-
48
BBBBABABABAB IVIVIVIV
PENGUJIANPENGUJIANPENGUJIANPENGUJIAN
PENGUATPENGUATPENGUATPENGUAT KELASKELASKELASKELAS DDDD
TANPATANPATANPATANPA TAPISTAPISTAPISTAPIS LCLCLCLC
Bab ini akan menjelaskan pengujian dari penguat kelas D tanpa
tapis LC yang
dibuat.Pengujian ini terdiri dari dua utama yaitupengujian untuk
mengetahui kinerja
modulator dan pengujian untuk menentukan sejauh mana spesifikasi
penguat kelas Dtanpa
tapis LC yang telah dibuat memenuhi target yang diinginkan.
Subbab 4.1 akanmenjelaskan pengujian kinerja modulator. Pada
pengujian ini akan
diketahuitanggapan frekuensi darinoise transfer function (NTF)
dan signal transfer function
(STF)hasil perancangan. Selain itu, akan dilakukan pengujian
pula pada kestabilan
modulator yang dapat dilihat pada keterbatasan isyarat error
keluaran dari tapis
.Selanjutnya, penulis akan menguji pembentukan spektral
derauyang terjadi pada
bagian keluaran dari penguat kelas D yang telah dibuat.
Pada subbab 4.2 penulis akan menjelaskan pengujian kinerja
penguat kelas D tanpa
tapis LC secara keseluruhan untuk mengetahui sejauh mana
spesifikasi dari penguat kelas
D yang telah dibuat tercapai.
4.1.4.1.4.1.4.1. PPPPengujianengujianengujianengujian
KKKKinerjainerjainerjainerja
MMMModulatorodulatorodulatorodulator
Pada subbab 4.1.1akan menjelaskan mengenai pengujian tanggapan
frekuensiNTF
dan STF yang telah dirancang. Pengujian ini bertujuan untuk
melihat apakah tanggapan
frekuensi NTF dan STF telah sesuai dengan perancangan yang telah
dilakukan.
Kemudian, pada subbab 4.1.2 penulis akan menjelaskan pengujian
kestabilan dari
modulator untuk melihat apakah modulator yang telah dibuat
stabil. Untuk menguji
kestabilan dari modulator yang dibuat, penulis akan
melihatkeluaran dari tapis yaitu
isyarat error ( ). Jika modulator yang dibuat stabil isyarat
error ( ) ini akan mempunyai
nilai yang terbatas (kurang dari tegangan catu daya yang
digunakan).
Subbab 4.1 ini akan diakhiri oleh subbab 4.1.3 yang akan
memperlihatkan
pengujian dari pembentukan spektral derau pada bagian keluaran
penguat kelas D yang
telah penulis rancang untuk mengetahui apakah spektral derau
pada keluaran penguat telah
sesuai dengan yang diharapkan atau tidak.
-
49
4.1.1.4.1.1.4.1.1.4.1.1. PengujianPengujianPengujianPengujian
TanggapanTanggapanTanggapanTanggapan
FrekuensiNFrekuensiNFrekuensiNFrekuensiNTFTFTFTF dandandandan
SSSSTFTFTFTF
Bab 4.1.1 ini akan terbagi menjadi dua pengujian yaitu pengujian
NTF yang akan
dijelaskan pada subbab 4.1.1.1 dan pengujian STF yang akan
dijelaskan pada subbab
4.1.1.2.
4.1.1.4.1.1.4.1.1.4.1.1.1.1.1.1.
PengujianPengujianPengujianPengujian
TanggapanTanggapanTanggapanTanggapan
FrekuensiFrekuensiFrekuensiFrekuensi NTFNTFNTFNTF
Pengujian ini untuk melihat apakah tanggapan frekuensi dari NTF
yang telah
direalisasikan sesuai dengan perancangan yang telah
dilakukan.Pada perancangan, NTF
mempunyai tanggapan frekuensi lolos atas dengan frekuensi
penggal ada pada 40 kHz.
Diagram kotak dari pengujian tanggapan NTF ini dapat dilihat
pada Gambar 4.1 di
bawah ini dengan W(s) merupakan tapis W(s) yang telah
direalisasikan dengan rangkaian
RC-Opamp seperti yang telah penulis jelaskan pada bagian
perancangan.
Gambar 4.1. GambaranPengujianTanggapan Frekuensi NTF.
Pengukuran dari tanggapan frekuensi NTF dilakukan dengan
prosedur sebagai
berikut,
1. Susun tapis W(s) sesuai dengan Gambar 4.1.
2. Ukur besarnya tegangan isyarat masukan yang berasal dari
function generator
(U1). Pada pengukuran ini diberikan tegangan isyarat masukan
sinus U1 sebesar
1 Vp.
3. Variasikan frekuensi isyarat U1 secara bertahap dengan
besarnya amplitude
isyarat U1 dijaga tetap konstan. Ukur besarnya amplitudo isyarat
keluaran (U2)
dengan osiloskop pada setiap frekuensi. Besarnya frekuensi yang
diberikan dari
20 Hz – 40 kHz.
-
50
4. Perbandingan tegangan keluaran U2 dengan tegangan isyarat
masukan U1 pada
setiap frekuensi diekspresikan dalam decibels yaitu .
5. Gambar hasil perbandingan dalam decibels dalam fungsi
frekuensi.
Dengan metode di atas diperoleh hasil pengukuran tanggapan
frekuensi NTF yang
dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Hasil Pengujian TanggapanFrekuensi NTF.
Gambar 4.2 menunjukkan grafik tanggapan frekuensi NTF yang
dirancang.Dari
gambar di atas dapat dilihat frekuensi penggal dari NTF ada pada
frekuensi 34 kHz.Nilai
frekuensi penggal meleset dari nilai yang diharapkan yaitu 40
kHz.Hal ini dapat dianalisa
karena penguatan yang terjadi pada komponen integrator pada
tapis mempunyai
penguatan yang sangat besar ( hingga ) dan berpengaruh pada
lebar pitadari
rangkaian Opamp yang digunakan. Penguatan yang besar akan
menyebabkan berkurangnya
lebar pita pada tiap rangkaian integrator yang digunakan.
4.1.4.1.4.1.4.1.1.21.21.21.2....
PengujianPengujianPengujianPengujian
TanggapanTanggapanTanggapanTanggapan
FrekuensiFrekuensiFrekuensiFrekuensi STFSTFSTFSTF
Pengujian ini dilakukan untuk melihat tanggapan frekuensi
STFyang telah
direalisasikan sesuai dengan perancangan yang telah dilakukan.
STF diharapkan
-
51
mempunyai penguatan yang rata pada frekuensi 20 – 20 kHz karena
STF akan menentukan
tanggapan frekuensi dari keseluruhan penguat kelas D yang
dirancang.
Diagram kotak dari pengujian tanggapan STF ini dapat dilihat
pada Gambar 4.3 di
bawah ini
Gambar 4.3. GambaranPengujianTanggapan FrekuensiSTF.
Pada pengujian STF akan digunakan alat bantu berupa perangkat
lunak SpectraLAB.
Hal ini dapat dilakukan karena frekuensi pengukuran hanya pada
rentang frekuensi 20 Hz –
20 kHz saja sehingga dapat digunakan alat bantu perangkat lunak
pada komputer/PC (kartu
suara komputer dapat menjangkau frekuensi ini).
Langkah-langkah pengujian denganperangkat lunak SpectraLAB
adalah sebagai
berikut :
1. Menghubungkan kanal kiri keluaran kartu bunyi dengan kanal
masukan
rangkaian yang akan diuji dan keluaran rangkaian uji dengan
masukan kanal kiri
kartu bunyi. Sedangkan kanal kanan keluaran kartu bunyi akan
dihubungkan
dengan kanal kanan masukan kartu bunyi (kanal kanan kartu bunyi
di-loopback).
Kanal kiri keluaran kartu bunyi digunakan sebagai masukan ke
rangkaian uji
sedangkan kanal kanan keluaran kartu bunyi digunakan sebagai
isyarat acuan.
Keluaran darirangkaian uji dimasukkan ke kanal kiri masukan
kartu bunyi dan
dibagi dengan isyarat acuan pada kanal kanan masukan kartu bunyi
yang
besarnya sama dengan isyarat masukan ke rangkaian uji untuk
mencari
-
52
tanggapan frekuensi rangkaian uji. Pembagian ini dilakukan dalam
ranah
frekuensi.
2. Mengatur pengaturan perangkat lunak SpectraLab dengan
pengaturan sebagai
berikut.
- Ragam : real time
- FFT : 4096
- Averaging : infinite
- Peak hold : off
- Smoothing window : Hanning
- Dual channel spectral processing : real transfer function
left/ right
- Amplitudo scalling : logaritmic
- Spectral weighting : flat
3. Mengaktifkan derau putih dan merekam kedua masukan pada jalur
masukan
kartu bunyi (isyarat acuan dan keluaran penguat daya audio).
4. Menampilkan hasil pengujian dalam bentuk grafik magnitudo
tanggapan
frekuensi rangkaian uji sebagai fungsi frekuensi (tanggapan
frekuensi STF).
Dengan metode di atas diperoleh hasil pengukuran tanggapan
frekuensi STF yang
dapat dilihat pada Gambar 4.4.
-
53
Gambar 4.4.Hasil Pengujian TanggapanFrekuensiSTF.
Gambar 4.4 menunjukkan grafik tanggapan frekuensi STF yang
dirancang. Dari
gambar di atas dapat dilihat bahwa STF mempunyai tanggapan
frekuensi yang relatif rata
pada frekuensi 20 Hz – 20 kHzdengan toleransi 0,38 dB. Hasil ini
sesuai dengan yang
diharapkan yaitu tanggapan frekuensi STF akan mempunyai
penguatan yang rata pada
frekuensi audio (20 Hz – 20 kHz) dengan toleransi 0,5 dB.
4.1.2.4.1.2.4.1.2.4.1.2. PengujianPengujianPengujianPengujian
KestabilanKestabilanKestabilanKestabilanModulatorModulatorModulatorModulator
Pengujian ini bertujuan untuk melihat apakah modulator yang
dibuat stabil atau
tidak.Modulator akan dikatakan stabil ketika isyarat error
keluaran ( ) mempunyai nilai
yang terbatas [5]. Isyarat yang terbatas dapat ditunjukkan
dengan melihat apakah isyarat
terbatas nilainya, tidak terpotong (clipping) pada aras tegangan
catu daya yang digunakan.
Pada metode noise-shaping coding, setiap proses pencuplikan,
isyarat akan
diarahkan untuk menuju 0, seperti yang diilustrasikan pada
Gambar 4.5 [18].Hal ini
menyebabkan keterbatasan dari isyarat error dan menyebabkan
modulator stabil.
Keterbatasan dari isyarat error ini akan mempunyai nilai
maksimal sesuai dengan
persamaan 2.17 yaitu , dimana dan adalah matriks masukan dan
keluaran
dari persamaan state variable tapis yang telah dirancang dan
adalah periode dari
frekuensi sampling yang digunakan.
Gambar 4.5. Ilustrasi Keterbatasan Isyarat [18].
Pada perancangan yang telah dilakukan, didapatkan nilai matriks
dan adalah,
-
54
dan
,
dan frekuensi cuplik yang digunakan sebesar 1 MHz sehingga
didapatkan .
Sehingga dari persamaan 2.17 akan didapatkan .
Isyarat error ( ) ini dapat dilihat pada keluaran dari tapis
G(s) setelah tapis G(s)
diimplementasikan ke dalam penguat kelas D tanpa tapis LC yang
dirancang seperti yang
dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6. PengujianIsyarat padaKeseluruhanPenguat Kelas D yang
Telah Dibuat.
Isyarat ini akan diamati menggunakan osiloskop sesuai dengan
Gambar 4.6.
Pengamatan isyarat ini akan dilakukan dengan kondisi isyarat
masukan dinolkan atau
dihubungkan ke tanah (ground). Hasil dari pengujian ini dapat
dilihat pada Gambar 4.7.
-
55
Gambar 4.7. Keterbatasan Isyarat yang Diamati dengan Osiloskop
(besarnya
Volts/div = 2 Volt).
Dari Gambar 4.7 dapat dilihat Volt. Nilai ini cukup jauh dengan
nilai
hasil perhitungan, yaitu 0,81.Hal ini disebabkan oleh
ketidaksesuaian frekuensi
respon yang dihasilkan oleh rangkaian tapis dengan perancangan
yang telah
dibuat.Namun, hal ini tidak menjadi masalah karena dapat dilihat
bahwa isyarat
mempunyai nilai yang terbatas meskipun tidak sesuai dengan
perhitungan.Ini menunjukkan
bahwa modulator yang dibuat telah stabil.
4.1.3.4.1.3.4.1.3.4.1.3. PPPPengujianengujianengujianengujian
PPPPembentukanembentukanembentukanembentukan DDDDerauerauerauerau
((((NNNNoise-oise-oise-oise-SSSShapinghapinghapinghaping))))
yangyangyangyang TTTTerjadierjadierjadierjadi padapadapadapada
BBBBagianagianagianagian
KKKKeluaraneluaraneluaraneluaran
PPPPenguatenguatenguatenguat
Teknik penyandian noise-shaping yang dipakai dalam perancangan
penguat kelas D
bertujuan membentuk spektral derau pada bagian keluaran dengan
menekan derau pada
frekuensi audio (20 – 20 kHz) dan memindahkannya ke frekuensi
yang lebih tinggi dari
frekuensi audio. Pada perancangan, derau pada keluaran akan
dibentuk dengan tanggapan
frekuensi lolos atas dengan frekuensi penggal sebesar 40 kHz
seperti yang telah penulis
jelaskan pada subbab 3.1. Derau yang terbentuk pada keluaran
penguat diamati dengan
menggunakan spectrum analyzer (SR760 FFT Spectrum Analyzer)
dengan kondisi masukan
dinolkan (dihubungkan dengan terminal ground).Gambaran pengujian
dapat dilihat seperti
pada Gambar 4.8.
-
56
Gambar 4.8.Gambaran Pengujian Pembentukan Derau yang Terjadi
pada Bagian Keluaran
Penguat Kelas D Tanpa Tapis LC yang Telah Dibuat.
Hasil dari pengujian pembentukan spektral derau yang terjadi
pada penguat kelas D
tanpa tapis LC yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 4.9 di
bawah ini.
Gambar 4.9. Spektral Derau yang Terbentuk pada Keluaran Penguat
Kelas D Tanpa Tapis
LC yang Dirancang.
Dapat dilihat dari Gambar 4.9 bahwa spektrum keluaran dari
penguat kelas D yang
penulis rancang telah dapat menekan derau hingga -45 dB pada
frekuensi 20 Hz hingga
frekuensi sekitar 10 kHz kemudian spektrum derau akan mulai
meningkat hingga -25 dB
pada frekuensi 20 kHz. Bentuk dari spektrum keluaran pada
frekuensi 20 Hz – 40 kHz telah
-
57
membentuk tanggapan tapis lolos tinggi, namun frekuensi
penggalnya tidak sesuai dengan
tanggapan frekuensi NTF seperti yang telah diuji pada subbab
4.1.1.1.Pada pengujian ini
didapatkan frekuensi penggalnya ada pada frekuensi 22 kHz, tidak
sesuai dengan tanggapan
NTF yang terukur yaitu 34 kHz.Hal ini disebabkan tapis telah
diimplementasikan ke
dalam rangkaian penguat secara keseluruhan. Keterbatasan dari
GBW opamp yang
digunakan menyebabkan berubahnya frekuensi penggal dari
tanggapan NTF. Telah
disebutkan sebelumnya bahwa pada bagian integrator dari tapis
yang dirancang mempunyai
penguatan yang sangat besar (dapat mencapai 106) dan setelah
diimplementasikan ke dalam
rangkaian, tapis akan mengolah isyarat dengan frekuensi hingga 1
MHz, sehingga
dibutuhkan opamp dengan GBW yang besar.
4.2.4.2.4.2.4.2. PPPPengujianengujianengujianengujian
KKKKinerjainerjainerjainerja
KKKKeseluruhaneseluruhaneseluruhaneseluruhan
PPPPenguatenguatenguatenguat
Pengujian terhadap penguat kelas D tanpa tapis LC dengan
modulasi tiga aras yang
dirancang meliputi [12], [13]:
1. Pengukuran daya keluaran maksimum
2. Pengukuran (Total Harmonics Distortion) THD
3. Pengukuran tanggapan frekuensi
4. Pengukuran kepekaan penguat
5.Pengukuran Signal to Noise Ratio (SNR)
6.Pengukuran efisiensi penguat
Masing-masing pengukuran di atas akan diuraikan lebih lanjut
pada subbab-subbab
bawah ini.
4.2.1.4.2.1.4.2.1.4.2.1.PPPPengukuranengukuranengukuranengukuran
DayaDayaDayaDaya KeluaranKeluaranKeluaranKeluaran
MaksimumMaksimumMaksimumMaksimum
Pengukuran ini bertujuan untuk mengukur daya keluaran maksimum
yang dapat
dihasilkan oleh penguat yang telah dibuat. Penguat audio yang
dirancang diharapkan
mampu menghasilkan daya keluaran maksimum sebesar 20 Watt.
Adapun pengukuran ini dilakukan dengan gambaran sebagai
berikut:
-
58
Gambar 4.10.Gambaran Pengukuran Daya Keluaran dari Penguat
Audio.
Untuk mengukur besarnya tegangan isyarat masukan digunakan
peranti spectrum
analyzer (SR760 FFT Spectrum Analyzer). Masukan isyarat uji akan
berupa isyarat sinus
dari function generator(GFG-813Function Generator).
Pengukuran THD dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Susun penguat seperti pada gambar 4.10.
2.Penguat diberikan isyarat masukan sinus dengan frekuensi 1
kHz. Amplitudo
isyarat masukan dinaikkan hingga terjadi distorsi pada keluaran
yang akan
diamati dengan spektrum analyzer. Isyarat keluaran sebelum
terjadinya distorsi
ini merupakan amplitudo maksimum yang dihasilkan penguat (catat
sebagai
Vmax).
3. Daya keluaran dapat dihitung sebagai berikut
.
Gambar 4.11 di bawah ini menunjukkan spektrum keluaran dari
penguat sebelum
terjadi distorsi (a) dan sesudah terjadi distorsi (b).
-
59
(a) (b)
Gambar 4.11. (a). Spektrum Keluaran Penguat Ketika Tegangan
Keluaran Sebesar 5,3 Volt.
(b) Spektrum Keluaran Penguat Ketika Tegangan Keluaran Sebesar
5,7 Volt.
Dari hasil pengujian, amplitudo maksimum penguat sebelum
terjadinya distorsi
pada keluaran adalah sebesar Vmax = 5.3 Volt. Ketika tegangan
masukan dinaikkan
sehingga tegangan pada keluaran lebih dari 5,3 Volt, terjadi
distorsi pada keluaran seperti
dapat dilihat pada gambar 4.11 (b) untuk tegangan keluaran
penguat sebesar 5,7 Volt akan
terjadi kenaikan spektrum pada daerah frekuensi tinggi (dapat
dilihat pada gambar (b) yang
dilingkari oleh garis putih) yang mengakibatkan kenaikan THD
dari penguat kelas D.
Sehingga daya keluaran maksimum akan terjadi saat tegangan
keluaran sebesar 5,3
Voltatau daya keluaran maksimum penguat sebesar 7 Watt. Pada
spesifikasi diharapkan
daya keluaran yang dapat dicapai penguat adalah sebesar 20 Watt.
Hasil pengujian yang
jauh dari spesifikasi ini disebabkan faktor keterbatasan nilai
masukan pada teknik
penyandian noise-shaping yang tidak disadari oleh penulis dalam
perancangan.
Teknik penyandian noise-shaping akan mempunyai keterbatasan
rentang nilai
masukan yang juga berarti akan mempunyai keterbatasan rentang
nilai keluaran pula.
Keterbatasan nilai masukan dari teknik penyandian noise-shaping
adalah [18],
, untuk tingkat kuantisasi ternormalisasi ( ).
dimana,
rentang nilai masukan penyandi noise-shaping
periode dari frekuensi pencuplikan
dan merupakan koefisien polinomial dari tapis yang dirancang
dimana,
-
60
.
Pada perancangan, tapis W(s) akan mempunyai tanggapan frekuensi
sebagai berikut,
.
Sehingga, dari hasil perhitungan akan didapatkan rentang masukan
adalah sebesar,
.
Pada penguat kelas D yang dirancang besarnya tingkat kuantisasi
adalah 10V.
Sehingga keluaran maksimum dari penguat adalah sebesar (0,59)(10
V) = 5,9 V dan
didapatkan daya keluaran maksimum sebesar .
Pada hasil pengukuran kenaikan THD secara drastis dimulai pada
daya keluaran
sebesar 7 Watt atau tegangan pada keluaran adalah sebesar .
Perbedaan
hasil perhitungan dan ini disebabkan oleh realisasi dari tapis
tidak menghasilkan
tanggapan frekuensi yang persis sama dengan tanggapan frekuensi
yang ditetapkan pada
perancangan.
4.2.4.2.4.2.4.2.2222....
PPPPengukuranengukuranengukuranengukuran THDTHDTHDTHD
Pengukuran ini bertujuan untuk mengukur THD dari penguat kelas D
tanpa tapis
LC yang telah dirancang. Penguat audio yang dirancang diharapkan
dapat menghasilkan
THD < 0.5%.
Adapun pengukuranini dilakukan dengan gambaran sebagai
berikut:
1. Susun penguat seperti pada gambar 4.10.
2. Berikan isyarat masukan berupa isyarat sinusoidal sehingga
menghasilkan
keluaran maksimum pada keluaran penguat. Frekuensi isyarat
masukan akan
divariasikan pada frekuensi rendah 20 Hz hingga 100 Hz karena
penguat akan
mempunyai THD yang bernilai besar pada frekuensi rendah (semakin
banyak
harmonik yang terukur pada keluaran penguat).
3. Catat besarnya THD keluaran penguat ( ) dan yang dihasilkan
spectrum
analyzer untuk masing-masing frekuensi uji. Catat pula besarnya
THD isyarat
-
61
masukan ( ) yang berasal dari function generator untuk
masing-masing
frekuensi uji.
4. THD dari penguat dapat dicari yaitu, .
5. Gambarkan hasil THD dari penguat yang telah didapat terhadap
frekuensi.
Dengan langkah-langkah di atas akan diperoleh hasil pengukuran
THD penguat
adalah sebagai berikut :
20 30 40 50 60 70 80 90 100 1100.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
X: 42.97Y: 0.976
frekuensi (Hz)
THD
(%)
grafik THD vs frekuensi
Gambar 4.12. Grafik THD vs frekuensi.
Dari hasil pengukuran, THD terbesar yang terukur adalah sebesar
0.976% pada
frekuensi 40 Hz. THD dari penguat akan mempunyai nilai paling
besar pada frekuensi
rendah dikarenakan semakin banyaknya harmonik-harmonik yang
terukur pada rentang
frekuensi audio. Oleh karena itu, karakteristik THD dari penguat
secara keseluruhan dapat
dilihat dari karakteristik THD penguat pada frekuensi rendah.
Dari hasil pengukuran,
didapatkan karakteristik THD penguat adalah < 0.976% yang
diukur pada daya
maksimumnya (7 Watt).
-
62
THD dari penguat tidak memenuhi spesifikasi yang telah
ditentukan (< 0.5%). Hal
ini dimungkinkan oleh pemberian waktu tunda (dead-time) pada
rangkaian switching logic
yang berguna untuk mencegah terjadinya kondisi shoot-through
pada MOSFET yang
dikonfigurasikan ke dalam rangkaian jembatan penuh. Dengan
memberikan dead-time akan
berpengaruh kepada kenaikan THD dari penguat kelas D [20].
4.2.4.2.4.2.4.2.3333....
PPPPengukuranengukuranengukuranengukuran
TTTTanggapananggapananggapananggapan
FFFFrekuensirekuensirekuensirekuensi
Pengukuran ini bertujuan untuk mengukur tanggapan frekuensi dari
penguat kelas D
yang dirancang.Adapun pada pengukuran diinginkan penguat
mempunyai tanggapan
frekuensi yang rata pada frekuensi 20 – 20kHz dengan toleransi
0.5 dB.
Keluaran dari penguat kelas D yang dirancang terdiri dari
komponen frekuensi
audio masukan dan frekuensi tinggi hasil modulasi. Pada
pengukuran ini, tapis lolos rendah
setelah keluaran dari penguat diperlukan untuk menapis frekuensi
tinggi yang berasal dari
derau yang terbentuk pada frekuensi tinggi proses dari
pensaklaran [16]. Tapis lolos rendah
yang digunakan merupakan tapis aktif lolos rendah orde 4 dengan
tanggapan Butterworth
dengan frekuensi penggal 30 kHz.Tanggapan dipilih Butterworth
karena tanggapan
Butterworth mempunyai tanggapan yang rata pada pita lolosnya.
Sedangkan frekuensi
penggal diatur di atas 20 kHz agar didapat tanggapan frekuensi
yang rata pada 20 – 20 kHz
[16].
Penguat kelas D yang dirancang mempunyai keluaran BTL
(Bridge-Tied Load),
sehingga akan ditambahkan untai penguat selisih pada bagian
keluaran dari penguat. Hal ini
bertujuan agar keluaran dari penguat menjadi single-ended
sehingga isyarat keluaran dapat
dimasukkan ke jalur masukan komputer untuk dilakukan analisis
dengan program
SpectraLAB. Pada penguat selisih diberikan penguatan sebesar 0,1
kali. Hal ini dikarenakan
aras tegangan keluaran dari penguat terlalu besar untuk
dimasukkan ke dalam bunyi suara
komputer. Oleh karenanya diberikan pelemahan sebelum masuk ke
dalam kartu bunyi pada
komputer.
Gambaran rangkaian pengukuran dapat dilihat pada Gambar 4.13.
Untuk gambar
rangkaian dari tapis lolos rendah serta penguat selisih yang
digunakan dapat dilihat pada
lembar lampiran.
-
63
Gambar 4.13. Skema Rangkaian yang Digunakan untuk Pengujian
Tanggapan Frekuensi.
Pengukuran tanggapan frekuensi akan dilakukan dengan menggunakan
perangkat
lunak komputer SpectraLAB. Gambaran metode pengukuran dapat
dilihat pada Gambar
4.13.
Gambar 4.14.Gambaran Metode Pengukuran Tanggapan Frekuensi dari
Penguat Kelas D.
Langkah-langkah dengan menggunakan perangkat lunak SpectraLAB
adalah
sebagai berikut.
1. Menghubungkan kanal kiri keluaran kartu bunyi dengan
kanal masukan penguat audio yang akan diuji dan keluaran
rangkaian pengujian dengan
masukan kanal kiri kartu bunyi. Sedangkan kanal kanan keluaran
kartu bunyi akan
dihubungkan dengan kanal kanan masukan kartu bunyi (kanal kanan
kartu bunyi di-
-
64
loopback). Kanal kiri keluaran kartu bunyi digunakan sebagai
masukan ke penguat
isyarat audio sedangkan kanal kanan keluaran kartu bunyi
digunakan sebagai isyarat
acuan. Keluaran penguat daya dimasukkan ke kanal kiri masukan
kartu bunyi dan
dibagi dengan isyarat acuan pada kanal kanan masukan kartu bunyi
yang besarnya sama
dengan isyarat masukan ke penguat audio untuk mencari tanggapan
frekuensi penguat
daya. Pembagian ini dilakukan dalam ranah frekuensi.
2. Mengatur pengaturan perangkat lunak SpectraLab dengan
pengaturan sebagai berikut.
- Ragam : real time
- FFT : 4096
- Averaging : infinite
- Peak hold : off
- Smoothing window : Hanning
- Dual channel spectral processing : real transfer function
left/ right
- Amplitudo scalling : logaritmic
- Spectral weighting : flat
3. Mengaktifkan derau putih dan merekam kedua masukan pada
jalur masukan kartu bunyi (isyarat acuan dan keluaran penguat
daya audio).
4. Menampilkan hasil pengujian dalam bentuk grafik magnitudo
tanggapan frekuensi penguat daya audio sebagai fungsi frekuensi
pada jendela spectrum
pada program SpectraLAB.
Dengan metode di atas diperoleh hasil pengukuran tanggapan
frekuensi dari
penguat kelas D yang telah dibuat dapat dilihat pada Gambar
4.15.
-
65
Gambar 4.15. Grafik Tanggapan Frekuensi Penguat Kelas D Tanpa
Tapis LC yang
Dirancang.
Dari hasil pengukuran, didapat tanggapan frekuensi dari penguat
yang telah dibuat
mempunyai tanggapan frekuensi 20 Hz – 20 kHz dengan toleransi
0,53 dB. Hal inicukup
sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan.
4.2.4.2.4.2.4.2.4444....
PPPPengukuranengukuranengukuranengukuran
KKKKepekaanepekaanepekaanepekaan PPPPenguatenguatenguatenguat
Pengukuran ini bertujuan untuk memperoleh karakteristik penguat
terhadap
seberapa besar isyarat masukan yang masuk ke penguat sehingga
dihasilkan daya tertentu.
Pada perancangan diberikan spesifikasi kepekaan penguat sebesar
0.1 V/W. penguat akan
mampu menghasilkan daya keluaran 1 Watt pada beban 4 Ohm dengan
isyarat masukan
sebesar 0.1 V. pengukuran kepekaan penguat kelas D dilakukan
dengan gambaran seperti di
bawah ini.
Pengukuran kepekaan dari penguat dapat dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut:
1. Susun penguat seperti pada gambar 4.10.
2. Atur isyarat masukan yang berasal dari function
generator(GFG-813 Function
Generator) sehingga diperoleh isyarat keluaran pada penguat
sebesar 2 Vp yang
merupakan representasi untuk daya keluaran 1 Watt.
-
66
3. Ukur besarnya isyarat masukan dengan osiloskop. Besarnya
tegangan isyarat
masukan tersebut menunjukkan kepekaan dari penguat.
Dengan metode di atas, diperoleh hasil pengukuran kepekaan dari
penguat kelas D
yang telah dibuat yaitu saat diberikan isyarat masukan gelombang
sinus dengan amplitudo
puncak sebesar 0,1 V pada frekuensi 1 kHz, penguat menghasilkan
keluaran isyarat sinus
dengan amplitudo 2V sehingga dihasilkan daya keluaran sebesar 1
Watt pada beban4 Ohm.
4.2.4.2.4.2.4.2.5555....
PengukuranPengukuranPengukuranPengukuran SignalSignalSignalSignal
totototo NoiseNoiseNoiseNoise RatioRatioRatioRatio
(SNR)(SNR)(SNR)(SNR)
Pengukuran ini bertujuan untuk memperoleh karakteristik penguat
kelas D tanpa
tapis LC yang telah dibuat dalam kaitan dengan derau yang timbul
pada penguat.Besarnya
SNR penguat kelas D yang diinginkan adalah sebesar > 97
dB.
Gambar 4.16 di bawah ini menunjukkan gambaran pengujian SNR dari
penguat.
Tapis lolos rendah diperlukan pada pengukuranuntuk menapis
frekuensi tinggi yang berasal
dari derau yang terbentuk pada frekuensi tinggi proses dari
pensaklaran [16].Tapis lolos
rendah yang digunakan merupakan tapis aktif lolos rendah orde 4
dengan tanggapan
Butterworth dengan frekuensi penggal 30 kHz.
Gambar 4.16.Gambaran Pengujian SNR dari Penguat Audio Kelas D
Tanpa Tapis LC.
Tahapan-tahapan pengukuran SNR penguat kelas D tanpa tapis LC
adalah sebagai
berikut,
-
67
1. Berikan isyarat masukan sinus pada frekuensi 1 kHz pada
terminal masukan dari
penguat sehingga menghasilkan isyarat keluaran dengan penguatan
maksimum.
2. Ukur besarnya isyarat keluaran tersebut (dalam Vrms).
Nyatakan dalam Usignal.
3. Terminal masukan dari penguat dihubungkan dengan ground
kemudian ukur
besarnya Vrms dari isyarat keluaran tersebut menggunakan
multimeter digital
(Fluke 26III True RMS Multimeter), nyatakan isyarat keluaran
dalam Unoise.
4. SNR diperoleh dengan persamaan,
.
Pengukuran yang telah dilakukan dengan tahapan seperti di atas
dan diperoleh
besarnya Usignal = 4.17Vrms dan besarnya Unoise = 150mVrms.
Sehingga besarnya SNR
dari penguat yang dirancang sebesar SNR =28.88 dB.
Dari hasil pengujian SNR di atas didapatkan penguat memberikan
SNR yang jauh
lebih rendah dari spesifikasi yang diinginkan.Hal ini disebabkan
oleh derau yang dapat
ditekan oleh penguat hanya dapat mencapai -45 dB pada frekuensi
(20 Hz – 10 kHz) dan
meningkat hingga -25 dB pada 20 kHz, seperti yang telah
disebutkan pengujian pada
subbab 4.1.3. Oleh karena itu, didapatkan nilai SNR yang jauh
dari yang diharapkan.
4.2.4.2.4.2.4.2.6666....
PengukuranPengukuranPengukuranPengukuran
EfisiensiEfisiensiEfisiensiEfisiensi PenguatPenguatPenguatPenguat
KelasKelasKelasKelas DDDD tanpatanpatanpatanpa TapisTapisTapisTapis
LCLCLCLC
Pengukuran ini bertujuan untuk memperoleh efisiensi dari penguat
kelas D tanpa
tapis LC yang telah dibuat.Pada spesifikasi, diharapkan
efisiensi dari penguat >
85%.Metode pengukuran dari efisiensi penguat kelas D tanpa tapis
LC dapat dilihat pada
Gambar 4.17.
-
68
Gambar 4.17. Gambaran Pengukuran Efisiensi Penguat Kelas D Tanpa
Tapis LC [19].
Tahapan-tahapan pengukuran efisiensi penguat kelas D tanpa tapis
LC adalah
sebagai berikut,
1. Berikan isyarat masukan gelombang sinus dengan frekuensi 1
kHz pada
terminal masukan penguat.
2. Atur isyarat masukan agar pada keluaran didapatkan keluaran
maksimum dari
penguat. Catat nilai tegangan rms maksimum dari penguat sebagai
Vo.
3. Ukur tegangan dan arus rata-rata yang dikeluarkan oleh catu
daya untuk
mencatu rangkaian penguat kelas D. Catat nilai tegangan
rata-rata sebagai Vs
dan arus rata-rata sebagai Is.
4. Ukur tegangan rms pada resistor 0.1 Ohm dan catat sebagai
Vr.
5. Efisiensi dari penguat kelas D tanpa tapis LC dapat
dirumuskan sebagai berikut,
.
Dari hasil pengukuran, didapatkan Vo = 4.16 Vrms, Vr = 107,6
mVrms, Vs = 10 V
dan Is = 0,69 A. Dari hasil perhitungan, didapatkan .
Efisiensi dari penguat kelas D tanpa tapis LC yang telah dibuat
tidak dapat
mencapai sesuai spesifikasi yang diharapkan yaitu 85%. Hal ini
dapat dianalisa adanya
-
69
derau yang cukup besar pada penguat yaitu sekitar -45 dB
(dilihat pada spektrum keluaran
penguat), sehingga komponen pensaklaran yaitu MOSFET akan
melakukan melakukan
proses pensaklaran yang disebabkan oleh derau. Hal ini akan
meningkatkan besarnya arus
rata-rata yang ditarik dari catu daya, sehingga menyebabkan
berkurangnya efisiensi dari
penguat yang telah dibuat.
Selain itu, hal ini juga disebabkan oleh penggunaan komponen
MOSFET yang
digunakan. Pada perancangan MOSFET jembatan penuh digunakan
MOSFET tipe P dan N.
MOSFET tipe P mempunyai Rds(ON) yang jauh lebih besar dari tipe
N, sehingga MOSFET
tipe P akan menghasilkan disipasi daya yang besar jika
dibandingkan dengan MOSFET tipe
N.