Page 1
PENGUKURAN EFEKTIVITAS TANAMAN KANGKUNG
AIR (Ipomoea aquatica Forsk), GENJER (Limnocharis flava)
DAN SELEDRI (Apium graveolens L) UNTUK
PENGURANGAN KADAR LOGAM BERAT (Pb dan Cu)
SERTA RADIONUKLIDA DENGAN METODE
FITOREMEDIASI
SKRIPSI
Oleh :
SITI NURMAIDA FITRIA
115090301111015
JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
Page 2
i
PENGUKURAN EFEKTIVITAS TANAMAN KANGKUNG AIR
(Ipomoea aquaticaForsk), GENJER (Limnocharis flava) DAN
SELEDRI (Apium graveolens L) UNTUK PENGURANGAN
KADAR LOGAM BERAT (Pb dan Cu) SERTA
RADIONUKLIDA DENGAN METODE FITOREMEDIASI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains dalam
bidang fisika
oleh :
SITI NURMAIDA FITRIA
115090301111015
JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
Page 4
iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
PENGUKURAN EFEKTIVITAS TANAMAN KANGKUNG AIR
(Ipomoea aquaticaForsk), GENJER (Limnocharis flava) DAN
SELEDRI (Apium graveolens L) UNTUK PENGURANGAN
KADAR LOGAM BERAT (Pb dan Cu) SERTA
RADIONUKLIDA DENGAN METODE FITOREMEDIASI
oleh :
SITI NURMAIDA FITRIA
115090301111015
Telah dipertahankan di depan Majelis Penguji
pada tanggal ................................... dan dinyatakan memenuhi
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains dalam bidang fisika
Mengetahui,
Ketua Jurusan Fisika
Fakultas Mipa Universitas Brawijaya
Sukir Maryanto, Ph.D
NIP. 197106211998021001
Pembimbing II
Gancang Saroja, S.Si. M.T
NIP. 197711182005011001
Pembimbing I
Drs. Unggul P. Juswono, M.Sc
NIP. 196501111990021002
Page 6
v
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Siti Nurmaida Fitria
NIM : 115090301111015
Jurusan : Fisika
Penulis Skripsi berjudul :
PENGUKURAN EFEKTIVITAS TANAMAN KANGKUNG AIR
(Ipomoea aquaticaForsk), GENJER (Limnocharis flava) DAN
SELEDRI (Apium graveolens L) UNTUK PENGURANGAN
KADAR LOGAM BERAT (Pb dan Cu) SERTA
RADIONUKLIDA DENGAN METODE FITOREMEDIASI
Dengan ini menyatakan bahwa :
1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya
sendiri dan tidak menjiplak karya orang lain, selain nama-
nama yang termaktub di isi dan tertulis di daftar pustaka
dalam Skripsi ini.
2. Apabila di kemudian hari ternyata Skripsi yang saya tulis
terbukti hasil jiplakan, maka saya akan bersedia
menanggung segala resiko yang akan saya terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segal kesadaran.
Malang, 03 Agustus 2015
Yang menyatakan,
Siti Nurmaida Fitria
NIM. 115090301111015
Page 8
vii
ABSTRAK
PENGUKURAN EFEKTIVITAS TANAMAN KANGKUNG AIR
(Ipomoea aquaticaForsk), GENJER (Limnocharis flava) DAN
SELEDRI (Apium graveolens L) UNTUK PENGURANGAN
KADAR LOGAM BERAT (Pb dan Cu) SERTA
RADIONUKLIDA DENGAN METODE FITOREMEDIASI
Pencemaran air merupakan penyimpangan sifat air yang sudah
marak terjadi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memulihkan
lingkungan tercemar yaitu menggunakan metode fitoremediasi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa efektifkah
tanaman uji dalam menyerap limbah logam berat dan radionuklida serta
untuk menganalisis dan mengetahui kemampuan masing-masing
tanaman dalam menyerap logam berat dan radionuklida. Pengujian
konsentrasi logam berat dilakukan menggunakan alat AAS (Atomic
Adsorption Spectrofotometer ), serta persentase unsure dalam tanaman
diukur menggunakan XRF (X-Ray Fluorescence), dan kandungan
radionuklida diukur menggunakan detektor Geiger Muller. Limbah
yang digunakan untuk penelitian adalah limbah buatan, dimana
untuk uji logam digunakan campuran air sumur dengan Pb(NO3)2
dan CuSO4.5(H2O) dengan konsentrasi 5 ppm, sedangkan limbah
buatan uji radionuklida digunakan pupuk NPK Phonska mutiara.
Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa tanaman yang paling
banyak mangakumulasi logam berat yaitu tanaman kangkung air,
diikuti oleh genjer dan seledri. Sedangkan presentase massa
unsure terbesar yaitu unsure kalium untuk semua jenis tanaman.
Dengan pengukuran ini diasumsikan bahwa radionuklida yang
berada ditanaman adalah radionuklida kalium-40. Dengan
persentase kalium terbesar pada tanaman genjer dan diikuti oleh
tanaman kangkung air dan seledri. Hal ini sama dengan uji
radionuklida menggunakan detektor GM bahwa laju paparan
terbesar berada pada genjer, kangkung dan seledri.
Kata kunci : Pencemaran air, fitoremediasi, logam Pb dan Cu,
radionuklida, tanaman kangkung air, genjer dan seledri
Page 10
ix
ABSTRACT
MEASURING EFFECTIVENESS OF WATER SPINACH
(Ipomoea aquatica Forsk) , VELVETLEAF (Limnocharis
flava)AND CELERY (Apium graveolens L) FOR REDUCTION OF
HEAVY METAL CONCENTRATION (Pb and Cu) AND
RADIONUCLIDES WITH PHYTOREMEDIATION
Water pollution is a deviation properties ofwater that has been rife . One
way that can be used to restore the polluted environment that is using
phytoremediation. This study aims to analyze how effective the test
plants to absorb heavy metals and radionuclides waste as well as to
analyze and determine the ability of each of the plants to absorb heavy
metals and radionuclides. Testing concentrations of heavy metals
carried out using a AAS (Atomic Adsorption Spectrophotometer), as
well as the percentage of the element in plants is measured using XRF
(X-Ray Fluorescence) , and the radionuclide content was measured
using a Geiger Muller detector . Waste that is used for research is
artificial waste , where the metal used to test well water mixture with
Pb(NO3 )2 and CuSO4.5 (H2O) with a concentration of 5 ppm, while the
waste artificial radionuclide test used NPK Phonska pearls. From the
measurement results show that most plants accumulate heavy metals is
water spinach , followed by velvetleaf and celery. While the largest
percentage of the mass of the element that is the element potassium for
all types of plants. With this measurement and the result it is assumed
that radionuclides that are in the plant is the radionuclide potassium-40 .
With the largest percentage of potassium in plants velvetleaf and
followed by water spinach and celery plants.It is the same as the
radionuclide test using GM detector that the largest exposure rate is at
velvetleaf, water spinach and celery.
Key words :Water pollution, phytoremediation, Pb and Cu metals,
radionuclides, water spinach plants, velvetleaf and celery
Page 12
xi
Kata Pengantar
Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas segala curahan
rahmat serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan
penelitian tugas akhir yang berjudul βPengukuran Efektivitas Tanaman
Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk), Genjer (Limnocharis flava)
dan Seledri (Apium graveolens L) untuk Pengurangan Kadar Logam
Berat (Pb dan Cu) serta Radionuklida dengan Metode Fitoremediasi β.
Sholawat serta salam semoga tetap dilimpahkan kepada
junjungan kita nabi besar Muhammad SAW. Karena dengan kasih
sayang beliaulah yang telah menuntun kita menuju kehidupan yang
lebih baik yakni jaman yang terang benderang ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu penulis sejak awal kegiatan
penelitian tugas akhir ini sampai selesai. Ucapan terimakasih penulis
tujukan kepada :
1. Ayah dan ibu yang telah memberikan dukungan moril dan
materi, kasih sayang yang tiada banding, doa yang tiada henti
serta kesempatan menempuh pendidikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan kuliah dengan baik.
2. Bapak Drs.Unggul P. Juswono, M.Sc selaku dosen pembimbing
I yang telah membimbing, penulis dengan sabar dalam
menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
3. Bapak Gancang Saroja, S.Si. M.T selaku dosen pembimbing II
yang juga dengan sabar membimbing penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
4. Bapak Sukir Maryanto, Ph.D selaku Ketua Jurusan Fisika yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat
terselesaikan laporan tugas akhir ini.
5. Saudara kandungku mbak Fatie yang selalu memberikan
dukungan, semangat dan doa yang tiada henti pada penulis
supaya dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
6. Mbak Femta yang telah mau menampung semua keluh kesahku,
memberikan nasihat dan solusi yang baik selama pengerjaan
tugas akhir and all of The Wlingi Satu makasi banyak atas
dukungan dan kecerian dari kalian.
Page 13
xii
7. Sahabatku Nidya, Mbak Dian dan Mbak Ami, Mbah (Suaibah)
terimakasih atas semangatnya dan motivasi selama pelaksanaan
tugas akhir.
8. Semua kelompok bimbingan Pak Unggul, Ninna dan Imel
terimakasi banyak atas semangat, motivasi, kebersamaan kalian
semua, serta ilmu yang penulis dapatkan selama bimbingan.
9. Keluarga besar Jurusan Fisika khususnya angkatan 2011
FMIPA UB baik dari kalangan dosen, staff, maupun mahasiswa
atas bantuan dan kerjasamanya.
Tidak lupa penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada
kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Penulis menyadari
bahwa laporan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
ittu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca. Semoga laporan tugas akhir ini bermanfaat untuk pembaca.
Malang, Mei 2015
Penulis
Page 14
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................... i
LEMBER PENGESAHAN SKRIPSI ........................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN............................................................ v
ABSTRAK ...................................................................................... iiv
ABSTRACT .................................................................................... ix
KATA PENGANTAR .................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... xv
DAFTAR TABEL ........................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................. xix
DAFTAR SINGKATAN ................................................................ xxi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................ 4
1.4 Batasan Masalah ............................................................. 4
1.5 Manfaat Penelitian .......................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................... 5
2.1 Air ................................................................................ 5
2.1.1 Air Bersih .......................................................... 6
2.1.2 Pencemaran Air ................................................. 8
2.2 Logam Berat ................................................................ 10
2.3 Radionuklida ................................................................ 14
2.4 Fitoremediasi ............................................................... 17
2.5 Tumbuhan Hiperakumulator ........................................ 20
2.6 Adsorpsi ....................................................................... 24
2.7 Gaya van der Waals ..................................................... 26
2.8 Tanaman Kangkung ..................................................... 26
2.9 Tanaman Seledri .......................................................... 28
2.10 Tanaman Genjer ........................................................... 28
2.11 AAS (Atomic Adsorption Spectrophotometer) ............. 29
2.12 XRF (Xray Fluoresense) .............................................. 31
Page 15
xiv
2.13 Detektor Geiger Muller ................................................ 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................... 37
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................... 37
3.2 Alat dan Bahan ................................................................ 37
3.3 Kerangka Konsep ............................................................. 37
3.4 Metode Penelitian ............................................................ 37
3.4.1 Alur Penelitian ......................................................... 37
3.4.2 Persiapan Sampel ..................................................... 37
3.4.2.1 Persiapan Sampel Untuk Uji AAS .............. 37
3.4.2.2 Persiapan Sampel Untuk Radionuklida ....... 41
3.4.3 Pengukuran dengan AAS ......................................... 44
3.4.4 Analisis Data............................................................ 44
3.4.4.1 Analisis Data Hasil AAS ............................ 44
3.4.4.2 Analisis Data Hasil XRF dan Detektor
Geiger Muller ......................................... 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................ 47
4.1 Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Serapan Logam Pb
dan Cu pada Tanaman ................................................. 47
4.2 Kandungan Unsur pada Tanaman dengan Pemberian
Pupuk Kimia ................................................................ 49
4.3 Radioaktivitas pada Tanaman yang Ditanam dengan
Pemupukan ..................................................................... 51
4.4 Pembahasan
4.4.1 Mekanisme Akumulasi Nutrisi dan Logam Berat
pada Tanaman ......................................................... 52
4.4.2 Radionuklida (40K) dalam Tanaman......................... 58
BAB V PENUTUP ........................................................................ 61
5.1 Kesimpulan ...................................................................... 61
5.2 Saran ........................................................................ 61
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 63
LAMPIRAN
Page 16
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Salah Satu Contoh Pencemaran Air Permukaan ....... 9
Gambar 2.2 Macam Logam Berat ................................................. 10
Gambar 2.3 Pupuk fosfat ............................................................. 15
Gambar 2.4 Macam-macam Teknik fitoremediasi ........................ 18
Gambar 2.5 Tanaman eceng gondok yang merupakan salah satu
contoh tanaman hiperakumulator ......................... 21
Gambar 2.6 Adsorpsi logam oleh akar tanaman ........................... 25
Gambar 2.7 Struktur Ikatan Hidrogen ........................................... 26
Gambar 2.8 Tanaman Kangkung .................................................. 27
Gambar 2.9 Tanaman Seledri........................................................ 28
Gambar 2.10 Tanaman Genjer ........................................................ 29
Gambar 2.11 Susunan Alat dan Cara Kerja AAS ........................... 30
Gambar 2.12 Susunan Alat dan Cara Kerja XRF ............................ 32
Gambar 2.13 Proses Fluoresense Sinar X ....................................... 32
Gambar 2.14 Grafik hasil uji XRF .................................................. 33
Gambar 2.15 Detektor Isian Gas ..................................................... 34
Gambar 2.16 Susunan Alat detektor Geiger Muller ........................ 36
Gambar 4.1 Pengaruh waktu kontak tanaman uji
terhadap konsentrasi logam Cu yang diserap
oleh akar (konsentrasi awal 5 mg/l) ..................... 47
Gambar 4.2 Pengaruh waktu kontak tanaman uji terhadap
Konsentrasi logamPb yang diserap oleh akar
(konsentrasi awalPb 5 mg/l) ................................. 48
Gambar 4.3 Persentase massa unsur yang didapatkan pada
masing-masing tanaman ....................................... 50
Gambar 4.4 Aktivitas K40padamasing-masing tanaman ................. 51
Gambar 4.5 Respon tanaman terhadap logam berat ....................... 54
Gambar 4.6 Penyerapan dan Akumulasi Logam Berat Oleh
Tanaman ............................................................... 55
Gambar 4.7 Mekanisme penghambatan Kerja enzim oleh
Logam Pb .................................................................. 56
Gambar 4.8 Ikatan Khelat dengan Logam Cu ................................ 57
Page 18
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Macam Air DiPermukaan Bumi ....................................... 5
Tabel 2. Spesifikasi logam berat dari sumber antropogenik
Di lingkungan .............................................................. 11
Tabel 3. Beberapa teknik fitoremediasi ........................................... 20
Tabel 4. Tanaman yang berpotensi sebagai hiperakumulator .......... 22
Page 20
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Pembuatan Larutan ..................................................... 73
Lampiran 2 Perhitungan Aktivitas ................................................ 75
Lampiran 3 Data Hasil Penelitian ................................................. 77
Lampiran 4 Alat-alat yang Digunakan .......................................... 82
Lampiran 5 Penanaman Secara Hidroponik .................................. 83
Page 22
xxi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
Singkatan Keterangan
NORM Natural Occuring Radioactive Material
AAS Atomic Adsorption Spectrometri
XRF X-Ray Diffraction
Ξ Faktor spesifikradiasi gamma pada unsur
αΊ Laju paparan (mR/h)
r Jarak antara detector dan sumber (m)
A Aktivitas radioaktif (Bq/Ci)
Page 23
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi
kehidupan. Air bukan hanya dibutuhkan oleh manusia, tetapi juga
oleh semua mahluk hidup di bumi seperti tumbuhan, hewan maupun
mikroorganisme (Syahputra, 2005). Manusia sangat bergantung pada
ketersediaan air untuk melaksanakan segala aktivitasnya, mulai dari
memasak, mencuci, mandi dan aktivitas lainnya. Menurut Faridah
(2007) sekitar 71 persen komposisi bumi terdiri atas air. Air juga
merupakan zat yang penting bagi tanaman dan hewan, yaitu 50
persen sampai 97 persen dari seluruh berat tanaman dan hewan
terdiri atas air.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk serta semakin
berkembangnya tehnologi yang juga mendorong meningkatnya
aktivitas diberbagai sektor pembangunan, terutama pada sektor
industri, masalah pencemaran lingkungan menjadi masalah yang
sangat kritis bagi negara maju maupun negara yang berkembang.
Salah satu jenis pencemaran air yaitu disebabkan oleh adanya
pembuangan limbah dari pabrik yang belum mempunyai instalasi
pengolahan limbah, atau instalasi kurang memadai yang
sebagaimana disyaratkan oleh pemerintah (Wisnu, 1995). Selain
pencemaran oleh industri, pencemaran dapat ditimbulkan dari
domestik dan pertanian. Dampak secara nyata yang tampak yaitu
meningkatnya kandungan logam berat dan meningkatnya
radionuklida alam (NORM) di lingkungan perairan (Ariono, 1996).
Salah satu pencemaran akibat domestik yaitu penggunaan
deterjen, sedangkan untuk pertaniaan pencemaran dapat disebabkan
oleh penggunaan pestisida dan pupuk kimia secara berlebihan. Pupuk
kimia yang sering digunakan oleh masyarakat yaitu pupuk fosfat,
pupuk fosfat ini selain mengandung logam berat juga terdapat
kandungan radionuklida yang berasal dari batuan fosfat.
Menurut Kohar, dkk (2005), pembuangan limbah (baik
padatan maupun cairan) ke daerah perairan menyebabkan
penyimpangan dari keadaan normal air yang menyebabkan air
menjadi tidak layak untuk digunakan sebagai persediaan air.
Page 24
2
Tehnologi pengolahan limbah pabrik sekarang ini telah sangat
maju tetapi tidak menutup kemungkinan masih adanya logam berat
dan zat berbahaya lainnya pada saat pengolahan limbah. Sedangkan
limbah domestik dan pertaniaan sampai saat ini belum ditangani
dengan serius. Padahal kandungan logam berat dan radionuklida
yang terkandung juga berpotensi menyebabkan pencemaran
lingkungan. Sifat logam berat yang tidak terdegradasi menjadi
masalah yaitu logam berat ini akan terakumulasi pada tanaman,
hewan dan manusia dalam waktu yang lama yang nantinya akan
mengakibatkan efek yang berbahaya dan mempengaruhi sistem
metabolisme (Fardiaz, 1992).
Beberapa cara dapat dilakukan untuk memulihkan lingkungan
perairan yang tercemar logam berat dan radionuklida, diantara yaitu
reverse osmosis, metode pertukaran ion, dsb, namun kebanyakan
cara tersebut membutuhkan biaya yang besar dan tidak ramah
lingkungan, yang nantinya juga dapat menimbulkan masalah baru
yang membutuhkan pemecahan masalah lebih lanjut. Maka dari itu
diperlukan upaya pemulihan lingkungan alternatif dengan cara
ekonomis dan ramah lingkungan. Salah satu metode yang aplikatif
dan diharapkan mampu menangani masalah pencemaran logam berat
dan radionuklida yaitu metode fitoremediasi (Mangkoediharjo,
2010).
Menurut Triastuti dalam Sari (2014) fitoremediasi merupakan
suatu teknologi untuk menghilangkan atau mengurangi suatu zat
polutan pada tanah atau air menggunakan suatu tanaman.
Fitoremediasi tidak hanya digunakan untuk pengurangan atau
penghilangan logam berat (seperti Ag, Cd, Co, Cr, Cu, Hg, Mn, Mo,
Ni, Pb, Zn dan lainnya) tetapi juga radionuklida (seperti 90Sr, 137Cs, 239Pu,234U, 238U dan lainnya) dan tentunya zat organik (Andrade and
Mahler, 2002).
Banyak tanaman yang hidup di air diantaranya genjer
(Limnocharis flava). Genjer sering dimanfaatkan masyarakat sebagai
sayuran. Penelitian fitoremediasi yang menggunakan genjer pernah
dilakukan oleh Alfa, 2006; Hermawati, dkk, 2005; Avlenda, 2009
dalam Priyanti dan Etyn (2013), dimana hasilnya menunjukkan
bahwa genjer mampu secara efektif menurunkan kadar logam berat
timbal (Pb), BOD, COD, DO, TTS, sulfat, dan fosfat di perairan
tercemar oleh limbah, serta tumbuhan genjer kemampuan untuk
Page 25
3
menyerap logam Fe dan Mn. Namun penelitian mengenai
penyerapan radionuklida dan logam berat Cu menggunakan tanaman
ini belum pernah dilakukan.
Ipomoea aquaticaForsk (kangkung air) merupakan tanaman
air yang banyak tumbuh pada saluran buangan limbah cair. Tanaman
ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat, baik itu tanaman yang hidup
di selokan sekalipun. Penelitian fitoremediasi menggunakan tanaman
kangkung pernah dilakukan oleh Baysa, dkk (2006) yang hasilnya
menunjukkan tanaman dapat menyerap Pb dan Cd, serta penelitian
yang dilakukan oleh Rosidi dan Sukirno (2006) yang menunjukkan
bahwa tanaman kangkung dapat menyerap radionuklida, salah
satunya yaitu K-40.
Seledri merupakan tanaman yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat, baik untuk dimakan maupun digunakan sebagai obat.
Penelitian fitoremediasi menggunakan tanaman seledri sudah pernah
dilakukan oleh Bisessar, dkk (1983), dimana hasilnya yaitu tanaman
seledri dapat menyerap logam Ni, Cu, Co dan S. Namun penelitian
mengenai pengurangan logam berat Pb dan radionuklida
menggunakan tanaman ini belum pernah dilakukan.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kadar
logam berat dan radioaktif pada air, serta penelitian menggunakan
tanaman kangkung, seledri dan genjer juga sudah banyak dilakukan.
Namun belum ada penelitian yang membandingkan pengurangan
kadar logam berat dan radionuklida dengan metode fitoremediasi
pada limbah buatan pada semua tanaman. Metode fitoremediasi yang
dilakukan yaitu dengan pemberian tanaman pada air limbah buatan
(metode hidroponik) yang kemudian akan dilihat seberapa besar
penyerapan tanaman tersebut terhadap kandungan logam berat dan
radioaktif pada air limbah buatan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka
diperoleh rumusan masalah yaitu, seberapa efektifkah penggunaan
tanaman kangkung air, genjer dan seledri untuk menyerap logam
berat dan radionuklida pada air limbah buatan dengan menggunakan
metode fitoremediasi. Serta tanaman apakah yang paling efektif
menyerap logam berat dan radionuklida pada air limbah buatan.
Page 26
4
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menentukan seberapa
efektifkah tanaman kangkung air, genjer dan seledri dalam menyerap
limbah logam berat dan radionuklida pada air tercemar, serta untuk
mengetahui kemampuan masing-masing tanaman dalam menyerap
logam berat dan radionuklida.
1.4 Batasan Masalah
Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis membatasi pokok-
pokok pembahasan yaitu air yang digunakan yaitu air limbah buatan
yang berasal dari air sumur yang dicampur dengan logam berat (Pb
dan Cu), serta untuk uji kandungan radionuklida air limbah buatan
dibuat dari pupuk NPK phoska mutiara. Tanaman yang digunakan
untuk metode fitoremediasi yaitu tanaman kangkung air, genjer dan
seledri. Alat yang digunakan yaitu AAS (atomic adsorb spektroscopy
atau spektroskopi serapan atom) untuk mengukur kadar logam berat,
XRF (X-ray fluoresense) untuk mengukur kadar unsur pada arang
tanaman dan juga detektor Geiger Muller digunakan untuk mengukur
laju paparan pada arang tanaman.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat adanya penelitian ini yaitu dapat dijadikan informasi
dan pertimbangan dalam mengelola limbah industri dengan
menggunakan fitoremediasi dengan biaya yang murah menggunakan
tanaman seledri, kangkung air, dan genjer yang dapat mengurangi
kadar logam berat dan radionuklida sehingga limbah industri yang
dibuang ke lingkungan tidak menyebabkan pencemaran atau bersih
dari polutan, serta penggunaan pupuk kimia dan pestisida secara
berlebihan akan menyebabkan akumulasi logam berat dan
radionuklida pada tanaman. Serta dapat pula digunakan untuk
memperbaiki kualitas air tidak layak konsumsi menjadi layak untuk
konsumsi.
Page 27
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air
Air sangat diperlukan untuk proses hidup dalam tubuh
manusia, tumbuhan dan hewan serta semua mahluk hidup termasuk
mikroorganisme. Sebagian besar tubuh manusia, hewan dan
tumbuhan terdiri atas air. Selain itu, air juga sangat diperlukan untuk
berbagai keperluan rumah tangga, pengairan, pertanian, industri dan
rekreasi (Sastrawijaya, 1991). Pada proses kimia pada industri, air
digunakan sebagai medium reaksi, bahan pelarut, dan perantara
transfer panas (Rana, 2006).
Tabel 1. Macam Air Di Permukaan Bumi
Total Volume Volume (km2)
1.385.984.610
Air Asin
Samudera
Air tanah (sampai 2000 m)
Larutan di daratan
1.338.000.000
12.870.000
85.400
1.350.955.400
Air Tawar
Gletser dan salju
Air Tanah
Permafrost
Danau
Kelembaban tanah
Air di udara
Rawa
Sungai
Air dalam tubuh
Hewan/tumbuhan
24.064.100
10.530.000
300.000
91.000
16.500
12.900
11.470
2.120
1.120
35.029.210
(Sunaryo, dkk, 2005).
Menurut Sunaryo, dkk (2005) pengertian air adalah semua air
yang terdapat pada permukaan, di atas maupun dibawah permukaan
Page 28
6
tanah, yang termasuk di dalamnya air permukaan, air tanah, air
hujan, dan air laut. Sedangkan pengertian sumber daya air
merupakan air dengan semua potensinya termasuk sarana dan
prasarana yang dimanfaatkan, namun tidak termasuk kekayaan
hewani yang ada di dalamnya.
Jumlah air di bumi relatif tetap, yakni sebesar Β± 1,4 miliar
km3, dimana rinciannya dapat dilihat pada Tabel 1. Hampir 97,5%
air didunia dalam keadaan asin. Bila dianggap permukaan bumi ini
dalam bentuk seragam, maka jumlah air sebesar itu akan menutupi
seluruh permukaan bumi sedalam 2,6 km. Dari jumlah ini sekitar
2,5% air di dunia bersifat tawar, 1,7% tersimpan dalam bentuk es,
sedangkan hanya 0,1% yang tersimpan dalam bentuk uap air. Dari
keseluruhan air tawar, hanya 0,006% yang mengalir dipermukaan
bumi, dan 0,003% yaitu sekitar setengah dari jumlah air tawar berada
dalam tubuh makhluk hidup.
2.1.1 Air Bersih
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-
hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum
apabila telah dimasak. Sedangkan air minum adalah air yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum. (Efendi dan Makhfudli, 2009).
Semakin meningkatnya perkembangan sektor industri dan
transportasi, baik industri minyak dan gas bumi, pertanian, industri
kimia, industri logam dasar, industri jasa, dan jenis aktivitas lainnya,
maka semakin meningkat pula tingkat pencemaran pada perairan
akibat kegiatan tersebut. Untuk mencegah terjadinya pencemaran
maka perlu dilakukan pengendalian dengan menetapkan baku mutu
lingkungan, termasuk di dalamnya baku mutu air dan baku mutu
limbah cair. Baku mutu air pada sumber air adalah batas kadar yang
diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di dalam air,
tetapi air tersebut masih dapat digunakan sesuai kriterianya
(Kristanto,2002).
Menurut peruntukannya, air dalam sumber air dapat
dikategorikan menjadi empat golongan mengacu pada Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengolahan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran air yang menetapkan mutu air ke
dalam empat golongan yaitu:
Page 29
7
1. Golongan A, air yang dapat digunakan untuk air baku air
minum tanpa diolah terlebih dahulu.
2. Golongan B, air yang dapat digunakan untuk prasarana atau
sarana kegiatan rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi tanaman.
3. Golongan C, air yang dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman dan
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
4. Golongan D, air yang dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan peruntukan yang lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air
minum pada pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa air minum adalah air
yang melalui proses pengolahan atau tanpa pengolahan yang
memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung di minum. Serta pada
pasal 3 ayat satu menyatakan bahwa air minum aman bagi kesehatan
apabila memenuhi persyaratan kimiawi, fisika, mikrobiologis dan
radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter
tambahan. Serta dalam lampiran dijelaskan bahwa parameter
radioaktifitas alpha dan beta dalam air minum tidak boleh melebihi
kadar maksimum yang diperbolehkan yaitu 0,1 Bq/l untuk alfa dan 1
Bq/l untuk beta.
Menurut Sutrisno, dkk (2004) air minum harus memenuhi
ketiga persyaratan, yaitu syarat fisik, kimia dan bakteriologis.
Syarat fisik, yaitu air tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, air
harus jernih, tidak keruh, serta mempunyai suhu di bawah udara
sekitarnya (segar).
Syarat kimia, yaitu air tidak boleh mengandung racun, zat mineral
atau zat-zat kimia tertentu dalam jumlah melebihi batas yang
ditentukan.
Syarat bakteriologis, yaitu air tidak boleh mengandung bakteri-
bakteri penyakit (patogen) sama sekali dan tidak boleh mnegandung
bakteri e-coli melebihi batas yang telah ditentukan yaitu 1 bakteri e-
coli/100 ml air.
Page 30
8
2.1.2 Pencemaran Air
Pencemaran adalah masuknya makhluk hidup, zat, energi dan
komponen lainnya dalam air atau udara, dan berubahnya komposisi
air atau udara oleh semua kegiatan manusia atau dari proses alam,
sehingga kualitas air atau udara menjadi kurang atau bahkan menjadi
tidak berfungsi lagi sesuai peruntukannya. Sedangkan pencemaran
air merupakan penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal
(Kristanto, 2002). Pencemaran air merupakan persoalan yang khas
yang terjadi di sungai-sungai dan badan-badan air. Sumber
pencemaran air terutama disebabkan aktivitas manusia dan dipicu
secara kuadratik oleh pertumbuhan penduduk (Sunaryo,dkk, 2005).
Karena sungai memiliki peranan yang sangat penting bagi
kehidupan, maka kualitas air sungai berdasarkan peruntukannyapun
juga harus diperhatikan. Kualitas air sungai pada musim kemarau
dan penghujan berbeda, yaitu kualitas air sungai pada musim
kemarau dipengaruhi oleh kualitas sumber air yang mengalir ke
sungai, sedangkan kualitas air sungai pada musim kemarau
dipengaruhi selain oleh kualitas sumber air juga oleh kualitas air
hujan yang masuk ke sungai, baik yang langsung maupun setelah
melewati lahan pertanian atau perkebunan, area industri, dan rumah
penduduk (Rusmanto dan Agus, 2007).
Air di beberapa bagian di dunia ini tercemar oleh logam
beracun oleh wilayah industri, radionuklida, hidrokarbon dari kilang
minyak dan pestisida dari industri pertanian dan sisa dari
penggunaan beberapa produk pertanian pada tanaman. Salah satu
contoh pencemaran air permukaan ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Limbah ini tidak sama dengan limbah organik, logam tidak dapat
terurai, dapat terserap pada mahluk hidup dan beberapa logam berat
seperti arsenik (Ar), selenium, zink, mangan, timbal, merkuri dan
kadmium harus dihilangkan dari lingkungan (Okunowo, Liasu,
2010). Menurut Olguin dan Gloria (2012) adanya logam pada
ekosistem perairan misalnya, sungai, kolam dan danau, memberikan
kemungkinan bahaya pada kesehatan manusia dan ekosistem hidup
lainnya karena toksisitas, bioakumulasi, tak dapat diuraikan dalam
lingkungan.
Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber yaitu domestik,
industri dan pertanian. Polutan atau bahan pencemar adalah bahan-
bahan yang bresifat asing bagi alam atau bahan bahan yang berasal
Page 31
9
dari alam tetapi bahan tersebut memasuki ekosistem sehingga
memasuki ekosistem tersebut (Effendi, 2003).Sedangkan polusi air
merupakan bentuk penyimpangan dari sifat-sifat air dari keadaan
normalnya.Semua air yang tersebar di alam tidak pernah terdapat
dalam keadaan murni, tetapi tidak semua air sudah terpolusi. Ciri-ciri
air tercemar bervariasi tergantung dari jenis air dan polutannya
(Fardiaz, 1992).
Gambar 2.1.Salah Satu Contoh Pencemaran Air Permukaan
Pencemaran domestik berasal dari rumah tangga, laundry,
pembersihan badan, dan ekskresi. Air limbah domestik mengandung
lebih dari 90% cairan. Polusi air domestik pada dasarnya disebabkan
dari pembuangan kotoran. Pembuangan kotoran didefinisikan
sebagai air yang dihasilkan dari rumah atau proses memasak
makanan dari tumbuhan dan termasuk ekskresi, sabun, material
organik, limbah makanan, minyak, deterjen, kertas dan kain,serta
hewan. Pembuangan kotoran domestik penyumbang terbesar dari air
limbah (Rana, 2006).
Jumlah aliran air limbah yang berasal dari industri sangat
bervariasi tergantung dari jenis dan besar kecilnya industri,
pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air, serta
derajat pengolahan air limbah yang ada (Sugiharto, 1987). Limbah
industri mengandung banyak bahan pencemar, antara lain bahan-
bahan organik, garam-garam organik, logam-logam berat dan
sebagainya (Sumardjo, 2009).
Limbah kegiatan Pertanian dapat berasal dari pupuk kandang,
pupuk urea, pupuk tri super fosfat (3-SP), pupuk ZA serta pupuk
lainnya, serta insektisida. Pupuk dan insektisida ini dapat terbawa air
Page 32
10
irigasi dan masuk kembali ke sungai (Sastrawijaya, 1991). Pestisida
tersusun dari unsur kimia yang jumlahnya tidak kurang dari 105
unsur, namun yang sering digunakan yaitu sekitar 21 unsur kimia.
Unsur atau atom yang sering digunakan yaitu arsenik (Ar), boron
(B), bromium (Br), kadmium (Cd), tembaga (Cu), karbon (C), klorin
(Cl), Flor (F), hidrogen (H2), ferum atau besi (Fe), plumbum (Pb),
magnesium (Mg), mangan (Mn), merkuri (Hg), nitrogen (N2),
oksigen (O2), fosfor (P), sodium, sulfur (S), dan seng (Zn)
(Subiyakto dan Sudarmo, 1988).
2.2 Logam Berat
Sekitar tiga perempat elemen kimia yang diketahui adalah
logam, karakteristik umumnya yaitu memiliki sifat kelistrikan dan
konduktivitas termalnya yang tinggi, dapat ditempa, mudah dibentuk,
serta dapat bersifat memantulkan cahaya. Aluminium (Al), besi (Fe),
kalsium (Ca), sodium (Na) dan magnesium (Mg) adalah logam yang
paling melimpah di kerak bumi. Hanya sedikit logam, seperti
tembaga (Cu), emas (Au), platinum (Pt) dan perak (Ag), ditemukan
pada tempat bebas. Kebanyakan logam berbentuk padat pada bentuk
alaminya (Rana, 2006).
Logam berat merupakan unsur-unsur kimia dengan bobot jenis
lebih dari 5 g/cm3 yang terletak disudut kanan sistem periodik serta
mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya
bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 4 sampai 7 (Gambar 2.2).
Hg mempunyai urutan pertama dalam sifat racunnya dibandingkan
logam lainnya, yang diikuti oleh logam berat Cd, Ag, Ni, Pb, As,
Cr,Sn dan Zn (Waldchuk,1984 dalam Adli, 2012).
Gambar 2.2. Macam Logam Berat
Page 33
11
Logam berat merupakan jenis pencemar yang sangat
berbahaya dalam sistem lingkungan hidup karena bersifat tak dapat
terbiodegradasi, toksik, serta dapat mengalami bioakumulasi dalam
rantai makanan (Anis,S dan Gusrizal, 2006 dalam Suhud,dkk, 2012).
Logam tidak mengalami degradasi baik secara biologis maupun
secara kimia, yang terjadi hanyalah logam akan mengalami
transformasi sehingga akan dapat meningkatkan mobilitas dan sifat
racunnya. Hal inilah yang akan dapat menjadi potensi polusi pada
permukaan tanah dan air dan dapat menyebar ke daerah sekitar
melalui air, penyerapan oleh tumbuhan yang nantinya akan
menyebabkan akumulasi pada rantai makanan (Juhaeti, dkk, 2009).
Tabel 2. Spesifikasi logam berat dari sumber antropogenik di
lingkungan
Logam
Berat
Sumber
As Pestisida dan bahan pengawet kayu
Cd Cat dan pigmen, elektroplanting, pengabuan dari
plastik yang terkontaminasi kadmium dan pupuk
fosfat
Cr Penyamakan kulit, industri baja, dan abu layang
dari batu bara
Cu Pestisida dan pupuk
Hg Lepas dari penambangan Au-Ag dan
pembakaran batu bara, limbah medis
Ni Industri sungai, peralatan dapur, alat operasi,
pencampuran baja, dan baterai
Pb Pemancaran antena dari pembakaran minyak
bumi, perakitan baterai, herbisida dan insektisida
(Ali, dkk, 2013).
Page 34
12
Menurut peranannya dalam sistem biologi, logam berat
dibedakan menjadi logam berat esensial dan non esensial. Logam
berat esensial dibutuhkan oleh organisme hidup untuk fungsi vital
psikologis dan biokimia, tetapi kebutuhan logam esensial ini hanya
sedikit. Contoh logam esensial yaitu Fe, Mn, Cu, Zn, dan Ni (Cempel
dan Nikel, 2006; Gohre dan Paszkowski, 2006 dalam Ali, dkk,
2013). Sedangkan untuk logam non esensial merupakan logam yang
sama sekali tidak dibutuhkan oleh organisme untuk menjalankan
fungsi fisiologis dan biokimia, baik dalam jumlah sedikit sekalipun.
Contoh logam non esensial yaitu diantara Cd, Pb, As, Hg dan Cr
(Ali, dkk, 2013).
Logam berat masuk ke dalam lingkungan dari alam dan
sumber antropogenik. Sumber alam yang paling berpengaruh yaitu
pelapukan mineral, erosi dan aktivitas vulkanik, sedangkan sumber
antropogenik yaitu berasal dari pertambangan, peleburan,
elektroplanting, penggunaan pestisida dan pupuk yang mengandung
fosfat pada pertanian, pembuangan limbah, pelaksanaan industri,
jatuhan dari atmosfer, dan sebagainya, seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 2 (Ali, dkk, 2013). Ada banyak jenis logam berat yang semua
dapat bersifat toksik bagi manusia, hewan dan semua mahluk hidup.
Diantaranya yaitu,
1. Timbal (Pb)
Timbal merupakan salah satu polutan yang paling
banyak yang terdapat di air dan timbal tidak diperlukan oleh
mahluk hidup dan bersifat racun (toksik) pada konsentrasi
rendah. Kelebihan Pb pada tumbuhan menghambat
fotosintesis, pertumbuhan, merusak nutrisi mineral dan
keseimbangan air, menyebabkan klorosis daun, dan nekrosis.
Jika kadarnya meningkat dari toleransi maksimum penyerapan
oleh manusia yang telah ditetapkan oleh WHO dapat
menyebabkan efek berbahaya pada kesehatan. Sifat racun Pb
meliputi pengaruh negatif pada sistem saraf pusat, ginjal, dan
tulang (Baysa, et all, 2006).
Logam Pb dapat berasal dari cat, pipa air, kaleng,
insektisida, pestisida, asap kendaraan bermotor dan asap
rokok. Kandungan timbal pada kaleng makanan dapat
meningkatkan kadar Pb pada makanan tersebut. Gejala
Page 35
13
keracunan Pb yaitu diantaranya sakit perut, anemia, dan luka
pada sistem saraf periperal dan pusat (Rana, 2006). Keracunan
Pb kronik ditandai dengan depresi, sakit kepala, sulit
berkonsentrasi , daya ingat terganggu dan sulit tidur. Jika
timbal masuk ke dalam tubuh lewat makanan atau menghirup
uap timbal dalam waktu yang relatif pendek dengan kadar
yang relatif tinggi maka akan menyebabkan keracunan akut.
Keracunan akut dapat terjadi dengan gejalanya yaitu mual,
muntah, sakit perut hebat, kelainan fungsi otak, anemia berat,
kerusakan ginjal, bahkan dapat menyebkan kematian dalam
waktu 1-12 hari setelah terpapar. keracunan timbal pada anak-
anak juga dapat mengurangi kecerdasan. Penurunan kadar
kecerdasan intelektual (IQ) dibawah 80 akan terjadi jika kadar
timbal dalam darah mencapai tiga kali batas normal (asupan
normal sekitar 0,3 mg perhari). Kelainan ini disebabkan
karena timbal dapat menggantikan peranan mineral-mineral
utama seperti seng, tembaga dan besi dalam mengatur sistem
saraf pusat (Widaningrum, dkk, 2007).
Public Health Service di Amerika Serikat menetapkan
bahwa sumber air-air alami untuk masyarakat tidak boleh
mengandung timbal labih dari 0,05 mg/l (0,05 ppm),
sedangkan menurut WHO batas timbal dalam air yaitu 0,1
mg/l.
2. Tembaga (Cu)
Tembaga merupakan unsur yang diperlukan hanya
sedikit dan cukup untuk berfungsi pada beberapa enzim yang
terlibat pada transfer elektron (oksidasi fungsi sel khrome),
penghambat radikal bebas (katalase, superoksidasi oksidasi)
dan susunan melanin (tirosinase) dan juga dibutuhkan untuk
pemanfaatan besi dan sususnan hemoglobin (Rana, 2006).
Tembaga pada limbah industri dalam bentuk ion
bivalen Cu(II) sebagai hydrolitik product. Industri yang
dapat menghasilkan limbah tembaga yaitu seperti industri
pewarnaan, kertas, minyak serta industri pelapisan.
Konsentrasi logam tembaga pada air minum manusia tidak
lebih dari 1 ppm serta dapat bersifat racun pada semua
tumbuhan pada konsentrasi larutan di atas 0,1 ppm. Dan
Page 36
14
bersifat racun pada domba pada konsentrasi diatas 20 ppm,
namun keberadaan logam ini pada makanan manusia tetap
dibutuhkan dan harus ada (Widaningrum, dkk, 2007).
Menurut Jaqob dan Uexkull (1963) dalam Napitupulu (2008)
unsur tembaga diserap oleh akar tanaman dalam bentuk Cu2+
dan dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit.
2.3 Radionuklida
Radionuklida merupakan unsur yang tidak stabil yang meluruh
untuk menjadi unsur yang stabil dengan memancarkan radiasi.
Proses ini menunjukkan keradioaktivan dan mempunyai satuan
Becquerel. Dimana 1 Becquerel satu sama dengan satu peluruhan per
detik (Laegreid, dkk, 1999). Satuan lain yang merupakan satuan lama
dari intensitas sumber radiasi yang masih digunakan yaitu Curie
disingkat Ci. Dimana 1 Ci adalah 3,7 x 1010 Bq dan 1 Bq= 27,027 x
10-12 Ci (Susetyo,1988).
Radiasi dapat merusak molekul biologi dan membahayakan
kesehatan. Pada dasarnya manusia terkena paparan radiasi dari
berbagai sumber. Paparan eksternal dari radiasi kosmik, radiasi dari
unsur radioaktif dari tanah, bangunan, radon, dsb terdapat sekitar
90% dari paparan total, sedangkan 10% sisanya berasal dari radiasi
internal, termasuk unsur radioaktif pada badan manusia sendiri
(Laegreid, dkk, 1999). Sedangkan menurut Susetyo (1988)
radioaktivitas merupakan gejala perubahan inti atom secara spontan
yang disertai radiasi berupa gelombang elektromagnetik, gejala ini
disebabkan oleh ketidakstabilan inti atom. Suatu individu atom
dengan satu nomor atom dan satu nomor massa tertentu disebut
sebagai nuklida, contohnya 1H1 dan 92U235. Nuklida yang bersifat
radioaktif disebut radionuklida.
Menurut Chussetijowati, dkk (2009) radiasi di lingkungan
berasal dari sumber radiasi alam dan radiasi buatan. Radiasi alam
misalnya dari radiasi kosmik dan terestrial, sedangkan radiasi buatan
berasal dari hasil samping kegiatan manusia, seperti pertambangan
uranium, pembakaran batu bara, radiasi yang digunakan dalam
diagnosa atau terapi medis, fasilitas teknologi nuklir lainnya yang
dapat menimbulkan radiasi baru. Radionuklida di lingkungan akan
terdispersi ke udara, air maupun tanah. Radionuklida di udara dapat
Page 37
15
terdeposisi ke permukaan tanah atau air. Radionuklida dalam air dan
tanah dapat diserap oleh akar tanaman.
Di alam sudah terdapat radionuklida yang secara alami ada,
atau biasa disebut dengan NORM. NORM (Naturan Occuring
Radioactive Materials) merupakan unsur radioaktif alami yang
diambil dari alam, seperti dari batuan, tanah dan mineral. NORM ini
dapat terkonsentrasi dan meningkat kandungannya melalui kegiatan
industri (IAEA, 2001 dalam Mellawati, 2009). Terdapat beberapa
industri non nuklir dan aktivitas lainnya yang berpotensi memberikan
kontribusi NORM ke lingkungan yaitu salah satunya pada industri
pupuk fosfat dan penggunaan pupuk fosfat pada pertanian.
Menurut Savci (2012) penggunaan pupuk kimia memberikan
dampak yang berbahaya pada lingkungan, hal ini dikarenakan pupuk
kimia mengandung logam berat dan radionuklida dengan konsentrasi
tinggi. Logam berat dan radionuklida ini yang kemudian akan
terakumulasi pada lingkungan dan bersifat toksik bagi manusia.
Radionuklida yang sudah masuk ke dalam tubuh manusia atau
mahluk hidup lainnya akan menjadi sumber radiasi interna yang
dapat merusak sel-sel atau jaringan tubuh makhluk hidup
(Chussetijowati, dkk, 2009).
Gambar 2.3. Pupuk Fosfat
Pupuk fosfat merupakan pupuk yang sering digunakan dalam
pertanian, banyak macam dari pupuk fosfat diantaranya yaitu, triple
superphosphate (TSP), single superphosphate (SSP), pupuk
ammonium phosphate (DAP dan MAP), pupuk NPK (Gambar 2.3).
Pupuk fosfat mengandung logam berat dan radionuklida yang berasal
dari batuan fosfat. Batuan fosfat merupakan bahan baku pembuatan
pupuk fosfat pada industri pupuk (El-Taher dan Mohamed, 2013).
Page 38
16
Perhatian utama yang berhubungan dengan radionuklida pada pupuk
yaitu
1. Meningkatkan paparan radiasi pada industri pupuk
2. Kemampuan akumulasi pada tanah dengan
meningkatkan paparan radiasi ke pekerja pada
ladang, dan meningkatkan menyerapan pada
tanaman.
Ada dua sumber utama inti radioaktif yang terkumpul dalam pupuk
yaitu
1. 40K, terjadi alami dari isotop potasium.
2. Uranium dan Thorium dan unsur luruhnya yang
berasal dari batu phospat
Radionuklida Uranium
Radionuklida uranium yaitu 238U, merupakan radionuklida
yang paling banyak berada pada batuan fosfat. Berdasarkan sifatnya
yang memancarkan radiasi Ξ³, maka 238U mempunyai potensi bahaya
yang lebih tinggi jika diserap oleh mahluk hidup. Bahaya radiasi
terhadap mahluk hidup yaitu dapat merusak jaringan biologis dan
menyebabkan perubahan kimia dari zat-zat biotiknya, seperti enzim
dan asam nukleat sehingga akhirnya dapat menyebabkan kematian
atau pengaruh mutagenik (Mellawati, 2009). U238 mempunyai
ummur paro 4,5 x 109 yang memancarkan radiasi tipe Ξ± dan Ξ³,
apabila masuk dalam tubuh radionuklida ini akan ikut dalam
peredaran darah dan mengendap pada ginjal (Muzakky dan Sri,
2008).
Radionuklida Thorium (Th)
Radionuklida thorium yaitu 232Th, Th232 merupakan salah
satu radionuklida alam. Radionuklida ini berumur paro 1,41 x1010
tahun, radionuklida ini dapat mengendap dalam ginjal dan tulang
manusia serta dapat berdampak pada metabolisme tubuh.
Radionuklida ini dengan konsentrasi 1 ΞΌCi saja dapat tinggal di
dalam tulang manusia hingga 50 tahun. Th232 dapat ditimbulkan dari
pabrikasi bahan bakar yang terlepas, test senjata nuklir, kecelakaan
reaktor nuklir (Muzakky, dan Sri, 2008) serta dapat disebabkan
karena pupuk kimia.
Radionuklida Kalium (K)
Menurut Kariyam (2007), radionuklida kalium yaitu 40K,
yang merupakan radionuklida atau radioaktivitas yang diduga berasal
Page 39
17
dari penggunaan pupuk dan pestisida pada areal pertanian atau
perkebunan. Radionuklida ini banyak terdapat pada sayuran, buah-
buahan, batuan serta tanah dan pasir. Potasium (K40) mengandung
0,012% isotof radioaktiv 40K. 40K mempunyai waktu paruh 1.28 x
109 tahun. Unsur radioaktif pada batu fosfat yaitu uranium, thorium,
radium dan anak luruhnya. Unsur ini ada dimana-mana secara alami
dan meluruh menjadi Ξ±, Ξ² dan πΎ(Laegreid,et al, 1999).
2.4 Fitoremediasi
Fitoremediasi pada dasarnya mengacu pada penggunaan
tumbuhan dan mikroba tanah untuk mengurangi konsentrasi atau
efek racun kontaminan pada lingkungan. Fitoremediasi dapat
digunakan untuk menghilangkan logam berat dan radionuklida dan
juga polutan organik. Teknik ini ramah lingkungan. Fitoremediasi
berasal dari kata Phyto (fito) yang berarti tanaman dan remedium
yang berasal dari bahasa latin yang memiliki arti memperbaiki atau
menghilangkan. Tanaman hijau memiliki kemampuan yang sangat
besar untuk menyerap polutan dari lingkungan dan menyelesaikan
detoksifikasi dengan mekanisme yang beragam. Fitoremediasi
merupakan metode yang membutuhkan biaya yang paling murah
diantara metode yang lainnya (Ali, dkk, 2013).
Ada beberapa teknik fitoremediasi meliputi Phytoextraction
(atau phytoaccumulation), phytofiltration, phytostabilization,
phytovolatilization, dan phytodegradation (ditunjukkan pada Gambar
2.4). Perbedaan teknik-teknik ini akan dijelaskan lebih terperinci
sebagai berikut,
a. Phytoextraction
Phytoextraction ini juga diketahui sebagai
fitoakumulasi, fitoabsorpsi atau phytosequestration, yaitu
penyerapan kontaminan dari tanah atau air dengan akar
tanaman dan mentranslokasikannya dan mengakumulasikan
pada bagian tanaman yang dapat dipanen atau bagian atas
permukaan, yaitu bagian tunas (Ali, dkk, 2013). Translokasi
logam berat ke tunas merupakan proses biokimia. Teknik ini
sangat tepat diaplikasikan untuk menghilangkan kontaminan
dari tanah, sedimen dan sludge.
Page 40
18
b. Phytofiltration
Phytofiltration merupakan teknik menghilangkan
polutan dari permukaan air yang terkontaminasi atau air yang
tercemar dengan tanaman. Phytofiltration bisa menggunakan
rizofiltrasi (penggunaan akar tanaman) atau blastofiltrasi
(menggunakan biji-bijian) atau caulofiltrasi (menggunakan
tunas tanaman yang dipotong; caulis dalam bahasa latin yaitu
tunas). Pada teknik phytofiltrasi, kontaminan akan di
absorpsi atau di adsorpsi dan dengan begitu pergerakan
kontaminan pada air tanah dapat diminimalisir (Ali, dkk,
2013).
Gambar 2.4. Macam-macam teknik fitoremediasi
c. Phytostabilization
Phytostabilisasi atau fitoimobilisasi merupakan
penggunaan beberapa tanaman untuk menstabilkan
kontaminan dari tanah yang tercemar. Teknik ini digunakan
Page 41
19
untuk menurunkan mobilitas dan adanya aktivitas biologi
polutan di lingkungan, hal ini mencegah berpindahnya
polutan menuju ke permukaan air atau kedalam makanan.
Tanaman dapat mengurangi logam berat pada tanah sampai
habis, dimana mekanismenya yaitu penyerapan dari akar,
pengendapan, pengumpulan pengurangan valensi logam pada
rizosfer (Ali, dkk, 2013).
d. Phytovolatilization
Phytovolatilization merupakan penyerapan polutan
dari tanah dengan tanaman, tanaman ini mengubahnya
dengan bentuk penguapan dan kemudian melepasnya ke
atmosfer. Teknik ini dapat digunakan untuk polutan organik
dan beberapa logam berat seperti Hg dan Se. Tetapi,
penggunaannya terbatas dengan fakta bahwa teknik ini tidak
mengurangi polutan secara lengkap, hanya mengirim dari
satu bagian (tanah) ke bagian lainnya (atmosfer), dimana
polutan dapat tersimpan lagi (Ali, dkk, 2013).
e. Phytodegradation
Phytodegradation merupakan penurunan polutan
organik oleh tanaman dengan bantuan enzim contohnya
dehalogenase dan oksigenase, yang tidak bergantung pada
mikroorganisme yang berhubungan dengan rhizosfer.
Phytodegradation sangat sedikit menghilangkan polutan
anorganik karena logam berat bersifat tidak terdegradasi
secara biologi. Teknik ini mendapat perhatian peneliti untuk
mengurangi beberapa macam polutan organik termasuk
herbisida dan insektisida buatan (Ali, dkk, 2013).
f. Rhizodegradation
Rhizodegradasi merupakan proses penguraian dan
penghilangan polutan organik pada tanah dengan
mikroorganisme pada rizosfer (Ali, dkk, 2013).
g. Phytodesalination
Phytodesalinasi merupakan proses fitoremediasi oleh
tanaman untuk menghilangkan garam dari garam tanah yang
Page 42
20
berlebihan supaya dapat membantu tanaman tumbuh dengan
normal (Ali, dkk, 2013).
Teknik-teknik fitoremediasi ini akan dijelaskan lebih singkat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Beberapa teknik fitoremediasi
Teknik Keterangan
Phytoextraction Pengumpulan polutan pada
bagian yang dapat dipanen
seperti tunas
Phytofiltration Pengambilan polutan dari
air yang terkontaminasi
dengan menggunakan
tanaman
Phytostabilization Membatasi gerakan atau
mobilitas dan adanya zat
biologi dari polutan pada
tanah dengan akar tanaman
Phytovolatilization Mengubah polutan ke
bentuk yang mudah
menguap dan kemudian
melepasnya pada atmosfer
Phytodegradation Degradasi dari zat organik
dengan enzim tanaman
pada jaringan tanaman
Rhizodegradation Degradasi dari zat organik
pada rizosfer dengan
mikroorganisme yang
berhubungan dengan
rizosfer
Phytodesalination Menghilangkan kelebihan
garam dari garam tanah
yang berlebihan
(Ali, dkk,2013)
2.5 Tumbuhan Hiperakumulator
Kesuksesan fitoremediasi juga dipengaruhi oleh jenis
tumbuhan yang digunakan dalam perlakuan, tanaman yang cocok
Page 43
21
untuk mengakumulasi logam tertentu dengan jenis logam lainnya
serta tingkat pencemaran sangat berbeda. Pada umumnya, tanaman
yang cocok untuk fitoekstraksi harus mempunyai kemampuan untuk
mengakumulasikan racun atau logam berat pada bagian atas (tajuk),
kemampuan hidup yang tinggi, dan toleransi kadar garam yang tinggi
dan pH tinggi. Selain itu, tanaman ini harus mempunyai biomassa
kering yang tinggi, mudah tumbuh, harus mengurangi dan
menstranslokasikan logam ke bagian tajuk secara efektif
(Ahmadpour, dkk, 2012).
Menurut Chaney, dkk (1995) dalam Hidayati (2005), tanaman
hiperakulator adalah tanaman yang dapat menyerap logam berat
sekitar 1% dari berat keringnya. Semua tumbuhan mempunyai
kemampuan menyerap logam tetapi dalam jumlah yang bervariasi.
Sifat hiperakumulator berarti dapat mengakumulasikan logam
tertentu dengan konsentrasi tinggi pada tajukmya. Salah satu contoh
tumbuhan hiperakumulator adalah eceng gondok (Gambar 2.5).
Gambar 2.5. Tanaman eceng gondok yang merupakan
salah satu contoh tanaman hiperakumulator
Menurut Sarma (2011) dalam Ahmadpour, dkk (2012)
setidaknya ada 500 jenis tanaman hiperakumulator yang terdiri atas
101 famili yang diklasifikasikan sebagai hiperakumulator logam,
termasuk Euphorbiaceae, Violaceae, Poaceae, Lamiaceae,
Flacourtiaceae, Asateraceae, Brassicacaeae, Caryophyllace dan
Cyperaceae.Tanaman-tanaman yang berpotensi sebagai
hiperakumulator beserta jenis kontaminannya dapat ditunjukkan pada
Tabel 4.
Page 44
22
Tabel 4. Tanaman yang berpotensi sebagai hiperakumulator
Jenis Kontaminan Tumbuhan
Zn Thlaspi caerulescens, T.calaminare,
Sambucus, Rumex
Cd (kadmium) Thlaspi caerulescens, Sambucus, Rumex,
Mimulus guttatus, Lolium miscanthus
Pb (timbal) Lolium miscanthus, Thlaspi
rotundifolium
Co (kobalt) Agrostis gigantea, Haumaniastrum
robertii, Mimulus guttatus
Cu (tembaga) Aeanthus biformifolius, Lolium
miscanthus
Mn (mangan) Alyxia rubricaulis
Ni (nikel) Alyssum bertolonii, A.lesbiacum,
Berkheya coddii, Hybanthus floribundus,
Thlaspi goesingense, T. Montanum,
Senesio coranatus, Lolium miscanthus,
Phyllanthus serpentinus
Cs (sesium) Amaranthus retroflexus
As (arsenik) Reynoutria sachalinensis,
Chlamidomonas sp
Se (selenium) Astragalus racemosus
Fe (besi) Poaceae
Hg (merkuri) Arabidopsis thaliana
salinitas Attriplex spp., Halosarcia spp.,
Enneapogon spp.
Minyak bumi Euphorbia, Cetraria, Amaranthus
retroflexus
(Hidayati, 2005).
Mekanisme biologis dari hiperakumulasi unsur logam
pada dasarnya meliputi beberapa proses diantara yaitu,
1. Interaksi rizosferik, yaitu proses interaksi akar tanaman
dengan media tumbuh (tanah dan air). Dalam hal ini
tumbuhan hiperakumulator memiliki kemampuan untuk
melarutkan unsur logam pada rizosfer dan menyerap logam
bahkan dari fraksi tanah yang tidak bergerak sekali sehingga
Page 45
23
menjadikan penyerapan logam oleh tumbuhan
hiperakumulator melebihi tumbuhan normal (McGrath et al.
1997 dalam Hidayati, 2005)
2. Proses penyerapan logam oleh akar pada tumbuhan
hiperakumulator lebih cepat dibandingkan tumbuhan normal,
terbukti dengan adanya konsentrasi logam yang tinggi pada
akar (Lasat 1996). Akar tumbuhan hiperakumulator memiliki
daya selektifitas yang tinggi terhadap unsur logam tertentu
(Gabbrielli et al. 1991 dalam Hidayati, 2005)
3. Sistem translokasi unsur dari akar ke tajuk pada tumbuhan
hiperakumulator lebih efisien dibandingkan tanaman normal.
Hal ini dibuktikan oleh rasio konsentrasi logam tajuk/akar
pada tumbuhan hiperakumulator lebih dari satu (Gabbrielli et
al. 1991 dalam Hidayati, 2005).
Menurut Hidayati (2005) karakteristik tumbuhan
hiperakumulator diantaranya yaitu:
1. Tahan terhadap unsur logam dalam konsentrasi tinggi
pada jaringan akar dan tajuk
2. Tingkat laju penyerapan unsur dari tanah yang tinggi
dibanding tanaman lain.
3. Memiliki kemampuan mentranslokasi dan
mengakumulasi unsur logam dari akar ke tajuk dengan
laju yang tinggi.
Beberapa tanaman air mempunyai kemampuan tinggi untuk
mengakumulasikan logam berat atau zat yang bersifat racun lainnya
dengan mekanisme yang berbeda, dan kemudian akan membersihkan
dari kontaminan pada air. Eceng gondok (Eichhornia crassipes) dan
kayu apu yang telah terbukti secara efektif untuk menghilangkan
beberapa logam berat dan zat kontaminan lainnya pada air
(Alvarado, dkk. 2006).
Sistem tanaman air merupakan suatu teknik dan rancangan
yang menggunakan tanaman air pada perlakuaannya untuk
pencemaran air dari industri maupun domestik. Sistem ini di desain
untuk mencapai tujuan yang lebih spesifik dari treatmen pencemaran
air. Sistem ini dibedakan menjadi dua kategori yaitu
Sistem dengan tanaman air yang mengapung seperti
eceng gondok, kayu apu
Page 46
24
Sistem dengan tanaman air yang terendam seperti
rumput air, semacam seledri air, water milfoil
Penggunaan dua sistem diatas dapat menghilangkan
kontaminan seperti senyawa campuran nitrogen, BOD, hidrokarbon,
dan logam berat serta senyawa berbahaya lainnya dari air yang
tercemar. Penggunaan tanaman air ini ada keuntungan dan kerugian.
Keuntungannya yaitu harga tanaman dan tempat air sangat murah,
teknologi tradisional, mudah dipraktekkan, tempat air sangat mudah
untuk dibuat, pengoperasiannya mudah, dan pengadaannya murah,
serta logam berat yang telah terserap oleh tanaman tidak dapat
kembali lagi ke air. Sedangkan kerugiannya yaitu bahan yang
bersifat beracun dapat mempengaruhi kesehatan dan pertumbuhan
tanaman dan kemampuan menyerapannya akan menurun (Liu, 2007).
2.6 Adsorpsi
Adsorpsi (adsorption) penyerapan suatu molekul atau suatu
zat pada permukaan partikel secara fisik tanpa reaksi kimiwi yang
terjadi antara subtrat (zat penyerap) dengan produk yang terserap
misalnya karbon aktif dan sebagainya. (Makfoeld, dkk, 2002).
Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi
terlarut (soluble) yang ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau
benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara
substansi dengan penyerapnya. Definisi lain mengenai adsorpsi yaitu
sebagai suatu peristiwa penyerapan pada lapisan permukaan atau
antar fasa, dimana molekul dari suatu materi terkumpul pada bahan
pengadsorpsi atau adsorben (Bradi, 1999 dalam Adli, 2012).
Menurut Schweitzer (1983) dalam Hasanah (2010), adsorpsi
merupakan kecenderungan zat padat untuk menyerap atau menarik
molekul-molekul gas atau cairan pada permukaannya, zat padat
inilah yang disebut adsorben dan bahan yang terserap disebut
adsorbat. Adsorpsi dibedakan menjadi dua yaitu,
Adsorpsi fisik merupakan adsorpsi yang disebabkan oleh
interaksi antara adsorben dan adsorbat pada permukaan
karena adanya gaya tarik van der waals atau ikatan hidrogen
(Oscik, 1982 dalam Hasanah, 2010). Pada adsorpsi ini
adsorbat tidak diikat dengan kuat pada permukaan adsorben
sehingga dapat bergerak ke bagian permukaan adsorben yang
Page 47
25
lainnya. adsorsi jenis ini biasanya bersifat reversible (dapat
balik) karena adsorbat dapat dilepas kembali dengan adanya
penurunan tekanan gas dan penurunan konsentrasi larutan
(Parker, 1984 dalam Hasanah, 2010).
Adsorpsi kimia merupakan adsorpsi yang sifatnya lebih kuat
dari pada adsorsi fisika, hal ini karena adanya interaksi yang
kuat antara adsorbat dan adsorben sehingga adsorbat tidak
dapat bergerak ke permukaan adorben lainnya (Parker, 1984
dalam Hasanah, 2010). Absorpsi kimia biasanya proses
terjadinya di awali dengan adsorpsi fisika (Atkins, 1999
dalam Syauqiah, 2011).
Gambar 2.6. Adsorpsi logam oleh akar tanaman
Umumnya bahan yang digunakan untuk adsorpsi disebut
adsorben. Sebagian besar adsorben yang digunakan pada
perlakuan pencemaran air berupa padatan, misalnya zeolit,
bentotit dsb.Namun metode ini memiliki kelemahan karena
prosesnya rumit, memakan waktu dan membutuhkan tenaga
terampil. Maka dari itu dikembangkan metode adsorpsi
menggunakan biomassa tanaman yang dikenal dengan
fitoremediasi. Penyerapan logam oleh tanaman dapat dilihat pada
Gambar 2.6 (Gardea, dkk, 2005). Menurut Reynold (1982)
dalam Syauqiah dkk (2011) adsorpsi adalah reaksi eksoterm.
Maka dari itu tingkat adsorpsi umumnya meningkat seiring
dengan menurunnya suhu. Waktu kontak merupakan hal
yang menentukan dalam proses adsorpsi. Waktu kontak yang
Page 48
26
lama memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul
zat terlarut yang teradsorpsi berlangsung lebih baik.
2.7 Gaya van der Waals
Gaya van der Waals dapat digambarkan oleh molekul air
yang tertarik satu sama lain karena adanya gaya elektrostatik, seperti
pada Gambar 2.7 . Gaya van der waals umumnya ditemukan di
dalam molekul non-polar seperti gas hidrogen (H2), karbondioksida
(CO2), nitrogen (N2), dan gas mulia (He, Ne, Ar, Kr, dsb) (Lee,
1999 dalam Hasanah, 2010).
Menurut Sukardjo (1985) dalam Hasanah (2010), gaya van
der Waals dalam fasa cair menyebabkan molekul-molekul dapat
mengelompok, sedangkan dalam fasa padat dapat mengelompokkan
atom atau molekul dalam susunan yang teratur di dalam kristal
molekulnya. Gaya van der Waals terdiri dari beberapa jenis yaitu
gaya orientasi, induksi dan dispersi.
Gambar 2.7. Struktur Ikatan Hidrogen
2.8 Tanaman Kangkung
Kangkung (Ipomoea aquatica Forsk) atau dalam bahasa
inggris disebut water spinach merupakan suatu tanaman herba
berwarna hijau yang merambat. Biasanya spesies tanaman ini
tumbuh dengan baik sebagai tanaman panen pada daerah dengan
temperatur di atas 25 Β°C. Kangkung terdiri dari banyak jenis
(Patnaik, 1976 dalam Baysa, dkk, 2006). Tanaman ini biasanya
banyak ditemukan pada daerah berlumpur atau dapat mengapung
pada rawa berair dan juga kolam. Daun dari tanaman ini panjangnya
sekitar 15 cm dan lebarnya 2-3 cm dan mengapung pada air tercemar
(Lin, dkk, 2012 dalam Zhang, 2014).
Page 49
27
Kangkung air merupakan jenis kangkung yang tidak
berkelamin dan cara pengembangbiakannya secara pembelahan
vegetatif. Akarnya merupakan modifikasi tajuk yang tumbuh
menjadi tanaman sendiri ketika terpisah dan terbawa oleh air, hewan,
dan manusia dan menetap dengan mudah pada tempat baru (Patnaik,
1976 dalam Baysa, dkk, 2006). Tajuk dan daun muda yang
panjangnya 30-40 cm biasanya digunakan untuk sayuran yang
merupakan sumber mineral seperti besi dan vitamin A, C dan E
(National Academy of Science, 1976 dalam Baysa, 2006). Kegunaan
yang lain pada tanaman ini yaitu meliputi: pakan ternak, pencahar,
pengobatan lambung dan usus, dan pengatur kualitas air (Baysa,
2006).
Menurut Yang, dkk (2012) dan Chen, dkk (2010) dalam
Zhang (2014), tanaman ini sangat banyak di konsumsi oleh
masyarakat dibandingkan dengan tumbuhan air lainnya, kangkung
juga dapat digunakan untuk menyerap logam berat, zat pencemar
organik, fitoekstraksi kadmium (Wang, dkk, 2008 dalam Zhang
2014) dan karotenoid (Fu, dkk, 2011 dalam Zhang, dkk, 2014), dan
treatmen pencemaran air secara alami.
Gambar 2.8. Tanaman Kangkung
Kangkung dapat menyerap beberapa komponen organik dan
anorganik termasuk logam berat dalam air tercemar. Tanaman ini
menyerap dan memasukkan bahan berbahaya ke dalam tubuhnya.
Kangkung dapat digunakan untuk menghilangkan nitrat dari air
tercemar, seperti selokan dan sampah kota, dan mempunyai
kemampuan maksimum pada air sekitar 15-20% anak sungai.
Kangkung mempunyai kemampuan lebih besar dari tanaman rawa
(Thypha) atau eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang digunakan
Page 50
28
untuk mengontrol nutrien permukaan danau, lahan pertanian dan dari
kotoran treatment tanaman (Lehtonen, 1993).
2.9 Tanaman Seledri
Seledri mengandung zat glucoida, apiin, apiol dan plavonoid.
Zat-zat tersebut dapat berfungsi sebagai obat peluruh keringat,
penyembuh demam, rematik, darah tinggi, sukar tidur dan
pertumbuhan rambut. Di indonesia seledri merupakan salah satu
komoditas ekspor-impor. Seledri mengandung vitamin C dan
material yang dapat meningkatkan kesehatan seperti menurunkan
kolesterol dan membantu mencegah penyakit kanker. Benih seledri
dapat digunakan anti-rematik, pereda nyeri, antiseptik sistem urin,
meningkatkan ekskresi asam uric, menurunkan tekanan darah, dll
(Modaresi, dkk, 2012). Seledri merupakan tanaman yang dapat
mengakumulasi As dengan konsentrasi yang tinggi pada tajuknya
(Huang, dkk, 2006 dalam Chuan-ping,dkk, 2012).
Gambar 2.9. Tanaman Seledri
Menurut Kabir, dkk (2010) seledri mengandung zat bioaktif
phenol yang disebut furanocoumarins. Pada seledri ada tiga jenis
fototoksik furanocoumarins yaitu psoralen (P), xanthotoxin (8-
methoxypsoralen) (X) dan bergapten (5 methoxysoralen) (B).
2.10 Tanaman Genjer
Tanaman Genjer merupakan tanaman rumput liar yang
tumbuh di lingkungan berair. Tanaman ini umumnya tumbuh dirawa
berair dangkal, selokan, genangan dan lahan padi yang basah, juga
terdapat pada genangan air bersih. Genjer merupakan tanaman yang
Page 51
29
tetap berwarna hijau dengan sebuah akar yang pendek dan besar
dengan sistem perakarannya serabut. Bagian pucuk biasanya berdiri
tegak, bentuknya segitiga dengan tinggi sampai 120 cm, bagian
bunganya merupakan cara pengembangbiakan secara vegetatif.
Tanaman genjer memiliki daun dengan warna hijau muda, dan
muncul diatas air (Abhilash,dkk, 2009).
Gambar 2.10. Tanaman Genjer
Genjer hidup pada lingkungan yang berair (aquatic),
umumnya ditemukan tumbuh pada daerah jenuh, subur dan
berlumpur. Tanaman ini dapat berreproduksi secara vegetatif dan
dengan biji. Biji mengandung kapsul buah yang masak atau folikel
yang bisa mengapung dan dapat tersebar melalui aliran air.
Sedangkan perkembangbiakan secara vegetatif dapat dilakukan
dengan cara tanaman dewasa akan berbunga, kemudian bunga
tersebut akan menjadi buah, kapsul buah akan bengkok ke atas air,
setelah buah masak, biji buah akan keluar dan tersebar melalui aliran
air. Kapsul yang kosong dapat berkembang menjadi individu baru
secara vegetatif disamping induknya atau mengapung ke perairan
(Ranawakage,dkk, 2014).
2.11 AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer)
AAS merupakan salah satu teknik analisis untuk mengukur
jumlah unsur berdasarkan jumlah energi cahaya yang diserap oleh
Page 52
30
unsur tersebut dari sumber cahaya yang dipancarkan. Prinsip
kerjanya yaitu berdasarkan penguapan larutan sampel, kemudian
logam yang terkandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas.
Atom tersebut mengabsorpsi radiasi dari sumber cahaya yang
dipancarkan dari lampu katoda (hollow cathode lamp) yang
mengandung unsur yang akan dianalisis. Banyaknya penyerapan
radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut
jenis logam.
Prinsip pengukuran kandungan unsur-unsur dalam suatu
sampel menggunakan AAS yaitu mengukur intensitas cahaya yang
diteruskan oleh sampel cair yang berkolerasi dengan intensitas
serapan spektronik oleh unsur-unsur yang terdapat pada sampel.
Pengukuran ini sangat spesifik tiap unsur logam yang diteliti
(spesifik terhadap lampu reference) dan pengukuran ini khusus untuk
konsentrasi yang encer atau larutan (Karyasa, 2013).
Gambar 2. 11. Susunan Alat dan Cara Kerja AAS
Konsentrasi dari unsur pada sampel diketahui dengan
mengukur jumlah cahaya dari sebuah panjamg gelombang yang
spesifik diabsorpsi dengan atom dari unsur yang dilepas dari nyala.
AAS terdiri atas pengabut burner (untuk mengubah unsur pada
larutan menjadi atom bebas pada pengabutan udara acetylene),
monokromator yang berbentuk prisma atau celah (untuk
mendispersikan dan mengisolasi panjang gelombang yang
dipancarkan, dan fotomultiplier (untuk mendeteksi dan menguatkan
cahaya yang melewati monokromator). Sumber cahaya adalah
sebuah lampu katoda yang spesifik yang sesuai dengan kandungan
Page 53
31
unsur yang mau dideteksi. Susunan alat dan cara kerja ditunjukkan
pada Gambar 2.11.
Cara kerja AAS yaitu atom dari elemen yang berbeda
menyerap cahaya dengan panjang gelombang yang spesifik. Analisa
sebuah sampel untuk melihat jika sampel tersebut mengandung
elemen tertentu menggunakan sumber cahaya yang cocok. Sebagai
contoh untuk mengenalisa kandungan logam Pb, lampu yang
digunakan mengandung pancaran cahaya Pb, sehingga pancaran ini
akan diserap oleh atom Pb dari sampel. Pada AAS atom diatomisasi,
yaitu mengubah keadaan dasar dari atom bebas dalam keadaan uap.
Semakin besar atom yang berada dalam keadaan uap semakin besar
radiasi yang diserap. Jumlah cahaya yang diserap sebanding dengan
jumlah atom sampel.
2.12 XRF (Xray Fluoresense)
X-Ray Fluoresensi (XRF) merupakan salah satu metode
analisis tidak merusak yang digunakan untuk analisis unsur dalam
bahan secara kualitatif dan kuantitatif. Prinsip kerja alat ini yaitu
berdasarkan terjadinya tumbukan atom-atom pada permukaan sampel
atau bahan oleh sinar-X dari sumber sinar X (Jenkin, 1988 dalam
Kriswarini, dkk, 2010).
Ada beberapa komponen dari spektrometer XRF yaitu, sumber
sinar X (digunakan untuk meradiasi sampel), sampel yang akan diuji,
detektor (untuk mendeteksi hamburan sinar-X), MCA (Multi-
Channel Analyzer) yang berfungsi untuk memproses impuls dari
detektor sehingga dapat terbaca sebagai channel pada PC, serta PC
(berfungsi untuk menampilkan hasil keluaran. Skema alat
spektrometer XRF dapat dilihat pada gambar 2.12.
Analisis secara kualitatif dilakukan untuk menganalisi unsur
yang terkandung dalam bahan dan analisis secara kuantitatif
dilakukan untuk menentukan konsentrasi unsur dan bahan prinsip
kerja XRF berdasarkan identifikasi dan pencacahan karakteristik
sinar-X yang terjadi akibat efek fotolistrik (Fathoni,2013).
Page 54
32
Gambar 2.12. Susunan Alat dan Cara Kerja XRF
XRF dapat digunakan untuk menganalisis kemurnian dari
suatu bahan (Karyasa, 2014) dan juga dapat digunakan untuk melihat
kandungan logam dan nonlogam dalam suatu bahan (sampel)
(Karyasa, 2013).
Gambar 2.13. Proses Fluoresense Sinar X
Prinsip kerja XRF pada Gambar 2.13 yaitu, saat foton sinar-X
ditembakkan pada suatu atom maka elektron dari kulit K akan
tereksitasi dan menimbulkan efek fotolistrik sehingga akan
menimbulkan hole. Adanya hole ini akan diisi oleh elektron dari
kulit di luarnya yaitu kulit L atau M. Perpindahan elektron dari kulit
terluarnya ke kulit K akan menyebabkan pancaran sinar-X KΞ± untuk
Page 55
33
kulit L dan KΞ² untuk elektron dari kulit M. Pancaran sinar inilah
yang dimanfaatkan untuk mengetahui jenis unsur dari sampel uji.
Setiap atom mempunyai pancaran sinar-X yang spesifik dengan
energi yang berbeda-beda sehingga akan menunjukkan puncak yang
khas pada pengujian sampel yang merupakan hasil uji XRF (Fathoni,
2013).
Menurut Masrukan, dkk (2007) komposisi dari suatu bahan
dapat diketahui menggunakan beberapa teknik spektrometri. Metode
spektrometri merupakan metode analisis suatu bahan dengan
peralatan tertentu yang hasil ujinya berupa spektrum (grafik) sumbu
X-Y. Salah satu teknik analisis komposisi bahan yaitu XRF.
Pengujian menggunakan alat XRF akan menunjukkan dua parameter
yaitu sumbu X berupa energi unsur dalam satuan keV dan sumbu Y
berupa intensitas cacahan perdetik (cps). Bahan yang dianalisis dapat
berupa bahan padat pejal dan serbuk. Sedangkan unsur yang dapat
dianalisis adalah unsur dengan nomor atom kecil yaitu mulai unsur
karbon (C) sampai dengan nomor atom besar yaitu uranium (U).
Gambar 2.14. Grafik hasil uji XRF
Spektrum-spektrum yang terukur pada XRF merupakan
spektrum yang khas dengan unsur tertentu, unsur-unsur yang terukur
akan membentuk puncak-puncak pada pola spektranya. Unsur yang
terukur biasanya unsur yang bersifat aktif terhadap XRF, sedangkan
unsur yang tidak reaktif tidak dapat diukur. Dengan mengukur luas
seluruh puncak tertentu untuk unsur tertentu dan membandingkannya
dengan luas seluruh puncak yang muncul maka dapat ditentukan
Page 56
34
komposisi dari unsur-unsur yang menyusun mineral-mineral yang
ada dalam suatu sampel (Karyasa, 2013).
2.13 Detektor Geiger Muller
Detektor merupakan suatu bahan yang peka atau sensitif
terhadap radiasi. Setiap jenis radiasi mempunyai cara berinteraksi
yang berbeda-beda, sehingga suatu detektor yang sensitif terhadap
suatu jenis radiasi belum tentu sensitif pada jenis radiasi lainnya.
Misalnya detektor radiasi gamma belum tentu dapat mendeteksi
radiasi neutron (Bapeten, Tanpa Tahun).
Ada beberapa jenis detektor yang digunakan untuk mendeteksi
radiasi, salah satunya yaitu detektor isian gas (gas filled detector).
Detektor isian gas terdiri atas tiga macam detektor yaitu, detektor
kamar ionisasi (ionization Chamber), detektor proporsional dan
detektor Geiger Muller (GM). Detektor isian gas memiliki dua
elektroda, yaitu elektroda positif (anoda) dan elektroda negatif
(katoda), sedangkan gas yang digunakan sebagai bahan isian dapat
berupa udara kering pada tekanan atmosfer. Antara elektoda positif
dan negatif terdapat medan listrik.
Gambar 2.15. Detektor Isian Gas
Radiasi yang memasuki detektor akan memberikan sebagian
atau seluruh energinya untuk mengionisasi gas, sehingga timbul ion
positif dan ion negatif. Karena adanya medan listrik antara katoda
dan anoda, muatan listrik dapat dikumpulkan. Besarnya medan listrik
dapat diatur melalui pengaturan tegangan kerja detektor. Elektron
akan terkumpul dianoda dan ion positif pada katoda. Karena
elektoda-elektroda menarik ion yang berlawanan, maka akan terjadi
pengurangan muatan listrik pada masing-masing elektroda.
Page 57
35
Penurunan muatan ini akan mengakibatkan penurunan tegangan
listrik antara kedua elektroda. Jumlah penurunan tegangan listrik
antara kedua elektroda akan sebanding dengan pasangan ion yang
terbentuk. Perubahan tegangan listrik akan mengakibatkan terjadinya
aliran listrik (pulsa) yang kemudian dapat diubah menjadi angka-
angka hasil cacahan radiasi (Bapeten).
Detektor Geiger Muller merupakan detektor radiasi pengion
yang paling tua dan sederhana, serta salah satu detektor yang banyak
digunakan dalam instrumentasi pengukuran radiasi (Bukit,
dkk.2012). Detektor GM bekerja pada daerah Geiger Muller. Gas
isian yang biasanya digunakan yaitu gas P-10, gas Helium dan gas
Argon. Detektor ini banyak digunakan karena sifatnya yang portabel
sehingga memudahkan pengukuran dimanapun.
Cara kerja detektor geiger muller yaitu ketika suatu partikel
memasuki tabung, partikel ini akan menarik elektron dari gas pengisi
dari tabung (misalnya atom dari gas Argon). Kemudian elektron
tertarik pada kawat yang berada dibagian tengah tabung, dan
berdesak-desakan diatas kawat, elektron akan menumbuk elektron
lainnya yang menyebabkan efek avalanche. Satu partikel tunggal
akan menyebabkan beberapa elektron tertarik ke kawat, yang dapat
menimbulkan pulsa yang mana dapat dikuatkan dan dihitung
besarnya. Detektor geiger muller sama dengan menjelaskan tabung
geiger muller. Tabung geiger muller bekerja menggunakan efek
ionisasi dari radioaktivitas. Detektor GM menjelaskan jumlah
partikel yang terdeteksi per menit (counts per minutes) (Anonim,
2013).
Ratemeter atau biasa disebut counter terdiri atas beberapa
jenis. Beberapa ratemeter berada terpisah dengan tabung GM dan
terdapat kabel yang menghubungkan diantara keduanya. Ratemeter
menunjukkan hasil cacahan yang terdeteksi. Karena range
pengukuran yang tidak menentu, tipe analog memberikan beberapa
range cacahan, hal ini dimaksudkan untuk menghitung laju cacahan
lebih tepat. Jumlah maksimum cacahan pada masing-masing skala
berbeda, mulai dari skala terkecil hingga yang terbesar. Pengguna
harus merubah skala yang lebih tinggi supaya laju cacahan dapat
terbaca. Desain ratemeter terbaru biasanya akan menentukan skala
secara otomatis (Anonim, 2009).
Page 58
36
Gambar 2.16. Susunan Alat detektor Geiger Muller
Kerugian utama dari detektor GM yaitu tidak dapat
membedakan energi radiasi yang memasukinya, karena berapapun
energinya jumlah ion yang dihasilkan sama dengan nilai saturasinya.
Misalnya, dalam pengukuran tidak dapat membedakan secara
elektronik antara radiasi partikel alfa dan beta, juga tidak bisa
mengukur besarnya energi radiasi masing-masing partikel. Jumlah
ion yang dihasilkan sangat banyak, yaitu mencapai nilai saturasinya,
sehingga pulsa relatif tinggi dan tidak memerlukan penguat pulsa
lagi (Bapeten).
Page 59
37
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia
Universitas Brawijaya Malang untuk penelitian kadar logam
berat, penelitian tentang radionuklida di laksanakan di
Laboratorium Central Universitas Negeri Malang serta penelian
menggunakan detektor Geiger Muller untuk mengukur laju
paparan arang tanaman dilaksanakan di Laboratorium Fisika
Lanjutan FMIPA Universitas Brawijaya Malang.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain yaitu
cawan penguap, desikator, gelas arloji, neraca analitik, oven,
penjepit kayu, spatula, botol vial, corong, hot plate, labu
erlenmeyer 100 ml, lemari asam, penghisap, pipet ukur 25 ml,
labu ukur 20 ml, pipet volume 3 ml, loyang, plastik bag, tanur,
AAS, XRF (X-ray Fluoresense) dan detektor Geiger Muller.
Bahan yang digunakan antara lain yaitu tanaman kangkung
air, genjer serta seledri, asam nitrat, kertas saring, aquades dan
aquabides, Pb(NO3)2, CuSO4.5H2O, serta pupuk kimia (NPK).
3.3 Kerangka Konsep
Variabel Terikat : Konsentrasi logam berat serta konsentrasi
unsur radioaktif pada tanaman
Variabel Bebas : Lama waktu penanaman tanaman pada air
tercemar serta tanaman yang digunakan
3.4 Metode Penelitian
3.4.1 Alur penelitian
Penelitian dilakukan secara berurutan mulai dari
preparasi sampel yang dimulai dari proses pembenihan
(khusus untuk tanaman kangkung), pengadaan tanaman,
aklimasi tanaman, pemindahan tanaman pada media air
limbah, pemotongan tanaman sesuai dengan hari yang
ditentukan, persiapan alat dan bahan untuk penelitian dengan
AAS, XRF (X-ray Fluoresense) dan Geiger Muller.
3.4.2 Persiapan sampel
3.4.2.1 Persiapan sample untuk uji AAS
Page 60
38
Persiapan sample dilakukan yaitu dimulai dengan
pembenihan tanaman kangkung serta pengadaan tanaman seledri dan
tanaman genjer. Selain itu, bersamaan dengan persiapan (pembibitan
dan pengadaan) tanaman dilakukan pembutan limbah logam berat Pb
dan Cu yang akan digunakan sebagai media tanam bagi tanaman uji.
Pembuatan limbah buatan ini dilakukan dengan melarutkan garam
logam Pb dan Cu pada air dengan konsentrasi 5 ppm.
Penanaman kangkung dengan cara menanam biji tumbuhan
langsung pada pasir steril tanpa diberikan pupuk atau insektisida.
Penanaman dilakukan pada hari ke 0, dan dilakukan pencabutan
untuk diaklimasi dengan air sumur selama 7 hari setelah tanaman
berumur 7 hari. Setelah hari ke-8 proses aklimasi dilakukan
pergantian air dengan air tercemar. Sedangkan pengadaan tanaman
genjer diambil dari daerah persawahan dan untuk seledri diambil dari
daerah Kota Batu. Tanaman seledri dan genjer harus diaklimasi
terlebih dahulu sebelum ditanam dalam limbah buatan. Proses
aklimasi ini bertujuan supaya tanaman dapat beradaptasi dengan
lingkungan yang baru serta tanaman dapat meregenerasi bagian
tubuh yang rusak.
Proses aklimasi ini dilakukan dengan menumbuhkan
tanaman dengan air sumur selama 7 hari sebelum dimasukkan dalam
limbah simulasi. Setelah tanaman diaklimasi kemudian air sumur
tadi dibuang dan diganti dengan air limbah yang mengandung logam
berat Pb dan Cu. Tanaman yang akan digunakan kontrol akan
dipanen pada hari ke 7 aklimasi, sedangkan untuk tanaman yang
diteliti akan dipanen pada hari ke- 4,7, 10,13, dan 16 setelah proses
penanaman secara hidroponik dilakukan pada air limbah. Tanaman
yang telah dipanen pada hari yang ditentukan tersebut akan
dipisahkan antara bagian akar tanaman dan bagian lainnya. Pada
penelitian ini hanya bagian akar tanaman yang akan diukur
konsentrasi logam berat.
Bagian tanaman (akar) yang sudah siap akan mendapat
beberapa perlakuan untuk mendapat hasil yang sesuai dengan lama
waktu penanamannya. Akar yang sudah dipotong kemudian
ditimbang seberat 10 gram yang kemudian akan dikeringkan dalam
oven dengan suhu 105Β°C selama 1 jam. Setelah di oven sample akar
akan didinginkan dalam desikator, pendinginan dalam desikator ini
membutuhkan waktu beberapa menit (berkisar 5 menit).
Page 61
39
Proses destruksi dilakukan untuk memisahkan zat dari
pengotornya, yaitu dengan cara sample akar yang telah dingin
dimasukkan dalam tabung erlenmeyer 100 ml yang diberi 15 ml
asam nitrat (HNO3). Setelah itu dipanaskan di atas hot plate dengan
suhu 160Β°C selama 1 jam. Proses ini dilakukan dalam lemari asam
supaya tidak membahayakan karena sifat asam nitrat yang
berbahaya.
Sample yang telah didestruksi kemudian didinginkan, setelah
sample dingin maka dilakukan proses penyaringan yang berfungsi
untuk memisahkan filtrat dan residunya. Filtrat yang dihasilkan
kemudian diambil sebanyak 3 ml untuk dilakukan proses
pengenceran. Filtrat 3 ml tersebut dimasukkan dalam labu ukur 20
ml dan ditambahkan aquabides sampai tanda batas labu. Setelah
aquabides dimasukkan maka selanjutnya dikocok supaya campuran
tadi menjadi homogen. Setelah itu sample siap untuk diukur
menggunakan AAS.
Sample akar yang telah siap diukur dengan AAS diberi kode
tiap tanaman, untuk memudahkan pengukuran. Sample tanaman
kangkung air diberi kode A1, genjer diberi kode A2 dan seledri
diberi kode A3. Begitupula untuk hari diberi kode H0 (tanaman
kontrol), H4 ( panen ke-1),H7 (panen ke-2), H10 (panen ke-3), H13
(panen ke- 4) dan H16 (panen ke-5).
Page 62
40
Diagram alur persiapan sample penelitian untuk uji logam berat
menggunakan AAS
Mulai
Pembuatan limbah buatan
Pembenihan tanaman dan pengadaan tanaman
Penanaman tumbuhan pada air Limbah dengan cara
hidroponik
Pemanenan tanaman pada hari ke-4, 7, 10,13,dan 16
setelah proses penanaman hidroponik
Tanaman dipisahkan antara akar dan bagian lainnya, akar
dicuci bersih dan ditimbang 10 gram dan dioven menggunakan
suhu 105Β°C selama 1 jam
Didinginkan dalam desikator dan ditimbang sebanyak 3 gram
Didestruksi dan diberi 15 ml asam nitrat
Dipanaskan diatas hot plate dengan suhu
160Β°C selama 1 jam
Didinginkan dan disaring
Diambil 3 ml dan diencerkan menggunakan aquabides 20 ml
Dilakukan Uji AAS Selesai
Page 63
41
3.4.2.2 Persiapan Sample untuk radionuklida
Tanaman yang digunakan terlebih dahulu melalui proses
pembibitan dan penanaman secara hidroponik (sama seperti
persiapan sample uji AAS), namun yang membedakan air yang
digunakan untuk menanam menggunakan pupuk NPK yang telah
dicairkan. Dalam penelitian ini digunakan larutan pupuk dengan
konsentrasi sebesar 2000 mg/l atau 2000 ppm. Setelah tanaman
berumur satu bulan setelah penanaman dalam air yang mengandung
pupuk, tanaman di panen.
Kemudian tanaman di panen beserta akarnya, dan dicuci
bersih untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada bagian-
bagian tanaman. Setelah dicuci tanaman ditimbang seberat 2 kg
untuk selanjutnya masing-masing tanaman dimasukkan ke dalam
kantong plastik. Tanaman kemudian dimasukkan dalam loyang, dan
pada masing-masing loyang diberi label yaitu A1 untuk tanaman
kangkung, A2 untuk tanaman genjer dan A3 untuk tanaman seledri.
Hal ini untuk memudahkan dalam proses selanjutnya. Kemudian
tanaman tadi dikeringkan dalam oven dengan suhu 110Β°C selama 24
jam. Kemudian setelah di oven tanaman diletakkan dalam tanur pada
suhu 400Β°C selama 24 jam. Peletakan dalam tanur ini dimaksudkan
supaya tanaman menjadi abu, setelah 24 jam sampel abu didinginkan
dalam suhu ruang, setelah dingin sampel abu ditimbang untuk
mendapatkan berat abu.
Sampel yang akan diukur aktivitasnya terlebih dahulu
dihomogenkan, yaitu dengan cara sampel digerus menggunakan
mortal dan diayak dengan ayakan 100 mesh. Karena ukuran butiran
juga mempengaruhi besarnya aktivitas pada sampel. Besarnya
aktivitas semakin besar pada ukuran butiran lebih halus (Hutabarat,
2006).
Pengukuran besar laju paparan radiasi pada masing-masing
tanaman uji dilakukan sebanyak tiga kali pengukuran dan kemudian
diambil rata-rata pengukuran. Pada pengukuran sampel tanaman
diletakkan dalam sebuah wadah yang besar dan tingginya sama.
Tinggi wadah sampel diberi jarak 1 cm setelah sampel dimasukkan
dalam wadah, jarak ini dimaksudkan untuk memberi jarak antara
sampel uji dengan detektor supaya abu tidak masuk ke detektor.
Jarak antara bahan uji dengan detektor tidak boleh terlalu jauh,
karena akan mempengaruhi besar laju paparan yang terdeteksi oleh
Page 64
42
detektor. Besarnya laju paparan yang diambil yaitu laju paparan yang
paling besar, hal ini dikarenakan sifat radiasi yaitu bersifat sporadis
(menyebar).
Page 65
43
Mulai
Sample dipanen pada hari ke 30
Dicuci bersih dan ditimbang seberat 2 kg
Tanaman diletakkan dalam kantong
plastik untuk dibawa ke laboratorium
Masing-masing tanaman diletakkan dalam loyang, dan
diberi label A1(kangkung), A2(genjer), dan A3(seledri)
Loyang dimasukkan dalam oven untuk proses
pengeringan pada suhu 110Β°C selama 24 jam
Diletakkan dalam tanur selama 24 dengan suhu
400Β°C untuk menjadikan abu
Didinginkan pada suhu ruang
Masing-masing sampel
tanaman ditimbang beratnya
dan diambil seberat 1 gram
Masing-masing sampel
tanaman ditimbang beratnya
dan diambil seberat 5 gram
Sampel diukur persentase
massa menggunakan
XRF
Sampel diukur laju
paparannya
menggunakan detektor
Geiger Muller
Selesai
Page 66
44
3.4.3 Pengukuran dengan AAS
Filtrat hasil destruksi kemudian dianalisis menggunakan
AAS pada panjang gelombang 217 nm untuk logam Pb dan 324,7
nm untuk logam Cu.
3.4.4 Analisi Data
3.4.4.1 Analisa data hasil AAS
Hasil hitung dari AAS berupa angka dengan satuan ppm,
angka tersebut merupakan besarnya konsentrasi logam berat pada
akar tanaman setelah didestruksi. Kemudian diplot dalam bentuk
grafik hubungan antara konsentrasi hitung logam berat terhadap
lamanya penanaman (waktu) dengan persamaan regresi fungsi
eksponensial, untuk mengetahui perubahan konsentrasi hitung logam
berat yang ada pada masing-masing tanaman ketika dilakukan
proses fitoremediasi (Astuti, 2012 dalam Sari, 2014).
3.4.4.2 Analisa data Hasil XRF dan Geiger Muller
Hasil pengukuran sampel menggunakan XRF berupa data
persentase unsur pada masing-masing tanaman. Selanjutnya data
persentase massa pada setiap unsur ini dibuat grafik. Grafik ini
menunjukkan hubungan persentase massa dan jenis unsur pada
masing-masing sampel tanaman yang dibuat dari persen massa unsur
terkecil sampai unsur terbesar. Dari persentase massa unsur ini
nantinya dapat diketahui aktivitas unsur yang diasumsikan bersifat
radioaktiv. Dalam penelitian ini unsur yang diasumsikan bersifat
radioaktif yaitu Kalium-40 (40K). Asumsi ini dibuat karena
kandungan unsur kalium yang paling tinggi diantara unsur terdeteksi
lainnya.
Hasil pengukuran dengan detektor Geiger Muller adalah laju
paparan pada masing-masing sampel. Dengan laju paparan yang
diketahui, selanjutnya dikonversikan menjadi besaran aktivitas.
Pengukuran unsur aktivitas disini digunakan asumsi bahwa laju
paparan yang dihasilkan merupakan laju paparan dari radionuklida
K-40. Aktivitas radionuklida dapat diketahui menggunakan rumus
sebagi berikut,
Lajupaparan(αΊ) =AΞ
r2 β¦ .1)
Ξ = faktor spesifik radiasi gamma pada unsur
αΊ = Laju paparan (mR/h)
Page 67
45
r = jarak antara detektor dan sumber (m)
A = aktivitas radioaktif (Bq/Ci)
Page 68
46
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
Page 69
47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Waktu kontak terhadap serapan logam Pb dan Cu
pada Tanaman
Konsentrasi awal logam pada air limbah buatan pada
penelitian ini yaitu sebesar 5 ppm. Dengan adanya konsentrasi awal
yang telah ditentukan bertujuan untuk melihat batas paparan logam
sehingga tanaman mampu menyerap dengan maksimal. Pada
percobaan ini bagian tanaman yang akan diteliti yaitu bagian akar.
Hal ini dikarenakan akar mampu mengakumulasi logam lebih tinggi
dibandingkan dengan bagian tumbuhan lainnya (Sari, 2014).
Hasil pengujian konsentrasi logam Pb dan Cu dengan
Spektrometer Serapan Atom (SSA atau AAS) dapat dilihat pada
Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Pengaruh waktu kontak tanaman uji terhadap
konsentrasi logam Cu yang diserap oleh akar (konsentrasi awal Cu
5mg/l)
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
0 5 10 15 20
Ko
nse
ntr
asi L
oga
m (
pp
m)
Waktu Kontak (Hari ke-)
Grafik Hubungan Konsentrasi logam Cu dan waktu
Kontaknya
Genjer
kangkung
seledri
exponengenjerexponenKangkungexponenseledri
Page 70
48
Gambar 4.2. Pengaruh waktu kontak tanaman uji terhadap
konsentrasi logam Pb yang diserap oleh akar (konsentrasi awal Pb
5mg/l).
Berdasarkan Gambar 4.1 dan 4.2 dapat dilihat bahwa tanaman
yang paling banyak mengakumulasikan logam yaitu tanaman
kangkung, kemudian diikuti oleh tanaman genjer dan seledri, baik
pada akumulasi logam Cu maupun logam Pb. Selain itu juga dapat
diketahui hubungan antara waktu kontak tanaman dengan
konsentrasi akumulasi logam berat pada akar yang dapat didekati
dengan pendekatan eksponensial. Pendekatan eksponensial ini
dilakukan karena semakin lama waktu kontak tanaman dengan logam
berat maka semakin besar konsentrasi logam berat yang teradsorpsi
pada akar, tetapi tanaman mempunyai titik jenuh, yang berarti
setelah berada pada titik jenuh tanaman tidak lagi mampu menyerap
logam dan akan mati.
Hasil uji awal logam Pb setelah tanaman diaklimasi untuk
tanaman genjer yaitu sebesar 0,4 ppm.Sedangkan konsentrasi awal
logam Pb pada kangkung yaitu sebesar 0,025 ppm serta konsentrasi
awal logam Pb pada seledri sebesar 0,2638 ppm. Hal ini masih
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
0 5 10 15 20
Ko
nse
ntr
asi
Loga
m (
pp
m)
Waktu Kontak (Hari ke-)
Grafik Hubungan konsentrasi logam Pb dengan
waktu kontaknya
eksponen Genjer
Exponen Kangkung
Exponen Seledri
genjer
Kangkung
Seledri
Page 71
49
dibawah batas ambang konsentrasi Pb pada buah dan sayur dan hasil
olahannya yang ditetapkan BSNI yaitu sebesar 0,5 mg/kg.
Sedangkan hasil uji awal logam Cu pada masing-masing tanaman
setelah diaklimasi yaitu sebesar 0,0565 ppm pada tanaman genjer,
0,2034 ppm pada tanaman kangkung, 0,0614 ppm pada tanaman
seledri. Hal ini masih di bawah batas ambang konsentrasi logam Cu
dalam sayuran yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) Departemen Kesehatan Indonesia yaitu sebesar 5
ppm (Mardiyono dan Hidayati, 2009 dalam Ratnasari, dkk, 2013).
Sehingga tanaman-tanaman di atas dapat digunakan untuk penelitian.
Hasil analisa konsentrasi akhir logam Cu dalam tanaman pada
hari 4, 7,10,13, dan ke-16 terjadi kenaikan konsentrasi logam Cu.
Akumulasi logam Cu yang paling besar terjadi pada waktu kontak 16
hari pada semua jenis tanaman uji. Sedangkan pada uji logam Pb
juga terjadi kenaikan konsentrasi logam pada semua jenis tanaman
uji dengan konsentrasi logam Pb terbesar pada waktu kontak 16 hari.
Menurut Sumiyati, dkk (2009) waktu tinggal optimum tanaman
air dalam mereduksi senyawa polutan adalah selama 4-15 hari. Maka
dari itu dalam penelitian ini dilakukan pengamatan kandungan logam
Pb dan cu pada hari ke-4 sampai 16 hari. Lama waktu kontak juga
mempengaruhi besarnya akumulasi logam pada tanaman,akan tetapi
jika kadarnya melebihi ambang batas dan tanaman sudah berada
pada kondisi jenuh, maka tanaman tidak akan mengakumulasi logam
lagi dan bahkan akan mati. Seperti menurut Salisbury dan Ross
(1995) dalam Mohamad (2011) bahwa faktor eksternal atau
lingkungan sangat berpengaruh terhadap penyerapan logam oleh
tumbuhan. Faktor eksternal ini seperti iklim, kesuburan tanah,
kesehatan tanaman dan lamanya waktu perlakuan.
4.2 Kandungan Unsur Pada Tanaman dengan Pemberian Pupuk
Kimia
Pada penelitian ini digunakan pupuk phonska mutiara yang
termasuk dalam salah satu kelompok pupuk fosfat. Pupuk fosfat
terbuat dari batuan fosfat. Dalam batuan fosfat terdapat logam berat
dan kandungan radionuklida. Untuk mengetahui unsur apa saja yang
terdapat pada tanaman yang ditanam dengan pemupukan pupuk
fosfat dilakukan uji XRF (X-Ray Fluorescence). Kandungan unsur
dalam tanaman dapat dilihat pada Gambar4.3. Pada Gambar 4.3
Page 72
50
Gambar 4.3 Persentase massa unsur yang didapatkan pada masing-masing tanaman
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
K Ca Cl Fe Ni Si P Ti S Sr Eu Mn Mo Rb Cu Ba Re Zn Cr V
Per
sen
tase
Mas
sa (
%)
Unsur
Persentase massa pada Unsur dalam Tanaman
Genjer
Kangkung
seledri
Page 73
51
dapat dilihat bahwa unsur yang paling besar yaitu unsur kalium (K)
pada semua tanaman uji. Nilai kalium terbesar pada tanaman genjer
dan diikuti tanaman kangkung dan seledri. Unsur kalium pada genjer
sebesar 41,7%, pada kangkung sebesar 37,2% serta 34,7% pada
seledri.
Kandungan unsur lainnya yang memiliki presentase massa
besar yaitu besi (Fe), Ca (kalsium), Cl (klor), nikel (Ni) ,silikon (Si) ,
fosfor (P), talium(Ti) dan belerang (S), sedangkan unsur lainnya
seperti stronsium (Sr), eopium (Eu), mangan (Mn),molibden (Mo),
rubidium (Rb), tembaga (Cu),barium (Ba), renium (Re), seng (Zn),
kromium (Cr) , vanadium (V) dan wolfram (W) memiliki presentase
kecil pada tanaman.
4.3 Radioaktivitas pada Tanaman yang ditanam dengan
pemupukan
Dalam penelitian ini didapatkan besarnya laju paparan radiasi
pada masing-masing tanaman dengan menggunakan detektor Geiger
Muller. Berat abu tanaman yang digunakan yaitu sebesar 5 gram.
Besarnya laju paparan yang terukur pada masing-masing tanaman
yaitu genjer sebesar 0,087 mR/h, kangkung sebesar 0,077 mR/h serta
0,056 mR/h untuk tanaman seledri. Besaran ini kemudian
dikonversikan menjadi besaran aktivitas menggunakan persamaan 1.
Besar aktivitas yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Aktivitas K40 pada masing-masing tanaman
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
genjer Kangkung seledri
Akt
ivit
as (
nC
i)
Tanaman
Aktivitas K-40 pada Tanaman
Page 74
52
Pada penelitian ini diasumsikan laju paparan hasil uji dengan
besar yang telah disebutkan diatas merupakan laju paparan unsur
kalium, dalam hal ini kalium-40 (K40) yang bersifat radioaktiv.
Aktivitas asumsi ini dibuat dengan sebuah alasan yaitu unsur kalium
merupakan unsur yang persentase massanya terbesar pada uji XRF.
Serta unsur kalium-40 (K40) merupakan salah satu unsur yang
terdapat pada pupuk fosfat, selain unsur 238U dan 232Th (Saleh, dkk,
2007).
Aktivitas radionuklida kalium-40 yang terbesar terdapat pada
tanaman genjer, kemudian diikuti tanaman kangkung dan seledri.
Besarnya aktivitas pada masing-masing tanaman genjer, kangkung
dan seledri berturut-turut yaitu 1,117 nCi, 0,988 nCi dan 0,7189 nCi.
4.4 Pembahasan
4.4.1 Mekanisme Akumulasi Nutrisi dan Logam Berat Pada
Tanaman
Tanaman membutuhkan nutrien untuk kelangsungan hidupnya
seperti untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Nutrien yang
dibutuhkan tanaman berupa mineral dan air. Mineral yang
dibutuhkan oleh tanaman tersusun atas banyak unsur, unsur-unsur
tersebut ada yang dibutuhkan dalam jumlah banyak dan ada yang
dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit.
Tumbuhan menyerap unsur hara atau nutrien yang terlarut
dalam air. Masuknya unsur hara ke tumbuhan dapat dikatakan
sebagai masuknya unsur hara ke dalam sel. Sel yang sifatnya aktif
menyerap unsur hara adalah sel meristem yang terletak diujung akar.
Ada sedikit perbedaan antara penyerapan air oleh akar dan
penyerapan unsur hara oleh akar, yaitu penyerapan air dilakukan oleh
bulu akar, sedangkan penyerapan unsur hara dilakukan oleh sel
meristem. Penyerapan unsur hara pada dasarnya mirip dengan
penyerapan air, yang membedakan yaitu unsur hara diserap dalam
bentuk ion (bermuatan).
Penyerapan unsur hara dapat terjadi melalui proses difusi oleh
tumbuhan. Mekanisme penyerapan tumbuhan melalui akar akan
masuk ke dalam sel-sel tumbuhan dengan cara penyerapan pasif,
yaitu ion masuk ke jaringan tumbuhan dari media (larutan) yang
konsentrasi tinggi ke dalam sel-sel tumbuhan yang berkonsentrasi
lebih rendah.
Page 75
53
Penyerapan nutrien oleh akar tanaman juga merupakan proses
aktif. Membran plasma pada endoderm memblok pergerakan ion
masuk ke akar karena sifatnya yang semipermeabel. Pada proses
aktif ini memerlukan energi untuk digunakan memindahkan nutrien
ke akar dan xilem. Sebuah protein pembawa (carier) yang spesifik
yang digunakan untuk mengikat ion nutrien dan membawanya
melewati membran.
Penyerapan unsur hara tanaman dapat bersifat aktif dan pasif.
Penyerapan unsur hara secara aktif menggunakan ATP (Adenosin
Triphosphate), sedangkan penyerapan unsur hara secara pasif jika
energi yang digunakan selain berasal dari ATP.
Pada cara tanam secara hidroponik larutan yang digunakan
harus kaya akan nutrisi yang diperlukan tanaman, baik nutrisi makro
maupun mikro. Nutrisi pada tanaman memiliki fungsi masing-
masing untuk perkembangan tanaman,misalnya unsur N (nitrogen)
berfungsi untuk memacu pertumbuhan vegetatif terutama pada daun
dan batang. Sedangkan nutrisi makro dan mikro sama-sama
dibutuhkan oleh tanaman pada jumlah yang berbeda-beda. Jika
jumlah ini tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman maka akan
berpengaruh pada tanaman.
Menurut Laegreid, dkk (1999) nutrien tanaman dapat dibagi
menjadi tiga yaitu, makro nutrien terdiri atas unsur N,P dan K,
Nutrien utama (mayor nutrien) terdiri atas unsur kalsium (Ca),
magnesium (Mg), dan belerang (S), serta mikro nutrien, terdiri atas
unsur klorin (Cl), besi (Fe), mangan (Mn), boron (B), seng (Zn),
tembaga (Cu), molibdenum (Mo) dan nikel (Ni).
Kalium merupakan salah satu nutrien pokok pada tanaman.
Fungsi utama kalium pada tanaman yaitu untuk membantu osmosis
dan pergerakan ion, penting bagi fungsi enzim pada metabolisme
karbohidrat dan protein. Kalium atau bisa disebut potasium biasanya
diserap oleh tumbuhan dalam bentuk K+ (Laegreid, dkk ,1999).
Unsur hara mikro merupakan unsur hara yang hanya
diperlukan dalam jumlah sedikit oleh tumbuhan. Sehingga apabila
terdapat dalam jumlah besar, unsur ini akan bersifat racun bagi
tumbuhan. Salah satu unsur mikro yang mempunyai konsentrasi
massa tinggi pada pengujian XRF tanaman yaitu unsur besi (Fe),
nikel (Ni), serta unsur klor (Cl).
Page 76
54
Setiap tanaman mempunyai kemampuan akumulasi logam
yang berbeda-beda. Tanaman hiperakumulator pada umumnya dapat
mengakumulasi logam sebanding dengan konsentrasi logam berat
yang ada di dalam limbah (Indrasti, dkk). Kemampuan penyerapan
logam yang berbeda-beda pada tanaman dipengaruhi oleh spesies,
morfologi tanaman, serta daya serap selektifnya dari masing-masing
tanaman (Singh, dkk, 2012). Semakin tinggi konsentrasi logam,
maka semakin banyak logam yang dapat diserap oleh tanaman.
Logam berat mempunyai sifat yang tidak dapat terdegradasi dan
bersifat toksik bagi tanaman. Ada beberapa respon terhadap logam
berat yang masuk ke dalam tanaman. Diantaranya yaitu dapat dilihat
pada Gambar 4.5, a). Mengikat ion logam pada dinding sel dan sel
darah putih akar, sehingga ion logam yang masuk ke dalam sel akan
berkurang; b). Menurunkan logam yang masuk melewati membran
plasma; c). Membran memompa keluar ke apoplas; d). Logam khelat
pada sitosol dengan ligan seperti fitokhelatin, asam organik dan asam
amino, dengan adanya ikatan khelat dengan logam akan mengurangi
toksisitas logam sehingga tidak berbahaya bagi tanaman e).
Pergerakan logam-ligan komplek melalui tonoplas dan akumulasi
pada vakuola; f). Menyimpan pada vakuola melalui tonoplas; g).
Induksi ROS dan stres oxidatif (Furini, 2012).
Gambar 4.5 Respon tanaman terhadap logam berat
Page 77
55
Penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tumbuhan dapat
dibagi menjadi tiga proses yang berkesinambungan. Proses tersebut
yaitu dimulai dari penyerapan logam oleh akar, translokasi logam
dari akar ke bagian tumbuhan lain dan lokalisasi logam pada bagian
sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat metabolisme
tumbuhan. Penyerapan logam oleh akar dilakukan dengan membawa
logam dalam bentuk ion ke dalam rizosfer dengan beberapa cara
bergantung pada spesies tumbuhan. Selanjutnya setelah logam
masuk, logam harus ditranslokasikan melalui xilem dan floem ke
bagian tubuh. Untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan logam
diikat oleh suatu zat khelat (Priyanto dan Prayitno, 2006). Logam
yang masuk ke xilem akan dibawa menuju bagian tumbuhan lainnya
seperti batang dan daun. Setelah logam berada pada daun kemudian
akan melewati plasmalemma, sitoplasma dan tonoplas untuk
memasuki vakuola. Dalam vakuola logam akan diakumulasikan
sehingga logam tidak bersifat toksik bagi tumbuhan (Panjaitan,
2009). Translokasi logam juga dapat dilakukan pada akar (Priyanto
dan Prayitno, 2006).
Gambar 4.6 Penyerapan dan Akumulasi Logam Berat Oleh
Tanaman: 1).Penyerapan Logam Oleh Akar; 2). Translokasi; 3).
Lokalisasi
Tanaman menyerap logam-logam yang larut dalam air melalui
akar-akarnya dalam bentuk ion. Logam Pb diserap oleh tanaman
dalam bentuk Pb 2+. Di dalam akar tanaman ion logam akan
mengalami perubahan pH dan membentuk suatu zat khelat, atau
fitokhelatin. Fitokhelatin merupakan peptida yang mengandung 2-8
Page 78
56
asam amino sistein di pusat molekul serta suatu asam glutamat dan
sebuah glisin pada ujung yang berlawanan. Fitokhelatin dibentuk
dalam nukleus yang kemudian melewati RE (retikulum endoplasma),
aparatus golgi, vasikula sekretori untuk sampai ke permukaan sel.
Bila bertemu dengan Pb dan Cu serta logam berat lainnya
fitokhelatin akan membentuk ikatan sulfida diujung belerang pada
sistein dan membentuk senyawa komplek sehingga Pb dan Cu serta
logam berat lainnya akan terbawa menuju jaringan tumbuha
(Haryati, dkk, 2012).
Fitokhelatin atau zat khelat yang terbentuk disebut fitosiderofor.
Fitosiderofor yang terbentuk akan mengikat logam dan membawanya
ke dalam sel akar melalui transpor aktif. Setelah logam masuk ke
dalam akar, maka selanjutnya logam akan ditransfer ke bagian
tanaman lainnya melalui xilem dan floem, dan selanjutnya
terakumulasi pada bagian tertentu (Syahputra, 2005).
Gambar 4.7 Mekanisme penghambatan Kerja enzim oleh logam
Pb
Unsur tembaga diserap oleh tanaman dalam bentuk Cu2+ yang
dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah sedikit yang digunakan
dalam proses oksidasi, reduksi dan pembentukan enzim (Jocob dan
Page 79
57
Uexkull, 1963 dalam Napitulu, 2008). Unsur tembaga ini merupakan
unsur yang essensial atau dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah
sedikit. Kelebihan unsur ini pada tanaman akan bersifat toksik pada
tanaman.
Mekanisme bioremoval logam Cu dapat dihilangkan melalui
mekanisme pasif dan aktif. Mekanisme secara aktif terjadi karena
adanya kebutuhan logam Cu yang merupakan unsur mikro dalam
tanaman. Penyerapan logam Cu oleh tanaman membutuhkan suatu
zat khelat yang berfungsi untuk menyerap dan mengangkut unsur
logam. Khelat mampu mengikat dan menstabilkan logam. Khelat
yang dapat mengikat logam contohnya yaitu asam mugienik. Ikatan
kuat zat khelat dengan logam mampu mengubah logam yang bersifat
toksik menjadi tidak toksik dapat digambarkan pada Gambar 4.6
(Sumiyati, dkk, 2009).
Gambar 4.8 Ikatan Khelat dengan Logam Cu
Tanaman tidak dapat menyerap seluruh logam berat dalam
lingkungan. Hal ini seperti yang didapatkan pada penelitian ini, yaitu
kandungan logam tidak terserap seluruhnya yaitu dari 5 ppm hanya
terserap sebesar kurang lebih 4 ppm. Logam tidak terserap
seluruhnya ini dikarenakan logam yang sudah masuk ke dalam
tanaman akan diekskresikan dengan cara menggugurkan daunnya
yang sudah tua sehingga nantinya dapat mengurangi kadar logam,
selain itu disebabkan oleh pengendapan logam yang berupa molekul
garam dalam air yang tidak dapat masuk ke dalam tanaman.
Konsentrasi logam Pb pada masing-masing tanaman uji lebih
besar dari konsentrasi logam Cu. Hal ini diduga disebabkan salah
satu faktor yaitu konsentrasi awal logam Pb sebelum penelitian lebih
besar dari konsentrasi logam Cu. Kandungan Pb dan Cu yang tinggi
Page 80
58
sebelum penelitian ini diduga disebabkan oleh air yang digunakan
untuk menyiram tanaman, media tumbuhnya dan penyerapan logam
melalui udara.
4.4.2 Radionuklida (40K) dalam Tanaman
Hasil pengukuran kandungan 40K dalam arang masing-masing
tanaman genjer, kangkung dan seledri berturut-turut yaitu 1,117 nCi,
0,988 nCi dan 0,7189 nCi. Atau jika dikonversi ke satuan Bequerel
sebesar 41,3 Bq, 36,6 Bq dan 26,6 Bq. Data ini menunjukkan bahwa
aktivitas yang terbesar yaitu pada tumbuhan genjer, kemudian diikuti
tanaman kangkung, dan seledri.
Radionuklida buatan dapat terlepas ke udara seperti halnya
pada radionuklida dari cerobong reaktor nuklir , yang kemudian akan
terbawa angin dan jatuh di air, dan juga bisa bersama air hujan dan
akan mencemari air permukaan. Selain radionuklida buatan, air
mendapatkan tambahan radionuklida dari alam yang juga dapat
menambah besarnya radionuklida di air permukaan. Air yang
merupakan sumber nutrisi bagi tumbuhan dan dalam beberapa kasus
air dapat digunakan sebagai media tumbuh dapat memberikan
kontribusi radioaktiv pada tanaman. Sehingga adanya radionuklida
pada tanaman bukan hanya berasal dari radionuklida buatan namun
juga disebabkan oleh radionuklida alam.
Kandungan radionuklida pupuk pada masing-masing negara
berbeda, hal ini dikarenakan oleh komposisi bahan yang digunakan
juga berbeda. Hasil pengukuran aktivitas radionuklida (40K) pada
tanaman uji menunjukkan besar aktivitas yang masih berada pada
skala kecil yaitu dalam skala Bequerel. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Chibowski (2000) mengenai kandungan radionuklida
pada tanaman hanya berkisar dalam satuan becquerel, yaitu
kandungan radionuklida K-40 pada seledri (akar) sebesar 210 Bq/kg.
Radionuklida Kalium-40 tergolong dalam radionuklida
kosmogenik hasil reaksi antara radiasi kosmik dengan inti atom
utama di lapisan atmosfir rendah. Penyerapan radionuklida oleh akar
merupakan fenomena yang komplek, terutama untuk nuklida alam.
Penyerapan radionuklida oleh beberapa jenis tanaman masing-
masing berbeda, hal ini disebabkan oleh fisiologis masing-masing
yang berbeda dan faktor yang berhubungan dengannya (Manigandan,
2009).
Page 81
59
Pada Penelitian ini kandungan radionuklida terbesar pada
tanaman Genjer, diikuti oleh kangkung dan seledri. Bila ditinjau dari
fisiologisnya, genjer memiliki daun, batang, bunga serta akar yang
lebih besar dari kedua jenis tanaman lainnya. Hal inilah yang
kemungkinan besar berpengaruh terhadap besarnya laju paparan dan
aktivitas radionuklida K-40 pada genjer lebih besar dari kedua
tanaman lainnya.
Page 82
60
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
Page 83
61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Telah dilakukan penelitian fitoremediasi dengan metode
hidroponik menggunakan tanaman kangkung air, genjer dan seledri.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan
limbah buatan 5 ppm membuktikan bahwa masing-masing tanaman
uji mampu menyerap logam dengan konsentrasi yang berbeda-beda,
besar akumulasi logam pada tanaman kangkung air, genjer dan
seledri masing-masing yaitu 3,8926 ppm, 3,5236 ppm serta 2,9884
ppm untuk konsentrasi logam berat Cu. Sedangkan untuk besarnya
konsentrasi akumulasi logam berat Pb pada tanaman kangkung,
genjer dan seledri masing-masing yaitu 4,3258 ppm, 4,1297 ppm
serta 3,5321 ppm. Untuk besar persentase penyerapan tanaman
kangkung, genjer dan seledri pada logam Cu yaitu 77,85%, 70,5%,
59,8%. Dan untuk logam Pb sebesar 86,5%, 82,6% serta 70,6%.
Uji radionuklida dilakukan dengan penambahan pupuk
phonska mutiara. Uji kandungan unsur yang diuji menggunakan
XRF, kandungan terbesar pada semua sampel uji yaitu unsur kalium
atau potasium (K), dengan konsentrasi terbesar pada tanaman genjer,
dan diikuti tanaman kangkung dan seledri. Sedangkan besarnya
aktivitas K-40 pada sampel uji terbesar pada sampel tanaman genjer,
dan diikuti tanaman kangkung dan seledri, yaitu berturut-turut
sebesar 1,117 nCi, 0,988 nCi dan 0,7189 nCi.
Tanaman yang paling efektif untuk mengakumulasi logam
yaitu tanaman kangkung, kemudian genjer dan seledri. Sedangkan
tanaman yang paling dapat mengakumulasi radioaktif yaitu tanaman
genjer.
4.2 Saran
Pada penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pengukuran
kandungan radionuklida pada tanaman menggunakan spektrometer
gamma, sehingga kandungan radionuklida berbahaya lainnya dapat
dideteksi lebih akurat. Selain itu, pengujian terhadap jenis tanaman
lainnya yang biasanya sering dikonsumsi masyarakat dengan media
(air) berasal dari daerah tercemar.
Page 84
62
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
Page 85
63
Daftar Pustaka
Abhilash, P.C, Vimal Chandra Pandey, Pankaj Srivastava, P.S
Rakesh, Smitha Chandran, Nandita Singh, A.P. Thomas. 2009.
Phytoremediation of Cadmium From Water by Limnocharis
flava (L) Buchenau Grow in Free-Floating Culture System.
Journal of Hazardous Materials. Vol 170. No791-797
Adli, Hadyan. 2012. Pengolahan Limbah Cair Laboratorium dengan
Metode Presipitasi dan Adsorpsi untuk Penurunan Kadar
Logam Berat.Skripsi Diterbitkan. Jakarta: PS Kimia FMIPA
UI
Ahmadpour, P, F. Ahmadpour, T.M.M.Mahmud, Arifin Abdu,
M.Soleimani, F. Hosseini Tayefeh. 2012. Phytoremediation of
Heavy Metal: A Green Technology. African Journal of
Biotechnology. Vol. 11(76).
Ali, Hazrae, Ezzat Khan, Muhammad Anwar Sajad. 2013.
Phytoremediation of Heavy Metal- Concepts and applications
(online). Vol: 869-881 No 91. (http://sciencedirect.com
diakses tanggal 24 Februari 2015).
Alvarado, Sandra, Magdiel Guedez, Marco P. Lue-Meru, Graterol
Nelson, Anzalone Alvero, Arroyo C. Jesus, Zaray Gyula.
2008. Arsenic Removal from Waters by Bioremediation with
the Aquatic Plants Water Hyacinth and Lesser Duckweed.
Bioresource Technology. Vol. 99 No. 8436-8440
Andrade J.C.M, Mahler C.F. 2002. Soil Phytoremediation.In 4th
International Conference on Engineering Geotechnology.
Brazil. Rio de Janeiro
Anonim. 2009. Radiation Detection for a Safer World Healty
Physics.http://www.ludlums.com/component/content/article?id
=305:learn-about-geiger-counters&catid=22:ads
Anonim. 2013. Detecting
Radioactivity.http://www.darvill.clara.net/nucrad/detect.htm
Page 86
64
ansn.bapeten.go.id/files/Alat_Ukur_Radiasi.pdf
Ariono, David. 1996. Bioremediasi Logam Berat di Lingkungan
Perairan dengan Bantuan Mikroba.Biota. Vol I(2): 23-27 ISSN
0853-8670
Baysa, Marieta C, Rachelle Rose S.Anuncio, Maryam Louise
G.Chiombon, Julius Paul R.Dela Cruz, Jean Rochelle
O.Ramelb. 2006. Lead and Cadmium Contents in Ipomoea
aquatica Forsk Grow in Laguna de Bay.Philippine Journal of
Science. 135 (2):139-143. ISSN 0031-7683
Bisessar. S, Rinne. R.J, Potter, J.W. 1983. Effects of Heavy Metals
and Meloidogyne hapla on Celery Grown on Organic Soil
Near a Nickel Refinery. Plant Disease. Vol. 67 No.1
Bukit, Benar, Jos Budi Sulistyo, Abdul Jalil. 2012. Model Matematis
Sederhana Untuk Perkiraan Jangkauan Pengukuran Pda
Detektor Geiger Muller. Jurnal Perangkat Nuklir.
Vol.06.No. 02.ISSN No. 1978-3515 68-77
Chibowski, S. 2000. Studied of Radioactivity Contaminations and
Heavy Metal in Vegetables and Fruit from Lubin, Polan.
Polish Journal of Environmental Studies. Vol 9 No. 4. 249-
253
Chuan-ping, Liu, Luo Chun-ling, Xu Xiang-hua, Li Fang-bai, Zhang
Gan. 2012. Effects of Calcium Peroxide on Arsenic Uptake by
Celery (Apium graveolens L) Grown in Arsenic Contaminated
Soil. Chemosphere. No.86. Vol.1106-1111
Chussetijowati, Juni, Poppy Intan Tjahaya, Putu Sukmabuana. 2009.
Perpindahan Radionuklida 134Cs dari Tanah ke Tanaman
Bawang Merah (Allium cepa).Prosiding Seminar Nasional ke-
15 Teknologi dan Keselamatan PLTN serta Fasilitas Nuklir.
ISSN: 0854-2910
Efendi, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan
Komunitas Teori dan Praktik Dalam Keperawatan.
Jakarta.Salemba medika
Page 87
65
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelola
Sumberdaya dan lingkungan Perairan. Yogyakarta.
Kanisius. El-Taher,A, Mohamed Anwar K abdelhalim. 2013. Element Analysis
of Phosphate Fertilizer Consumed in Saudi Arabia. Life
Science Journal. No.10(4) Vol. 701-708.
Fardiaz,S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta. Kanisius.
Faridah, Inalathul.2007.Uji Kemampuan Tanaman Apu-apu (Pistia
stratiotes) dalam Mengurangi Kadar Logam Besi (Fe) dan
Logam Seng (Zn) pada Air Limbah Buatan. Skripsi
UB.Fakultas Teknik.Jurusan Teknik Pengairan.
Fathoni, Imam. 2013. Studi Pengaruh Temperatur Annealing
Terhadap Penumbuhan Kristal Timbal Zirkonat Titanat Pb(ZrxTi1-x)O3yang Disintesis dengan Metode Sol Gel. Skripsi.
FMIPA Fisika UB.
Furini, A (Ed.). 2012. Plants and Heavy Metals.
http://www.springer.com/978-94-007-4440-0
Gardea-Torresdey, J.L, Peralta-Videa J.R, de la Rosa, G, Parsons,
J.G. 2005. Phytoremediation of Heavy Metals and Study of the
Metal Coordination by X-Ray Absorpstion
Spectroscopy.Coordination Chemistry Reviews. Vol.249
No.17-18: 1797-1810
Haryati, M., T. Purnomo, S. Kuntjoro. 2012. Kemampuan Tanaman
Genjer Limnocharis flava (L0Buch) Menyerap Logam Berat
Timbal (Pb) Limbah Cair Kertas pada Biomassa dan Waktu
Pemaparan yang Berbeda. LenteraBio. Vol. 1 No. 3:131-138.
Hasanah, Nur. 2010. Pemanfaatan karbon Aktif Berbahan Baku
Sekam Padi dan Serbuk Gergaji Sebagai Adsorben Pb2+ pada
Limbah Cair Buatan. Skripsi. FMIPA Fisika UB.
Hidayati N. 2005. Fitoremediasi dan Potensi Tumbuhan
Hiperakumulator. Jurnal HAYATI MIPA IPB. Vol 12 No.1 Hal
35-40
Page 88
66
Hutabarat, Tommy. 2006. Distribusi Radionuklida Alam dalam
Sedimen pada Daerah Tangkapan Sungai Studi Kasus Sungai
Jugiong, New South Wales Australia.Seminar Nasional II
SDM Teknologi Nuklir. ISSN 1978-0176
Indrasti, Nartiti Siswi, Suprihatin, Burhanudin, Aida Novita.
Penyerapan Logam Pb dan Cd Oleh Eceng Gondok: Pengaruh
Konsentrasi Logam dan Lama Waktu Kontak. J.Tek.Ind.
Pertanian. Vol 16(1), 44-50
Juhaeti, Titi, N. Hidayati, F.Syarif, S.Hidayati. 2009. Uji Potensi
Tumbuhan Akumulator Merkuri untuk Fitoremediasi
Lingkungan Tercemar Akibat Penambangan Emas Tanpa Ijin
(PETI) di Kampung Leuwi Bolang, Desa Bantar Karet,
Kecamatan Nanggung, Bogor.Jurnal Biologi Indonesia.
Vol.6(1):1-11
Kabir, Khondkar Ehteshamul, Rajput Muhammed Tariq, Shakil
Ahmed, Muhammad Iqbal Choudhary. 2010. A Potent
Larvicidal and Growth Disruption Activities of Apium
graveolans (Apiaceae) Seed Extract on the Dengue Fever
Mosquito, Aedes aegypti (Diptera: Culicidae).International
Center for Chemical and Biological Sciences. Pakistan
Kariyam, Edy Widodo, Esti Pritta Hutami. 2007. Penerapan Indek
Hartigan pada Pengelompokan Stasium Pengambilan Sampel
Air Berdasarkan Aktivitas Gamma Radionuklida di Sungai
Code Yogyakarta.Seminar Nasional III SDM Teknologi
Nuklir. Yogyakarta.
Karyasa, I Wayan. 2013. Studi X-Ray Diffraction Terhadap Bidang
Belah Batu Pipih Asal Tejakula.Jurnal Sains dan Teknologi.
ISSN 2303-3142. Vol 2, No.2
Karyasa, I Wayan. 2014. Pembuatan Ultra Fine Amorphous Silica
(UFAS) dari Jerami dan Sekam Padi. Jurnal Sains dan
Teknologi. Vol. 3, N0.1. ISSN: 2303-3142
Kohar, Indrajati, Poppy Hartatie Hardjo, Imelda Inge Lika. 2005.
Studi Kandungan Logam Pb dalam Tanaman Kangkung Umur
Page 89
67
3 dan 6 Minggu yang Ditanam Di Media yang Mengandung
Pb. MAKARA SAINS. Vol.9 No.2: 56-59
Kristanto, Philip. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta. Andi Offset.
Kriswarini, Rosika, Dian Anggraini, Agus Djamaludin. 2010.
Validasi Metode XRF (X-ray Fluorescence) secara Tunggal
dan Simultan untuk Analisis Unsur Mg, Mn dan Fe dalam
Paduan Aluminum.Seminar Nasional VI SDM Teknologi
Nuklir. Yogyakarta. ISSN 1978-0176
Laegreid.M,OC.Bockman, O. Kaarst. 1999. Agriculture, Fertilizers
and The Environment. New York. Mc. Graw Hill Publishing,
Inc
Lasat MM, Baker AMJ, Kochian LV. 1996. Physiological
Characterization of Root Zn2+ Absorption and Translocation to
Shoot in Zn Hyperaccumulator and non accumulator Species
of Thlaspi. Plant Physiol. No.112: 1715-1722.
Lehtonen, Polly. 1993. Ipomoea aquatica Forskal Pest Risk
Assessment on Chinese Water Spinach.
Liu, Sean X. 2007. Food and Agricultural Wastewater Utilization
and Treatment. Australia. Blackwell Publishing.
Makfoeld, Djarir, Djagal Wiseso Marseno, Pudji Hastuti, Sri
Anggarahini, Sri Raharjo, Sdarmanto Sastrosuwigyo, Suhardi,
Soeharsono Martoharsono, suwedo Hariwiyoto, Tranggono,
dkk. 2002.Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Yogyakarta.
Kanisius
Mangkoedihardjo, Sarwo.2010. Fitoteknologi Terapan. Yogyakarta.
Graha Ilmu
Manigandan, P.K. 2009. Activity Concentration of Radionuclides in
Plants in the Environment of Western Ghats. Iran.J. Radiat.
Res. Vol. 7(2): 85-90
Page 90
68
Masrukan, Rosika, Dian Anggraini, Joko Kisworo. 2007. Komparasi
Analisi Komposisi Paduan AlMgSI1 dengan Menggunakan
Teknik X Ray Fluorescence (XRF) dan Emission
Spectroscopy.. Prosiding PPI-PDIPTN. Pusat Akselerator dan
Proses Bahan-BATAN. ISSN 0216-3128
Mellawati, June. 2009. Distribution of Uranium in Water of Gresik
Coastal Waters. Indo.J.Chem. Vol.9(2), 211-216. National
Nuclear Energy Agency, Jakarta
Modaresi, Mehrdad, Gholamreza Ghalamkari, Alireza Jalalizand.
2012. The Effect of Celery (Apium graveolens) Extract on the
Reproductive Hormones in Male Mice. ICAAA 2012.
Singapore
Mohammad, Erni. 2011. Fitoremediasi Logam Berat Kadmium (Cd)
pada Tanah dengan Menggunakan Bayam Duri. Skripsi.
FMIPA Kimia Universitas Gorontalo.
Muzakky, Sri Juari Santosa. 2008. Adsorption of Th-232 and U-238
by Ξ³-Al2O3- Humate at Single and Competitive
Systems.Indo.J.Chem. 8(2), 163-168.
Napitupulu, Monang. 2008. Analisis Logam Berat Seng, Kadmium
dan tembaga pada Berbagai Tingkat Kemiringan Tanah
Hutan Tanaman Industri PT. Toba Pulp Lestari dengan
Metode Spektrometri Serapan Atom (SAA). Skripsi USU
Okunowo, Wahab Oluwanisola, Liasu Adebayo Ogunkanmi. 2010.
Phytoremediation Potential of Some Heavy Metals by Water
Hyacinth. International Journal of Biological and Chemical
Sciences. 4 (2): 347-353 April 2010 ISSN 1991-8631
Olguin, Eugenia J, Gloria Sanchez-Galvan. 2012. Heavy Metal
Removal in Phytofiltration and Phycoremediation: The Need
to Different Between Bioadsorption and
Bioaccumulation.Biotechnology. Vol. 30 No.1
Panjaitan, Grace Yanti. 2009. Akumulasi Logam Berat Tembaga
(Cu) dan timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan
Page 91
69
Mangrove. Skripsi . FAPERTA Departemen Kehutanan USU.
Medan
Priyanti, Etyn Yunita. 2013. Uji Kemampuan Daya Serap Tumbuhan
Genjer (Limnocharis flava) Terhadap Logam Berat Besi (Fe)
dan Mangan (Mn).Prosiding Semirata FMIPA Universitas
Lampung. 283-289
Priyanto, B. & Prayitno, J.. 2006.Fitoremediasi sebagai Sebuah
Teknologi Pemulihan Pencemaran Khususnya Logam Berat.
URL:http://ltl.bppt.tripod.com/sublab/lflora1.htm
Rana, S V S. 2006. Environmental pollution Health and Toxicology.
United Kingdom. Alpha Science International Ltd
Ranawakage, V.P, K.C.Ellawala, G.G Tushara Chaminda. 2014.
Root and Leaf Extract Allelopathic Effect of Limnocharis
flava on Seed Germination and Growth of Rice. World
Journal of Agricultural Sciences.Vol.10 No.1: 14-17 ISSN
1817-3047
Ratnasari, Heny Kurnia, I M. Siaka, Ni G.A.Mdwi Adi Swastuti.
2013. Kandungan Logam Total Pb dan Cu pada Sayuran dari
Sentra Holtikultura Daerah Bedugul. Jurnal Kimia. 7(2):127-
132. ISSN 1907-9850
Rosidi, Sukirno. 2006. Evaluasi Radionuklida Dalam cuplikan
Indikator Lingkungan Di daerah Lembahabang
Muria.Prosiding PPI-PDIPTN Pusat Akselerator dan Proses
Bahan-BATAN. ISSN 0216-3128
Rukmana, Rahmat. Tanpa Tahun. Bertanam Seledri. Yogyakarta.
Penerbit Kanisius.
Rusmanto, Tri, Agus Taftazani. 2007. Penentuan Parameter Air dan
Radioaktivitas Alam Sampel Air, Sedimen Sungai Seropan
Periode I, Semanu, Gunung Kidul.Prosiding PPI-PDIPTN
2007 ISSN 0216-3128
Page 92
70
Saleh, Ibrahim H, Abdelfatah F. Hafez, Nadia H. Elanany, Hussein
A. Motaweh, Mohammed A. Naim. 2007. Radiological Study
on Soils, Foodstuff and Fertilizers in the Alexandria Region,
Egypt.Turkish J. Eng. Env. Sci. Vol. 9 No. 9-17
Sari, Septiana Kurnia. 2014. Pengukuran Efektivitas Tanaman
Bayam (Amaranthus sp) dalam Penyerapan Logam Timbal
(Pb) pada lahan TPA Supit Urang, Malang. UB. Fakultas
MIPA. Jurusan Fisika
Sastrawijaya,Tresna. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta. Rineka
Cipta
Savci, Serpil.2012. An Agricultural Pollutant: Chemical Fertilizer.
International Journal of Environmental Science and
Development. Vol 3 No.1:77-79
Singh.S, M. Zacharias, S.Kalpana, S.Mishra. 2012. Heavy Metals
Accumulation and Distribution Patterns in Different Vegetable
Crops.Journal of Environmental Chemistry and
Ecotoxicology. Vol 4 (10), 170-177
Subiyakto, Sudarmo. 1988. Pestisida Tanaman. Yogyakarta.
Kanisius
Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah, cetakan
pertama. Jakarta. UI Press.
Suhud,iffatunniswah, Vanny M.A.Tiwow, Baharudin Hamzah.
2012. Adsorpsi Kadmium (II) dari Larutannya
Menggunakan Biomassa Akar dan Batang Kangkung Air
(ipomoea aquatica Forsk).Jurnal Akademi Kimia.
1(4):153-158. Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah
Mahasiswa dan Program Strata 1 Fakultas Bioeksakta.
Jakarta. EGC
Sumiyati, Sri, Dwi Siwi Handayani, Widya Hartanto. 2009.
Pemanfaatan Hydrilla (Hydrilla verticillata) Untuk
Page 93
71
Menurunkan Logam Tembaga (Cu) Dalam Limbah
Elektroplanting Studi Kasus: Industri Kerajinan Perak
Kelurahan Citran, Kotagede. Jurnal Presipitasi. Vol. 7 No. 2.
ISSN 1907-187X
Sunaryo, Trie M, Tjoek Walujo S, Harnanto Aris. 2005. Pengelolaan
Sumber Daya Air. Malang. Bayumedia Publishing
Susetyo, W. 1988. Spektrometri Gamma dan penerapannya dalam
Analisis Pengaktivan Neutron. Yogyakarta
Sutrisno, Totok, Eni Suciastuti. 2004. Teknologi Penyediaan Air
Bersih. Jakarta. Rineka
Syahputra, Rudy.2005. Fitoremediasi Logam Cu dan Zn dengan
Tanaman Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes (mart)
Solms).LOGIKA. Vol. 2. ISSN: 1410-2315
Syauqiah, Isna, Mayang Amalia, hetty A. Kartini. 2011. Analisi
Variasi Waktu dan Kecepatan Pengadukan Pada Proses
Adsorpsi Limbah Logam Berat dengan Arang Aktif.Info
teknik. 12(1): 11-20
Widaningrum,Miskiyah, Suismono. 2007. Bahaya Kontaminasi
Logam Berat dalam Sayuran dan Alternatif Pencegahan
Cemarannya. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. Vol 3:
16-27.
Wisnu, Arya Wardhana. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan,
cetakan pertama. Jakarta. Andi offset.
Zhang, Qiuzhuo, Varenyam Anchal, Yatong Xu, Wei-Ning Xiang.
2014. Aquaculture Wastewater Quanty Improvement by Water
Spinach (Ipomoea aquatica Forsskal) Floating Bed and
Ecological Benefit Assessment in Ecological Agriculture
District. Aquacultural Engineering. Vol. 60 48-55
Page 94
72
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
Page 95
73
LAMPIRAN
Lampiran 1Pembuatan larutan
Pelarutan Pb(NO3)2 dan CuSO4.5H2O dalam air serta
pembuatan larutan dengan konsentrasi 5 ppm. Pb dan Cu yang
digunakan yaitu PA (pure acid). Pada penelitian ini dibuat larutan
baku induk dengan larutan 500 ml air.
Mr Pb (NO3)2= 207,22
Massa Pb = ππ ππ
ππ ππ (ππ3)2 x y
Massa Pb yang harus diambil = 100%
99% π₯ 500 ππ
= 505,05 mg
Pb (NO3)2= ππ ππ(ππ3)2
ππ ππ π₯ πππ π π ππ π¦πππ βπππ’π πππππππ
=331,24
207,22 π₯ 505,05 ππ
= 0,8073 g
Mr CuSO4.5H2O= 251,434
Massa Cu = ππ πΆπ’
ππ πΆπ’ππ4.5π»20π₯ π¦
Massa Cu yang Harus Diambil = 100%
99% π₯ 500 ππ
= 505, 05 mg
CuSO4.5H2O = ππ CuSO4.5H2O
ππ πΆπ’ π₯ πππ π π ππ π¦πππ βπππ’π πππππππ
= 251,434
65,37 π₯ 505,05 ππ
Page 96
74
= 1,9426 g
Untuk membuat 5 ppm diperlukan beberapa mililiter Pb(NO3)2 dan
CuSO4.5H2O dalam larutan.
M1.V1 = M2.V2
500 ml Β· V1 = 5 Β· 500 ml
500 ml Β· V1 = 2500 ml
V1 = 2500 ππ
500 ππ
V1 = 5 ml
Untuk membuat konsentrasi 5 ppm (5 mg/l) diperlukan 5 ml larutan
Pb(NO3)2 dan CuSO4.5H2O dalam 1 liter air.
Page 97
75
Lampiran 2
Perhitungan Aktivitas Dari Laju Paparan Yang Didapat
Ξ (faktor gamma) K-40 = 0,0779 Rm2/h/Ci
αΊ = laju paparan (mR/h)
r = jarak detektor ke sampel
A = αΊ Β·π2
π€
Aktivitas K-40 pada tanaman Genjer
A = αΊ Β·π2
π€
A = 0,087 x 10β3R
hΒ· (1 x 10β3)
2m2
0,0779 π
π2
β/πΆπ
A = 1,117 x 10-9 Ci
A = 1,117 nCi
Aktivitas K-40 pada tanaman Kangkung Air
A = αΊ Β·π2
π€
A = 0,077 x 10β3R
hΒ· (1 x 10β3)
2m2
0,0779 π
π2
β/πΆπ
A = 0,988 x 10-9 Ci
A = 0,988 nCi
Aktivitas K-40 pada tanaman Seledri
Page 98
76
A = αΊ Β·π2
π€
A = 0,056 x 10β3R
hΒ· (1 x 10β3)
2m2
0,0779 π
π2
β/πΆπ
A = 0,7189 x 10-9 Ci
A = 0,7189 nCi
Page 99
77
Lampiran 3 Data Hasil Penelitian
Data hasil konsentrasi logam timbal dalam akar tanaman
Waktu
Pemanenan
(Hari ke-)
Konsentrasi logam dalam akar tanaman
(ppm)
Kangkung air Genjer Seledri
0 0,025 0,4 0,2638
4 2,1932 1,9322 1,5376
7 2,5211 2,3241 2,1877
10 3,0436 2,7317 2,3652
13 3,8519 3,5601 2,7546
16 4,3258 4,1297 3,5321
Data hasil konsentrasi logam tembaga dalam akar tanaman
Waktu
Pemanenan
(Hari ke-)
Konsentrasi logam dalam akar tanaman
(ppm)
Kangkung air Genjer Seledri
0 0,2034 0,0565 0,0614
4 2,3891 2, 0158 1,7812
7 2,8329 2,6741 2,2933
10 3,2873 2,9019 2,3242
13 3,4732 3,1027 2,9435
16 3,8926 3,5236 2,9884
Page 100
78
Data hasil uji XRF pada tanaman Genjer
% massa Nama unsur
41,7 K
27,2 Fe
16,9 Ca
3,24 Mn
2,2 P
2,2 Mo
1,8 Si
1,55 Ni
0,48 Sr
0,46 Ti
0,4 Eu
0,35 Au
0,24 Cu
0,2 Re
0,08 Zn
0,067 Cr
0,05 W
0,04 V
Page 101
79
Data hasil uji XRF pada tanaman kangkung air
% Massa Nama Unsur
37,2 K
20,1 Ca
16,9 Cl
15,7 Fe
1,88 Ni
1,6 Si
1,3 P
1 Ti
0,81 S
0,57 Sr
0,5 Eu
0,48 Mn
0,4 Mo
0,4 Rb
0,35 Cu
0,3 Ba
0,2 Re
0,19 Zn
0,075 Cr
0,05 V
Page 102
80
Data hasil uji XRF pada tanaman seledri
% Massa Nama Unsur
34,7 K
30,1 Ca
19,5 Fe
4,1 Si
3,2 Mo
1,8 P
1,71 Ni
1,3 Ti
0,85 Sr
0,56 Mn
0,55 Cu
0,51 Rb
0,3 S
0,3 Eu
0,2 Zn
0,2 Re
0,1 Ba
0,081 V
0,078 Cr
Page 103
81
Data hasil pengukuran laju paparan menggunkan detektor GM
Tanaman Laju Paparan
(mR/h)
Rata- rata
(mR/h)
Seledri
0,06
0,056 0,05
0,06
Kangkung Air
0,08
0,077 0,08
0,07
Genjer
0,08
0,087 0,09
0,09
Data Hasil perhitungan aktivitas
Tanaman Aktivitas (nCi)
Genjer 1,117
Kangkung Air 0,988
Seledri 0,7189
Page 104
82
Lampiran 4
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut
Erlenmeyer 100 ml
Oven Tanur
Hot Plate
Page 105
83
Lampiran 5
Penanaman secara hidroponik
Tanaman Kangkung
Tanaman Seledri
Tanaman Genjer