Page 1
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 207
Penggunaan Siklus Belajar Dan Peta Konsep Untuk Peningkatan Kualitas
Pembelajaran Konsep Sifat Koligatif Larutan Di Kelas XII IPA-1
SMAN 1 Jogorogo
Oleh :
SUYADI
Email : [email protected]
ABSTRAK
Dalam pembelajaran kimia di SMA, konsep sifat koligatif larutan banyak
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, teknologi dan lingkungan mempunyai
cakupan yang luas. Namun demikian konsep tersebut sulit dipahami oleh
kebanyakan siswa kelas XII IPA, karena sebagian besar konsepnya bersifat
abstrak.
Penelitian perbaikan pembelajaran ini dilakukan dalam upaya mengatasi
masalah tersebut di atas. Tindakan penggunaan siklus belajar dan peta konsep
dalam pembelajaran konsep sifat koligatif larutan diharapkan dapat memperbaiki
kualitas pembelajaran konsep tersebut, ditinjau dari dimensi guru dan siswa.
Penelitian perbaikan pembelajaran ini dirancang dalam dua siklus. Pada
siklus I tindakan dikenakan terhadap pembelajaran konsep sifat koligatif larutan
non-elektrolit karena pemahaman konsep sifat koligatif larutan dimulai dari
konsep tersebut. Pada siklus II konsep yang harus dipelajari adalah sifat koligatif
larutan elektrolit. Berdasar refleksi siklus I, ada dua fokus masalah pada penelitian
perbaikan pembelajaran siklus II ini.
Pada siklus I hasil tes ulangan harian untuk konsep sifat koligatif larutan
non-elektrolit menunjukkan perolehan rerata nilai yang kurang memuaskan.
Banyak siswa yang tidak bisa memenuhi KKM 75. Pada siklus II hasil tes ulangan
harian untuk konsep sifat koligatif larutan elektrolit menunjukkan kenaikan yang
signifikan. Jumlah siswa yang mendapat nilai di atas 75 sebanyak 27 orang dari
35 orang yang ikut ulangan. Mencapai 77 % dibanding siklus I yang hanya 17 %.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah : (1)
penggunaan siklus belajar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran konsep sifat
koligatif larutan dari dimensi guru dan siswa; (2) penggunaan siklus belajar dan
peta konsep dapat menunjang pencapaian tujuan khusus pelajaran kimia untuk
konsep sifat koligatif larutan; (3)dan penggunaan siklus belajar dan peta konsep
membuat pembelajaran lebih bermakna bagi siswa.
Kata-kata kunci : siklus belajar, peta konsep, sifat koligatif larutan
A. PENDAHULUAN
Dalam proses belajar-mengajar,
pembelajaran mengandung arti suatu
kegiatan yang dilakukan oleh guru dan
para siswa secara bersama-sama. Inti
dari pembelajaran tersebut adalah
Page 2
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 208
terjadi proses “pemberian kemudahan”
dan “pencari materi” dan diakhiri
dengan evaluasi yang sengaja dilakukan
oleh para guru untuk mengetahui
seberapa jauh tingkat perolehan materi
oleh siswa. Tingkat perolehan siswa
sangat dipengaruhi oleh faktor internal
dan eksternal dari siswa.
Makna “pemberian kemudahan”
di dalam pembelajaran kimia di SMA,
guru berperan sebagai individu yang
menyiapkan situasi yang mampu
menggiring para siswa untuk bertanya,
mengamati, mengadakan eksperimen
dan akhirnya menemukan sendiri fakta
dan konsep. Para guru di dalam hal
tersebut berlaku sebagai fasilitator yang
memberikan segala kemudahan bagi
para siswa untuk memperoleh
kemampuan tertentu sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang telah
direncanakan sebelumnya. Dalam
memperoleh kemampuan tertentu siswa
diberikan pengalaman belajar terus-
menerus, dari yang mudah dan
sederhana menuju ke yang lebih sukar
dan kompleks. Pengalaman belajar ini
dihayati sendiri oleh siswa dengan
bimbingan guru sebagai fasilitator.
Berdasarkan pengalaman
mengajar lebih dari 20 tahun di SMA
Negeri 1 Jogorogo Kabupaten Ngawi,
selama ini guru kurang bisa kreatif
menerapkan inovasi-inovasi baru dalam
pembelajaran kimia. Hal ini terjadi
karena guru dibebani oleh target waktu
dan materi kurikulum serta target
pencapaian Nilai Ujian Nasional
(NUN) kimia yang tinggi. Akibatnya
guru terpaksa mengajar dengan sistem
konvensional yang ditandai dengan
penggunaan metode ceramah dan cara-
cara siswa belajar dengan menghafal
menjadi lebih dominan. Keadaan
seperti ini tentu sangat tidak diharapkan
dalam pembelajaran kimia dengan
pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA) dan Pendekatan Ketrampilan
Proses (PKP) serta menyalahi hakekat
ilmu Kimia sebagai produk dan proses.
Akibat lebih lanjut dari hal tersebut
ialah tujuan pembelajaran mata
pelajaran kimia yakni “siswa dapat
memahami konsep-konsep kimia dan
saling keterkaitannya untuk
memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari” menjadi kurang tercapai.
Pembelajaran dengan strategi
siklus belajar ini terdiri atas tiga tahap
yakni : tahap eksplorasi, tahap
pengenalan konsep dan tahap
penerapan konsep.
Dalam tahap eksplorasi, siswa
dikenalkan pada pengalaman yang
konkrit dan relevan dengan konsep
yang akan dipelajari. Kegiatan ini bisa
berupa kegiatan laboratorium yang
merupakan ciri khas dalam
pembelajaran kimia. Dalam tahap
pengenalan konsep, siswa dikenalkan
dengan konsep yang konkrit dalam
bentuk pertanyaan. Sedangkan dalam
tahap penerapan konsep, siswa
menerapkan konsep yang telah
dipelajari dalam situasi baru. Beberapa
penelitian tentang siklus belajar untuk
Page 3
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 209
pembelajaran IPA di SD sudah
dilakukan dengan hasil yang
“menjanjikan” adanya perbaikan.
Dalam pada itu menurut Dahar
(1994) peta konsep merupakan cara
baru bagi guru untuk mengetahui
bagaimana siswa membangun
pengetahuannya.
Dalam peta konsep siswa menyiapkan
pengetahuan yang dimiliki sebagai
pengetahuan proporsional. Dalam
kaitannya dengan pembelajaran kimia
peta konsep dapat digunakan guru
untuk menolong/membantu siswa
belajar kimia dan sebagai evaluasi
untuk mengetahui bagaimana belajar
terjadi dalam kegiatan laboratorium.
Ada 4 (empat) hal mengapa
konsep sifat koligatif larutan dipilih
dalam penelitian ini. Pertama, sifat
koligatif larutan terkait erat dengan
konsep-konsep larutan sebelumnya,
misalnya konsep larutan asam-basa.
Kedua, konsep tersebut memilki
penerapan yang luastersebut memilki
penerapan yang luas dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari, teknologi dan
lingkungan hidup. Ketiga, konsep
tersebut diperlukan untuk memahami
konsep-konsep mata pelajaran biologi.
Keempat, konsep tersebut kebanyakan
sulit dipahami oleh siswa kelas XII
karena sifatnya yang abstrak.
Berdasarkan hal-hal yang telah
diuraikan di atas, secara rinci masalah
yang diajukan dalam penelitian ini
adalah :
1. Apakah penggunaan siklus belajar
dan peta konsep dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran konsep sifat
koligatif larutan dari dimensi guru ?
2. Apakah penggunaan siklus belajar
dan peta konsep dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran konsep sifat
koligatif larutan dari dimensi siswa ?
3. Apakah penggunaan siklus belajar
dan peta konsep membuat
pembelajaran konsep sifat koligatif
larutan lebih bermakna bagi siswa ?
Penelitian ini diharapkan berhasil
meningkatkan kualitas pembelajaran
dilihat dari dimensi guru dan siswa
dengan cara penerapan/penggunaan
pendekatan pembelajaran sains yang
relatif baru yakni pendekatan siklus
belajar dan peta konsep, khususnya
untuk konsep-konsep sifat koligatif
larutan. Dari dimensi siswa
peningkatan kualitas pembelajaran ini
akan sangat bermakna untuk
mengembangkan pengetahuannya, baik
untuk pendidikan yang lebih tinggi
maupun sebagai bekal untuk hidup di
masyarakat. Sedangkan dari dimensi
guru peningkatan kualitas pembelajaran
ini akan sangat berguna sebagai
pengalaman baru dalam rangka
meningkatkan keprofesionalannya.
Bagi guru, siswa, teman sejawat,
sekolah manfaat dari penelitian ini
adalah : Bagi guru sebagai pekerja
profesional, penelitian ini merupakan
pengalaman baru untuk melakukan
upaya perbaikan dan inovasi
pembelajaran atas prakarsa sendiri
Page 4
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 210
sehingga tidak mudah berpuas diri
dalam jebakan rutinitas, Bagi siswa,
pengalaman belajar dengan
menggunakan peta konsep dan siklus
belajar akan merupakan pengalaman
yang sangat bermakna untuk terus-
menerus mengembangkan cara-cara
belajarnya. Bagi teman sejawat,
penelitian ini merupakan wahana untuk
mengakrabi lapangan dan
mencocokkan antara teori di modul
dengan praktik di sekolah.
B. KAJIAN PUSTAKA
1. Pembelajaran Kimia di SMA
Pembelajaran mengandung arti
suatu kegiatan yang dilakukan guru dan
siswa secara bersama-sama. Dalam
konsep pembelajaran dengan
pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA) dan Pendekatan Ketrampilan
Proses (PKP) guru berperan sebagai
fasilitator dan siswa berperan sebagai
subyek belajar.
Sebagai fasilitator guru berperan
memberi kemudahan kepada siswa
untuk memperoleh kemampuan tertentu
sesuai dengan rumusan tujuan yang
telah direncanakan. Siswa secara aktif
untuk membangun pengetahuannya
dengan sedikit mungkin bantuan guru.
Indikator keberhasilan pembelajaran
yang efektif dan bermakna adalah bila
proses pembelajaran dapat memberikan
keberhasilan dan kepuasan baik bagi
siswa maupun guru.
Hasil penelitian RUT VI tahun
pertama yang dilakukan oleh
Radyastuti Winarno dan kawan-kawan
pada tahun 1997/1998 menunjukkan
bahwa di dalam pembelajaran sains di
SMA, guru sains (termasuk guru kimia)
sangat terbebani oleh target kurikulum
dan pencapaian NUN yang tinggi.
Target kurikulum mensyaratkan
pencapaian materi dan waktu
pembelajaran sesuai dengan tuntutan
GBPP. Target pencapaian NUN yang
tinggi lebih berorientasi kepada prestise
(gengsi) sekolah. Kedua target tersebut
menyebabkan pembelajaran kimia di
SMA dilihat dari dimensi guru lebih
banyak diwarnai dengan pemberian
informasi, sedangkan dilihat dari
dimensi siswa lebih banyak diwarnai
belajar dengan carai dimensi siswa
lebih banyak diwarnai belajar dengan
cara menghafal. Kreatifitas guru untuk
mengembangkan profesinya menjadi
kurang. Kondisi seperti ini juga
didukung oleh hasil penelitian M. Nur
pada tahun 1994 yang menyatakan
kemampuan guru dan siswa SLTP
maupun SMA dalam ketrampilan
proses masih rendah.
Kondisi seperti di atas ditinjau
dari pencapaian tujuan pembelajaran
kimia di SMA menjadi kurang. Seperti
diketahui tujuan pembelajaran kimia di
SMA adalah agar siswa mampu
memahami konsep-konsep kimia dan
saling keterkaitannya untuk
memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari (GBPP Kimia, Kurikulum
SMA 1994). Demikian juga tujuan
pembelajaran kimia yang tercantum
Page 5
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 211
dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), tujuannya sama
seperti di atas. Menurut M. Nur (1995)
mengajar IPA (Kimia, Fisika, Biologi)
terbatas pada produk atau fakta, konsep
dan teori saja belum lengkap, karena
baru mengajarkan salah satu komponen
saja. Pembelajaran kimia dengan
pemberian informasi sebanyak-
banyaknya dari guru dan siswa belajar
dengan cara menghafalnya akan
menyalahi hakekat ilmu kimia sebagai
produk, proses dan sikap ilmiah. Untuk
mengatasi masalah di atas berbagai
upaya telah dilakukan oleh para ahli
pembelajaran IPA di Indonesia dengan
mengenalkan berbagai pendekatan baru
di dalam pembelajaran IPA.
Pendekatan baru itu antara lain
pendekatan siklus belajar (Learning
Cyclus), Peta Konsep, Sains-
Teknologi-Masyarakat (STM) dan lain-
lain.
2. Siklus Belajar
Model pembelajaran siklus
belajar, peta konsep dan STM
mendasarkan diri pada teori belajar
konstruktivistik. Menurut Lawson
(dalam Dasna, 1997) model
pembelajaran dengan pendekatan siklus
belajar terdiri atas tiga tahap yaitu tahap
eksplorasi, tahap identifikasi konsep
dan tahap penerapan konsep. Dalam
tahap eksplorasi siswa dikenalkan pada
pengalaman konkrit yang relevan
dengan konsep yang akan dipelajari.
Kegiatan ini dapat berupa kegiatan
laboratorium yang merupakan ciri khas
pembelajaran kimia. Dalam tahap
pengenalan konsep, siswa dikenalkan
dengan konsep konkrit dalam
pertanyaan. Sedangkan dalam tahap
penerapan siswa menerapkan konsep
yang telah dipelajari pada situasi baru.
Situasi baru tersebut dapat berupa
pemecahan masalah, soal-soal test,
kehidupan sehari-hari, teknologi dan
lingkungan.
Menurut Alan Cohen dan Michel
P Clough (The Science Teacher 1991)
siklus belajar merupakan strategi “jitu”
untuk pembelajaran sains di SLTP dan
SMA karena dapat dilakukan secara
fleksibel (luwes) dan menempatkan
kebutuhan nyata bagi guru dan siswa.
Beberapa penelitian tentang penerapan
siklus belajar dalam pembelajaran IPA
di Sekolah Dasar sudah dilakukan
dengan hasil yang “menjanjikan”
adanya perbaikan.
Dilihat dari dimensi guru,
penerapan siklus belajar memberi
keuntungan karena mendorong guru
memperluas wawasannya dan lebih
kreatif dalam merencanakan kegiatan
pembelajaran IPA. Sedangkan ditinjau
dari dimensi siswa, penerapan siklus
belajar akan memberikan keuntungan
sebagai berikut :
a. meningkatkan motivasi belajar
siswa karena dapat memberikan
kesempatan kepada siswa terlibat
secara aktif dalam pembelajaran.
Page 6
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 212
b. membantu mengembangkan sikap
ilmiah dan ketrampilan proses
siswa.
c. pembelajaran lebih bermakna
karena siswa secara langsung
mengalami proses pemerolehan
konsep dan memahami aplikasinya
dalam kehidupan sehari-hari.
Kekurangan penerapan siklus belajar
dalam pembelajaran antara lain ialah :
a. tujuan pembelajaran tidak tercapai
jika guru kurang menguasai materi
dan langkah-langkah pembelajaran
yang mengacu pada siklus belajar.
b. menuntut kesungguhan dan
kreativitas guru dalam merancang
dan menerapkan kegiatan
pembelajaran.
c. memerlukan pengelolaan kelas
yang lebih terencana dan
terorganisir.
d. memerlukan waktu dan tenaga
lebih banyak dalam menyusun
rencana dan pelaksanaan
pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas, penerapan
model siklus belajar dalam
pembelajaran kimia dapat digunakan
sebagai alternatif untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran kimia.
3. Peta Konsep
Disisi lain menurut Danar (1994)
peta konsep dapat merupakan cara baru
bagi guru untuk mengetahui bagaimana
siswa membangun pengetahuannya.
Pembuatan peta konsep menuntut siswa
menyajikan pengetahuannya yang
dimiliki sebagai pengetahuan yang
proporsional. Dalam pembelajaran
kimia, peta konsep dapat digunakan
guru untuk membantu siswa belajar
kimia dan sebagai evaluasi untuk
mengetahui bagaimana belajar terjadi di
laboratorium.
Penggunaan peta konsep di dalam
pembelajaran kimia membuat siswa
belajar menjadi lebih bermakna karena:
a. struktur kognitif diatur secara
hirarkis (Ausubel),
b. konsep-konsep dalam struktur
kognitif siswa mengalami
diferensiasi progresif yang
c. membuat siswa terus dan “betah”
belajar,
d. siswa menyadari akan perlunya
hubungan antar konsep dan
penerapannya.
Hasil peta konsep yang dibuat oleh
setiap siswa dapat berbeda karena
mengikuti azas perbedaan individual
dalam pembelajaran.
Menurut Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) salah satu
tujuan mata pelajaran kimia di
SMA/MA adalah agar peserta
didik/siswa memiliki kemampuan
memperoleh pengalaman dalam
menerapkan metode ilmiah melalui
percobaan atau eksperimen, dimana
peserta didik melakukan pengujian
hipotesis dengan merancang percobaan
melalui pemasangan instrumen,
pengambilan, pengolahan dan
penafsiran data, serta menafsirkan hasil
percobaan secara lisan dan tertulis.
Page 7
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 213
Pada Kompetensi Dasar Silabus
KTSP disebutkan : Membandingkan
antara sifat koligatif larutan
nonelektrolit dengan sifat koligatif
larutan elektrolit yang konsentrasinya
sama berdasarkan data percobaan.
Pembelajaran konsep ini menuntut
peserta didik berpikir abstrak. Dalam
hal ini peserta didik harus mempelajari
konsep mol, konsep larutan
nonelektrolit, konsep larutan elektrolit,
konsep ionisasi, konsep fraksi mol,
konsep molalitas, konsep molaritas,
konsep penurunan tekanan uap, konsep
penurunan titik beku, konsep kenaikan
titik didih, konsep tekanan osmosis.
Keberhasilan pembelajaran konsep-
konsep tersebut sangat dipengaruhi oleh
rencana pembelajaran yang dibuat guru.
Dalam kaitan ini adalah pengalaman
belajar apa saja yang harus diberikan
kepada peserta didik agar pemahaman
konsep-konsep tersebut menjadi lebih
bermakna bagi peserta didik.
Tinjauan Konsep Sifat Koligatif
Larutan
Kajian terhadap Silabus mata
pelajaran kimia KTSP pada Standar
Kompetensi 3 dan Kompetensi Dasar
3.1 (kelas X semester 2) menunjukkan
bahwa konsep sifat-sifat larutan
nonelektrolit dan larutan elektrolit
sudah diperkenalkan. Dalam konsep
tersebut telah diperkenalkan sifat-sifat
larutan baik yang nonelektrolit maupun
elektrolit melalui percobaan daya
hantar larutan. Dalam pembelajaran
sifat larutan disajikan dalam eksplorasi
melalui kegiatan praktikum di
laboratorium. Pengenalan konsep dan
penerapan konsep dicoba melalui media
LKS dan diikuti dengan metode diskusi
kelompok dan diskusi kelas. Atas dasar
uraian di atas siklus pertama dalam
penelitian ini dimulai dari konsep sifat
koligatif larutan nonelektrolit (Standar
Kompetensi 1 dan Kompetensi Dasar
1.1 Silabus KTSP).
Konsep sifat koligatif larutan
nonelektrolit meliputi : penurunan
tekanan uap, penurunan titik beku,
kenaikan titik didih dan tekanan
osmosis (Kompetensi Dasar 1.1 Silabus
KTSP). Strategi pembelajaran dengan
eksplorasi di laboratorium dapat
dikenakan terhadap penurunan titik
beku larutan dengan percobaan
menggunakan bahan es lilin yang biasa
ditemukan dalam kehidupan sehari-
hari. Sehingga siswa bisa membawa
bahan percobaan dari rumah yang
sangat mudah didapat dan hasil
percobaan bisa dinikmati.
Berdasarkan uraian di atas, siklus
kedua akan dikenakan terhadap konsep
sifat koligatif larutan elektrolit (Standar
Kompetensi 1, Kompetensi Dasar 1.2
Silabus KTSP), melalui kegiatan
eksplorasi di laboratorium
menggunakan bahan dalam kehidupan
sehari-hari seperti garam dapur, batu
kapur dan lain-lain. Percobaan ini dapat
dilakukan di rumah atau di
laboratorium secara berkelompok.
Melalui percobaan ini diharapkan siswa
Page 8
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 214
memahami bahwa ilmu kimia itu sangat
berguna dan tidak lepas dari kehidupan
sehari-hari. Pada akhirnya diharapkan
siswa semakin menyenangi ilmu kimia.
Sesuai dengan tujuan pengajaran
ilmu kimia di SMA yakni agar
siswa/peserta didik “menguasai konsep-
konsep kimia dan saling
keterkaitannya, serta penerapan baik
dalam kehidupan sehari-hari maupun
teknologi”, pada setiap akhir
pembelajaran siswa diminta membuat
peta konsepnya. Peta konsep buatan
siswa merupakan refleksi dari
penguasaan konsep-konsep kimia yang
telah dipelajari siswa. Hasil peta konsep
buatan siswa ini kemudian dievaluasi
bersama.
Peneliti hanya menggunakan dua
siklus dengan alasan sesuai dengan
petunjuk yang ada dalam modul/buku
panduan IDIK 4501, Pemantapan
Kemampuan Profesional (PKP). Dan
peneliti dalam hal ini sebagai
mahasiswa UT adalah masih dalam
taraf belajar.
C. PELAKSANAAN PENELITIAN
PERBAIKAN
PEMBELAJARAN
Subyek Penelitian
Lokasi penelitian ini diadakan di
SMA Negeri 1 Jogorogo Kabupaten
Ngawi. Waktu yang dipakai adalah
mulai bulan Agustus sampai dengan
bulan Oktober tahun 2012, semester
gasal tahun pelajaran 2012/2013. Mata
pelajaran yang dipakai penelitian
adalah Kimia. Subjek penelitian adalah
siswa kelas XII IPA-1 yang berjumlah
35 orang dengan rincian 10 orang anak
laki-laki dan 25 orang anak perempuan.
Deskripsi per siklus
Rencana
Pada tahap penyusunan rencana
tindakan perbaikan pembelajaran,
mula-mula guru bersama-sama dengan
teman sejawat dan supervisor
mengidentifikasi konsep-konsep kimia
yang sukar dikuasai siswa. Cara yang
ditempuh untuk kepentingan ini ialah
dengan memeriksa kembali rerata nilai
ulangan harian, jurnal guru dan silabus
pelajaran kimia KTSP. Berdasarkan
masalah yang disepakati, sebagai acuan
implementasi tindakan dipilih konsep
sifat koligatif larutan.
Setelah konsep-konsep
teridentifikasikan dari silabus KTSP,
guru bersama teman sejawat/supervisor
menyusun rancangan pembelajaran.
Rancangan pembelajaran ini memuat
pengalaman belajar siswa dengan
pendekatan siklus belajar siswa dan
peta konsep. Pada akhir pelajaran siswa
diberi tugas membuat peta konsep
sebagai cerminan atau refleksi dari
hasil belajarnya. Pengetahuan siswa
mengenai peta konsep ini telah
diberikan oleh guru pada pembelajaran
konsep sebelumnya. Peta konsep
buatan siswa diperiksa oleh guru dan
teman sejawat/supervisor.
Pelaksanaan
Page 9
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 215
Pelaksanaan tindakan dimulai
dengan pembelajaran konsep sifat
koligatif larutan nonelektrolit.
Pembelajaran dilakukan di
laboratorium kimia SMA Negeri 1
Jogorogo Kabupaten Ngawi. Kegiatan
pembelajaran di laboratorium ini
merupakan tahap eksplorasi dalam
penerapan siklus belajar. Tahap
pengenalan konsep dan penerapan
konsep dilaksanakan dengan metode
diskusi, tanya jawab dan pemberian
tugas.
Pengamatan
Selama pembelajaran
berlangsung dilakukan observasi untuk
memperoleh bahan penyusunan
refleksi. Observasi dilakukan oleh
teman sejawat dan supervisor. Fokus
observasi dilakukan terhadap
pelaksanaan eksplorasi, pengenalan
konsep dan penerapan konsep
dipandang dari dimensi siswa dan guru.
Hasil observasi dicatat sebagai catatan
bebas atau format khusus yang
disepakati bersama. Balikan siswa
tentang pengalaman belajar dengan peta
konsep dijaring dengan angket bentuk
inventori dan jawaban bebas.
Pengumpulan data dilakukan
dengan cara observasi selama
pembelajaran berlangsung dari setiap
siklus. Observasi dilakukan bersama-
sama dengan teman sejawat/supervisor.
Data hasil observasi dicatat sebagai
catatan bebas atau dalam format khusus
yang disetujui bersama. Kesan guru
mengenai pengalaman pembelajaran
siswanya dengan menggunakan siklus
belajar dan peta konsep untuk konsep
sifat koligatif larutan dicatat dalam
catatan tersendiri. Data mengenai kesan
guru ini diperoleh dari hasil wawancara
dan catatan dari guru sendiri.
Dari dimensi siswa ada jenis data
yang dikumpulkan. Data jenis pertama
yakni pengalaman belajar siswa
menggunakan peta konsep,
dikumpulkan melalui angket bentuk
inventori. Angket berisi 35 pertanyaan
dengan lima pilihan jawaban dan
pertanyaan dengan jawaban bebas.
Adapun kisi-kisinya adalah sebagai
berikut:
Tabel 1 : Kisi-Kisi Inventori Peta Konsep
NO MATERI PERNYATAAN
POSITIF
PERNYATAAN
NEGATIF
1.
2.
3.
4.
5.
Perasaan terhadap peta konsep
Kegiatan pembuatan peta konsep
Perasaan terhadap tugas membuat
peta konsep
Pemanfaatan peta konsep untuk
pembelajaran sifat koligatif
Pemanfaatan peta konsep untuk
pembelajaran pada umumnya
10 ; 14
5 ; 6 ; 35
7 ; 9 ; 12 ; 16 ; 17
33 ; 34
3 ; 13 ; 26 ; 26
1 ; 2 ; 4 ; 15 ; 22
24 ; 25
11 ; 18
Data jenis kedua yakni data
mengenai hasil belajar siswa dijaring
melalui hasil tes. Soal tersebur dibuat
oleh guru sendiri. Data hasil tes ini
Page 10
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 216
diperlukan untuk mengetahui
ketuntasan hasil belajar siswa.
Disamping tes data hasil belajar siswa
juga dikumpulkan melalui hasil peta
konsep buatan siswa.
Refleksi
Kegiatan refleksi diawali dengan
memeriksa catatan hasil observasi.
Pemeriksaan dilakukan bersama-sama
antara guru dan teman
sejawat/supervisor. Kesan guru sendiri
dalam melaksanakan pembelajaran
dengan pendekatan siklus belajar dan
peta konsep dibuat sebagai catatan
tersendiri melengkapi hasil observasi.
Hasil pemeriksaan ini kemudian dikaji
dan dievaluasi bersama melalui diskusi.
Data hasil angket balikan siswa
mengenai pengalaman belajar dengan
peta konsep diolah dengan persentasi
dan rangking. Hasil-hasil di atas
kemudian dirumuskan sebagai refleksi
pembelajaran siklus I.
D. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Deskripsi per siklus
Dara hasil observasi
pembelajaran dianalisis bersama-sama,
kemudian ditafsirkan berdasarkan
kajian pustaka dan pengalaman guru.
Hasil belajar siswa dianalisis
berdasarkan ketuntasan belajar siswa
yakni 80 % dari jumlah siswa sudah
mencapai 65 % taraf penguasaan
konsep-konsep yang diberikan.
Sedangkan untuk masing-masing siswa
dikatakan berhasil bila telah mencapai
skor minimal 75 % dari hasil
ulangannya. Dan dikatakan gagal jika
skor yang dicapai di bawah 75 %.
Data dari hasil angket bentuk
inventori dianalisis dengan statistik
deskriptif (persentasi dan rangking).
Untuk mengetahui kesan siswa positif
atau tidak terhadap pengalaman belajar
mereka menggunakan peta konsep,
dilakukan dengan cara membandingkan
skor rata-rata harapan (Mi) dengan skor
rata-rata hitung (Mh). Kesan siswa
positif bila Mh˃Mi dan sebaliknya
mesan siswa negatif bila Mh˂Mi. Skor
Mi dihitung dengan rumus :
Xrh + Xrt
Mi = ----------- (Suryabrata, 1989)
2
Sedangkan standar durasinya dihitung
dengan rumus :
Xrh - Xrt
SD = ------------
6
dimana Xrh = skor tertinggi harapan dan
Xrt = skor terendah harapan.
Selanjutnya untuk mengetahui
sejauh mana kesan siswa terhadap
pengalaman belajar mereka dengan
menggunakan peta konsep dilakukan
klasifikasi sebagai berikut :
1. Sangat Baik (SB) bila Mi˃Mh +
1,5SD
2. Baik (B) bila Mi + 0,5SD˂Mh˂Mi +
1,5SD
Page 11
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 217
3. Cukup Baik (CB) bila Mi –
0,5SD˂Mh˂Mi + 0,5SD
4. Sedang (S) bila Mi – 0,5SD˂Mh˂Mi
- 1,5SD
5. Kurang (K) bila Mh˂Mi - 1,5SD
Hasil analisis dengan cara di atas
melengkapi hasil wawancara tertutup
tentang kesan siswa terhadap
pengalaman belajar mereka dengan peta
konsep.
Data kesan siswa terhadap
pengalaman belajar mereka
menggunakan peta konsep dijaring
melalui angket bentuk inventori.
Angket berisi 35 pertanyaan dengan
lima pilihan jawaban. Angket ini
melengkapi wawancara tertutup
terhadap siswa. Data kemudian
dianalisis dengan cara sebagaimana
tersebut di atas. Selanjutnya hasil
analisis data mengenai hal tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2 : Kesan Siswa Terhadap Peta Konsep
No. KESAN Mi Mh Mh : Mi Kesimpulan
1.
2.
3.
4.
5.
Perasaan terhadap peta konsep
Kegiatan pembuatan peta konsep
Perasaan terhadap tugas membuat
peta konsep
Pemanfaatan peta konsep
Pemanfaatan peta konsep untuk
pembelajaran pada umumnya
18
24
6
26
21
18, 10
21, 71
7
32, 74
23, 94
˃
˂
˃
˂
˃
Positif
Negatif
Positif
Negatif
Positif
Berdasarkan data pada tabel tersebut
dapat dikatakan umumnya kesan siswa
terhadap pengalaman belajar
menggunakan peta konsep positif.
Adapun kualifikasi kesan siswa
terhadap pengalaman belajar
menggunakan peta konsep dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 3 : Kualifikasi Kesan Siswa Terhadap Peta Konsep
No. KESAN KUALIFIKASI (%)
KET SB B CB S K
1.
2.
3.
4.
5.
Perasaan terhadap peta konsep
Kegiatan pembuatan peta
konsep
Perasaan terhadap tugas
membuat peta konsep
Pemanfaatan peta konsep
Pemanfaatan peta konsep
untuk pembelajaran pada
umumnya
8,06
5,00
16,13
3,32
10,12
32,25
24,59
32,25
27,13
50,67
21,48
29,03
30,65
29,03
19,25
29,00
33,06
17,74
29,29
15,67
9,60
7,70
3,32
9,93
3,22
Page 12
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 218
Dari tabel dapat dilihat bahwa
kesan perasaan siswa terhadap peta
konsep tidak baik (4,78 %). Kesan
siswa terhadap kegiatan pembuatan
peta konsep cukup baik (58,63 %).
Kesan siswa mengenai perasaan
terhadap tugas membuat peta konsep
umumnya baik (79,03 %). Sedangkan
kesan siswa terhadap pemanfaatan peta
konsep cukup baik (59,39 %). Adapun
kesan siswa terhadap pemanfaatan peta
konsep untuk pembelajaran pada
umumnya adalah baik (80,39 %).
Secara keseluruhan kesan siswa
terhadap penggunaan peta konsep
dalam pembelajaran konsep sifat
koligatif larutan adalah baik. Kesan
baik ini juga diperoleh dari hasil
wawancara dengan siswa.
Pembahasan dari setiap siklus
Hasil penelitian ini dapat
dikemukakan kedalam dua siklus. Pada
setiap siklus dikemukakan hasil
penelitian mengenai pelaksanaan
penerapan siklus belajar, pembuatan
peta konsep dan hasil belajar siswa
untuk pembelajaran konsep sifat
koligatif larutan serta temuan-temuan
penting hasil penelitian ini.
1. Siklus I
Dalam pembelajaran siklus I,
konsep-konsep yang diajarkan
teridentifikasikan cukup jelas. Konsep-
konsep itu adalah penurunan tekanan
uap, penurunan titik beku, kenaikan
titik didih dan tekanan osmosis.
Konsep-konsep terkait erat dengan
konsep sifat koligatif larutan elektrolit
yang akan diajarkan pada pembelajaran
siklus II. Ketrampilan proses yang
dilatihkan kepada siswa juga
teridentifikasi cukup jelas yakni
mengamati, menafsirkan,
mengklasifikasi, mengkomunikasikan
dan menarik kesimpulan.
Ditinjau dari tahap eksplorasi
dalam penerapan siklus belajar,
pembelajaran sudah berorientasi pada
aktivitas siswa. Aktivitas siswa tersebut
berupa kegiatan praktikum penurunan
titik beku larutan yang dilakukan secara
berkelompok. Sebagai panduan belajar
siswa digunakan Lembar Kerja Siswa
(LKS) buatan sendiri. Waktu yang
tersedia untuk melakukan kegiatan
oksplorasi ini cukup. Indikator
mengenai hal ini ialah kegiatan
praktikum selesai sesuai dengan alokasi
waktu yang disediakan. Interaksi
murid-murid (M-M) pada kegiatan
ekplorasi ini ialah hasil percobaan yang
bersifat lualitatif belaka.
Pada tahap pengenalan konsep,
pembelajaran dilakukan dengan metode
diskusi kelas. Materi diskusi
dikembangkan dari hasil kegiatan
eksplorasi. Dalam kegiatan diskusi ini
salah satu kelompok diminta untuk
mengkomunikasikan hasil
percobaannya. Kelompok lain
menanggapinya berdasarkan hasil
catatan-catatan yang ada di LKS-nya.
Guru mengembangkan hasil diskusi
untuk memperkuat pemahaman konsep-
konsep yang diperoleh dari
Page 13
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 219
percobaannya. Pengembangan hasil
diskusi dilakukan dengan metode
konsep dan ilustrasi (Metode Konil).
Setiap konsep yang dikenalkan kepada
siswa selalu disertai contoh-contoh
beserta penjelasannya sehingga mudah
dipahami oleh siswa.
Dalam tahap penerapan konsep,
siswa nampaknya kurang dapat
menerapkan konsep-konsep yang telah
dipelajari dalam situasi baru, baik
dalam kehidupan sehari-hari maupun
teknologi. Demikian juga hampir tidak
ada penggunaan aktivitas yang
memadai untuk menerapkan dan
memantapkan pemahaman konsep-
konsep yang telah dipelajari.
Pemeriksaan terhadap peta
konsep buatan siswa menunjukkan
masih banyak kekurangan yang harus
dibenahi. Kekurangan itu antara lain
adanya salah konsep, tidak ada kata
penghubung antar konsep, kurang
lengkap (tidak sempurna) dan
sebagainya.
Hasil tes ulangan harian untuk
konsep sifat koligatif larutan
nonelektrolit menunjukkan perolehan
rerata nilai yang kurang memuaskan.
Banyak siswa yang tidak bisa
memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) 75. Jumlah siswa yang
mencapai nilai di atas 75 sebanyak 6
orang dari jumlah siswa 35 orang. Atau
persentase ketuntasan hanya 17 % saja.
Sehingga tidak memenuhi target yang
ditetapkan dalam KTSP.
Ada dua hal penting yang dapat
direfleksikan dari hasil penelitian siklus
I ini. Pertama, penerapan siklus belajar
terutama tahap penerapan konsep perlu
diperbaiki karena masih banyak
kekurangan (belum mantap). Kedua
siswa perlu diberi pengalaman belajar
membuat peta konsep lagi karena peta
buatan siswa masih banyak
kekurangannya (belum memenuhi
harapan). Selanjutnya kedua hal
tersebut akan menjadi fokus masalah
pada penelitian pembelajaran siklus II.
2. Siklus II
Sesuai silabus KTSP, konsep
yang harus dipelajari pada penelitian
pembelajaran siklus II ini adalah sifat
koligatif larutan elektrolit. Berdasar
refleksi siklus I, ada dua fokus masalah
pada penelitian pembelajaran siklus II
ini. Kedua fokus masalah tersebut dapat
dirumuskan dengan perumusan masalah
sebagai berikut :
a. Bagaimana penerapan siklus
belajar khususnya tahap penerapan
konsep diperbaiki untuk
pembelajaran konsep sifat koligatif
larutan elektrolit.
b. Bagaimana membelajarkan siswa
membuat peta konsep yang lebih
baik dari peta konsep buatan siswa
pada siklus I.
Untuk menjawab kedua permasalahan
tadi dipilih alternative tindakan
penerapan kembali siklus belajar dan
pembuatan peta konsep. Dalam
penerapan kembali siklus belajar,
Page 14
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 220
perbaikan pembelajaran diutamakan
pada tahap penerapan konsep sifat
koligatif larutan elektrolit. Sedangkan
untuk memperbaiki peta konsep buatan
siswa dilakukan penjelasan kembali
peta konsep buatan siswa pada siklus I.
Langkah selanjutnya siswa diberi tugas
membuat peta konsep sifat koligatif
larutan elektrolit pada akhir
pembelajaran siklus II. Berdasarkan
uraian di atas pada siklus II dapat
dikemukakan hipotesis penelitian
“perbaikan tahap penerapan konsep
dalam penggunaan siklus belajar dan
peta konsep dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran konsep sifat
koligatif larutan elektrolit”.
Sebagaimana pada siklus I, dalam
siklus II scenario pembelajaran dimulai
dengan tahap eksplorasi, diikuti dengan
tahap pengenalan konsep dan tahap
penerapan konsep untuk sifat koligatif
larutan elektrolit. Pada akhir
pembelajaran siswa diberi tugas
menyusun peta konsep sifat koligatif
larutan elektrolit. Observasi dilakukan
selama proses belajar berlangsung.
Kesan guru sebagai subyek penelitian
direkam tersendiri untuk melengkapi
data hasil observasi. Peta konsep buatan
siswa diperiksa bersama-sama teman
sejawat/supervisor. Selanjutnya hasil
penelitian pembelajaran pada siklus II
dapat dikemukakan sebagai berikut.
Pada tahap eksplorasi,
pembelajaran berorientasi pada
aktivitas siswa. Aktivitas siswa berupa
kegiatan praktikum di laboratorium
dengan menggunakan LKS untuk
menyelidiki penurunan titik beku dan
kenaikan titik didih larutan elektrolit.
Kemudian hasilnya dibandingkan
dengan sifat koligatif larutan
nonelektrolit. Dalam tahap eksplorasi
tidak ada masalah yang berarti dalam
pembelajaran.
Pelaksanaan tahap pengenalan
konsep dilakukan dengan
mengembangkan hasil kegiatan
praktikum (tahap eksplorasi). Metode
yang digunakan dalam tahap ini adalah
metode diskusi-informasi yang
dipimpin oleh guru. Dalam tahap ini
kepada siswa dikenalkan konsep baru.
Konsep baru tersebut adalah Faktor van
Hoff. Contoh-contoh diberikan sebagai
ilustrasi untuk memantapkan
pemahaman siswa.
Tahap penerapan konsep
dikembangkan melalui dua cara. Cara
pertama dilakukan dengan menerapkan
konsep-konsep sifat koligatif larutan
elektrolit untuk
memecahkan/menyelesaikan soal-soal
teori dan perhitungan. Cara kedua
dilakukan dengan member tugas kepada
siswa untuk mencari contoh tekanan
osmosis dalam kehidupan sehari-hari.
Cara kedua ini dapat menarik perhatian
siswa dan membuat siswa lebih
antusias untuk melakukannya.
Pemeriksaan terhadap peta
konsep buatan siswa menunjukkan hasil
yang sudah lebih baik dari peta konsep
buatan siswa pada siklus I. Peta konsep
yang dihasilkan sudah lebih lengkap
Page 15
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 221
dan lebih sempurna. Pemilihan kata
penghubung untuk menghubungkan
konsep satu dengan lainnya sudah lebih
baik (tepat dan efisien, tidak lebih dari
3 kata).
Hasil tes ulangan harian untuk
konsep sifat koligatif larutan elektrolit
menunjukkan kenaikan yang signifikan.
Jumlah siswa yang mendapat nilai di
atas 75 sebanyak 27 orang dari 35
orang yang ikut ulangan. Atau
mencapai 77 % disbanding siklus I
yang hanya 17 %.
Walaupun belum mencapai 85 %
tingkat ketuntasan, secara keseluruhan
hasil penelitian pembelajaran ini sudah
memenuhi harapan yakni adanya
peningkatan kualitas pembelajaran dan
hasil belajar. Dari dimensi siswa, siswa
menjadi lebih aktif, mempunyai
partisipasi tinggi serta dapat
menghayati ilmu kimia dalam
kehidupan sehari-hari. Walaupun
demikian dari dimensi guru
pengalaman pembelajaran tersebut
merupakan pengalaman baru. Untuk
memantapkan pengalaman akan dicoba
penerapan siklus belajar dan peta
konsep pada pembelajaran konsep
redoks dan elektrokimia.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
TINDAK LANJUT
Kesimpulan
1. Ditinjau dari dimensi guru dan
siswa, penggunaan siklus belajar dan
peta konsep dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran konsep sifat
koligatif larutan.
2. Penggunaan siklus belajar dan peta
konsep membuat pembelajaran
konsep sifat koligatif larutan lebih
bermakna bagi siswa.
3. Penggunaan siklus belajar dan peta
konsep dapat menunjang pencapaian
tujuan khusus pengajaran kimia
konsep sifat koligatif larutan.
4. Walaupun dari hasil angket siswa
menunjukkan sikap positif terhadap
peta konsep, sebagian besar siswa
masih belum merasakan peta konsep
sebagai kebutuhan untuk
mengorganisasikan konsep-konsep
yang telah dipelajarinya.
Saran Tindak Lanjut
1. Penggunaan siklus belajar dan peta
konsep perlu digalakkan dan
diperluas untuk konsep kimia lain, di
kelas lain dan SMA lain.
2. Dalam rangka menunjang
pencapaian tujuan penguasaan
konsep-konsep kimia dan saling
keterkaitannya penggunaan peta
konsep perlu lebih dipopulerkan
kepada siswa.
3. Dalam rangka peningkatan
keprofesionalan guru kimia dan
perbaikan kualitas pembelajaran
kimia hasil penelitian ini perlu
dikomunikasikan ke sejawat lain,
melalui seminar di MGMP atau
SPKG.
DAFTAR PUSTAKA
Page 16
JIPE Vol. I No. 2 Edisi September 2016 /p-ISSN2503-2542 e-ISSN 2503-2550 222
Allard, David W. And Charles R.
Borman. 1994, The Learning
Cycle as an Alternative Method
for College Science Teaching.
Jurnal Bio Science Vol. 44 No. 4.
Amin. M. 1984, Pembelajaran dengan
Pendekatan Laboratorium. Jakarta
P2LPTK.
Colbum, Alan and Michael P. Clough.
1997. Implementing the Learning
Cycle. The science teacher May
1997.
Dahar, R. W. 1994. Berbagai
Permasalahan dalam
Meningkatkan Mutu Penelitian
Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam di LPTK.
Makalah, disajikan dalam
Seminar Nasional Hasil Penelitian
Pendidikan MIPA III di Ujung
Pandang 12 – 27 Juli 1994.
Dasna, I.W. 1997. Siklus Pembelajaran
(Learning Cycle) sebagai Suatu
Model Inkuari dalam
Pembelajaran Kimia. Makalah,
disajikan pada Seminar Jurusan
Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP
Malang 2 Agustus 1997.
Dorough, Donna K. And James A.Rye
1997. Mapping for
Understanding. The Science
Teacher Vol. 64 No. 1, January
1997.
Nur, M. 1994. Pengembangan Model
PBM IPA Berorientasi PKP untuk
Meningkatkan Daya Nalar Siswa
dalam Rangka Menyongsong
Masyarakat IPTEK pada
Pembangunan Jangka Panjang
Tahap Kedua. Makalah, disajikan
pada Seminar Nasional Hasil
Penelitian Pendidikan MIPA III di
Ujung Pandang 23 – 27 Juli 1994.
Odom, Louis A. And Paul V. Kelly.
1998. The Unionof Concept
Mapping and the Learning Cycle
Improves Science Achievenment,
MAKING LEARNING
MEANINGFUL, The Science
Teacher. Vol. 65 No. 4, 4 April
1998.
Purwadi, S. dan Tiksno M. 1995. Daur
Belajar Pengajaran Bidang Studi.
Jakarta Proyek Pengembangan
Pendidikan Guru SD Depdikbud.
Tim FKIP, Pemantapan Kemampuan
Profesional, PGSM, Buku
Panduan IDIK4501. Universitas
Terbuka.
Wardani, I.G.A.K. Dr. Dkk, Penelitian
Tindakan Kelas, Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka, 2003.