Top Banner
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Agama Secara Umum Merumuskan pengertian agama bukan suatu perkara mudah, dan ketidak sanggupan manusia untuk mendefinisikan agama karena disebabkan oleh persoalan- persoalan yang berkaitan dengan kepentingan mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar lagi, karena itu tidak mengherankan jika secara internal muncul pendapat- pendapat yang secara apriori menyatakan bahwa agama tertentu saja sebagai satu-satunya agama samawi, meskipun dalam waktu yang bersamaan menyatakan bahwa agama samawi itu meliputi Islam, Kristen dan Yahudi. Sumber terjadinya agama terdapat dua katagori, pada umumnya agama Samawi dari langit, agama yang diperoleh melalui Wahyu Illahi antara lain Islam, Kristen dan Yahudi. dan agama Wad’i atau agama bumi yang juga sering disebut sebagai agama budaya yang diperoleh berdasarkan kekuatan pikiran atau akal budi manusia antara lain Hindu, Buddha, Tao, Khonghucu dan berbagai aliran keagamaan lain atau kepercayaan. Dalam prakteknya, sulit memisahkan antara wahyu Illahi dengan budaya, karena pandangan-pandangan, ajaran-ajaran, seruan-seruan pemuka agama meskipun diluar Kitab Sucinya, tetapi oleh pengikut-pengikutnya 1
39

Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

Jun 25, 2015

Download

Documents

nas_aries
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama Secara Umum

Merumuskan pengertian agama bukan suatu perkara mudah, dan ketidak

sanggupan manusia untuk mendefinisikan agama karena disebabkan oleh

persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kepentingan mutlak dan tidak dapat

ditawar-tawar lagi, karena itu tidak mengherankan jika secara internal  muncul

pendapat-pendapat yang secara apriori menyatakan bahwa agama tertentu saja

sebagai satu-satunya agama samawi, meskipun dalam waktu yang bersamaan

menyatakan bahwa agama samawi itu meliputi Islam, Kristen dan Yahudi.

Sumber terjadinya agama terdapat dua katagori, pada umumnya agama

Samawi dari langit, agama yang diperoleh melalui Wahyu Illahi antara lain Islam,

Kristen dan Yahudi. dan agama Wad’i atau agama bumi yang juga sering disebut

sebagai agama budaya yang diperoleh berdasarkan kekuatan pikiran atau akal

budi manusia antara lain Hindu, Buddha, Tao, Khonghucu dan berbagai aliran

keagamaan lain atau kepercayaan.

Dalam prakteknya, sulit memisahkan antara wahyu Illahi dengan budaya,

karena pandangan-pandangan, ajaran-ajaran, seruan-seruan pemuka agama

meskipun diluar Kitab Sucinya, tetapi oleh pengikut-pengikutnya dianggap

sebagai Perintah Illahi, sedangkan pemuka-pemuka agama itu sendiri merupakan

bagian dari budaya dan tidak dapat melepaskan diri dari budaya dalam masa

kehidupannya, manusia selalu dalam jalinan lingkup budaya karena manusia

berpikir dan berperilaku.

Beberapa acuan yang berkaitan dengan kata  “Agama” pada umumnya;

berdasarkan Sansekerta yang menunjukkan adanya keyakinan manusia

berdasarkan Wahyu Illahi dari kata A-GAM-A, awalan A berarti “tidak” dan

GAM berarti “pergi atau berjalan, sedangkan akhiran A bersifat menguatkan yang

kekal, dengan demikian “agama: berarti pedoman hidup yang kekal”

1

Page 2: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

Berdasarkan kitab, SUNARIGAMA yang memunculkan dua istilah;

AGAMA dan UGAMA, agama berasal dari kata A-GA-MA, huruf A berarti

“awang-awang, kosong atau hampa”, GA berarti “genah atau tempat” dan MA

berarti “matahari, terang atau bersinar”, sehingga agama dimaknai sebagai ajaran

untuk menguak rahasia misteri Tuhan, sedangkan istilah UGAMA mengandung

makna, U atau UDDAHA yang berarti “tirta atau air suci” dan kata GA atau Gni

berarti “api”, sedangkan MA atau Maruta berarti “angin atau udara” sehingga

dalam hal ini agama berarti sebagai upacara yang harus dilaksanakan dengan

sarana air, api, kidung kemenyan atau mantra.

Berdasarkan kitab SADARIGAMA dari bahasa sansekerta IGAMA yang

mengandung arti I atau Iswara, GA berarti Jasmani atau tubuh dan MA berarti

Amartha berarti “hidup”, sehingga agama berarti Ilmu guna memahami tentang

hakikat hidup dan keberadaan Tuhan.

B. MENGAPA KITA BERAGAMA ?? (by : Ust. Husein Al-Kaff)

"Dasar pertama agama (din) adalah mengenal-Nya."

Perkataan di atas sangat tepat dan pada tempatnya, mengingat banyak

orang yang beragama, tetapi tidak mengenal agamanya dengan baik. Padahal,

mengenai agama seharusnya berada pada tahapan awal sebelum mengamalkan

ajarannya. Tetapi secara realita, keberagamaan sebagian besar dari mereka tidak

sebagaimana mestinya. Nah, dalam kesempatan ini kami akan memberikan

penjelasan tentang mengapa kita beragama dan bagaimana seharusnya kita

beragama. Sehingga kita beragama atas dasar bashirah (pengetahuan, pengertian,

dan bukti).

Allah Ta’ala berfirman : "Katakanlah (wahai Muhammad). Inilah jalan-

Ku. Aku mengajak kepada Allah dengan bashirah (hujjah yang nyata)" (QS

Yusuf, 12 : 108).

2

Page 3: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

Namun sebelum menjawab dua pertanyaan di atas, ada baiknya kami

terlebih dulu membicarakan tentang din itu sendiri. Apa itu Din ?

Din berasal dari bahasa Arab dan dalam Alquran disebutkan sebanyak 92

kali. Menurut arti bahasa (etimologi), din diartikan sebagai balasan dan ketaatan.

Dalam arti balasan, Alquran menyebutkan kata din dalam surat Al-Fatihah ayat 4,

Maliki Yaumiddin (Dialah Pemilik (Raja) Hari Pembalasan)." Demikian pula

dalam sebuah hadis, din diartikan sebagai ketaatan. Rasulullah Saww bersabda :

"Ad-diinu nashiihah (agama adalah ketaatan)." Sedangkan menurut terminologi

teologi, din diartikan sebagai : "sekumpulan keyakinan, hukum, norma yang akan

mengantarkan seseorang kepada kebahagiaan manusia, baik di dunia maupun

akhirat."

    Berdasarkan hal di atas, din mencakup tiga dimensi : (1) keyakinan (akidah);

(2) hukum (syariat); dan (3) norma (akhlak). Ketiga dimensi tersebut dikemas

sedemikian rupa sehingga satu sama lain lain saling berkaitan, dan tidak bisa

dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Dengan menjalankan din,

kebahagiaan, kedamaian, dan ketenangan akan teraih di dunia dan di akhirat.        

Seseorang dikatakan mutadayyin (ber-din dengan baik), jika dia dapat melengkapi

dirinya dengan tiga dimensi agama tersebut secara proporsional, maka dia pasti

berbahagia.

    Dalam dimensi keyakinan atau akidah, seseorang harus meyakini dan

mengimani beberapa perkara dengan kokoh dan kuat, sehingga keyakinannya

tersebut tidak dapat digoyahkan lagi. Keyakinan seperti itu akan diperoleh

seseorang dengan argumentasi (dalil aqli) yang dapat dipertahankan. Keyakinan

ini pada intinya berkisar kepada Allah dan Hari Akhirat.

Adapun syariat adalah konsekuensi logis dan praktis dari keyakinan.

Mengamalkan syariat merupakan representasi dari keyakinan. Sehingga sulit

dipercaya jika seseorang mengaku beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, tetapi

tidak mengindahkan syariat-Nya.     Karena syariat merupakan kewajiban dan

larangan yang datang dari-Nya.

3

Page 4: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

Sedangkan akhlak adalah tuntunan akal budi (aqal amali) yang

mendorong seseorang untuk mengindahkan norma-norma dan meninggalkan

keburukan-keburukan. Seseorang belum bisa dikatakan mutadayyin selagi tidak

berakhlak, la diina liman la akhlaqa lahu. Demikian pula, keliru sekali jika

seseorang terlalu mementingkan akhlak daripada syariat.

Dari ketiga dimensi din tersebut, akidah menduduki posisi yang paling

prinsip dan menentukan. Dalam pengertian bahwa yang menentukan seseorang itu

mutadayyin atau tidak adalah akidahnya. Dengan kata lain, yang memisahkan

seseorang yang beragama dari yang tidak beragama (ateis) adalah akidahnya.

Lebih khusus lagi, bahwa akidahlah yang menjadikan orang itu disebut Muslim,

Kristiani, Yahudi atau yang lainnya.

Mengapa Kita Beragama ?

Marilah kita kembali pada pertanyaan semula : "mengapa kita beragama ?

Manusia adalah satu spesies makhluk yang unik dan istimewa dibanding

makhluk-makhluk lainnya, termasuk malaikat. Karena, manusia dicipta dari unsur

yang berbeda, yaitu unsur hewani/materi dan unsur ruhani/immateri. Memang dari

unsur hewani manusia tidak lebih dari binatang, bahkan lebih lemah darinya.

Bukankah banyak di antara binatang yang lebih kuat secara fisik dari manusia ?

Bukankah ada binatang yang memiliki ketajaman mata yang melebihi mata

manusia ? Bukankah ada pula binatang yang penciumannya lebih peka dan lebih

tajam dari penciuman manusia ? Dan sejumlah kelebihan-kelebihan lainnya yang

dimiliki selain manusia.

Sehubungan ini Allah Swt berfirman : "Dan manusia diciptakan dalam

keadaan lemah" (QS An-Nisa, 4 : 28); "Allah telah menciptakan kalian lemah,

kemudian menjadi kuat, lalu setelah kuat kalian menjadi lemah dan tua." (QS

Rum : 54). Masih banyak ayat lainnya yang menjelaskan hal serupa.

4

Page 5: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

Karena itu, sangatlah tidak pantas bagi manusia berbangga dengan

penampilan fisiknya, di samping itu penampilan fisik adalah wahbi sifatnya

(semata-mata penberian dari Allah, bukan hasil usahanya).

Kelebihan manusia terletak pada unsur ruhani (mencakup hati dan akal,

keduanya bukan materi). Dengan akalnya, manusia yang lemah secara fisik dapat

menguasai dunia dan mengatur segala yang ada di atasnya. Karena unsur inilah

Allah menciptakan segala yang ada di langit dan di bumi untuk manusia (lihat

surat Luqman ayat 20). Dalam salah satu ayat Alquran ditegaskan : "Sungguh

telah Kami muliakan anak-anak, Kami berikan kekuasaan kepada mereka di darat

dan di laut, serta Kami anugerahi mereka rezeki.     Dan sungguh Kami utamakan

mereka di atas kebanyakan makhluk Kami lainnya." (QS Al-Isra, 17 : 70).

Unsur akal pada manusia, awalnya masih berupa potensi (bilquwwah) yang perlu

difaktualkan (bilfi’li) dan ditampakkan. Oleh karena itu, jika sebagian manusia

lebih utama dari sebagian lainnya, maka hal itu semata-mata karena hasil

usahanya sendirinya. Karenanya, dia berhak bangga atas yang lainnya.

Sebagian mereka ada pula yang tidak berusaha memfaktualkan dan

menampakkan potensinya itu, atau memfaktualkannya hanya untuk memuaskan

tuntutan hewaninya, maka orang itu sama dengan binatang, bahkan lebih hina dari

binatang (QS Al-A’raf, 7 : 170; Al-Furqan : 42).

Termasuk ke dalam unsur ruhan adalah fitrah. Manusia memiliki fitrah

yang merupakan modal terbesar manusia untuk maju dan sempurna. Din adalah

bagian dari fitrah manusia.

Dalam kitab Fitrat (edisi bahasa Parsi), Syahid Muthahhari menyebutkan

adanya lima macam fitrah (kecenderungan) dalam diri manusia yaitu mencari

kebenaran (hakikat), condong kepada kebaikan, condong kepada keindahan,

berkarya (berkreasi), dan cinta (isyq) atau menyembah (beragama). Sedangkan

menurut Syeikh Ja’far Subhani, terdapat empat macam kecenderungan pada

manusia, dengan tanpa memasukkan kecenderungan berkarya seperti pendapat

Syahid Muthahhari (kitab Al-Ilahiyyat, juz 1).

5

Page 6: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

Kecenderungan beragama merupakan bagian dari fitrah manusia. Manusia

diciptakan oleh Allah dalam bentuk cenderung beragama , dalam arti manusia

mencintai kesempurnaan yang mutlak dan hakiki serta ingin menyembah Pemilik

kesempurnaan tersebut. Syeik Taqi Mishbah Yazdi, dalam kitab Ma’arif al-

Qur’an juz 1 hal. 37, menyebutkan adanya dua ciri fitrah, bik fitrah beragama

maupun lainnya, yang terdapat pada manusia, yaitu pertama kecenderungan-

kecenderungan (fitrah) tersebut diperoleh tanpa usaha atau ada dengan sendirinya,

dan kedua fitrah tersebut ada pada semua manusia walaupun keberadaannya pada

setiap orang berbeda, ada yang kuat dan ada pula yang lemah. Dengan demikian,

manusia tidak harus dipaksa beragama, namun cukup kembali pada dirinya untuk

menyebut suara dan panggilan hatinya, bahwa ada Sesuatu yang menciptakan

dirinya dan alam sekitarnya.

Meskipun kecenderungan beragama adalah suatu yang fitri, namun untuk

menentukan siapa atua apa yang pantas dicintai dan disembah bukan merupakan

bagian dari fitrah, melainkan tugas akal yang dapat menentukannya. Jadi jawaban

dari pertanyaan mengapa manusia harus beragama, adalah bahwa beragama

merupakan fitrah manusia. Allah Ta’ala berfirman, "Maka hadapkanlah wajahmu

kepada din dengan lurus, sebagai fitrah Allah yang atasnya manusia diciptakan."

(QS. Rum: 30).

C. Teori-teori Kemunculan Agama.

Kaum materialis memiliki sejumlah teori tentang kemunculan agama, antara lain:

1. Agama muncul karena kebodohan manusia

Sebagian mereka berpendapat, bahwa agama muncul karena kebodohan

manusia. August Comte—peletak dasar aliran     positivisme—menyebutkan,

bahwa perkembangan pemikiran manusia dimulai dari kebodohan manusia

tentang rahasia alam atau ekosistem jagat raya. Pada mulanya—periode primitif—

karena manusia tidak mengetahui rahasia alam, maka mereka menyandarkan

segala fenomena alam kepada Dzat yang ghaib.

6

Page 7: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

Namun, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan (sains) sampai pada

batas segala sesuatu terkuat dengan ilmu yang empiris, maka keyakinan terhadap

yang ghaib tidak lagi mempunyai tempat di tengah-tengah mereka.

Konsekuensi logis teori di atas, adalah makin pandai seseorang akan makin jauh ia

dari agama bahkan akhirnya tidak beragama, dan makin bodoh seseorang maka

makin kuat agamanya. Padahal, betapa banyak orang pandai yang beragama,

seperti Albert Einstein, Charles Darwin, Hegel dan lainnya. Demikian sebaliknya,

alangkah banyak orang bodoh yang tidak beragama

2. Agama muncul karena kelemahan jiwa (takut)

Teori ini mengatakan, bahwa munculnya agama karena perasaan takut

terhadap Tuhan dan akhir kehidupan. Namun, bagi orang-orang yang berani

keyakinan seperti itu tidak akan muncul. Teori ini dipelopori oleh Bertnart Russel.

Jadi, menurut teori ini agama adalah indikasi dari rasa takut. Memang takut

kepada Tuhan dan hari akhirat, merupakan ciri orang yang beragama. Tetapi

agama muncul bukan karena faktor ini, sebab seseorang merasa takut kepada

Tuhan setelah ia meyakini adanya Tuhan. Jadi,takut merupakan akibat dari

meyakini adanya Tuhan (baca: beragama).

3. Agama adalah produk penguasa

Karl Marx—bapak aliran komunis-sosialis—mengatakan, bahwa agama

merupakan produk para penguasa yang diberlakukan atas rakyat yang tertindas,

sebagai upaya agar mereka tidak berontak dan menerima keberadaan sosial-

ekonomi. Mereka (rakyat tertindas) diharapkan terhibur dengan doktrin-doktrin

agama, seperti harus sabar, menerima takdir, jangan marah dan lainnya.

    Namun, ketika tatanan masyarakat berubah menjadi masyarakat sosial yang

tidak mengenal perbedaan kelas sosial dan ekonomi, sehingga tidak ada lagi

(perbedaan antara) penguasa dan rakyat yang tertindas dan tidak ada lagi

(perbedaan antara) si kaya dan si miskin, maka agama dengan sendirinya akan

hilang. Kenyataannya, teori di atas gagal. Terbukti bahwa negara komunis-sosialis

7

Page 8: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

sebesar Uni Soviet pun tidak berhasil menghapus agama dari para pemeluknya,

sekalipun dengan cara kekerasan.

4. Agama adalah produk orang-orang lemah.

Teori ini berseberangan dengan teori-teori sebelumnya. Teori ini

mengatakan, bahwa agama hanyalah suatu perisai yang diciptakan oleh orang-

orang lemah untuk membatasi kekuasaan orang-orang kuat. Norma-norma

kemanusiaan seperti kedermawanan, belas kasih, kesatriaan, keadilan dan lainnya

sengaja disebarkan oleh orang-orang lemah untuk menipu orang-orang kuat,

sehingga mereka terpaksa mengurangi pengaruh kekuatan dan kekuasaannya.

Teori ini diperoleh Nietzche, seorang filsuf Jerman.

    Teori di atas terbantahkan jika kita lihat kenyataan sejarah, bahwa tidak sedikit

dari pembawa agama adalah para penguasa dan orang kuat—misalnya Nabi Daud

dan Nabi Sulaiman—keduanya adalah raja yang kuat.

Sebenarnya, mereka ingin menghapus agama dan menggantikannya

dengan sesuatu yang mereka anggap lebih sempurna (seperti, ilmu pengetahuan

menurut August Comte, kekuasaan dan kekuatan menurut Nietszche, komunis-

sosialisme menurut Karl     Marx dan lainnya). Padahal mencintai dan

menyembah kesempurnaan adalah fitrah.

Perbedaan kaum agamawan dengan mereka, adalah bahwa kaum

agamawan mendapatkan kesempurnaan yang mutlak hanya pada Tuhan. Jadi,

sebenarnya mereka (kaum Atheis) beragama dengan pikiran mereka sendiri. Atau

dengan kata lain, mereka mempertuhankan diri mereka sendiri.

8

Page 9: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

D. Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

Kita hidup di lingkungan beragama. Pernahkah kita menyadari akan

pentingnya bagi kemanusiaan ? Tidakkah selama ini kita tahu bahwa atas nama

agama manusia sering melakukan tindakan yang tidak semestinya. Selalu merasa

dirinyalah yang benar dan tahu tentang agama. Tidak sedikit orang yang

memaksakan fahamnya terhadap orang lain, dan main hakim sendiri. Dari sinilah

kemudian timbul pertanyaan: Masikah agama digunakan untuk nilai moral ?

Tampaknya tidak, penilaian moral telah bergeser dari rumusan agama ke rumusan

humanisme universal. Sekatrang orang tidak memerlukan rumusan-rumusan

agama untuk menilai apakah seseorang bermoral atau tidak, apakah suatu

tindakan dinilai bermoral atau amoral. Orang cukup menyandarkan pegangan

pada apakah seseorang itu merugikan orang lain atau tidak. Suatu tindakan

dikatakan tidak bermoral hanya jika tindakan itu merugikan orang lain.

Hal tersebut membuktikan bahwa saat ini agama sedang mengalami

dekadensi penafsiran. Mungkin hal ini disebabkan oleh berkembangnya teknologi

dan mode barat yang banyak dikonsumsi oleh pemuda kita. Maka wajar jika kita

tak banyak orang yang tahu apa arti agama itu sebenarnya, dan berbagai

penyelewengan arti yang tidak pada tempatnya.

Sebagian menyangka bahwa karakteristik zaman modern adalah segala

sesuatu untuk manusia atu humanisme, termasuk agama untuk manusia. Padahal

dalam pandangan tradisional, manusia untuk agama. Mereka mengatakan, dalam

penafsiran klasik terhadap agama, kedudukan manusia lebih rendah dari agama

dan akidah. Dengan dasar ini, manusia berkhidmat pada agama dan jiwa manusia

menjadi tidak bernilai, serta dengan mudah mereka akan mengorbankan jiwanya

demi agama. Adapun di masa modern, manusia menepatkan dirinya lebih tinggi

dari agama, dan ini berarti bahwa manusia tidak mengorbankan diri demi agama

dan membunuh seseorang atas nama agama. Inilah yang disebut dekadensi

penafsiran manusia terhadap agama.

9

Page 10: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

Maka, dengan demikian tak dapat disangkal lagi bahwa saat ini manusia

telah mulai merubah pandangan medreka dari agama kepada hal-hal yang bersifat

materi. Jangankan mengindahkan norma-normanya melaksanakan kewajibannya

saja mereka ogah. Bahkan demi materi seseorang rela mengorbankan

kehormatannya. Seperti kasus natalian Dylan, sarjana dari Sacramento State

University. Gadis ini melelang keperawanannya di situs lelang eBay dan uangnya

akan digunakan untuk membayar biaya sekolah yang belum lunas. “Memang

melelang keperawatan tidak akan menyelesaikan seluruh masalah saya, tetapi

paling tidak akan membuat keuangan saya stabil,” kata gadis 22 tahun kepada

Insider, 12 September lalu. (kompas,16 septermber 2008).

Ini sebabnya kenapa agama begitu penting bagi manusia. Agar kehidupan

manusia serba teratur. Seandainya tak ada satupun agama didunia ini yang

mengatur segala seluk-beluk kehidupan manusia, mungkin kita akan pernah tahu

siapa Bapak-Ibu kita. Karena tidak ada halangan bagi manusia mau berbaur

dengan siapa saja untuk melampiaskan nafsu seksualnya. Sungguh berbahagialah

kita semua karena memiliki agama dan Tuhan tempat kita memohon dan meratap.

Tentunya berbicara manusia adalah berbicara bagaimana itu, seperti apa

manusia dan apakah manusia itu????

Pendekatan pertama adalah bahwa manusia itu makhluk hidup yang unik, yang

memiliki kelebihan akal, sehingga manusia itu ketika mampu mempergunakan

akalnya secara maksimal dia bahkan bias lebih baik dari malaikat (dalam

pemahaman agama malaikat adalah makhluk yang selalu taat dan patuh, tidak

pernah membantah)

Namun ada satu sudut pandang lain yaitu bila manusia tidak mampu

mempergunakan akalnya manusia lebih hina dari binatang. Oleh karena itu, kita

sebagai manusia harus maksimal UNTUK MENGGUNAKAN AKAL DAN

PIKIRAN kita yaitu mencari sebuah prinsip dasar kehidupan.

Singkat kata, satu pondasi dasar untuk memaksimalkan penggunaan akal kita

(walaupun banyak keterbatasan tentunya (karena satu sisi manusia makhluk lemah

yang suka berkeluh kesah, mudah putus asa dll)

10

Page 11: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

E. PENGARUH IMAN PADA ILMU PENGETAHUAN DAN

PENGARUH ILMU PENGETAHUAN PADA IMAN

Sejak awal sejarah umat manusia, manusia telah memperhatikan alam

semesta, dan dirinya sendiri dan bertanya-tanya akan banyak hal. Ini berlainan

dengan tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang.  Ini menghasilkan ilmu

pengetahuan, agama dan kebudayaan.

1. PENGARUH IMAN PADA ILMU PENGETAHUAN.

Ilmu Pengetahuan bermula dari filsafat Yunani kuno. Pada abad ke-6

sebelum Kristus, Thales dari Milletos mengamati alam semesta ini dan

mengatakan: “Semua adalah air”. Seorang filsuf lainnya Anaximandros

berpendapat bahwa: “Semua adalah yang tak terbatas (to apeiron)”.  Filsuf lainnya

lagi, Anaximenes mengatakan: “Semua adalah udara”. Kemudian timbul filsuf-

filsuf lain dan yang paling berpengaruh pada ilmu pengetahuan alam manusia

ialah Aristoteles yang hidup diabad ke-4  sebelum Kristus. Pengetahuan ilmu

pengetahuan alam praktis dikembangkan oleh Archimedes. Silahkan baca buku

Filsafat Yunani untuk detail lebih lanjut

Yang mau saya tekankan disini ialah pengaruh iman pada ilmu

pengetahuan Setelah Thales mengamati alam semesta ini ia mulai kembangkan

pikiran dan kesimpulan-kesimpulannya. Mengapa ia lakukan itu? Karena ia

percaya bahwa alam semesta ini dapat dimengerti oleh otaknya. Tanpa

kepercayaan ini ia

tidak akan buat kesimpulan-kesimpulan dan teori-teori atau filsafat-filsafat. 

Bahwa alam semesta dapat dimengerti akal manusia tidak dapat dibuktikan tetapi

harus diterima dengan iman.

Ini iman pertama yang paling mendasar dari ilmu pengetahuan alam. Thales

sangat terkesan akan air. Ia tentu sering melihat hujan. Pulau Miletos dikelilingi

laut. Air kalau dipanaskan jadi uap air. Uap air kalau mendingin jadi air kembali.

Thales menambah iman kedua ialah bahwa semua adalah air. Anaximandros

11

Page 12: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

setuju dengan

Thales bahwa alam ini dapat dimengerti oleh otak manusia. Tetapi ia tidak setuju

dengan iman Thales yang kedua bahwa semua adalah air. Ia masukkan dalam

filsafatnya iman keduanya sendiri ialah bahwa semua adalah ketidak terbatasan.

Iman kedua Anaximenes adalah udara. Filsuf-filsuf berikutnya memasukkan

imannya sendiri dalam filsafatnya. Makin lama makin banyak dan makin

kompleks.

Kepercayaan atau iman ini: “ialah bahwa alam semesta dapat dimengerti

oleh manusia” diteruskan dari generasi kegenerasi. Kemudian Galileo dan Newton

mengambil alih iman ini begitu saja dan menambah iman baru: “Apa yang berlaku

kemarin, juga berlaku hari ini dan besok”. Mereka kembangkan rumus-rumus

yang mereka percaya berlaku selamanya. Ini iman kedua. Para ilmuwan

selanjutnya mengambil alih iman ini dan dalam perkembangan ilmu pengetahuan

sampai sekarang sesungguhnya ilmu pengetahuan manusia dipengaruhi oleh iman

tambahan mereka sampai sekarang. Makin lama makin besar pengaruh iman pada

ilmu pengetahuan.

Pengaruh iman pada teori-teori manusia ditunjukkan a.l. oleh Alfred North

Whitehead dan Albert Einstein.  Iman ini dalam ilmu pengetahuan disebut juga

presupostions, preassumptions (asumsi mula) atau axioms. Kalau ada satu saja

asumsi mula yang salah, maka salahlah seluruh teori atau filsafat yang dibangun

diatasnya. Apakah ada cara untuk menguji teori-teori ilmiah dengan cara yang

lebih dapat diandalkan? Menurut saya ada, ialah dengan prinsip verifikasi

dan/atau falsifikasi.

A. PRINSIP VERIFIKASI DAN FALSIFIKASI.

Pada tahun 1895 di-Universitas Wina diberikan matapelajaran “filsafat

ilmu pengetahuan induktif”. Kehormatan mengajar diberikan kepada seorang

12

Page 13: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

akhli fisika Ernst Mach (1838-1916). Dengan demikian ilmu pengetahuan mulai

disoroti secara filosofis. Sejak 1922 pelajaran diberikan oleh Moritz Schlick (1882

—1936), seorang akhli fisika. Schlick mengumpulkan beberapa dosen dari

jurusan lain. Setiap minggu mereka jumpa untuk membahas secara filosofis

jurusan masing-masing. Diantaranya terdapat akhli matematika Kurt Goedel,

Hans  Hahn, Rudolf Carnap dll . Diantara akhli-akhli ilmu exakta tersebut ada

seorang sosiolog Otto Neurath (1882-1945).  Ludwig von Witgenstein dan Karl

Popper mempunyai pengaruh yang besar, tetapi tidak pernah jadi anggota

kelompok ini. Mula-mula filsafat yang dikeluarkan

kelompok ini bernama filsafat dari lingkungan Wina (der Wiener Kreis). Tetapi

kini lebih dikenal sebagai positivisme logis (logical positivism). Banyak sekali

makalah makalah dan buku-buku yang ditulis kelompok ini. Yang paling 

menyolok ialah bahwa mereka sangat tekankan prinsip verifikasi. Mereka

katakan: “Suatu ucapan yang tidak dapat diverifikasi ialah ucapan yang tidak

bermakna”. Karl Popper menunjukan bahwa sebuah teori tidak pernah dapat

diverifikasi (dibuktikan benar) tetapi teori yang bermakna seharusnya dapat

difalsifikasi (dibuktikan salah).

Positivisme Logis kemudian mempunyai pengaruh yang sangat besar pada

perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu pengetahuan alam

khususnya., diseluruh Eropah Barat bahkan diseluruh dunia sampai sekarang.

Prinsip verifikasi dan/atau falsifikasi dapat seleksi teori-teori yang

“benar” dan teori-teori yang “salah”. Yang “benar” diteruskan dan dikembangkan,

sampai ia terbukti salah. Yang salah masuk tong sampah atau maksimal sejarah

masa lampau.  Buah dari ilmu pengetahuan alam ialah Teknologi dan kedokteran.

Keduanya maju dengan pesat, sangat pesat, makin lama makin pesat. 

13

Page 14: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

B. METAFISIKA.

Lawan dari positivisme logis adalah metafisiska. Metafisika disini

mungkin mempunyai arti yang sedikit lain daripada metafisika dari Aristoteles.

Seorang metafisikus percaya bahwa apa yang masuk keakalnya adalah juga benar

walaupun tidak dapat diverifikasi dan/atau falsifikasi.

Albert Einstein menunjukkan bahwa berapa positifnyapun seorang

ilmuwan mengaku, kalau ia buat teori, maka didalam teorinya ada unsur-unsur

metafisis. Einstein mengakui bahwa dalam teori-teorinya sendiri ada unsur

metafisis. Seorang ilmuwan lain yang juga sangat terkenal Wernher von

Heisenberg menunjukkan betapa miskinnya ilmu pengetahuan manusia bila hanya

yang dapat diverifikasi/falsifikasi saja yang dianggap bermakna.

Saya mengakui apa yang ditunjukkan kedua ilmuwan besar itu adalah

benar. Tetapi saya juga tunjukkan bahwa sebuah teori yang masuk akal menurut

seorang, belum tentu masuk akal untuk orang lain. Hal itu sangat tergantung pada

asumsi-asumsi mula (preassumptions, presuposition) yang diambilnya sebelum ia

menyelidiki sesuatu. Saya telah tunjukkan bahwa Thales dari Milletospun telah

mempunyai mempunyai asumsi mula bahwa alam semesta ini dapat dimengerti

sebelum ia mulai filsafatnya.

Contoh: Persoalan “Teori Evolusi versus Teori Kreasi”:

Kalau seorang tidak percaya bahwa Tuhan itu ada, maka tidak masuk

keakalnya bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan. Baginya lebih masuk

keakalnya kalau alam semesta ini selamanya ada, atau berevolusi perlahan-lahan

dari sebuah gumpalan masa yang sangat padat. Ini adalah hakekat dari “The Big

Bang Theory”.  Inilah hakekat dari teori evolusi.

Kalau seorang percaya bahwa Tuhan itu ada, maka masuk keakalnya

bahwa Tuhanlah yang menciptakan alam semesta. Kalau seorang percaya Tuhan

yang mempunyai kesanggupan tak terbatas, masuk keakalnya bahwa Tuhan dapat

14

Page 15: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

menciptakan alam semesta dalam waktu sekejap. Tetapi kalau asumsi mulanya

ialah bahwa Tuhan hanya lebih besar sedikit dari manusia, maka hal itu tidak

masuk keakalnya. Yang lebih masuk keakalnya ialah kalau Tuhan menciptakan

alam semesta sedikit, sedikit dalam waktu sangat lama. Kalau ia percaya ada

Tuhan seperti disaksikan Alkitab, maka masuk keakalnya bila Tuhan ciptakan

alam semesta dalam waktu enam hari seperti disaksikan Alkitab. Inilah hakekat

dari teori kreasi.

Seorang yang percaya  pada Tuhan Alkitab, tetapi percaya juga teori

evolusi akan berusaha untuk mengkompromikan keduanya. Inilah yang dilakukan

a.l. oleh  seoarang rohaniwan Katolik Pater Tijlhard de Chardin S.J.  Kompromi

ini diambil alih oleh beberapa rohaniwan Katolik lain termasuk Paus Yohannes

Paulus II, dan (sayangnya) juga oleh beberapa teolog protestan.

Baik teori evolusi, maupun teori kreasi tidak dapat diverifikasi atau

difalsifikasi. Keduanya hanya soal lebih masuk akal yang mana menurut Anda.

Sebelum Anda mengambil keputusan tanya dahulu apa asumsi-asumsi mula

Anda?

Sesungguhnya perdebatan evolusi/kreasi adalah perdebatan ilmiah atau

perdebatan agama?

Kesimpulan pasal I:

Sebuah teori ilmiah seharusnya dapat diverifikasi dan/atau difalsifikasi,

walaupun dalam teori yang  manapun ada unsur metafisik dan unsur iman. Kalau

sebuah teori  sama sekali tidak dapat diverifikasi dan/atau falsifikasi.

seperti umpamanya teori evolusi/kreasi, maka sesungguhnya ia sudah keluar dari

bidang ilmiah dan masuk bidang agama atau kepercayaan atau filsafat.

15

Page 16: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

II. PENGARUH ILMU PENGETAHUAN PADA IMAN.

Sejak semula manusia sudah penuh pertanyaan mengenai alam semesta

dan dirinya sendiri. Siapakah sesungguhnya saya ini? Mengapa saya ada disini?

Setelah mati kemana saya? Manusia membutuhkan ilmu pengetahuan, tetapi

banyak pertanyaan manusia tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan. Manusia

butuh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.  Manusia butuh agama yang dapat

menjawab pertanyaan-pertanyaan manusia ini. Manusia tidak puas dengan ilmu

pengetahuan saja.

Pernyataan-pernyataan agama pada umumnya tidak dapat diverifikasi

dan/atau falsifikasi. Umpama mengenai keberadaan Tuhan. Inipun sesungghunya

tidak dapat dibuktikan, tidak dapat diverifikasi /falsifikasi. Argumen kosmologis

teleologis dsb dari Thomas Aquinas telah dibantah oleh filsuf-filsuf lain.

Bertrand Russel membahas soal ini dengan cara yang sederhana sekali.

Siapa yang ciptakan alam semesta?. Tuhan! Siapa yang ciptakan Tuhan? Tuhan

selamanya ada. Kalau ada yang selamanya ada, mengapa harus Tuhan? Mengapa

bukan alam semesta saja? Keduanya sama logis atau sama onlogisnya. Keduanya

sama-sama tidak dapat diverifikasi/falsifikasi. Karena Tuhan tidak kelihatan tetapi

materi nyata, maka lebih masuk akal untuk mengatakan materi selamanya ada.

Agama adalah kepercayaan yang tidak dapat  diverifikasi/falsifikasi, jadi

adalah kepercayaan non-ilmiah. Luther dan Calvin tidak pernah berpretensi bahwa

teologi mereka “ilmiah”. Apalagi teolog-teolog sebelum mereka seperti Agustinus

dan Thomas Aquinas, walaupun mereka mungkin terpengaruh filsuf-filsuf seperti

Plato dan Aristoteles.

AGAMA PADA HAKEKATNYA ADALAH IMAN. ILMU

PENGETAHUAN PADA HAKEKATNYA ADALAH PENGAMATAN-

PENGAMATAN DAN PENYELIDIKAN-PENYELIDIKAN YANG DAPAT

DIAMATI DENGAN CERMAT DAN DAPAT DIULANGI.  APA YANG

DISEBUT “STUDI KRITIS ALKITAB” OLEH BEBERAPA TEOLOG  DIKIRA

16

Page 17: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

ADALAH ILMIAH. TETAPI KESIMPULAN-KESIMPULAN STUDI KRITIS

TIDAK DAPAT DIVERIFIKASI ATAU FALSIFIKASI. SESUNGGUHNYA

“STUDI KRITIS ALKITAB” BUKAN AGAMA DAN BUKAN ILMU. JADI

APA? TIDAK LAIN DARIPADA SPEKULASI-SPEKULASI METAFISIS

YANG TIDAK BERMAKNA, ALIAS OMONG KOSONG.

FIRMAN ALLAH BERADA JAUH DIATAS SPEKULASI-SPEKULASI

METAFISIS MANUSIA. METODE ILMIAH SANGAT COCOK UNTUK

MENAKLUKAN ALAM (Kejadian 1:28), TETAPI SAMA SEKALI TIDAK

DAPAT DIPAKAI UNTUK MENGRITIK FIRMAN ALLAH.

F. Revitalisasi Pendidikan Agama Dalam Mengembangkan Moral Anak

(Perspektif Psikologi Perkembangan tentang Moral)

Berbicara tentang moral atau etika berarti berbicara tentang sesuatu yang

bertkaitan dengan baik buruknya perilaku manusia. Ketika moral dikaitkan

dengan subjeknya yaitu manusia, maka akan semakin terasa derajat urgensi atau

kepentingannya, apalagi ketika moralitas manusia cenderung mengarah ke

perilaku amoral. Perlu usaha proaktif dan inovatif untuk mengembangkan dan

membentuk perilaku yang bermoral. Moral manusia tidak berkembang dengan

sendirinya. Moral berkembang seiring dengan berkembangnya kemampuan

biologis, psikologis dan sosial. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan

moral baik intern maupun ekstern. Pendidikan adalah salah satu faktor ekstern

yang dapat mempengaruhi perkembangan moral. Tulisan ini mencoba

menawarkan sebuah solusi dalam membangun moralitas manusia melalui

pendidikan agama.

Fenomena keseharian yang terjadi di masa kini khususnya di kalangan

remaja, problem sosial moral itu antara lain berwujud semakin meningkatnya

hubungan seks pranikah, meningkatnya perkelahian antar pelajar (tawuran),

meningkatnya penyalah-gunaan narkoba, merosotnya penghargaan siswa terhadap

guru dan orang tua, rendahnya kepedulian sosial. Munculnya perilaku yang

17

Page 18: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

meyimpang dikalangan remaja (juvenile deliquence) yang membahayakan ini,

ternyata juga dilakukan oleh orang dewasa yang sebenarnya justru lebih

membahayakan, tindakan pencurian dan perampokan tidak hanya dilakukan oleh

orang miskin, namun banyak pula dilakukan oleh orang kaya (korupsi), kolusi,

nepotisme, tindak kekerasan, terror, yang semuanya itu menggambarkan indikasi

kegagalan tercapainya tujuan pendidikan.

Semakin merosot dan bobroknya moralitas masyarakat sekarang, tentu

saja menimbulkan suatu pertanyaan. Bisakah pendidikan digunakan sebagai

instrumen bagi upaya mengembangkan moral anak? Tentu secara teoritik

jawabnya bisa. Pendidikan, yang salah satu kegiatannya terletak pada

persekolahan, dalam jangka panjang, tentu dapat dimanfaatkan sebagai instrument

untuk mengembangkan moral anak sebagai-mana Ballantine memiliki keyakinan

bahwa sekolah dapat dijadikan sebagai tempat untuk melatih anak-anak dalam

memahami nilai-nilai sosial yang penting agar tatanan sosial dapat ditegakkan.

Kalau memang pendidikan mampu menjadi instrumen dalam

mengembangkan moral anak, mengapa pendidikan yang telah berlangsung sekian

lama ini menunjukkan indikasi kegagalan dalam membangun moralitas

masyarakatnya? Lantas apa kesalahan pendidikan selama ini? Tulisan ini mencoba

menawarkan sebuah alternatif pendidikan yang dapat mengembangkan moralitas

anak.

Konsep dan Perkembangan Moral Anak

Dari segi etimologi, moral berasal dari kata mores (latin) yang berarti

dapat kebiasaan atau cara hidup, sedangkan nilai dari kata value yang berarti

harga. Nilai inilah yang dikatakan Newcomb (1985) sebagai suatu keyakinan yang

mendorong seseorang untuk bertindak atas dasar pilihannya. Sedangkan

Kupperman (1983) menyatakan nilai sebagai patokan normatif yang

mempengaruhi seseorang dalam menentukan pilihannya di antara berbagai

alternatif untuk bertindak. Oleh karena itu, keputusan benar-salah, baik-buruk,

indah-tidak indah pada wilayah psikologis merupakan hasil dari serangkaian

18

Page 19: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

proses psikis yang mengarahkan seseorang pada suatu tindakan atau perbuatan

yang sesuai dengan keyakinannya.

Moral Thought adalah bagaimana remaja berpikir tentang standar benar

dan salah. Piaget mengatakan bahwa anak berpikir dengan dua cara yang

berkaitan dengan moral, tergantung pada kematangan perkembangannya.

Moral Feelings adalah perasaan moral, konsep ini dikembangkan oleh

psycho-analytic theorists, teknik aturan pengasuhan anak, empati, dan peran

emosi dalam perkembangan moral. Moral Behavior adalah bertingkah laku secara

aktual dalam keadaan tertentu dengan mempertimbangkan proses dasar

munculnya tingkah laku dan altruism (mementingkan kepentingan orang lain).

Persoalan konseptual pun muncul mengenai tindakan atau tingkah laku

moral (moral behavior). Apakah suatu tindakan dapat dipandang sebagai tindakan

moral, jika tindakan tersebut tidak pernah dipikirkan oleh pelakunya? Banyak ahli

filsafat moral ataupun mereka yang menganalisis bahasa moral, kompetensi

tentang pertimbangan moral merupakan suatu keharusan (atau mungkin

dipandang cukup) bagi lahirnya tindakan moral. Sebelum suatu tindakan dapat

dipandang sebagai suatu tindakan moral, alasan atau motivasi si pelaku

melakukan tindakan tersebut harus terlebih dahulu diuji. Sokrates bertanya,

“Bilamana menyelam di sungai dapat dinilai sebagai suatu per-buatan yang berani

atau perbuatan konyol?” Apabila seseorang melompat ke sungai untuk

menyelamatkan seseorang yang hendak tenggelam, akan tetapi motifnya adalah

untuk mendapatkan hadiah, apakah tindakan tersebut dapat dipandang sebagai

tindakan moral atau tidak?

Berkenaan dengan itu, Kleinberger (1982) seorang filosof,

mengidentifikasi tiga tipe dari teori etika (ethical) dalam hubungannya dengan

masalah ini. Tipe pertama ialah tipe rasionalis, yaitu seorang etis murni, yang

menurut Kleinberger diwakili oleh Immanuel Kant dan Kohlberg. Tipe ini

memandang penalaran moral itu sebagai suatu keharus serta mencukupi bagi

lahirnya suatu tindakan moral. Tipe kedua adalah tipe naturalistis, yaitu seorang

etis yang bertanggung jawab yang menurut Kleinberger diwakili oleh Aristoteles

19

Page 20: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

dan John Dewey. Tipe ini berpandangan bahwa penalaran moral itu memang

merupakan suatu keharusan, akan tetapi tidak mencukupi untuk melahirkan suatu

tindakan moral. Tipe ketiga ialah tipe behavioristik sosial, yang memandang

perbuatan yang lahir sejalan dengan nilai moral yang telah diterima, sebagai suatu

kondisi yang mencukupi bagi lahirnya moralitas suatu tindakan atau badan

(Kurtines, William M. & Jacob L. Gerwitz 1993: 89)

Kita dapat membedakan empat tahapan perbuatan (moral), yang masing-

masing dilalui setiap orang sebelum ia dapat meraih tahapan berikutnya yang

lebih tinggi. Keempat tahapan tersebut ialah: (1) tahapan perilaku naluriah, yang

hanya dapat dipengaruhi oleh rasa sakit dan senang yang dialami seseorang secara

kebetulan, dalam rangka kegiatan naluriahnya; (2) dalam tahapan kedua ini cara

beroperasinya gejolak naluriah dimodifikasi melalui pengaruh hadiah dan

hukuman yang kurang lebih secara sistematis dialaminya dari lingkungan

sosialnya; (3) dalam tahapan ketiga, perbuatan seseorang terutama dikendalikan

oleh antisipasi akan kemungkinan mendapatkan pujian dan celaan; (4) dalam

tahapan tertinggi ini perbuatan diatur oleh suatu pengaturan ideal yang

memungkinkan seseorang bertindak selaran dengan apa yang dipandangnya benar,

lepas dari persoalan, apakah ia akan mendapatkan pujian atau celaan dari

lingkungan sosial yang terdekat”.

Berkembangnya moral seseorang dari suatu tahap ke tahap berikutnya

sangat tergantung dari perkembangan fisiknya atau biologis, psikologis (kognisi

dan emosi), dan sosialnya, yang disebut faktor intern. Selain itu dipengaruhi juga

oleh faktor lingkungan, misalnya keluarga, teman sebaya, sekolah, budaya/adat

istiadat, media massa, lingkungan sosial yang disebut faktor ekstern. Faktor

ekstern ini terjadi baik secara sengaja melalui proses sosialisasi, ataupun tidak

sengaja melalui proses enkulturisasi dan akulturasi.

Pendidikan Agama: Sebuah Harapan

Ada dua istilah yang hampir sama dan sering digunakan dalam dunia

pendidikan, yaitu: Paedagogie dan paedagogiek. Paedagogie berarti pendidikan

20

Page 21: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

sedangkan paedagogiek artinya ilmu pendidikan. Paedagogiek atau ilmu

pengetahuan ialah yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala

perbuatan mendidik. Istilah ini berasal dari kata Paedagogia (Yunani) berarti

pergaulan dengan anak-anak. Sedangkan yang sering digunakan istilah

paedagogog, yaitu seorang pelayan (bujang) pada zaman Yunani Kuno yang

pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak ke dan dari sekolah.

Paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya mem-bimbing,

memimpin). (Purwanto, 1985: 1)

Dalam definisi maha luas pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah

segala pengalaman yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang

hidup. Pendi-dikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

individu. Definisi sempit pendidikan adalah sekolah. Pendidikan adalah

pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal

(Mudyahadjo, 2001: 3-6). Pendidikan meliputi semua perbuatan atau usaha dari

generasi tua untuk mengalihkan (melimpahkan) pengetahuannya, pengalamannya,

kecakapan serta ketrampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk

menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah

maupun rohaniah.

Pendidikan juga merupakan salah satu usaha mengembangkan moral anak

yang mencakup dua proses sengaja dan tidak sengaja. Dalam hal ini ada empat

pilar pendidikan UNESCO (Delor, 1997) yang dapat dijadikan pedoman dalam

mendidik moral; meliputi learning to know (belajar mengetahui), learning to do

(belajar berbuat), learning to be (belajar menjadi diri sendiri) dan learning live

together (belajar hidup bersama) merupakan pijakan yang kuat bagi orang tua

untuk mengajarkan dan mendidik moral anak (Andayani, 2004: 3). Dari empat

pilar pendidikan tersebut maka pendidik memiliki peran penting sebaga berikuti:

(1) memperluas wawasan pengetahuan anak tentang nilai-nilai, sehingga mereka

dapat memberikan alasan-alasan moral (moral reasoning) yang tepat sebelum

mereka mewujudkannya dalam tindakan; (2) membimbing anak agar terampil

melakukan suatu tindakan dari apa yang diyakininya sebagai nilai kebenaran,

kebaikan dan keindahan; (3) mengarahkan anak agar memiliki sifat-sifat baik

21

Page 22: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

yang melekat, agar konsistensi, intensitas, dan frekuensi dalam melakukan hal-hal

yang terpuji menjadi satu kebiasaan sebagai wujud adanya internalisasi nilai

moral; (4) membimbing anak untuk selalu harmonis dengan lingkungannya,

karena sebagai bagian dari masyarkaat mereka hidup selalu bersinggungan dengan

orang lain. Oleh karena itu, untuk menjaga keharmonisan itu anak perlu

dibiasakan untuk menampilkan perilaku-perilaku yang baik dan benar, sehingga

dapat hidup bahagia bersama dengan orang yang lain tanpa merugikan.

Oleh karena itu pendidikan harus diarahkan untuk membangun kesadaran

kritis peserta didik tentang berbagai hal, termasuk nilai-nilai moral, hak asasi

manusia, kebenaran, keadilan, dan kejujuran. Dengan demikian, peserta didik

akan menyadari bahwa menyontek, tawuran, dan menganiaya orang lain itu tidak

baik.

Mengingat pentingnya penanaman moral bagi peserta didik, ada beberapa

usulan agenda pendidikan bermuatan moral yang harus segera direalisasikan:

Pendidikan harus berdasarkan nilai-nilai agama, budaya, dan adat istiadat bangsa

yang bernilai luhur. Nilai-nilai ini ditanamkan (diinternalisasikan) ke dalam diri

peserta didik harus secara komprehensif dan melekat dalam setiap mata pelajaran.

Dalam setiap mata pelajaran seharusnya ada pesan nilai dan moral tersebut untuk

kemudian dihayati dan dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari.

Islam selalu mendorong umatnya untuk menggunakan akal dan menuntut

ilmu pengetahuan, agar dengan demikian mereka dapat membedakan mana yang

benar dan mana yang salah, dapat menyelami hakekat alam. Islam mewajibkan

kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan. Karena menurut ajaran Islam,

pendidikan adalah juga merupakan kebutuhan hidup manusia yang mutlak harus

dipenuhi untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Oleh karena itu untuk mencapai tingkat takwa atau manusia yang

berkepribadian muslim menghendaki adanya pendidikan. Pendidikan itu harus

dilakukan sedemikian rupa sehingga sampai ketingkat yang dikehendaki Allah

SWT. sendiri, yang sebenar-benarnya takwa, seperti firmannya dalam Surah Ali

Imran: 102; “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah

22

Page 23: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan

dalam keadaan beragama Islam”

Tujuan pendidikan Islam yang sejalan dengan misi Islam itu sendiri, yaitu

mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai tingkat akhlak al-karimah.

Tujuan itu sama dan sebangun dengan target yang terkandung dalam tugas

kenabian yang diemban oleh Rasul Allah SAW, yang terungkap dalam pernyataan

beliau: “Sesung-guhnya aku diutus adalah untuk membimbing manusia mencapai

akhlak yang mulia” (hadis). Faktor kemuliaan akhlak dalam pendidikan Islam

dinilai sebagai faktor kunci dalam menentukan keberhasilan pendidikan, yang

menurut pandangan Islam berfungsi menyiapkan manusia-manusia yang mampu

menata kehidupan yang sejahtera di dunia dan kehidupan akhirat (Jalaluddin &

Usman Said, 1994: 38).

Dengan demikian tujuan akhir pendidikan yang dikehendaki Islam adalah

terbentuknya manusia yang sempurna yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa

atau berkepribadian muslim. Kepribadian muslim adalah suatu istilah yang

abstrak dan sulit untuk menentukan siapa dan kapan seseorang telah mencapai

keadaan itu, karena penentuan siapa-siapa diantara hambanya yang mencapai

kesempurnaan itu merupakan hak Allah. Namun demikian tujuan pendidikan

islam adalah identik dengan tujuan hidup manusia, seperti tercantum dalam Al-

Qur'an: “Dan aku (Allah) tidak menjadikan jin dan manusia melainkan supaya

menyembahKu”(QS. Adz-Dzariyat: 56). “Dan mereka tidak disuruh melainkan

agar menyembah Allah dan dengan ikhlas beragama kepadanya”. (QS. Bayyinah

ayat : 5) Dengan demikian jelaslah bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk

menjadi hamba Allah yaitu mempercayai dan menyerahkan diri hanya

kepadaNya. Kepribadian seperti inilah yang disebut kepribadian muslim (taqwa)

dan ke sinilah arah dan tujuan terakhir dari pendidikan Islam

Hal tersebut berarti juga bahwa pendidikan tidak hanya menyangkut aspek

kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor. Oleh karenanya, beban

tanggungjawab yang diberikan kepada guru agama lebih berat, sehingga dalam

rangka terwujudnya tujuan pendidikan yang dikehandaki maka perlu adanya

23

Page 24: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

kerjasama antara guru agama dengan guru lain. Zakiyah Daradjat (1991: 112)

dalam bukunya ilmu jiwa agama, menyatakan bahwa pendidikan agama

sesungguhnya jauh lebih berat daripada pengajaran pengetahuan umum apapun.

Beratnya tidak terletak pada ilmiahnya, akan tetapi pada isi dan tujuan pendidikan

itu sendiri. Pendidikan agama ditujukan kepada pembentukan sikap, pembinaan

akhlak, atau dengan ringkas dikatakan pembinaan kepribadian disamping

pembinaan pengetahuan agama anak. Dengan demikian pendidikan yang

ditujukan kepada anak adalah secara keseluruhan atau seutuhnya, mulai dari

pemberian pengetahuan, pembinaan sikap, dan pribadinya, sampai kepada

pembinaan tingkah laku (akhlak) sesuai dengan ajaran agama.

Dalam agama Islam, tanggungjawab pendidikan tidak hanya terletak di

pundak guru atau pendidik formal di sekolah, tetapi merupakan tanggungjawab

bersa-ma antara orang tua, guru dan masyarakat. Ini berarti bahwa yang dimaksud

pendidik itu adalah orang tua, guru dan orang dewasa lainnya yang harus dapat

membawa anak kearah kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam.

Dalam kaitan ini Allah SWT, dalam surah al-Baqarah: 44 dengan tegas

menyatakan; “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan,

sedangkan kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca

Al-Kitab (taurat)? Maka tidakkah kamu berfikir ?”

Jadi melalui pendidikan agama kita dapat mengembangkan moral anak dan

akhirnya dimana segala sikap, tindakan, perbuatan, dan perkataannya akan

dikendalikan oleh pribadi yang terbina didalamnya nilai agama, yang akan

menjadi pengendali perbuatannya. Dengan pengembangan moral melalui

pendidikan maka akan tercipta suatu manifestasi riil dan tercermin dalam perilaku.

Sayyid Sabiq (1981: 52) dalam bukunya Unsur-unsur Dinamika dalam Islam,

mengatakan bahwa orang yang berpegang teguh pada agama, senantiasa menjaga

hatinya untuk tidak menuruti hawa nafsu, senantiasa cenderung terhadap sesuatu

yang diridahi Tuhan; bersih dari noda dan dapat membawa dirinya kepada lebih

takwa. Lebih jauh Zakiyah Daradjat (1977: 15) dalam bukunya Membina Nilai-

Nilai Moral di Indonesia berpendapat bahwa apabila keyakinan beragama itu

24

Page 25: Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Manusia

betul-betul telah menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang, maka

keyakinan itulah yang akan mengawasi segala tindakan, perkataan bahkan

perasaannya. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan agama sangat perlu dan

penting diberikan kepada anak dalam rangka mengembangkan moral

Jadi, Sekarang merupakan saat yang tepat untuk memulai memformat

kembali pola pendidikan yang sudah berjalan. Rencana dan realisasinya bukan

semata-mata beroritentasi pada materi pelajaran dan kognisi, melainkan juga

perhatian dan stimulasi terhadap asfek non kongnisi antara lain berupa,

kecerdasan moral, emosi dan spiritual.

Pendidikan agama yang diberikan kepada anak hendaklah secara

keseluruhan atau seutuhnya, mulai dari pemberian pengetahuan, pembinaan,

sikap, dan kepribadi-annya sampai kepada pembinaan tingkah laku (akhlak)

sesuai dengan ajaran agama. Dengan pendidikan agama ini diharapkan tercipta

suatu menifestasi riil yang tercermin dalam perilaku bermoral. Agama menjadi

kepribadian anak dimana segala sikap, tindakan, perbuatan, dan perkataannya

akan dikendalikan oleh pribadi yang terbina didalamnya nilai agama, yang akan

menjadi pengendali perbuatannya. Inilah yang dinamakan insan yang bertaqwa.

25