BAB I PENDAHULUAN Penyakit Parkinson (Parkinsonisme idiopatik atau paralisis agitans) atau lebih tepat bila disebut sebagai sindrom Parkinson merupakan penyakit degeneratif sistim ekstrapiramidal yang ditandai dengan rigiditas, bradikinesia, tremor istirahat dan hilangnya refleks postural. Penyakit ini menjadi terkenal sejak tahun 1817; dan setelah letak lesi diketahui yakni pada substansia nigra pars compacta, maka kelainan neurokimiawinya ditemukan secara beruntun yaitu adanya kelainan pada neurotransmitter dopamin. 1,2,3,4 Penyakit Parkinson mengenai sekitar 1% dari kelompok usia di atas 50 tahun dan sekitar 2% dari mereka yang berusia lebih dari 70 tahun. Penyakit ini merupakan penyebab kedua terbanyak dari penyakit neurodegeneratif di seluruh dunia. Meskipun tidak ada terapi yang mengubah proses neurodegeneratif yang mendasari, namun terapi simtomatis dapat memperbaiki kualitas hidup pasien. 4,5 Karena itu pada referat ini akan dibahas mengenai terapi penyakit Parkinson.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Parkinson (Parkinsonisme idiopatik atau paralisis agitans) atau lebih
tepat bila disebut sebagai sindrom Parkinson merupakan penyakit degeneratif
sistim ekstrapiramidal yang ditandai dengan rigiditas, bradikinesia, tremor
istirahat dan hilangnya refleks postural. Penyakit ini menjadi terkenal sejak tahun
1817; dan setelah letak lesi diketahui yakni pada substansia nigra pars compacta,
maka kelainan neurokimiawinya ditemukan secara beruntun yaitu adanya kelainan
pada neurotransmitter dopamin.1,2,3,4
Penyakit Parkinson mengenai sekitar 1% dari kelompok usia di atas 50 tahun
dan sekitar 2% dari mereka yang berusia lebih dari 70 tahun. Penyakit ini
merupakan penyebab kedua terbanyak dari penyakit neurodegeneratif di seluruh
dunia. Meskipun tidak ada terapi yang mengubah proses neurodegeneratif yang
mendasari, namun terapi simtomatis dapat memperbaiki kualitas hidup pasien.4,5
Karena itu pada referat ini akan dibahas mengenai terapi penyakit Parkinson.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sebagaimana telah disebutkan bahwa penyakit Parkinson ditandai dengan
rigiditas, bradikinesia, tremor istirahat dan hilangnya refleks postural. Rigiditas
merupakan akibat kenaikan tonus otot yang hilang timbul sehingga akan muncul
tahanan yang timbul tenggelam pada saat ekstremitas digerakkan. Rigiditas
mengenai hampir seluruh otot-otot tubuh namun lebih condong ke otot fleksor
sehingga memberi kesan membungkuk pada pasien. Bradikinesia atau hipokinesia
adalah melambatnya gerakan / kontraksi otot-otot bukan akibat kelemahan
(parese) ototnya; hal ini ditandai dengan kedipan mata berkurang, wajah seperti
topeng, hipotonia, hipersalivasi, tulisan semakin kecil-kecil dan cara berjalan
langkah kecil-kecil. Tremor adalah gerakan bagian distal ekstremitas pada saat
istirahat, rata-rata 3-6 kali per detik, namun bisa juga timbul saat sedang bergerak
(postural tremor / action tremor) atau campuran tremor istirahat dengan tremor
gerak. Fenomena lain yang juga sering ditemukan pada penderita penyakit
Parkinson adalah gejala awal asimetri (mulai timbul pada satu sisi tubuh), respons
terhadap l-dopa, dan ada gejala penyerta lain seperti demensia, depresi, gejala
Pada penyakit Parkinson, terjadi kehilangan neuron dopamin di substansia
nigra sehingga produksi dopamin berkurang. Jadi, abnormalitas patologis yang
utama adalah degenerasi sel dengan hilangnya neuron dopaminergik yang
terpigmentasi di substansia nigra pars kompakta di otak dan ketidakseimbangan
sirkuit motor ekstrapiramidal (pengatur gerakan di otak).8,9,10
Dopamin merupakan derivat asam amino tirosin yang diperoleh dari
makanan. Dari tirosin, oleh enzim tyrosin hydroxylase, dibentuk dopa
(dihidroksifenilalanin). Oleh amino acid decarboxylase, dopa kemudian diubah
menjadi dopamin. Neuron dopaminergik di otak berasal dari dua tempat yakni
dari substansia nigra yang membentuk sistim nigro-striatum yang mengatur
pergerakan melalui ganglia basal (nukleus kaudatus dan putamen); dan dari area
tegmentum ventral yang membentuk sistim mesokortikal atau mesolimbik yang
1
menyalurkan aksonnya ke nukleus akumbens dan area subkortikal limbik, yang
memiliki peranan dalam proses adiksi dan berkaitan dengan sistim reward. Jalur
nigro-striatum yang menggunakan dopamin sebagai neurotransmitter mensintesis
dopamin oleh neuron itu sendiri dari bahan bakunya, tirosin. Dopamin yang
berada di luar kantung vesikel akan dirusak (degradasi) oleh enzim monoamin
oksidase (MAO) yang terdapat terutama di dalam sel neuron dan oleh enzim
COMT yang letaknya terutama di luar sel neuron atau di dalam sel glia.4,10
Traktus nigrostriatum mengatur fungsi gerakan halus, dan untuk itu perlu ada
keseimbangan antara komponen kolinergik (asetilkolin; bersama dengan glutamat)
yang merangsang dan komponen dopaminergik yang menghambat. Karena traktus
nigrostriatum bersifat dopaminergik, maka pada penyakit Parkinson,
keseimbangan kedua komponen tersebut terganggu ke arah dominasi kolinergik.11
Penurunan dopamin merupakan hal yang wajar pada manusia normal yaitu
sekitar 5% per dekade, sedangkan pada pasien dengan penyakit Parkinson
penurunan dopamin sekitar 45% per dekade. Gejala Parkinsonisme yang dialami
pasien baru akan muncul ketika kadar dopamin di striatal berkurang sampai 80%.
Selain berkurangnya dopamin, neurotransmitter lain juga mengalami
ketidakseimbangan di korteks dan hipotalamus, yakni neurotransmitter asetilkolin,
GABA, norepinefrin, glutamat dan serotonin.10
Perjalanan klinis penyakit Parkinson dilihat berdasarkan tahapan menurut
Hoehn dan Yahr: 1) stadium 0 yaitu tidak ada tanda-tanda penyakit; 2) stadium 1
yaitu tanda-tanda unilateral (gejala pada 1 sisi), ringan, mengganggu namun tidak
menimbulkan cacat, tremor pada satu anggota gerak, dan gejala awal dapat
dikenali orang terdekat; 3) stadium 1,5 yaitu tanda-tanda unilateral dan aksial; 4)
stadium 2 yaitu tanda-tanda bilateral, tanpa gangguan keseimbangan namun
sikap / cara berjalan terganggu; 4) stadium 2,5 yaitu penyakit bilateral ringan; 5)
stadium 3 yaitu terjadi gerakan tubuh yang nyata lambat, terdapat gangguan
keseimbangan saat berjalan / berdiri, disfungsi umum sedang, dan secara fisik
masih mandiri; 6) stadium 4 yaitu gejala lebih berat sehingga pasien tidak mampu
berdiri, ada keterbatasan jarak berjalan, rigiditas dan bradikinesia; 7) stadium 5
2
yaitu terjadi kecacatan kompleks, pasien tidak mampu berdiri dan berjalan
sehingga memerlukan perawatan tetap.6,9
Untuk manajemen pasien dengan penyakit Parkinson, diperlukan kesabaran
dan persistensi. Tujuan terapi pasien dengan penyakit Parkinson adalah untuk
mengurangi atau menghilangkan gejala dan memulihkan disabilitas fungsional
(tujuan jangka pendek); serta mempertahankan efektivitas pengobatan dan
mengurangi komplikasi terapi (tujuan jangka panjang). Karena itu diperlukan pula
konsultasi secara teratur karena umumnya terjadi efek samping dari pengobatan
farmakologik, dan pasien diberikan penjelasan yang sebaik-baiknya mengenai
sakitnya. Pada pasien berusia muda, misalnya 40 tahun, pengobatan sampai ia
meninggal dapat berlangsung lama (sekitar 30 tahun) sehingga akibat buruk dari
terapi jangka panjang perlu dipertimbangkan; lain halnya dengan pasien yang
memulai pengobatan pada usia tua (misalnya 60 atau 70 tahun).12,13
Pengobatan penyakit Parkinson dapat dikelompokkan menjadi:4
1. Farmakologik:
a. Bekerja pada sistim dopaminergik.
b. Bekerja pada sistim kolinergik.
c. Bekerja pada glutamatergik.
d. Bekerja sebagai pelindung neuron.
e. Lain-lain.
2. Non-farmakologik:
a. Perawatan.
b. Pembedahan.
1. Farmakologik
a. Bekerja pada sistim dopaminergik.
Inti dari pengobatan gejala penyakit Parkinson adalah terapi pengganti
dopamin, dan standarnya adalah levodopa. Selain itu dapat pula diberikan
agonis dopamin, yang dapat sebagai monoterapi untuk memperbaiki gejala
pada awal penyakit atau sebagai terapi tambahan pada pasien yang
responsnya terhadap levodopa berkurang dan yang mengalami fluktuasi
3
dalam respons terhadap levodopa. Penghambat MAO (monoamin
oksidase)-B memiliki keuntungan sebagai monoterapi pada awal penyakit
dan sebagai tambahan levodopa pada pasien yang mengalami fluktuasi
motorik. Penghambat COMT (catechol-O-methyl transferase) digunakan
untuk meningkatkan waktu paruh levodopa sehingga mengirim lebih
banyak levodopa ke otak pada waktu yang lebih panjang.13
Gambar: Bagan cara kerja obat-obat anti parkinson pada sistim dopaminergik. Keterangan: BBB = blood-brain barrier (sawar darah otak), DA = dopamin, l-dopa = levodopa, D1 dan D2 = reseptor dopamin D1 dan D2, 3-MT = 3-metoksitiramin, HVA = homovanilic acid.14
Levodopa (L-dopa)
Tirosin yang berasal dari makanan akan diubah secara beruntun
menjadi l-dopa dan dopamin oleh enzimnya masing-masing (tyrosin
hydroxylase dan L-aromatic amino acid decarboxylase). Kedua jenis
enzim ini terdapat di berbagai jaringan tubuh, di samping jaringan saraf.
Dopamin yang terbentuk di luar jaringan saraf otak, tidak dapat
melewati sawar darah otak, karena itu substitusi defisiensi dopamin
striatum tidak dapat dilakukan dengan pemberian dopamin. Untuk
mencegah jangan sampai dopamin tersintesa di luar otak, maka l-dopa
diberikan bersama dopa-decarboxylase inhibitor perifer dalam bentuk
karbidopa (Stalevo®) atau benserazid (Madopar®, Leparson®,
4
Levazide®, Pardoz®). Terapi kombinasi ini diberikan dalam
perbandingan dosis sebagai berikut; karbidopa : levodopa = 1:10 atau
1:4, benserazid : levodopa = 1:4. Dopamin yang berada di luar otak
bersifat emetogenik dan tidak diharapkan keberadaannya. Karbidopa
dan benserazid tidak melewati sawar darah otak.4,8,13,15
Efek terapeutik preparat l-dopa baru muncul sesudah 2 minggu, oleh
karena itu perubahan dosis seyogianya setelah 2 minggu. Mulailah
dosis rendah dan secara berangsur ditingkatkan. Drug holiday
sebaiknya jangan lebih lama dari 2 minggu karena gejala akan muncul
lagi sesudah 2 minggu obat dihentikan.4
Dosis levodopa dimulai rendah dan secara lambat laun ditingkatkan
menjadi 300-400 mg/hari dalam kurun waktu 2-3 minggu. Tahun-tahun
berikutnya pasien akan membutuhkan dosis sedang (600-800 mg/hari)
atau dosis tinggi (800-1000 mg/hari). Namun dengan kombinasi
bersama obat golongan lain maka dosis levodopa yang melebihi 1000
mg/hari jarang dibutuhkan.1
Efek samping levodopa terutama disebabkan terbentuknya dopamin di
berbagai organ perifer. Hal tersebut terjadi karena diperlukan dosis
yang besar untuk mendapat efek terapi yaitu peningkatan dopamin di
nigrostriatum. Efek samping tersebut antara lain: 1) mual, muntah dan
tidak nafsu makan terutama bila dosis awal terlalu tinggi, namun dapat
dihindari bila dosis awal rendah dan dinaikkan berangsur-angsur, dan
menggunakan obat antiemetik seperti domperidone (antagonis
dopamin). 2) diskinesia (berkurang atau melemahnya kemampuan
untuk bergerak bebas) dan gerakan spontan abnormal, yang diduga
disebabkan oleh “supersensitivitas” reseptor dopaminergik pascasinaps.
Diskinesia ini mencakup diskinesia pada puncak dosis (peak dose
dyskinesia) yang dapat diobati dengan menurunkan dosis levodopa atau
meningkatkan dosis agonis dopamin. 3) gangguan tingkah laku, namun
cenderung terjadi pada pasien yang sejak pengobatan sudah mengalami
gangguan kepribadian. 4) hipotensi ortostatik.11
5
Setelah beberapa tahun pengobatan dengan levodopa, dapat terjadi apa
yang disebut dengan fenomena on-off, yakni dalam keadaan tenang
tiba-tiba terjadi perubahan dari keadaan mobil menjadi imobil (sulit
bergerak), namun terjadi dalam waktu relatif singkat kemudian
menghilang. Fenomena ini sangat mengganggu, karena penderita tidak
dapat meramalkan kapan gerakannya akan mendadak berhenti.
Penyebab dari fluktuasi fungsi motorik ini adalah distribusi levodopa
yang tidak konstan di otak, gangguan sensitivitas reseptor dopamin
striatal, atau berkurangnya persediaan dopamin di sistim saraf pusat.
Karena itu hal ini dapat diatasi dengan penambahan agonis dopamin
atau inhibitor MAO-B (contohnya Selegiline), atau dengan mengubah
preparat levodopa yang slow-release. Fenomena on-off ini mencakup
dua kategori yaitu serangan yang tidak berhubungan dengan waktu
pemberian levodopa dan reaksi wearing-off. Reaksi wearing-off
merupakan episode yang karakteristik mulai pada akhir periode
antardosis, dan segera hilang setelah pemberian levodopa.1,16
Levodopa memiliki interaksi dengan obat maupun makanan. Salah
satunya adalah interaksi levodopa dengan piridoksin (vitamin B6) dan
makanan berprotein tinggi (seperti daging dan produk susu). Piridoksin
dalam jumlah yang kecil (lebih dari 5 mg) akan meningkatkan dopa
dekarboksilase di perifer sehingga levodopa yang mencapai jaringan
otak akan berkurang, sedangkan makanan berprotein tinggi akan
membuat efek levodopa berkurang karena masuknya levodopa
melintasi sawar darah otak dapat dihambat oleh sejumlah asam amino.
Kedua interaksi ini ada pada level farmakokinetik. Dianjurkan untuk
diet rendah protein sebanyak 0.8 gram/kgBB/hari.1,12,16
MAO-B dan COMT inhibitor
Pada umumnya penyakit Parkinson memberi respons yang cepat dan
bagus dengan l-dopa dibandingkan dengan obat lain, namun ada
laporan bahwa l-dopa dan dopamin menghasilkan metabolit yang
mengganggu atau menekan proses pembentukan energi dari
6
mitokondria dengan akibat terjadinya stres oksidatif yang menuntun
timbulnya degenerasi sel neuron. Preparat penghambat enzim MAO
(monoamin oksidase)-B dan COMT (catechol-O-methyl transferase)
ditambahkan bersama preparat l-dopa untuk melindungi dopamin
terhadap degradasi oleh enzim tersebut sehingga metabolit dopamin
berkurang (pembentukan radikal bebas dari dopamin berkurang) dan
neuron dopamin terlindung dari proses stres oksidatif.4
Pada manusia terdapat dua tipe enzim MAO yaitu MAO-A yang
terutama berada di usus halus, dan MAO-B yang lebih banyak
diekspresikan di sistim saraf pusat. Selegiline (Jumex®) dan Rasagiline
merupakan contoh inhibitor MAO-B. Pengobatan dengan Selegiline
digunakan pada dosis sampai 10 mg/hari. Pada pasien dengan penyakit
fenomena on-off, distonia, diskinesia karena obat, juga memberi respons
baik terhadap pembedahan. Persyaratan pembedahan yaitu pengobatan
farmakologis harus dioptimalkan dulu termasuk gejala psikologisnya.
Penderita penyakit Parkinson dengan gangguan kognisi berat kurang
bermanfaat dilakukan operasi (kontraindikasi).4,18
Teknik pembedahan antara lain:1,4,19,20
Pallidotomi, yang hasilnya cukup baik untuk menekan gejala
akinesia / bradikinesia, gangguan jalan / postural, gangguan bicara.
Neurotransmitter yang disekresi oleh globus palidus interna (Gpi)
sewaktu tingkat dopamin menurun diduga menginduksi diskinesia,
rigiditas, dan tremor. Prosedur pallidotomi yaitu merusak Gpi dengan
menggunakan panas.
Thalamotomi, yang efektif untuk gejala tremor, rigiditas, diskinesia
karena obat.
Stimulasi otak dalam / deep-brain stimulation
13
Mekanisme yang mendasari efektivitas deep-brain stimulation untuk
penyakit Parkinson sampai saat ini belum jelas, namun perbaikan
gejala penyakit Parkinson bisa mencapai 80%. Frekuensi rangsangan
yang diberikan pada umumnya lebih besar dari 130 Hz dengan lebar
pulsa antara 60-90 µsecond. Stimulasi juga dapat diberikan dengan
alat stimulator yang ditanam di inti nukleus subtalamus (untuk tremor
berat) dan globus pallidus interna (bila gambaran Parkinson lain
ditemukan).
Transplantasi substansia nigra.
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit Parkinson dimulai
tahun 1982 oleh Lindvall dan kawannya, menggunakan jaringan
medula adrenal yang menghasilkan dopamin. Jaringan transplant
(graft) lain yang pernah digunakan adalah dari jaringan embrio ventral
mesensefalon yang mengandung jaringan premordial stem. Untuk
mencegah reaksi penolakan jaringan (rejection), diberikan obat
imunosupresan siklosporin A yang menghambat proliferasi sel T
sehingga masa hidup graft lebih panjang. Transplantasi yang berhasil
baik dapat mengurangi gejala penyakit Parkinson selama 4 tahun,
kemudian efeknya menurun 4-6 tahun sesudah transplantasi. Sampai
saat ini, di seluruh dunia ada 300 penderita penyakit Parkinson
memperoleh pengobatan transplantasi dari jaringan embrio ventral
mesensefalon.
14
Gambar: Jalur fungsional antara korteks, ganglia basal dan talamus. Pada penyakit Parkinson, terjadi degenerasi substansia nigra pars kompakta yang menyebabkan berlebihnya aktivitas tidak langsung dan meningkatkan aktivitas glutamatergik oleh nukleus subtalamikus.19
3. Algoritme pengobatan penyakit Parkinson
Karena saat ini pengobatan penyakit Parkinson berlangsung lama, seumur
hidup, maka hal ini menjadi masalah besar. Selain itu, harus disadari bahwa
penyakit ini kronis dan progresif, bahkan progresifitasnya bisa disebabkan oleh
obat yang digunakan dan atau oleh faktor yang tidak diketahui sehingga tidak bisa
dicegah. Ironisnya, obat gold standard justru merupakan pemicu progresifitasnya.
Dengan demikian, penggunaan l-dopa perlu dihemat seefisien mungkin.
Pertentangan utama dalam pengobatan penyakit Parkinson berpusat pada
penentuan saat pengobatan dimulai. Banyak dokter menunda pengobatan
simtomatis dengan levodopa sampai memang dibutuhkan, terutama pada pasien
usia muda dan mereka dengan gejala yang ringan. Data terakhir menyebutkan
bahwa mortalitas dan progresifitas penyakit menurun bila diberikan pengobatan
lebih cepat.1,4,11
15
Terdapat beberapa hal mengenai terapi farmakologis yang telah disepakati,
yakni: 1) Saat ini, levodopa merupakan obat simtomatis yang paling efektif untuk
penyakit Parkinson; 2) Sebagian besar penderita yang diobati dengan levodopa
akhirnya mengalami fluktuasi dan diskinesia; 3) Agonis dopamin sangat efektif
bila digunakan sebagai terapi adjuvan, namun tidak seefektif levodopa bila
digunakan sebagai terapi dini pada mereka yang belum mendapat terapi Parkinson
sebelumnya; 4) Agonis dopamin kurang menyebabkan efek samping motorik
dibanding levodopa, namun lebih cenderung menyebabkan efek samping
neuropsikiatrik dibanding levodopa.1
Bagan: Algoritma tatalaksana penyakit Parkinson8
Pengobatan penyakit Parkinson pada awal timbulnya dimulai dengan obat
yang melindungi neuron dan pengobatan non farmakologis dalam arti perawatan
16
sehari-hari. Obat yang dipilih dipertahankan selama mungkin selagi masih
efektif.4 Algoritma pengobatan penyakit Parkinson dapat dilihat pada bagan di
atas.
Bila kondisi memburuk dipertimbangkan tindakan operasi. Perlu diingat
bahwa pembedahan adalah pilihan terakhir dari pengobatan penyakit Parkinson
sesudah pengobatan farmakologis dilakukan secara optimal.4
4. Latihan untuk orang dengan penyakit Parkinson
Memiliki penyakit Parkinson tidak berarti harus duduk dan berhenti menjadi
aktif. Latihan, termasuk menjadi aktif, stretching (peregangan), mempraktikkan
postur tubuh yang baik dan melakukan latihan khusus, merupakan komponen
kunci untuk hidup sehari-hari orang dengan penyakit Parkinson. Latihan tidak
akan mengubah progresifitas penyakit Parkinson, tetapi penting untuk
mempertahankan kualitas hidup pasien. Latihan akan membantu mencegah efek
sekunder dari Parkinson yaitu: postur tubuh yang tidak baik, kehilangan
fleksibilitas, pengurangan kekuatan terutama pada otot-otot yang membantu
seseorang untuk berdiri tegak yang membuat kecenderungan untuk menjadi
bungkuk, pengurangan ketahanan tubuh (menjadi cepat lelah), dan menjadi tidak
seimbang.21
Cara menjadi aktif adalah dengan melakukan aktivitas aerobik seperti:
menggunakan treadmill, menggunakan sepeda statis, berjalan, berenang dan
berdansa (menari). Aktivitas lain yang dapat dilakukan untuk menjadi aktif adalah
dengan yoga, olahraga golf, bertanam, dan lain-lain. Yang paling penting adalah
konsistensi dalam melakukan berbagai aktivitas ini, bukan aktivitas khusus yang
dipilih. Mulailah dengan aktivitas yang dapat dilakukan dengan nyaman dan
pilihlah waktu yang terbaik untuk melakukan aktivitas tersebut. Secara bertahap,
tambahkan menit-menit untuk aktivitas tersebut setiap harinya, sampai menjadi
30-60 menit per harinya.21
Beberapa perubahan pertama yang terlihat pada penderita Parkinson salah satunya adalah postur tubuh. Terdapat kecenderungan untuk
bahu menjadi turun, siku dan lutut melipat. Hal ini membuat beberapa kesulitan untuk bernapas dalam, menelan, bergerak, menjadi seimbang,
dan berjalan. Karena itu orang dengan penyakit Parkinson harus memiliki kebiasaan mengubah postur menjadi baik. Ketika mencoba
17
membangun postur tubuh yang baik, yang paling penting adalah pengulangan (repetition). Hal ini harus dilakukan sesering mungkin dalam
sehari. Cara membangun postur tubuh yang baik adalah:21
a. Setiap hari (sesering mungkin yang bisa dilakukan)
pasien harus membandingkan postur tubuhnya; dengan
cara berdiri bersandar pada dinding dan pastikan bahwa
punggung bawah dan bahu menyentuh dinding. Cobalah
untuk menarik bagian belakang kepala ke depan dinding
dan kepala belakang jangan mengenai dinding.
b. Ketika bangun di pagi hari, baring
mendatar pada punggung dan jaga agar
kepala dan leher tip back selama 5 menit.
Jangan menekan bahu atau kepala
belakang ke tempat tidur. Dapat
dilakukan pula pada permukaan yang
kuat seperti di lantai.
c. Setiap kali duduk di kursi, harus
dipastikan bahwa bahu menyentuh
sandaran kursi, kemudian tahan beberapa
detik. Lakukan ini kurang lebih tiga kali
setiap kali ingin duduk.
d. Duduk di kursi, rileks ke depan dan
biarkan lengan dan kepala bergantung
ke bawah ke lantai. Kemudian dengan
pelan kembali ke posisi tegak dengan
berpusat pada tulang belakang
kemudian baru kepala menjadi tegak.
Duduk tegak untuk beberapa detik.
Namun bila tekanan darah rendah,
hindari latihan ini).
18
e. Baring dengan posisi wajah ke bawah
pada matras yang diletakkan di lantai
dengan posisi lengan di samping. Dengan
lembut tarik bahu bersamaan, jaga kepala
dan leher agar tetap berada pada garis
lurus, tahan beberapa detik. Jangan
mencoba naik dengan punggung bawah.
f. Setiap kali duduk atau berdiri, dengan
lembut tarik dagu lurus dan luruskan
leher, tahan posisi ini selama 5 detik
dan rileks.
Selanjutnya adalah latihan peregangan atau fleksibilitas. Aktivitas ini membantu pasien untuk mempertahankan jangkauan gerakan
pada semua sendi dan otot. Pasien harus dalam keadaan rileks dan bernapas biasa. Berikut gambar cara melakukan aktivitas peregangan:21
1)2) atau
3) 4)
19
5)
6)
Setelah itu dapat dilakukan latihan penguatan untuk menjaga otot tetap sehat
dan kuat, yang mana latihan ini membutuhkan penggunaan otot berulang-ulang
secara spesifik. Cara melakukannya adalah:21
1)2)
3)
4) 5)
6) 7)8)
20
9) 10)
11) 12)
21
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Penyakit Parkinson merupakan penyebab kedua terbanyak dari penyakit
neurodegeneratif di seluruh dunia. Meskipun tidak ada terapi yang mengubah
proses neurodegeneratif yang mendasari, namun terapi simtomatis dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien.
Berhadapan dengan penyakit Parkinson, harus disadari bahwa penyakit ini
kronis dan progresif, bahkan progresifitasnya bisa disebabkan oleh obat yang
digunakan dan atau oleh faktor yang tidak diketahui sehingga tidak bisa dicegah.
Ironisnya, obat gold standard (levodopa) justru merupakan pemicu
progresifitasnya. Meskipun ada perdebatan mengenai waktu memulai terapi
namun data terakhir menyebutkan bahwa mortalitas dan progresifitas penyakit
menurun bila diberikan pengobatan lebih cepat.
Pengobatan penyakit Parkinson pada awal timbulnya dimulai dengan obat
yang melindungi neuron dan pengobatan non farmakologik. Obat yang dipilih
dipertahankan selama mungkin selagi masih efektif. Pengobatan non-
farmakologik terdiri dari perawatan dan pembedahan. Perawatan orang dengan
penyakit Parkinson yang penting adalah pendidikan dan rehabilitasi untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Lumbantobing SM. Neurogeriatri. Jakarta: BPFKUI; 2011.