LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
Pengujian Efek Analgetika
1 April 2014
Kelompok 2
SELASA, 10.00-13.00
FARMASI A
Siti Marfuah 260110120006PembahasanNiva Bachri R.
260110120007PembahasanJamelia Andeska260110120008Alat Bahan,
ProsedurPaska Tri Aprilia S. 260110120009Teori Dasar, GrafikNovi
Afifah260110120010Editor
LABORATORIUM FARMAKOLOGI ORGANFAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS
PADJAJARAN2014
NilaiAsisten
Pengujian Efek Analgetika
I. TUJUAN PERCOBAAN1. Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi
secara eksperimental efek analgetik suatu obat.2. Memahami
dasar-dasar perbedaan daya analgetik berbagai obat analgetika.3.
Mampu memberikan pandangan mengenai kesesuaian khasiat yang
dianjurkan untuk sediaan-sediaan farmasi analgetika.
II. PRINSIP1. Analgetik narkotikAnalgetik narkotik adalah
senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara
selektif. Digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang moderat
ataupun berat. Aktivitas analgetik narkotik jauh lebih besar
dibandingkan golongan analgetik non-narkotik sehingga disebut juga
analgetik kuat.2. Analgetik non-narkotikAnalgetik non-narkotik
digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat,
sehingga sering disebut analgetik ringan.3. Induksi
kimiaPenginduksian asam asetat 0,7% pada mencit menimbulkan rasa
nyeri yang ditunjukkan dengan respon geliat yang dapat diinhibisi
oleh obat analgetik.
III. TEORI DASARTerdapat perbedaan mencolok antara analgetika
dengan anastetika umum yaitu meskipun sama-sama berfungsi sebagai
zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri, namun analgetika
bekerja tanpa menghilangkan kesadaraan. Nyeri sendiri terjadi
akibat rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis yang memicu
pelepasan mediator nyeri. Intensitas rangsangan terendah saat
seseorang merasakan nyeri dinamakan ambang nyeri (Tjay, 2007).Nyeri
adalah suatu gejala yang berfungsi untuk melindungi dan memberikan
tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan pada tubuh; seperti
peradangan, infeksi-infeksi kuman, dan kejang otot. Sehingga
sesungguhnya rasa nyeri berguna sebagai alarm bahwa ada yang salah
pada tubuh. Misalnya, saat seseorang tidak sengaja menginjak
pecahan kaca dan kakinya tertusuk, maka ia akan merasakan rasa
nyeri pada kakinya dan segera ia memindahkan kakinya. Tetapi
adakalanya nyeri yang merupakan pertanda ini dirasakan sangat
menggangu apalagi bila berlangsung dalam waktu yang lama, misalnya
pada penderita kanker (Mutschler, 1991).Adanya
rangsangan-rangsangan mekanis/kimiawi (kalor/listrik) yang dapat
menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan
zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri. Mediator
nyeri antara lain: histamin, serotonin, plasmakinin-plasmakinin,
prostaglandin-prostaglandin, ion-ion kalium. Zat-zat ini merangsang
reseptor-reseptor nyeri pada ujung saraf bebas di kulit, selaput
lendir, dan jaringan lalu dialirkan melalui saraf sensoris ke
susunan syaraf pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke
talamus dan ke pusat nyeri di otak besar (rangsangan sebagai nyeri)
(Katzung, 1997).Rasa nyeri dapat diberantas dengan beberapa cara,
yaitu:a. Merintangi pembentukan rangsangan dalam reseptor nyeri
perifer, oleh analgetika perifer atau anestetika lokal.b.
Merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam syaraf-syaraf sensoris
oleh anestetika lokal.c. Blokade pusat nyeri pada SSP dengan
analgetika sentral (narkotika) atau anestetika umum (Goodman &
Gilman, 2006).Analgetik adalah obat atau senyawa yang dipergunakan
untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran. Kesadaran akan perasaan sakit terdiri dari dua proses,
yakni penerimaan rangsangan sakit di bagian otak besar dan
reaksi-reaksi emosional dan individu terhadap perangsang ini. Obat
penghalang nyeri (analgetik) mempengaruhi proses pertama dengan
mempertinggi ambang kesadaran akan perasaan sakit, sedangkan
narkotik menekan reaksi-reaksi psychis yang diakibatkan oleh
rangsangan sakit (Anief, 2000).Penggunaan analgetika perifer mampu
meringankan atau menghilangkan rasa nyeri, tanpa mempengaruhi SSP
atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan.
Kombinasi dari dua atau lebih analgetika sering kali digunakan,
karena terjadi efek potensiasi (Tjay, 2007).Analgetika narkotik
merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium
atau morfin. Meskipun memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik
yang lain, golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan
atau menghilangkan rasa nyeri yang hebat. Meskipun terbilang ampuh,
jenis ini dapat menimbulkan ketergantungan pada si pemakai. Seiring
berjalannya waktu, ditemukannya obat yang bersifat campuran agonis
dan antagonis jenis ini yang mampu meniadakan ketergantungan fisik,
maka penggunaan istilah analgesik narkotik untuk pengertian
farmakologik tidak sesuai lagi (Anief, 2000).A. Analgetika
Sentral/Analgetika NarkotikaAnalgetik narkotika atau analgetika
opiat merupakan golongan obat yang memiliki sifat seperti
opium/morfin. Sifat dari analgesik opiat yaitu menimbulkan adiksi:
habituasi dan ketergantungan fisik. Analgetik opiat mempunyai daya
penghalang nyeri yang sangat kuat dengan titik kerja yang terletak
di susunan syaraf pusat (SSP). Umumnya dapat mengurangi kesadaran
dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia). Analgetik opioid ini
merupakan pereda nyeri yang paling kuat dan sangat efektif untuk
mengatasi nyeri yang hebat (Mutschler, 1991).B. Analgetika Perifer
/ Analgetika Non-NarkotikaSecara kimiawi, analgetika perifer dapat
dibagi dalam beberapa kelompok, yakni:a. Parasetamolb. Salisilat:
asetosal, salisilamida dan benorilatc. Menghambat prostaglandin
(NSAIDs): ibuprofen, dan lain-laind. Derivat-antranilat:
mefenaminat, glafenine. Derivat-pirazolinon: propifenazon,
isopropilaminofenazon dan metamizol f. Lainnya: benzidamin (tantum)
(Tjay, 2007)
1. AspirinAspirin atau asam asetil salisilat (asetosal) adalah
sejenis obat turunan dari salisilat yang sering digunakan sebagai
senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri minor),
antipiretik (terhadap demam), dan antiinflamasi (peradangan).
Asprin juga memiliki efek antikoagulan dan dapat digunakan dalam
dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung.
Kepopuleran penggunaan aspirin sebagai obat dimulai pada tahun 1918
ketika terjadi pandemik flu di berbagai wilayah dunia.Mekanisme
Kerja AspirinMenurut kajian John Vane, aspirin menghambat
pembentukan hormon dalam tubuh yang dikenal sebagai prostaglandin.
Siklooksigenase, sejenis enzim yang terlibat dalam pembentukan
prostaglandin dan tromboksan, terhenti tak berbalik apabila aspirin
mengasetil enzim tersebut. Prostaglandin ialah hormon yang
dihasilkan di dalam tubuh dan mempunyai berbagai efek di dalam
tubuh termasuk proses penghantaran rangsangan sakit ke otak dan
pemodulatan termostat hipotalamus. Tromboksan pula bertanggung
jawab dalam pengagregatan platelet. Serangan jantung disebabkan
oleh penggumpalan darah dan rangsangan sakit menuju otak. Oleh
karena itu, pengurangan gumpalan darah dan rangsangan sakit ini
disebabkan konsumsi aspirin pada kadar yang sedikit dianggap baik
dari segi pengobatan. Namun, efeknya darah lambat membeku
menyebabkan pendarahan berlebihan bisa terjadi. Oleh karena itu,
mereka yang menjalani pembedahan atau mempunyai masalah pendarahan
tidak diperbolehkan mengonsumsi aspirin (Cerner Multum, 2009).2.
Asam MefenamatAsam mefenamatadalah termasuk obat pereda nyeri yang
digolongkan sebagai NSAID (Non Steroidal Antiinflammatory Drugs).
Asam mefenamat biasa digunakan untuk mengatasi berbagai jenis rasa
nyeri, namun lebih sering diresepkan untuk mengatasi sakit gigi,
nyeri otot, nyeri sendi, dan sakit ketika atau menjelang haid.
Seperti juga obat lain, tentunya asam mefenamat dapat menyebabkan
efek samping. Contoh yang sering terjadi adalah merangsang dan
merusak lambung. Sebab itu, asam mefenamat sebaiknya tidak
diberikan pada pasien yang mengidap gangguan lambung dan sebaiknya
diberikan pada saat lambung tidak dalam kondisi kosong atau setelah
makan. Berikut penjelasannya:Indikasi:Dapat menghilangkan nyeri
akut dan kronik, ringan sampai sedang sehubungan dengan sakit
kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma,
nyeri sendi, nyeri otot, nyeri sehabis operasi, nyeri pada
persalinan.Dosis:Digunakan melalui mulut (peroral), sebaiknya
sewaktu makan.Dewasa dan anak di atas 14 tahun:Dosis awal yang
dianjurkan 500 mg kemudian dilanjutkan 250 mg tiap 6
jam.Dismenore500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai
menstruasi ataupun sakit dan dilanjutkan selama 2-3
hari.Menoragia500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai
menstruasi dan dilanjutkan selama 5 hari atau sampai perdarahan
berhenti.Efek samping:Dapat terjadi gangguan saluran cerna, antara
lain iritasi lambung, kolik usus, mual, muntah dan diare, rasa
mengantuk, pusing, sakit kepala, penglihatan kabur, vertigo,
dispepsia.Pada penggunaan terus-menerus dengan dosis 2000 mg atau
lebih sehari dapat mengakibatkan agranulositosis dan anemia
hemolitik.Interaksi obat:Asam mefenamat akan bereaksi dengan
obat-obat antikoagulan oral seperti warfarin; asetosal (aspirin)
dan insulin (Penunjang Medis, 2010).IV. ALAT BAHAN4.1 Alat1. Alat
suntik 1 ml2. Sonde oral mencit3. Stopwatch4. Timbangan mencit5.
Wadah penyimpanan mencit4.2 Bahan1. Asam asetat 0,7 %2. Obat
analgesik standar (asam asetil salisilat)3. Obat analgesik yang
diuji (asam mefenamat)4. Suspensi Gom Arab (PGA) 1-2 %4.3 Gambar
alat
Jarum suntikSyringeSonde
KawatPenutupKandangJarumSuntilKandangMencitJarumSuntil
Kapas
PGA 1-2 %AsetosalAsam mefenamatAsam asetat 0,7 %
V. PROSEDURPada percobaan kali ini dilakukan pengujian efek
analgetika yang mana hewan percobaan yang digunakan adalah mencit
jantan sebanyak 3 ekor. Metode pengujian yang dilakukan adalah
metode induksi kimia. Alat yang dibutuhkan untuk mendukung metode
ini berupa alat suntik 1 ml, sonde oral mencit, stopwatch,
timbangan mencit, dan wadah penyimpanan mencit. Sedangkan
bahan-bahannya yaitu asam asetat 0,7%, obat analgesik standar (asam
asetil salisilat/aspirin), obat analgesik yang diuji (asam
mefenamat), dan suspensi gom arab (PGA) 1-2 %. Ketiga mencit diberi
perlakuan yang berbeda, yaitu mencit I sebagai kontrol negatif,
mencit II untuk obat uji, dan mencit III sebagai kontrol positif.
Sebelum diberikan perlakuan, terlebih dahulu mencit-mencit ini
ditimbang pada timbangan mencit, dan kemudian data bobot tubuh
mencit ini digunakan untuk perhitungan dosis obat yang akan
diberikan. Setelah diperoleh dosis obat, barulah dilakukan
pemberian obat pada semua mencit. Kepada mencit I yang digunakan
sebagai kontrol negatif diberikan PGA 1-2% secara oral dengan sonde
oral sejumlah dosis yang telah dihitung. Pada mencit II diberikan
asam mefenamat secara oral sejumlah dosis yang dihitung, dan pada
mencit III sebagai kontrol positif diberikan asetosal (asam asetil
salisilat) juga secara oral sejumlah dosis yang dihitung. Setelah
30 menit, pada semua mencit disuntikan asam asetat 0,7% secara
intraperitonial dengan dosis sesuai dengan bobot tubuh mencit.
Kemudian semua mencit diletakkan di area pengamatan dan dibiarkan
bebas untuk diamati gerakan geliatnya dan dihitung jumlahnya.
Pengamatan dicatat setiap 5 menit selama 60 menit jangka waktu
pengamatan. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik
berdasarkan analisis variasi dan kebermaknaan perbedaan jumlah
geliat antara kelompok kontrol dan kelompok uji. Dari data yang
didapat dihitung daya proteksi obat uji terhadap rasa nyeri dan
efrektivitas analgesiknya dengan rumus: % Proteksi = 100% %
Efektivitas analgesik = Kemudian data disajikan dalam bentuk tabel
dan grafik.VI. DATA PENGAMATAN Tabel PengamatanPerlakuan yang
diberikanKELRata-rataJumlah Geliat Setiap 5` Selama 60`
5`10`15`20`25`30`35`40`45`50`55`60`
PGA124,6304035363832303942322725
2D I E
3104533291332223533284048
443136386651464732221813
574048212020171313932
6091624971092021
JUMLAH51165168148146142125143122919089
AsamMefenamat124,4151925394235323726211510
224617457503930344220106
30242428224115261412153
412323537322730139201720
51293928232016119884
68264741372826262013105
JUMLAH66191244230206190149147120947548
Asetosal1
29,902435342221212213955
201121443849414539322010
3255424182335414044493042
44252922131919205021
5255063698099807972695443
6535413327221431313813
JUMLAH59199213220203245216209186172119114
Perlakuan5`10`15`20`25`30`35`40`45`50`55`60`
PGA10,23333,629,629,228,42528,624,418,21817,8
AsamMefenamat1131,840,638,334,331,624,824,52015,612,58
Asetosal9,833,235,536,633,840,83634,83128,619,819
Perhitungan Dosis1. 2. 3. 4. 5.
Perhitungan % Proteksi
1. 2.
Perhitungan % Efektifitas Analgesik
1.
Grafik Tabel Proteksi
Tabel Rata-rata Jumlah Geliat Mencit
Perlakuan5`10`15`20`25`30`35`40`45`50`55`60`
PGA10,23333,629,629,228,42528,624,418,21817,8
AsamMefenamat1131,840,638,334,331,624,824,52015,612,58
Asetosal9,833,235,536,633,840,83634,83128,619,819
Grafik Jumlah Rata-rata Geliat Terhadap Waktu
Waktu Ratarata geliat
Perhitungan Anava1. Model LinearKelompokKontrol PGAAsam
MefenamatAspirin
I406316211
II-447350
II368224425
IV404284159
V213202783
VI89287227
Total148017602155
2. AnalisisYijk = + i + Yij = Daya tahan mencit ( jumlah geliat
yang dihasilkan ) yang mendapat obat ke-i ulangan ke-j terhadap
asam asetat 0,7 % = rataan umumi = pengaruh obat ke-i = Pengaruh
galat dari obat ke-i ulangan ke-j3. HipotesisHo: i = 0, artinya
pengaruh jenis obat berbeda terhadap efek analgetik (jumlah geliat
mencit)H1: i 0, artinya paling sedikit ada satu i dimana i 0 ada
pengaruh jenis obat sama terhadap efek analgetik terhadap jumlah
geliat4. Analisis Ragama. Faktor KoreksiFK = = = 1.703.244,765b.
Sum of square totalSSTot =(+31+) -1.703.244,765 = 2.107.981 -
1.703.244,765 = 404.737,765c. Sum of Square Treatment SSTreat = -
1.703.244,765 = - 1.703.244,765 = 1.655.337,5 - 1.703.244,765 = -
47.907,265 d. Sum Square of Error SSE = SSTot SSTreat = 404.737,765
(- 47.907,265 ) = 452.645,03e. Degree of Freedomdf Total = N-1 =
17-1 = 16df Treat = t-1 = 3-1= 2df Eror = 16 2 = 14f. Mean of
Square Treatment MST = = = - 23.953,6325g. Mean of Square Error MSE
= = = 32.231,78786h. Fhitung Fhit = = = - 0,74
Tabel Anava Source of variance DfSum of squaresMean of
squaresFhitungF 0,05 (2,15 )
Treatment2- 47.907,265- 23.953,6325- 0,743,68
Error14452.645,0332.231,78786
Total16404.737,765-
KesimpulanFtabel: Karena Fhitung < Ftabel maka H0
diterimaartinya pengaruh jenis obat berbeda terhadap efek analgetik
(jumlah geliat mencit)
VII. PEMBAHASANPada praktikum kali ini yaitu Pengujian Efek
Analgetika bertujuan untuk mengenal berbagai cara untuk
mengevaluasi secara eksperimental efek analgetik suatu obat,
memahami dasar-dasar perbedaan daya analgetik berbagai obat
analgetika, dalam hal ini asam mefenamat dan asam asetil salisilat,
dan mampu memberikan pandangan mengenai kesesuaian khasiat yang
dianjurkan untuk sediaan sediaan farmasi analgetika, dimana akan
dilihat dari persen efektivitas yang diperoleh dari perbandingan
persen proteksi zat uji dengan persen proteksi obat
analgetika.Dalam perlakuan kali ini digunakan induksi nyeri secara
kimiawi yaitu menggunakan bahan larutan steril Asam Asetat 0,7%
yang diberikan secara peroral. Pada praktikum, pemberian larutan
Asam Asetat 0,7% diberikan 30 menit setelah pemberian obat
analgetika. Obat analgetika yang digunakan adalah asam mefenamat
dan asetosal atau asam asetil salisilat, hal ini diharapkan agar
obat yang diberikan sudah mengalami absorbsi sehingga Asam Asetat
langsung berefek dan juga untuk mempermudah pengamatan onset dari
obat itu. Pada praktikum kali ini obat-obat analgetik yang
diperbandingkan adalah obat-obat analgetik golongan non
narkotik/perifer yaitu, Asetosal dan Asam Mefenamat. Dengan prinsip
percobaan ini menggunakan metode Witkin (Writhing Tes / Metode
Geliat), dengan prinsip yaitu memberikan asam asetat 0,7%
(indikator nyeri) kepada mencit yang akan menimbulkan geliat
(Writhing), sehingga dapat diamati respon mencit ketika menahan
nyeri pada perut dengan cara menarik abdomen, menarik kaki
kebelakang, dan membengkokan kepala ke belakang. Dengan pemberian
obat analgetik (asam mefenamat dan asetosal) akan mengurangi respon
tersebut.Kelompok kontrol yang digunakan pada percobaan ini adalah
PGA, sehingga hewan percobaan hanya diberikan PGA pada awal
percobaan dan penginduksi asam asetat pada 60 menit setelah
pemberian PGA tanpa pemberian sedian analgesik. Asam asetat 0,7%
merupakan asam lemah yang tidak terkonjugasi dalam tubuh, pemberian
sediaan asam asetat 0,7% terhadap hewan percobaan akan merangsang
prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri akibat adanya kerusakan
jaringan atau inflamasi. Prostaglandin menyebabkan sensitisasi
reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi sehingga
prostaglandin dapat menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian
mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan
menimbulkan nyeri yang nyata. Akibat dari adanya rasa nyeri inilah
hewan percobaan akan menggeliatkan kaki belakangnya saat efek dari
penginduksi ini bekerja. Pemberian sediaan asam asetat 0,7% pada
peritonial atau selaput gastrointestinal hewan memungkinkan sediaan
lebih mudah diabsorbsi oleh tubuh dan cepat memberikan efek. Selama
5 menit kemudian, setelah diberi larutan asam asetat 0,7% mencit
akan menggeliat dengan ditandai perut kejang dan kaki ditarik ke
belakang. Jumlah geliat mencit dihitung setiap 5 menit selama 60
menit.Kemudian pada kelompok mencit kedua dengan obat analgetik
berupa asam mefenamat diberikan secara peroral dan kelompok mencit
ketiga diberikan asetosal secara peroral. Kemudian asam asetat
0,7%, disuntikan secara peritonial supaya setelah 30 menit
pemberian obat analgetik tersebut telah mengalami proses absorbsi
pada tubuh mencit untuk meredakan nyeri. Pemberian asam asetat 0,7%
secara intraperitonial memungkinkan sediaan lebih mudah diabsorbsi
oleh tubuh, cepat memberikan efek, mencegah penguraian asam asetat
pada jaringan fisiologik organ tertentu, serta efek merusak
jaringan tubuh jika pada organ tertentu. Misalnya apabila asam
asetat 0,7% diberikan peroral, akan merusak saluran pencernaan,
karena sifat kerongkongan cenderung bersifat tidak tahan terhadap
asam. Kemudian dilakukan pengamatan yang sama seperti kelompok
kontrol negatif yaitu diamati geliatnya dihitung tiap 5 menit
selama 60 menit. Kemudian dimasukan dalam tabel dan dihitung %
proteksinya dari tiap sediaan analgetika untuk diperoleh %
efektivitasnya.Pada hewan uji kontrol negatif, yakni dimana hewan
uji hanya diberikan zat penstimulus nyeri dan pelarut dari obat
analgesik yang hendak diamati cara kerjanya tanpa diberikan obat
analgesik. Maksud dari kontrol negatif ini adalah untuk melihat
seberapa besar respon nyeri yang dihasilkan pada hewan uji untuk
kemudian sebagai bahan perbandingan dengan hewan uji yang diberi
obat analgesik sehingga dapat dilihat perbedaan yang signifikan
antara hewan uji yang diberi dengan yang tidak diberi obat
analgesik dalam hal respon nyeri yang dihasilkan. Namun sayangnya
terjadi kekeliruan dalam pemberian suspensi PGA secara peroral
kepada mencit pertama ini, kekeliruan ini mengakibatkan hewan uji
konrol negative mati sehingga pengamatan kontrol negatif tidak
dapat dilakukan, akibatnya suatu keadaan pembanding antara hewan
yang diberi analgesik dan yang tidak diberikan analgesik tidak
dapat dilihat. Kesalahan ini diakibatkan kekeliruan dalam
menentukan saluran yang dimasuki sonde saat pemberian suspensi PGA.
Seharusnya saluran yang dimasuki sonde adalah saluran pencernaan
dari hewan uji, namun kenyataannya saluran yang dimasuki sonde
adalah saluran pernafasannya sehingga hewan percobaan mengalami
kematian karena saluran pernafasan termasuk paru-paru terisi
sejumlah cairan yang pada fungsi normalnya tak seharusnya dimasuki
oleh cairan.Selanjutnya dilakukan uji untuk efek asam mefenamat
pada mencit II. Pada hewan dan metode uji ini, hewan uji diberikan
asam mefenamat sebagai obat analgesik (pereda nyeri) di samping
pemberian zat penginduksi nyeri yaitu asam asetat. Uji ini
dimaksudkan agar dapat dilihat seberapa besar kemampuan cara kerja
dari asam mefenamat dalam menurunkan atau meredakan nyeri pada
mencit berdasarkan hasil perbandingan dengan obat prototipe pada
percobaan ini yaitu asetosal. Mulanya hewan uji ini diberikan asam
mefenamat secara peroral, agar dapat diamati pengaruh atau cara
kerja asam mefenamat dalam meredakan nyeri, maka pada menit ke-30
dilakukan pemberian zat penginduksi nyeri yaitu asam asetat secara
intraperitonial. Asam asetat merupakan asam lemah yang tidak
terkonjugasi dalam tubuh, pemberian sediaan asam asetat terhadap
hewan percobaan akan merangsang prostaglandin untuk menimbulkan
rasa nyeri akibat adanya kerusakan jaringan atau inflamasi.
Prostaglandin menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap
stimulasi mekanik dan kimiawi sehingga prostaglandin dapat
menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti
bradikinin dan histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang
nyata. Akibat dari adanya rasa nyeri inilah hewan percobaan akan
menggeliatkan kaki belakangnya saat efek dari penginduksi ini
bekerja. Pemberian sediaan asam asetat pada peritonial atau selaput
gastrointestinal hewan memungkinkan sediaan lebih mudah diabsorbsi
oleh tubuh dan cepat memberikan efek. Setelah diamati, pada 5
sampai 15 menit pertama setelah pemberian asam asetat, hewan uji
menunjukan aktivitas geliat yang meningkat yaitu 24, 61, dan 74.
Akan tetapi setelah 20 menit sampai 60 menit pemberian asam asetat
hewan uji memperlihatkan aktivitas geliat semakin menurun yaitu 57,
50, 39, 30, 34, 42, 20, 10, dan 6 geliat. Secara teoritis
seharusnya pada menit-menit awal hewan uji menunjukkan aktivitas
geliat paling tinggi kemudian terus menurun seiring bertambahnya
waktu pengamatan, hal ini dikarenakan pada awal-awal pemberian asam
asetat diberikan yaitu hanya berjarak 30 menit dari pemberian asam
mefenamat, pada saat ini asam mefenamat belum bekerja atau
memberikan efek maksimal sebagai analgesik untuk meredakan nyeri
yang disebabkan asam asetat, sehingga dapat diamati respon nyeri
hewan uji melalui aktivitas geliatnya. Dengan bertambahnya lama
pengamatan, maka efek iritatif dari asam asetat akan semakin
berkurang dan efek analgesik dari asam mefenamat akan mulai bekerja
sehingga rasa nyeri dapat ditekan atau diredakan. Hal ini dapat
diamati dengan adanya penurunan aktivitas geliat pada hewan uji.
Hal ini berbanding terbalik dengan hasil pengamatan pada 15 menit
pertama setelah pemberian asam asetat dimana aktivitas geliat terus
mengalami peningkatan dari 5 sampai 15 menit pertama, akan tetapi
hasil uji mulai normal setelah 20 menit pengamatan sampai 60 menit
dimana aktivitas geliat hewan uji terus mengalami penurunan.
Ketidaksesuaian hasil pengamatan pada 5-15 menit pertama dapat
disebabkan karena hewan uji merasakan sakit sehingga hewan uji
malas bergerak akibatnya aktivitas geliat tidak dapat diamati
secara tepat, adapun setelahnya diberikan perlakuan pada hewan uji
dengan mendorongnya untuk bergerak sehingga aktivitas geliat dapat
diamati. Adapun jika dibandingkan dengan hasil pengamatan rata-rata
dari tiap kelompok menunjukkan data yang hampir sama dimana pada 20
menit pertama aktivitas geliat hewan uji mengalami peningkatan dan
seteleh menit ke-25 sampai 60 aktivitas geliat menunjukkan
penurunan yang menandakan mulai sesuai dengan yang seharusnya.
Sehingga dapat dilihat bahwa rata-rata tiap kelompok mengalami
kendala dan kesalahan yanng sama dalam mengamati aktivitas geliat
hewan uji.Selanjutnya adalah melakukan pengamatan terhadap daya
kerja analgesik dari obat prototipe yaitu asetosal, pada tahap ini
dilakukan uji kontrol positif dimana hewan uji diberikan zat
penginduksi nyeri dan obat pereda nyeri yang standar sehingga dapat
dijadikan bahan perbandingan untuk obat analgesik yang ingin
diketahui tingkat efektivitasnya berdasarkan perbandingannya dengan
obat prototipe ini. Hewan uji ke III ini diberikan asetosal secara
peroral kemudian ditunggu selama 30 menit lalu hewan uji diberikan
asam asetat 0,7 % secara intraperitonial. Sebelum diberikan asam
asetat secara intraperitonial, daerah peritonial hewan uji dibasahi
dengan alkohol terlebih dahulu, pemberian ini dimaksudkan agar
memberikan rasa sensasi dingin pada hewan uji, dan zat ini dapat
mengecilkan pori-pori yang pada tujuan akhirnya adalah untuk
mengurangi rasa nyeri pada hewan uji saat dilakukan penyuntikan
agar mencit merasa nyaman dan tidak melakukan perlawanan yang
berarti sehingga dosis tepat diberikan. Kemudian hewan uji
diberikan asam asetat 0,7% secara intraperitonial dan kemudian
diamati respon nyeri yang diperlihatkan hewan uji selama 60 menit.
Sama halnya dengan respon yang ditunjukkan oleh hewan uji II, pada
hewan uji III ini pun pada 20 menit pertama waktu pengamatan hewan
uji menunjukkan peningkatan aktivitas geliat yaitu 0, 11, 21, dan
44 geliat. Pada tiap 5 menit selanjutnya mengalami naik turun yaitu
38, 49, 41, 45, 39 , dan pada 15 menit terakhir pengamatan hewan
uji menunjukkana aktivitas geliat yang semakin menurun yaitu 31,
20, dan 10 geliat. Jika dibandingkan dengan hasil pengamatan dari
rata-rata tiap kelompok dapat diamati bahwa aktivitas geliat pada
hewan uji juga mengalami peningkatan di 20 menit pertama,
setelahnya mengalami naik turun, dan baru pada 20 menit pengamatan
terakhir hewan uji menunjukkan penurunan aktivitas geliat. Secara
teoritis berdasarkan waktu pemberian asam asetat, seharusnya
menit-menit awal pengamatan akan menunjukkan aktivitas geliat
paling tinggi kemudian terus mengalami penurunan seiring dengan
telah habisnya reaksi asam asetat dengan tubuh hewan uji dan mulai
bekerjanya asetosal sebagai analgesik dalam meredakan nyeri yang
diakibatkan asam asetat. Akan tetapi, dari hasil pengamatan
diperoleh ketidaksesuaian dimana pada menit-menit awal aktivitas
geliat terus mengalami peningkatan, kemudian aktivitas geliat
mengalami naik turun, dan baru pada menit 20 terakhir menunjukkan
penurunan aktivitas geliat. Kekeliruan ini dapat diakibatkan karena
ketidakcermatan dalam membedakan dan mengamati respon yang bisa
disebut sebagai geliat karena minimnya pergerakan hewan uji karena
rasa sakit yang dirasakannya, selain itu hewan uji yang tidak
dengan jelas menunjukkan geliatnya membuat kekeliruan dalam
menghitung tingkat aktivitas geliat hewan uji.Data-data pengamatan
dari tiap kelompok kemudian dirata-ratakan kemudian rata-rata
tersebut dijumlahkan untuk setiap kelompok hewan uji. Dari jumlah
rata-rata tersebut, kemudian dapat diperoleh nilai % proteksi asam
mefenamat dan asetosal yang dibandingkan jumlah geliat pada
kelompok kontrol negatif dan % efektivitas asam mefenamat
berdasarkan perbandingan dengan obat prototipe yaitu asetosal.Dari
perhitungan, grafik, dan tabel di atas diperoleh nilai % proteksi
dari asam mefenamat adalah 0,96% dimana nilai ini jauh lebih besar
daripada nilai % proteksi asetosal yaitu -21,34%. Hal ini tentu
saja memberikan gambaran mengenai kekuatan efek analgesik dari asam
mefenamat jauh lebih besar daripada asetosal dimana jumlah geliat
pada hewan uji yang diberi asam mefenamat lebih sedikit geliatnya
dibandingkan dengan hewan uji yang diberikan asetosal. Hal ini
sangat bertolak belakang dengan yang seharusnya, dimana sebagai
obat prototipe seharusnya asetosal memiliki % proteksi lebih besar
daripada zat yang diujikan pada percobaan ini yaitu asam mefenamat
yang dapat dilihat dari jumlah geliat pada hewan uji yang diberi
asetosal seharusnya lebih kecil daripada jumlah geliat pada hewan
uji yang diberikan asam mefenamat. Kekeliruan ini dapat diakibatkan
karena ketidaktelitian dan ketidakcermatan praktikan saat
memberikan asetosal dimana ada kemungkinan ketidaktepatan dosis
yang diberikan, baik dari ketidakhomogenan suspensi asetosal yang
diberikan dan teknik pemberiannya juga dapat disebabkan karena
ketidakcermatan praktikan dalam mengamati jumlah geliat hewan uji.
Sedangkan % efektivitas asam mefenamat yang diperoleh adalah
-4,498%, hal ini menunjukkan bahwa pemberian asam mefenamat sebagai
analgesik tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam meredakan
nyeri pada hewan uji karena jumlah geliat dari hewan uji kontrol
negatif (tidak diberi asam mefenamat) beberapa pada waktu
pengamatan memiliki nilai yang lebih kecil daripada hewan uji yang
diberi asam mefenamat. Padahal seharusnya dengan pemberian asam
mefenamat, nyeri pada hewan uji dapat diredakan dengan indikator
jumlah geliat dari hewan uji yang diberi asam mefenamat lebih
sedikit jumlahnya dibandingkan dengan jumlah geliat dari hewan uji
kontrol negatif. Kekeliruan ini dapat diakibatkan kurang cermatnya
dalam mengamati jumlah geliat dari hewan uji yang disebabkan hewan
uji cenderung tidak mau bergerak karena nyeri yang dirasakannya
dimana di sisi lain praktikan kurang mendorong hewan uji untuk
bergerak sehingga pengamatan uji geliat menjadi bias, di lain hal
juga dapat disebabkan karena ketidaktepatan pemberian dosis asam
mefenamat yang diakibatkan tidak homogennya suspensi asam mefenamat
yang diberikan karena tidak dikocok terlebih dahulu suspensinya
sehingga konsentrasi asam mefenamat yang diberikan tidak tepat,
kesalahan lainnya adalah kurang tepatnya teknik pemberian asam
mefenamat secara peroral.
VIII. KESIMPULAN1. Berbagai cara untuk mengevaluasi secara
eksperimental efek analgetik suatu obat dapat dilakukan dengan cara
mengamati peningkatan waktu reaksi.2. Dasar-dasar perbedaan daya
analgetika dapat dipahami dengan nilai % proteksi dan %
efektivitas.3. Kesesuaian khasiat yang dianjurkan untuk
sediaan-sediaan farmasi analgesika sudah tepat.DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 2000. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi.
Universitas Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Cerner Multum.
2009. Aspirin. Available online at:
http://www.drugs.com/aspirin.html [diakses tanggal 5 April
2014]Goodman and Gilman. 2006. The Pharmacologic Basis of
Therapeutics11th Ed.McGraw-Hill Companies. Inc. New
York.Katzung,B.G. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik, ed IV.
Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.Mutschler Ernest. 1991. Dinamika
Obat, Buku Ajar Farmakologi & Toksikologi edisi V. Penerbit
ITB. Bandung.Penunjang Medis. 2010. Asam Mefenamat. Available
online at:
http://mediapenunjangmedis.dikirismanto.com/asam-mefenamat.html
[diakses tanggal 5 April 2014].Tjay, Hoan Tan. 2007. Obat-Obat
Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya. Edisi ke-6.
PT. Gramedia. Jakarta.