This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MAKALAH
FARMASI KLINIK
PENGGUNAAN OBAT PADA KEHAMILAN DAN IBU MENYUSUI
DISUSUN OLEH:
Frisqi andisti (0808010068)
Fani Susilo (1108010136)
Sawitri Dewi Romadhon (1108010137)
Fretty Setiawati (1108010138)
Siti Robi’atul ‘Adawiyah (1108010139)
Sinti Shintia (1108010141)
Friska Anggreani (1108010143)
Rossy Faizah N.U (1108010144)
Trisna Rohmiyati (1108010146)
Mayang Setianing Hadi (1108010148)
Mahardika Inayati (1108010149)
Dian Hartini (1108010153)
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses kehamilan di dahului oleh proses pembuahan satu sel telur yang bersatu dengan
sel spermatozoa dan hasilnya akan terbentuk zigot. Zigot mulai membelah diri satu sel menjadi
dua sel, dari dua sel menjadi empat sel dan seterusnya. Pada hari ke empat zigot tersebut
menjadi segumpal sel yang sudah siap untuk menempel / nidasi pada lapisan dalam rongga
rahim (endometrium). Kehamilan dimulai sejak terjadinya proses nidasi ini. Pada hari ketujuh
gumpalan tersebut sudah tersusun menjadi lapisan sel yang mengelilingi suatu ruangan yang
berisi sekelompok sel di bagian dalamnya.
Sebagian besar manusia, proses kehamilan berlangsung sekitar 40 minggu (280 hari) dan
tidak lebih dari 43 minggu (300 hari). Kehamilan yang berlangsung antara 20 – 38 minggu
disebut kehamilan preterm, sedangkan bila lebih dari 42 minggu disebut kehamilan postterm.
Menurut usianya, kehamilan ini dibagi menjadi 3 yaitu kehamilan trimester pertama 0 – 14
minggu, kehamilan trimester kedua 14 – 28 minggu dan kehamilan trimester ketiga 28 – 42
minggu.
Bagi Ibu yang sedang hamil atau menyusui sebaiknya hati-hati dalam mengkonsumsi
obat-obatan yang mungkin dapat menghilangkan keluhan sakit seorang tapi, mungkin obat
tersebut dapat berbahaya bagi janin maupun bayi yang dikandung oleh ibu tersebut. Apapun
yang dikonsumsi akan mempengaruhi janin dan bayi termasuk apapun yang dioleskan diluar
tubuh. Penggunaan suplemen atau obat-obatan pada trisemester pertama sangat berbahaya
karena pada periode tersebut terjadi proses pembentukan organ (organosenesis). Zat aktif obat
dapat masuk ke peredaran darah janin dan mempengaruhi proses pembentukan organ tersebut
yang akhirnya akan menyebkan terjadinya kecacatan karena terganggunya proses tersebut.
Penggunaan obat sembarang pun, termasuk obat yang dijual bebas sebaiknya dihindari
oleh ibu menyusui, karena obat yang dikonsumsi ibu diseskresikan memlalui ASI yang
diminum bayi sehingga menyebabkan kadar obar dalam tubuh ibu sama dengan kadar obat
adlam tubuh bayi. Tentunya hal ini akan sangat membahayakan bagi si bayi.
Tidak semua obat berbahaya. Ada beberapa jenis obat yang terbukti cukup aman
dikonsumsi baik selama hamil maupun selama menyusui. Diperlukan pemahaman mengenai
obat yang relatif aman dan tidak aman agar seorang ibu bisa menghindarinya selama periode
kehamilan dan menyusui. Dengan demikian ibi hamil dan janin tidak dirugikan.
Penggunaan obat selama kehamilan merupakan suatu masalah khusus. Selama beberapa
dekade diperkirakan bahwa plasenta berfungsi sebagai rintangan (barrier) yang melindungi
janin terhadap efek merugikan dari obat-obat. Tetapi ternyata bahwa kebanyakan obat dapat
secara pasif menembus atau ditranspor secara aktif melalui plasenta. Periode intra-uterin
selama 2 pekan sampai tiga bulan merupakan masa perkembangan; janin yang sangat peka
terhadap efek obat yang dapat mengakibatkan malformasi, karena pada masa inilah
terbentuknya organ-organ utama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Obat-obatan di dalam kehamilan yang dapat mempengaruhi janin
Apapun yang seorang wanita hamil makan atau minum dapat memberikan pengaruh
pada janinnya. Seberapa banyak jumlah obat yang akan terpapar ke janin tergantung dari
bagaimana obat tersebut diabsorpsi (diserap), volume distribusi, metabolisme, dan ekskresi
(pengeluaran sisa obat). Penyerapan obat dapat melalui saluran cerna, saluran napas, kulit, atau
melalui pembuluh darah (suntikan intravena). Kehamilan sendiri mengganggu penyerapan obat
karena lebih lamanya pengisian lambung yang dikarenakan peningkatan hormon progesteron.
Volume distribusi juga meningkat selama kehamilan, estrogen dan progesteron mengganggu
aktivitas enzim dalam hati sehingga berpengaruh dalam metabolisme obat. Ekskresi oleh ginjal
juga meningkat selama kehamilan.
Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah seberapa banyak obat melalui plasenta
(jaringan yang melekat pada rahim dan menyediakan nutrisi atau sebagai penyaring zat-zat
berbahaya bagi janin). Obat yang larut dalam lemak lebih mudah melalui plasenta
dibandingkan obat yang larut dalam air. Obat-obat dengan berat molekul besar lebih sulit
melalui plasenta. Jumlah obat yang terikat pada plasma protein mempengaruhi jumlah obat
yang dapat melalui plasenta.
Selain itu spesifisitas, dosis, waktu pemberian, fisiologi ibu, embriologi, dan genetik juga
dapat mempengaruhi. Spesifisitas dimaksudkan bahwa obat yang berbahaya untuk janin di satu
spesies belum tentu berbahaya bagi spesies lainnya, begitu juga sebaliknya (hewan ke manusia
dan sebaliknya). Dosis yang dipakai juga penting, dosis kecil mungkin tidak memiliki
pengaruh apapun, dosis sedang menyebabkan kecacatan, dan dosis tinggi dapat menyebabkan
kematian. Waktu pemberian berkaitan dengan kelainan organ-organ. Paparan obat teratogen
(menyebabkan kecacatan) pada minggu ke 2 – 3 setelah pembuahan tidak memiliki efek atau
menimbulkan abortus (all or nothing). Periode yang rentan dengan gangguan pembentukan
organ berada pada minggu ke 3 – 8 setelah pembuahan atau 10 minggu dari periode menstruasi
terakhir. Setelah periode ini, pertumbuhan janin ditandai dengan pembesaran organ-organ pada
minggu 10 – 12. Gangguan pada periode ini dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan atau
gangguan di sistem saraf dan alat reproduksi.
Sesungguhnya semua obat dapat melalui plasenta dalam jumlah tertentu, kecuali obat-
obat dengan ion organik yang besar seperti heparin dan insulin. Transfer plasenta aktif harus
dipertimbangkan. Terapi obat tidak perlu dihentikan selama menyusui karena jumlah yang
larut di dalam ASI tidak terlalu signifikan.
Obat-obatan untuk mengatasi influenza memang banyak dijual di pasaran. Umumnya,
obat ini mengandung atau merupakan kombinasi beberapa macam obat penghilang gejala
seperti antidemam, antinyeri, antihistamin, dan dekongestan (menghilangkan sumbatan),
antibatuk, pengencer dahak, dan sebagainya. Padahal, mungkin saja ada yang pilek tanpa
disertai demam, ada yang hidungnya tersumbat tapi kepala tidak pusing dan otot-otot tidak
nyeri. Belum lagi alasan apakah kandungannya aman dikonsumsi. Lantaran itu, untuk
menghapus seluruh keraguan, sebaiknya konsultasikan setiap keluhan atau obat bebas yang
ingin digunakan kepada dokter. Yang penting lagi, selain mengonsumsi obat di bawah
pengawasan dokter, untuk mengatasi flu, ibu juga perlu beristirahat dan menyantap makanan
bergizi, jangan lupa buah-buahan, terutama yang mengandung vitamin C, untuk mempertinggi
daya tahan tubuh. Dengan begitu, ibu tetap dapat melakukan aktivitas dan kehamilan bisa
berjalan baik tentunya.
Pada dasarnya, influenza adalah self limiting disease (SLD) yang akan sembuh dengan
sendirinya, kecuali bila ada komplikasi berat yang menyertainya. Karena bersifat SLD, usaha
untuk meningkatkan kekebalan tubuh dengan beristirahat dan makan makanan bergizi cukup
dapat menghambat infeksi influenza.
Barulah jika setelah lebih dari 5 hari gejala flu masih mengganggu, obat akan digunakan
untuk meredakannya. Pemberian antibiotik dipakai untuk mencegah infeksi sekunder/penyerta
pada penderita flu. namun, antibiotik tidak rutin diberikan kepada ibu hamil. Itu pun, harus
dikonsultasikan dahulu dengan dokter kandungan.
B. Teratogenesis pada wanita hamil
Didefinisikan sebagai disgenesis (pembentukan keliru) dari organ-organ janin secara
ftruktural maupun fungsional (misalnya fungsi otak). Manifestasi yang khas dari leratogenesis
berupa pertumbuhan yang terhambat atau kematian dari janin, karsitiogenesis dan malformasi
struktur organ maupun fungsinya.
Merupakan pedoman emas bahwa semua obat harus dihindarkan selama kehamilan,
terkecuali ada sebab-sebab yang mendesak untuk penggunaannya. Dalam hal ini harus
dipertimbangkan dengan seksama benefitnya bagi ibu terhadap risiko potensial bagi janin.
Lagipula keamanan dari kebanyakan obat belum dapat dipastikan secara mutlak, karena
efeknya mungkin baru tampak setelah beberapa tahun setelah kelahiran. Oleh karena ini
penelitian-penelitian jangka panjang semakin penting, karena ternyata bahwa efek jangka
panjang dari obat-obat teratogen terhadap perkembangan saraf (neurobehavioral development)
dapat lebih parah daripada kelainan-kelainan strukrural. Dalam hal ini dapat disebut beberapa
obat yang mempengaruhi perkembangan otak seperti karbamazepin, isotretinoin, fenitoin,
asam valproat dan warfarin (Tabel A).
Farmakokinetika pada ibu hamil :
Pada ibu hamil progesteron meningkat, motilin menurun, dan motilitas usus menurun
sehingga akan memperpanjang waktu pengosongan lambung dan absorbsi obat
meningkat.
Aliran darah ke kulit meningkat sehingga asorbsi obat secara topikal meningkat.
Cardiac output meningkat sehingga volume darah enibgkat dan distribusi obat juga akan
meningkat.
Jumlah lemak dalam tubuh meningkat seingga distribusi obat lipid solubel juga akan
meningkat.
Albumin menurun sehingga ikatan obat dengan protein menurun dan kadar obat bebas
meningkat.
Penongkatan cairan tubuh ( 60% diplasenta dan janin, 40% di jaringan ibu) sehingga
terjadi penurunan kadar puncak obat dalam darah (obat terdistribusi dalam air, obat
dengan volume distribusi rendah).
Kadar estrogen dan progesteron meningkat sehingga menginduksi metabolise.
Peningkatan aliran darah ke ginjal sehingga klirens obat meningkat.
C. Proses untuk menentukan keamanan obat selama kehamilan
Tiap tahun banyak sekali obat baru disalurkan ke pasaran, tetapi data mengenai efek-
efeknya terhadap janin pada umumnya masih sangat terbatas pada saat pemasaran. Pedoman
pertama yang dipegang adalah penelitian terhadap binatang percobaan. Ternyata bahwa obat-
obat yang memiliki sifat teratogen pada manusia dapat menyebabkan efek-efek teratogen yang
sama pada hewan percobaan. Tetapi ada pula obat-obat yang memiliki efek teratogen pada
hewan bila diberikan dalam dosis tinggi, tetapi tidak bersifat teratogen pada manusia bila di-
berikan dalam dosis klinis. Dalam peristiwa talidomid justru terjadi kebalikannya, yakni hanya
dosis tinggi bersifat teratogen pada hewan, sedangkan pada manusia ternyata dosis rendah pun
sudah menimbulkan cacat pada janin. Dosis tinggi dari glukokortikoid atau benzodiazepin
dapat mengakibatkan bibir sumbing pada hewan, tetapi dalam dosis klinis tidak memberikan
efek demikian pada manusia. Juga senyawa salisilat dapat mengakibatkan malformasi pada
hewan tetapi tidak pada manusia. Dari peristiwa-peristiwa ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
penelitian pada hewan dapat mendeteksi efek teratogen, tetapi sulit untuk mengekstrapolasi
efek-efek ini pada manusia. Di samping percobaan pada hewan beberapa usaha lain ditempuh
untuk mengidentifikasi kemungkinan sifat teratogen, antara lain dengan menelaah hasil-hasil
monitoring obat (case reports dan penelitian-penelitian epidemiologis). Untuk ini telah
dibentuk suatu jenis pelayanan yang disebut International Development of Teratology-
information Services.
D. Aturan pemakaian obat pada ibu hamil
Ø Sebelum memakai obat, atasi gejala penyakit dengan banyak beristirahat dan makan
makanan bergizi. Terutama pada trisemester pertama kehamilan yang sangat rentan terhadap
efek samping obat-obatan. Kalau pun harus mengonsumsi obat, dapatkan dengan resep dokter.
Ø Selama hamil, hindari penggunaan obat polifarmasi yaitu gabungan lebih dari empat
macam obat dalam satu racikan.
Ø Cari tahu apakah obat yang akan dikonsumsi aman bagi ibu hamil dan janin lewat catatan
penggunaan produk yang dilampirkan dalam kemasan. Kalau keterangan itu tidak ditemukan,
mintalah keterangan dari apoteker atau konsultasikan kepada dokter kebidanan dan kandungan.
E. Efek penggunaan obat dari penyakit si ibu
Dalam penentuan peran obat terhadap janin, jangan pula dilupakan bahwa penyakit yang
diderita si ibu dapat merupakan risiko pada janin. Misalnya ibu penderita tekanan darah tinggi
atau kanker lebih cenderung untuk bayinya menderita pertumbuhan intra-uterin yang
terhambat. Juga ibu hamil yang menderita epilepsi atau diabetes condong untuk melahirkan
bayi dengan malformasi.
Jenis obat-obatan diantaranya adalah :
1. Antibiotik dan antiinfeksi lain
2. Obat-obatan untuk saluran napas bagian atas
3. Obat-obatan untuk gangguan pencernaan
4. Analgesik (anti nyeri)
5. Obat-obat gangguan psikiatri
6. Vitamin dan mineral
7. Obat-obatan Narkotik
8. Anti kejang
9. Obat sakit kepala
10. Obat anti kanker
11. Antikoagulan (pembekuan darah)
12. Obat Anti Hipertensi
F. Jenis-jenis obat yang aman dan tidak aman yang digunakan oleh wanita hamil
1. Antibiotik dan antiinfeksi lain
· Penisilin
Turunan penisilin, termasuk diantaranya amoksisilin dan ampisilin memiliki batas
keamanan yang cukup luas dan toksisitas (keracunan) yang sedikit baik bagi ibu maupun janin.
Penisilin adalah golongan ß-laktam yang menghambat pembentukan dinding sel bakteri.
Penisilin dipakai untuk berbagai macam infeksi bakteri. Ampisilin dan amoksisilin baik untuk
pengobatan infeksi saluran kemih. Sefalosporin juga aman dan digunakan untuk pengobatan
infeksi saluran kemih, pielonefritis (infeksi ginjal), dan gonorea. Penisilin aman digunakan
selama menyusui
· Klindamisin
Klindamisin adalah golongan makrolida, digunakan pada infeksi bakteri anaerob dan
aman untuk wanita menyusui
· Tetrasiklin
Dapat mengakibatkan pewarnaan pada gigi janin.
· Metronidazol
Metronidazol menghambat sintesis protein bakteri. Digunakan untuk trikomonas dan
bakterial vaginosis. Aman digunakan pada wanita menyusui
· Aminoglikosida
Aminoglikosida menghambat sintesis protein bakteri. Digunakan untuk mengatasi
pielonefritis (radang pada ginjal). Bila dikonsumsi wanita hamil dapat menyebabkan
ototoksisitas (gangguan pada telinga) yang berakibat gangguan pendengaran. Aman pada bayi
yang disusui karena hanya sedikit jumlah obat yang melalui air susu
· Trimetoprim-sulfametoksazol
Kombinasi ini (Bactrim) menghambat metabolisme asam folat dan baik untuk mengobati
infeksi saluran kemih. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa penggunaan bactrim pada
triwulan pertama berkaitan dengan sedikit peningkatan risiko kecacatan pada janin, terutama
jantung dan pembuluh darah. Selain itu, bactrim dapat menyebabkan hiperbilirubinemia
(peningkatan kadar bilirubin pada tubuh) sehingga berakibat kernikterus (kuning) pada bayi.
Antibiotik ini aman untuk wanita menyusui
· Eritromisin
Eritromisin dan azitromisin menghambat sintesis protein bakteri. Dapat digunakan pada
wanita menyusui
· Antivirus
Acylovir tidak menimbulkan kecacatan pada janin berdasarkan penelitian pada 601
wanita hamil yang mengkonsumsi acyclovir. The Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) merekomendasikan bahwa acyclovir aman digunakan pada wanita hamil yang
mengalami paparan terhadap penyakit yang disebabkan oleh virus (herpes, hepatitis, varisela.
cacar).Untuk tatalaksana penyakit HIV / AIDS menggunakan NRTIs (zidovudin) dan NNRTIs
aman dikonsumsi oleh wanita hamil. Sedangkan Protease Inhibitor (Pis) belum diteliti lebih
lanjut.
2. Obat-obatan untuk saluran napas bagian atas
Keluhan pada saluran pernapasan atas seperti rinore (hidung berair), bersin-bersin,
hidung tersumbat, batuk, sakit pada tenggorok diikuti dengan lemah dan lesu adalah keluhan
yang umum dimiliki oleh wanita hamil. Flu tersebut dapat disebabkan oleh rinovirus,
koronavirus, influenza virus, dan banyak lagi. Apabila keluhan ini murni disebabkan oleh virus
tanpa infeksi tambahan oleh bakteri maka terapi menggunakan antibiotik tidak diperlukan.
Obat-obatan yang paling sering digunakan untuk mengurangi gejala yang terjadi diantaranya
adalah :
Antihistamin
Antihistamin atau sering dikenal sebagai antialergi aman digunakan selama kehamilan.
Antihistamin yang aman termasuk diantaranya adalah klorfeniramin, klemastin, difenhidramin,
dan doksilamin. Antihistamin generasi II seperti loratadin, setirizin, astemizol, dan
feksofenadin baru memiliki sedikit data mengenai penggunannnya selama kehamilan
Dekongestan
Dekongestan atau obat pelega sumbatan hidung adalah obat yang digunakan untuk
meredakan gejala flu yang terjadi. Dekongestan oral (diminum) diantaranya adalah
pseudoefedrin, fenilpropanolamin, dan fenilepinefrin. Pada triwulan pertama pemakaian
pseudoefedrin berkaitan dengan kejadian gastroschisis karena itu sebaiknya dipikirkan
alternatif penggunaaan dekongestan topikal (hanya disemprotkan di bagian tertentu tubuh,
hidung) pada triwulan pertama
Pereda Batuk
Kodein dan dekstrometorfan adalah obat pereda batuk yang paling umum digunakan.
Kebanyakan obat flu aman dikonsumsi selama menyusui. Asma merupakan penyakit saluran
pernapasan atas yang kronik (jangka waktu lama) ditandai dengan peradangan pada saluran
napas dan hipereaktivitas dari bronkus (lendir banyak keluar). Terapi asma dimulai dengan
mengurangi paparan terhadap lingkungan yang membuat asma menjadi kambuh. Semua wanita
hamil sebaiknya memperoleh vaksinasi influenza. Obat-obatan asma diantaranya adalah :
o Glukokortikoid
Inhalasi glukokortikoid (cara pemasukan obat melalui pernapasan, diuap) dilaporkan
tidak menyebabkan kecacatan dan dapat digunakan selama menyusui. Glukokortikoid sistemik
(diminum dengan reaksi pada seluruh tubuh) meningkatkan risiko bibir sumbing sebanyak 5
kali dari normal.
o Teofilin
Tidak menyebabkan kecacatan pada janin dan aman digunakan selama menyusui
o Sodium Kromolin
Tidak menyebabkan kecacatan pada janin dan aman digunakan selama menyusui.
3. Obat-obatan untuk gangguan pencernaan
Keluhan pada saluran cerna merupakan keluhan yang umum pada wanita hamil,
termasuk diantaranya adalah mual, muntah, hiperemesis gravidarum, intrahepatik kolestasis
dalam kehamilan, dan Inflammatory Bowel Disease. Terapi menggunakan obat diantaranya
adalah :
Antihistamin. Aman dikonsumsi oleh wanita hamil
Agen antidopaminergik. Beberapa obat antidopaminergik seperti proklorperazin,
metoklopramid, klorpromazin, dan haloperidol aman dikonsumsi oleh wanita hamil
Obat-obatan lain. Antasid, simetidin, dan ranitidin aman dikonsumsi wania hamil dan
menyusui. Penghambat pompa proton tidak direkomendasikan untuk wanita hamil.
Misoprostol kontraindikasi untuk kehamilan.
4. Analgesik
Analgesik atau dikenal dengan anti nyeri terbagi atas kategori antiinflamasi nonsteroid dan
kategori opioid.
Ø Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
Aspirin adalah golongan NSAIDs yang bekerja dengan menghambat enzim untuk pembuatan
prostaglandin. Perhatian lebih diperlukan pada konsumsi aspirin melebihi dosis harian terendah
karena obat ini dapat melalui plasenta. Pemakaian aspirin pada triwulan pertama berkaitan
dengan peningkatan risiko gastroschisis. Dosis aspirin tinggi berhubungan dengan abruptio
plasenta (plasenta terlepas dari rahim sebelum waktunya). The World Health Organization
(WHO) memiliki perhatian lebih untuk konsumsi aspirin pada wanita menyusui.
Indometasin dan ibuprofen merupakan NSAIDs yang sering digunakan. NSAIDs jenis ini
dapat mengakibatkan konstriksi (penyempitan) dari arteriosus duktus fetalis (pembuluh darah
janin) selama kehamilan sehingga tidak direkomendasikan setelah usia kehamilan memasuki
minggu ke – 32. Penggunaan obat ini selama triwulan pertama mengakibatkan
oligohidramnion (cairan ketuban berkurang) atau anhidramnion (tidak ada cairan ketuban)
yang berkaitan dengan gangguan ginjal janin. Obat ini dapat digunakan selama menyusui.
Asetaminofen banyak digunakan selama kehamilan. Obat ini dapat melalui plasenta namun
cenderung aman apabila digunakan pada dosis biasa. Asetaminofen dapat digunakan secara
rutin pada semua triwulan untuk meredakan nyeri, sakit kepala, dan demam. Dapat digunakan
untuk wanita menyusui.
Ø Analgesik Opioid
Analgesik opioid adalah preparat narkotik yang dapat digunakan selama kehamilan. Preparat
narkotik ini dapat melalui plasenta namun tidak berkaitan dengan kecacatan pada janin selama
digunakan pada dosis biasa. Apabila penggunaan obat ini dekat dengan waktu melahirkan,
maka dapat menyebabkan depresi pernapasan pada janin. Narkotik yang umum digunakan
adalah kodein, meperidin, dan oksikodon, semua preparat ini dapat digunakan ketika
menyusui.
5. Obat-obat gangguan psikiatri
Depresi dan skizofrenia adalah gangguan psikiatri yang dapat ditemukan selama periode
reproduksi. Agen trisiklik seperti amitriptilin, desipramin, dan imipramin digunakan untuk
mengatasi depresi, kecemasan berlebih, gangguan obsesif-kompulsif, migrain, dan masalah
lain. Tidak ada bukti jelas yang menyatakan adanya efek samping agen trisiklik pada wanita
menyusui dan wanita hamil.
The Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) termasuk di dalamnya fluoksetin dan
fluvoksamin tidak meningkatkan risiko kecacatan pada janin. Agen lain seperti penghambat
monoamin oksidase yang digunakan untuk mengatasi depresi belum diteliti lebih lanjut
mengenai keamanannya pada wanita hamil. Obat untuk stabilisasi mood (mood stabilizers)
seperti litium, asam valproat, dan karbamazepin dinyatakan sebagai agen teratogen (berbahaya
untuk janin). Litium tidak direkomendasikan untuk wanita menyusui. Asam valproat dan
karbamazepin berhubungan dengan peningkatan risiko neural tube defects (gangguan pada
saraf). Obat untuk mengatasi kecemasan berlebih seperti benzodiazepin dapat meningkatkan
risiko bibir sumbing. Efek pada wanita menyusui belum diketahui namun perlu diperhatikan
lebih lanjut.
6. Vitamin dan Mineral
Konsumsi multivitamin dan mineral pada umumnya diberikan untuk wanita hamil dari tenaga
kesehatan. Sudah dibuktikan berdasarkan penelitian bahwa folat dapat mengurangi kelainan
saraf. Suplementasi besi dapat meningkatkan hematokrit ketika melahirkan dan 6 minggu
pasca melahirkan. Vitamin yang terbukti teratogen adalah vitamin A ketika dikonsumsi lebih
dari 10.000 IU/hari. Vitamin A dalam dosis ini dapat menyebabkan kelainan saraf. Apabila
digunakan sebagai suplementasi tidak lebih dari 5000 IU/hari.
7. Obat-obatan narkotik
Narkotik termasuk di dalamnya adalah opiat, kokain, atau kanabinoid. Efek narkotika adalah
hambatan pertumbuhan janin, kematian janin dalam kandungan, dan ketergantungan pada
janin. Penggunaan kokain selama kehamilan dapat meningkatkan risiko abruptio plasenta,
ketuban pecah dini, dan bayi berat lahir rendah. Amfetamin, obat yang digunakan untuk
mengatasi depresi, dapat meningkatkan risiko bibir sumbing. Penggunaan obat narkotik
dengan suntikan bersama dapat meningkatkan risiko Hepatitis B atau HIV/AIDS, dimana janin
dapat tertular oleh virus tersebut.
Sebagai tambahan, nikotin yang terkandung di dalam rokok juga dapat menyebabkan bayi
berat lahir rendah. Nikotin mengurangi aliran darah menuju plasenta dan meningkatkan risiko
kelahiran preterm, bayi berat lahir rendah, dan kematian mendadak pada janin. Alkohol pada
wanita hamil dapat menyebabkan sindroma alkohol janin yang ditandai dengan perubahan
kraniofasial (tulang kepala dan wajah) dan gangguan kognitif. Tidak ada batas aman untuk
konsumsi alkohol selama kehamilan.
8. Anti Kejang
Epilepsi adalah penyakit gangguan saraf yang dapat terjadi selama kehamilan. Semua obat
antiepilepsi dapat melalui plasenta dan memiliki potensi teratogen. Penelitian membuktikan
bahwa obat antiepilepsi dapat menyebabkan cacat bawaan. Fenitoin (Dilantin) dapat
mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin. Karbamazepin dapat meningkatkan risiko spina
bifida. Fenobarbital dapat mengakibatkan kelainan jantung bawaan dan sumbing orofasial
(bibir dan wajah). Asam valproat memiliki risiko peningkatan 1-2% kelainan spina bifida.
Obat antiepilepsi diatas dapat digunakan selama menyusui.
9. Obat Sakit Kepala
Sakit kepala sering dialami selama kehamilan. Sumatriptan dapat digunakan untuk mengobati
sakit kepala dan tidak bersifat teratogen. Obat untuk migrain yaitu ergotamin tidak memiliki
sifat yang berbahaya bagi janin. Obat ini dapat merangsang kontraksi rahim sehingga dapat
menyebabkan prematur janin.
10. Obat anti kanker
Kanker yang paling sering dialami oleh wanita hamil adalah kanker payudara. kanker leher
rahim, limfoma, melanoma, leukimia (kanker darah), dan kanker usus besar serta kanker
indung telur. Obat kemoterapi seperti metotreksat dapat memiliki potensi bahaya bagi janin.
Obat ini dapat menyebabkan kecacatan pada janin bila digunakan pada triwulan pertama.
Selain itu, obat kemoterapi dapat masuk ke dalam ASI sehingga menyusui tidak diperkenankan
bagi ibu yang menggunakan obat kemoterapi. Terapi pada wanita hamil dengan kanker harus
didiskusikan dengan tenaga kesehatan masing-masing.
11. Antikoagulan (anti pembekuan darah)
Tromboemboli (sumbatan pada pembuluh darah) merupakan salah satu penyebab kematian
tertinggi bagi wanita hamil dan setelah melahirkan. Antikoagulan digunakan untuk mengatasi
tromboemboli serta penyakit jantung akibat kelainan katup. Penggunaan antikoagulan oral
(warfarin) dapat mengakibatkan efek teratogen pada janin. Obat ini dapat melalui plasenta dan
menekan vitamin K yang diperlukan sebagai agen pembekuan darah. Antikoagulan lain adalah
heparin yang tidak dapat melalui plasenta pada dosis berapapun sehingga tidak bersifat
teratogen. Kedua jenis antikoagulan ini dapat digunakan selama menyusui.
12. Obat Anti Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)
Penghambat ACE (captopril, enalapril) apabila digunakan pada triwulan kedua dan ketiga
dapat mengakibatkan disfungsi ginjal pada janin dan oligohidramnion (berkurangnya cairan
ketuban). Obat ini tidak dianjurkan selama kehamilan. Penghambat pompa kalsium (amlodipin,
diltiazem, nifedipin) dapat mengakibatkan hipoksia janin (kekurangan oksigen) yang berkaitan
dengan hipotensi maternal (tekanan darah rendah pada ibu). Golongan penghambat β
(propranolol, labetolol) dapat menyebabkan bradikardia (denyut jantung melambat) pada janin
maupun bayi baru lahir. Golongan diuretik (asetazolamid) dapat mengakibatkan gangguan
elektrolit pada janin. Golongan ARAs dapat mengakibatkan gangguan sistem renin-angiotensin
sehingga menyebabkan kematian pada janin.
G. Cara pemilihan obat saat kehamilan
Banyak ibu hamil memerlukan pengobatan bagi keluhan-keluhan yang disebabkan oleh
kehamilan, misalnya mual dan muntah. Beberapa prinsip harus dipatuhi pada pemilihan obat
selama kehamilan.
1. Sebaiknya menggunakan obat-obat yang sejak lama sudah digunakan dalam praktek
daripada obat-obat pengganti yang baru (lihat Tabel B), walaupun obat baru memiliki misalnya
lebih sedikit efek samping bagi orang dewasa, tetapi keamanannya bagi janin kurang jelas.
2. Untuk menurunkan risiko sejauh mungkin bagi janin, sebaiknya digunakan dosis obat
yang paling rendah selama kehamilan. Hal ini sebetulnya bertentangan karena sebagian wanita
hamil justru membutuhkan dosis obat yang lebih tinggi dari normal, pada saat hamil tua
berhubung meningkatnya berat badan dan lebih cepatnya "clearance" (pemurnian, ekskresi)
dari banyak obat, misalnya litium, digoksin dan fenitoin.
3. Wanita hamil tidak dianjurkan untuk menggunakan obat bebas (over-the-counter drugs)
tanpa konsultasi dengan dokter, karena banyak faktor, termasuk taraf kehamilan, dapat
mempengaruhi risiko bagi janin. Misalnya suatu obat NSAID dapat digunakan terhadap nyeri
pada trimester pertama dari kehamilan, tetapi semakin banyak bukti menyatakan bahwa
beberapa obat NSAID merupakan risiko bagi janin pada masa kehamilan tua.
Di Swedia telah disusun klasifikasi penggunaan obat selama kehamilan dan laktasi atas dasar
terutama pengalaman klinis pada manusia. Karena klasifikasi ini sangat luas dan meliputi
banyak sekali obat, maka kami telah meringkaskannya menjadi tiga daftar, yaitu:
A. Daftar obat yang tidak boleh diberikan pada wanita hamil.
Daftar ini terdiri dari obat-obat yang bersifat teratogen dan telah dibuktikan dapat membuat
cacat janin. Obat-obat yang tercantum dalam daftar ini tidak mutlak dilarang penggunaannya
oleh wanita hamil, tetapi dalam keadaan darurat masih dapat digunakan dengan
mempertimbangkan benefit bagi si ibu dan risiko bagi janin.
B. Daftar obat yang dianggap aman bagi wanita hamil
Dalam daftar ini tertera obat-obat yang dianggap aman bagi wanita hamil, yang setelah
digunakan selama jangka waktu panjang tidak menampilkan efek buruk pada janin. Obat-obat
lainnya yang tidak dimasukkan dalam daftar dapat secara potensial merugikan janin
berdasarkan percobaan hewan atau pula belum terdapat cukup data mengenai keamanannya.
C. Daftar obat yang aman selama laktasi
Sebagian besar dari obat-obat yang dikonsumsi si ibu dapat dideteksi dalam air susunya
walaupun dalam jumlah kecil. Namun demikian beberapa obat dapat menimbulkan masalah
pada bayi yang diberi ASI. Sebagai contoh adalah misalnya karbimazol yang dapat
mengganggu fungsi tiroid dari bayi. Terkenal adalah tetrasiklin yang juga mencapai air susu
dan dapat mengakibatkan pewarnaan kuning irreversibel dari gigi yang sedang/akan tumbuh.
Sama seperti pada waktu hamil, ibu-ibu yang menyusui juga harus menghindari penggunaan
obat, terkecuali bila mutlak dibutuhkan. Dalam hal ini risiko bagi si bayi harus
dipertimbangkan terhadap benefits dari pemberian ASI atau untuk sementara diganti dengan
susu kaleng.
Obat yang dapat diminum dengan aman oleh ibu selama menyusui adaiah obat yang tidak
atau hanya sedikit diekskresikan ke dalam air susu ibu. Obat lainnya yang tidak tercantum
dalam daftar merupakan obat yang dapat mencapai air susu ibu dalam jumlah banyak dan
mungkin dapat berefek buruk pada bayi atau belum terdapat (cukup) data mengenai
keamanannya.
ACE-penghambat15
ATl-antagonis
Amikasin
Aminopterin
Androgens
Antikolinergika
Asam Valproat
Azathioprin
Benazepril
Danazol
DES (dietilstilbestro!)
Doksisiklin
Enalapril
Eprosartan
Ethosuksimida
Etretinat
Fenitoin
Fenobarbital
Fluoksimesteron
Fosinopril
Gansiklovir
Gentamisin
Griseofulvin
Hepatitis A/B
imunoglob.
Hipoglikemika
Irbesartan
Isotretinoin
Kandesartan
Kaptopril
Karbamazepin
Karbimazol
Kinidin
Kinin
Kuinapril
Linestrenol (>2,5
mg)
Lisinopril
Litium
Losartan
Metimazol
Metotreksat
Misoprostol
Nandrolon
Netilmisin
NSAIDs
Penghambat ACE
Penisilamin
Psikofarmaka
Psikotropika
Primidon
Propiltiourasil
Ramipril
Retinoida
Siklofosfamida
Silazapril
Siproteron
Sitostatica (semua)
Streptomisin
Talidomida
Testosteron
Tetrasiklin/oksi-T.
Tiourasil
Tiroistatika
Tobramisin
Vaksin(semua,
kecuali lihat B)
Valsartan
Vigabatrin
Warfarin
Daftar A. Obat-obat yang Tidak Boleh diberikan pada wanita hamil.
Acetaminofen
Acetylcysteine
Alginic acid
Amilorida
Amoxicillin
Ampicillin
Antasida
Azithromycin
Bezafibrate
Bisacodyl
Bromocriptine
Buspiron
Butylscopolami
n
Dihydrotachy-
Sterol
Dimethindene
Dipyridamol
Dydrogesteron
Efedrine
Erythromycin
Ethambutol
Fenazone
Fenoterol
Flucloxacillin
Flumazenil
Fluoksetin
Fluvoxamine
Mexiletine
Moclobemide
Miconazol
Naloxone
Niclosamide
Nitrofurantoin
Noscapine
Nystatine
Oxytocin
Papaverine
Paracetamol
Penicillin-G/V
Permethrin
Piperacillin
Calcitriol
Cefalosporins
Chlorcyclizine
Chlorhexidine
Ciclosporine
Cimetidine
Cinnarizine
Cisapride
Clemastine
Clindamycin
Clofibrate
Clotrimazol
Cloxacillin
Codeine
Cromoglicate
Colestipol
Cyclandelate
Cyclizine
Cyproheptadine
Desmopressine
Dextromethorfa
n
Dextropropoxyf
e
Didanosine
Difenhydramine
Digoxin
Dihydralazine
Folic acid
Folinic acid
Gliserin
Granisetron
Guaifenesine
Heparin
Heparin LMW
Hyaluronic acid
Hydralazine
Hydro-cortisone
Hydroxyzine
Ipratropium-Br
Isoniazide
Isoprenaline
Isosorbide-Nitr
Labetalol
Laktulosa
Levothyroxin
Liothyronin
Lidocaine
Lincomycin
Magnesiumoxide
Meclizine
Medroxyprogest.
Mepivacaine
Methenamine
Methimazol
Methyldopa (I-)
Pizotifen
Prilocain
Promethazine
Ranitidine
Roxithromycin
Salbutamol
Salmeterol
Sennoside
Sorbitol
Spiramycin
Spironolacton
Sufentanil
Sumatriptan
Sucralfat
Sulfasalazine
Terbinafine
Terbutaline
Terfenadine
Theofylline
Iran exam ic acid
Trihexyfenidyl
Vaks. influenza
Vaksin polio
Tetanus toxoid
Daftar B. Obat-obat yang dianggap aman bagi wanita hamil
Catatan: Walaupun daftar ini memuat obat-obat yang dianggap aman bagi wanita hamil,
namun tetup harus berpegangan pada “golden rule” bahwa wanita yang mengandung maupun
yang menyusui harus menghindari penggunaan obat, terkecuali bila ada petunjuk khusus dari
dokter yang mera-watnya.
Acetylsalicylic
acid
Epinefrine Moclobemide
Aciclovir Ethambutol Morphine
Alginic acid Erythromycin Naproxen
Alimemazine Fenazone Nitrazepam
Alprenolol Flucloxacillin Nitrofurantoine
Amoxicillin Fluocortolon Norethisteron 0,3"
Ampicillin Folinic acid Nortriptyline
Atenolol Fosfomycin Npscapine
Aztreonam Fusidic acid Nystatine
Baclofen Haloperidol Opipramol
Betamethasone Heparin Oxazepam
Betaxolol Hyaluronic acid Oxybuprocaine
Bisacodyl Hydralazine Paracetamol
Bisoproloi Hydrocortisone Penicilline G/V
Bumetanide Hydroxychloroquine Perfenazine
Bupivacaine Hyoscyamine Periciazine
Bromocriptine Ibuprofen Pethidine
Carvediol Imipramin Phenylbutazone
Carbamazepin Ipratropium-Br Phenytoine
Cefalosporins Isoniazide Pindolol
Chlordiazepoxi
de
Ketoconazol Piperacilline
Chloroquine Kinine Piroxicam
Chlorpromazine Kinidine Predniso(lo)ne
Cisapride Labetolol Prilocaine
Chlorhexidine Levocabastine Propafenone
Chlorpromazine Levonorgestrel Propranolol
Clemastine Levothyroxine Propylthiouracil
Clobetasol Levopromazine Pyrimethamine
Clobetasone Lidocaine Retinol (vit A)
Clomipramine Liothyronine Rifampicine
Cloxacillin Loperamide Roxitromycine
Codeine Loratidine Scopolamine
Colestipol Lorazepam Spironolactone
Coiestyramine Lynestrenol (>2,5
mg)
Sucralfat
Cotrimoxazol Magnesiumoxide Sulfamethoxazole
Cromoglicate Medroxyprogestsron
e
Sulfasalazine
Dextropropoxyf
en
Mesalazine Terbutalin
Desonide Methadone Tetracyclin/oxy-T
Diclofenac Methenamine Theofyllin
Difenhydramine Methotrexate Thioridazin
Digoxine Metoclopramide Tranexaminic acid
Dihydralazine Metoprolol Triamcinolone
Dimethindene Metronidazol Trimethoprim
Doxycycline Mexiletine Valproic acid
Enalapril Midazolam Verapamil
Daftar C. Obat-obat yang boleh diminum ibu selama menyusui.
H. Terapi obat pada ibu menyusui dan pengaruh obat pada janin seorang ibu
ASI diketahuisebagai formula terbaik bagi bayi karena mengandung berbagai nutrisi danzat-
zat imunologik yang dibutuhkan oleh bayi. Tetapi kadang-kadang ibu yang menyusui
memerlukan perawatan farmakologik. Terapi obat pada ibu menyusui tersebut harus diberikan
dengan memperhatikan kemungkinan adanya ekskresi obat kedalam air susu ibu (ASI).
Sebagian besar obat yang diberikan kepada ibu menyusui umumnya tidak berpengaruh
terhadap suplai ASI maupun terhadap bayi. ASI merupakan suatu suspensi lemak dan protein
dalam solusi karbohidrat-mineral. Protein ASI dibentuk dari bahan-bahan yang diperoleh dari
sirkulasi maternal. Protein utamanya adalah kasein dan laktabumin. Ekskresi obat kedalam ASI
diduga terjadi melalui ikatan protein atau melalui ikatan pada permukaan globul lemak ASI.
Secara umum, mekanisme pencapaian obat kedalam ASI adalah dengan mekanisme difusi
pasif melalui membran.Obat dan bahan-bahan kimia yang dikonsumsi oleh ibu ada yang dapat
mencapai ASI dan memberi efek terhadap bayi atau produksi ASI itu sendiri.Jumlah obat yang
mencapai ASI terutama tergantung pada gradien konsentrasi antara plasma dan ASI. Selain itu
juga tergantung pada kelarutan obat di dalam lemak, pKa (konstanta disosiasi asam), dan
kapasitas ikatan protein serta pH ASI. Karena pH ASI sedikit lebih rendah dari pada pH
plasma, basa lemah cenderung memiliki konsentrasi rasio ASI terhadap plasma yang lebih
tinggi dibandingkan asam lemah. Karenanya, konsentrasi ASI obat-obat basa lemah seperti