahan yang ada untuk
dijadikan penelitian sebagai bahan magang dengan judul: PROSES
PENYELESAIAN SENGKETA KEWENANGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA DI MAHKAMAH
KONSTITUSI.
1.2 Tujuan dan manfaat0. TujuanAdapun tujuan dari pelaksanaan
magang tersebut adalah:1. Mengimplementasikan ilmu-ilmu teoritis
yang telah didapatkan dalam perkuliahan kepada masyarakat.2. Untuk
menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman mahasiswa di bidang
hukum.3. Mendapatkan informasi tentang penyelesaian sengketa
kewenangan antar lembaga Negara di Mahkamah Konstitusi.4.
Mengetahui proses beracara dalam hal penyelesaian sengketa
kewenangan antar lembaga Negara di Mahkamah konstitusi.0. ManfaatDi
samping itu, penelitian ini di harapkan memberikan nilai manfaat,
baik dari segi teoritis, normatif, maupun praktis1. Dari tataran
teoritis, diharapkan penelitian ini mampu memberikan transfer
gagasan melalui argumentasi hukum sehingga mampu memecahkan secara
rasional.2. Dari tataran Normatif, diharapkan mampu menjelaskan
tentang kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus Sengketa
Kewenangan Antar lembaga Negara.3. Dari tataran Praktis, penelitian
diharapkan dapat menjelaskan implementasi hukum dalam penanganan
Sengketa Kewenangan Antar lembaga Negara.1.3 Waktu dan Tempat
Pelaksanaan MagangAdapun waktu dan tempat magang yakni:1.
Pelaksanaan magang mandiri ini akan dilaksanakan pada tanggal 05
November 2012-05 Desember 2012.2. Adapun instansi magang mandiri
ini adalah Mahkamah Konstitusi , jl Medan Merdeka Barat No. 6
Jakarta Pusat.
1.4 Capaian Kegiatan
Adapun capaian kegiatan yang dapat diperoleh selama melakukan
proses magang di Mahkamah Konstitusi yakni:1. Target yang
diharapkan selama melakukan proses magang di Mahkamah Konstitusi
dapat terealisasi dengan baik, dimana target yang pertama adalah
mampu mengetahui secara langsung proses pendaftaran Sengketa
Kewenangan Antar Lembaga Negara di Mahkamah Konstitusi. Target yang
pertama ini dapat tercapai karena mendapatkan informasi langsung
proses pendaftaran Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara dari
bidang Pendaftaran Permohonan Perkara di Mahkamah Konstitusi.2.
Target yang kedua yakni mampu menjelaskan proses penyelesaian
Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara di Mahkamah Konstitusi dan
Pemagang telah mendapatkan ataupun dapat menjelaskan proses
penyelesaian Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara di Mahkamah
Konstitusi, karena telah mendapatkan informasi yang jelas dari
panitera dan salah satu hakim Mahkamah Konstitusi serta dari Kepala
Pusat Pendidikan di Mahkamah Konstitusi dengan melakukan wawancara
secara pribadi kepada yang bersangkutan.
BAB IIHASIL KEGIATAN MAGANG2.1 Uraian Kegiatan 2.1.1 Program
Kegiatan Magang HarianNOHARI & TANGGALKEGIATANURAIAN SINGKAT
MATERI KEGIATAN
1Senin, 05 Nofember 2012Berkenalan dengan Pembimbing lapangan
serta dengan pegawai Mahkamah Konstitusi di bagian Administrasi
Kepaniteraan.
2Selasa, 06 Nofember 2012a. Shearing dengan pembimbing
lapanganb. Shearing dengan pegawai di bagian Administrasi
Kepaniteraan.
3Rabu, 07 Nofember 2012Mempelajari berkas berkas permohonan yang
masuk kebagian Administrasi Kepaniteraan yang akan
diregistrasi.
4Kamis, 08 Nofember 2012Mengerjakan Resume permohonan yang telah
diregistrsi, untuk diajukan ke Para hakim Mahkamah Konstitusi.
5Jumat, 09 Nofember 2012Pagi hari melakukan olahraga, kemudian
melanjutkan meresume berkas permohonan perkara.
6Senin, 12 Nofember 2012Mengerjakan pendataan Klasifikasi
Putusan Mahkamah Kostitusi yang berkenaan dengan Pengujian
Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945.
7Selasa, 13 Nofember 2012Masih Mengerjakan pendataan Klasifikasi
Putusan Mahkamah Kostitusi yang berkenaan dengan Pengujian
Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945.
8Rabu, 14 Nofember 2012Masih Mengerjakan pendataan Klasifikasi
Putusan Mahkamah Kostitusi yang berkenaan dengan Pengujian
Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945.(belum selesai)
9Kamis, 15 Nofember 2012Cuti bersama (tidak ada kegiatan)
10Jumat, 16 Nofember 2012Cuti bersama (tidak ada kegiatan)
11Senin, 19 Nofember 2012Shearing dengan pegawai yang ada di
bagian Risalah Sidang..( karena penempatan kegiatan magang di ganti
ke bagian risalah)
12Selasa, 20 Nofember 2012Membuat Risalah Sidang di bagian
Risalah.( karena penempatan kegiatan magang di ganti ke bagian
risalah)
13Rabu, 21 Nofember 2012a. Tetap membuat Risalah Sidang di
bagian Risalahb. Mengikuti ekspedisi berkas ke semua hakim Mahkamah
Konstitusi.
14Kamis, 22 Nofember 2012Melakukan wawancara dengan salah satu
hakim Mahkamah Konstitusi yakni Prof. Dr. Maria Farida Indrati,
SH., MH,
15Jumat, 23 Nofember 2012Melakukan wawancara dengan salah satu
hakim Mahkamah Konstitusi yakni Dr. H.M. Akil Mochtar, S.H.,
M.H.,
16Senin, 26 Nofember 2012Meminta data tentang proses penerimaan
permohonan perkara di Mahkamah Konstitusi.
17Selasa, 27 Nofember 2012Melakukan wawancara dengan Kepala
Pusat Pendidikan yakni Prof. Dr.M.Guntur Hamzah, S.H., M.H..
18Rabu, 28 Nofember 2012Mengolah data yang sebagian telah
diperoleh di Perpustakaan Mahkamah Konstitusi.
19Kamis, 29 Nofember 2012
20Jumat, 30 Nofember 2012
21Senin, 03 Desember 2012
22Selasa, 04 Desember 2012
23Rabu, 05 Desember 2012
2.1.2 Program Kegiatan Magang MingguanBerikut ini Uraian
Kegiatan Magang Mingguan yang dilakukan selama di Polres Sampang
yaitu :NoKegiatanMinggu 1Minggu 2Minggu 3Minggu 4
1Pengarahan dari Pembimbing Lapangan
2Melakukan identifikasi masalah melalui diskusi dengan
Pembimbing Lapangan, Panitera, serta Hakim Mahkamah Konstitusi.
3Mengumpulkan Data, melengkapi dan menyempurnakan data, menyusun
dan menganalisis data yang di peroleh
4Menyusun laporan magang
2.1.3 Kegiatan Yang Terlaksana dan Tidak TerlaksanaSetelah
selasai magang di Mahkamah Konstitusi tentunya ada beberapa hal
yang belum terlaksana secara menyeluruh dan ada pula yang
terlaksana dengan baik. Berikut kegiatan Yang Terlaksana Dan Yang
Tidak Terlaksana selama magang di Mahkamah Konstitusi Yaitu
:Kegiatan Yang Terlaksana dan Tidak Terlasana Selama
MagangNOKEGIATAN YANG TERLAKSANAKEGIATAN YANG TAK TERLAKSANA
1Berwawancara dengan pembimbing lapangan terkait dengan apa saja
kegiatan yang akan dilakukan selama menjalani magang.-
2Berwawancara dengan para panitera dan Hakim Mahkamah Konstitusi
terkait dengan proses penyelesaian Sengketa Kewenangan Antar
Lembaga Negara.Tidak mendapatkan waktu yang cukup lama untuk
mengulas lebih jauh tentang proses penyelesaian Sengketa Kewenangan
Antar Lembaga Negara karena kesibukan dari panitera dan Hakim
Mahkamah Konstitusi.
3-Belum bertemu dengan Sekertaris Jenderal yakni Janedjri M.
Gaffar
2.2 Hasil Pengamatan2.2.1 Visi dan Misi Mahkamah KonstitusiGuna
menjawab berbagai tantangan dengan memperhatikan lingkungan,
karakter strategis dan analisi SWOT, Mahkamah Konstitusi menetapkan
dan menjalankan Visi, Misi sebagai suatu kelembagan yang
menjalankan kekuasaan kehakiman. Mahkamah Konstitusi mempunyai Visi
dan misi sebagai berikut:Visi Mahkamah Konstitusi adalah:tegaknya
konstitusi dalam rangka mewujudkan cita negara hukum dan demokrasi
demi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat.Misi
Mahkamah Konstitusi adalah:a. Mewujudkan Mahkamah Konstitusi
sebagai salah satu kekuasaan kehakiman yang terpercaya.b. Membangun
konstitusionalitas Indonesia dan budaya sadar berkonstitusi2.2.2
Teori dan Dasar Hukum Proses Penyelesaian Sengketa Kewenangan Antar
Lembaga Negara.2.2.2.1 Lembaga NegaraLembaga Negara menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KKBI) (1997:979-58), kata lembaga antara
lain diartikan sebagai 1) asal mula (yang akan menjadi sesuatu);
bakal (binatang, manusia, tumbuhan); (2) bentuk (rupa, wujud) yang
asli; (3) acuan; ikatan (tentang mata cincin dsb); (4) badan
(oganisasi) yang tujuannya melakukan penyelidikan keilmuan atau
melakukan suatu usaha; dan (5) pola perilaku manusia yang mapan,
terdiri atas interaksi sosial berstruktur di suatu kerangka nilai
yang relevan.[footnoteRef:5] [5: Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Edisi III, http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/, diakses tanggal 10
Oktober 2012 pukul 19.00 WIB]
Pasal 1 ayat (5) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PMK/2006
tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional
Lembaga Negara yakni Lembaga Negara adalah lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.[footnoteRef:6] Lembaga
Negara terkadang disebut dengan istilah Lembaga Pemerintahan,
Lembaga pemerintahan Non Departemen, atau Lembaga Negara
saja.[footnoteRef:7] Ada yang dibentuk berdasarkan atau karena
diberi kekuasaan oleh UUD 1945, ada pula yang dibentuk dan
mendapatkan kekuasaannya dari pula yang dibentuk dan mendapatkan
kekuasaanya dari Undang-Undang, dan bahkan ada pula yang hanya
dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden.[footnoteRef:8] [6: Pasal 1
ayat 5 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PMK/2006 tentang
Pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga
Negara.] [7: Jimly Asshidiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Negara Pasca Reformasi. (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006), hlm. 31] [8: Ibid. hml. 42
]
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang kemudian dijabarkan dalam Pasal
10 ayat (1) huruf b UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi, lembaga
negara dapat dibedakan:[footnoteRef:9] [9: Tesis Lutfi Widagdo]
a. Lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945,
danb. Lembaga negara yang kewenangannya tidak diberikan oleh UUD
1945, tetapi diberikan oleh undang-undang atau peraturan
perundang-undangan lainnya.Sederhananya dapat dibedakan menjadi dua
kategori Lembaga Negara yakni Lembaga Negara yang disebut dalam
Undang-Undang Dasar 1945 dan Lembaga Negara Yang tidak disebut
dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Lembaga Negara Yang Disebut Dalam Undang-Undang Dasar
1945Undang-Undang Dasar 1945 menyebut lembaga secara imsplisit
namanya, dan ada pula yang disebutkan eksplisit hanya fungsinya.
Ada pula lembaga yang disebut bahwa baik namanya maupun fungsi atau
kewenangannya akan diatur dengan peraturan yang lebih rendah.
Undang-Undang Dasar 1945 sendiri tidak merinci secara tegas lembaga
negara mana saja yang termasuk lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD 1945. Menurut Pasal 2 ayat (1) Peraturan
Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam
Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara
yakni:[footnoteRef:10] [10: Pasal 2 ayat 1 Peraturan Mahkamah
Konstitusi Nomor 8/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa
Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara.]
Lembaga negara yang dapat menjadi pemohon atau termohon dalam
perkara sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara adalah:
a. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR); b. Dewan Perwakilan Daerah (DPD);
c. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR); d. Presiden; e. Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK); f. Pemerintahan Daerah (Pemda); atau g.
Lembaga negara lain yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
Kemudian Pasal 2 ayat (1) huruf g Peraturan Mahkamah Konstitusi
Nomor 8/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan
Konstitusional Lembaga Negara tidak menjelaskan secara terperinci
Lembaga Negara mana yang kewenangnya diberikan oleh Undang Undang
Dasar.Lembaga negara yang disebut nama dan kewenangannya dalam
Undang Undang Dasar 1945 yakni:[footnoteRef:11] [11: Abdul Muktie
Fadjar,Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi. (Jakarta:
Konstitusi Press, 2006), hlm.184]
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);2. Presiden;3. Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR);4. Dewan Perwakilan Daerah (DPD);5.
Mahkamah Agung (MA);6. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK);7. Pemerintah
(an) Daerah;8. Komisi Pemilihan Umum (KPU);9. Komisi Yudisial
(KY);10. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI);11. Bank
Sentral;12. Tentara Nasional Indonesia (TNI);13. Kepolisian Negara
Republik Indonesia.Ada pula yang menjelaskan Lembaga Negara yang
disebut dalam Undang Undang Dasar 1945. Akan tetapi, penyebutan
Lembaga Negaranya berbeda yakni Lembaga Tinggi Negara dan lembaga
Konstitusional Lainnya. Kemudian Untuk Lembaga Negara yang tidak
disebut dalam Undang Undang Dasar 1945 dikatakan Lembaga Negara
Lainnya. Dikatakan Lembaga Negara lainnya karena lembaga Negara
Tersebut dibentuk oleh peraturan yang berada dibawah Undang Undang
Dasar 1945, seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan
Presiden atau Keputusan Presiden. Lembaga Negara yang disebut dalam
Undang Undang Dasar 1945 dengan penyebutan Lembaga Tinggi Negara
yakni:[footnoteRef:12] [12: Jimly Asshiddiqie, Op.cit.hlm 122]
1. Presiden dan Wakil Presiden;2. Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR);3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD);4. Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR);5. Mahkamah Konstitusi (MK);6. Mahkamah Agung (MA);7.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).Kemudian Lembaga Negara Yang disebut
dalam Undang Undang Dasar dengan penyebutan Lembaga Konstitusional
Lainnya yakni:[footnoteRef:13] [13: Jimly Asshiddiqie, Op.cit. hlm
172]
1. Menteri dan Kementrian Negara;2. Dewan Pertimbangan
Presiden;3. Komisi Yudisial;4. Tentara Nasional Indonesia;5.
Kepolisian Negara Republik Indonesia;6. Kejaksaan;7. Komisi
Pemberantasan Korupsi;8. Komisi pemilihan Umum;9. Komisi Nasional
HAM;10. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK).
Lembaga Negara Yang Tidak Disebut Dalam Undang-Undang Dasar
1945Beberapa Lembaga Negara yang tidak disebut dalam Undang Undang
Dasar yang kemudian dibentuk berdesarkan amanat Undang Undang atau
peraturan yang lebih rendah, seperti Peraturan Pemerintah,
Paraturan Presiden atau Keputusan Presiden. Beberapa diantaranya
yakni :[footnoteRef:14] [14: Jimly Asshiddiqie, Ibid. hlm 253]
1. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang dibentuk oleh
Undang-Undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.2. Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), yang dibentuk oleh Undang-Undang
No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan persaingan
Usaha Tidak Sehat.3. Lembaga Kepolisian (Komisi Kepolisian), yang
dibentuk oleh Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Republik Indonesia.4. Dewan Pertahanan Nasional, yang dibentuk oleh
Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.5. Badan
Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), yang dibentuk
oleh Undang-Undang No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka
Komoditi.6. Dewan Pengupahan Nasional, yang dibentuk oleh
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.7. Dewan
Pendidikan, yang dibentuk oleh Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendididikan Nasional.8. Dewan Sumber Air, yang
dibentuk oleh Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air.9. Dewan Pers, yang dibentuk oleh Undang-Undang No. 40 Tahun
1999 tentang Pers.10. Badan SAR Nasional, yang dibentuk oleh
Undang-Undang No. 12 Tahun 2000 tentang Pencairan dan
Pertolongan.11. Komisi Banding Merek, yang dibentuk oleh Peraturan
Pemerintah No. 7 Tahun 2005 tentang Susunan Organisasi, Tugas, dan
Fungsi Komisi Banding Merek.12. Lembaga Sensor Film, yang dibentuk
oleh Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1994 tentang Lembaga Sensor
Film.13. Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), yang
dibentuk oleh Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang
telekomunikasi.
2.2.2.2 Sengketa Kewenangan Antar Lembaga NegaraUndang Undang
Dasar 1945 memang menganut Pemisahan Kekuasaan, maka setelah
perubahan keempat, prinsip pembagian kekuasaan yang bersifat
vertikal itu tidak lagi dianut oleh Undang Undang Dasar 1945
.[footnoteRef:15] Sebagai akibat dari sistem pemilihan Umum secara
langsung oleh rakyat, maka Presiden yang semula dianggap tunduk dan
bertanggungjawab kepada MPR, sekarang dianggap langsung bertanggung
jawab kepada rakyat pemilihnya.[footnoteRef:16] [15: Jimly
Asshidiqie, Sengketa kewenangan Antar Lembaga Negara. (Jakarta:
Konstitusi Press, 2005), hlm.10] [16: Ibid.]
Wewenang Mahkamah Konstitusi untuk memutus sengketa kewenangan
lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang Undang
Dasar 1945, dapat disebut dengan lebih sederhana dengan sengketa
kewenangan konstitusional antar lembaga negara.[footnoteRef:17]
Dalam pengertian sengketa kewenangan lembaga negara itu terdapat
dua unsur yang harus dipenuhi yaitu: [17: Ibid. hlm. 15 ]
1. Adanya kewenangan konstitusional yang ditentukan dalam Undang
Undang Dasar 2. Timbulnya sengketa dalam pelaksanaan kewenangan
konstitusional tersebut sebagai akibat perbedaan penafsiran
diantara dua atau lebih lembaga Negara yang
terkait.[footnoteRef:18] [18: Ibid.]
Sebenarnya telah timbul beberapa kasus yang dapat dilihat
sebagai sengketa kewenangan lembaga negara. Hanya saja, obyek yang
dipersoalkan tidak selalu dikaitkan dengan soal kewenangan,
melainkan dengan pengujian Undang-Undang sebagai pintu masuk
(entry-point) untuk mengajukan perkara.[footnoteRef:19] Misalnya,
dalam putusan Mahkamah konstitusi Nomor 3/SKLN-X/2012 tentang
Sengketa Kewenangan Lembaga Negara antara Komisi Pemilihan Umum dan
Pemerintahan Daerah Provinsi Papua (yakni Dewan Perwakilan Rakyat
Papua dan Gubenur Papua),[footnoteRef:20] yang dalam putusannya
dikabulkan. [19: Ibid. hlm. 20] [20: Putusan Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia Nomor 3/SKLN-X/2012 tentang Sengketa Kewenangan
Lembaga Negara.]
Persoalan yang dipermasalahkan adalah adanya kewenangan
konstitusional Pemohon sebagai penyelenggara Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah yang kemudian dilaksanakan oleh
Pemerintahan Daerah Propinsi Papua. Komisi Pemilihan Umum,
berdasarkan Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,
pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diselenggarakan
oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD).[footnoteRef:21] Akan
tetapi, penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah di Propinsi Papua dilaksanakan oleh Pemerintahan Daerah
Propinsi Papua. Hal ini mendapat reaksi dari berbagai kalangan
tentang ketidakkonsistenan pengaturan pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah yang telah diakui sebagai rezim
Pemilu.[footnoteRef:22] [21: Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004, pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah]
[22: Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor
3/SKLN-X/2012 tentang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara. Ibid. Hlm
8]
Terlepas dari apa yang menjadi putusan Mahkamah Konstitusi
terhadap pemohonan semacam ini, yang jelas persoalan tersebut dapat
dilihat dari kacamata Sengketa Kewenangan lembaga Negara. Meskipun
perkaranya melalui Pintu Masuk Pengujian Undang-Undang, tetapi pada
substansinya menyangkut sengketa antara lembaga Komisi Pemilihan
Umum dan Pemerintah Daerah Propinsi Papua.Objek sengketa antar
lembaga negara dalam kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah
persengketaan mengenai kewenangan konstitusional antar lembaga
negara.[footnoteRef:23]Satu-satunya lembaga negara yang
dikecualikan dari kemungkinan menjadi pihak dalam perkara sengketa
kewenangan antar lembaga negara ini adalah Mahkamah Agung
sebagaimana ditentukan oleh pasaal 65 Undang-undang No. 24 Tahun
2003. Pasal ini menentukan Mahkamah Agung tidak dapat menjadi pihak
dalam sengketa kewenangan Lembaga Negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
pada Mahkamah konstitusi.[footnoteRef:24] [23: Yudi Widagdo
Harimurti, 2009, Buku Ajar Panduan Bagi Mahasiswa Mata kuliah
Lembaga Negara, Universitas Trunojoyo Madura, Hlm.144] [24: Pasal
65 Undang-undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi.]
Sengketa kewenangan antar lembaga negara ini terletak pada soal
kewenangan konstitusionalnya yang dalam hal pelaksanaannya, bukan
terletak pada kelembagaan lembaga negara tersebut. Dengan demikian
Mahkamah Konstitusilah yang berwenang untuk memutus sengketa antar
lembaga negara. Ada beberapa penyebab lembaga-lembaga Negara
bersengketa, yakni:[footnoteRef:25] [25: Jurnal Konstitusi, juni
2007, vol. 4 nomor 2, Hml. 72]
a. Sistem ketatanegaraan yang diadopsikan dalam ketentuan UUD
1945 sesudah perubahan I, II dan IV, Mekanisme hubungan
antarlembaga negara bersifat horizontal, tidak lagi vertikal. Jika
sebelumnya kita mengenal adanya lembaga tinggi dan lembaga
tertinggi negara, maka sekarang tidak ada lagi lembaga tertinggi
negara. MPR bukan lagi lembaga yang paling tinggi kedudukannya
dalam bangunan struktur sistem ketatanegaraan kita, melainkan
sederajat satu sama lain dengan lembaga-lembaga konstitusional
lainnya, seperti Presiden, DPR, DPD, MK, MA dan BPK. Checks and
balances merupakan prinsip hubungan antar lembaga, dimana
lembaga-lembaga tersebut diakui sederajat tetapi saling
mengendalikan, sehingga dalam melaksanakan kewenangan UUD terdapat
perselisihan dalam menafsirkannya, mekanisme penyelesaian sengketa
tersebut dilakukan melalui proses peradilan tata negara yaitu
dengan nama Mahkamah Konstitusi.b. Norma-norma yang menentukan
kewenangan kewenangan subyek kelembagaan yang diatur dalam UUD 1945
tidak hanya terkait dengan subyek-subyek ketatanegaraan yang biasa
dikenal sebagai lembaga negara, melainkan terkait pula dengan
subyek-subyek kelembagaan yang lebih luas. Subyek yang di maksud
misalnya TNI (tentara Nasional Indonesia), Kepolisian Negara,
Pemerintah Daerah, dan sebagainya. Jika lembaga tersebut menghadapi
hambatan dalam melaksanakan kewenangan konstitusionalnya
masing-masing, maka lembaga tersebut dapat mengajukan persoalannya
untuk diselesaikan di Mahkamah Konstitusi melalui perkara sengketa
kewenangan konstitusional antarlembaga negara. Oleh karena kedua
alasan itu, maka buku ini memberikan informasi dan pengertian
mengenai seluk beluk prosedur beracara di Mahkamah konstitusi
berkenaan dengan perkara sengketa kewenangan antar lembaga
negara.2.2.2.3 Proses Penyelesaian Sengketa Kewenangan Antar
Lembaga NegaraProses penyelasaian Sengketa Kewenangan Antar Lembaga
Negara yang dilakukan di Mahkamah Konstitusi telah terjabarkan
dengan jelas di Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PMK/2006
tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional
Lembaga Negara yakni dari awal mengajukan permohonan perkara sampai
lepada putusan Mahakamah Konstitusi terhadap Perkara Sengketa
Kewenangan Lembaga Negara.Adapun Pasal yang mengatur dan
menjelaskan tentang proses permohonan perkara sengketa Kewenangan
Lembaga Negara yakni:Pasal 5 (1) Permohonan ditulis dalam bahasa
Indonesia dan harus memuat: a. Identitas lembaga negara yang
menjadi pemohon, seperti nama lembaganegara, nama ketua lembaga,
dan alamat lengkap lembaga negara;b. nama dan alamat lembaga negara
yang menjadi termohon; c. uraian yang jelas tentang: 1. kewenangan
yang dipersengketakan; 2. kepentingan langsung pemohon atas
kewenangan tersebut; 3. hal-hal yang diminta untuk diputuskan. (2)
Permohonan dibuat dalam 12 (duabelas) rangkap dan ditandatangani
olehPresiden atau Pimpinan lembaga negara yang mengajukan
permohonan atau kuasanya. (3) Selain dibuat dalam bentuk tertulis,
permohonan dapat pula dibuat dalam format digital yang tersimpan
secara elektronik dalam media penyimpanan berupa disket, cakram
padat (compact disk), atau yang sejenisnya. (4) Permohonan sengketa
kewenangan konstitusional lembaga negara diajukan tanpa dibebani
biaya perkara. Pasal 6 (1) Permohonan tertulis dan/atau format
digitalnya (soft copy) diajukan kepada Mahkamah melalui
Kepaniteraan. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus disertai alat-alat bukti pendukung, misalnya dasar hukum
keberadaan lembaga negara atau surat/dokumen pendukung. (3)
Alat-alat bukti tertulis yang diajukan, seluruhnya dibuat dalam 12
(duabelas) rangkap dengan bukti yang asli diberi materai
secukupnya. (4) Apabila pemohon bermaksud mengajukan ahli dan/atau
saksi, pemohon harus menyertakan daftar ahli dan/atau saksi yang
akan memberi keterangan yang berisi identitas, keahlian, kesaksian
dan pokok-pokok keterangan yang akan diberikan. (5) Dalam hal
pemohon belum mengajukan ahli dan/atau saksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), pemohon masih dapat mengajukan ahli dan/atau saksi
selama dalam pemeriksaan persidangan.
2.3 Faktor Pendukung dan Penghambat kegiatan.2.3.1 Faktor
pendukung kegiatan magang di Mahkamah Konstitusi yaitu :1. Dalam
mencari data untuk laporan magang kita tidak perlu repot untuk
mencarinya karena setiap memperlukan data pembimbing lapangan
langsung menyediakan.2. Pembimbing lapangan sangat membantu saya
dalam menjalankan beberapa tugas di Mahkamah Konstitusi, selain
tugas itu sangat membantu penelitiaan saya juga untuk pengalaman
saya. 3. Tugas yang di berikan oleh pembimbing lapangan tidak lepas
dari judul laporan yang saya angkat.4. Untuk melakukan wawancara
dengan target magang diberikan kesempatan atau waktu untuk
wawancara.2.3.2 faktor penghambat kegiatan magang di Mahkamah
Konstitusi yaitu :1. Untuk mengerjakan Risalah harus menunggu
adanya sidang dan berahirnya di setiap sidang di Mahkamah
Konstitusi. Karena rekaman sidang akan keluar setelah selesai
dilakukannya sidang.2. Jakarta yang macet membuat saya terkadang
tidak tepat waktu, yag seharusnya datang jam 08.00 WIB terkadang
saya datang 08.15 WIB dan menjadi hambatan saya untuk segera
melakukan pekerjaan magang dengan tepat waktu.
BAB IIIPenutup
3.1 KesimpulanProses Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga
Negara sudah secara jelas diatus dalam Peraturan Mahkamah
Konstitusi Nomor 8/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa
Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara.
3.2 SaranProses Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara
di Mahkamah Konstitusi sudak cukup baik, namun sebaiknya Mahkamah
Konstitusi lebih memperjelas kembali mana-mana sajakah Lembaga yang
dapat berperkara di Mahkamah Konstitusi, sebagai penegasan ataupun
penafsiran lembaga yang ada di Undang-Undang Dasar 1945.
Daftar PustakaPeraturan Perundang-UndanganUndang-undang No. 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4316)Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125.)Peraturan Mahkamah
Konstitusi Nomor 8/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa
Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara.Putusan Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia Nomor 3/SKLN-X/2012 tentang Sengketa
Kewenangan Lembaga Negara.
Referensi
Jimly, Asshidiqie, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Negara Pasca Reformasi. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.Abdul, Muktie Fadjar, 2006.Hukum
Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Konstitusi
Press.Jimly, Asshidiqie,2005. Sengketa kewenangan Antar Lembaga
Negara. Jakarta: Konstitusi Press.Yudi Widagdo Harimurti, 2009,
Buku Ajar Panduan Bagi Mahasiswa Mata kuliah Lembaga Negara,
Universitas Trunojoyo Madura.Tesis Lutfi WidagdoJurnal Konstitusi,
juni 2007, vol. 4 nomor 2, Hml. 72
WebsiteKamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III,
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/,
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/pdfMakalah/makalah_makalah_17_oktober_2009.pdf,http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=kewenangan+mahkamah+konstitusi+dalam+memutus+sengketa+antar+lembaga+negara,
26