1 I. PENDAHULUAN Hipoksia adalah suatu keadaan terjadinya kekurangan oksigen didalam jaringan. 1 Hipoksia janin terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transpor oksigen dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan oksigen dan dalam menghilangkan karbondioksida. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan. 2 Dari banyak penelitian didapatkan bahwa sebagian besar mortalitas janin terutama disebabkan oleh keadaan hipoksia intraurine, sepertiga terjadi dalam periode intrapartum. Neonatus yang pernah mengalami asfiksia dalam kehidupan selanjutnya dapat terancam oleh gangguan akibat efek neurology. Data di Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) didapatkan 81,6% kematian perinatal berasal dari ibu- ibu dengan resiko tinggi yang meliputi 30% kasus yang datang di bagian kebidanan RSCM. Mortalitas perinatal terutama disebabkan oleh keadaan hipoksia intrauterine (60% faktor kontribusi kematian perinatal), berat badan lahir rendah dan cacat bawaan (10%-20%). 3 Faktor resiko hipoksia janin intrauterin diantaranya adalah: hipertensi dalam kehamilan,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
I. PENDAHULUAN
Hipoksia adalah suatu keadaan terjadinya kekurangan oksigen didalam
jaringan.1 Hipoksia janin terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transpor
oksigen dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan oksigen
dan dalam menghilangkan karbondioksida. Gangguan ini dapat berlangsung
secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau
secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.2
Dari banyak penelitian didapatkan bahwa sebagian besar mortalitas janin
terutama disebabkan oleh keadaan hipoksia intraurine, sepertiga terjadi dalam
periode intrapartum. Neonatus yang pernah mengalami asfiksia dalam
kehidupan selanjutnya dapat terancam oleh gangguan akibat efek neurology.
Data di Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) didapatkan 81,6%
kematian perinatal berasal dari ibu-ibu dengan resiko tinggi yang meliputi 30%
kasus yang datang di bagian kebidanan RSCM. Mortalitas perinatal terutama
disebabkan oleh keadaan hipoksia intrauterine (60% faktor kontribusi kematian
perinatal), berat badan lahir rendah dan cacat bawaan (10%-20%).3
Faktor resiko hipoksia janin intrauterin diantaranya adalah: hipertensi dalam
kehamilan, pertumbuhan janin terhambat, solusio plasenta, postmaturitas, mal
presentasi termasuk vasa previa. Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan
bersifat lebih mendadak dan hampir selalu mengakibatkan hipoksia janin,
diantaranya adalah : gangguan aliran darah dalam tali pusat, penggunaan obat-
obat anestesia/analgetika pada ibu, gangguan his (hipertoni dan tetani),
hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, misalnya pada plasenta
previa.2
Dengan teknik monitoring janin yang semakin maju, keadaan hipoksia janin
dapat dideteksi baik pada masa ante maupun intrapartum. Konsekuensi dapat
dideteksinya keadaan hipoksia janin adalah dilakukannya tindakan untuk
mengatasinya sehingga luaran kehamilan tetap baik. Intervensi untuk
memperbaiki sirkulasi uteroplasenta sehingga oksigenasi janin membaik
disebut dengan resusitasi intrauterin.
2
II. DETEKSI DINI HIPOKSIA JANIN INTRAUTERIN
Ada banyak cara untuk dapat mendeteksi adanya hipoksia janin intrauterin baik
secara sederhana maupun dengan menggunakan alat bantu yang lebih canggih.
Cara sederhana yaitu dengan perkiraan berat janin dan penentuan tinggi fundus
uteri dibandingkan dengan usia kehamilan, auskultasi denyut jantung janin
(normal 120 – 160 dpm), pengamatan gerakan janin (minimal 10 gerakan
dalam 12 jam atau 2 gerakan dalam 4 jam), pengamatan cairan amnion.2,4
Dengan kemajuan teknologi, keadaan hipoksia pada janin dapat dideteksi lebih
dini yaitu dengan menggunakan kardiotokografi, velosimetri Doppler arteri
umbilikalis, pemeriksaan pH darah janin, biofisik profil dan juga oksimetri
denyut janin (fetal pulse oximetry).
A. Kardiotokografi (CTG)
Kardiotokografi merupakan pemeriksaan denyut jantung janin dan
perubahan-perubahannya yang terjadi akibat adanya aktivitas uterus dan /atau
gerakan janin selama masa kehamilan dan persalinan.5
1. Penilaian denyut jantung janin
a. Frekuensi dasar denyut jantung janin
Gambaran denyut jantung janin dalam pemeriksaan kardiotokografi ada
dua macam, yaitu :
Denyut jantung janin basal (basal fetal heart rate), yakni frekuensi
dasar (baseline rate) dan variabilitas (variability) denyut jantung
janin saat uterus dalam keadaan istirahat (relaksasi).
Perubahan periodik (reactivity), merupakan perubahan denyut
jantung janin yang terjadi saat ada gerakan janin atau kontraksi
uterus.
Untuk menentukan frekuensi denyut jantung janin basal dilakukan
selama 10 menit.6,7,8,9
3
Tabel 1. Frekuensi denyut jantung janin
Takikardia >180 permenit
Takikardia ringan 161 – 180 permenit
Normal 120 - 160 permenit
Bradikardia ringan 100 - 119 permenit
Bradikardia < 100 permenit
Dikutip dari Wijayanegara H9
Takikardia dapat terjadi pada keadaan hipoksia janin yang ringan
(kronik). Biasanya gambaran takikardi tidak berdiri sendiri. Bila
takikardi disertai gambaran vaiabilitas denyut jantung janin yang masih
normal biasanya janin masih dalam kondisi baik. 6,7,10,11
Bradikardia dapat terjadi pada keadaan hipoksia janin yang berat
(akut). Gambaran bradikardi ini pun biasanya tidak berdiri sendiri,
sering disertai dengan gejala yang lain. Bila bradikardia antara 100-120
disertai dengan variabilitas yang masih normal biasanya menunjukkan
keadaan hipoksia. Bila hipoksia janin menjadi lebih berat lagi, akan
terjadi penurunan frekuensi yang makin rendah (<100 dpm) disertai
dengan perubahan variabilitas yang jelas (penurunan variabilitas yang
abnormal). 6,7,10,11
b. Variabilitas denyut jantung janin
Variabilitas denyut jantung janin adalah gambaran osilasi yang tak
teratur, yang tampak pada rekaman denyut jantung janin. Variabilitas
denyut jantung janin diduga terjadi akibat keseimbangan interaksi dari
sistem simpatis (kardioselektor) dan parasimpatis (kardiodeselerator).
Akan tetapi ada pendapat lain mengatakan bahwa variabilitas terjadi
akibat rangsangan di daerah kortek otak besar (serebri) yang diteruskan
ke pusat pengatur denyut jantung di bagian batang otak dengan
perantaraan n.vagus.
4
Pada keadaan hipoksia otak, terjadi gangguan mekanisme
kompensasi hemodinamik untuk mempertahankan oksigenasi otak,
dalam rekaman kardiotokografi akan tampak adanya perubahan
variabilitas yang makin lama akan makin rendah sampai menghilang
(bila janin tidak mampu lagi mempertahankan mekanisme
hemodinamik diatas). 6-12
Pada umumnya variabilitas jangka panjang lebih sering digunakan
dalam penilaian kesejahteraan janin. Bila terjadi hipoksia otak, maka
akan terjadi perubahan variabilitas jangka panjang, tergantung derajat
hipoksianya. Sebaliknya bila gambaran ini masih normal biasanya janin
belum terkena dampak dari hipoksia tersebut.
Gambar 1. Pengaruh sistem saraf otonom pada denyut jantung.Dikutip dari Kean L16
c. Perubahan periodik denyut jantung janin
Bila terjadi peningkatan frekuensi yang berlangsung cepat (> 1-2 menit)
disebut suatu akselerasi (acceleration). Peningkatan denyut jantung
janin pada keadaan akselerasi ini paling sedikit 15 dpm diatas frekuensi
dasar dalam waktu 15 detik. Bila terjadi penurunan frekuensi yang
berlangsung cepat (< 1-2 menit) disebut deselerasi (deceleration).6-12
Akselerasi
Merupakan respon simpatis, dimana terjadi peningkatan frekuensi
denyut jantung janin, suatu respon fisiologik yang baik (reaktif).
Ciri-ciri akselerasi yang normal adalah dengan amplitudo > 15 dpm
5
dari gambaran denyut jantung, lamanya sekitar 15 detik dan terjadi
paling tidak 2 kali dalam waktu rekaman 20 menit. 6-12
Deselerasi
Deselerasi denyut jantung janin adalah penurunan frekuensi denyut
jantung janin secara periodik berhubungan dengan adanya kontraksi
uterus (uniform) atau yang tidak berhubungan dengan kontraksi
uterus (non-uniform).
1. Deselerasi dini (Early deceleration)
Deselerasi dini sering terjadi pada persalinan normal/fisiologis
dimana terjadi kontraksi uterus yang periodik dan normal. Deselerasi
saat ini disebabkan oleh penekanan kepala janin oleh jalan lahir yang
mengakibatkan hipoksia dan merangsang reflek vagus.
Deselerasi dini ditandai dengan: penurunan amplitudo tidak lebih
dari 20 dpm, lamanya deselerasi < 90 detik, frekuensi dasar dan
variabilitas masih normal, timbul dan menghilangnya
bersamaan/sesuai dengan kontraksi uterus.6-13
2. Deselerasi variabel (Variable deceleration)
Deselerasi variabel ditandai dengan gambaran deselerasi yang
bervariasi, baik saat timbulnya, lamanya, amplitudo dan bentuknya.
Biasanya terjadi akselerasi sebelum (akselerasi pra deselerasi) atau
Ultrasonografi Doppler adalah teknik noninvasif untuk menilai aliran darah
dengan mengetahui impedansi aliran ke hilir. Rasio sistolik/diastolik (S/D)
arteri umbilikalis, yaitu indeks yang paling sering digunakan, dianggap
abnormal apabila meningkat melebihi persentil ke-95 menurut usia gestasi
atau apabila aliran diastolik tidak ada atau berbalik arah.4
Peningkatan impedansi pada aliran darah arteri umbilikalis dilaporkan
terjadi akibat kurangnya vaskularisasi vilus plasenta (Todros dkk, 1999).
Tidak ada atau berbaliknya arah aliran diastolik akhir dijumpai pada kasus
hambatan pertumbuhan janin yang ekstrim dan mungkin mengisyaratkan
gangguan janin.
10
Gambar 3. Gelombang arteri umbilikal abnormal. (A) Penurunan velosity akhir diastolik. (B) tidak adanya velosity akhir diastolik. (C) reversibel velocity akhir diastolik.
Indeks yang paling mudah dihitung adalah rasio kecepatan aliran sistolik
maksimum terhadap kecepatan aliran diastolik akhir minimal, atau rasio S/D.
Dengan mengevaluasi aliran darah selama diastol, rasio S/D akan
menghasilkan perkiraan resistensi ke hilir. Pada wanita hamil, arteri uterina
dan umbilikalis biasanya mempertahankan aliran darah diastolik sedangkan
jaringan pembuluh di plasenta ditandai dengan resistensi yang rendah dan
aliran darah yang tinggi. Karena itu rasio S/D yang paling bermanfaat
diperoleh dari arteri uterina ibu atau arteri umbilikalis janin, dan
menghasilkan suatu perkiraan tidak langsung cukup-tidaknya aliran darah ke
janin. Kecepatan aliran darah di vena umbilikalis dan sirkulasi otak janin juga
pernah dipelajari. Karena kecepatan diastolik di pembuluh-pembuluh janin
yang terletal lebih sentral- misalnya aorta desendens-rendah, rasio S/D di
bagian lain sirkulasi janin kurang bermanfaat.
Resistensi terhadap aliran darah arteri umbilikalis selama diastol pada
awalnya tinggi tetapi menurun seiring dengan perkembangan gestasi; rasio
S/D menurun sekitar 4,0 pada gestasi 20 minggu menjadi sekitar 2,0 pada
usia 40 minggu. Rumus yang mudah diingat adalah bahwa rasio S/D
umumnya kurang dari 3,0 setelah minggu ke-30 (Fleischer, dkk.1985).
meningkatnya rasio S/D dapat ditemukan pada ibu hamil dengan diabetes
dependen-insulin yang tidak terkontrol, lupus, dan hipertensi.4,6
11
Peningkatan rasio S/D dilaporkan berkaitan dengan hambatan
pertumbuhan janin dan pernah digunakan sebagai penapis untuk gawat janin.
Namun, karena variasi rasio S/D cukup besar, maka rasio ini biasanya tidak
digunakan sendiri untuk menentukan penatalaksanaan kehamilan. Salah satu
pengecualian terhadap aturan ini adalah tidak ada atau berbaliknya aliran
darah diastol. Ini adalah temuan yang kurang menggembirakan dan
menunjukkan resistensi hilir yang besar, disfungsi plasenta, dan gangguan
janin.4,6
Tidak adanya aliran darah diastolik seyogyanya mendorong segera
dilakukannya evaluasi janin lengkap, karena hampir separuh kasus mungkin
disebabkan aneuploidi janin atau kelainan kongenital mayor (Wenstrom dkk,
1991). Tanpa adanya anomali janin atau penyulit medis yang reversibel pada
ibu, tidak ada atau berbalik arahnya aliran diastolik mengisyaratkan perlunya
dipertimbangkan pelahiran segera.
Cara lain mengukur resistensi terhadap aliran darah diperoleh dari indeks
Pourcelot, atau indeks resistensi. Indeks ini berupa perbedaan antara nilai
sistolik dan diastolik, dibagi nilai sistolik ([S – D]/S, juga dinyatakan sebagai
1 – [D/S]). Rasio ini juga hanya dapat diterapkan pada arteri umbilikalis dan
uterina, karena nilai diastolik yang rendah membatasi kegunaannya di aorta
janin atau pembuluh sentral lainnya. Indeks paling rumit untuk diukur adalah
indeks pulsatilitas (sistolik-diastolik / time-averaged velocity). Indeks ini
memerlukan digitalisasi bentuk gelombang untuk menghitung rata-rata
frekuensi-frekuensi maksimal yang ada. Berkat adanya nilai rata-rata pada
denominator, indeks ini dapat dihitung dengan menggunakan data aliran dari
aorta desendens janin tanpa menjumpai banyak variasi yang dapat disebabkan
oleh pembagian oleh angka-angka kecil seperti pada dua indeks sebelumnya.
C. Pemeriksaan pH darah janin
Keasamaan darah ditentukan oleh keseimbangan kadar hidrogen dan
bikarbonat. Pemeriksaan pH darah janin dilakukan dengan menggunakan
amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit
12
kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya.
Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai
dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya oleh beberapa ahli.6,12
Gambar 4. Perubahan pH darah kulit kepala janin selama deselerasi variabel.Dikutip dari Freeman RK6
D. Profil Biofisik
Penilaian profil biofisik janin merupakan suatu cara untuk mendeteksi adanya
risiko pada janin, berdasarkan penilaian gabungan tanda-tanda akut dan
kronik dari penyakit (asfiksia) janin. Metoda ini pertama kali diperkenalkan
oleh Manning dkk. pada tahun 1980, dengan menggunakan sistem skoring
terhadap 5 komponen aktivitas biofisik janin, yaitu gerakan nafas, gerakan
Pemeriksaan profil biofisik dilakukan dengan menggunakan alat USG real-
time dan kardiotokografi. Berbagai modifikasi atas penilaian profil biofisik
Manning telah dilakukan oleh banyak peneliti. Wiknjosastro
memperkenalkan cara penilaian fungsi dinamik janin-plasenta (FDJP)
berdasarkan penilaian USG, NST, dan USG Doppler, untuk memprediksi
adanya asfiksia dan asidosis janin pada pasien-pasien preeklampsia dan
eklampsia.
Aktivitas biofisik janin dipengaruhi oleh beberapa keadaan antara lain
faktor farmakologis dan fisiologis. Hipoksemia (asfiksia) janin akan
menyebabkan aktivitas biofisik berkurang atau menghilang. Obat-obat yang
13
menekan aktivitas susunan saraf pusat (SSP) akan menurunkan aktivitas
biofisik bahkan menghilangkan beberapa kegiatan biofisik janin (sedativa,
analgetik, anestesi). Obat-obat yang merangsang SSP dan keadaan
hiperglikemia akan meningkatkan aktivitas biofisik. Aktivitas biofisik janin
juga bervariasi, sesuai dengan siklus tidur-bangunnya janin, gerakan nafas
janin juga akan berkurang menjelang persalinan. Di sisi lain siklus
istirahat/kegiatan dan perubahan-perubahan kadar gula darah dapat
mempengaruhi secara fisiologis parameter-parameter biofisik.15,16
Tabel 2. Tehnik dan interpretasi penilaian profil biofisik janin
Variabel biofisik Normal (skor = 2) Abnormal (skor = 0)Gerak nafas (GNJ) Terdapat 1 atau lebih GNJ
lamanya ≥ 30 detik dalam 30 menit
Tidak terdapat GNJ, ada GNJ < 30 detik dalam 30 menit
Gerakan janin Terdapat 3 atau lebih gerakan tubuh atau ekstremitas nyata dalam 30 menit
Terdapat < 3 gerakan tubuh atau ekstremitas dalam 30 menit
Tonus janin Terdapat 1 atau lebih episode ekstensi dan fleksi yang aktif dari ekstremitas.Terdapat gerakan jari tangan membuka dan menutup
Tidak ada gerakan janin atau tidak ada ekstensi/fleksi
Denyut jantung janin (DJJ) dengan Non Stress Test
Terdapat 2 atau lebih akselerasi djj ≥ 15 kali/menit lamanya ≥ 15 detik yang menyertai gerakan janin dalam 20 -40 menit
Terdapat < 2 akselerasi djj atau akselerasi < 15 kali/menit dalam 20 – 40 menit
Volume cairan amnion Terdapat 1 atau lebih kantung amnion yang diameternya 2 cm/lebih
Tidak terdapat kantung amnion atau diameternya < 2cm
Catatan : 1. NST dapat dihilangkan jika keempat komponen USG lain normal2. Perlu evaluasi lanjut berapapun skor biofisik bila kantung amnion vertikal terbesar < 2
cm.Dikutip dari Cunningham4
E. Oksimetri denyut janin (Fetal pulse oximetry)
14
Pada janin, pemantauan saturasi oksigen dapat membantu dalam mendeteksi
adanya hipoksia. Oksigen didalam darah terdiri dari dua bentuk. Di dalam
plasma, sekitar 1% dari oksigen tidak berikatan dan berperan penting dalam
difusi oksigen. Sedangkan 99% sisanya berikatan dengan hemoglobin
(oksihemoglobin) dan kadarnya dapat diukur baik secara invitro dengan co-
oximetry dan secara invivo dengan menggunakan pulse oximetry (oksimetri
denyut).4,6
Sejak tahun 1985, penggunaan oksimetri denyut telah terbukti efektif dan
akurat dalam menilai saturasi oksigen pada dewasa dan anak-anak. Karena
itu, beberapa ahli mencoba untuk menggunakan oksimetri denyut untuk
mengetahui saturasi oksihemoglobin pada janin.
Pada awalnya, didapatkan banyak kendala mengenai bentuk alat dan
bagaimana cara untuk melekatkannya pada janin intrauterin. Seiring
perkembangan teknologi, telah dikembangkan suatu instrumen yang dapat
menjangkau janin intrauterin. Alat ini pertama kali dikembangkan oleh
Nellcor dengan nama N400 dan pada Mei 2000, FDA telah menyetujui
3. Dalam mengambil kesimpulan adanya hipoksia janin serta bagaimana
pengelolaan selanjutnya, perlu dipertimbangkan macam-macam faktor
serta data klinik sehingga tindakan yang akan diambil benar-benar
merupakan tindakan yang sesuai dan diperlukan.
V. DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, Gulardi H. Gawat janin. Dalam : Hariadi R. Ilmu kedokteran fetomaternal. Surabaya : Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia; 2004. h. 419-25
2. Wiknjosastro, Hanifa, Saifuddin, Abdul Bari, Rachimjadhi, Trijatmo. Ilmu kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007.
3. Pdpersi. Janin hadapi resiko mortalitas lebih besar. 2002: September. Di unduh dari: http://www.pdpersi.co.id. Diakses tanggal 1 Maret 2010.
5. Tucker SM, Miller LA, Miller DA. Mosby’s pocket guide series fetal monitoring a multidisciplinary approach. Sixth edition. California: Mosby Elsevier; 2008.
6. Freeman RK, Garite TJ, Nageotte MP. Fetal heart monitoring. Third edition. California: Lipincott Williams & Wilkins; 2003.
7. Abadi A. Kardiotokografi janin. Dalam: Hariadi R. Ilmu kedokteran fetomaternal. Surabaya : Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia; 2004. H. 170-83
8. Endjun JJ, Santana S, Median A. Basic cardiotocography. Jakarta: Divisi Fetomaternal Departemen Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Gatot Subroto; 2006.
10. Suneet, Chauhan MD, George A, Macones MD. Intrapartum fetal heart monitoring. Am College Obstet Gynecol. 2005; 62:1161-9
11. Liston R, Vancouver BC, Crane J, Jhon’s NF. Fetal heart surveillance in labour. SOGC. Clinical Practice Guidelines. 2002; 112: 1-13.
12. Blackburn SB. Maternal, fetal & neonatal physiology: A clinical perspective. Third edition. Missouri: Saunders Elsevier; 2007.
13. Wirakusumah FF. Kardiotokografi intrapartum. Dalam: Hariadi R. Ilmu kedokteran fetomaternal. Surabaya : Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia; 2004. h. 184-90
14. Vardhan S, Battacharyya TK, Kathpalia SK, Kochar SP. Intrapartum electronic foetal monitoring : Does it lead or mislead? MJAFI. 2006; 62: 51-55.
15. Karsono Bambang. Profil Biofisik Janin I. Dalam: Hariadi R. Ilmu kedokteran fetomaternal. Surabaya: Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia; 2004. H. 259-264
16. Kean L. Penilaian kesejahteraan janin, Dalam: Sulivan A, Kean L, Cryer A. Panduan pemeriksaan antenatal. Jakarta: EGC; 2009. h. 287-307
17. Sofoewan S, Siswishanto W. Resusitasi dan terapi janin intrauterin. Dalam: Hariadi R. Ilmu kedokteran fetomaternal. Surabaya : Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia; 2004. h. 307-11