Top Banner
167

PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

Jan 26, 2022

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN
Page 2: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

MENENGAH (IKM) DI INDONESIA

Penulis

Dr. Suryono Efendi, SE.,MBA., MM

Eddy Guridno, SE.,M.Si.M

Dr. Ir. Edi Sugiono,SE.,MM

Dr. Sufyati HS.,SE.,MM

Page 3: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

MENENGAH (IKM) DI INDONESIA

Penyusun : Tim Penulis

Editor : Sufyati HS

Desain Sampul : Wahyu Suratman

Layout : Sufyati HS

ISBN : 978-602-5668-59-3

Penerbit : Nusa Litera Inspirasi

Jl. KH. Zainal Arifin

Kabupaten Cirebon, Jawa Barat

Telepon: 0857-1644-6889

www.nusaliterainspirasi.com

Page 4: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil Aalamiin, puji dan syukur

senantiasa kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang

telah menganugerahkan karunia, rahmat dan hidayah-

Nya, sehingga tim penulis dapat menyelesaikan

penyusunan buku “Penguatan Industri Kecil dan

Menengah (IKM) di Indonesia“.

Buku ini merupakan salah satu luaran hasil

penelitian dari Hibah Bersaing Skema Penelitian Strategi

Nasional Institusi di bawah Kementrian Riset Teknologi

dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti) Tahun anggaran

2018 yang merupakan tahun ke dua.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan

hati, perkenankan tim penulis untuk menyampaikan

ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada yang terhormat Bapak/Ibu:

1. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Republik

Indonesia;

2. Rektor Universitas Nasional Jakarta;

3. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

(LPPM) Universitas Nasional Jakarta;

Page 5: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

ii

4. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Nasional Jakarta;

5. Pemerintah daearah kota Singkawang, Sambas,

Pontianak (Kalimantan Barat), Tanjung Balai Asahan

(Sumatera Utara) dan Lombok (Nusa Tenggara Barat)

yang telah membantu, mengarahkan dan memberikan

data penelitian; serta

6. Teman sejawat yang tidak dapat kami sebutkan satu per

satu yang telah memberikan bantuannya sehingga

penelitian ini dapat berjalan dengan baik.

Tim penulis menyadari bahwa keberhasilan

dalam menyelesaikan buku hasil penelitian ini adalah

berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.

Dengan segala rasa hormat dan kerendahan hati tim

penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada

pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian

buku ini. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran

yang membangun agar buku ini dapat bermanfaat bagi

yang membutuhkannya.

Jakarta, Oktober 2015

Tim Penulis

Page 6: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................... i DAFTAR ISI .................................................................. iii DAFTAR TABEL........................................................ vii

DAFTAR GAMBAR.................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN ............................................. 1 BAB II INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH (IKM)

........................................................................ 16 2.1. Konsep Industri Kecil dan Menengah .............. 17

2.1.1 Industri .................................................... 19 2.1.2 Pengelompokan industri ........................ 22 2.1.3 Industri Kecil .......................................... 27 2.1.4 Karakteristik Industri Kecil .................... 33 2.1.5 Industri Menengah .................................. 43

2.2. Peran Indusri Kecil dan Menengah dalam

Penyerapan Tenaga Kerja ................................ 50 2.3 Perkembangan Industri Kecil dan Menengah ... 59

Page 7: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

iv

2.4 Hambatan dalam Pengembangan IKM ............. 68

BAB III KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH ....... 71

3.1 Perkembangan IKM di Indonesia ..................... 71 3.2 Peran Pemerintah terhadap Perkembangan IKM

di Indonesia ....................................................... 72 3.3 Pola Kebijakan Pemerintah dalam Membantu

IKM ................................................................... 77 3.4 Kebijakan Pengembangan Industri Kecil dan

Menengah .......................................................... 82 3.5 Strategi Pengembangan Industri Kecil dan

Menengah .......................................................... 89 3.6 Sasaran Pengembangan IKM ............................ 92

BAB IV DESAIN DAN MODEL PENGUATAN POSISI TAWAR INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH ................................................................ 95

4. 1. Penguatan Posisi Tawar .................................. 95 4.2 Road Map Posisi Tawar ................................... 97

Page 8: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

v

4.3. Metode Penelitian .......................................... 100 4.3.1 Desain Penelitian .................................. 100 4.3.2 Teknik Pengumpulan Data .................. 100 4.3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ............ 101 4.3.4 Jenis dan Sumber Data Penelitian ......... 102 4.3.5 Tahap Pelaksanaan ................................ 103 4.3.6 Teknik Analisis Data ............................ 103

BAB V DAYA SAING INDUSTRI KECIL DAN

MENENGAH ............................................... 106 5.1 Daya Saing ...................................................... 106 5.2.Daya Saing Indonesia ..................................... 107 5.3 Daya Saing Industri Kecil dan Menengah (IKM)

di Indonesia ..................................................... 113 5.4 Keunggulan Bersaing Industri Kecil dan

Menengah (IKM) ............................................ 120 5.5 Metode Peningkatan Daya Saing Industri Kecil

dan Menengah (IKM) ................................... 121

Page 9: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

vi

BAB VI POSISI TAWAR INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH ......................................................... 123

6.1 Posisi Tawar .................................................... 123 6.2 Posisi Tawar Industri Kecil dan Menengah

(IKM) di Indonesia ........................................... 125 6.3 Blue Print Posisi Tawar .................................. 127 6.4 Trade Creation Constraint .............................. 134 6.5 Analisis Diagram Tulang Ikan ........................ 137 6.6 Model Penguatan Posisi Tawar ....................... 139 6.7 Metode Penguatan Posisi Tawar Industri Kecil

dan Menengah (IKM) ...................................... 146 DAFTAR PUSTAKA ................................................. 149 BIODATA PENULIS ................................................. 154

Page 10: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Indonesia Menurut Sektor Ekonomi (Orang) Tahun 2010-2013 ............... 57

Page 11: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Harapan Masa Depan Industri Pengolahan Indonesia ................................................... 10

Gambar 2. Perkembangan Jumlah UMKM Binaan ..... 61 Gambar 3. Road Map Posisi Tawar ............................ 99 Gambar 4. Diagram Tulang Ikan ............................... 104 Gambar 5. Saka Sakti ................................................ 110 Gambar 6. Blue Print Posisi Tawar ........................... 130

Page 12: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

Globalisasi merupakan suatu fenomena yang

mendorong perusahaan di tingkat mikro ekonomi untuk

meningkatkan efisiensi agar mampu bersaing di tingkat

lokal, nasional, maupun internasional. Dengan

globalisasi yang menyatukan pasar dan kompetisi

investasi internasional meningkatkan tantangan sekaligus

peluang bagi semua perusahaan baik kecil, menengah

maupun besar. Untuk menghadapi globalisasi maka

diperlukan daya saing yang kuat.

Daya saing merupakan kemampuan perusahaan,

industri, daerah, negara, atau antar daerah untuk

menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan

yang relatif tinggi dan berkesinambungan untuk

menghadapi persaingan internasional. Daya saing

industri merupakan fenomena di tingkat mikro

perusahaan sehingga kebijakan pembangunan industri

nasional harus didahului dengan mengkaji sektor industri

secara utuh sebagai dasar pengukurannya.

Page 13: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

2

Industri kecil dan menengah atau yang sering

disebut IKM merupakan salah satu tumpuan utama

pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja baru

terutama setelah krisis ekonomi yang terjadi beberapa

tahun yang lalu. IKM ini mempunyai peran penting dan

strategis dalam menggerakkan perekonomian nasional,

khususnya dari perspektif kesempatan kerja dan sumber

pendapatan bagi kelompok miskin, distribusi pendapatan

dan pengurangan kemiskinan (Tambunan, 2008).

Pembangunan industri khususnya industri kecil

diarahkan dapat menjadi salah satu peran yang cukup

berkualitas dalam perekonomian, sehingga mampu

bersaing di dalam negeri maupun di luar negeri.

Pengembangan sektor ekonomi rakyat pada otonomi

daerah, khususnya pada sektor industri kecil mendapat

perhatian ekstra dari pemerintah, dikarenakan sektor

industri kecil memberikan banyak dampak pada

penyerapan tenaga kerja, maupun pendapatan

masyarakat yang mampu meningkatkan taraf hidup

masyarakat golongan bawah. Setiap tahun industri atau

usaha kecil selalu tumbuh dan berkembang, selain itu

industrialisasi berperan penting dalam peningkatan mutu

Page 14: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

3

sumber daya manusia dan memanfaatkan sumber daya

alam dan sumber daya lainnya secara optimal.

Proses pembangunan seringkali dikaitkan dengan

proses industrialisasi. Proses industrialisasi dan

pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur

kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat

dalam arti tingkat hidup yang lebih maju maupun taraf

hidup yang lebih bermutu. Menurut Arsyad (1997: 68)

pembangunan industri merupakan suatu fungsi dari

tujuan pokok kesejahteraan rakyat, bukan merupakan

kegiatan yang mandiri. Pertumbuhan laju industri

merupakan andalan pemerintah dalam upaya

meningkatkan perekonomian di Indonesia.

Perekonomian di Indonesia tidak akan berkembang tanpa

dukungan dari peningkatan perindustrian sebagai salah

satu sektor perekonomian yang sangat dominan di jaman

sekarang.

Jumlah IKM mencapai sekitar 99,85% dari total

unit usaha di Indonesia dan mampu menyerap sekitar

96,66%. Selain itu sektor IKM juga mampu

menyediakan sekitar 57% kebutuhan barang dan jasa,

kontribusinya terhadap ekspor serta kontribusi terhadap

Page 15: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

4

pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 2-4% (BPS,

2014). IKM juga telah terbukti lebih tangguh dari usaha

menengah dan besar dalam mengatasi dampak krisis

ekonomi Indonesia tahun 1997. Data Biro Statistik

(BPS) menunjukkan terjadinya penurunan jumlah usaha

secara drastis (7,42%) dari 1997 ke 1998, bahkan usaha

besar pada periode tersebut mengalami penurunan lebih

dari 10%.

Peran strategis IKM dalam menggerakkan

ekonomi nasional dan peningkatan kesejahteraan rakyat

tersebut dapat dipertahankan dan dikembangkan jika

jumlah wirausaha semakin meningkat baik dari sisi

kuantitasmaupun kualitas. Menurut seorang pakar

kewirausahaan dari Amerika Serikat (David Mc.

Cleland), suatu negara akan mencapai tingkat

kemakmuran apabila jumlah wirausahanya paling sedikit

2% dari jumlah penduduknya. Data statistik

menunjukkan jumlah wirausaha di Indonesia masih

dibawah 1%. Situasi yang ideal tersebut masih jauh dari

kenyataan. Selain jumlah wirausaha yang masih belum

memenuhi syarat ideal, wirausaha yang masuk kategori

Page 16: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

5

IKM yang sudah ada saat inipunjuga masih banyak

kendala/persoalan.

Produk-produk industrial selalu memiliki „dasar

tukar‟ (term of trade) yang tinggi atau lebih

menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang

lebih besar dibandingkan produk-produk sektor lain. Hal

ini disebabkan karena sektor industri memiliki variasi

produk yang beragam dan mampu memberikan manfaat

marginal yang tinggi kepada para memakainya

(Dumairy, 1997). Keunggulan-keunggulan sektor

industri tersebut diantaranya memberikan kontribusi bagi

penyerapan tenaga kerja dan mampu menciptakan nilai

tambah (value added) yang lebih tinggi pada berbagai

komoditas yang dihasilkan.

Industri kecil dan menengah memiliki peranan

yang penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi

secara menyeluruh. Peranan industri kecil di Indonesia

dirasakan sangat penting terutama dalam aspek-aspek

seperti kesempatan kerja, pemerataan pendapatan,

pembangunan ekonomi di pedesaan, pemerataan tenaga

kerja, dan lain-lain.

Page 17: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

6

Tambunan (2008), mengidentifikasi ada tiga

persoalan yang dihadapi wirausaha yang masuk kategori

industri kecil menengah di Indonesia, yaitu

produktivitas, daya saing, dan kinerja yang rendah.

Sementara upaya pengembangan IKM masih terkendala

oleh pengelolaan usaha yang masih tradisional, kualitas

sumber daya manusia yang belum memadai, skala dan

teknik produksi, kapabilitas inovasi yang masih rendah,

terbatasnya akses pasar, serta masih terbatasnya akses

kepada lembaga keuangan, khususnya perbankan.

Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dalam IKM

disebabkan sebagian besar IKM di Indonesia tumbuh

secara tradisonal dan merupakan usaha yang turun-

temurun. Keterbatasan tersebut mencakup pendidikan

formal maupun pengetahuan dan keterampilan, sehingga

manajemen pengelolaan IKM sangat praktis dan

sederhana, yang akhirnya akan sulit berkembang

optimal.

Di sisi lain pada awal tahun 2013 situasi global

yang tidak menguntungkan yaitu pertumbuhan ekonomi

Amerika dan Eropa yang melambat terus berlanjut. Hal

ini memaksa negara-negara Asia yang selama ini

Page 18: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

7

menjalin perdagangan ekspor kekedua benua tersebut

harus mencari pasar baru. Cina, India, Malaysia, Korea

Selatan dengan sangat serius melakukan langkah-

langkah bisnis dan politis menjadikan Indonesia sebagai

pasar baru mereka1.Peringkat daya saing Indonesia

berada pada posisi 50 atau dibawah Singapore,

Malaysia,Thailand dan Berunai Darussalam,yaitu urutan

ke 50 dari 144 negara kawasan.

Kondisi tersebut menimbulkan kekhawatiran bagi

bangsa Indonesia untuk berkiprah di arena perdagangan

bebas dikawasan Masyarakat Ekonomi Asia Tenggara

berdasarkan hasil penelitian sebelumnya terdapat

beberapa hal krusial yang berpengaruh kuat terhadap

daya saing yaitu, secara internal perusahaan terdapat

produktivitas tenaga kerja rendah,penggunaan kapasitas

mesin dan peralatan rendah, absentisme tenaga kerja

tinggi,efisiensi penggunaan bahan buku rendah, desain

yang tidak berkembang, harga ditentukan oleh pembeli

(posisi tawar rendah). Ekternalitas,pajak agresif,suku

bunga,nilai tukar dan pungutan liar.Kondisi demikian

1 Majalah UKM Indonesia: www.ukm.indonesia.net,Jan-Feb, 2013.

Page 19: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

8

sanga di khawatirkan pasar negeri akan dibanjiri oleh

produk sejenis yang berasal dari negara–negara mitra

kerjasama dikawasan ASEAN.Dari serangkaian

persoalan disebutkan diatas perlu didalami untuk

mencari akar permasalahan yaitu melakukan

inventarisasi permasalahan untuk mencari tahu

fenomena yang memberi pengaruh kuat terhadap posisi

tawar.Disamping hal-hal tersebut yang menjadi perhatian

adalah kegiatan-kegiatan yang bernilai tambah rendah

berdampak kuat terhadap pemborosan dalam kegiatan

produksi

Menyadari peran IKM yang sangat strategis

dalam menggerakkan perekonomian nasional, maka

penanganan masalah produktivitas, daya saing, dan

kinerja yang rendah harus melibatkan banyak pihak dan

menjadi program prioritas pemerintah melalui berbagai

instrumen kebijakan. Pentingnya peran institusi atau

kelembagaan formal yang berskala nasional dalam

menangani dan mengembangkan industri kecil

menengah di Indonesia agar mempunyai posisi tawar

tinggi dalam persaingan pasar bebas ASEAN.

Dengan menyadari besarnya peran strategis IKM

Page 20: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

9

dalam pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan

rakyat Indonesia, dan masih banyaknya kendala

dilapangan serta menindak lanjuti penelitian tahun

pertama yang berkaitan dengan penciptaan model posisi

tawar terhadap pengamanan produksi dalam negeri,

menjadikan penelitian ini dipandang relevan dan penting

untuk dilakukan.

Berikut ini disajikan harapan ideal dari hasil

pengolahan Industri Kecil Menengah yang berdaya saing

menghadapi persaingan pasar global khususnya kawasan

pasar ASEAN.

Page 21: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

10

Gambar 1. Harapan Masa Depan

Industri Pengolahan Indonesia

Page 22: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

11

Permasalahan dalam IKM antara lain sebagai

berikut.

Faktor Internal

1) Kurangnya Permodalan

Permodalan merupakan faktor utama yang

diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha.

Kurangnya permodalan IKM, oleh karena pada

umumnya usaha kecil dan menengah merupakan

usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya

tertutup, yang mengandalkan pada modal dari si

pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan

modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan

lainnya sulit diperoleh, karena persyaratan secara

administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak

dapat dipenuhi.

2) Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas

Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional

dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun.

Keterbatasan SDM usaha kecil baik dari segi

pendidikan formal maupun pengetahuan dan

keterampilannya sangat berpengaruh terhadap

manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha

Page 23: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

12

tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Di

samping itu dengan keterbatasan SDM-nya, unit

usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi

perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan

daya saing produk yang dihasilkannya.

3) Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan

Penetrasi Pasar

Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit

usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang

sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang

rendah, oleh karena produk yang dihasilkan

jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas

yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar

yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid

serta didukung dengan teknologi yang dapat

menjangkau internasional dan promosi yang baik.

Faktor Eksternal

1) Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif

Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuh

kembangkan Industri Kecil dan Menengah (IKM),

meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan,

Page 24: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

13

namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal

ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan

yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil

dengan pengusaha-pengusaha besar.

2) Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha

Kurangnya informasi yang berhubungan dengan

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,

menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka

miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang

mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang

diharapkan.

3) Pungutan Liar

Praktek pungutan tidak resmi atau lebih dikenal

dengan pungutan liar menjadi salah satu kendala juga

bagi UKM karena menambah pengeluaran yang tidak

sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi sekali namun

dapat berulang kali secara periodik, misalnya setiap

minggu atau setiap bulan.

4) Implikasi Otonomi Daerah

Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun

1999 tentang Otonomi Daerah, kewenangan daerah

mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus

Page 25: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

14

masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan

mengalami implikasi terhadap pelaku bisnis kecil

dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang

dikenakan pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan

menurunkan daya saing Usaha Kecil dan Menengah

(UKM). Di samping itu semangat kedaerahan yang

berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang

menarik bagi pengusaha luar daerah untuk

mengembangkan usahanya di daerah tersebut.

Ada 5 (lima) poin penting untuk dibahas dalam

buku ini yaitu (1) Bagaimana konsep industri kecil dan

menengah di Indonesia (2) Peran IKM dalam

penyerapan tenaga kerja (3) Model dan disain posisi

tawar dan desain indutri kecil dan menengah (4)

kebijakan pemerintah terhadap indusri kecil dan

menengah, birokrasi pemerintah dalam bentuk kebijakan

untuk mengatasi dampak eksternal IKM yang berada di

kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia dan bentuk

strategi untuk memperbaiki produktivitas dan kinerja

Industri Kecil Menengah (IKM) yang berada di kawasan

perbatasan Indonesia-Malaysia yang masih rendah

Page 26: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

15

sehingga mampu bersaing di pasar ASEAN (5) posisi

tawar dan daya saing IKM di kancah era globalisasi

ekonomi. Hal tersebut didasari dari hasil penelitian yang

dilakukan di daerah yang berbatasan langsung dengan

negara-negara yang tergabung dengan Kelompok

Kerjasama Regional MEA: (1) Kalimantan Barat

(Pontianak, Singkawang, Sambas) (2) Sumatra Utara

(Medan, Tanjung Balai Asahan). Ruang lingkup

penelitian tersebut dilakukan untuk mendapatkan

masukan posisi tawar hasil industri pengolahan dipasar

lokal maupun ekspor relatif lemah dan mencari

penyebab-penyebab yang sensitif terhadap perubahan

nilai tawar produk produksi dalam negeri yang terus

melemah dan dikhawatirkan akan tergilas oleh produk

sejenis yang berasal dari negara-negara kawasan MEA

lainnya.

Page 27: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

16

BAB II

INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH (IKM)

Industri Kecil dan Menengah (IKM) merupakan

salah satu sektor yang penting dalam perekonomian

Indonesia. IKM menjadi sektor yang penting di

Indonesia karena mampu menyediakan lapangan kerja,

sehingga IKM menjadi sumber pendapatan primer

maupun sekunder bagi banyak rumah tangga di

Indonesia. Selain itu, IKM juga memiliki peran yang

penting dalam perekonomian daerah dan mendorong

pertumbuhan ekspor sektor nonmigas dan menjadi

industri pendukung yang memproduksi komponen dan

suku cadang bagi perusahaan besar.

Industri Kecil Menengah (IKM) yang dipandang

sebagai infrastruktur pembangunan ekonomi nasional,

harus mampu bersaing dan mempertahankan

kelangsungan usahanya. Salah satu langkah yang dapat

dilakukan adalah dengan meningkatkan produktivitas

dan performa kerja. Pada IKM, tenaga kerja manusia

banyak diandalkan sebagai salah satu aset yang memiliki

peranan penting dalam melakukan proses produksi.

Page 28: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

17

Tentunya hal ini akan menuntut IKM untuk menerapkan

prinsip-prinsip ergonomi agar selaras dengan aktivitas

kerja yang dilakukan. Menurut (Manuaba, 1997)

penerapan ergonomi dalam aktivitas suatu industri

dipandang sebagai kegiatan investasi. Dengan adanya

ergonomi, diharapkan dapat menciptakan sistem kerja

yang ENASE (Efektif, Nyaman, Aman, Sehat, dan

Efisien).Sebelum dibahas lebih jauh maka perlu dibahas

tentang konsep dan karateristik IKM dan bagaimana

perannya dalam penyerapan tenaga kerja.

2.1. KONSEP INDUSTRI KECIL DAN

MENENGAH

Sektor industri dan perdagangan merupakan

salah satu sektor penting dalam perekonomian suatu

negara, sebab sektor ini tidak hanya berfungsi sebagai

penggerak roda perekonomian, akan tetapi mampu

menjadi sumber penghidupan dan pembangunan

masyarakat, dimana strategi industri yang dikembangkan

lebih menonjolkan aspek-aspek ekonomi tanpa

mempersoalkan apakah industri tersebut menciptakan

impor bahan baku, barang modal dan impor jasa.

Page 29: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

18

Dalam menghadapi era persaingan global tidak

ada pilihan selain meningkatkan daya saing nasional.

Untuk mempertahankan dan meningkatkan daya saing

nasional dalam rangka mewujudkan pembangunan yang

berkesinambungan diperlukan suatu arah kebijakan

pembangunan nasional dengan paradigma baru.

Industri Kecil Menengah (IKM) adalah usaha

yang mempunyai ketahanan akan krisis ekonomi. Hal ini

terbukti saat terjadi krisis tahun 1998, IKM bisa bertahan

dari keterpurukan yang dialami usaha besar lainnya.

Bahkan jumlah IKM semakin meningkat paska

terjadinya krisis. Faktor pendukung IKM dapat bertahan

dan cenderung meningkat jumlahnya pada masa krisis

adalah: (1) sebagian besar IKM memproduksi barang

konsumsi dan jasa-jasa dengan elastisitas permintaan

terhadap pendapatan yang rendah, (2) sebagian besar

IKM mempergunakan modal sendiri dan tidak mendapat

modal dari bank ataupun lembaga keuangan lainnya.

Sehingga pada masa krisis keterpurukan sektor

perbankan dan naiknya suku bunga tidak berpengaruh

terhadap IKM, (3). Pada umumnya IKM melakukan

spesialisasi produk yang ketat, dalam arti hanya

Page 30: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

19

memproduksi barang atau jasa tertentu saja Sehingga

pengangguran yang ada melakukan kegiatan usaha yang

berskala kecil, akibatnya jumlah IKM semakin

meningkat (Partomo dan Soejodono, 2004), (4)

Terbentuknya IKM baru sebagai akibat dari banyaknya

pemutusan hubungan kerja di sektor formal.

2.1.1 Industri

Industri merupakan kumpulan dari beberapa

perusahaan yang menghasilkan barang sejenis

(Sudarman. 1990). Sedangkan hasil symposium hukum

perindustrian, mendefinisikan industri sebgai satu

rangkaian , kegiatan usaha ekonomi yang meliputi

pengolahan, pengerjaan, pengubahan, dan perbaikan

bahan baku atau barang jadi sehingga lebih berguna dan

bermanfaat bagi seluruh masyarakat.Industri diartikan

secara sempit dan luas, dalam arti sempit industri

merupakan kumpulan perusahaan yang memiliki

kesejenisan dalam produksi yang dihasilkan atau bahan

baku yang digunakan dalam proses produksi yang

digunakan dan proses produksi yang dilaksanakan.

Pengertian industri dalam arti luas diartikan sebagai

Page 31: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

20

kumpulan atau gabungan perusahaan yang memproduksi

dengan aktifitas permintaan silang yang positif tinggi.

Menurut Winardi (1998:181) Industri

adalah usaha untuk produktif terutama dalam bidang

produksi atau perusahaan tertentu yang

menyelenggarakan jasa-jasa misalnya transport atau

perkembangan yang menggunakan modal atau tenaga

kerja dalam jumlah relative besar.

Teguh S. Pambudi, industri adalah sekelompok

perusahaan yang bisa menghasilkan sebuah produk yang

dapat saling menggantikan antara yang satu dengan yang

lainnya. Menurut Hinsa Sahaan, industri adalah bagian

dari sebuah proses yang mengolah barang mentah

menjadi barang jadi sehingga menjadi sebuah barang

baru yang memiliki nilai lebih bagi kebutuhan

masyarakat.

Hasibuan (2000), membagi pengertian industri

ke dalam lingkup makro dan mikro.Secara mikro,

pengertian industri sebagai kumpulan dari sejumlah

perusahaan yang menghasilkan barang-barang homogen,

atau barang-barang yang mempunyai sifat saling

mengganti sangat erat. Dari segi pembentukan

Page 32: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

21

pendapatan yakni cenderung bersifat makro.Industri

adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai

tambah. Jadi batasan industri yaitu secara mikro sebagai

kumpulan perusahaan yang menghasilkan barang

sedangkan secara makro dapat membentuk pendapatan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2014 tentang Perindustrian (“UU Perindustrian”) industri

adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah

bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya

industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai

nilai tambah atau atau manfaat lebih tinggi, termasuk

jasa industri (Pasal 1 angka 2 UU Perindustrian).

Menurut Sadono Sukirno, (2002 Industri

merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan

penting dalam upaya pembangunan perekonomian

Indonesia. Pengelolaan yang tepat pada sektor ini dapat

mendukung adanya peningkatan jumlah ekspor produk

lokal, peningkatan jumlah penyerapan tenaga kerja,

mendorong pemerataan tenaga kerja serta dapat

meningkatkan pendapatan masyarakat lokal. Sektor

industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin

sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomian menuju

Page 33: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

22

kemajuan. Oleh sebab itu industri merupakan salah satu

sektor yang mempunyai andil besar dalam pertumbuhan

ekonomi dalam suatu wilayah.

2.1.2 Pengelompokan industri

Pengertian tentang Industri Kecil dan Menengah

(IKM) di Indonesia tenyata sangat bervariasi. Paling

tidak ada tiga lembaga yang menggunakan kriteria

berbeda, antara lain Biro Pusat Statistik (BPS),

Kementerian Perindustrian, dan Bank Indonesia. Secara

umum, dalam pengertian IKM biasanya mencakup

sedikitnya dua aspek, yaitu aspek nilai investasi awal

(jumlah aset) dan aspek jumlah tenaga kerja.

a. Menurut BPS

Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang bekerja,

industri dikelompokkan menjadi empat kelompok

yaitu:

1) Industri besar adalah industri yang memiliki 100

orang atau lebih pekerja.

2) Industri sedang adalah industri yang memiliki 20

orang sampai dengan 99 pekerja.

Page 34: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

23

3) Industri kecil adalah industri yang memiliki 5

orang sampai dengan 19 pekerja

4) Industri kerajinan atau rumah tangga adalah

industri yang memiliki pekerja dibawah 5 orang.

b. Menurut Departemen Perindustrian Indonesia

(Arsyad,2001)

1) Industri besar

Industri besar terdiri dari industri mesin dan

industri logam dasar (IMLD) serta industri kimia

dasar (IKD). Kelompok IMLD terdiri dari

industri elektronika, mesin, pertanian, kereta api,

dan lain-lain. Sedangkan kelompok IKD terdiri

dari industri karet alam, industri pengolahan

kayu, industri petisida, dan lain-lain. Tujuan

utama dari industri besar ini adalah

meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

2) Industri Kecil

Industri kecil terdiri dari kelompok industri

pangan, industri sandang, industri kimia dan

industri bangunan, industri galian logam dan

bukan logam. Fungsi dari industri kecil ini adalah

Page 35: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

24

menyerap tenaga kerja dan meningkatkan nilai

tambah suatu produk.

3) Industri Hilir

Industri hilir terdiri dari kelompok aneka industri

seperti, industri pengolahan sumber daya hutan,

industri pengolahan hasil pertambangan, dan

lain-lain.

c. Menurut Eksistensi dinamis

Klasifikasi industri berdasarkan eksistensi

dinamisnya digolongkan menjadi tiga (Shaleh,1986),

antara lain :

1) Industri lokal

Pada umumnya industri ini menggantungkan

hidupnya pada pasar setempat yang

jangkauannya sangat terbatas. Skala usaha pada

kelompok industri ini sangat kecil sehingga lebih

bersifat subsisten. Dalam pemasarannya

kelompok industri ini sangat terbatas karena

hanya menggunakan sarana transportasi masih

sederhana. Peran pedagang perantara hampir

tidak ada karena pemasarannya dapat ditangani

sendiri.

Page 36: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

25

2) Industri Sentra

Industri sentra adalah industri yang skala

usahanya kecil tetapi industri ini mengelompok

pada satu kawasan tertentu. Pada umumnya

industri sentra memproduksi barang yang sejenis.

Dalam aspek pemasarannya industri ini lebih luas

daripada industri lokal sehingga peran pedangang

perantara cukup penting.

3) Industri Mandiri

Industri mandiri masih tergolong dalam industri

kecil namun yang menjadi pembedanya adalah

kemampuan industri ini dalam mengadaptasi

teknologi produksi yang lebih canggih. Dalam

aspek pemasarannya tidak tergantung pada

pedagang perantara.

Menurut KADIN dan Assosiasi serta Himpunan

Pengusaha kecil, juga kriteria dari Bank Indonesia, maka

yang termasuk kategori usaha kecil adalah sebagai

berikut.

Page 37: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

26

a. Usaha perdagangan

Keagenan, pengecer, ekspor/impor dan lain - lain

dengan modal aktif perusahaan (MAP) tidak

melebihi Rp150.000.000 per tahun dan capital

turn over (CTO) atau perputaran modal tidak

melebihi Rp 600.000.

b. Usaha Pertanian

Pertanian maupun perkebunan, perikanan darat /

laut peternakan dan usahalain yang termasuk

lingkup pengawasan departemen pertanian.

ketentuanMAP dan CTO seperti usaha

perdagangan diatas.

c. Usaha industri

Industri logam/kimia, makanan/minuman,

pertambangan, bahan galian serta aneka industri

kecil lainnya dengan batas MAP =

Rp250.000.000,- serta batas CTO =

Rp1000.000.000.

d. Usaha jasa

Menjual tenaga pelayanan bagi pihak ketiga,

konsultan, perencana, perbengkelan, transportasi

serta restoran dan lainnya dengan batas MAP dan

Page 38: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

27

CTO seperti usaha perdagangan dan dinas

pertanian di atas.

e. Usaha jasa kontruksi

Kontraktor bangunan , jalan kelistrikan, jembatan

pengairan dan usaha -usaha lain yang berkaitan

dengan teknik konstruksi bangunan, dengan batas

MAP dan CTO seperti usaha industri.

2.1.3 Industri Kecil

Pengertian industri kecil secara mikro adalah

kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang

menghasilkan barang yang homogen, atau barang-barang

yang mempunyai sifat saling mengganti yang sangat erat

(Hasibuan, 1993). Ada begitu banyak pengertian industri

kecil saat ini, karena masing-masing lembaga atau

departemen mendefinisikan pada kriteria yang saling

berbeda.

Menurut Mintzberg (Jannah, 2004:1), industri

kecil atau small scale industry memiliki banyak

terjemahan.) mendefinisikan sektor usaha kecil sebagai

organisasi yang memiliki entreprenerial organization

dengan ciri-ciri antara lain struktur organisasi yang

Page 39: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

28

sederhana, krakter khas elaborasi, memiliki hirarki

manajer kecil, aktivitasnya hanya sedikit diformalkan,

sangat sedikit menggunakan proses perencanaan, dan

jarang sekali mengadakan pelatihan karyawan dan

manajer, sukar membedakan aset pribadi dan aset

perusahaan, serta sistem akutansi perusahaan yang

kurang baik, bahkan tidak memiliki.

Pendefinisian dan pengkriteriaan industri kecil di

Indonesia masih berbeda antara satu institusi dengan

institusi lain. Misalnya, Deperindag membatasi kriteria

industri kecil pada investasi perusahaan sampai 200 juta

(tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan

harus milik WNI), dan Badan Pusat Statistik

menggunakan kriteria jumlah tenaga kerja dan yang

mengerjakan pekerja antara 1 sampai 19 orang. Ini pun

kemudian digolongkan ke dalam dua sub kategori.

Pertama, industri rumah tangga, yaitu unit usaha dengan

pekerja antara 1 sampai dengan 4 orang. Kedua, pabrik

kecil, yaitu unit usaha degan jumlah tenaga kerja anatara

5 sampai 19 orang. ( Thoha, dikutif dari Jannah, 2004:2)

Menurut Peraturan Menteri Perindustrian

Republik Indonesia Nomor 64/M-IND/PER/7/2016

Page 40: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

29

tentang Besaran Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai

Investasi untuk Klasifikasi Usaha Industri, industri kecil

merupakan industri yang mempekerjakan paling banyak

19 (sembilan belas) orang tenaga kerja dan memiliki

nilai investasi kurang dari Rp1.000.000.000,00 (satu

milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan

tempat usaha yang lokasinya menjadi satu dengan lokasi

tempat tinggal pemilik usaha.

Barney (Jannah,2004:5) ,menuliskan bahwa

government policy as a barrier to entry. Hal ini

disebabkan kebijakan yang dibut oleh pemerintah dapat

menyebabkan semakin maju atau semakin mundurnya

berbagai bidang, termasuk bidang industri ketika sebuah

regulasi dibuat untuk menghambat pengusaha kecil lain

untuk masuk, maka kemungkinan yang terjadi adalah

monopoli. Ketika keikutsertakan semua pihak

dibebaskan, maka akan terjadi persaingan yang sehat.

Namun demikian, hal ini tetap harus diatur pemerintah

untuk mengawasi dan mengatur jalannya perekonomian

yang ada terutama pembinaan sektor kecil.

Beberapa pengertian industri kecil menurut

berbagai pihak adalah sebagai berikut :

Page 41: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

30

a. Pengertian Industri Kecil Menurut Departemen

Perindustrian

Peraturan Menteri Perindustrian menjelaskan

beberapa pengertian yang berkaitan dengan usaha

kecil dan menengah yaitu:

1) Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah

bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi,

dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai

yang lebih tinggi untuk penggunaannya,

termasuk kegiatan rancangan bangunan dan

perekayasaan industri.

2) Perusahaan Industri Kecil yang selanjutnya

disebut Industri Kecil (IK) adalah perusahaan

yang melakukan kegiatan usaha di bidang

industri dengan nilai investasi paling banyak Rp.

200.000.000 (dua ratus juta rupiah) tidak

termasuk tanah dan bangunan usaha.

3) Perusahaan industri menengah yang selanjutnya

disebut industri menengah (IM) adalah

perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di

bidang industri dengan nilai investasi lebih besar

dari Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah)

Page 42: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

31

sampai dengan paling banyak Rp.

10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) tidak

termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

4) Industri kecil dan Menengah (IKM) adalah

perusahaan industri yang terdiri dari industri

kecil (IK) dan industri menengah (IM).

b. Pengertian Industri Kecil Menurut Departemen

Perdagangan

Departemen perdagangan dalam mendefinisikan

industri kecil lebih menitikberatkan pada aspek

permodalan, yaitu industri dengan modal kurang dari

Rp. 25.000.000 (Mudrajad Kuncoro, 2000:310).

c. Pengertian Industri Kecil Menurut Kementrian

Koperasi dan UKM

Kementrian Negara Koperasi dan UKM

mendefinisikan UKM adalah sebagai berikut

(Mudrajad Kuncoro, 2000:310) :

1) Usaha mikro adalah suatu usaha yang memiliki

aset diluar tanah dan bangunan kurang dari Rp.

200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan memiliki

omset kurang dari Rp.1.000.000.000 (satu milyar

rupiah) per tahun.

Page 43: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

32

2) Usaha menengah adalah suatu usaha yang

memiliki aset lebih dari Rp. 200.000.000 (dua

ratus juta rupiah) dan memiliki omset antara 1

milyar rupiah sampai 10 milyar rupiah per tahun.

M. Tohar dalam bukunya Membuat Usaha Kecil

(1999:2) mengatakan definisi usaha kecil dari berbagi

segi tersebut adalah sebagai berikut

a. Berdasarkan total asset. Pengusaha kecil adalah

pengusaha yang memiliki kekayaan bersih paling

banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan

bangunan tempat membuka usaha.

b. Berdasarkan total penjualan. Pengusaha kecil adalah

pengusaha yang memiliki hasil total penjualan

bersih/tahun paling banyak Rp 1.000.000.000.

c. Berdasarkan status kepemilikan, pengusaha kecil

adalah usaha berbentuk perseorangan yang bisa

berbadan hukum atau tidak berbadan hukum yang

didalamnya termasuk koperasi.

Industri kecil perlu mendapat perhatian

dikarenakan industri kecil tidak hanya memberikan

penghasilan bagi sebagian angkatan kerja namun juga

merupakan ujung tombak dalam upaya pengentasan

Page 44: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

33

kemiskinan. Selain itu, industri kecil juga dapat

memberikan tambahan penghasilan bagi keluarga, juga

berfungsi sebagai strategi dalam mempertahankan hidup

(survival strategy) di tengah krisis ekonomi masyarakat.

Industri kecil ini tidak akan terlepas dari peranan para

pengusaha (entrepreneur) yang bergerak di dalamnya

2.1.4 Karakteristik Industri Kecil

Industri kecil pada tahap awal berbentuk industri

Rumah Tangga (Home Industry), tempat tinggal dan

tempat kerja menjadi satu. Semua pekerjaan dari

pimpinan, pelaksanaan produksi dan penjualan dilakukan

oleh para anggota keluarga dari satu keluarga. Modal

yang digunakan dalam kegiatan produksi tercampur

dengan uang rumah tangga dalam membiayai kehidupan

sehari-hari, untung-rugi sulit dibedakan karena modal

dimana untuk barang yang dikonsumsi selalu sama.

Secara umum industri kecil memiliki

karakteristik yang hampir sama (Kuncoro, 2000) yaitu:

a. Tidak ada pembagian tugas yang jelas antara bidang

administrasi, pemilik dan pengelola industri, serta

Page 45: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

34

memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan teman

dekatnya.

b. Rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga-

lembaga kredit formal, industri kecil sebagian besar

menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal

sendiri atau bahkan sumber lain–lain seperti

keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan

rentenir.

c. Sebagian besar industri kecil ditandai dengan belum

dipunyainya status badan hukum. Menurut catatan

BPS (1994), dan jumlah industri kecil sebanyak

124.990 ternyata 90,6 persen merupakan perusahaan

perseorangan yang tidak berakta notaris; 4,7 persen

teergolong perusahaan perseorangan berakta notaris

dan hanya 1,7 persen yang sudah mempunyai badan

hukum (PT, CV, Firma).

d. Ditinjau menurut golongan industri tampak bahwa

hampir sepertiga bagian dari sseluruh industri

bergerak dibidang kelompok industri makanan,

minuman, tembakau yang kemudian diikuti oleh

kelompok industri bahan galian bukan logam.

Adapun yang bergerak pada kelompok usaha industri

Page 46: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

35

kertas dan kimia relatif masih sedikit sekali yaitu

kurang dari satu persen.

Karakteristik IKM di Indonesia, berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh AKATIGA, the Center

for Micro and Small Enterprise Dynamic (CEMSED),

dan the Center for Economic and Social Studies (CESS)

pada tahun 2000, adalah mempunyai daya tahan untuk

hidup dan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan

kinerjanya selama krisis ekonomi. Hal ini disebabkan

oleh fleksibilitas IKM dalam melakukan penyesuaian

proses produksinya, mampu berkembang dengan modal

sendiri, mampu mengembalikan pinjaman dengan bunga

tinggi dan tidak terlalu terlibat dalam hal birokrasi.

UKM di Indonesia mempunyai peranan yang

penting sebagai penopang perekonomian. Penggerak

utama perekonomian di Indonesia selama ini pada

dasarnya adalah sektor UKM. Berkaitan dengan hal ini,

paling tidak terdapat beberapa fungsi utama UKM dalam

menggerakan ekonomi Indonesia, yaitu (1) Sektor UKM

sebagai penyedia lapangan kerja bagi jutaan orang yang

tidak tertampung di sektor formal, (2) Sektor UKM

mempunyai kontribusi terhadap pembentukan Produk

Page 47: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

36

Domestik Bruto (PDB), dan (3) Sektor UKM sebagai

sumber penghasil devisa negara melalui ekspor berbagai

jenis produk yang dihasilkan sektor ini.

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan

salah satu bidang yang memberikan kontribusi yang

signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi

Indonesia. Hal ini dikarenakan daya serap UKM

terhadap tenaga kerja yang sangat besar dan dekat

dengan rakyat kecil. Statistik pekerja Indonesia

menunjukan bahwa 99,5 % tenaga kerja Indonesia

bekerja di bidang UKM (Kurniawan, 2008). Hal ini

sepenuhnya disadari oleh pemerintah, sehingga UKM

termasuk dalam salah satu fokus program pembangunan

yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia. Kebijakan

pemerintah terhadap UKM dituangkan dalam sejumlah

Undang-undang dan peraturan pemerintah.

Kemampuan industri kecil dan menengah

Indonesia untuk menembus pasar global atau

meningkatkan ekspornya atau menghadapi produk-

produk impor di pasar domestik ditentukan oleh suatu

kombinasi antara faktor keunggulan kompetitif. Inti dari

paradigma keunggulan komperatif dan keunggulan

Page 48: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

37

kompetitif dapat dijelaskan bahwa keunggulan suatu

negara atau industri di dalam persaingan global selain

ditentukan oleh keunggulan komperatif yang dimilikinya

yang diperkuat dengan proteksi atau bantuan pemerintah,

juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya

(Tambunan, 2002:7)

Menurut Tambunan (Tiktik Sartika Partomo, Juni

2004, Working Paper Series No.9 hal: 6. Usaha Kecil

Menengah dan Koperasi) Ada sub kelompok UKM yang

memiliki sifat entrepreneurship tetapi ada pula yang

tidak menunjukkan sifat tersebut. Dengan menggunakan

kriteria entrepreneurship maka kita dapat membagi

UKM dalam empat bagian, yakni :

1. Livelihood Activities

UKM yang masuk kategori ini pada umumnya

bertujuan mencari kesempatan kerja untuk mencari

nafkah. Para pelaku dikelompok ini tidak memiliki

jiwa entrepreneurship. Kelompok ini disebut sebagai

sektor informal. Di Indonesia jumlah UKM kategori

ini adalah yang terbesar.

Page 49: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

38

2. Micro enterprise

UKM ini lebih bersifat “artisan” (pengrajin) dan

tidak bersifat entrepreneurship (kewiraswastaan).

Jumlah UKM ini di Indonesia juga relatif besar.

3. Small Dynamic Enterprises

UKM ini yang sering memiliki jiwa

entrepreneurship. Banyak pengusaha skala menengah

dan besar yang tadinya berasal dari kategori ini.

Kalau dibina dengan baik maka sebagian dari UKM

kategori ini akan masuk ke kategori empat. Jumlah

kelompok UKM ini jauh lebih kecil dari jumlah

UKM yang masuk kategori satu an dua. Kelompok

UKM ini sudah bisa menerima pekerjaan sub-

kontrak dan ekspor

4. Fast Moving Enterprises

UKM ini merupakan UKM tulen yang memilki jiwa

entrepreneurship yang sejati. Dari kelompok ini

kemudian akan muncul usaha skala menengah dan

besar. Kelompok ini jumlahnya juga lebih sedikit

dari UKM kategori satu dan dua.

Dilihat dari pembinaan yang efektif maka

sebaiknya pemerintah memusatkan perhatiannya pada

Page 50: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

39

UKM kategori tiga dan empat. Kelompok ini juga dapat

menyerap materi pelatihan. Tujuan pembinaan terhadap

UKM kategori tiga dan empat adalah untuk

mengembangkan mereka menjadi usaha sekala

menengah. Secara konseptual penulis menganggap ada

dua faktor kunci yang bersifat internal yang harus

diperhatikan dalam proses pembinaan UKM. Pertama,

sumber daya manusia (SDM), kemampuan untuk

meningkatkan kualitas SDM baik atas upaya sendiri atau

ajakan pihak luar. Selain itu dalam SDM juga penting

untuk memperhatikan etos kerja dan mempertajam naluri

bisnis. Kedua, manajemen, pengertian manajemen dalam

praktek bisnis meliputi tiga aspek yakni berpikir,

bertindak, dan pengawasan.

Menurut Suryana (2001: 85-86) usaha kecil

memiliki kekuatan dan kelemahan tersendiri. Beberapa

kekuatan usaha kecil antara lain:

a. Memiliki kebebasan untuk bertindak

Bila ada perubahan misalnya perubahan produk baru,

teknologi baru dan perubahan mesin baru, usaha

kecil bisa bertindak dengan cepat untuk

menyesuaikan dengan keadaan yang berubah

Page 51: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

40

tersebut. Sedangkan pada perusahaan besar, tindakan

tersebut sudah dilakukan.

b. Feleksibel

Perusahaan kecil dapat menyesuaikan dengan

kebutuhan setempat. Bahan baku,tenaga kerja dan

pemasaran produk usaha kecil pada umumnya

menggunakan sumber-sumber setempat yang bersifat

lokal.

c. Tidak mudah goncang

Karena bahan baku kebanyakan lokal dan sumber

daya lainnya bersifat lokal,maka perusahaan kecil

tidak rentan terhadap fluktuasi bahan baku impor.

Sedangkan kelemahan perusahaan kecil dapat

dikategorikan kedalam dua aspek antara lain

a. Aspek kelemahan struktural, yaitu kelelmahan dalam

strukturnya, misalnya kelemahan dalam bidang

manajemen dan organisasi kelemahan

dalam pengendalian mutu kelemahan dalam

mengadopsi dan penguasaan teknologi,kesulitan

mencari permodalan tenaga kerja masih lokal dan

terbatasnya akses pasar.

Page 52: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

41

b. Kelemahan kultural, mengakibatkan kelemahan

struktural, kurangnya aksesinformasi dan lemahnya

berbagai persyaratan lain guna memperoleh

akses permodalan, pemasaran dan bahan baku seperti

informasi peluang dan caramemasarkan produk

informasi untuk mendapatkan bahan baku murah dan

mudah didapat informasi untuk memperoleh fasilitas

dan bantuan pengusaha besar dalam menjalin

hubungan kemitraan untuk memperoleh

bantuan permodalan dan pemasaran informasi

tentang tata cara pengembangan produk baik desain,

kualitas maupun kemasannya, serta informasi untuk

menambahsumber permodalan dengan persyaratan

yang terjangkau.

Menurut Subanar (2001: 6-9) usaha kecil

memeiliki keunggulan dan kelemahan. Beberapa

keunggulan usaha kecil antara lain :

a. Pemilik merangkap manajer perusahaan yang bekerja

sendiri dan memiliki gaya manajemen sendiri

merangkap semua fungsi manajerial seperti

marketing, finance dan administrasi

Page 53: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

42

b. Sebagian besar membuat lapangan pekerjaan baru,

inovasi sumber daya baruserta barang dan jasa- jasa

baru

c. Risiko usaha menjadi beban pemilik

d. Prosedur hukumnya sederhana

e. Merupakan tipe usaha yang paling cocok mengelola

produk, jasa atau proyek perintisan yang sama sekali

baru atau belum pernah ada yang mencobanya,

sehingga memiliki sedikit pesaing

Sedangkan kelemahan serta hambatan bagi

pengelolaanya suatu usaha kecil diantaranya faktor

intern serta beberapa faktor ekstern seperti :

a. Kekurangan informasi bisnis hanya mengacu pada

intuisi dana ambisi pengelola, lemah dalam promosi

b. Pembagian kerja tidak proporsional, sering terjadi

pengelola memiliki pekerjaanyang melimpah atau

karyawan yang bekerja di luar jam kerja standar

c. Risiko utang-utang pada pihak ketiga ditanggung

oleh kekayaan pribadi

Page 54: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

43

d. Perkembangan usaha tergantung kepada pengusaha

yang setiap waktu dapat berhalangan karena sakit

atau meninggal.

2.1.5 Industri Menengah

Pemerintah Indonesia pada tahun 1998

mengeluarkan Inpres No.10 yang menjelaskan tentang

apa itu sebenarnya usaha menengah. Dalam inpres ini

dijelaskan bahwa usaha menengah adalah sebuah usaha

produktif yang memiliki kekayaan usaha bersih sekitar

Rp.200 juta sampai dengan paling banyak Rp.10 milyar.

Jumlah kekayaan tersebut berada diluar nilai tanah serta

bangunan tempat usaha didirikan.

Menurut Peraturan Menteri Perindustrian

Republik Indonesia Nomor 64/M-IND/PER/7/2016

tentang Besaran Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai

Investasi untuk Klasifikasi Usaha Industri, industri

menengah merupakan industri yang mempekerjakan

paling banyak 19 (sembilan belas) orang tenaga kerja

dan memiliki nilai investasi paling sedikit

Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Industri

menengah juga dapat didefinisikan sebagai industri yang

Page 55: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

44

mempekerjakan paling sedikit 20 (dua puluh) orang

tenaga kerja dan memilik nilai investasi paling banyak

Rp15.000.000,00.

Ciri-ciri usaha menengah sebenarnya tidaklah

jauh berbeda dengan ciri-ciri usaha besar atau usaha

kecil. Namun walaupun seperti itu, berikut ciri-ciri usaha

menengah yang bisa anda jadikan acuan untuk mengenal

lebih jauh apa sebenarnya usaha menengah itu:

a. Memiliki Manajemen dan Struktur Organisasi yang

Lebih Baik

Tidak sulit mencari perbedaan perusahaan kecil,

menengah, dan besar. Salah satunya adalah dari sisi

manajemen dan struktur organisasi yang dimilikinya.

Ciri-ciri usaha menengah yang pertama adalah sudah

memilikinya sistem manajemen yang lebih baik jika

dibandingkan usaha kecil yang segalanya masih

dikerjakan seorang diri. Selain itu, struktur organisasi

pada usaha menengah juga mulai kompleks karena

usaha menengah merupakan jenis usaha yang sedang

berkembang sehingga kebutuhan akan pelaporan

administrasi serta urusan yang lainnya sedang

mengalami peningkatan kerja.

Page 56: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

45

b. Lebih Tersistem

Selain manajemen yang lebih baik, ciri-ciri usaha

menengah selanjutnya adalah sistem yang lebih baik

dan teratur. Usaha kecil termasuk jenis usaha

merintis karena segalanya masih dapat dilakukan

seorang diri bahkan sistem yang dimilikinya hanya

mengenai dirinya sendiri. Berbeda dengan jenis

usaha menengah dimana sistem yang dibangun sudah

mulai difungsikan untuk mengatur cara kerja orang

lain didalam membangun usahanya.

c. Memiliki Pembagian Tugas untuk Para Karyawannya

Menyangkut pada poin pertama tentang organisasi

yang mulai kompleks dan melibatkan banyak orang,

ciri-ciri usaha menengah selanjutnya adalah mulai

berlakunya pembagian tugas. Pembagian tugas

adalah hal yang sangat penting karena dengan begitu

seluruh aspek bagian usaha dapat dikerjakan secara

fokus dan berkelanjutan dan menjadikan usaha dapat

berjalan lebih maksimal. Pembagian tugas ini adalah

salah satu fungsi manajemen menurut para

ahli karena jika usaha dapat berjalan maksimal,

Page 57: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

46

perkembangan usaha menjadi lebih besar akan

semakin cepat terjadi.

d. Pelaporan Mulai Rumit

Jika pada usaha kecil pelaporan administasi hanya

sebatas barang keluar atau barang masuk dan daftar

orang yang berhutang, pelaporan pada usaha

menengah mulai rumit. Seperti disinggung diatas,

usaha menengah merupakan jenis usaha yang sedang

berkembang dan sedang mengarah menjadi usaha

besar. Untuk itulah pelaporan administrasi mereka

mulai rumit karena pelaporan yang mereka miliki

tidak lagi sebatas barang keluar atau barang masuk.

Pelaporan administrasi mereka mulai meluas menjadi

berbagai jenis pelaporan seperti tentang daftar asset

yang dimiliki, daftar investor, bahkan daftar hutang

serta jenis-jenis pelaporan akuntansi lainnya.

Pelaporan ini wajib dimiliki oleh usaha menengah

karena dengan adanya pelaporan ini, proses audit

akan dengan mudah dilaksanakan. Bahkan, laporan

keuangan yang rumit ini menjadi salah satu syarat

pertimbangan bagi para investor untuk berinvetasi

pada usaha tersebut. Pentingnya pelaporan ini karena

Page 58: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

47

tidak lengkapnya pelaporan termasuk faktor

kegagalan wirausaha yang paling sering ditemui.

Karena dari pelaporan inilah anda akan mengetahui

apakah perusahaan tersebut sehat atau tidak.

e. Adanya Asuransi Kesehatan, Pensiunan, Ataupun

Tunjangan Hari Raya

Salah satu fokus utama usaha menengah adalah fokus

dalam mengembangkan usahanya. Oleh karena itu,

demi menjaga kualitas produk atau jasa yang

dimilikinya, sumber daya manusia yang mereka

miliki harus mendapatkan perlindungan dan jaminan.

Perlindungan yang dimaksud bisa berupa asuransi

dalam keselamatan kerja, jaminan hari tua atau dana

Pensiunan, ataupun Tunjangan Hari Raya.

f. Memenuhi Syarat Legalitas

Usaha kecil adalah jenis usaha yang tidak

memerlukan legalitas yang berbelit. Karena biasanya

usaha kecil berdiri hanya berdasarkan sepengtahuan

RT/RW setempat usaha mereka beraktifitas. Namun

ketika usaha mulai berkembang menjadi usaha

menengah, segala persyaratan legalitas harus mereka

miliki. Hal ini menjadi salah satu syarat utama usaha

Page 59: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

48

menengah dapat berjalan karena legalitas

menyangkut izin aktifitas, izin produksi, izin tempat,

ataupun legalitas lainnya seperti kewajiban untuk

membayar pajak. Pemenuhan legalitas ini adalah

salah satu cara mengatasi kegagalan dalam

berwirausaha yang sangat besar dampaknya. Karena

tanpa adanya legalitas ini, segala aktifitas dapat

dihentikan karena terindikasi kegiatan illegal.

g. Memiliki Akses Sumber Pendanaan

Salah satu kendala utama sebuah usaha kecil

berkembang menjadi usaha besar adalah dari segi

modal. Namun permasalahan ini ternyata semakin

menemukan titik terang pemecahannya seiring usaha

tersebut berkembang. Salah satunya adalah

menemukan sumber-sumber pendanaan baru. Salah

satu cara mereka mendapatkan sumber-sumber

keuangan baru ini adalah dengan semakin meluasnya

pergaulan serta produk yang mereka miliki sehingga

mereka semakin dikenal oleh banyak orang. Dan jika

usaha yang mereka miliki memiliki kualitas produk

yang baik maka akan semakin besar pula suntikan

dana yang akan mereka dapatkan.

Page 60: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

49

h. Sumber Daya Manusia yang Terdidik dan Terlatih

Dalam rangka memproduksi produk berkualitas

unggul, kualitas karyawan adalah satu hal yang harus

diperhatikan. Tanpa adanya karyawan yang

berkualitas sudah pasti produksi yang dihasilkan

akan biasa-biasa saja. Untuk menuju kearah sana,

pendidikan karyawan adalah hal yang harus

didahulukan. Karena dengan begitu, karyawan akan

tahu apa yang seharusnya mereka kerjakan dan hal

apa yang tidak boleh mereka lakukan. Pendidikan

dan pelatihan tidak hanya tentang skill atau

kemampuan dalam bekerja tapi juga sikap dan etos

kerja dalam bekerja sama didalam sebuah tim.

i. Jumlah Tenaga Kerja

Ciri-ciri usaha menengah yang paling mudah

dikenali adalah jumlah karyawannya. Setiap jenis-

jenis badan usaha memiliki jumlah karyawan yang

berbeda-beda. Namun walaupun seperti itu, jumlah

karyawan dapat digolongkan menjadi tiga jenis.

Seperti misalnya usaha kecil yang memiliki jumlah

karyawan berkisar antara 2-20 orang, usaha

Page 61: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

50

menengah 21-99 orang, dan usaha besar dengan

jumlah karyawan lebih dari 100 orang.

2.2. PERAN INDUSRI KECIL DAN MENENGAH

DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA

Pada tahun 2017, Kementerian Perindustrian

(Kemenperin) menargetkan jumlah industri kecil dan

menengah (IKM) di Indonesia mencapai 4,03 juta unit .

Salah satu caranya dengan menggandeng IKM asal

Jepang untuk bermitra dengan IKM lokal. Upaya ini

tengah dilakukan dengan menggandeng Japan External

Trade Organization (Jetro). Selain memacu investasi

perusahaan besar Jepang di Indonesia, kami juga

mendorong agar pelaku IKM Jepang dapat bermitra

dengan pengusaha nasional. kerja sama tersebut sejalan

dengan program prioritas Presiden Joko Widodo

(Jokowi) di 2017 dalam pemerataan pembangunan dan

kesejahteraan nasional. "Selain itu dilandasi pula oleh

amanat Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang

Perindustrian.2

2 https://www.liputan6.com/bisnis/read/2896111/kemenperin-

targetkan-4-juta-industri-kecil-dan-menengah-pada-2017

Page 62: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

51

Untuk menjaga konsistensi peran IKM yang

selama ini memberikan kontribusi besar terhadap

perekonomian nasional. Kemenperin mencatat, IKM

meningkatkan nilai tambah di dalam negeri yang cukup

signifikan setiap tahun. Hal ini terlihat dari capaian pada

2016 sebesar Rp 520 triliun atau meningkat 18,3 persen

dibandingkan pada 2015. IKM juga berperan penting

dalam penyerapan tenaga kerja di dalam negeri. Pada

2017, penambahan tenaga kerja sektor IKM diperkirakan

mencapai 400 ribu orang. Sedangkan, jumlah IKM

ditargetkan sebanyak 182 ribu unit sehingga total akan

menjadi 4,03 juta pada 2017 atau meningkat 4,7 persen

dari 3,85 juta pada 2016.3

IKM Merupakan suatu realitas yang tidak dapat

dipungkiri lagi bahwa IKM adalah sektor ekonomi

nasional yang paling strategis dan menyangkut hajat

hidup orang banyak, sehingga menjadi tulang punggung

perekonomian nasional. IKM juga merupakan kelompok

pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian di

3 https://www.liputan6.com/bisnis/read/2896111/kemenperin-

targetkan-4-juta-industri-kecil-dan-menengah-pada-2017

Page 63: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

52

Indonesia dan telah terbukti menjadi kunci pengaman

perekonomian nasional dalam masa krisis ekonomi, serta

menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi pasca krisis.

Itu artinya, usaha mikro yang memiliki omset penjualan

kurang dari satu milyar, dan usaha kecil memiliki omset

penjualan pada kisaran satu milyar, serta usaha

menengah dengan omset penjualan di atas satu milyar

pertahun, memiliki peran yang sangat besar dalam proses

pembangunan bangsa ini.

Indonesia ini memiliki industri kecil menengah

yang jumlahnya banyak, sesuai dengan data dari BPS

bahwa industri kecil menengah mendominasi struktur

industri di Indonesia.Sehingga jika dikembangkan secara

intensif dan berkelanjutan, cepat atau lambat hal tersebut

dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Industri

kecil menengah ini merupakan industri berbasis

masyarakat, artinya diproduksi dan dikelola oleh

masyarakat,maka hasil yang akan diperoleh pun

berdampak langsung pada masyarakat. Jika di setiap

daerah IKM dikembangkan secara baik, maka tak ayal

perekonomian masyarakat meningkat, yang akhirnya

pendapatan daerah pun meningkat. Alferd Marshall juga

Page 64: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

53

telah melihat potensi klater industri yang di dalamnya

terdapat IKM dapat mendorong pertumbuhan ekonomi

suatu negara.

Peran sektor Industri Kecil Menengah (IKM)

sebagai pemberdayaan masyarakat ekonomi lemah,

membuat sektor ini lebih banyak berkembang di daerah

pedesaan. Sub sektor IKM merupakan bentuk

pemberdayaan masyarakat ekonomi lemah yang

bergerak dalam berbagai sektor ekonomi. Sehingga

jumlah IKM sangat banyak dan tersebar disemua sektor

ekonomi dan diseluruh wilayah Indonesia. Karena

tersebar diberbagai sektor dan wilayah maka sektor IKM

dapat menyerap banyak tenaga kerja secara merata

disemua wilayah. Jenis IKM yang berkembang pun

beraneka ragam karena keanekaragaman budaya

Indonesia. Selain itu, Industri Kecil Menengah (IKM)

adalah usaha yang mempunyai ketahanan akan krisis

ekonomi. Hal ini terbukti saat terjadi krisis tahun 1998,

IKM bisa bertahan dari keterpurukan yang dialami usaha

besar lainnya. Bahkan jumlah IKM semakin meningkat

paska terjadinya krisis.

Page 65: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

54

Faktor pendukung IKM dapat bertahan dan

cenderung meningkat jumlahnya pada masa krisis

adalah: (1) sebagian besar IKM memproduksi barang

konsumsi dan jasa-jasa dengan elastisitas permintaan

terhadap pendapatan yang rendah, (2) sebagian besar

IKM mempergunakan modal sendiri dan tidak mendapat

modal dari bank ataupun lembaga keuangan

lainnya,sehingga pada masa krisis keterpurukan sektor

perbankan dan naiknya suku bunga tidak berpengaruh

terhadap IKM, (3) Terjadinya krisis ekonomi yang

berkepanjangan menyebabkan sektor formal banyak

memberhentikan pekerjanya,sehingga pengangguran

yang ada melakukan kegiatan usaha yang berskala kecil,

akibatnya jumlah IKM semakin meningkat (Partomo dan

Soejodono, 2004)

Perluasan kesempatan kerja merupakan usaha

untuk mengembangkan sektor-sektor yang mampu

menyerap tenaga kerja. Usaha penyerapan tenaga kerja

tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya,

seperti pengembangan jumlah penduduk dan angkatan

kerja, pertumbuhan ekonomi, tingkat produktivitas

tenaga kerja dan kebijakan pemerintah dalam hal

Page 66: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

55

penyerapan tenaga kerja itu sendiri. Salah satu cara

untuk memperluas penyerapan tenaga kerja adalah

melalui pengembangan industri terutama industri yang

bersifat padat karya.

Potensi IKM, dalam kemampuan penyerapan tenaga

kerjanya merupakan potensi yang paling menonjol. Jenis

IKM yang beraneka ragam, jumlahnya yang besar serta

penyebarannya yang merata disemua sektor ekonomi

membuat sektor ini dapat menyerap tenaga kerja secara

merata (Partomo,2004: 13). Prabowo (dalam Woyanti,

2010) berpendapat bahwa jumlah unit usaha mempunyai

pengaruh yang positif terhadap permintaan tenaga kerja,

artinya jika unit usaha suatu IKM meningkat maka

permintaan tenaga kerjanya juga akan bertambah.

Peningkatan unit usaha suatu sektor Industri Kecil

Menengah (IKM) pada suatu daerah akan menambah

jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia, kemudian

pertambahan lapangan kerja ini mengakibatkan

permintaan tenaga kerja juga bertambah. Dengan

demikian dapat disimpulkan jika semakin banyak jumlah

perusahaan atau unit usaha IKM yang berdiri maka akan

semakin besar penyerapan tenaga kerjanya. Melihat IKM

Page 67: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

56

mempunyai keterlibatan yang besar terhadap angkatan

kerja, secara garis besar IKM memegang peranan

penting sebagai sektor yang potensial dalam penyerapan

tenaga kerja. Dimana keberadaan sektor IKM disuatu

daerah akan memberi kontribusi nyata dalam usaha

meningkatkan penyerapan tenaga kerja di daerah

tersebut.

Peranan UKM dalam penyerapan tenaga kerja

yang lebih besar dari usaha besar juga terlihat selama

periode 2010–2013. UKM memberikan kontribusi

terhadap penyerapan tenaga kerja rata-rata sebesar

96,66% terhadap total keseluruhan tenaga kerja nasional,

sedangkan usaha besar hanya memberikan kontribusi

rata-rata 3,32% terhadap tenaga kerja nasional. Tinggi

kemampuan UKM dalam menciptakan kesempatan kerja

dibanding usaha besar mengindikasikan bahwa UKM

memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan

dan dapat berfungsi sebagai katub pengaman

permasalahan tenaga kerja (pengangguran).

Page 68: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

57

Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Indonesia

Menurut Sektor Ekonomi (Orang)

Tahun 2010-2013

(Sumber: BPS, 2013)

Peranan UKM yang tak kalah pentingnya dengan

upaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan perluasan

kesempatan kerja yang tinggi adalah peranan dalam

upaya mewujudkan pemerataan pendapatan. Dalam

rangka meningkatkan peran UKM di Indonesia berbagai

kebijakan dari aspek makroekonomi perlu diterapkan.

Page 69: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

58

Dengan memberikan stimulus ekonomi yang lebih besar

kepada industri ini akan memberikan dampak yang besar

dan luas terhadap pertumbuhan ekonomi, kesempatan

kerja dan distribusi pendapatan yang lebih merata di

Indonesia. Stimulus yang dimaskud dapat berupa

memberikan dana kepada UKM melalui investasi

pemerintah dan investasi swasta domestik maupun

investasi luar negeri. Diperlukan komitmen yang kuat

dalam bentuk peraturan pemerintah, baik pemerintah

pusat maupun pemerintah daerah untuk mengalokasikan

sebagian besar dana APBD maupun APBN untuk

diinvestasikan dalam usaha produktif UKM.

Sementara itu, untuk menciptakan dan

mendorong berbagai pihak swasta maupun swasta asing

menginvestasikan dananya pada UKM perlu diberikan

berbagai kemudahan dalam bentuk penyediaan database,

penyediaan infrastruktur, kemudahan sistem administrasi

birokrasi, dan kemudahan pajak. Pemanfaatan dana

pinjaman luar negeri dalam bentuk loan bagi

pengembangan UKM juga dapat dilakukan, disamping

mengerahkan bantuan(hibah) luar negeri untuk

memperkuat dan meningkatkan peran UKM.

Page 70: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

59

2.3 PERKEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN

MENENGAH

Pengembangan ekonomi lokal bukanlah hal yang

baru, tetapi konsep pengembangan ekonomi lokal dan

teknik implementasinya terus berkembang. Secara umum

pengembangan ekonomi regional atau lokal pada

dasarnya adalah usaha untuk penguatan daya saing

ekonomi lokal untuk pengembangan ekonomi daerah dan

akumulasi kegiatan tersebut akan berpengaruh besar

pada pengembangan daya saing ekonomi nasional dan

penguatan daya saing ekonomi nasional. Industri kecil

dan menengah atau yang sering disebut

IKM merupakan salah satu tumpuan utama

pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja baru

terutama setelah krisis ekonomi yang terjadi beberapa

tahun yang lalu. IKM juga bagian penting dari

perekonomian suatu negara termasuk Indonesia. Sebagai

gambaran, walaupun sumbangan sektor IKM dalam

output nasional (PDRB) tahun 2000 hanya 56,7 persen

dan dalam ekspor non migas hanya 15 persen pada tahun

2000, namun IKM memberikan kontribusi sebanyak 99

persen dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta

Page 71: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

60

memiliki andil sebayak 99,6 persen dalam penyerapan

tenaga kerja (“Menuju UKM”, 2001). Namun

kenyataannya selama ini keberadaan IKM kurang

mendapatkan perhatian yang layak dari pemerintah.

Ada tiga alasan mengapa keberadaan IKM sangat

diperlukan (Berry, Rodriquez & Sandeem, 2001),

pertama, kinerja IKM cenderung lebih baik dalam

menghasilkan tenaga kerja yang produktif. Kedua, IKM

sering meningkatkan produktivitasnya melalui investasi

dan aktif mengikuti perubahan teknologi. Ketiga, IKM

diyakini memiliki keunggulan dalam fleksibilitas

dibandingkan usaha besar.

Sedikitnya ada tiga keunggulan IKM yang tidak

ditemukan dalam korporasi, yaitu (1) modal usahanya

yang kecil. Faktor modal yang kecil ini yang menjadikan

alasan mengapa banyak yang berani mengambil resiko

untuk memulai bisnis di sektor ini. (2) modal relatif kecil

dan tidak melibatkan banyak orang sehingga

pengelolaannya dapat dilakukan dengan improvisasi

dalam memilih produk dan cara menghasilkannya. (3)

modal yang kecil dan improvisasi yang dimilikinya

ternyata memberi ciri UKM sebagai organisasi bisnis

Page 72: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

61

yang sangat fleksibel. Usaha kecil dan usaha rumah

tangga di Indonesia juga memainkan peranan penting

dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit

usaha dan mendukung pendapatan rumah tangga.

Jumlah UKM Binaan di Indonesia terus

mengalami peningkatan disetiap tahunnya. Mulai dari

2011-2015 selalu mengalami peningkatan yang

signifikan.

Gambar 2. Perkembangan Jumlah UMKM Binaan

Page 73: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

62

Pengembangan UMKM Pengembangan dapat

diartikan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan

kemampuan konseptual, teoritis, teknis, dan moral

individu sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau jabatan

melalui pendidikan dan pelatihan. mengemukakan

bahwa pengembangan UKM lebih diarahkan untuk

menjadi pelaku ekonomi yang berdaya saing melalui

perkuatan kewirausahaan dan peningkatan produktivitas

yang didukung dengan upaya peningkatan adaptasi

terhadap kebutuhan pasar, pemanfaatan hasil inovasi dan

penerapan teknologi. (Afifuddin, 2010:180). Pengaruh

dari pengembangan UMKM di Indonesia dan melihat

peran serta pemerintah dalam meningkatkan

pertumbuhan UMKM di Indonesia memiliki hasil

positif, baik secara langsung maupun tidak langsung.

(Tambunan, 2009:04)

Pengembangan UMKM pada hakikatnya

merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah

dan masyarakat. Dengan mencermati permasalahan yang

dihadapi oleh UMKM, diperlukan upaya hal-hal seperti:

(a) Penciptaan iklim usaha yang kondusif, (b) Bantuan

Permodalan, (c) Perlindungan Usaha, (d) Pengembangan

Page 74: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

63

Kemitraan, (e) Pelatihan, (f) Mengembangkan Promosi,

dan (g) Mengembangkan Kerjasama yang setara.

(Hafsah 2004:43-44).

Usaha Mikro,Kecil dan Menengah (UMKM)

sebagai perwujudan konkret ekonomi rakyat dirasakan

strategis untuk dikembangkan, karena sektor ini mampu

menyediakan lapangan kerja yang mampu menyerap

tenaga kerja yang cukup tinggi sehingga diharapkan

dapat membantu meningkatkan pendapatan untuk

memenuhi kebutuhan dasar hidup masyarakat. Mubyarto

(1997;3) menyatakan bahwa ekonomi rakyat adalah

kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh rakyat yang

secara swadaya mengelola sumberdaya yang dapat

dikuasainya dan ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan

dasarnya dan keluarganya.

Masalah yang dihadapi dalam pengembangan

UMKM Hafsah (200;1) menyatakan permasalahan

internal usaha mikro kecil dan menengah; rendahnya

profesionalisme sumber daya manusia yang mengelola,

keterbatasan permodalan dan akses terhadap perbankan

dan pasar, kemampuan penguasaaan teknologi yang

rendah, sedangkan permasalahan eksternal ; iklim usaha

Page 75: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

64

yang kurang menguntungkan bagi pengembangan usaha

kecil, kebijakan pemerintah yang belum memihak bagi

pengembangan usaha kecil, kurangnya pembinaaan

manajemen dan peningkatan kualitas sumberdaya

manusia.

Brom dan Longenecker (1979, 31) menyatakan

kegagalan yang dialami usaha kecil disebabkan oleh;

kemerosotan posisi modal kerja (deterioration of

working capital), penurunan volume penjualan

(declining sales), penurunan laba atau keuntungan

(declining profits) dan meningkatkan utang (increasing

debt), dan beberapa hasil penelitian

Scarborough dan Zimmerer, 1993:12) bahwa

faktor penyebab kegagalan sektor usaha kecil untuk

berkembang di antaranya: lemahnya pengambilan

keputusan, (poor decision making ability),

ketidakmampuan manajemen (management in

competence), kurang pengalaman (lack of experience)

dan lemahnya pengawasan keuangan (poor financial

control). Perkembangan usaha mirko kecil yang rendah

karena dukungan modal yang terbatas bahkan nyaris

tidak tersentuh dan dianggap tidak memiliki potensi dana

Page 76: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

65

oleh lembaga keuangan dan dinilai tidak layak oleh bank

karena tidak memiliki agunan dan rendahnya tingkat

pengembalian pinjaman mengakibatkan aksesbilitas

pengusaha mikro dan kecil sangat rendah terhadap

sumber keuangan formal dan hanya mengandalkan

modal sendiri.

Dalam pengembangan IKM, ada empat tahap

yang akan dilalui IKM, yaitu tahap memulai

usaha (start-up), tahap pertumbuhan (growth), tahap

perluasan (expansion), dan sampai akhirnya merambah

ke luar negeri (going overseas). Pembinaan IKM empat

tahap ini merupakan model pengembangan IKM yang

telah berhasil diterapkan di Singapura. Namun, sampai

sekarang Indonesia belum memiliki sebuah model yang

komprehensif yang dapat diterapkan sebagai model

pembinaan untuk jangka menengah maupun jangka

panjang (Tiktik Sartika dan Soejoedono, 2002).

Menurut Tiktik Sartika dan Soejoedono (2002)

strategi pengembangan IKM antara lain sebagai berikut.

1. Kemitraan Usaha

Kemitraan adalah hubungan kerja sama usaha di

antara berbagai pihak yang sinergis, bersifat

Page 77: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

66

sukarela, dan berdasarkan prinsip saling

membutuhkan, sating mendukung, dan sating

menguntungkan dengan disertai pembinaan dan

pengembangan IKM oleh usaha besar. Salah satu

bentuk kemitraan usaha yang melibatkan IKM dan

usaha besar adalah producton linkage. IKM sebagai

pemasok bahan baku dan bahan penolong dalam

rangka mengurangi ketergantungan impor, di mana

saat ini harga produk impor cenderung sangat tinggi

karena depresiasi rupiah.

2. Permodalan IKM

Pada umumnya permodalan IKM sangat lemah, baik

ditinjau dari mobilisasi modal awal (start-up

capital) dan akses ke modal kerja jangka panjang

untuk investasi. Untuk memobilisasi modal awal

perlu dipadukan tiga aspek yaitu bantuan

keuangan, bantuan teknis, dan program penjaminan,

sedangkan untuk meningkatkan akses permodalan

perlu pengoptimalan peranan bank dan lembaga

keuangan mikro untuk IKM. Sementara itu daya

serap IKM terhadap kredit perbankan juga masih

sangat rendah. Lebih dari 80 persen kredit perbankan

Page 78: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

67

terkonsentrasi ke segmen korporat, sedangkan porsi

kredit untuk IKM hanya berkisar antara 15-21 persen

dari total kredit perbankan. Untuk mengoptimalkan

jangkauan pemberian kredit kepada IKM telah

dikembangkan skim kredit dengan Program

Kemitraan Terpadu, misalnya Program Kemitraan

BUMN dan Bina Lingkungan (PKBL), Program

Kemitraan dengan BPR, Koperasi dan Asosiasi, serta

kredit program.

3. Modal Ventura

Pada umumnya IKM kurang paham atau tidak

menyukai prosedur atau persyaratan yang diwajibkan

oleh lembaga perbankan, sebaliknya lembaga

perbakan kadangkadang juga memberikan persepsi

inferior mengenai potensi IKM. Hal ini menimbulkan

terjadinya distorsi dalam pembiayaan IKM. Oleh

karena itu, modal ventura dapat dijadikan sebagai

alternatif sumber pembiayaan IKM. Menurut

Keppres No. 61 Tahun 1998, perusahaan modal

ventura adalah badan usaha yang melakukan usaha

pengembangan dalam bentuk penyertaan modal ke

dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan

Page 79: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

68

pembiayaan untuk jangka waktu tertentu. Pembiyaan

dengan modal ventura ini berbeda dengan bank yang

memberikan pembiayaan dalam bentuk pinjaman

atau kredit. Usaha modal ventura memberikan

pembiayaan dengan cara ikut melakukan penyertaan

modal langsung ke dalam perusahaan yang dibiayai.

Perusahaan yang dibiayai disebut perusahaan

pasangan usaha (investee company), sedangkan

pemodal yang membiayai disebut perusahaan

pemodal (invesment company atau venture

capitalist).

2.4 HAMBATAN DALAM PENGEMBANGAN IKM

Kementerian Perindustrian (Kemenperin)

mengakui saat ini masih terdapat hambatan yang

dihadapi dari masing-masing pelaku Industri Kecil dan

Menengah (IKM)."Permasalahan yang dihadapi yaitu

inkonsistensi kualitas yang sesuai standard dan mutu,"

ungkap Direktur Jenderal IKM Kemenperin Euis Saedah

di Kementerian Perindustrian

(https://economy.okezone.com17/9/2013).

Page 80: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

69

Selain itu, ada beberapa kendala yang sangat

kruisial dalam pengembangan IKM antara lain sebagai

berikut.

(https://finance.detik.com, diakses 1/11/2018)

a. Terbatasnya akses kredit dalam pembiayaan.

Hal ini disebabkan oleh belum tertatanya laporan

keuangan UMKM secara rapi, keterbatasan

kemampuan dalam menyusun laporan keuangan dan

terbatasnya pelatihan karyawan dalam manajemen

keuangan

b. Terbatasnya akses pasar/pemasaran

Keterampilan beberapa Sumber Daya Manusia

(SDM) yang kurang mumpuni juga menjadi kendala

untuk bersaing di pasar. Kemampuan berpromosi

para pelaku IKM dirasa masih sangat kurang, baik

promosi melalui pameran maupun penyebaran

informasi.

c. Terbatasnya SDM dan keterampilan.

Pada umumnya, IKM belum memiliki divisi khusus

riset dan pengembangan. Masih belum dimanfaatkan

secara maksimal sehingga masih diproduksi secara

tradisional.

Page 81: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

70

d. Kapasitas produksi yang terbatas.

Kemampuan pemenuhan order yang besar dalam

waktu yang singkat menjadi kendala meningat rata-

rata pelaku IKM memilki kapasitas produksiyang

terbatas. Kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM)

IKM melalui berbagai macam pelatihan serta

memberikan fasilitasi bantuan mesin peralatan baik

program revitalisasi maupun program restrukturisasi

untuk dapat meningkatkan produktivitas IKM.

Page 82: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

71

BAB III

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP

INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH

3.1 PERKEMBANGAN IKM DI INDONESIA

Perkembangan Usaha Kecil dan Menengah

(UKM) di Indonesia data dari Kementerian Koperasi dan

UMKM sampai tahun 2012 sampai dengan 2017 tercatat

perkembangan jumlah unit usaha sebanyak 7,72 juta unit

usaha atau 13,98% dari total jumlah usaha. Sedangan

perkembangan total tenaga kerja yang mampu diserap

dari UMKM sebanyak 14, 95 juta orang. Kemudian

perkembangan eksport yang mampu disumbang dari

produk yang dihasilkan dari UMKM atau total ekspor

Nonmigas sebesar Rp.110,76 milliar atau 59,09% dari

seluruh total produk eksport.

Namun dari perkembangan yang dicapai oleh

UMKM baik dari konstribusi peneyerapan tenaga kerja

maupun jumlah eksport, masih banyak menyisakan

persoalan antara lain:

1. Permodalan untuk penegembangan UMKM yang

masih sangat terbatas,

Page 83: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

72

2. Kemampuan manajerial dan sumber daya

manusia yang masih lemah,

3. Tingkat produktivitas yang masih rendah,

4. Kemampuan membangun jaringan usaha dan

penetrasi pasar yang masih lemah,

5. Dan kelemahan lain yang terkait dengan efisiensi

proses produksi yang masih lemah.

Disinilah peran pemerintah sangat diharapkan dalam

membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh

pelaku usaha UMKM tidak hanya sekedar membuat

regulasi kebijakan akan tetapi membantu dengan bukti

menyelesaikan akar masalah melalui pemberdayaan

pelaku usaha.

3.2 PERAN PEMERINTAH TERHADAP

PERKEMBANGAN IKM DI INDONESIA

Peran pemerintah sebagai pemegang regulasi

yang sekaligus sebagai pembina terhadap perkembangan

industri kecil dan menengah (IKM) sangat penting dan

strategis. Peran IKM dalam menggerakkan

perekonomian nasional, khususnya dari perspektif

kesempatan kerja dan sumber pendapatan bagi kelompok

Page 84: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

73

miskin, distribusi pendapatan dan pengurangan

kemiskinan sudah terbukti (Tambunan, 2008). Jumlah

IKM mencapai sekitar 99,85% dari total unit usaha di

Indonesia dan mampu menyerap sekitar 96,66%. Selain

itu sektor IKM juga mampu menyediakan sekitar 57%

kebutuhan barang dan jasa, kontribusinya terhadap

ekspor serta kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi

nasional mencapai 2-4% (BPS, 2014). IKM juga telah

terbukti lebih tangguh dari usaha menengah dan besar

dalam mengatasi dampak krisis ekonomi Indonesia tahun

1997. Data Biro Statistik (BPS) menunjukkan terjadinya

penurunan jumlah usaha secara drastis (7,42%) dari 1997

ke 1998, bahkan usaha besar pada periode tersebut

mengalami penurunan lebih dari 10%.

Peran strategis IKM dalam menggerakkan

ekonomi nasional dan peningkatan kesejahteraan rakyat

tersebut dapat dipertahankan dan dikembangkan jika di

dukung oleh kebijakan pemerintah yang di perlukan

oleh pelaku industri kecil dan menengah. Kebijakan

strategis pemerintah untuk mengembangkan dan

memajukan IKM tidak hanya dalam bentuk stimulus

pendanaan, kemudahan, perlindungan, dan bentuk

Page 85: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

74

stimulus lain. Akan tetapi yang jauh lebih penting adalah

keperpihakan kepada kepentingan pelaku industri kecil

dan menengah dalam menghadapi era persaingan global.

Sebagai gambaran Indonesia menganut sistem

pasar terbuka yang berawal adanya kesepakatan

pengelompokan kerja sama regional di bidang

perdagangan: ASEAN Free Trade Area (AFTA), tahun

1980-an, dengan adanya kerja sama tersebut disepakati

hambatan-hambatan dibidang perdagangan dalam bentuk

tarif maupun non tarif diantara negara-negara anggota

dihilangkan guna percepatan pembangunan ekonomi dari

masing-masing negara anggotanya. Dengan adanya

kesepakatan tersebut industri Negara anggota dituntut

untuk mempersiapkan diri untuk bersaing dikawasan

negara-negara ASEAN. Kesepakatan kerja sama

ekonomi regional tersebut berlanjut untuk membentuk

kawasan ekonomi baru di wilayah ASEAN yang disebut

dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Ditambah

lagi Indonesia menjadi anggota 9 (Sembilan) kelompok

negara-negara Free Trade Area diantaranya: kerjasama

ASEAN-China, ASEAN-India, kerjasama regional

AFTA, APEC dan seterunya. Berdasarkan fakta

Page 86: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

75

dilapangan keberadaan forum kerjasama tersebut tidak

selalu menguntungkan Indonesia.

Kehadiran pemerintah melalui regulasi dalam

kancah kerja sama ekonomi global sangat dibutuhkan

pelaku usaha, sebab tidak semua forum kerja sama

regional maupun global tersebut selalu menguntungkan

dan menjadi peluang bagi pelaku usaha didalam negeri

namun justru sebaliknya menjadi ancaman baru bagi

pelaku usaha didalam negeri terutama produk-produk

yang dihasilkan oleh industri kecil dan menengah. Untuk

itu pemerintah dituntut harus selalu jeli dan tanggap

dalam melihat dan mengidentifikasi masalah-masalah

yang dihadapi oleh pelaku usaha khususnya IKM

sebagai imbas dari pemberlakuan kerja sama ekonomi

regional.

Banyak kasus yang dialami oleh pelaku usaha

kecil dan menengah di beberapa daerah di Indonesia,

dimana produk-produk yang dihasilkan mengalami

kesulitan untuk mengirimkan atau menjual produknya

kenegara lain (eksport) seperti kenegara tetangga

Malaysia, Singapura, dan Thailand. Penyebab dari

persoalan tersebut bukan pada produk yang kurang

Page 87: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

76

berkualitas atau produk IKM yang daya saingya rendah,

tetapi lebih pada persoalan birokrasi pada instansi

pemerintah. Kurangnya koordinasi, singkronisasi, dan

integrasi antara instansi terkait (dinas perdagangan, dinas

industri, dinas koperasi dan UKM, bea cukai, dan

keimigrasian) menjadikan proses ekport produk-produk

yang dihasilkan IKM kurang optimal. Contoh kasus

produk-produk IKM di daerah perbatasan Indonesia –

Malaysia dipropinsi Kalimantan Barat (Singkawang,

Sambas, Pontianak) dan profinsi Sumatera Utara

(Tanjung Balai dan Medan). Produk-produk IKM kita

merasa kesulitan untuk mengirim (ekport) produknya ke

Malaysia baik untuk dijual atau untuk kepentingan

pameran. Akan tetapi, hal tersebut sangat berbeda

dengan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah

Malaysia yang membuka lebih luas pelabuhan/ terminal

ekspor di wilayah perbatasan, sehingga untuk

merealisasi ekspor ke Indonesia bisa langsung dari lokasi

ketempat tujuan yang ingin dicapai tanpa tambahan

biaya dan transportasi yang besar. Dengan demikian

negara jiran Malaysia berpeluang besar untuk me

ngambil manfaat ”Create Creation” yang ditimbulkan

Page 88: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

77

adanya pengelompokan regional antar negara-negara

Kelompok Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Berdasarkan fakta lapangan di atas, meskipun

produksi kawasan wilayah Indonesia diwilayah

perbatasan di Sumatera Utara dan di Kalimantan Barat

terjadi hambatan didalam pelaksanaan ekspor ke

Malaysia akan tetapi posisi tawar produk Indonesia kuat.

Hal ini dikarenakan pelabuhan ekspor dibatasi oleh

kebijakan pemerintah. Oleh karena itu disarankan

pelabuhan ekspor diperbatasan diperbanyak sehingga

ekspor bisa dilaksanakan ke wilayah Malaysia yang ada

diperbatasan Indonesia-Malaysia dapat dengan mudah

dan murah tanpa tambahan biaya.

3.3 POLA KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM

MEMBANTU UMKM

Ada sebuah motto yang cukup menarik dari

Kementerian Koperasi dan UMKM yaitu “UMKM sehat,

indikator kemajuan pembangunan daerah”. Namun

dibalik motto tersebut ada ungkapan yang kurang

menyenangkan yaitu pelaku usaha kecil dan menengah

kerap dipandang sebelah mata, pemberdayaan mereka

Page 89: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

78

pun banyak dinilai setengah hati, malah ada dengan

pendekatan proyek. Hal ini mengindikasikan pada

tataran kebijakan puncak tingkat pemerintah pusat

(kementerian) kesungguhan dengan sepenuh hati untuk

mendorong dan membantu menyelesaikan masalah yang

dihadapi UMKM dan sekaligus ikut memajukan

perkembangan pelaku usaha kecil menengah. Akan

tetapi pada tataran implementasi birokrasi menengah

bawah sering dijumpai masih setengah hati dalam

membantu memberdayakan UMKM atau pemerintah

bersedia membantu tetapi lebih berorientasi pada proyek.

Jadi intinya pada tataran implementasi lebih banyak

pada pendekatan proyek dari pada pendekatan

pemberdayaan pelaku usaha. Wajar kalau pemerintah

daerah menyikapi pandangan miring terhadap semua

upaya pemerintah pusat dalam memajukan UMKM.

Idealnya pemerintah memberikan bukti, bukan hanya

sekedar retorika dalam peraturan pemerintah bahwa

UMKM akan diberdayakan.

Jika yang menjadi indikator utama kemajuan

daerah adalah UMKM yang sehat, maka sebenarnya

tugas utama kepala daerah adalah membantu secara all

Page 90: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

79

out untuk memajukan UMKM daerah atau wilayah yang

dipimpinya. Karena itu harus ada potical will dari para

pengambil kebijakan. Pemerintah pusat maupun

daerah/Kepala daerah harus mempunyai keperpihakan

yang jelas kepada pelaku UMKM.

Pola kebijakan yang dapat ditempuh dalam

pembinaan UMKM, pemerintah pusat dalam hal ini

Kementerian Koperasi dan UMKM dalam melakukan

pembinaan kepada UMKM di daerah diserahkan

sepenuhnya kepada pemerintah daerah (Pemda). Karena

yang memahami karakteristik, permasalahan yang

dihadapi, dan produk-produk unggulan yang dihasilkan

oleh UMKM adalah daerah masing-masing. Bentuk

kebijakan pembinaan UMKM di daerah yang dapat

dilakukan dengan membuat payung hukum terlebih

dahulu berupa Perda yang dikeluarkan oleh Gubernur

atau Bupati/walikota dengan persetujuan oleh DPRD.

Pemda dalam hal ini di wakili oleh Dinas

Koperasi dan UMKM baik ditingkat profinsi maupun

kabupaten kota harus mampu menggali potensi dan

mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh

pelaku usaha kecil dan menengah di daerahnya. Contoh

Page 91: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

80

seperti yang dilakukan pemda Lampung, bentuk

komitmen dan keperpihakan kepada pelaku UMKM

mengeluarkan Perda Nomer 3 tahun 2016 tentang

Perlindungan dan Pemberdayaan UMKM sebagai

pedoman SKPD untuk melakukan penanganan dan

pembinaan sektor ini. Perda tersebut mengatur tentang

mulai dari kemudahan perijinan pendirian usaha, bentuk

dukungan permodalan, jenis pelatihan, pemberdayaan,

dan bantuan pemasaran untuk penjualan pasar domestik

sampai penjualan kepasar luar negeri (eksport).

Bagi daerah yang sebenarnya mempunyai potensi

besar terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh

UMKM dan bisa menjadi produk unggulan daerah,

namun sumber daya manusia yang dimiliki oleh pemda

sangat terbatas maka sebagai solusinya adalah Pemda

bisa menggunakan jasa Konsultan yang ahli dalam

pembinaan UMKM. Sehingga persoalan – persoalan

yang dihadapi oleh pelaku usaha kecil dapat diatasi.

Seperti yang dilakukan oleh dinas koperasi dan UMKM

Profinsi Kalimantan Tengah menggandeng konsultan

untuk membranding produk yang dihasilkan oleh

UMKM di kabupaten Kapuas yaitu produk kerajinan

Page 92: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

81

getah nyatu, usaha kerajinan rotan yang ada kabupaten

katingan, dan produk kerajinan batik benang bintik

dikota Palangkarya. Kehadiran konsultan dapat

membantu pelaku UMKM dalam hal kemasan produk

sampai menyebarkan pemasaran produk melalui media

social dan bekerjasama dengan pemilik situs online.

Dinas Koperasi dan UMKM didaerah dapat

menggandeng dunia perguruan tinggi di daerahnya

sebagi mitra untuk melakukan pembinaan dan

pendampingan UMKM. Kerja sama ini sangat

menguntugkan kedua belah pihak, pemda dapat terbantu

dari sisi SDM yang terbatas dan bagi perguruan tinggi

sebagai media untuk melaksakan pengabdian masyarakat

dan pengembangan ilmu dari hasil penelitiannya.

Dari berbagai kebijakan yang ditempuh oleh

pemerintah dalam melakukan pembinaan,

pemberdayaan, dan memberikan motivasi untuk

mengembangkan dan memajukan UMKM harus didasari

oleh komitmen dan niat baik untuk senantiasa berpihak

kepada kepentingan masyarakat banyak. Tanpa didasari

komitmen tersebut sulit untuk bisa memajukan produk

Page 93: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

82

UMKM yang mempunyai daya saing dan dapat bersaing

di pasar regional maupun pasar global.

3.4 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI

KECIL DAN MENENGAH

Kebijakan didefinisikan sebagai suatu daftar

tujuan cita-cita (goals) yang memiliki urutan prioritas

atau pernyataan umum tentang maksud dan tujuan

(Starling, 1998). Menurut Pal (1997), kebijakan

bertujuan untuk menyelesaikan masalah atau

sekelompok masalah yang kompleks. Kebijakan publik

didefinisikan sebagai serangkaian tindakan (action) atau

diamnya (in-action) otoritas publik (pemerintah) untuk

memecahkan suatu masalah (Pal, 1997).

Adapun kebijakan industri diartikan sebagai

penggunaan kekuasaan dan sumberdaya pemerintah

untuk menjalankan suatu kebijakan untuk memenuhi

kebutuhan sektor atau industri tertentu (dan, jika

diperlukan untuk perusahaan tertentu) dengan tujuan

untuk meningkatkan produktivitas faktor masukan

adalah salah satu bentuk regulasi pemerintah untuk

mencapai kebijakan makroekonomi yang pada akhirnya

Page 94: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

83

diharapkan akan menghasilkan daya saing sektor industri

atau perusahaan tersebut.

Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan

tahun 1997 ternyata telah membuka cakrawala bangsa

Indonesia tentang rapuhnya sistem ekonomi yang

dibangun hanya dengan segelintir konglomerasi.

Pentingnya pengembangan ekonomi lokal dalam konteks

perkuatan IKM tidak lepas dari kinerja nyata yang

dihadapi oleh sebagian besar usaha terutama mikro,

kecil, dan menengah di Indonesia. Hal yang paling

menonjol adalah rendahnya tingkat produktivitas,

rendahnya nilai tambah, dan rendahnya kualitas produk.

Walau diakui pula bahwa IKM menjadi lapangan kerja

bagi sebagian besar pekerja di Indonesia, tetapi

kontribusi dalam output nasional di katagorikan rendah.

Pemerintah menyiapkan sejumlah kebijakan

strategis dalam mendukung pertumbuhan sektor IKM

(Hartanto, https://ekonomi.kompas.com,2016).

Pertama, industri kecil hanya dapat dimiliki oleh

warga negara Indonesia karena IKM memiliki keunikan

dan merupakan warisan budaya bangsa.

Page 95: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

84

Kedua, dalam rangka penguatan struktur industri

nasional, peran IKM terus ditingkatkan secara

sigfnifikan dalam rantai suplai industri prioritas,

sehingga terjalin kemitraan yang strategis antara industri

kecil, menengah dan besar.

Ketiga, pemerintah pusat dan pemerintah daerah

melakukan perumusan kebijakan, penguatan kapasitas

kelembagaan dan pemberian fasilitas yang diperlukan

bagi IKM.

Kebijakan yang berpihak kepada IKM tidak

hanya ditujukan kepada industri prioritas, tetapi juga

ditujukan pada industri-industri seperti IKM kerajinan

dan barang seni, gerabah/keramik hias, batu mulia dan

perhiasan, serta tenun/kain tradisional. Untuk

meningkatkan peran Industri Kecil dan Menengah, selain

langkah-langkah strategis untuk mendorong

pertumbuhan sektor industri secara keseluruhan, juga

akan diberlakukan berbagai langkah kebijakan yang

berpihak kepada IKM, yang antara lain sebagai berikut.

1. Dalam rangka keberpihakan terhadap Industri Kecil

dan Menengah dalam negeri ditetapkan bahwa

Industri Kecil hanya dapat dimiliki oleh warga

Page 96: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

85

negara Indonesia, Industri yang memiliki keunikan

dan merupakan warisan budaya bangsa hanya dapat

dimiliki oleh warga negara Indonesia, dan industri

menengah tertentu dicadangkan untuk dimiliki oleh

warga negara Indonesia.

2. Dalam rangka penguatan struktur industri nasional,

peran IKM perlu ditingkatkan secara signifikan

dalam rantai suplai industri prioritas.

3. Dalam upaya meningkatkan pembangunan dan

pemberdayaan IKM, Pemerintah dan/atau

Pemerintah Daerah melakukan perumusan kebijakan,

penguatan kapasitas kelembagaan, dan pemberian

fasilitas bagi IKM.

Dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan

industri nasional, upaya pengembangan IKM perlu terus

dilakukan melalui strategi pembangunan berikut.

1. Pemanfaatan potensi bahan baku

Indonesia memiliki sumber bahan baku nasional

yang sangat potensial, namun secara alamiah berada

pada lokasi yang tersebar. Pemanfaatan sumber daya

tersebut akan efisien jika dilakukan pada skala

ekonomi tertentu (umumnya skala menengah dan

Page 97: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

86

besar) yang seringkali memerlukan sarana dan

prasarana yang memadai. Seiring dengan

pembangunan sarana dan prasarana yang diperlukan,

sesuai dengan skala operasinya, IKM dapat berperan

signifikan sebagai pionir dengan melakukan

pengolahan yang memberikan nilai tambah pada

bahan baku tersebut.

2. Penyerapan tenaga kerja

Dibalik keterbatasan IKM dalam permodalan, IKM

memiliki potensi penyerapan tenaga kerja pada

industri padat karya. Melalui dukungan sederhana

pada sentra IKM, penyiapan operasi IKM baru dan

pengembagan IKM yang ada dapat dilakukan relatif

lebih mudah dibanding industri besar sehingga

berpotensi membuka lapangan kerja yang lebih luas

dalam waktu yang relatif singkat. Namun, upaya ini

perlu diikuti dengan peningkatan kompetensi tenaga

kerja IKM secara langsung melalui berlatih sambil

bekerja (on the job training), baik dalam aspek

manajerial maupun aspek teknis, yang akan

berpengaruh terhadap peningkatan daya saing IKM.

3. Pemanfaatan teknologi, inovasi dan kreativitas

Page 98: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

87

Teknologi dikembangkan dalam berbagai tingkatan,

dari yang sederhana sampai yang canggih. Berbagai

teknologi sederhana, terbukti mampu memberikan

manfaat yang besar pada aplikasi di industri yang

memiliki sumber daya (bahan baku, pemodalan, dan

tenaga kerja) yang terbatas namun memiliki tingkat

inovasi dan kreativitas yang tinggi. Pemanfaatan

teknologi yang disertasi inovasi dan kreativitas

sesuai dengan karakteristik IKM yang memiliki

tingkat fleksibilitas yang tinggi. Dengan cara

tersebut, IKM mampu menghasillkan produk dengan

biaya yang relatif rendah namun dengan kualitas

yang memadai sehingga dapat memperluas pasarnya.

4. Program Pengembangan IKM

Program yang dilakukan dalam rangka mencapai

sasaran tersebut di atas meliputi hal-hal berikut.

a. Pemberian insentif kepada industri besar yang

melibatkan IKM dalam rantai nilai industrinya

b. Meningkatkan akses IKM terhadap pembiayaan,

termasuk fasilitasi pembentukan Pembiayaan

Bersama (Modal Ventura) IKM.

Page 99: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

88

c. Mendorong tumbuhnya kekuatan bersama

sehingga terbentuk kekuatan kolektif untuk

menciptakan skala ekonomis melalui

standardisasi, procurement dan pemasaran

bersama.

d. Perlindungan dan fasilitasi terhadap inovasi baru

dengan mempermudah pengurusan hak kekayaan

intelektual bagi kreasi baru yang diciptakan IKM.

e. Diseminasi informasi dan fasilitasi promosi dan

pemasaran di pasar domestic dan ekspor.

f. Menghilangkan bias kebijakan yang menghambat

dan mengurangi daya saing industri kecil.

g. Peningkatan kemampuan kelembagaan Sentra

IKM dan Sentra Industri Kreatif, serta UPT, TPL,

dan Konsultan IKM;

h. Kerjasama kelembagaan dengan lembaga

pendidikan, dan lembaga penelitian dan

pengembangan;

i. Kerjasama kelembagaan dengan Kamar Dagang

dan Industri dan/atau asosiasi industri, serta

asosiasi profesi.

j. Pemberian fasilitas bagi IKM yang mencakup:

Page 100: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

89

k. Peningkatan kompetensi sumber daya manusia

dan sertifikasi kompetensi;

l. Bantuan dan bimbingan teknis;

m. Bantuan bahan baku dan bahan penolong, serta

mesin atau peralatan; dan

n. Pengembangan produk.

3.5 STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI

KECIL DAN MENENGAH

Era reformasi yang berkembang sejak 1998 telah

membawa banyak perubahan di berbagai bidang.

Pemusatan kekuatan ekonomi nasional pada sekelompok

tertentu telah surut seiring dengan terjadinya krisis

ekonomi dan moneter. Paradigma pembangunan

ekonomi yang semula lebih berorientasi pada

pertumbuhan industri berskala besar telah bergeser

kepada pembangunan ekonomi yang lebih ditekankan

pada ekonomi kerakyatan (industri kecil dan menengah).

Perubahan paradigma tersebut telah berpengaruh

terhadap proses pemulihan ekonomi yang tercermin dari

beberapa indikator ekonomi.

Page 101: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

90

Strategi pengembangan yang ditempuh

didasarkan kepada pola pendekatan logis dan

komprehensif melalui dua langkah simultan yang saling

sinergik.Sinergik tersebut digunakan dalam menangani

setiap proyek ataupun objek pengembangan industri,

baik yang bersifat pemecahan masalah maupun yang

bersifat pengembangan ke depan. Adapun kedua strategi

tersebut adalah:

1. Memperkuat daya tarik faktor-faktor penghela pada

sisi permintaan terhadap produk-produk industri

(Demand Pull Strategy) melalui berbagai bentuk

upaya yang sesuai dengan keadaan dan

kebutuhannya.

2. Memperkuat daya dukung faktor-faktor pendorong

pada sisi kemampuan daya pasok (Supply Push

Strategy) untuk memperlancar kegiatan produksi

secara berdaya saing, sesuai dengan kondisi dan

kebutuahnnya.

Pendekatan upaya pengembangan melalui dua

pendekatan tersebut dalam aspek-aspek yag secara

umum memerlukan pemantapan dukungan. Dukungan

ditujukan pada semua sektor/kelompok industri,

Page 102: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

91

ditempuh langkah-langkah yang dituangkan dalam

program penunjang.

IKM memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

nasional. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah unit

usaha yang berjumlah 3,4 juta unit dan merupakan lebih

dari 90 persen dari unit usaha industri nasional. Peran

tersebut juga tercermin dari penyerapan tenaga kerja

IKM yang menyerap lebih dari 9,7 juta orang pada tahun

2013 dan merupakan 65,4 persen dari total penyerapan

tenaga kerja sektor industri non migas. Disamping itu

IKM juga memiliki ragam produk yang sangat banyak,

mampu mengisi wilayah pasar yang luas, dan menjadi

sumber pendapatan bagi masyarakat luas serta memiliki

ketahanan terhadap berbagai krisis yang terjadi. Dengan

karakteristik tersebut, maka tumbuh dan berkembangnya

IKM akan memberikan andil yang sangat besar dalam

mewujudkan ekonomi nasional yang tangguh, dan maju

yang berciri kerakyatan.

Industri Kecil dan Industri Menengah (IKM)

ditetapkan berdasarkan jumlah tenaga kerja dan nilai

investasi, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat

usaha. Besaran jumlah tenaga kerja dan nilai investasi

Page 103: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

92

untuk Industri Kecil dan Industri Menengah ditetapkan

oleh Menteri. Dalam rangka meningkatkan pengamanan

terhadap pengusaha Industri Kecil dan Menengah dalam

negeri ditetapkan bahwa Industri Kecil hanya dapat

dimiliki oleh warga negara Indonesia, dan industri

menengah tertentu dicadangkan untuk dimiliki oleh

warga negara Indonesia.

3.6 SASARAN PENGEMBANGAN IKM

Pengembangan IKM diharapkan akan

meningkatkan jumlah unit usaha IKM rata-rata sebesar 1

persen per tahun atau sekitar 30 ribu unit usaha IKM per

tahun dan peningkatan penyerapan tenaga kerja rata-rata

sebesar 3 persen per tahun. Untuk mendukung

pengembangan IKM ditetapkan sasaran penguatan

kelembagaan yang disertai dengan pemberian fasilitas

sebagai berikut.

1. Penguatan Kelembagaan

a. Penguatan sentra IKM (sentra)

b. Revitalisasi dan pembangunan Unit Pelayanan

Teknis (UPT)

c. Penyediaan Tenaga Penyuluh Lapangan (orang)

Page 104: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

93

d. Penyediaan Konsultan Industri kecil dan Industri

Menengah (orang)

2. Pemberian Fasilitas

a. Peningkatan kompetensi SDM (Orang)

b. Pemberian bantuan dan bimbingan teknis (unit

IKM)

c. Pemberian bantuan serta fasilitasi bahan baku

dan bahan penolong (unit IKM)

d. Pemberian bantuan mesin atau peralatan (unit

IKM)

e. Pengembangan produk (unit IKM)

f. Pemberian bantuan pencegahan pencemaran

lingkungan hidup (unit IKM)

g. Pemberian bantuan informasi pasar, promosi, dan

pemasaran (unit IKM)

h. Memfasilitasi akses pembiayaan (unit IKM)

i. Penyediaan Kawasan Industri untuk IKM yang

berpotensi mencemari lingkungan (Kawasan)

j. Memfasilitasi kemitraan antara industri kecil,

menengah dan besar (unit IKM)

k. Memfasilitasi HKI terhadap IKM (unit IKM)

Page 105: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

94

l. Memfasilitasi penerapan standar mutu produk

bagi IKM (unit IKM)

m. Bantuan pencegahan pencemaran lingkungan

hidup untuk mewujudkan Industri Hijau;

n. Bantuan informasi pasar, promosi, dan

pemasaran;

o. Penyediaan Kawasan Industri untuk IKM yang

berpotensi mencemari lingkungan; dan/atau

p. Pengembangan dan penguatan keterkaitan dan

hubungan kemitraan.

Page 106: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

95

BAB IV

DESAIN DAN MODEL

PENGUATAN POSISI TAWAR

INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH

4. 1. PENGUATAN POSISI TAWAR

Perspektif barriers to entry,order to entry yang

dipelopori oleh Porter dikenal dengan aliran market

based view (MBV). Pandangan ini selalu mengawali

pemikiran dengan melihat pasarnya terlebih

dahulu,melakukan anlisa lingkungan eksternal (industri)

serta melihat peru sahaan yang sangat dinamis (the

dynamic of industry environment) khususnya terhadap

para pesaing, pelanggan, pemasok dan produk pengganti.

Dampaknya model analisis industri: model Fi ve Force

dari Porter ini sangat terkenal dan selalu menjadi rujukan

bagi setiap rancangan bisnis. Fokus penyusunan strategi

bersaing dari MBV diletakkan pada upaya menga

mankan pasar (memproteksi pasar) dengan cara

membuat rintangan bagi pesaing agar menga lami

kesulitan memasuki pasar (barriers to entry). Pandangan

Polter ini kemudian dianggap oleh berbagai kalangan

Page 107: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

96

telah mengabaikan sumberdaya dan interaksi diantara

sumberdaya dan aktivitasnya. Model lainnya adalah

transaction cost antar perusahaan atau opportunism

based model (OBM).

Menurut model ini pada dasarnya teori-teori

organisasi mencari jawaban melalui sekurang-kurangnya

tiga pertanyaan dasar yaitu,mengapa perusahaan tetap

eksis? Apa yang menentukan skala dan lingkup

perusahaan? Mengapa perusahaan berbeda? Salah satu

pendekatan yang ditujukan untuk menjawab pertanyaan-

pertanyaan tersebut adalah Transaction Cost Economics.

Model ini juga tidak mampu menjelaskan kemanjuran

transaksi karena kekhususan aset akan timbul ketika

perusahaan bergantung pada pemasok yang telah terikat

spesialisasi untuk terlibat dalam transaksi. MBV dan

OBM belum menjelaskan fenomena yang terjadi setiap

saat, kemudian muncul pendekatan lain yang dikenal

Resource Based View (RBV) dan para peneliti dalam

memperdalam RBV, kemudian memunculkan perspektif

baru yang dinamakan”Knowladge Based View”.

Menurut Barney dalam Sangkala (2006), syarat suatu

sumberdaya dinggap strategik bila sumber daya tersebut:

Page 108: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

97

(1)bernilai, (2)langka, (3) sukar atau mustahil untuk

ditiru oleh para pesaing, misalnya karena terhalang

karena membutuhkan pengeluaran biaya yang terlalu

besar, dan (4) tidak dapat digantikan oleh tipe/jenis

sumberdaya yang lain.

4.2 ROAD MAP POSISI TAWAR

Berdasarkan hasil penelitian tahap I tahun 2017

yang sudah ditemukan model perkuatan posisi tawar

industri kecil menengah di daerah perbatasan Indonesia

– Malaysia, maka pada Road Map Posisi Tawar tahap II

tahun 2018 ini lebih menekankan pada bagaimana

mencari pengembangan alternatif strategi untuk

meningkatkan daya saing posisi tawar industri kecil

menengah di pasar ASEAN dengan cara sosialiasasi

model posisi tawar, mencari masukan dari pihak terkait /

pemerintah daerah dalam bentuk FGD (focus group

discustion) dan masukan dari pelaku IKM langsung.

Seluruh masukan dari stakeholder tersebut nanti akan

dianalisis untuk menemukan solusi yang tepat dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh pelaku IKM

dikawasan daerah perbatasan Indonesia – Malaysia.

Page 109: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

98

Selanjutnya bentuk solusi tersebut akan

ditawarkan kepada pemerintah dalam bentuk

kebijakan/policy.

Berikut ini merupakan Road Map Posisi Tawar.

Page 110: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

99

Gambar 3. Road Map Posisi Tawar

Page 111: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

100

4.3. METODE PENELITIAN

4.3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini ditempuh melalui survei dan

bersifat grounded. Penelitian survei ini merupakan

penelitian lapangan yang dilakukan terhadap beberapa

anggota sampel dari populasi tertentu yang pengumpulan

datanya dilakukan dengan menggunakan kuesioner

sedangkan grounded research merupakan penelitian yang

dilakukan berdasarkan teori-teori yang sudah ada yang

kemudian dikembangkan menjadi sebuah model

penelitian dimana model pada penelitian ini didesain

untuk meneliti Model Posisi Tawar dalam Peningkatan

Hasil Produksi IKM dikawasan daerah Perbatasan

Indonesia-Malaysia.

4.3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Teknik Komunikasi Tidak

Langsung dan Teknik Komunikasi Langsung. Teknik

Komunikasi Tidak Langsung menggunakan kuesioner

sebagai instrumen. Sedangkan Teknik Komunikasi

Langsung menggunakan wawancara untuk menanyakan

Page 112: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

101

sesuatu yang dirasakan memerlukan penjelasan lebih

lanjut dari responden dengan menelepon dan mendatangi

langsung responden.

4.3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang

mempunyai kualitas dan karakteristik dan ciri-ciri

tertentu yang diterapkan sebelumnya. Berdasarkan

kualitas dan ciri-ciri tersebut, populasi dapat dipahami

sebagai kelompok individu atau obyek pengamatan yang

minimal memiliki satu persamaan karakteristik

(Sugiyono 2004). Adapun populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh pelaku industri dan kecil menengah yang

ada di daerah perbatasan Indonesia – Malaysia dan

daerah bukan berbatasan langsung Malaysia. Sedangkan

sampel yang diambil adalah industri kecil menengah

yang berada di Propinsi Kalimantan Barat yaitu kota

Singkawang, Sambas, dan Pontianak. Propinsi Sumatera

Utara yaitu kota Tanjung Balai Asahan, Propinsi Nusa

Tenggara Barat yaitu kota Lombok.

Sampel adalah subset dari populasi yang terdiri

dari beberapa anggota populasi. Subset ini diambil

Page 113: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

102

karena dalam banyak kasus tidak mungkin kita meneliti

seluruh anggota populasi oleh karena itu kita membentuk

sebuah perwakilan populasi yang disebut sampel

(Ferdinand, 2006). Adapun sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagian dari pelaku industri

kecil dan menengah yang ada di kabupaten/kota yang

berada di Propinsi Kalimantan Barat yaitu kota

Singkawang, Sambas, dan Pontianak. Propinsi Sumatera

Utara yaitu kota Tanjung Balai Asahan, dan Propinsi

Nusa Tenggara Barat yaitu kota Lombok.Sedangkan

teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini

menggunakan teknikporpusive sampling yaitu

pengambilan sampel dengan pertimbangan-

pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian.

4.3.4 Jenis dan Sumber Data Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data primer yang meliputi data yang berhubungan

dengan pernyataan responden terhadap pelaku industri

kecil dan menengah daerah perbatasan Indonesia -

Malaysia. Data primer ini bersumber dari para responden

(pelaku industri kecil dan menengah) dengan menyebar

Page 114: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

103

angket secara langsung dan wawancara mendalam (debt

interview). Selain itu didukung dengan data sekunder

berupa dokumen-dokumen yang bersumber dari instansi

terkait (dinas perdagangan dan perindustrian pemerintah

daerah dan pelaku usaha IKM) yang relevan dengan

kajian penelitian ini.

4.3.5 Tahap Pelaksanaan

Tahap dalam penelitian ini terdiri dari tujuh

tahapan yaitu; (1)penyelesaian administrasi penelitian,

(2) pembentukan tim peneliti, (3) mempersiapkan

peralatan penelitian, (4) pengumpulan data sekunder dan

lapangan, (5) pengolalahan data lapangan, (6)

memformulasikan konsep menjadi variabel yang relevan

dengan model yang diinginkan, (7) merangkaikan

variabel-variabel yang relevan dan terkait untuk

diformasikan menjadi output.

4.3.6 Teknik Analisis Data

Menurut Tannady (2015:36), Fishbone Diagram

(diagram tulang ikan) atau yang lebih dikenal sebagai

Cause Effect Diagram adalah sebuah gambaran garis

Page 115: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

104

yang menampilkan data mengenai faktor penyebab dari

kegagalan atau ketidaksesuaian, hingga menganalisa ke

sub paling dalam dari faktor penyebab timbulnya

masalah

Diagram Fishbone merupakan salah satu metode

yang dikembangkan dalam manajemen mutu untuk

mengidentifikasi persoalan yang ada dalam perusahaan

yang menyebabkan kinerja, kepuasan, kapasitas, dan

produktivitas tidak tercapai. tawar produk IKM di

kawasan daerah perbatasan Indonesia-Malaysia masih

rendah dan sebagai akibatnya daya saing produk menjadi

lemah. Selanjutnya dari bagan diagram tulang ikan ini

dianalisis untuk mencari solusi penyelesain masalah.

Berikut ini merupakan diagram tulang ikan dari

permasalahan posisi tawar IKM di Indonesia.

Gambar 4. Diagram Tulang Ikan

Page 116: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

105

Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis

diagram tulang ikan yaitu sebagai berikut.

a. Tetapkan penyebab-penyebab cabang yang sesuai

b. Bertanya beberapa kali pada setiap kemungkinan

penyebab untuk mendapatkan akar permasalahan

c. Interpretasi diagram sebab-akibat

d. Implementasi dan menjawab permasalahan secara

konfrehensif melalui model

Analisis Cluster Industry

Model teknik analisis ini digunakan untuk

mengetahui seberapa efektif dan efisien dari

pengelompokan jenis industri baik dari sisi letak

geografis maupun pengelompokan jenis produk dan

kedekatan bahan baku. Keefektifan dari hasil analisis ini

dapat juga dilihat dari seberapa besar peningkatan

keunggulan bersaing dari industri kecil dan menengah

yang mengimplementasikan strategi industri klaster.

Page 117: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

106

BAB V

DAYA SAING

INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH

5.1 DAYA SAING

Menurut Boediono (2014), daya saing suatu

negara adalah kemampuan suatu negara untuk bertahan

dan maju dalam perjalanan sejarahnya di tengah-tengah

tantangan dunia nyata yang bergerak secara dinamis.

Peningkatan daya saing harus dilakukan secara

berkelanjutan. Para pakar manajemen strategik

menyatakan bahwa terdapat dua pendekatan yang dapat

digunakan oleh suatu negara untuk mencapai daya saing

yang tinggi, yaitu pendekatan berbasis pasar dan inovasi

(Maulana, 2013).

Pendekatan berbasis pasar (market-based view)

menyatakan bahwa daya saing suatu negara ditentukan

oleh kemampuan perusahaan dalam membaca

lingkungan utama pasarnya, sedangkan pendekatan

berbasis inovasi (inovation-based view) menyatakan

bahwa daya saing suatu negara ditentukan oleh

kemampuan perusahaan dalam berinovasi secara

Page 118: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

107

berkelanjutan. Agar dapat bersaing, suatu negara perlu

menguasai kompetensi yang vital bagi keberhasilan

negara tersebut (Hamel dan Prahalad, 1994).

Porter dalam presentasinya di depan Thailand

Competitiveness Institute (TCI) tahun 2003 yang dikutip

oleh Maulana (2013) mendefinisikan daya saing sebagai

hal yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas

yang berkelanjutan. World Economic Forum (WEF)

dalam Maulana (2013) mendefinisikan daya-saing

sebagai kemampuan suatu negara untuk mencapai

pertumbuhan PDB/kapita secara berkelanjutan.

Sementara itu, Competitiveness Advisory Group (CAG)

dalam Maulana (2013) menyatakan bahwa daya-saing

harus dilihat sebagai suatu cara dasar untuk

meningkatkan standar hidup, menyediakan kesempatan

kerja bagi yang menganggur dan menurunkan angka

kemiskinan.

5.2.DAYA SAING INDONESIA

Berdasarkan data Global Competitiveness Report

2014-2015 yang dirilis oleh World Economic Forum

(WEF), daya saing Indonesia menempati peringkat ke-34

dari 144 negara yang disurvey. Peringkat tersebut berada

Page 119: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

108

di bawah negara-negara lain di kawasan regional

ASEAN, seperti Singapura yang berada di peringkat 2,

Malaysia yang berada di peringkat 20, dan Thailand

yang berada di peringkat 31. Kondisi tersebut

menimbulkan kekhawatiran bagi bangsa Indonesia untuk

berkiprah di era perdagangan bebas di kawasan

ASEAN. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembenahan

untuk meningkatkan daya saing Indonesia di era

perdagangan bebas ini.

Kementerian Perindustrian sejak lama telah

melaksanakan banyak program dengan peningkatan daya

saing, salah satu program dikembangkan sejak tahun

2006 adalah program pengembangan kompetensi inti

daerah,kompetensi inti daerah yang belakangan sedikit

dirubah menjadi program pengembangan kompetensi inti

industri daerah (KIID). Kompetensi inti dapat menjadi

kunci keberhasilan kabupaten/kota dalam menentukan

arah pembangunan sesuai dengan keunggulan dayasaing

yang dimiliki:ibid:24

Model Sakasakti, Husaini(1999) berpendapat

bahwa pengembangan kompetensi inti daerah haruslah

terfokus sehingga sumber daya fisik dan non fisik

Page 120: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

109

didaerah tersebut dapat dioptimalisasikan untuk

mengembangkan model saka-sakti yang merupakan

kependekan dari Satu Kabupaten Satu Kompetensi

Inti:ibid,ibid:26

Secara konseptual, model Saka Sakti

menggambarkan keterkaitan antara rantai nilai dari

komoditas unggulan yaitu pembelajaran kolektif,

kompetensi dan sumberdaya dengan sembilan faktor

yang dikembangkan oleh Choo dan Moon.Keterkaitan

tersebut melibatkan kemampuan sosial(Social

Capability) dengan struktur industri yang sesuai dengan

kompetensi inti. Sehingga secara konseptual Saka Sakti

dapat dimodelkan pada grafik berikut:

Page 121: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

110

Gambar 5. Saka Sakti

1. Kabupaten/Kota,dikembangkan bukan berdasarkan

komoditas atau produk unggulan melainkan

berdasarkan kompetensi inti. Namun demikian

komoditas unggulan dapat dijadikan dasar dalam

pembentukan dan pengembangan kompetensi inti

Page 122: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

111

yang harus mendapatkan dukungan dari sumberdaya

daerah baik fisik maupun non fisik.

2. Pengamanan kompetensi inti didasarkan pada

pembelajaran kolektif dari sumber daya manusia yang

ada sehingga dukungan bagi pengembangan

kompetensi ini dapat diwujudkan.

3. Kerjasama atau kemitraan antar daerah dimungkinkan

melalui penguasaan kompetensi inti yang berbeda

contohnya melalui kebijakan Rantai Nilai Lintas-

Batas dan Analisa Skala dan Cakupan Ekonomis.

4. Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur

keberhasilan pengembangan kompetensi inti adalah:

kinerja ekonomi,untuk mengukur hasil (outcome)

pengembangan kompetensi inti. Perekonomian dapat

diukur melaui indikator-indikator makro seperti

pendapatan asli daerah, tingkat pengangguran,tingkat

inflasi maupun besaran-besaran iain yang lazim

digunakan un tuk mengukur setiap sektor usaha.

5. Jaringan dan kemitraan antara pemerintah dan dunia

usaha.kemitraan juga dijalin antar daerah dan apabila

memungkinkan dapat menjalin kerjasama dengan

insvestor dari luar negeri,

Page 123: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

112

6. Perluasan modal sosial masyarakat,modal ini

diperlukan untuk mendukung proses pengem bangan

kompetensi inti melalui semangat kerja dan

masyarakat didaerah.

7. Inovasi melalui pendekatan penelitian dan

pengembangan termasuk didalamnya penambah an

kapasitas penelitian dan pengembangan.Indikator ini

menunjukkan peluang munculnya kreativitas dan

inovasi-inovasi dari pengembangan kompetensi inti

daerah.

8. Indikator sumber daya manusia dapat berupa

keahlian, ketersediaan dan kualitas tenaga kerja

daerah.

9. Pengembangan perekonomian dan dunia usaha yang

dapat menunjukkan keterlibatan tenaga kerja serta

ketersediaan lapangan kerja: Dr. Agus Maulana.

MSM, Kawasan Edisi 03, 2012: 25-27.

Page 124: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

113

5.3 DAYA SAING INDUSTRI KECIL DAN

MENENGAH (IKM) DI INDONESIA

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian

Republik Indonesia, jumlah IKM terus mengalami

pertumbuhan yang pesat dari tahun ke tahun. Pada tahun

2014 jumlah IKM naik dari 3,43 juta unit di tahun 2013

menjadi 3,52 juta unit. Jumlah IKM naik kembali

menjadi 3,68 juta unit di tahun 2015. Di tahun 2016,

jumlah IKM meningkat sebesar 4,5%, yaitu sebanyak

165.983 unit usaha yang menyebabkan jumlah IKM naik

menjadi 4,41 juta unit. Di tahun tersebut, IKM berhasil

menyerap 10,1 juta orang tenaga kerja dan memberikan

kontribusi sebesar Rp520 triliun terhadap produk

domestik bruto (PDB). Kontribusi yang diberikan oleh

IKM terhadap PDB tersebut naik sebesar 18,3% dari

kontribusinya di tahun sebelumnya. Per triwulan II tahun

2017, jumlah IKM telah mencapai 4,59 juta unit usaha.

Suburnya pertumbuhan IKM tersebut bukanlah

tanpa alasan. IKM terbukti lebih tangguh dari usaha

menengah dan besar dalam mengatasi dampak krisis

ekonomi Indonesia tahun 1997. Data Biro Statistik

(BPS) menunjukkan terjadinya penurunan jumlah usaha

Page 125: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

114

secara drastis (7,42%) dari 1997 ke 1998, bahkan usaha

besar pada periode tersebut mengalami penurunan lebih

dari 10%. Pada saat krisis tersebut, banyak perbankan

yang mengalami kebangkrutan akibat kemacetan kredit

yang mencapai 30%. Angka kredit di saat itu pun

bukannya bertumbuh, melainkan justru menyentuh

angka minus, yaitu sebesar -13%.

Ketahanan IKM dalam menghadapi krisis

tersebut di antaranya disebabkan oleh sumber daya dan

sumber pembiayaan lokal yang menjadi andalan utama

IKM. Para pelaku IKM cenderung menggunakan sumber

daya lokal dalam melakukan kegiatan produksi dan

operasionalnya, mulai dari sumber daya manusia, modal,

bahan baku, hingga peralatan. Hal tersebut menunjukkan

bahwa IKM cenderung tidak mengandalkan barang

impor, sehingga kondisi keuangan IKM cenderung tidak

terpengaruh oleh fluktuasi kurs mata uang asing.

Artinya, ketika nilai kurs dalam negeri anjlok, biaya

produksi IKM tidak mengalami kenaikan yang sangat

drastis mengingat bahan baku yang digunakannya

berasal dari dalam negeri, bukan diimpor dari luar negeri

Page 126: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

115

dengan menggunakan dollar dan mata uang asing

lainnya dalam pelaksanaan transaksi jual belinya.

Sumber pembiayaan IKM cenderung tidak terlalu

bergantung pada perbankan, apalagi utang luar

negeri. Hal tersebut kembali menjelaskan alasan

mengapa IKM cenderung tidak terpengaruh oleh krisis

dan fluktuasi kurs mata uang asing. Artinya, ketika nilai

kurs dalam negeri anjlok, biaya modal (cost of capital)

yang ditanggung oleh IKM tidak berlipat ganda

mengingat sumber modalnya cenderung berasal dari

modal sendiri dengan tidak terlalu bergantung pada

sektor perbankan yang sangat lemah terhadap fluktuasi

kurs mata uang asing ataupun bahkan utang luar negeri

yang pelunasannya dilakukan dengan menggunakan

dollar dan mata uang asing lainnya.

Tingginya ketahanan IKM pada berbagai situasi

ekonomi membuat industri tersebut mengalami

pertumbuhan yang pesat setiap tahunnya. Oleh karena

itu, industri kecil menengah (IKM) berperan penting

dalam menggerakkan perekonomian nasional, yakni

dalam menyediakan lapangan kerja dan sumber

pendapatan bagi masyarakat dalam rangka membantu

Page 127: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

116

mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan. Selain

itu, IKM juga diharapkan dapat menjadi media

pendistribusian ekonomi secara lebih merata dalam

rangka mengurangi kesenjangan ekonomi dan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Sebagai salah satu unit bisnis yang bersaing di

pasar, IKM perlu senantiasa meningkatkan daya

saingnya agar dapat terus bertahan di tengah ketatnya

persaingan yang terjadi di pasar. Suatu unit usaha

dikatakan mempunyai daya saing apabila memenuhi

tiga kriteria, yaitu mempunyai sesuatu yang tidak

dimiliki oleh pesaing, melakukan sesuatu yang lebih baik

dari perusahaan lain, dan mampu melakukan sesuatu

yang tidak mampu dilakukan oleh perusahan lain (Porter,

1985). Keunggulan bersaing berkembang dari nilai yang

mampu diciptakan oleh sebuah perusahaan bagi

konsumennya yang melebihi biaya yang dikeluarkan

oleh perusahaan tersebut dalam menciptakannya. Nilai

yang unggul terbentuk dari tawaran harga yang lebih

rendah dari pada pesaing untuk manfaat yang sepadan

atau memberikan manfaat unik yang lebih dari pada

sekedar mengimbangi harga yang lebih tinggi.

Page 128: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

117

Pertumbuhan IKM yang pesat sayangnya

cenderung masih belum diiringi dengan peningkatan

daya saing yang signifikan. Salah satu permasalahan

yang menghambat IKM dalam meningkatkan daya

saingnya antara lain masih sederhananya mesin dan/atau

peralatan yang digunakan dalam kegiatan produksi dan

operasionalnya, sehingga produktivitas dan kualitas

produknya relatif rendah. Akibatnya, daya saing produk

pun relatif rendah. Terbatasnya modal yang dimiliki oleh

para pelaku IKM dan akses mereka ke lembaga

keuangan, baik perbankan maupun non-perbankan

menyebabkan IKM mengalami kesulitan untuk membeli

dan/atau memperoleh mesin dan/atau peralatan canggih

yang mampu meningkatkan efisiensi produksi dan

menekan biaya serta waktu produksi dengan tanpa

mengurangi kualitas produk, atau bahkan justru

meningkatkan kualitas produk. Selain itu, daya saing

IKM juga semakin berkurang akibat banyaknya

kedatangan produk-produk impor dari negara-negara lain

yang menawarkan produk dengan harga yang lebih

murah.

Page 129: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

118

Berdasarkan hasil penelitian-penelitian terdahulu,

beberapa faktor internal yang berpengaruh terhadap

rendahnya daya saing suatu unit usaha antara lain

rendahnya produktivitas tenaga kerja, rendahnya

penggunaan kapsitas mesin dan peralatan, tingginya

tingkat absensi tenaga kerja, rendahnya efisienensi

penggunaan bahan buku, tidak berkembangnya desain

kerja, dan rendahnya posisi tawar. Dari segi eksternal,

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rendahnya daya

saing suatu unit usaha antara lain agresifnya pajak,

tingginya suku bunga dan nilai tukar, serta banyaknya

pungutan liar. Selain itu, pemberlakuan Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA) juga menimbulkan

kekhawatiran dalam kaitannya dengan daya saing

produk-produk IKM terhadap produk-produk dari

negara-negara mitra kerja sama di kawasan ASEAN.

Tambunan (2008) mengidentifikasi tiga

persoalan yang dihadapi wirausaha yang masuk kategori

industri kecil menengah di Indonesia, yaitu

produktivitas, daya saing, dan kinerja yang rendah.

Upaya pengembangan IKM masih terkendala oleh

pengelolaan usaha yang masih tradisional, kualitas

Page 130: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

119

sumber daya manusia yang belum memadai, skala dan

teknik produksi, kapabilitas inovasi yang masih rendah,

terbatasnya akses pasar, serta masih terbatasnya akses ke

lembaga keuangan, khususnya perbankan.

Permasalahan-permasalahan tersebutlah yang

menghambat suatu IKM untuk berkembang secara

optimal.

Keterbatasan sumber daya manusia dalam IKM

meliputi rendahnya tingkat pendidikan formal yang telah

ditempuh oleh sumber daya manusianya tersebut, serta

terbatasnya pengetahuan dan keterampilan lainnya yang

dimiliki oleh sumber daya manusianya tersebut. Hal

tersebut terjadi karena sebagian besar IKM di Indonesia

tumbuh secara tradisonal dan merupakan usaha yang

turun-temurun, sehingga manajemen dan pengelolaan

IKM dilakukan dengan sistem yang sangat praktis dan

sederhana tanpa memperhatikan pengetahuan dan

keterampilan dari sumber daya manusianya.

Page 131: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

120

5.4 KEUNGGULAN BERSAING INDUSTRI KECIL

DAN MENENGAH (IKM)

Dalam menciptakan keunggulan bersaing, IKM

dapat menggunakan tiga strategi generic Porter yang

terdiri dari cost leadership, differensiation, dan focus.

Porter meyakini bahwa pengimplementasian strategi

generic akan mampu mendorong perusahaan untuk

mencapai hasil di atas rata-rata industri. Sebaliknya,

posisi yang tidak konsisten dengan tiga pilihan tersebut

akan menyebabkan perusahaan “stack in the middle”dan

tidak memperoleh rata-rata profit yang besar.

Barney (1991) mengemukakan pandangan

mengenai keunggulan bersaing yang dikenal dengan

istilah pandangan berbasis sumber daya (resources based

view). Pandangan berbasis sumber daya meyakini bahwa

penguasaan aset berwujud dan tidak berwujud

memungkinkan perusahaan untuk memahami dan

menerapkan strategi yang dapat meningkatkan efisiensi

dan efektivitas. Empat karakteristik sumber daya yang

dapat menghasilkan keunggulan bersaing yang

berkelanjuatan (sustainable competitive advantage),

yaitu nilai tinggi (high value), langka (rareness),

Page 132: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

121

sulit/mahal untuk ditiru (immutability) dan kriteria

organisasi yang spesifik.

5.5 METODE PENINGKATAN DAYA SAING

INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH (IKM)

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan

untuk meningkatkan daya saing IKM di pasar, yaitu

sebagai berikut.

1. Perampingan Biaya (Lean Production)

IKM perlu menekan biaya produksinya dengan tidak

mengurangi kualitas produknya agar dapat

menetapkan harga jual yang lebih murah, sehingga

konsumen tertarik untuk membeli produk yang

diproduksinya tersebut.

2. Diferensiasi Produk (Product Differentiation)

Dalam rangka menciptakan ciri khas tertentu yang

unik pada produknya, serta berbeda dari produk-

produk pesaing dan produk-produk lainnya yang

telah ada sebelumnya, IKM perlu melakukan

diferensiasi produk. Keunikan produk tersebut

diharapkan dapat menarik minat konsumen untuk

membelinya.

Page 133: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

122

3. Pengiriman (Delivery)

Bagi produk berukuran besar atau produk yang

sensitif terhadap guncangan, IKM dapat

menyediakan layanan pengiriman (delivery) untuk

memastikan bahwa produk tersebut sampai ke tangan

konsumen dalam keadaan utuh.

4. Lingkungan (Environment)

IKM perlu memastikan bahwa toko/gerai tempat

produknya dijual berada di lingkungan yang baik dari

segi fisik dan non-fisik, sehingga konsumen merasa

nyaman saat berkunjung ke toko/gerai tersebut.

Page 134: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

123

BAB VI

POSISI TAWAR

INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH

6.1 POSISI TAWAR

Menurut Khols dan Uhl (1980) dalam Nurhadi

(2011), daya tawar (bargaining power) adalah kekuatan

relatif pembeli dan penjual dalam mempengaruhi

pertukaran pada suatu transaksi. Sukirno (2002)

mendefinisikan daya tawar (bargaining power) sebagai

negosiasi dan kapasitas satu pihak dalam mendominasi

pihak lainnya dengan menggunakan pengaruh, kekuatan,

ukuran dan statusnya ataupun kombinasi dari berbagai

taktik persuasi yang berbeda. Lilien et al. (1992) dalam

Nurhadi (2011) mendefinisikan tawar-

menawar/negosiasi sebagai proses komunikasi dua pihak

atau lebih yang saling berkepentingan dan konflik

kepentingan dalam membentuk kesepakatan.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut, posisi

tawar (bargaining position) dapat diartikan sebagai

kemampuan seseorang dan/atau sekelompok orang

pelaku usaha dalam mempengaruhi suatu proses

Page 135: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

124

transaksi penjualan dari suatu barang/jasa agar dapat

mencapai kesepakatan harga jual di tingkat yang

dikehendakinya, yakni sejauh mungkin melebihi harga

minimum yang telah ditetapkannya berdasarkan biaya-

biaya yang telah dikeluarkannya untuk memproduksi

atau memperoleh barang/jasa tersebut.

Di dunia bisnis, pembeli (konsumen) dan penjual

(produsen) selalu memiliki perspektif yang berbeda

antara yang satu dengan yang lainnya. Di satu sisi,

penjual (produsen) selalu bersaing dalam menghasilkan

produk dengan biaya yang seefisien mungkin dan/atau

dalam menjual hasil produksi ataupun barang

dagangannya dengan harga yang memberikan

keuntungan semaksimal mungkin. Di sisi lain, pembeli

(konsumen) selalu ingin memperoleh barang/jasa dengan

harga beli yang murah dan kualitas yang bagus. Pada

situasi ini, penjual (produsen) yang mempunyai posisi

tawar yang baik akan lebih mampu dalam

mempengaruhi pembeli (konsumen) untuk membeli

barang/jasa yang dijualnya dengan harga yang

memberikan keuntungan baginya.

Page 136: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

125

Harga yang terbentuk dalam suatu transaksi

perdagangan berasal dari proses negosiasi dan tawar

menawar antara penjual dan pembeli. Pihak yang

mempunyai posisi tawar yang lebih kuat akan lebih

mampu mengendalikan

pembentukan harga. Dengan kata lain, pihak tersebut

akan menjadi pihak yang menentukan harga (price

leader). Sementara itu, pihak lain dengan posisi tawar

yang lebih lemah akan menerima harga yang ditawarkan

untuk disepakati (price taker).

6.2 POSISI TAWAR INDUSTRI KECIL DAN

MENENGAH (IKM) DI INDONESIA

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian

Republik Indonesia, jumlah IKM terus mengalami

pertumbuhan yang pesat dari tahun ke tahun. Pada tahun

2014 jumlah IKM naik dari 3,43 juta unit di tahun 2013

menjadi 3,52 juta unit. Jumlah IKM naik kembali

menjadi 3,68 juta unit di tahun 2015. Di tahun 2016,

jumlah IKM meningkat sebesar 4,5%, yaitu sebanyak

165.983 unit usaha yang menyebabkan jumlah IKM naik

menjadi 4,41 juta unit. Di tahun tersebut, IKM berhasil

Page 137: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

126

menyerap 10,1 juta orang tenaga kerja dan memberikan

kontribusi sebesar Rp520 triliun terhadap produk

domestik bruto (PDB). Kontribusi yang diberikan oleh

IKM terhadap PDB tersebut naik sebesar 18,3% dari

kontribusinya di tahun sebelumnya. Per triwulan II tahun

2017, jumlah IKM telah mencapai 4,59 juta unit usaha.

Pertumbuhan IKM yang pesat tersebut sayangnya

cenderung masih belum diiringi dengan signifikannya

perbaikan posisi tawar IKM di pasar dalam negeri. Salah

satu permasalahan yang menghambat IKM dalam

mencapai posisi tawar yang lebih baik antara lain masih

sederhananya mesin dan/atau peralatan yang digunakan

dalam kegiatan produksi dan operasionalnya, sehingga

produktivitas dan kualitas produknya relatif rendah.

Akibatnya, daya saing produk pun relatif rendah.

Terbatasnya modal yang dimiliki oleh para pelaku IKM

dan akses mereka ke lembaga keuangan, baik perbankan

maupun non-perbankan menyebabkan IKM mengalami

kesulitan untuk membeli dan/atau memperoleh mesin

dan/atau peralatan canggih yang mampu bersaing dengan

perusahaan-perusahaan besar. Berdasarkan hal-hal

tersebut, perusahaan dengan skala dan/atau modal usaha

Page 138: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

127

yang besar cenderung mempunyai posisi tawar yang

lebih baik dengan daya tawar yang lebih kuat, sehingga

memiliki kemampuan yang lebih baik dalam

mengendalikan harga yang terjadi di pasar. Selain itu,

derasnya produk-produk impor dari negara-negara lain

yang menawarkan produk dengan harga yang lebih

murah menyebabkan posisi tawar IKM semakin tergerus.

6.3 BLUE PRINT POSISI TAWAR

Berdasarkan hasil penelitian lapangan dan

informasi yang berkaitan faktor-faktor penentu posisi

tawar yang diproduksi di wilayah perbatasan Indonesia

dan Malaysia, hasil produksi Indonesia ditawar dengan

harga yang ditentukan oleh produsen oleh produsen

dikarenakan memiliki khas yang tidak dimiliki oleh

Malaysia dan sebaliknya produk buatan Malaysia

diproduksikan oleh pabrik/perusahaan besar yang

menghasilkan produk sejenis oleh beberapa perusahaan

pesaing, oleh karena itu harga ditentukan oleh pasar

(price taker), parameter penentu posisi tawar untuk

produksi pabrik yaitu jumlah, kualitas, biaya, keamanan.

Page 139: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

128

Sedangkan produk local yang dominan pada

kreasi dan ketrampilan.Karena itu parameter yang

digunakan adalah jumlah, kearifan local, spesifik,

kelangkaan, sulit digantikan dan sulit ditiru atau

direkayasa. Dalam bentuk analisis model bisa tampilkan

seperti terlihat sebagai berikut.

Produk-produk yang ditawarkan oleh masyarakat

Tanjung Balai Asahan ke Malaysia merupakan produk

yang memiliki kearifan lokal dan padat ketrampilan.

Sebaliknya, produk yang ditawarkan oleh masyarakat

Malaysia memiliki kecenderungan padat teknologi. Hal

tersebut menunjukkan bahwa produk olahan masyarakat

Tanjung Balai Asahan dan Malaysia memiliki Cross

Elastitisity of Demand (CED) ≤ 1 karena termasuk ke

dalam kategori produk komplementer atau produk yang

saling melengkapi. Contoh produk buatan masyarakat

Tanjung Balai Asahan yang berorientasi padat

ketrampilan adalah sepatu.

Produk-produk yang ditawarkan oleh masyarakat

di Singkawang, Sambas dan Pontianak antara lain tauco,

sambal, cabai, gerabah, mie, makanan kecil (snack).

Produk-produk tersebut diolah oleh industri padat

Page 140: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

129

ketrampilan.Sebaliknya, produk yang ditawarkan oleh

masyarakat Malaysia memiliki kecenderungan padat

teknologi. Hal tersebut menunjukkan bahwa produk

olahan masyarakat Singkawang, Sambas, Pontianak, dan

Malaysia memiliki Cross Elastitisity of Demand (CED)

≤ 1 karena termasuk ke dalam kategori produk

komplementer atau produk yang saling melengkapi.

Berikut ini merupakan blue print posisi tawar.

Page 141: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

130

Gambar 6. Blue Print Posisi Tawar

Page 142: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

131

Keterangan: Kasus pada kawasan Asahan(Sumut) dan

Pontianak/Sambas/ Singkawang(Kal Bar)

→ CE ≤ 1, yaitu komplementer yang ke-

dua hasil produksi di kawasan Indonesia

dan Malaysia mengisi sigmentasi pasar

masing-masing.

Berikut ini merupakan data yang diperoleh dari

penelitian ini.

1. Sebaliknya perlakuan berbeda dari negara jiran

Malaysia yang membuka lebih luas pelabuhan/

terminal ekspor di wilayah perbatasan,sehingga

untuk merealisasi ekspor ke Indonesia bisa langsung

dari lokasi ketempat tujuan yang ingin dicapai tanpa

tambahan biaya dan transportasi yang besar. Dengan

demikian negara jiran Malaysia berpeluang besar

untuk me ngambil manfaat”Creat Creation” yang

ditimbulkan adanya pengelom pokan regional antar

negara-negara Klompok Masyarakat Ekonomi

ASEAN (MEA).

Page 143: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

132

2. Pasar lokal yang jenuh mamaksa hasil produksi

mengikuti selera pelanggan lokal yang menguras

besaran laba,yang ditandai oleh Liner’s (L) ≤ 0,278.

3. Given Paradox, dikarenakan daya beli masyarakat

lagi melemah maka berlaku price taker yaitu

produsen mengikuti kondisi permintaan pelanggan

meskipun produk yang ditawarkan unik, namun tidak

berpeluang untuk melakukan ekspansi pasar ke-

wilayah potensial permintaan pasar yang lebih

tinggi(Malaysia).

4. Peminat produk hasil produksi Indonesia cukup

tinggi, hal ini terbukti pada arena pameran dagang

yang diselenggarakan di wilayah Negara

Malaysia,namun disayangkan produk yang

ditampilkan di arena pameran tersebut tidak

diperkenankan di jual oleh pemerintah Indonesia,

tetapi harus dibawa kembali ke tanah air karena

produk untuk ditampilkan di pameran belum

dikenakan pungutan yang harus di setor kapada

negara.

5. Hal yang sama berlaku juga dikawasan Kabupaten

Asahan yang berada di Sumatra Utara,yang

Page 144: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

133

berhadapan langsung dengan Port Klang di Malaysia

(ada 3 pelabuhan utama di Malaysia: Port Klang di

KL, Pulau Penang dan Pelabuhan bebas Pulau

Langkawi), sedang di Sumut hanya ada 1 (satu)

pelabuhan yang representatif yaitu pelabu han

Belawan di Medan.

6. Dari sisi internal perusahaan tercermin terjadi

pemborosan didalam proses produksi yaitu adanya

produk cacat (reject) ≥ 10%, sangat jauh dari batas

toleransi yang dibenarkan dalam TQC: max 2% yang

berakibat menggerogoti laba perusahaan.

7. Struktur biaya produksi yang kurang idial yaitu

komponen bahan baku cukup dominan: 70% dari

total biaya produksi,selanjutnya diikuti oleh biaya

overhead (20%), dan terakhir upah buruh setara

dengan UMR, hal tersebut boleh jadi rendahnya

stimulus untuk memotivasi tena ga kerja dan

berdampak pada penurunan kualitas kerja dan

memperbesar jumlah produk/jasa berkualitas

dibawah standar yang diperkenankan dalam TQC.

Page 145: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

134

6.4 TRADE CREATION CONSTRAINT

Menurut Viner (1950) dalam Arifin, dkk. (2004),

trade creation adalah pengalihan perdagangan dari

pemasok yang kurang efisien ke pemasok lain yang

lebih efisien. Rendahnya daya tawar produk Indonesia

dapat menimbulkan terjadinya trade creation, yaitu

beralihnya masyarakat Indonesia dari produk domestik

ke produk-produk impor yang memiliki daya tawar yang

lebih tinggi. Oleh karena itu, pemerintah berperan

penting dalam membuat kebijakan-kebijakan yang

membatasi terjadinya trade creation tersebut. Hal

tersebut perlu dilakukan untuk mengamankan pasar hasil

produksi dalam negeri agar tidak tergerus oleh produk-

produk dari negara lain di pasar bebas. Pengendalian

atau pembatasan trade creation disebut trade creation

constraint.

Keluwesan pemanfaatan Trade Creation dibatasi

faktor-faktor eksternal dan internal, yaitu sebagai

berikut.

1. Kebijakan pemerintah untuk membatasi

pelabuhan/terminal ekspor di kawasan toritorial

wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia(Bag Timur

Page 146: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

135

– Kalimantan): ditetapkan pelabuhan/terminal ekspor

di Pontianak, Palangkaraya dan Balik Papan, dengan

demikian terjadi hambatan masuk(bariers to entry)

produk dan jasa yang berada di Kota-kota yang

berbatasan langsung dengan perbatasan

Malaysia,seperti dari Singkawang, Sambas dan

Kota2 lainnya yang ber-batasan langsung → terjadi

penyempitan(bottlel neck) arus ba rang dan jasa dari

dan wilayah Malaysia. Sebaliknya perlakuan ber

beda dari negara jiran Malaysia yang membuka lebih

luas pelabuhan/ terminal ekspor di wilayah

perbatasan,sehingga untuk merealisasi ekspor ke

Indonesia bisa langsung dari lokasi ketempat tujuan

yang ingin dicapai tanpa tambahan biaya dan

transportasi yang besar. Dengan demikian negara

jiran Malaysia berpeluang besar untuk me ngambil

manfaat ”Create Creation” yang ditimbulkan adanya

pengelom pokan regional antar negara-negara

Klompok Masyarakat Ekonomi ASEAN(MEA).

2. Pasar lokal yang jenuh mamaksa hasil produksi

mengikuti selera pelanggan lokal yang menguras

besaran laba,yang ditandai oleh Liner’s(L) ≤ 0,278.

Page 147: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

136

3. Given Paradox, dikarenakan daya beli masyarakat

lagi melemah maka berlaku price taker yaitu

produsen mengikuti kondisi permintaan pelanggan

meskipun produk yang ditawarkan unik, namun tidak

berpeluang untuk melakukan ekspansi pasar ke-

wilayah potensial permintaan pasar yang lebih

tinggi(Malaysia).

4. Peminat produk hasil produksi Indonesia cukup

tinggi, hal ini terbukti pada arena pameran dagang

yang diselenggarakan di wilayah Negara

Malaysia,namun disayangkan produk yang

ditampilkan di arena pameran tersebut tidak

diperkenankan di jual oleh pemerintah Indonesia,

tetapi harus dibawa kembali ke tanah air karena

produk untuk ditampilkan di pameran belum

dikenakan pungutan yang harus di setor kapada

negara.

5. Hal yang sama berlaku juga dikawasan Kabupaten

Asahan yang berada di Sumatra Utara,yang

berhadapan langsung dengan Port Klang di

Malaysia(ada 3 pelabuhan utama di Malaysia:Port

Klang di KL,Pulau Penang dan Pelabuhan bebas

Page 148: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

137

Pulau Langkawi),sedang di Sumut hanya ada 1(satu)

pelabuhan yang representatif yaitu pelabu han

Belawan di Medan.

6. Dari sisi internal perusahaan tercermin terjadi

pemborosan didalam proses produksi yaitu adanya

produk cacat(reject) ≥ 10%, sangat jauh dari batas

toleransi yang dibenarkan dalam TQC: max 2% yang

ber akibat menggrogoti laba perusahaan.

7. Struktur biaya produksi yang kurang ideal yaitu

komponen bahan baku cukup dominan:70% dari total

biaya produksi,selanjutnya diikuti oleh biaya

overhead(20%), dan terakhir upah buruh setara

dengan UMR, hal tersebut boleh jadi rendahnya

stimulus untuk memotivasi tena ga kerja dan

berdampak pada penurunan kualitas kerja dan

memperbesar jumlah produk/jasa berkualitas

dibawah standar yang diperkenankan dalam TQC.

6.5 ANALISIS DIAGRAM TULANG IKAN

Berdasarkan hasil survey dilapangan baik

dengan instansi pemerintah melalui Dinas Usaha Kecil

dan Menengah Singkawang, Sambas, Pontianak profinsi

Page 149: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

138

Kalimantan Baratdan Tanjung Balai Medan Sumatera

Utara maupun wawancara langsung secara mendalam

dengan pelaku usaha, maka ada beberapa masalah yang

berhasil diidentifikasi terhadap kuranggnya posisi tawar

produk IKM yang menjadikan masih rendahnya daya

saing produk IKM khususnya daerah perbatasan, yaitu:

1. Manusia : Faktor sumber daya manusia yang menjadi

kelemahan utama adalah masih rendahnya pendidikan

(mayaoritas lulusan Sekolah Menengah Pertama) dan

kurangnya pelatihan. Sehingga daya kreativitas,

inovasi dan produktivitasnya menjadi rendah.

2. Pengukuran: Pengukuran faktor-faktor produksi

yang digunakan untuk input produksi yang menjadi

hambatan adalah kurangnya valid dan reliable.Hal ini

yang menjadi salah factor terjadinya in efisiensi.

3. Metode: Metode yang digunakan untuk proses

produksi rata-rata kurang optimal.

4. Bahan baku: Bahan baku yang digunakan untuk

proses produksi baik kualitas masih ada yang kurang

kualitasnya dan harganya masih terlalu mahal. Ini

yang menjadikan proses produksi kurang efisien.

Page 150: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

139

5. Teknologi: Faktor teknologi yang cukup signifikan

dalam mempengaruhi produktivitas adalah masih

dipakainya tenaga kerja manual dan atau pemakaian

teknologi yang masih rendah.

6. Lingkungan: faktor lingkungan yang mempengaruhi

daya saing dan posisi tawar produk IKM adalah

pemerintah dan pesaing. Factor pemerintah dalam

bentuk kebijakan dan factor pesaing adalah

keunggulan daya saing baik harga maupun kualitas

produk.

Keenam factor inilah yang menjadi penyebab

produktivitas, kinerja dan posisi tawar produk IKM di

kawasan daerah perbatasan Indonesia-Malaysia masih

rendah dan sebagai akibatnya daya saing produk menjadi

lemah.

6.6 MODEL PENGUATAN POSISI TAWAR

Terdapat dua model yang dapat digunakan untuk

merumuskan posisi tawar dari suatu IKM di dalam pasar,

yaitu market-based model (model berbasis pasar) dan

resource/knowledge-based model (model berbasis

sumber daya/pengetahuan). Market-based model

Page 151: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

140

merupakan suatu model yang menekankan bahwa posisi

tawar suatu produk cenderung dipengaruhi oleh faktor-

faktor pasar. Market-based model merupakan model

yang digunakan untuk merumuskan posisi tawar dari

suatu produk biasa yang cenderung tidak memiliki ciri

khas tertentu. Produk-produk yang memiliki

karakteristik tersebut biasanya merupakan produk-

produk pabrik yang proses produksinya tidak

memerlukan keterampilan dan kreativitas tertentu yang

unik. Harga dari produk dengan karakteristik tersebut

biasanya ditentukan oleh pasar, sehingga produsen hanya

berperan sebagai price taker yang menerima harga yang

telah ditentukan oleh pasar tersebut.

Parameter yang menentukan posisi tawar IKM

yang memproduksi dan/atau menjual produk pabrik yang

cenderung tidak memiliki ciri khas tertentu tersebut

antara lain jumlah (amount), kualitas (quality), biaya

(cost), waktu pengiriman (delivery time), keamanan

(security), dan moral/etika (morale/ethics). Berikut ini

merupakan rumus posisi tawar suatu produk berdasarkan

market-based model.

Page 152: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

141

Keterangan:

A = Jumlah (amount)

Q = Kualitas (quality)

C = Biaya (cost)

D = Waktu pengiriman (delivery time)

S = Keamanan (security)

M = Moral/etika (morale)

Model tersebut merujuk pada model Five Force

dari Porter. Menurut Porter (2008), ada lima hal yang

menentukan tingkat persaingan dan daya tarik pasar

dalam suatu industri, yaitu rivalitas kompetitif dalam

industri (competitive rivalry within the industry),

tantangan bagi para pendatang baru (threat of new

entrants), tantangan bagi produk substitusi (threat of

substitute products), daya tawar pemasok (bargaining

power of suppliers), dan daya tawar para pembeli

(bargaining power of buyers/consumers).

Model ini selalu mengawali pemikiran dengan

melihat pasarnya terlebih dahulu, menganalisis

∑MB = a∑A + b∑Q + c∑C + d∑D+ e∑S +f∑M

Page 153: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

142

lingkungan eksternal (industri), serta melihat dinamisme

suatu lingkungan industri tempat dimana suatu

perusahaan bergerak (the dynamic of industry

environment), khususnya terhadap para pesaing

(competitors), pelanggan (customers), pemasok

(suppliers) dan produk pengganti (subsitute products).

Fokus penyusunan strategi bersaing dari market-based

view diletakkan pada upaya untuk mengamankan dan

memproteksi pasar dengan cara membuat rintangan bagi

para pesaing agar mereka mengalami kesulitan untuk

memasuki pasar (barriers to entry).

Model lainnya yang dapat digunakan untuk

merumuskan posisi tawar dari suatu IKM di dalam pasar,

yaitu resource/knowledge-based model (model berbasis

sumber daya/pengetahuan). Resource-based model

merupakan suatu model yang menekankan bahwa posisi

tawar suatu produk cenderung dipengaruhi oleh faktor-

faktor superioritas nilai dan keunikannya. Artinya,

kemampuan seorang produsen dalam menghasilkan

produk yang memiliki nilai yang superior dan unik, serta

tidak mudah ditiru dan digantikan memiliki peran yang

Page 154: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

143

penting dalam menentukan posisi tawarnya sekaligus

harga dari produk yang diproduksinya.

Resource-based model merupakan model yang

digunakan untuk merumuskan posisi tawar dari suatu

produk yang memiliki ciri khas tertentu yang unik dan

membedakannya dari produk-produk yang lainnya.

Produk-produk yang memiliki karakteristik tersebut

biasanya merupakan produk-produk yang dalam proses

produksinya memerlukan keterampilan dan kreativitas

tertentu yang unik. Harga dari produk dengan

karakteristik tersebut biasanya ditentukan oleh produsen,

sehingga produsen berperan sebagai price setter yang

menentukan harga dari suatu produk di dalam pasar.

Adapun parameter yang menentukan posisi tawar

IKM yang memproduksi dan/atau menjual produk lokal

yang memiliki ciri khas tertentu yang unik tersebut

antara lain jumlah (amount), kearifan lokal (local

wisdom), spesifikasi (spesification), kelangkaan

(scarcity), tingkat kesulitan untuk digantikan

(irreplaceability), dan tingkat kesulitan untuk ditiru atau

direkayasa (difficulty level to imitate). Berikut ini

Page 155: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

144

merupakan rumus posisi tawar suatu produk berdasarkan

resource/knowledge-based model.

Keterangan:

A = Jumlah (amount)

L = Kearifan lokal (local wisdom)

SP = Spesifikasi (spesification)

SC = Kelangkaan (scarcity)

I = Tingkat kesulitan untuk digantikan

(irreplaceability)

DI = Tingkat kesulitan untuk ditiru (difficulty level

to imitate)

Resource/knowledge-based model menekankan

bahwa posisi tawar suatu produk cenderung dipengaruhi

oleh faktor-faktor unik yang berkaitan dengan

keterampilan produsen untuk membuat ciri khas tertentu

pada suatu produk yang membedakan produk tersebut

dari produk lainnya. Barney dalam Sangkala (2006) juga

mengemukakan bahwa suatu sumber daya dianggap

strategik apabila memiliki nilai tertentu, langka, sukar

atau mustahil untuk ditiru oleh para pesaing, dan tidak

∑RB = a∑A + b∑L + c∑SP + d∑SC + e∑I+ f∑DI

Page 156: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

145

dapat digantikan oleh tipe/jenis sumber daya lainnya.

Artinya, produsen yang mampu memproduksi produk

dengan nilai khas tertentu yang langka, sukar atau

mustahil untuk ditiru, dan tidak dapat digantikan oleh

tipe/jenis sumber daya lainnya cenderung memiliki

posisi tawar yang lebih baik dari produsen lainnya yang

tidak mampu memproduksi produk dengan karakteristik-

karakteristik tersebut.

Resource-based model mengemukakan bahwa

suatu perusahaan dapat memperoleh laba di atas normal

secara berkelanjutan jika memiliki sumber daya yang

superior karena nilainya, keunikannya, tingkat

kesulitannya untuk ditiru, dan tingkat kesulitannya untuk

digantikan (Grant, 1991). Menurut Fahy dan Smithee

(1999), resouce-based view diawali oleh asumsi bahwa

hasil yang diinginkan oleh manajemen perusahaan

adalah competitive advantage yang akan menguntungkan

perusahaan secara ekonomis. Kemudian, fokus tersebut

berkembang pada bagaimana perusahaan mencapai dan

mempertahankan competitive advantage tersebut.

Page 157: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

146

6.7 METODE PENGUATAN POSISI TAWAR

INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH (IKM)

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan

untuk memperkuat posisi tawar IKM di pasar, yaitu

sebagai berikut.

1. Penciptaan Nilai (Value Creation)

IKM perlu menciptakan produk yang memiliki nilai

yang superior dengan spesifikasi yang unggul dan

ciri khas yang unik, sehingga sulit untuk ditiru oleh

para pesaing dan sulit untuk digantikan dengan

produk-produk lainnya. Keunggulan spesifikasi dan

keunikan produk tersebut diharapkan dapat menarik

konsumen untuk membeli produk tersebut,

sedangkan kesulitan produk untuk ditiru dan

digantikan diharapkan dapat memicu konsumen

untuk senantiasa membeli produk tersebut dari

produsen aslinya.

2. Kepuasan Pelanggan (Customers Satisfation)

Dalam menciptakan produk, IKM diharapkan tidak

hanya berfokus pada keunikan produk, tetapi juga

perlu memperhatikan manfaat utama yang

diharapkan oleh konsumen dari produk tersebut

Page 158: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

147

sehingga konsumen dapat merasa puas dengan

produk tersebut dan tertarik untuk melakukan

pembelian kembali secara berulang-ulang

(repurchase).

3. Kesetiaan Pelanggan (Customers Loyalty)

Agar dapat menciptakan kesetiaan pelanggan

(customers loyalty), IKM harus mampu

memposisikan dirinya di posisi yang strategis di

benak pelanggan, sehingga pelanggan mau bersikap

loyal kepada IKM tersebut. Salah satu cara untuk

memposisikan IKM di posisi yang strategis di benak

pelanggan yaitu dengan senantiasa menciptakan

produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan

pelanggan, berkualitas tinggi, berspesifikasi unggul,

unik, sulit untuk ditiru dan sulit untuk digantikan,

serta dengan membangun hubungan yang baik

dengan pelanggan.

4. Pembangunan Nama Baik (Reputable)

Agar dapat membangun nama baiknya, suatu IKM

perlu menjamin bahwa produknya senantiasa

berkualitas unggul dengan tidak mengandung cacat-

cacat yang dapat mengurangi kualitas produk

Page 159: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

148

tersebut. Oleh karena itu, IKM perlu menjamin

bahwa proses produksi selalu berjalan sesuai dengan

prosedur yang telah ditentukan sebelumnya, sehingga

tidak terjadi kesalahan-kesalahan yang dapat

mengurangi kualitas produk.

Page 160: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

149

DAFTAR PUSTAKA

Agenda Nawacita, Membangun Industri yang Tangguh

dan Berdaya Saing, 04, 2014 Media Industri, Pusat Komunikasi Publik, Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu

Pendekatan Praktek. Edisi Keempat. Jakarta: Rineka Cipta.

Barney, J.B. (1991). Firm Resources and Sustained

Competitive Advantage. Journal of Management, Vol. 17. No.9.

Biro Pusat Statistik (BPS). 2017. Fahy, J. dan A. Smithee. (1999). Strategic Marketing and

the Resource Based View of the Firm. Academy of Marketing Science Review. 10.

Ferdinand, A.T. (2013). Metode Penelitian Manajemen,

BP. Semarang: Universitas Diponegoro. Gaspersz, V. (2006). Lean-Sigma Approach. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama. Global Competitiveness Report 2013-2014, Edisi 02

Kina Media Ekuitas Produk Indonesia, Pusat Komunikasi Publik, Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, Jakarta

Page 161: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

150

Grant, R.M. (1991). The Resource-Based Theory of Competitive Advantage: Implications for Strategy Formulation. California Management Review, 33(3), 114-135.

Hafsah, M.J. (2004). Upaya Pengembangan Usaha Kecil

dan Menengah (UKM). Jurnal Infokop. Nomor 25 Tahun XX.

Hamel dan Prahalad. (1994). Competing for The Future.

New York: Harvard Business Press. Kemenprind Gelar Pisah Sambut dan Serah Terima

Jabatan,tanggal 26 Oktober 2014: Kennett, D. (2001). A New View of Comparative

Economic Systems. Harcourt College Publisher, Inc.

Kohls, R.L dan J.N. Uhl. (1980). Marketing of

Agricultural Products. New York: Macmillan Publishing.

Lilien G.L., Kotler, P. dan Moorthy, K.S. (1992).

Marketing Models. New Jersey: Prentice Hall International Corporation.

Maulana, A. (2013). MP3EI dan Pembangunan

Kompetensi Inti Industri Daerah dalam Rangka Meningkatkan Daya Saing Negara. Majalah Agrimedia, 18(2), 35-43.

Page 162: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

151

Media Ekuitas Produk Indonesia: Kina, Edisi 02, 2014. Media Industri Menuju Kehidupan yang Lebih Baik,

Edisi No 04, 2014. Media Informasi Perwilayahan Industri:Kawasan,Edisi

03, Oktober 2012. Mikkelsen, B. (2003). Metode Penelitian Partisipatoris

dan Upaya-upaya Pemberdayaan. Edisi Pertama. Jakarta: Yayasan Obor.

Anoraga, P. dan D. Sudantoko. 2002. Koperasi,

Kewirausahaan, dan Usaha Kecil. Jakarta: Rineka Cipta.

Porter, M.E. (1980). Competitive Strategy: Techniques

for Analyzing Industries and Competitors. New York: T he Free Press.

Porter, M.E. (1985). Competitive Advantage: Creating

and Sustaining Superior Performance. New York: The Free Press.

Porter, M.E. 2008. The Five Competitive Forces that

Shape Strategy. Harvard Business Review, 86(1), 79-93.

Sangkala. 2006. Intelectual Capital Management. Edisi

Pertama. Jakarta: YAPENSI.

Page 163: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

152

Schwab, K. 2014. The Global Competitiveness Report 2014-2015. Geneva: World Economic Forum.

Setiawan, A.H. (2004). Fleksibilitas Strategi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah, Dinamika Pembangunan Universitas Diponegoro. Semarang.

Subanar, H. (2001). Manajemen Usaha Kecil.

Yogyakarta: BPFE. Sugiyono, (2004). Metode Penelitian Bisnis, Penerbit

Alfabeta, Bandung Suhardjono. (2003). Manajemen Perkreditan Usaha

Kecil dan Menengah.Yogyakarta: BPFE Suryana. (2000). Ekonomi Pembangunan: Problematika

dan Pendekatan. Jakarta: Salemba Empat. Suryana. (2003). Kewirausahaan. Pedoman Praktis,

Kiat dan Proses Menuju Sukses. Tannady, H. (2015). Pengendalian Kualitas.

Yogyakarta: Graha Ilmu. Partomo, T.S. dan A.R. Dejoedono. (2002). Ekonomi

Skala Kecil Menengah dan Koperasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Tambunan, T.H. 2002. Usaha Kecil dan Menengah di

Indonesia: Beberapa Isu Penting, Penerbit Jakarta: Salemba Empat.

Page 164: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

153

Husaini. (1999). Model Saka Sakti: Pergeseran

Paradigma Bersaing di Era Globalisasi. Edisi 03. Kawasan, Media Informasi Kewilayahan Industri, Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, Jakarta

www.ukm.indonesia.net, Jan-Feb,2013: Menjadikan

Indonesia Sebagai Indonesia.

Page 165: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

154

BIODATA PENULIS

Suryono Efendi

Dosen Tetap Program Studi

Manajemen Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Nasional Jakarta

(1991-sekarang) dengan pangkat

Akademik Lektor Kepala.

Menyelesiakan pendidikan S3

Manajemen di Universitas

Diponegoro tahun 2015.

Sufyati HS

Dosen Tetap Program Studi

Manajemen Fakultas Ekonomi dan

Bisnis- Universitas Nasional Jakarta

(1991-sekarang) dengan pangkat

Akademik Lektor Kepala.

Menyelesaikan pendidikan S3

Ekonomi Islam di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2016.

Page 166: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

155

Edi Sugiono

Dosen Tetap Program Studi

Manajemen Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Nasional

Jakarta (2007-sekarang) dengan

pangkat akademik Lektor.

Menyelesiakan pendidikan S3

Manajemen di Universitas

Brawijaya tahun 2018.

Eddy Guridno

Dosen Tetap Program Studi

Manajemen Fakultas Ekonomi

Universitas Nasional Jakarta

dengan pangkat akademik Lektor.

Menyelesaikan pendidikan S2

Manajemen di Universitas

Nasional.

Page 167: PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

156

DiterbitkanOleh:NusaLiteraInspirasiJl.KH.ZainalArifin

KabupatenCirebon,JawaBaratPhone:0857–1644–6889www.nusaliterainspirasi.com