PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KEPERILAKUAN YANG MEMPENGARUHINYA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KINERJA KEUANGAN DISERTASI Oleh: N U R O F I K 01/1037/PS Ilmu Akuntansi PROGRAM DOKTOR ILMU AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012
31
Embed
PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KEPERILAKUAN YANG MEMPENGARUHINYA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KINERJA KEUANGAN DISERTASI Oleh
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN:
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KEPERILAKUAN YANG
MEMPENGARUHINYA DAN HUBUNGANNYA DENGAN
KINERJA KEUANGAN
DISERTASI
Oleh:
N U R O F I K
01/1037/PS
Ilmu Akuntansi
PROGRAM DOKTOR ILMU AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN:
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KEPERILAKUAN YANG
MEMPENGARUHINYA DAN HUBUNGANNYA DENGAN
KINERJA KEUANGAN
Disertasi untuk memperoleh
derajad Doktor dalam Ilmu Akuntansi
pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada
Dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Program Doktor Ilmu Akuntansi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis,
Universitas Gadjah Mada, pada tanggal: _____________
Oleh:
N U R O F I K
Lahir di:
Pemalang, Jawa Tengah
146
RINGKASAN
1. Pendahuluan
Salah satu isu kontemporer dalam dunia bisnis adalah isu tentang tanggung jawab
sosial perusahaan (TSP) atau corporate social responsibility (CSR). Salah satu cara
untuk mengetahui TSP adalah melalui pelaporan atau pengungkapan (disclosure)
TSP (Abbott dan Monsen, 1979; Weldman, 2002).
Keragaman pengungkapan TSP telah memunculkan berbagai pertanyaan,
misalnya „Apakah pengungkapan TSP merupakan aktivitas reaktif atau proaktif dari
perusahaan?‟ Dari sudut pandang reaktif pengungkapan TSP diekspektasi terjadi
ketika perusahaan mendapat ancaman legitimasi (Deegan dan Rankin, 1996; 1997;
Deegan et al., 2002). Sebaliknya, dari sudut pandang proaktif pengungkapan TSP
diekspektasi terjadi ketika manajer berupaya meminimumkan laba dilaporkan untuk
mengurangi tindakan politik yang tidak menguntungkan perusahaan (Belkaoui dan
Karpik, 1989).
Meskipun penelitian tentang determinan pengungkapan TSP telah banyak
dilakukan, namun penelitian-penelitian tersebut pada umumnya fokus pada tekanan
publik secara luas (teori legitimasi), tekanan kekuatan kelompok stakeholder tertentu
(teori stakeholder), dan tekanan politik (teori kos politik dalam teori akuntansi
positif) sebagai determinan pengungkapan TSP. Masih sangat sedikit penelitian yang
melihat pengungkapan TSP dari aspek psikologi/perilaku manajer (Weldman, 2002).
Praktik pengungkapan TSP di Indonesia masih berbeda-beda
antarperusahaan. Hal ini tidak terlepas dari sifat pengungkapan TSP yang sukarela.
Pengungkapan TSP yang bersifat sukarela tersebut memungkinkan manajer
mempunyai motivasi berbeda-beda dalam mengungkapkan TSP sehingga
147
menyebabkan perbedaan praktik pengungkapan TSP. Oleh karena itu, faktor
keperilakuan manajer sangat mungkin menjadi penentu pengungkapan TSP. Selain
itu, dalam perspektif sosio-ekonomi (Mangos dan Lewis, 1995), perilaku dan tujuan
manajer tidak hanya dipengaruhi oleh institusi tertentu, investor, kreditor atau pihak
lain yang melakukan kontrak formal dengan perusahaan, melainkan dipengaruhi juga
oleh faktor-faktor nonekonomi seperti hubungan personal manajer.
Teori pengungkapan Verrecchia (1983) menjelaskan perusahaan (manajer)
hanya mengungkap informasi ke publik (pasar) secara sukarela apabila manfaat dari
pengungkapan tersebut melebihi proprietary cost atas pengungkapan.1 Dapat juga
dikatakan, dalam pengungkapan sukarela, perusahaan (manajer) hanya mengungkap
informasi kepada publik apabila tindakan mengungkapkan tersebut mendatangkan
manfaat di masa yang akan datang. Salah satunya adalah manfaat ekonomi bagi
perusahaan.
Penelitian ini dilakukan untuk mencapai dua tujuan. Pertama, untuk menguji
pengaruh faktor-faktor keperilakuan manajer terhadap pengungkapan TSP. Kedua,
untuk menguji hubungan pengungkapan TSP dengan kinerja keuangan perusahaan.
2. Teori dan Pengembangan Hipotesis
Teori Perilaku Rencanaan
Teori perilaku rencanaan (theory of planned behavior) dikembangkan oleh Ajzen
(1985; 1991) dan merupakan perluasan dari teori tindakan beralasan (theory of
reasoned action) yang dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen (1975). Teori
tindakan beralasan berasumsi orang memilih serangkaian tindakannya (perilaku)
1 Proprietary cost adalah kos yang berhubungan dengan ketidakunggulan bersaing yang
disebabkan oleh pengungkapan informasi atau penurunan daya saing akibat pemanfaatan informasi
oleh pesaing.
148
secara rasional/sadar dengan menggunakan informasi yang tersedia dan secara
implisit atau eksplisit mempertimbangkan implikasi dari tindakannya.
Postulate teori tindakan beralasan adalah niat (intention) seseorang untuk
melakukan atau tidak melakukan perilaku merupakan determinan terdekat dari
tindakannya (Ajzen, 1985). Perilaku diyakini sebagai hasil dari niat perilaku
(behavioral intention). Niat perilaku didefinisikan sebagai probabilitas subjektif
individu dalam menentukan pilihan atas berbagai alternatif perilaku. Kaidah umum
dari teori tindakan beralasan adalah semakin kuat niat individu untuk melakukan
perilaku, maka semakin besar kemungkinan terjadinya perilaku tersebut. Niat
perilaku merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu faktor pribadi (personal)
yang disebut sikap terhadap perilaku (attitude towards the behavior) dan pengaruh
tekanan sosial yang disebut norma subyektif (subjective norm). Sikap terhadap
perilaku merupakan konstruk yang menggabungkan keyakinan individu tentang
kemungkinan outcome tertentu dari hasil perilaku dan evaluasi secara menyeluruh
atas outcome tersebut. Norma subyektif (subjective norm) menunjukkan keyakinan
individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku.
Norma subyektif merupakan konstruk yang menggabungkan keyakinan individu
terhadap dorongan perilaku referents tertentu dan tingkat kepatuhan kepada referents
tersebut (Hanno dan Violette, 1996).2
Teori perilaku rencanaan merupakan perluasan dari teori tindakan
beralasan. Perluasan dibutuhkan mengingat adanya keterbatasan teori tindakan
beralasan dalam menghadapi perilaku-perilaku dalam situasi orang-orang memiliki
kontrol kemauan yang tidak lengkap (incomplete volitional control) (Ajzen, (1991).
2Referent merupakan individu atau kelompok orang yang dipandang penting dan opininya
mempengaruhi proses keputusan subyek.
149
Satu konstruk yang ditambahkan di dalam teori perilaku rencanaan adalah kontrol
perilaku persepsian (perceived behavioral control). Kontrol perilaku persepsian
didefinisikan sebagai keyakinan seseorang tentang tingkat kesulitan atau kemudahan
dalam melakukan perilaku (Ajzen, 1991). Dengan demikian, konstruk ini berkaitan
dengan sumber daya-sumber daya dan kesempatan-kesempatan yang diyakini
dimiliki oleh individu (Ajzen, 1991). Artinya semakin banyak sumber daya yang
diyakini dimiliki oleh individu, dan semakin sedikit rintangan atau hambatan yang
dapat diantisipasi, maka akan semakin besar kontrol persepsian atas perilaku
tersebut.
Faktor sentral teori perilaku rencanaan adalah niat individu untuk melakukan
atau tidak melakukan perilaku. Meskipun niat dimaksudkan untuk menangkap
faktor-faktor motivasional yang mempengaruhi perilaku, namun niat perilaku dapat
menemukan ekspresinya dalam perilaku hanya jika perilaku tersebut berada di bawah
kontrol kehendak lengkap (complete volitional control), yaitu jika seseorang dapat
memutuskan secara bebas untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku.
Sebaliknya, jika perilaku berada di bawah kontrol kehendak tidak lengkap
(incomplete volitional control), maka niat tidak cukup untuk menjelaskan perilaku.
Secara singkat dapat dikatakan, niat perilaku bersama-sama dengan kontrol perilaku
persepsian dapat digunakan secara langsung untuk memprediksi perilaku.
Teori Pemangku Kepentingan
Menurut teori ini eksistensi perusahaan memerlukan dukungan dari para pemangku
kepentingan dan semua pemangku kepentingan adalah sentral bagi keberhasilan
perusahaan (Freeman dan McVea, 2001). Oleh karena itu, menggunakan istilah
Jensen dan Meckling (1976), perusahaan dapat dipandang sebagai suatu “nexus of
150
contracts” antara perusahaan (manajer) dan pemangku kepentingan perusahaan
tersebut (Jones, 1995).
Menurut teori pemangku kepentingan, pengungkapan TSP dipandang sebagai
dialog antara perusahaan dan para pemangku kepentingan perusahaan (Gray et al.,
1995b). Tesis sentral teori ini adalah pengungkapan merupakan sarana bagi
manajemen untuk mengelola kebutuhan informasi oleh berbagai kelompok
pemangku kepentingan yang powerfull. Manajer menggunakan informasi untuk
mengelola atau memanipulasi para pemangku kepentingan yang paling powerfull
dalam rangka memperoleh dukungan mereka yang diperlukan untuk kelangsungan
perusahaan (Gray et al., 1996 dalam Van der-Laan, 2006).
Dimensi instrumental pada teori pemangku kepentingan menjelaskan
perusahaan dapat memperoleh manfaat finansial dari praktik TSP kepada pemangku
kepentingan perusahaan. Sebagaimana dikutip dalam McGuire et al. (1988), terdapat
beberapa argumentasi untuk mendukung hal tersebut. Pertama, kos eksplisit dari
TSP adalah minimal dan perusahaan akan memperoleh manfaat secara nyata dari
tindakan TSP dalam bentuk peningkatan moral karyawan yang pada akhirnya
bermuara pada produktivitasnya (Moskowitz, 1972). Kedua, kos atas tindakan TSP
adalah signifikan, tetapi akan tertutup oleh penurunan kos lainnya di dalam
perusahaan (Cornell dan Shapiro, 1987). Ketiga, aktivitas TSP akan memperbaiki
hubungan perusahaan dengan konstituen penting seperti kreditor, investor, dan
pemerintah sehingga akan memperbaiki akses perusahaan ke sumber-sumber modal
(Moussavi dan Evans, 1986). Lebih lanjut menurut Teori Pemangku Kepentingan,
perusahaan harus memberi kepuasan bukan hanya kepada pemegang saham, tetapi
juga kepada pihak-pihak yang mempunyai klaim kurang eksplisit (implisit).
151
Pengabaian terhadap kepentingan pihak-pihak yang mempunyai klaim implisit akan
mengakibatkan perubahan kos implisit menjadi kos eksplisit yang lebih mahal
(costly) bagi perusahaan. Sebagai contoh, jika perusahaan tidak memperhatikan
dampak negatif perusahaan terhadap lingkungan, maka pemerintah akan
mengeluarkan regulasi yang ketat untuk memaksa perusahaan melakukan tindakan-
tindakan yang bertanggungjawab di bidang lingkungan sehingga dapat menimbulkan
kos eksplisit yang lebih mahal bagi perusahaan.
Pengembangan Hipotesis
a. Pengaruh Sikap, Norma Subyektif, dan Kontrol Perilaku Persepsian
Manajer atas Pengungkapan TSP terhadap Niat Mengungkapkan TSP
Kaidah umum teori perilaku rencanaan adalah semakin baik atau semakin
positif sikap seseorang terhadap perilaku, semakin kuat tekanan sosial untuk
melakukan perilaku, dan semakin kuat kontrol perilaku persepsian, maka semakin
kuat niat seseorang untuk melakukan perilaku. Dalam konteks pengungkapan TSP,
kaidah pertama teori perilaku rencanaan adalah semakin baik atau semakin positif
sikap manajer terhadap pengungkapan TSP, maka semakin kuat niat manajer untuk
melakukan pengungkapan TSP. Oleh karena itu, pada penelitian ini dihipotesiskan
sebagai berikut.
H1: Sikap manajer atas pengungkapan TSP berpengaruh positif terhadap
niatnya untuk mengungkapkan TSP.
Kaidah kedua teori perilaku rencanaan menyatakan semakin kuat keyakinan
seseorang terhadap tekanan sosial untuk melakukan perilaku, maka semakin kuat
niatnya untuk melakukan perilaku tersebut. Dalam konteks pengungkapan TSP,
semakin kuat tekanan sosial terhadap manajer untuk melakukan pengungkapan TSP,
152
maka semakin kuat niat manajer untuk melakukan pengungkapan TSP. Oleh karena
itu, pada penelitian ini dihipotesiskan sebagai berikut.
H2: Norma-norma subyektif manajer atas pengungkapan TSP berpengaruh
positif terhadap niatnya untuk mengungkapkan TSP.
Kaidah ketiga teori perilaku rencanaan menyatakan semakin kuat kontrol
perilaku persepsian seseorang, maka semakin kuat niat orang tersebut untuk
melakukan perilaku. Dalam konteks pengungkapan TSP, semakin kuat kontrol
perilaku persepsian manajer atas pengungkapan TSP, maka semakin kuat niat
manajer untuk melakukan pengungkapan TSP. Oleh karena itu, penelitian ini
menghipotesiskan sebagai berikut.
H3: Kontrol perilaku persepsian manajer atas pengungkapan TSP
berpengaruh positif terhadap niatnya untuk mengungkapkan TSP.
b. Pengaruh Niat dan Kontrol Perilaku Persepsian Manajer atas
Pengungkapan TSP terhadap Pengungkapan TSP
Menurut teori perilaku rencanaan, niat perilaku bersama-sama dengan kontrol
perilaku persepsian dapat digunakan secara langsung untuk memprediksi kinerja
perilaku. Kaidah umum teori perilaku rencanaan adalah semakin kuat niat untuk
terlibat dalam suatu perilaku dan semakin kuat kontrol perilaku persepsian, maka
semakin besar kemungkinan terjadinya kinerja perilaku. Oleh karena itu, penelitian
ini menghipotesiskan sebagai berikut.
H4: Niat manajer untuk mengungkapkan TSP berpengaruh positif terhadap
pengungkapan TSP.
H5: Kontrol perilaku persepsian manajer atas pengungkapan TSP
berpengaruh positif terhadap pengungkapan TSP.
153
c. Hubungan Pengungkapan TSP dengan Kinerja Keuangan Perusahaan
Dimensi instrumental pada teori pemangku kepentingan menjelaskan
perusahaan dapat memperoleh manfaat finansial dari praktik TSP kepada pemangku
kepentingan perusahaan. Menurut teori pemangku kepentingan, perusahaan yang
dicitrakan memiliki TSP yang tinggi akan mempunyai klaim implisit yang lebih
rendah dibandingkan dengan perusahaan lain sehingga akan mempunyai kinerja
keuangan yang lebih tinggi (Cornell dan Shapiro, 1987). Selain itu, perilaku tidak
beretika di dalam perusahaan akan menurunkan kepercayaan terhadap perusahaan
tersebut dan pada gilirannya akan menurunkan kinerja perusahaan (Fritzsche, 2005).
Oleh karena pengungkapan TSP merupakan bentuk perilaku beretika dalam bisnis,
maka penelitian ini menghipotesiskan sebagai berikut.
H6: Pengungkapan TSP berhubungan positif dengan kinerja keuangan
perusahaan.
3. Metodologi
Sampel dan Unit Analisis
Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia (BEI) pada tahun 2007 dan tahun 2008 dan bergerak di sektor industri (1)
Pertanian; (2) Pertambangan; (3) Industri Dasar dan Kimia; (4) Aneka Industri; dan
(5) Industri Barang Konsumsi. Pemilihan sampel menggunakan teknik purposive
sampling dengan kriteria (1) perusahaan tercatat di BEI pada tahun 2007 dan 2008,
(2) perusahaan yang dimaksud pada poin (1) mempunyai laporan tahunan untuk
tahun 2007 dan tahun 2008, dan (3) laporan tahunan yang dimaksud pada poin (2)
dapat diakses atau diperoleh dari berbagai sumber, misalnya melalui website BEI,
154
website masing-masing perusahaan, atau perpustakaan (Pusat Referensi Pasar Modal)
di BEI.
Penelitian ini menggunakan dua unit analisis. Pertama, tingkat (level)
individual. Unit analisis ini digunakan untuk menguji pengaruh faktor-faktor
keperilakuan manajer terhadap pengungkapan TSP. Kedua, tingkat perusahaan. Unit
analisis ini digunakan untuk menguji hubungan pengungkapan TSP dengan kinerja
keuangan perusahaan.
Data dan Teknik Pengumpulannya
Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu data sekunder dan primer. Data
sekunder meliputi (1) kinerja akuntansi, yaitu return on assets (ROA) dan laba per
lembar saham (LPS), (2) kinerja pasar (harga saham tahun 2008 dan tahun 2007 serta
dividen), dan (3) pengungkapan TSP. Data sekunder diperoleh melalui laporan
tahunan perusahaan. Data primer berupa respon tentang keyakinan manajer terhadap
pengungkapan TSP. Data primer diperoleh melalui survei kuesioner dengan
menggunakan tiga teknik, yaitu (1) survei pos (mail survey), (2) pengiriman
kuesioner melalui internet dengan mengakses langsung ke www.csr-
nurofik.adkardus.com, dan (3) penyerahan kuesioner secara langsung ke setiap
perusahaan target (door to door).
Variabel Penelitian dan Pengukurannya
Selain variabel penelitian, penelitian ini menyertakan beberapa variabel kontrol yang
pada penelitian-penelitian sebelumnya mempunyai pengaruh terhadap pengungkapan
TSP dan kinerja keuangan. Tabel 1 menyajikan seluruh variabel penelitian dan
p = bobot nilai respon tingkat kepatuhan kepada referent manajer
Kontrol Perilaku Persepsian atas Pengungkapan TSP (KPP-PTSP)
Bobot nilai respon untuk 4 (empat) item kontrol perilaku persepsian atas pengungkapan TSP
Pengungkapan TSP (PTSP)
Indeks PTSP = (Jumlah pengungkapan TSP ÷ Jumlah aktivitas TSP yang dilakukan) × 100%.
Jumlah pengungkapan TSP = Jumlah kalimat
pengungkapan TSP untuk enam dimensi TSP Jumlah aktivitas TSP = 6, yaitu jumlah dimensi aktivitas TSP.
Variabel Keuangan
KINERJA KEUANGAN 1. ROI (return on investment) = laba bersih setelah pajak ÷ jumlah aset) × 100%
2. LPS (laba per saham) = laba bersih setelah pajak ÷ jumlah lembar saham beredar pada akhir tahun
3. Return total = [(hargat + divident) – hargat-1)] ÷ hargat-1; t = tahun 2008 dan harga saham didasarkan pada harga rata-rata tahun 2007 (t-1) dan harga rata-rata tahun 2008 (t).
Variabel Kontrol PTSP
Postur Strategik 1 jika pernyataan misi perusahaan mengakui TSP; 0 jika sebaliknya
Jenis 1 jika perusahaan pertambangan atau kimia; 0 jika nonpertambangan atau nonkimia
Ukuran Log penjualan bersih dan log aset total
Kepemilikan 1 jika perusahaan BUMN; 0 jika non-BUMN
Variabel Kontrol KINERJA KEUANGAN
Konsentrasi Kepemilikan % total saham perusahaan yang dimiliki oleh pemegang saham terbesar (> 5%)
Leverage Total utang dibagi total modal, yaitu jumlah modal pemegang saham biasa ditambah utang jangka panjang
Ukuran Log penjualan bersih dan log aset total
156
Pembangunan Kuesioner
Kuesioner penelitian ini dibangun melalui dua tahap. Pertama, mengidentifikasi
dimensi TSP dan cakupan pengungkapannya. Tabel 2 meyajikan dimensi
pengungkapan TSP dan cakupannya. Kedua, mengonstruksi kuesioner untuk
mengetahui eksistensi praktik TSP, NIAT MTSP, SIKAP PTSP, NORMASuby-
PTSP, dan KPP-PTSP.
EKSISTENSI PRAKTIK TSP. Untuk mengetahui eksistensi praktik TSP
kepada responden disediakan sembilan belas aktivitas TSP. Pada Tabel 2 disajikan
sembilan belas aktivitas TSP tersebut. Selanjutnya responden diminta menjawab
pertanyaan „Apakah perusahaan ini melakukan aktivitas TSP berikut ini?‟ Format
jawaban adalah „ya‟ dan „tidak.‟ Selain itu, untuk mengurangi bias respon, kepada
responden diminta untuk memilih kisaran pengeluaran rata-rata per tahun untuk
mendanai aktivitas TSP yang dilakukannya.
NIAT MTSP. Untuk mengetahui niat responden dalam mengungkapkan TSP
kepada responden disediakan sembilan belas item pengungkapan TSP sesuai Tabel 2.
Selanjutnya, untuk mengukur kekuatan NIAT MTSP, kuesioner dikonstruksi dengan
menyediakan pernyataan „Saya berniat mengungkapkan pada laporan tahunan
tentang aktivitas TSP berikut ini.‟ Format jawaban berkisar dari sangat tidak
mungkin ke sangat mungkin dengan menggunakan skala Likert 5-poin.
SIKAP PTSP. Konstruk SIKAP PTSP memiliki dua dimensi, yaitu kekuatan
keyakinan terhadap pengungkapan TSP dan evaluasi hasil (outcome) atas
pengungkapan TSP. Craighead dan Hartwick (1998) mengemukakan tiga set manfaat
pengungkapan sukarela, yaitu bagi perusahaan, reputasi eksekutif/manajer, dan
157
pasar. Penelitian ini menggunakan ketiga set manfaat pengungkapan tersebut untuk
mengukur SIKAP PTSP.
Tabel 2
Dimensi dan Cakupan Pengungkapan TSP
Dimensi Pengungkapan TSP Cakupan Pengungkapan TSP
Kontribusi terhadap lingkungan 1. Pengendalian polusi (air, udara, tanah) dalam melakukan operasi bisnis.
2. Pencegahan atau perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan atau ekploitasi sumber daya alam.
3. Pelestarian sumber daya alam. 4. Studi dampak lingkungan.
Kontribusi terhadap energi 1. Efisiensi energi dalam melakukan operasi bisnis atau proses pemanufakturan (manufacturing process).
2. Efisiensi energi melalui daur ulang produk. 3. Efisiensi energi yang terkandung di dalam produk.
Kontribusi terhadap SDM 1. Kesamaan kesempatan dan kesamaan perlakuan dalam hubungan kerja dan pekerjaan.
2. Keselamatan atau keamanan kerja dan kesehatan fisik atau mental pekerja.
3. Pelatihan pekerja melalui in-house program/training. 4. Pemberian dukungan finansial kepada karyawan untuk
menyelesaikan pendidikannya atau untuk menempuh pendidikan lanjutan.
5. Perbaikan lingkungan kerja (misalnya memperbaiki fasilitas pekerja dan aktivitas lainnya yang dapat meningkatkan kepuasan dan motivasi pekerja).
Kontribusi terhadap masyarakat setempat (local community)
Kontribusi (dalam bentuk kas/produk/jasa) kepada masyarakat di sekitar perusahaan dalam melakukan aktivitas ekonomi, kesehatan, pendidikan, seni, keagamaan, dan aktivitas kultural lainnya.
Kontribusi terhadap produk 1. Standar keamanan/kesehatan produk. 2. Upaya mengurangi dampak polusi dari penggunaan produk. 3. Berbagai upaya untuk meningkatkan kepuasan konsumen atas
produk
Lain-lain aktivitas TSP 1. Kesesuaian operasi perusahaan dengan Undang-Undang tentang lingkungan atau regulasi lain tentang lingkungan.
2. Penerimaan penghargaan oleh perusahaan terkait dengan program atau kebijakan lingkungan dan/atau energi oleh perusahaan.
3. Usaha untuk memperoleh penghargaan/sertifikasi berkaitan dengan program atau kebijakan kualitas produk.
Sumber: Ernst dan Whinney, 1978 (dalam Adebayo, 2000), Hackston dan Milne (1996), Kent dan Chan (2003) dengan beberapa penyesuaian sesuai relevansi penerapannya di Indonesia.
158
Untuk mengetahui kekuatan keyakinan pengungkapan TSP kepada responden
disediakan sembilan belas item pengungkapan TSP sesuai Tabel 2. Selanjutnya,
untuk mengukur kekuatan keyakinan, kuesioner dikonstruksi dengan menyediakan
tiga pernyataan sebagai berikut.
Pernyataan #1 Menurut saya mengungkapkan pada laporan tahunan tentang
aktivitas TSP berikut ini* adalah …………………….. untuk
perusahaan.
Pernyataan #2 Menurut saya mengungkapkan pada laporan tahunan tentang
aktivitas TSP berikut ini* adalah …………………….. untuk
reputasi manajer.
Pernyataan #3 Menurut saya mengungkapkan pada laporan tahunan tentang
aktivitas TSP berikut ini* adalah …………………….. untuk
pasar.” *sembilan belas item pengungkapan TSP
Format jawaban untuk setiap pernyataan berkisar dari sangat buruk ke sangat baik
dengan skala Likert 5-poin.
Untuk dimensi evaluasi atas hasil pengungkapan TSP penelitian ini
memodifikasi item-item kuesioner yang dikembangkan oleh Craighead dan Hartwick
(1998). Modifikasi dilakukan karena perbedaan obyek pengungkapan. Obyek
pengungkapan dalam penelitian ini adalah pengungkapan TSP, sedangkan Craighead
dan Hartwick (1998) adalah pengungkapan tentang earnings dan strategy
perusahaan. Hasil modifikasi menemukan delapan manfaat pengungkapan TSP
sebagai berikut.
Untuk perusahaan
1. Manfaat (benefits) potensial atas pengungkapan TSP pada laporan tahunan
melampaui kos (costs) potensialnya bagi perusahaan.
2. Pengungkapan TSP pada laporan tahunan umumnya berdampak positif bagi
perusahaan, yaitu publik akan menilai bahwa perusahaan telah
bertanggungjawab dalam mengelola isu-isu sosial dan lingkungan.
Untuk reputasi eksekutif/manajer
1. Reputasi eksekutif perusahaan akan meningkat apabila perusahaan
mengomunikasikan aktivitas TSPnya kepada publik melalui laporan tahunan.
2. Reputasi eksekutif perusahaan akan menjadi lebih baik apabila
159
mengungkapkan aktivitas TSPnya pada laporan tahunan dibandingkan
dengan apabila tidak mengungkapkannya.
3. Reputasi eksekutif perusahaan akan meningkat apabila mengungkapkan
kepada publik tentang semua hal yang baik yang dilakukan oleh perusahaan.
Untuk pasar
1. Dampak pasar dari berita buruk (bad news) akan berkurang apabila
perusahaan secara terus-menerus mengumumkan berita baik (good news)
kepada publik melalui laporan tahunan.
2. Pengungkapan informasi tentang TSP kepada publik melalui laporan tahunan
akan mengurangi cost pemerolehan informasi oleh investor dan merangsang
minat investor terhadap saham-saham perusahaan.
3. Kos pemerolehan modal (cost of raising capital) akan berkurang apabila
perusahaan mengungkapkan secara terus-menerus tentang TSP kepada publik
melalui laporan tahunan karena informasi tersebut akan meningkatkan
keyakinan dan pemahaman yang lebih baik oleh investor/kreditor tentang
perusahaan.
Selanjutnya, untuk mengukur manfaat pengungkapan TSP, responden
diminta untuk menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap delapan manfaat
pengungkapan TSP tersebut. Jawaban responden dikonstruksi menggunakan skala
Likert 5-poin, dari sangat tidak setuju ke sangat setuju. Semakin tinggi skor
merefleksikan semakin tinggi manfaat pengungkapan TSP.
NORMASuby-PTSP. Konstruk norma subyektif mempunyai dua dimensi
(Ajzen, 1991), yaitu pihak-pihak (referents) yang mempengaruhi subyek untuk
melakukan perilaku tertentu (keyakinan normatif) dan tingkat kepatuhan subyek
kepada referents tersebut. Pada penelitian ini digunakan 5 (lima) referent manajer,
yaitu (1) pemegang saham, (2) kreditor, (3) pemerintah/politisi, (4) konsultan
perusahaan, dan (5) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang
pengawasan aktivitas sosial dan lingkungan oleh perusahaan.
Berdasarkan kelima referent tersebut, untuk mengukur kekuatan keyakinan
normatif, kuesioner dikonstruksi dengan memberi pertanyaan „Seberapa besar/kecil
dorongan (keinginan) dari pihak-pihak berikut ini terhadap pengungkapan TSP pada
160
laporan tahunan?‟ Jawaban dikonstruksi menggunakan skala Likert 5-poin dari
sangat kecil ke sangat besar. Semakin tinggi skor merefleksi keyakinan normatif
yang semakin kuat.
Untuk mengukur tingkat kepatuhan kuesioner dikonstruksi dengan memberi
pertanyaan „Seberapa besar/kecil kemungkinannya bahwa bapak/ibu akan mematuhi
keinginan pihak-pihak berikut ini dalam mengungkapkan TSP pada laporan
tahunan?‟ Jawaban dikonstruksi menggunakan skala Likert 5-poin dari sangat kecil
sampai sangat besar. Semakin tinggi skor merefleksi tingkat kepatuhan yang semakin
tinggi.
KPP-PTSP. Penelitian ini mengadopsi kuesioner yang dikembangkan oleh
Weldman (2002) dengan mengganti istilah lingkungan menjadi TSP untuk
mengetahui kontrol perilaku persepsian atas pengungkapan TSP. Kuesioner terdiri
atas empat pernyataan, yaitu (1) saya mempunyai kontrol atas keputusan untuk
mengungkapkan TSP pada laporan tahunan, (2) akan sangat mudah bagi saya untuk
mengungkapkan TSP pada laporan tahunan, (3) kewenangan yang diberikan kepada
posisi saya adalah cukup untuk memutuskan pengungkapan TSP pada laporan
tahunan, dan (4) saya merasa yakin bahwa keahlian, kemampuan, dan kualitas
pengetahuan yang saya miliki akan sangat membantu dalam pengambilan keputusan
pengungkapan TSP pada laporan tahunan. Selanjutnya, untuk mengukur KPP-PTSP,
kuesioner dikonstruksi menggunakan skala Likert 5-poin dari sangat tidak setuju ke
sangat setuju. Semakin tinggi skor menunjukkan KPP-PTSP yang semakin tinggi.
161
Upaya Mengeliminasi (Mengurangi) Bias
Bias tidak merespon (nonresponse bias). Upaya-upaya untuk
mengeliminasi (mengurangi) bias tidak merespon meliputi (1) kuesioner diantar
secara langsung jika pengiriman melalui pos tidak membuahkan hasil sesuai harapan,
(2) menyediakan kuesioner melalui www.csr-nurofik.adkardus.com, (3) memberi
insentif kepada responden berupa kerajinan perak asli dari Kota Gede Yogyakarta
sebagai tanda terima kasih kepada responden, dan (4) menyertakan surat pengantar di
dalam kuesioner yang berisi tujuan penelitian dan permohonan kepada manajer agar
berkenan mengisi kuesioner. Surat pengantar juga menjelaskan tentang arti penting
partisipasi manajer bagi perkembangan ilmu, khususnya ilmu akuntansi di Indonesia.