Page 1
PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA
SMP MUHAMMADIYAH 1 MAKASSAR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana
OLEH
MUH. RIZAL
105331117516
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
Page 6
viii
MOTO
Teruslah berdoa,
tetaplah berharap,
dan jangan mudah putus asa.
Karena semua yang kita anggap mustahil,
bagi Allah itu mudah.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya
persembahkan untuk
Bapak dan Ibu yang selalu
kurindukan dengan
curahan kasih sayangnya serta tak henti-hentinya
mendukung dan memotivasi setiap waktu hingga
terselesaikannya skripsi ini.
Page 7
ix
ABSTRAK
Muh. Rizal. 2020. “Penggunaan Bilingualisme pada Tuturan Siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar. Skripsi, Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah
Makassar. Dibimbing oleh Rosmini Madeamin dan Nur Khadijah Razak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) tingkat bilingualisme subordinatif pada tuturan siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar. 2) tingkat
bilingualisme koordinatif pada tuturan siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar,
dan 3) tingkat bilingualisme majemuk pada tuturan siswa SMP Muhammadiyah 1
Makassar.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif sesuai dengan data penelitian dan tujuannya. Data penelitian ini adalah tuturan lisan para siswa SMP
Muhammadiyah 1 Makassar. Data yang dimaksud berupa tuturan atau kalimat
yang diduga mengandung tingkat bilingualisme. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian berupa teknik observasi, wawancara, dan catat.
Teknik analisis data yang digunakan adalah identifikasi, klasifikasi,
interpretasi/pemaknaan, dan mendeskripsikan.
Hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat penggunaan bilingualisme pada
tuturan siswa SMP Muhammadiyah 1 Makasssar. Ada tiga tingkat bilingualisme
yang dianalisis yaitu tingkat bilingualisme subordinatif, koordinatif, dan
majemuk. Berdasarkan hasil analisis data tuturan penelitian dapat dibuktikan bahwa sebagian besar penggunaan bilingualisme adalah tingkat bilingualisme
subordinatif. Pertama, tingkat bilingualisme subordinatif dalam percakapan
terdapat 59%. Kedua, tingkat bilingualisme koordinatif dalam percakapan terdapat
23%. Ketiga, tingkat bilingualisme majemuk dalam percakapan terdapat 18%.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan pengetahuan
mengenai kajian sosiolinguistik tingkat bilingualisme dalam tuturan siswa SMP
Muhammadiyah 1 Makassar.
Kata Kunci : bilingualisme, tuturan.
Page 8
x
KATA PENGANTAR
Bismilaahirrahmaanirrahiim
Puja dan puji yang tak menepi melantun kepada Allah Swt. Tuhan yang
mengatur segala apa yang ada di langit dan di bumi. Tuhan yyang
melimpahkan rahmat dan hidayat sehingga skripsi ini bisa terselesaikan
dalam bentuk yang sederhana guna memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada sang pemimpin yang
patut kita teladani yakni Rasulullah Muhammad Saw, para sahabat dan
keluarganya yang patut kita jadikan sebagai uswatun hasanah dalam
melaksanakan segala aktivitas demi kesejahteraan dan kemakmuran hidup
dunia dan akhirat kelak.
Setiap orang dalam berkarya selalu mencari kesempurnaan, tetapi
terkadang kesempurnaan iu terasa jauh dari kehidupan seseorang.
Kesempurnaan bagaikan fatamorgana yang semakin dikejar semakin
menghilang dari pandangan, bagai pelangi yang terlihat indah dari kejauhan,
tetapi menghilang jik didekati. Demikian juga tulisan ini, kehendak hati ingin
mencpai kesempurnan, tetapi kapasitas penulis dalam keterbatasan. Segala
daya dan upaya telah penulis serahkan untuk membuat tulisan ini selesai
dengan baik dan bermanfaat dalam dunia pendidikan, khususnya dalam ruang
lingkup Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Page 9
xi
Motivasi dari berbagai pihak sangat membantu dalam perampungan
tulisan ini. Segala rasa hormat, penulisa mengucapkan terima kasih kepada
kedua orang tua saya. Jamaluddin dan St. Hasaniah yang telah berjuang,
berdoa, mengasuh, membesarkan, mendidik, dan membiayai penulis dalam
proses pencarian ilmu. Demikian pula, penulismengucapkan terima kasih
kepada keluarga serta sahabat yang tak hentinya memberikan motivasi dan
selalu menemaniku dalam candanya. Kepada Dr. Rosmini Madeamin, M.Pd.
dan Nur Khadijah Razak, S.Pd., M.Pd. selaku pembimbing I dan pembimbing
II, yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta motivasi sejak awal
penyusunan skripsi.
Prof. Dr. H Ambo Asse, M.Ag. Rektor, atas segala kebijakan dan
perjuangannya membangun Universitas Muhammadiyah Makassar. Bapak
Erwin Akib, M.Pd., Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan.
Dr. Munirah, M.Pd. Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia yang telah memberikan ilmu pengetahuan, keterampilan, daan
arahan kepaada penulis.
Kepada sahabat-sahabatku Ramatullah, Rahmad Hidayat, Arya
Hadikusuma, dan Arman yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi.
Teman-teman seperjuanganku di kelas Bahasa dan Sastra Indonesia E 2016,
terima kasih atas dukungan serta doanya. Kalian adalah sahabat yang luar
biasa.
Penulis menyadari sebagai manusia biasa yang tidak luput dari segala
khilaf dan keterbatasan sehingga skripsi ini masih jauh dari kata
Page 10
xii
kesempurnaan. Olehnya itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat konstruktif.
Akhirnya, penulis berharap semoga segala aktivitas senantiasa bernilai
ibadah di sisi Allah Swt. Amin.
Makassar, September 2020
Penulis
Page 11
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i
KARTU KONTROL I................................................................................................ ii
KARTU KONTROL II .............................................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................................. v
SURAT PERNYATAAN .......................................................................................... vi
SURAT PERJANJIAN .............................................................................................. vii
MOTO DAN PERSEMBAHAN................................................................................ viii
ABSTRAK ................................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR ............................................................................................... x
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................................... 7
A. Kajian Pustaka ................................................................................................ 7
1. Penelitian Relevan .................................................................................... 7
2. Sosiolinguistik .......................................................................................... 9
3. Bilingualisme ........................................................................................... 16
B. Kerangka Pikir ............................................................................................... 26
BAB III METODE PENELITIAN............................................................................. 28
A. Jenis Penelitian ............................................................................................... 28
B. Definisi Istilah ................................................................................................ 29
C. Data dan Sumber Data ................................................................................... 39
Page 12
xiv
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 29
E. Teknik Analisis Data ...................................................................................... 30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................... 32
A. Hasil Penelitian .............................................................................................. 32
B. Pembahasan .................................................................................................... 59
BAB V PENUTUP ..................................................................................................... 66
A. Simpulan ........................................................................................................ 66
B. Saran ............................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 68
LAMPIRAN ............................................................................................................... 70
RIWAYAT HIDUP .................................................................................................... 76
Page 13
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kartu Data............................................................................................... 71
Lampiran 2 Dokumentasi ........................................................................................... 74
Lampiran 3 Surat Penelitian ....................................................................................... 75
Page 14
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia
dalam berkomunikasi, berinteraksi maupun bekerja sama di dalam kehidupan
sehari-hari. Bahasa merupakan wahana yang berfungsi sebagai alat
komunikasi sosial. Melalui bahasa, seseorang dapat berkomunikasi atau
saling berhubungan antaranggota masyarakat. Bahasa sebagai alat
komunikasi mempunyai fungsi utama yaitu sebagai alat penyampaian pikiran,
ide, konsep, dan juga perasaan (Chaer dan Agustina, 2010:14). Bahasa akan
sangat berfungsi apabila pikiran, ide, konsep, dan juga perasaan diungkapkan
melalui interaksi yang bervariasi. Fungsi bahasa tidak hanya sebagai alat
komunikasi, melainkan sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat
untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, dan sebagai alat untuk
mengadakan kontrol sosial.
Meskipun sebuah bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang
sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh penutur yang heterogen yang
mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa
itu menjadi beragam (Chaer dan Agustina, 2010:14). Bahasa pasti digunakan
oleh sekelompok orang yang termasuk dalam suatu masyarakat bahasa yang
merasa menggunakan satu bahasa yang sama. Tutur kata yang beragam serta
memiliki keunikan masing-masing dalam pengucapan, mengakibatkan
Page 15
2
masyarakat Indonesia yang menggunakan dua bahasa seperti bahasa
Indonesia dan bahasa daerah secara bergantian.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa orang Indonesia merupakan
seorang bilingualisme, bahkan biasa disebut multilingualisme. Hal ini tampak
dari penggunaan dua bahasa atau bahkan lebih yang digunakan oleh sebagian
besar masyarakat Indonesia. Keadaan semacam itu menyebabkan bahasa
komunikasi sehari-hari digunakan lebih dari satu bahasa oleh masyarakat
Indonesia. Bilingualisme dapat terjadi pada setiap masyarakat yang mengenal
dan menggunakan dua bahasa. Bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua
yang dikuasai dalam masyarakat Indonesia setelah bahasa daerah.
Fenomena bilingualisme dapat terjadi dalam lingkungan pendidikan,
baik pendidikan yang berada di daerah perkotaan ataupun pinggiran
perkotaan. Pada siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar memiliki
dwibahasawan yang beraneka ragam dalam penggunaan kedwibahasan
dengan sesama teman saat bercakap-cakap ataupun bergaul di sekitar
lingkungan sosial. Hal tersebut membuat peneliti berinisiatif untuk mengkaji
penelitian ini dibidang sosiolinguistik.
Sosiolinguistik merupakan salah satu ilmu bahasa yang mengkaji
bahasa dalam kemasyarakatan, hubungan bahasa dengan apa yang terjadi
dalam masyarakat tutur. Masyarakat tutur yang terbuka, artinya yang
mempunyai hubungan dengan masyarakat tutur lain, tentu akan mengalami
apa yang disebut kontak bahasa dengan segala peristiwa-peristiwa
kebahasaan sebagai akibatnya. Peristiwa kebahasaan tersebut di antaranya
Page 16
3
bilingualisme.
Bilingualisme merupakan penggunaan dua buah bahasa oleh seorang
penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Untuk
dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua
bahasa itu. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya (disingkat
B1), dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya
(disingkat B2).
Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan pada siswa SMP
Muhammadiyah 1 Makassar, menunjukkan bahwa siswa menggunakan lebih
dari satu bahasa. Siswa sering menggunakan bahasa daerah dan bahasa
Indonesia, bahkan lebih sering menggunakan bahasa daerah untuk kegiatan
tidak resmi pada situasi dan kondisi tertentu. Maka dapat disimpulkan bahwa
mereka merupakan dwibahasawan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Pranowo (2014:103) yang mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia pada
umumnya tergolong masyarakat dwibahasa. Mereka menguasai bahasa
pertama (B1) bahasa daerah dan bahasa kedua (B2) bahasa Indonesia.
Berkaitan dengan hal tersebut, siswa sering menggunakan bahasa daerah dan
bahasa Indonesia dalam proses komunikasi sehari-hari.
Penelitan ini terinspirasi pada saat peneliti melakukan observasi di
SMP Muhammadiyah 1 Makassar. Siswa menggunakan dua bahasa pada saat
berinteraksi sesama siswa di lingkungan sekolah, sehingga memunculkan
peristiwa bilingualisme dan diglosia. Komunikasi yang digunakan dalam
percakapan yaitu bahasa yang bersifat santai atau tidak resmi, dengan alasan
Page 17
4
lebih sering digunakan dalam kegiatan sehari-hari serta memiliki tujuan untuk
menciptakan suasana yang akrab dengan lawan bicara. Hal tersebut
menimbulkan fenomena bilingualisme yang muncul akibat penggunaan dua
bahasa atau lebih. Bahasa yang sering digunakan dalam komunikasi santai
oleh siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar misalnya bahasa bugis dan
bahasa Indonesia yang digunakan secara bergantian saat melakukan
percakapan akrab atau santai.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin meneliti Penggunaan
Bilingualisme pada Tuturan Siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar,
diharapkan dengan adanya penelitian ini, kajian sosiolinguistik dalam
penggunaan kedwibahasaan pada siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar,
dapat terpecahkan dengan rumusan masalah yang akan diteliti oleh peneliti.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, rumusan masalah yang akan
diteliti adalah:
1. Bagaimana tingkat bilingualisme subordinatif pada tuturan siswa SMP
Muhammadiyah 1 Makassar?
2. Bagaimana tingkat bilingualisme koordinatif pada tuturan siswa SMP
Muhammadiyah 1 Makassar?
3. Bagaimana tingkat bilingualisme majemuk pada tuturan siswa SMP
Muhammadiyah 1 Makassar?
Page 18
5
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. untuk mendeskripsikan tingkat bilingualisme subordinatif pada tuturan
siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar.
2. untuk mendeskripsikan tingkat bilingualisme subordinatif pada tuturan
siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar.
3. untuk mendeskripsikan tingkat bilingualisme subordinatif pada tuturan
siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu manfaat teoritis dan manfaat
praktis:
1. Manfaat Teoritis
a. Bermanfaat dalam pengembangan bidang kajian sosiolinguistik,
yakni suatu bidang yang mempelajari aspek-aspek kemasyarakatan
bahasa terkhusus pada topik penelitian mengenai fenomena
bilingualisme dan diglosia yang terjadi di Indonesia.
b. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan esensi kajian
sosiolinguistik khususnya mengenai fenomena bilingualisme dan
diglosia. Selain itu, dari penelitian ini dapat dikembangkan teori
diglosia guna melengkapi atau menyempurnakan teori-teori yang
sudah ada.
Page 19
6
2. Manfaat Praktis
a. Guru
Penelitian ini dapat digunakan guru sebagai bahan referensi
dalam proses pembelajaran.
b. Sekolah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
pembelajaran bahasa Indonesia bidang sosiolinguistik khususnya
tentang bilingualisme.
c. Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam
mempelajari kajian sosiolinguistik tentang bilingualisme yang
terdapat pada penelitian ini.
Page 20
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Pustaka
1. Penelitan Relevan
Penelitian yang relevan untuk pembelajaran bilingualisme dan diglosia
dalam kajian sosiolinguistik terhadap siswa SMP Muhammadiyah 1
Makassar belum pernah dilakukan. Namun, skripsi yang mengkaji mengenai
bidang sosiolinguistik pernah dilakukan oleh Yasnita Kurnia Brilyanti pada
tahun (2018) di Universitas Sanata Dharma dengan judul Fenomena
Diglosia pada Interaksi Siswi dan Suster Pamong di Asrama Sanata Angela,
Bantul, Yogyakarta. Pada skripsi tersebut peneliti memiliki kesamaan
mengkaji fenomena diglosia pada tuturan peserta didik, sedangkan
perbedaannya terletak pada sasaran, subjek yang dikaji, dan temuan hasil
penelitian, dan rumusan masalah.
Penelitian yang disusun oleh Welsi Damayanti pada tahun (2014) di
Universitas Pendidikan Indonesia dengan judul Penggunaan
Kedwibahasaan Sebagai Media Komunikasi Penjual Asesoris Toko Rock
Stuff Plaza Parahyangan Bandung. Penelitian tersebut mendiskripsikan
kebiasaan penggunaan bahasa kedua (B2) para penjual asesoris di toko Rock
Stuff Asesoris. Penelitian analisis kebiasaan menggunakan bahasa kedua
(B2) para penjual asesoris di toko Rock Stuff Asesoris ini berjenis penelitian
kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian ini
sangat menarik bagi peneliti karena yang menjadi pembahasannya cukup
Page 21
8
menantang yaitu tentang kebiasaan menggunakan bahasa kedua oleh
penjual yang berasal dari Padang di toko Rock Stuff Asesoris.
Hasil penelitian ini adalah adanya kedwibahasaan pada situasi jual
beli yang terjadi di kota Bandung. Mereka selalu berusaha melayani pembeli
yang berasal dari Bandung dengan menggunakan bahasa Sunda. Semua itu
demi kelancaran dan keakraban antara penjual dan pembeli. Adapun
kesamaan antara penelitian saya dengan penelitian tersebut adalah sama-
sama meniliti tentang bilingualisme, sedangkan perbedaannya terletak pada
sasaran, subjek yang dikaji, dan temuan hasil penelitian, dan rumusan
masalah.
Penelitian yang relevan terkait bilingualisme diteliti oleh Silvia Sanca
mahasiswi dari Universitas Negri Yogyakarta, tahun (2012) dengan judul
Penggunaan Dwibahasa (Indonesia-Jawa) oleh Warga keturunan Etnis
Tionghoa di ketandan kota Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan ragam kedwibahasaan dan fungsi penggunaan dwibahasa
oleh warga keturunan etnis Tionghoa di Ketandan Kota Yogyakarta. Subjek
dalam penelitian ini adalah warga keturunan etnis Tionghoa di Ketandan
Kota Yogyakarta. Penelitian ini difokuskan pada ragam kedwibahasaan dan
fungsi penggunaan dwibahasa. Data diperoleh dengan kartu kuisioner,
teknik simak dan wawancara yang dilakukan secara berkesinambungan.
Data dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif. Keabsahan data
diperoleh melalui perpanjangan keikutsertaan dan ketekunan pengamatan.
Page 22
9
Hasil penelitian terkait dengan penggunaan dwibahasan oleh warga
keturunan etnis Tionghoa di Ketandan Yogyakarta menunjukkan bahwa
ragam kedwibahasaan dibedakan menjadi delapan macam, yaitu
berdasarkan hipotesis ambang kedwibahasaan terdiri dari kedwibahasaan
substraktif dan aditif.
2. Sosiolonguistik
a. Pengertian Sosiolinguistik
Sosiolinguistik ialah studi atau pembahasan dari bahasa
sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat.
Boleh dikatakan bahwa sosiolinguistik mempelajari dan membahas
aspek-aspek kemasyarakatan bahasa, lebih khususnya mengenai
perbedaan-perbedaan atau variasi yang terdapat dalam bahasa yang
berkaitan dengan faktor-faktor sosial atau kemasyarakatan. Pride dan
Holmes (Sumarsono, 2002: 2) merumuskan sosiolinguistik secara
sederhana: the study of language as part of culture and sociaty, yaitu
kajian bahasa sebagai bagian dari kebudayaan dan masyarakat.
Rumusan yang dipaparkan di atas menekankan bahwa bahasa
bukan merupakan suatu yang berdiri sendiri, melainkan satu kesatuan.
Budaya dan bahasa saling berkesinambungan, karena bahasa adalah
bagian dari kebudayaan (language in culture). J.A. Fishman (dalam
Chaer dan Agustina, 2004:3) menjelaskan sociolinguistics is the study
of the characteristics of language varieties, the characteristics of their
Page 23
10
functions, and the characteristics of their speakers as these three
constantly interact, change and change one another within a speech
community (= sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi
bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga
unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama
lain dalam satu masyarakat tutur). J.A. Fishman mengatakan kajian
sosiolinguistik lebih bersifat kualitatif. Jadi, sosiolinguistik lebih
berhubungan dengan perincian-perincian penggunaan bahasa yang
sebenarnya, seperti deskripsi pola-pola pemakaian bahasa atau dialek
dalam budaya tertentu, pilihan pemakaian bahasa atau dialek tertentu
yang dilakukan penutur, topik, dan latar pembicaraan (Chaer dan
Agustina, 2004:5).
Oleh Fishman, istilah sosiolinguistik pernah direvisi menjadi
sosiologi bahasa, dan menyebutkan bahwa sosiolinguistik mengkaji
seluruh masalah yang berkaitan dengan organisasi sosial perilaku
bahasa, sehingga dalam implikasinya tidak hanya mencakup pemakaian
bahasa saja, melainkan membahas pula mengenai sikap-sikap bahasa,
perilaku terhadap bahasa dan pemakai bahasa (Padmadewi dkk., 2014:
2). Halliday (dalam Padmadewi dkk, 2014: 2) menyebutkan bahwa
sosiolinguistik berkaitan dengan pertautan bahasa dengan orang-orang
yang memakai bahasa itu. Maksud dari pernyataan Halliday tersebut
menyiratkan makna bahwa aspek-aspek seperti jumlah kosakata, sikap,
adat istiadat serta budaya dari pemakai bahasa memengaruhi bahasa
Page 24
11
yang digunakannya.
Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan
linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan sangat erat.
Sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat
interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian
hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu
masyarakat tutur (Chaer dan Agustina, 2004: 4). Menurut Kridalaksana
(Chaer dan Agustina, 2004: 3) menyebut sosiolinguistik lazim
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi
bahasa, serta hubungan di antara para bahasawan dengan ciri fungsi
variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa.
Menurut pandangan Padmadewi dkk, (2014: 1) sosiolinguistik
adalah studi dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai
anggota masyarakat. Nababan (Padmadewi dkk., 2014: 1) menyatakan
bahwa sosiolinguistik mempelajari dan membahas aspek-aspek
kemasyarakatan bahasa, khususnya variasi yang terdapat dalam bahasa
yang berkaitan dengan faktor kemasyarakatan. Berdasarkan beberapa
paparan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik
merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji bahasa sebagai bagian
dari kebudayaan dan masyarakat, dapat juga dikatakan sebagai studi
dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota
masyarakat.
Di dalam sosiolinguistik dipelajari dan dibahas aspek-aspek
Page 25
12
kemasyarakatan bahasa, seperti lebih khususnya variasi yang terdapat
dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor kemasyarakatan. Jadi
bahasa bukan merupakan hal yang berdiri sendiri di luar kebudayaan
melainkan bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Secara
singkatnya sosiolinguistik disebut ilmu yang mempelajari tentang
bahasa dan orang-orang yang memakai bahasa itu.
b. Ruang Lingkup Kajian Sosiolinguistik
Dalam buku Pengantar Sosiolinguistik (Aslinda dan Syafyahya,
2010: 3-11) menjelaskan bahwa linguistik menjadikan bahasa sebagai
objek kajiannya. Bidang kajian linguistik yang mempelajari struktur
internal bahasa atau hubungan bahasa dengan struktur bahasa itu sendiri
dari struktur eksternal atau hubungan bahasa itu dengan faktor-faktor di
luar bahasa. Ruang lingkup kajian sosiolinguistik meliputi komunikasi
bahasa, masyarakat bahasa, variasi bahasa, bilingualisme dan diglosia,
interferensi dan integrasi bahasa, dialek, sikap bahasa, serta perencanaan
bahasa.
1) Komunikasi bahasa
Komunikasi bahasa adalah proses pertukaran informasi antar
individu melalui sistem simbol, tanda atau tingkah laku umum,
dalam setiap kmunikasi bahasa, ujaran berupa kalimat digunakan
untuk menyampaikan pesan (berupa gagasan, pikiran, saran, dan
sebagainya). Setiap proses komunikasi bahasa berawal dari pengirim
Page 26
13
merumuskan terlebih dahulu apa yang ingin diujarkan dalam suatu
kerangka gagasan, yang dikenal dengan istilaah semantic encoding.
2) Masyarakat Bahasa
Masyarakat bahasa adalah masyarakat tidak hanya berdasarkan
pada perkembangan bahasa, tetapi berdasarkan sejarah, budaya dan
politik. Pada tahap abstraksi yang cukup tinggi ditempatkan cirri-ciri
kelompok yang memiliki kesamaan agama, usia, kelompok etnis,
dan dibidang linguistic terutama kesamaan bahasa atau variasi
bahasa. Pada taham abstraksi yang lebih rendah realitas bahasa
tercermin melalui kelompok-kelompok yang bersemuka. Masyarakat
tutur bukanlah hanya sekelompok orang yang menggunakan bahasa
yang sama, melainkan kelompk orang yangmempunyai norma sama
dalam menggunakan benyuk bentuk bahasa.
3) Variasi Bahasa
Variasi bahasa adalah bentuk-bentuk bagian atau varian dalam
bahasa yang masing-masing memiliki pola yang menyerupai pola
umum bahasa induksinya. Variasi bahasa di sebabkan oleh adanya
kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat/kelompok
yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturannya yang
tidak bersifat homogen.
4) Bilingualisme
Bilingualisme merupakan penggunaan dua buah bahasa oleh
seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara
Page 27
14
bergantian. Sedangkan diglosia adalah situasi bahasa yang berbeda
namun dapat hidup berdampingan
5) Interferensi dan Integrasi Bahasa
Interferensi adalah adanya perubahan sistem suatu bahasa
sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan
unsur-unsur bahasa lainyang dilakukan oleh seorang penutur yang
bilingual Weinreich (Chaer dan Agustina, 2004: 120). Integrasi
adalah penggunaan unsur bahasa lain secara sistematis seolah-olah
merupakan bagian dari suatu bahasa tanpa disadari oleh pemakainya.
Salah satu proses integrasi adalah peminjaman kata dari satu bahasa
ke dalam bahasa lain.
6) Dialek
Dialek atau logat adalah varietas bahasa yang melingkupi suatu
kelompok penutur. Dialek berkontras dengan ragam bahasa, yaitu
bentuk bahasa yang diperbedakan menurut konteks pemakaian.
Variasi ini memiliki perbedaan satu sama lain, tetapi masih banyak
menunjukkan kemiripan linguistik sehingga belum pantas disebut
bahasa yang berbeda. Walaupun begitu, pembedaan konsep dialek
dan bahasa tersendiri sering kali dilatarbelakangi oleh faktor
simbolis dan sosiopolitik, bukan ilmu bahasa.
7) Sikap Bahasa
Sikap bahasa dalam kajian sosiolinguistik mengacu pada
prilaku atau tindakan yang dilakukan berdasarkan pandangan
Page 28
15
sebagai reaksi atas adanya suatu fenomena terhadap penggunaan
bahasa tertentu oleh penutur bahasa. Bahasa dalam suatu komunitas
mungkin berbeda dengan komunitas yang lain bagaimana bahasa
bisa dipengaruhi penggunaannya sesuai dengan ciri sosial yang
berbeda. Yang sering menjadi perdebatan tentang sikap bahasa
adalah hakikat sikap itu sendiri. Meskipun dikenal secara luas di
dalam bidang psikologi sosial, tidak terdapat kesepakatan yang
umum tentang konsep sikap itu sendiri. Terdapat dua pandangan
teoritis yang berbeda tentang sikap, yaitu pandangan para mentalis
dan behaviris. Kedua pandangan itu selalu menjadi tumpuan teori
dan pengukuran yang dilakukan dalam penelitian tentang sikap
individu maupun sikap masyarkat.
8) Perencanaan Bahasa
Perencanaan bahasa adalah suatu usaha untuk memengaruhi
fungsi, struktur, atau penyerapan satu bahasa atau jenisnya di dalam
sebuah pembicaraan masyarakat. Hal ini sering dikaitkan dengan
perencanaan pemerintah, tetapi juga digunakan oleh berbagai
organisasi non-pemerintah, seperti organisasi perintis dan bahkan
perorangan. Tujuan perencanaan bahasa bergantung pada bangsa
atau organisasi, tetapi umumnya meliputi membuat keputusan
perencanaan dan perubahan yang mungkin demi keuntungan
komunikasi. Merencanakan atau memperbarui komunikasi yang
efektif juga bisa membawa kepada perubahan sosial lainnya seperti
Page 29
16
perpindahan bahasa atau asimilasi, dan memberikan motivasi lain
untuk merencanakan struktur, fungsi dan penyerapan bahasa.
3. Bilingualisme
a. Pengertian Bilingualisme
Berdasarkan konsep Sosiolinguistis, masyarakat Indonesia termasuk
masyarakat yang dwibahasawan (Suandi, 2014: 11). Bloomfield (Chaer
dan Agustina, 2004: 85) mengatakan bahwa bilingualisme adalah
kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan
sama baiknya. Maksud dari Bloomfield ini yaitu seseorang disebut
bilingual apabila dapat menggunakan bahasa pertama (B1) dan bahasa
kedua (B2) dengan derajat yang sama baiknya. Robert Lado mengatakan
bahwa bilingualisme adalah kemampuan menggunakan bahasa oleh
seseorang dengan sama baik atau hampir sama baiknya, yang secara
teknis mengacu pada pengetahuan dua buah bahasa bagaimanapun
tingkatnya (Chaer dan Agustina, 2004:86). Mackey (Chaer dan Agustina,
2004:87) dengan tegas mengatakan bahwa bilingualisme adalah praktik
penggunaan bahasa secara bergantian, dari bahasa yang satu ke bahasa
yang lain, oleh seorang penutur. Maksudnya yaitu untuk penggunaan dua
bahasa diperlukan penguasaan kedua bahasa itu dengan tingkat yang
sama.
Darmojuwono (Suandi, 2014:11) memaparkan data terakhir dari
Pusat Bahasa menyatakan bahwa jumlah bahasa daerah yang hidup dan
Page 30
17
berkembang di Indonesia lebih dari 700 bahasa daerah. Chaer dan
Agustina (2004:84) berpendapat istilah bilingualisme (Inggris:
bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Dari
istilahnya secara harfiah sudah dapat dipahami apa yang dimaksud
dengan bilingualisme itu, yaitu berkenaan dengan penggunaan dua
bahasa atau dua kode bahasa. Secara sosiolinguistik, secara umum,
bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang
penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.
Untuk dapat menggunakan dua bahasa, seseorang tentunya harus
dapat menguasai kedua bahasa itu. Bahasa pertama adalah bahasa ibunya
sendiri atau bahasa pertamanya (disingkat B1), dan bahasa kedua adalah
bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya (disingkat B2). Orang yang
dapat menggunakan kedua bahasa tersebut disebut orang yang bilingual
(dalam bahasa Indonesia disebut dwibahasawan). Sedangkan
kemampuan menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas (dalam
bahasa Indonesia disebut kedwibahasawanan).
Menurut Nababan (Suandi, 2014:12) bilingualisme merupakan
kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat dan dalam
Kamus Linguistik bilingualisme diartikan sebagai pemakai dua bahasa
atau lebih oleh penutur bahasa atau oleh suatu masyarakat bahasa
(Suandi, 2014: 12).
Weinrich (Suandi, 2014: 13) menyebut kedwibahasaan sebagai „The
Page 31
18
practice of alternately using two language‟, yaitu kebiasaan
menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian. Bila melihat
pengertian dari Weinrich, pada penggunaan dua bahasa atau lebih,
penutur tidak diharuskan menguasai kedua bahasa tersebut sama
lancarnya. Artinya B2 atau bahasa kedua tidak dikuasai secara lancar
seperti halnya penguasaan terhadap B1 atau bahasa pertama.
Namun, penggunaan B2 atau bahasa kedua tersebut kiranya hanya
sebatas penggunaan sebagai akibat individu mengenal bahasa tersebut.
Contoh peristiwa bilingualisme misalnya saja seorang penduduk asli
Jawa yang tentu saja fasih berbahasa Makassar (B1) dan ia juga bisa
berbahasa Inggris walaupun tidak sebaik atau tidak sefasih ia berbahasa
Jawa, maka dapat dikatakan sebagai peristiwa bilingualisme. Hal tersebut
dikarenakan orang Makassar itu telah menguasai B1 dan B2 (walaupun
penggunaan B2 belum baik atau belum lacar atau belum fasih seperti
B1nya).
Berbicara mengenai kedwibahasaan tidak lepas dari jenis-jenis
kedwibahasaan. Untuk menjelaskan jenis-jenis kedwibahasaan, maka ada
beberapa faktor yang perlu dipakai sebagai pertimbangan dalam
menjelaskan konsep kedwibahasaan dan jenis-jenisnya. Faktor tersebut
dapat berupa faktor umur mulainya pemerolehan bahasa dialami oleh
dwibahasawan, bisa juga berupa faktor konteks, hubungan antara
penanda dan makna, urutan dan akibat pemerolehan bahasa dari
dwibahasawan, kemahiran atau kompetensi dwibahasawan dalam
Page 32
19
menggunakan kedua bahasa, kegunaan dan fungsi kedwibahasaan, dan
sikap terhadap kedwibahasaan, Hoffmann (Padmadewi dkk., 2014).
b. Pengukuran Kedwibahasaan
Penelitian kedwibahasaan sangat perlu untuk memperhatikan
situasi kebahasaan yang ada dalam masyarakat dwibahasa, dengan
adanya hal tersebut, maka akan dikemukakan uraian mengenai
pengukuran kedwibahsaan agar si peneliti mengetahui situasi
kedwibahasaan. Menurut Mackey (dalam Pranowo, 2014:113)
megemukakan pengukuran kedwibahasaan dapat dilakukan melalui
beberapa aspek, yaitu a) aspek tingkat, b) aspek fungsi, c) aspek
pergantian, dan d) interferensi.
a) Pertama, tingkat kedwibahasaan adalah dengan mana sesorang
mampu menjadi seorang dwibahasawan atau sejauh mana
seseorang mampu mengetahui bahasa yang dipakainya. Masalah
tingkat dalam pembahasan bilinguaisme berkaitan dengan tingkat
kemampuan berbahasa seseorang. Kemampuan berbahasa
seseorang akan nampak dari empat keterampilan berbahasa, yaitu
menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Menurutnya, dalam
keempat keterampilan tersebut akan mencakup fonologi, gramatik,
leksis, semantik, dan stailistik. Jika diambil kesimpulan, masalah
tingkat ini adalah masalah yang berkaitan dengan pemahaman dan
pengetahuan seseorang terhadap bahasa yang dipakainya.
Page 33
20
b) Kedua, fungsi kedwibahasaan adalah pengertian untuk apa
seseorang menggunakan bahasa dan apa peranan bahasa dalam
kehidupan pelakunya. Hal ini berkaitan dengan kapan seseorang
yang bilingual menggunakan kedua bahasanya secara bergantian.
Masalah fungsi ini menyangkut masalah pokok sosiolinguistik
yaitu siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan,
dan dengan tujuan apa (Chaer, 2004:88). Penggunaan bahasa
pertama oleh seorang penutur, misalnya bahasa pertamanya
bahasa Sunda, hanya akan digunakan dengan semua anggota
masyarakat tutur yang menggunakan bahasa Sunda pula.
Penggunaan bahasa pertama tersebut juga akan terbatas hanya
pada situasi-situasi tertentu, misalnya ketika dalam percakapan
sehari-hari dalam ruang lingkup keluarga dan untuk
membicarakan hal-hal yang bersifat biasa. Namun, dalam situasi-
situasi tertentu pula bahasa pertama tidak dapat digunakan.
Misalnya dalam kegiatan pendidikan di sekolah, walaupun guru
dan murid menggunakan B1 yang sama (misalnya bahasa
Makassar), akan tetapi dalam hal ini hanya bahasa Indonesialah
yang dapat digunakan, sebab bahasa Indonesia yang menjadi
bahasa kedua guru dan murid tersebut merupakan bahasa nasional
yang berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan.
c) Ketiga, pergantian adalah pengukuran terhadap seberapa jauh
pemakai bahasa mampu berganti dari satu bahasa ke bahasa lain.
Page 34
21
Kemampuan berganti (berpindah) dari satu bahasa ke bahasa lain.
Kemampuan berganti (berpindah) dari satu bahasa ke bahasa lain
ini bergantung pada tingkat kelancaran pemakaian masing-masing
bahasa. Terjadinya pergantian bahasa ini dapat dilihat antara lain
pergantin dari satu bahasa di suatu tempat ke bahasa lain di tempat
yang lain. Ada tiga faktor utama menentukan pergantian bahasa
ini, yaitu topik yang dibicarakan, orang yang diajak berbicara,
serta penekanan pada yang dibicarakan.
d) Keempat, interferensi adalah bagaimana seseorang yang menganut
bilingualisme menjaga bahasa-bahasa itu sehingga terpisah dan
seberapa jauh seeorang itu mampu mencampuradukkan serta
bagaimana pengaruh bahasa yang satu dalam penggunaan bahasa
lainnya. Interferensi berarti adanya saling mempengaruhi
antarbahasa. Interferensi bisa terjadi pada pengucapan, tata
bahasa, kosakata dan makna bahkan budaya – baik dalam ucapan
maupun tulisan – terutama kalau seseorang sedang mempelajari
bahasa kedua (Alwasilah, 1990:131). Ciri yang menonjol dalam
interferensi adalah peminjaman kosakata dari bahasa lain,
alasannya adalah perlunya kosakata untuk mengacu pada obyek,
konsep, atau tempat baru. Maka, meminjam kosakata dari bahasa
lain akan lebih mudah daripada menciptakan kosakata baru.
Hanya saja, kosakata-kosakata hasil pinjaman yang biasa dipakai
dalam bahasa Indonesia telah disesuaikan ejaannya dengan ejaan
Page 35
22
bahasa Indonesia.
c. Klasifikasi Tingkat Kedwibahasaan
Aslinda (2010:24) Tingkat adalah penguasaan bahasa oleh
seseorang, maksudnya sejauh mana seseorang itu mampu menjadi
seseorang dwibahasawan atau sejauh manakah seseorang itu
mengetahui bahasa yang dipakainya. Kedwibahasaan dapat
diklasifikasikan berdasarkan beberapa dengan sudut pandang dan
diantaranya adalah sebagai berikut.
Berdasarkan hakikat tanda dalam kontak bahasa, maka
Weinrich (dalam Tarigan, 1988:8) mengategorikannya sebagai
berikut.
a. Kedwibahasaan Koordinatif
Kedwibahasaan koordinatif merupakan dwibahasawan yang
mempunyai dua perangkat satuan makna dan dua bentuk ekspresi.
b. Kedwibahasaan Majemuk
Kedwibahasaan majemuk merupakan dwibahasawan yang
mempunyai satu perangkat satuan makna dan dua bentuk ekspresi.
c. Kedwibahasaan Subordinatif
Kedwibahasaan subordinatif merupakan dwibahasawan yang
mempunyai satuan makna dari bahasa pertama dan dua bentuk
ekspresi. Bentuk eskpresi bahasa pertama dan bentuk ekspresi
bahasa kedua yang dipelajari melalui bahasa pertama.
Mennurut Weinreich (dalam Pranowo, 2014) Kedwibahasaan
Page 36
23
dibedakan berdasarkan derajat yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu
Kedwibahasaan Koordinatif, Kedwibahasaan Subordinatif, dan
Kedwibahasaan Majemuk.
a. Kedwibahasaan majemuk adalah kedwibahasaan yang
menunjukan bahwa kemampuan berbahasa salah satu bahasa lebih
baik daripada kemampuan berbahasa bahasa yang lain. Hal itu
dapat terjadi karena proses penguasaannya di dalam kondisi yang
sama sehingga pemakaian bahasa memiliki rujukan makna yang
sama untuk simbol-simbol bahasa yang dipertukarkan dalam dua
bahasa karna pemakaian bahasa dilibatkan dalam dua bahasa yang
berbeda pada saat yang bersamaan Alwasih, 1985 (dalam
Pranowo: 105)
b. Kedwibahasaan koordinatif/ sejajar adalah kedwibahasaan yang
menunjukan bahwa pemakaian dua bahasa sama-sama baiknya
oleh seorang individu. Proses terjadinya kedwibahsaan ini karena
seorang individu memiliki pengalaman yang berbeda dalam
menguasai dua bahasa sehingga jarang sekali dipertukarkan
pemakaiannya. Keadaan ini terjadi karena ada kemungkinan
penguasaan B1 terjadi secara alamiah, sedangkan penguasaan B2
terjadi secara formal. Kemampuan dan tindak tutur dalam kedua
bahasa tersebut terpisah dan bekerja sendiri-sendiri Nababan,
(dalam Pranowo 2014: 155)
c. Kedwibahasaan Subordinatif (kompleks) adalah kedwibahsaan
Page 37
24
yang menunjukan bahwa seorang individu pada saat memakai B1
sering memasukan unsur B2 atau sebaliknya. Kedwibahasaan ini
memiliki tanda (sign) yang kompleks, yang berisi satu konsep
tunggal yang mengandung kosakata B1, dan selanjutnya
mengundang, kosakata B2. Bahasa kedua dihasilkan dengan cara
menerjemahkan ke dalam B2 terlebih dahulu sebelum dikatakan
dalam bahasa kedua.
Menurut Weinrich (dalam Suandi, 2014:19) membedakan
kedwibahasan majemuk (compound bilinguality), kedwibahasaan
koordinatif/setara (coordinate bilingualism), dan kedwibahasaa
subordinat (subordinate bilingualism). Pembedaan ketiganya
menekankan tumpuan perhatiannya pada dimensi bagaimana dua sandi
bahasa (atau lebih) diatur oleh individu yang bersangkutan.
Kedwibahasaan koordinatif/sejajar menunjukkan bahwa pemakaian
dua bahasa sama-sama baik oleh seorang individu.
a. Kedwibahsaan seimbang dikaitkan dengan taraf penguasaan B1
dan B2, yaitu orang yang sama mahirnya dalam dua bahasa.
b. Kedwibahasan subordinatif (kompleks) menunjukkan bahwa
seorang individu pada saat memakai B1 sering memasukkan B2
atau sebaliknya. Kedwibahasaan ini dihubungkan dengan situasi
yang dihadapi B1 Adalah sekelompok kecil yang dikelilingi dan
didominasi oleh masyarakat suatu bahasa yang besar sehingga
masyarakat kecil ini dimungkinkan dapat kehilangan bahasa
Page 38
25
pertamanya (B1).
Menurut Nababan 1984 Sebagaimana kita lihat di atas,
bilingualitas berarti kemampuan dalam dua bahasa. Jika kita
perhatikan hubungan antara kemampuan dan tindak laku dalam
bahasa itu adalah terpisah dan bekerja sendiri-sendiri. Bilingualitas
demikian disebut bilingualitas sejajar. Tipe bilingualitas yang lain
sering terdapat dalam keadaan belajar bahasa kedua setelah kita
menguasai satu bahasa (= bahasa pertama/utama) dengan baik,
khususnya dalam keadaan belajar bahasa kedua atau asing di sekolah.
Hal tersebut menimbulkan kemampuan dan kebiasaan orang dalam
bahasa utama (source language atau bahasa sumber) berpengaruh atas
pengguanaanya dari bahasa kedua (target language atau bahasa
sasaran). Kedwibahasaan yang demikian disebut bilingualitas
majemuk.
Tingkat kedwibahasaan dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
a. Kedwibahasaan Subordinatif merupakan kedwibahasaan yang
digunakan saat memakai B1 (bahasa Ibu) namun sering
memasukan B2 (bahasa Indonesia) atau sebaliknya. Hal tersebut
terjadi karena situasi di masyarakat yang lebih dominan
menggunakan B1 (bahasa Ibu) atau B2 (bahasa Indonesia).
Misalnya dwibahasawan berbicara menggunakan bahasa
Makassar dan bahasa Indonesia.
Page 39
26
b. Kedwibahasaan Koordinatif atau sering disebut kedwibahasaan
sejajar merupakan seseorang yang memiliki dua bahasa atau lebih
yang dikuasai oleh dwibahasawan dengan pengalaman atau
pemerolehan yang berbeda dan kedua bahasa tersebut jarang
digunakan dengan sama baiknya. Hal tersebut B1 dan B2 sama-
sama dikuasai namun berbeda tempat pemerolehan bahasa yang
telah di dapat oleh si dwibahasawan. Misalnya B1 di peroleh dari
lingkungan rumah dan B2 di peroleh dari lingkungan sekolah.
c. Kedwibahasaan Majemuk merupakan seseorang yang memiliki
dua bahasa atau lebih yang dikuasai oleh dwibahasawan dengan
situasi kondisi yang sama dan bahasa yang digunakan sama
jeleknya. Misalnya orangtua berbicara menggunakan dua bahasa
secara bergantian lalu si anak merespon dengan satu bahasa saja
walaupun paham dengan dua bahasa tersebut.
B. Kerangka Pikir
Berdasarlan permasalahan di atas, penelitian ini termasuk kajian
sosiolinguistik. Sosiolinguistik adalah studi atau pembahasan dari bahasa
sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat. Peneliti
memfokuskan pada bidang kajian sosiolinguistik yaitu bilingualisme.
Bilingualisme adalah digunakannya dua bahasa oleh seorang penutur dalam
pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Adapun objek dalam
penelitian ini yaitu siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar, setelah
Page 40
27
mendapatkan objek maka dilakukan lah analisis untuk mendapatkan temuan,
analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatn,
dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Adapun
temuan yang diharapkan dari penelitian ini yaitu dapat mengetahui kondisi
bilingualisme terhadap tuturan siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar.
untuk memperjelas kerangka pikir dalam penelitian ini akan ditampilkan
dalam bentuk gambar. Berikut disajikan bagan kerangka pikir:
Gambar 2. I Kerangka Pikir
Tingkat Bilingualisme
Subordinatif
Tuturan Siswa SMP
Muhammadiyah 1 Makassar
Analisis
Temuan
Majemuk
Sosiolinguistik
Koordinatif
Page 41
28
BAB III
METODE PENELITIAN
Kata metode berarti cara yang telah diatur dan disusun secara sistematis
untuk mencapai suatu maksud tertentu baik dalam ilmu pengetahuan ataupun
lainnya. Jadi, untuk memeroleh data yang objektif dalam penelitian analisis tuturan
sisiwa SMP Muhammadiyah 1 Makassar dari segi bilingualisme. Penelitian ini
melalui tahapan-tahapan untuk mendapat hasil penelitian yang valid. Adapun tahap-
tahapnya dalam penelitian ini harus mengetahui beberapa hal sebagai berikut :
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif. Penelitian ini merupakan
penggambaran atau penyajian data berdasarkan kenyataan-kenyataan secara
objektif dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungannya dengan masalah
penelitian. Metode ini bertujuan membuat deskriptif sesuai dengan kenyataan
atau keadaan data secara alamiah, sehingga data yang ada berdasarkan fenomena
dan fakta yang memang sesuai dengan kenyataan pada penuturnya.
Menurut (Arikunto, 2003:3) penelitian deskriptif adalah penelitian yang
dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan,
yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan. Penelitian ini hanya
menyampaikan apapun yang terjadi apa adanya tanpa merekayasa dengan
maksud lain. Hal ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan secara sistematis.
Page 42
29
B. Definisi Istilah
1. Sosiolinguistik
Sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat
interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan
antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur.
2. Bilingualisme
Bilingualisme adalah keadaan bagi seseorang yang menguasai dua
bahasa dengan kadar penguasaan yang sama untuk kedua bahasa tersebut.
Bilingualisme yang dimaksud dalam penlitian ini yaitu alih kode dan campur
kode.
C. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tuturan siswa dengan
siswa lain pada saat berinteraksi.
Sumber data dalam penelitian ini adalah diambil dari percakapan antar
siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik
observasi, teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat.
1. Teknik observasi dilakukan peneliti dengan mengamati interaksi antara siswa
dengan siswa yang lain. Teknik ini digunakan agar situasi berkomunikasi
Page 43
30
berlangsung alamiah tanpa ada campur tangan dari peneliti.
2. Teknik wawancara atau interview merupakan salah satu metode yang
digunakan dalam tahap penyediaan data yang dilakukan dengan cara peneliti
melakukan percakapan atau kontak dengan penutur Mahsun (2007:250).
Metode ini memiliki teknik pancing dan teknik lanjutan yaitu teknik cakap
semuka, di mana peneliti melakukan percakapan dengan cara berhadapan
langsung di suatu tempat dengan informasinya. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan rekaman dan informasi untuk memperjelas penelitian.
3. Teknik catat yaitu teknik yang digunakan dengan jalan mencatat percakapan
yang bersifat spontan.
E. Teknik Analisis Data
Mahsun (2007: 253) menyatakan analisis data merupakan upaya yang
dilakukan untuk mengklasifikasi, mengelompokkan data. Pada tahap ini
dilakukan upaya mengelompokkan, menyamakan data yang sama dan
membedakan data yang memang berbeda, serta menyisihkan pada kelompok lain
data serupa, tetapi tidak sama. Dalam rangka pengklasifikasian dan
pengelompokan data tentu harus didasarkan pada apa yang menjadi tujuan
penelitian.
Data memiliki dua wujud, yaitu data yang berwujud angka dan data yang
bukan angka, Anshen (Mahsun, 2007: 254). Pada penelitian ini adalah data yang
bukan angka, dan dapat dianalisis dengan analisis kualitatif. Analisis kualitatif
Page 44
31
berfokus pada penunjukan makna, deskripsi, penjernihan, dan penempatan data
pada konteksnya masing-masing dan sering kali melukiskannya dalam bentuk
kata-kata daripada dalam angka-angka. Adapun langkah-langkah atau tahapan
analisis datanya adalah sebagai berikut:
1. mengidentifikasi tuturan-tuturan yang mengandung variasi bahasa atau
ragam bahasa yang mengindikasikan adanya fenomena bilingualisme pada
percakapan siswa.
2. mengklasifikasikan data yang telah didapat dari lapangan menurut kriteria
yang telah ditentukan. Kriteria tersebut yaitu klasifikasi ragam bahasa
menurut ahli Utorodewo dkk., (2004) Ragam bahasa diklasifikasikan
berdasarkan media pengantarnya dan situasi pemakaiannya. Selain
daripada itu, klasifikasi juga dilengkapi berdasarkan pada variasi dari segi
keformalan menurut ahli Chaer dan Agustina (2004), dan faktor yang
mempengaruhi penggunaan variasi bahasa menurut ahli Padmadewi dkk
(2014).
3. menginterpretasikan atau pemberian makna atas temuan-temuan
penelitian pemaknaan tentu saja tidak terlepas dari konteks data penelitian.
4. mendeskripsikan hasil kajian atau hasil temuan penelitian ke dalam bentuk
deskriptif.
Page 45
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada bagian ini akan dipaparkan hasil penelitian yang kemudian akan
diuraikan. Kajian perihal tingkat bilingualisme dalam kajian sosiolinguistik cukup
variatif berdasarkan konsep ahli yang merumuskan. Penelitian ini mendasarkan
pada analisis data berdasarkan tingkat bilingualisme yang berupa subordinatif,
koordinatif, dan majemuk. Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian,
hasil penelitian berupa bentuk tingkatan bilingualisme pada tuturan siswa kelas
VIII SMP Muhammadiyah 1 Makassar.
1. Tingkat bilingualisme subordinatif pada tuturan siswa SMP
Muhammadiyah 1 Makasssar.
Bilingualisme Subordinatif merupakan kedwibahasaan yang
digunakan saat memakai B1 (bahasa Ibu) namun sering memasukan B2
(bahasa Indonesia) atau sebaliknya. Hal tersebut terjadi karena situasi di
masyarakat yang lebih dominan menggunakan B1 (bahasa Ibu) atau B2
(bahasa Indonesia). Misalnya dwibahasawan berbicara menggunakan
bahasa Makassar dan bahasa Indonesia. Adanya penggunaan bilingalisme
pada siswa memiliki tingkatan dalam setiap percakapan sehari-hari.
Analisis data penelilitian ini meliputi analisis tingkat bilingualisme
subordinatif. Hal tersebut ditemukan adanya temuan-temuan peneliti pada
percakapan dan itu terbukti dari data percakapan berikut ini.
Page 46
33
Tuturan data (1)
Siswa 1 :“Mata pelajaran sebentar?”
“Mata pelajaran apa setelah ini?”
Siswa 2 :“ Bahasa Indonesia”
“Bahasa Indonesia”
Siswa 1 :“Selesaimi rangkumannu?”
“rangkumanmu sudah selesai?”
Siswa 2 :“ iya selesaima, risubangngiangang ji poeng.”
“Iya saya sudah selesai dari kemarin-kemarin, ”
Siswa 1 : “liat ka paeng ehh, ka belumpa selesai.”
“ Boleh saya melihatnya, karena saya belum selesai.”
Siswa 2 : “Iya sebentar pi”
“ Iya sebentar.”
Konteks
Siswa 1 bernama Muh. Nur Al Zahar, berusia 14 tahun dan siswa 2
bernama Muh. Dzulfikar, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan
terjadi di pagi hari beberapa saat sebelum dimulainya proses
pembelajaran daring di rumah Dzulfikar. Pada saat itu Zahar meminta
pertolongan kepada Dzulfikar untuk dibantu mengerjakan tugas Bahasa
Indonesia.
Data tuturan (data 1) merupakan tingkat kedwibahasaan
subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk
mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan
oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan
oleh Zahar sebagai penutur yang menjadi responden kepada Dzulfikar
sebagai mitra tutur yang sedang membicarakan tentang tugas mata
Page 47
34
pelajaran sejarah. Penutur menggunakan bahasa Makassar dan bahasa
Indonesia saat melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B1
(Bahasa Makassar) pada situasi tidak formal dan sering menggunakan B2
(Bahasa Indonesia) saat berbicara dengan mitra tutur. Hal tersebut
terbukti dengan adanya tuturan “iyya selesaima, risubangngiangang ji
poeng.”, menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan
yang menggunakan B2 (bahasa Indonesia) dan sering memasukan B1
(bahasa Makassar).
Tuturan data (2)
Siswa 1 :“wee... ibu toh, jaina tugas nasareangki”
“we banyak sekali tugas yang ibu berikan”
Siswa 2 : “Iyo bah, pusingka saya”
“Iya saya juga pusing”
Siswa 1 :“bagi tugas maki. Saya kerja nomor 1-10 kau sisanya,
bagaimana”
“Kita bagi tugas saja, saya kerja nomor 1-10, kamu kerja
sisanya?”
Siswa 2 :“ Oke kasi begiu mi.”
“Oke kasi begitu saja”
Konteks
Siswa 1 bernama Tiara Amaliah Putri, berusia 14 tahun dan siswa 2
bernama Nadya Aisyah, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan
terjadi di siang hari pada saat proses pembelajaran daring di teras rumah
Page 48
35
Tiara, pada saat itu Tiara mengeluh karena banyaknya tugas yang
diberikan guru, kemudian Nadya memberikan jalan keluar dengan
membagi-bagi tugas agar mudah dikerjakan.
Data tuturan (data 2) merupakan tingkat kedwibahasaan
subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk
mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan
oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan
oleh Tiara sebagai penutur yang menjadi responden kepada Nadya
sebagai mitra tutur yang sedang mendiskusikan tugas yang diberikan
guru. Penutur menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Makassar saat
melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B1 (Bahasa
Makassar) pada situasi tidak formal dan sering menggunakan B2 (Bahasa
Indonesia) saat berbicara dengan mitra tutur. Hal tersebut terbukti dengan
adanya tuturan “wee... ibu toh, jaina tugas nasareangki.”, menunjukan
bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang menggunakan B1
(bahasa Makassar) dan sering memasukan B2 (bahasa Indonesia) yaitu
dalam satu kalimat tuturan dan dapat dibuktikan pada kata “jaina tugas
nasareangki” yang termasuk dalam bahasa Indonesia dan bahasa
Makassar.
Page 49
36
Tuturan data (3)
Siswa 1 :“Kalau selesai ini antarka nanti pulang na karena naik
grab ja tadi datang”
“we banyak sekali tugas yang ibu berikan”
Siswa 2 : “Iyo sinampe pi kuantar ko motere”
“Iya sebentar saya antar pulang”
Siswa 1 :“Okemi makasih nah”
“Oke makasih”
Siswa 2 :“Iyo deh sama-sama”
“Iya sama-sama”
Konteks
Siswa 1 bernama Fahriansyah, berusia 14 tahun dan siswa 2
bernama Muh. Ikhsan, masing-masing berusia 14 tahun.. Pertuturan
terjadi di pagi hari pada saat proses pembelajaran daring di rumah Fahri,
pada saat itu Zahar meminta pertolongan kepada Dzulfikar untuk diantar
pulang ke rumah setelah pembelajara selesai.
Data tuturan (data 3) merupakan tingkat kedwibahasaan
subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk
mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan
oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan
oleh Fahriansyah sebagai penutur yang menjadi responden kepada Ikhsan
sebagai mitra tutur yang sedang meminta tolong untuk diantar pulang ke
rumahnya. Penutur menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Makassar
saat melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B2 (bahasa
Page 50
37
Indonesia) pada situasi santai dan sering memasukkan B1 (bahasa
Makassar) di sela-sela kalimat yang diucapkan dengan mitra tutur. Hal
tersebut terbukti dengan adanya tuturan “Iyo sinampe pi kuantar ko
motere”, menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan
yang menggunakan B2 (bahasa Indonesia) dan sering memasukan B1
(bahasa Makassar).
Tuturan data (4)
Siswa 1 :“Kira-kira antamaki ammuko Ibu yang bahasa Indonesia?”
“Kira-kira guru bahasa Inggris mau masuk?”
Siswa 2 : “Iyo ka sanna rajinna iyya”
“Iya karena Dia itu rajin sekali”
Siswa 1 :“Nampa nia poeng tugas”
“Baru ada tugas yang diberikan”
Konteks
Siswa 1 bernama Muh. Aidil Akbar, berusia 14 tahun dan siswa 2
bernama Rasya Putra, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan terjadi
di pagi hari pada saat proses pembelajaran daring di rumah Rasya,
mereka mempertanyakan tentang kehadiran ibu guru bahasa inggris,
kemudian dilanjutkan dengan ajakan Rasya pergi ke rumah Anto untuk
kerja kelompok.
Data tuturan (data 4) merupakan tingkat kedwibahasaan
subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk
Page 51
38
mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan
oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan
oleh Aidil sebagai penutur yang menjadi responden kepada Raisya
sebagai mitra tutur yang sedang membicarakan tentang guru mata
pelajaran bahasa Inggris. Penutur menggunakan bahasa Indonesia dan
bahasa Makassar saat melakukan percakapan. Penutur sering
menggunakan B1 pada situasi tidak formal dan sering menggunakan B2
saat berbicara dengan mitra tutur. Hal tersebut terbukti dengan adanya
tuturan “Kira-kira antamaki ammuko Ibu yang bahasa Indonesia?”,
menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang
menggunakan B1 (bahasa Makassar) dan sering memasukan B2 (bahasa
Indonesia).
Tuturan data (5)
Siswa 1 :“weh, nomor 15-20 mu dulu eh belumpa selesai na maumi
habis waktuna”
“
Siswa 2 :“Iyo nakkepa bantuko cari jawabannya”
“Iya nanti saya bantu cari jawabannya”
Siswa 1 :“iyo diktekanma pale”
“tolong diktekan saya”
Siswa 1 : “Iyo dengar baik-baiki”
“Iya dengar baik-baik”
Siswa 1 : “Okemi”
“Oke”
Konteks
Page 52
39
Siswa 1 bernama Muh. Syahran Zaki, berusia 14 tahun dan siswa 2
bernama Muh. Akmal, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan
terjadi di siang hari pada saat proses pembelajaran daring di teras rumah
Syahran, pada saat itu Syahran meminta tolong kepada Akmal untuk
dibantu mengerjakan soal yang akan dikumpul pada saat itu juga.
Data tuturan (data 5) merupakan tingkat kedwibahasaan
subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk
mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan
oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan
oleh Syahran sebagai penutur yang menjadi responden kepada Akmal
sebagai mitra tutur yang sedang mengerjakan soal yang diberikan guru.
Penutur menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Makassar saat
melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B1 pada situasi
tidak formal dan sering menggunakan B2 saat berbicara dengan mitra
tutur. Hal tersebut terbukti dengan adanya tuturan “Iyo nakkepa bantuko
cari jawabannya”, menunjukan bahwa penutur adalah pengguna
kedwibahasaan yang menggunakan B2 (bahasa Indonesia) dan sering
memasukan B1 (bahasa Makassar).
Tuturan data (6)
Siswa 1 :“darika tadi rumahna Inna weh”
“Tadi saya dari rumahnya Inna”
Page 53
40
Siswa 2 :“Apa nubikin sede kesana?”
“Ada keperluan apa disana?”
Siswa 1 :“Tidak mengertika tugas ka jadi kesanaka mintol”
“Saya tidak mengerti tugas, jadi saya kesana minta tolong”
Siswa 2 : “Kamasenu intu, baru tugas begitu ke Inna moko”
“Kasihan sekali, baru tugas begitu kamu sudah ke Inna”
Konteks
Siswa 1 bernama Nur Arini, berusia 14 tahun dan siswa 2 bernama
Nurul Aisyah, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan terjadi di
siang hari, pada saat itu Arini bercerita tentang tugas yang Dia tidak
pahami dan meminta tolong kepada temannya untuk dibantu mengerjakan
tugas, kemudian Nurul mengejek Aisyah karena tidak bisa mengerjakan
tugas dari guru.
Tuturan data (7)
Siswa 1 :“Aul bagaimana itu kasihki halaman di word nah?”
“Aul bagaimana kasi halaman di word?”
Siswa 2 :“ada itu, tapi tidak kutauki jelaskan kalo tidak buka ka
laptop”
“ada caranya tapi saya tidak bisa jelaskan kalau tidak buka
laptop”
Siswa 1 :“Cepat ko eh buka ki dulu laptopnu”
“Buka dulu laptopmu cepat”
Siswa 2 : “tayangi deh ada ku kerja ini”
“Tunggu dulu karena ada yang saya kerja”
Siswa 1 : “Oke pale bantu memang ka sebentar”
“Oke bantu saya sebentar”
Page 54
41
Konteks
Siswa 1 bernama Desi Sri Wahyu, berusia 14 tahun dan siswa 2
bernama Aulia Aqsyari, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan
terjadi di pagi hari pada saat proses pembelajaran daring di teras rumah
Desi, pada saat itu Desi bertanya kepada Aulia tentang cara memasukkan
nomor halaman di word, tetapi Aulia tidak bisa langsung membantu Desi
karena bayak pekerjaan yang harus dilakukan.
Data tuturan (data 7) merupakan tingkat kedwibahasaan
subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk
mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan
oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan
oleh Aulia sebagai penutur yang menjadi responden kepada Desi sebagai
mitra tutur yang sedang membicarakan tentang cara menulis nomor
halaman di word. Penutur menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa
Makassar saat melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B1
(bahasa Makassar) pada situasi tidak formal dan sering menggunakan B2
(bahasa Indonesia) saat berbicara dengan mitra tutur. Hal tersebut
terbukti dengan adanya tuturan “tayangi deh ada ku kerja ini.”,
menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang
menggunakan B2 (bahasa Indonesia) dan sering memasukan B1 (bahasa
Makassar).
Page 55
42
Tuturan data (8)
Siswa 1 :“weh Tika kenapa tidak ikuko tadi di zoom nah?”
“Tika kenapa tadi kamu tidak ikut di zoom?”
Siswa 2 :“terlambatka bangun weh”
“Saya lambat bangun”
Siswa 1 :“assala kauja, mengulang ko tugas kemarin ka”
“Terserah, kamu mengulang tugas yang kemarin”
Siswa 2 : “Deh malasku mengulang”
“Malas sekali saya mengulng”
Konteks
Siswa 1 bernama Hilda Inayah, berusia 14 tahun dan siswa 2
bernama Atika Zahrah, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan
terjadi di siang hari beberapa saat sebelum dimulainya lagi proses
pembelajaran daring. Pada saat itu tuturan diawali oleh Hilda yang
bertanya kepada Tika mengapa tidak masuk mata pelajaran sebelumnya
melalui aplikasi zoom, kemudian Tika menjawab karena terlambat
bangun.
Data tuturan (data 8) merupakan tingkat kedwibahasaan
subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk
mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan
oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan
oleh Hilda sebagai penutur yang menjadi responden kepada Tika sebagai
mitra tutur yang sedang membicarakan tentang akibat yang di dapat Tika
Page 56
43
karena tidak mengkuti pembelajaran di aplikasi zoom. Penutur
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Makassar saat melakukan
percakapan. Penutur menggunakan B1 dan B2 saat berbicara, tetapi lebih
dominan menggunakan B2 dengan mitra tutur. Hal tersebut terbukti
dengan adanya tuturan “assala kauja, mengulang ko tugas kemarin ka”,
menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang
menggunakan B1 (bahasa Makassar) dan sering memasukan B2 (bahasa
Indonesia).
Tuturan data (9)
Siswa 1 :“Ayo pergi beli spidol sama lakban”
“Ayo pergi beli spiddol dengan lakban”
Siswa 2 :“Mau nuapa?”
“Untuk apa?”
Siswa 1 : “Tugas toh yang mading mauka hiasi supaya gammaraki”
“Tugas membuat mading, saya mau hias supaya kelihatan
cantik”
Siswa 2 : “Iyo di ada pale nilai keterampilan disitu”
“Iya ternyata disitu ada nilai keterampilan”
Konteks
Siswa 1 bernama Fitriani, berusia 14 tahun dan siswa 2 bernama
Hasrawati, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan terjadi di siang
hari yang bertempat di rumah Fitri, tuturan diawali dengan ajakan Fitri
untuk pergi beli spidol dan lakban karena akan dipakai untuk membuat
Page 57
44
hiasan mading.
Data tuturan (data 9) merupakan tingkat kedwibahasaan
subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk
mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan
oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan
oleh Fitriani sebagai penutur yang menjadi responden kepada Hasrawati
sebagai mitra tutur yang sedang membicarakan tentang tugas membuat
majalah dinding (mading). Penutur menggunakan bahasa Indonesia dan
bahasa Makassar saat melakukan percakapan. Penutur menggunakan B1
dan B2 saat berbicara, tetapi lebih dominan menggunakan B2 dengan
mitra tutur. Hal tersebut terbukti dengan adanya tuturan “Tugas toh yang
mading mauka hiasi supaya gammaraki”, menunjukan bahwa penutur
adalah pengguna kedwibahasaan yang menggunakan B1 (bahasa
Makassar) dan sering memasukan B2 (bahasa Indonesia).
Tuturan data (10)
Siswa 1 :“Sebentar sore ke lapangan deh main bola”
“Sebentar sore ayo ke lapangan main bola.”
Siswa 2 :“Kerja dulu itu tugas ka eh”
“Kerja dulu itu tugas”
Siswa 1 :“Malampi dikerjai deh”
“Sebentar malam baru kita kerja”
Siswa 2 : “Sinampe pulang moko tidak jadi nukerja bagianmu”
Page 58
45
“Sebentar kalau sudah pulang pasti tidak kamu kerja
bagianmu”
Siswa 1 : “Bah ku kerja ji itu”
“jangan khawatir nanti saya kerja”
Siswa 2 : “Oke awasko kalo tidak mukerja”
“Awas kalau kamu tidak kerja”
Konteks
Siswa 1 bernama Yusril Zain, berusia 14 tahun dan siswa 2
bernama Abd. Ahmad, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan
terjadi di siang hari saat dilaksanakannya proses pembelajaran daring,
tuturan diawali oleh Yusril yang mengajak Ahmad untuk bermain bola
setelah proses pembelajaran selesai, tetapi Ahmad menolak dengan
alasan banyak tugas sekolah yang harus mereka selesaikan berdua.
Data tuturan (data 10) merupakan tingkat kedwibahasaan
subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk
mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan
oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan
oleh Yusril sebagai penutur yang menjadi responden kepada Ahmad
sebagai mitra tutur yang sedang membahas tentang ajakan bermain bola,
namun mereka harus menyelesaikan tugas terlebih dahulu. Penutur
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Makassar saat melakukan
percakapan. Penutur menggunakan B1 (bahasa Makassar) dan B2 (bahasa
Indonesia) saat berbicara, tetapi lebih dominan menggunakan B2 (bahasa
Page 59
46
Indonesia) dengan mitra tutur. Hal tersebut terbukti dengan adanya
tuturan “Sinampe pulang moko tidak jadi nukerja bagianmu”,
menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang
menggunakan B1 (bahasa Makassar) dan sering memasukan B2 (bahasa
Indonesia).
2. Tingkat bilingualisme koordinatif pada tuturan siswa SMP
Muhammadiyah 1 Makasssar.
Bilingualisme Koordinatif atau sering disebut kedwibahasaan sejajar
merupakan seseorang yang memiliki dua bahasa atau lebih yang dikuasai
oleh dwibahasawan dengan pengalaman atau pemerolehan yang berbeda dan
kedua bahasa tersebut jarang digunakan dengan sama baiknya. Hal tersebut
B1 (bahasa Ibu) dan B2 (bahasa Indonesia) sama-sama dikuasai namun
berbeda tempat pemerolehan bahasa yang telah di dapat oleh si
dwibahasawan. Adanya penggunaan kedwibahasaan pada mahasiswa
memiliki tingkat kedwibahasaan dalam setiap percakapan sehari-hari. Analisis
data penelilitian ini meliputi analisis tingkat kedwibahasaan koordinatif. Hal
tersebut ditemukan adanya temuan-temuan peneliti pada percakapan dan hasil
tabulasi yang sudah di triangulasi dan itu terbukti dari data percakapan berikut
ini.
Page 60
47
Tuturan data (11)
Siswa 1 :“Bagaimana ini, tenapa ku kerja PR ku nampa ero’ mi
antama Ibu sinampe?”
“Bagaimana ini, PR Saya belum selesai baru Ibu mau masuk
sebentar?”
Siswa 2 : “Ciniki mi punyaku tapi jangko salahkan ka punna nia’
salah”
“Lihat saja punyaku, tapi jangan salahkan saya kalau ada yang
salah”
Siswa 1 :“Oke makasih cika”
“Oke terima kasih teman”
Konteks
Siswa 1 bernama Salim, berusia 14 tahun dan siswa 2 bernama
Irwan, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan terjadi di pagi hari
beberapa saat sebelum dimulainya lagi proses pembelajaran daring, pada
saat itu tuturan diawali oleh Salim yang bertanya kepada Irwan mengenai
PR yang belum dikerjakan, sedangkan waktu pembelajaran sudah mau
dimulai, kemudian Irwan memberi memperlihatkan PR yang sudah
dikerjakan sebelumnya.
Data tuturan (data 11) merupakan tingkat kedwibahasaan
koordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk
mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan
oleh responden. Data di atas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan
oleh Salim sebagai penutur yang menjadi responden kepada Irwan
Page 61
48
sebagai mitra tutur yang sedang membahas mengenai PR Salim yang
belum dikerjakan. Penutur menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa
Makassar saat melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B2
dan B1 saat berbicara dengan mitra tutur pada situasi tersebut. Hal
tersebut terbukti dengan adanya tuturan “Ciniki mi punyaku tapi jangko
salahkan ka punna nia’ salah” menunjukan bahwa penutur adalah
pengguna kedwibahasaan yang menggunakan B2 (bahasa Indonesia) dan
sering memasukan B1 (bahasa Makassar). Hal tersebut membuktikan
bahwa penutur memiliki kemampuan lebih dari satu bahasa yang sama
baiknya karena dapat berbicara dengan temannya menggunakan bahasa
Indonesia dan terkadang memasukan bahasa Makassar untuk
menekankan pada suatu kalimat. Responden bisa memahami tuturan
penutur yang menggunakan bahasa Makassar dan menjawab tuturan
mitra tutur menggunakan bahasa Indonesia. Hal tersebut membuktikan
bahwa responden memiliki tingkat kedwibahasaan koordinatif atau
sejajar.
Tuturan data (12)
Siswa 1 :“Nia’ buku LKS matematikamu cika?”
“Bagaimana ini, PR Saya belum selesai baru Ibu mau masuk
sebentar?”
Siswa 2 : “Mau nu apa?”
“Untuk apa?”
Page 62
49
Siswa 1 :“Mauka pinjam, jai dudu tugasku nampa tena pa ku kerja”
“Saya mau pinjam karena banyak sekali tugas yang belum
saya kerja”
Siswa 2 : “Bah alle mi cika?”
“Silakan diambil teman”
Konteks
Siswa 1 bernama Muh. Nabil, berusia 14 tahun dan siswa 2
bernama Fariz Maulana, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan
terjadi di pagi hari beberapa saat sebelum dimulainya lagi proses
pembelajaran daring, pada saat itu tuturan diawali oleh Nabil yang ingin
meminjam LKS Matematika kepada Fariz untuk dipakai mengerjakan
tugas yang belum sempat dikerjakan Nabil.
Data tuturan (data 12) merupakan tingkat kedwibahasaan
koordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk
mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan
oleh responden. Data di atas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan
oleh Nabil sebagai penutur yang menjadi responden kepada Fariz sebagai
mitra tutur yang sedang membahas mengenai buku LKS matematika
milik Fariz yang akan dipinjam Nabil karena akan dipakai untuk
mengerjakan tugas yang belum sempat dikerjakan. Penutur menggunakan
bahasa Indonesia dan bahasa Makassar saat melakukan percakapan.
Penutur sering menggunakan B2 dan B1 saat berbicara dengan mitra tutur
Page 63
50
pada situasi tersebut. Hal tersebut terbukti dengan adanya tuturan
“Mauka pinjam, jai dudu tugasku nampa tena pa ku kerja”
menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang
menggunakan B2 (bahasa Indonesia) dan sering memasukan B1 (bahasa
Makassar). Hal tersebut membuktikan bahwa penutur memiliki
kemampuan lebih dari satu bahasa yang sama baiknya karena dapat
berbicara dengan temannya menggunakan bahasa Indonesia dan
terkadang memasukan bahasa Makassar untuk menekankan pada suatu
kalima. Responden bisa memahami tuturan penutur yang menggunakan
bahasa Makassar dan menjawab tuturan mitra tutur menggunakan bahasa
Indonesia. Hal tersebut membuktikan bahwa responden memiliki tingkat
kedwibahasaan koordinatif atau sejajar.
Tuturan data (13)
Siswa 1 :“Punna lulus moko nanti, mauko lanjut dimana?”
“Kalau sudah lulus nanti, kamu mau lanjut dimana?”
Siswa 2 : “Tenapa kuisseng anne, eroka lanjut dimana”
“Saya belum tau mau lanjut dimana”
Siswa 1 :“Iyo bah pusing ka pikir ki”
“Saya pusing pikirkan itu”
Siswa 2 : “Jangan moko pusing, nanti tompi itu dipikir”
“Tidak usah pusing, nanti kita pikirkan”
Page 64
51
Konteks
Siswa 1 bernama Askur Yusuf, berusia 14 tahun dan siswa 2
bernama Burhan, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan terjadi di
siang hari setelah selesai pembelajaran daring, tuturan diawali oleh Askur
yang bertanya kepada Burhan perihal kampus apa yang ditempati setelah
lulus nanti, Burhan belum tahu dan masing pusing untuk menentukan
kampus yang akan dia tempat. Kemudian mereka sepakat utnuk
memikirkan itu nanti setelah mendekati hari kelulusan mereka
Data tuturan (data 13) merupakan tingkat kedwibahasaan
koordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk
mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan
oleh responden. Data di atas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan
oleh Askur sebagai penutur yang menjadi responden kepada Burhan
sebagai mitra tutur, tuturan diawali oleh Askur yang bertanya perihal
kampus apa yang akan ditempati Burhan setelah lulus nanti, namun
Burhan masih belum bisa menentukan pada saat itu. Penutur
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Makassar saat melakukan
percakapan. Penutur sering menggunakan B2 dan B1 saat berbicara
dengan mitra tutur pada situasi tersebut. Hal tersebut terbukti dengan
adanya tuturan “Tenapa kuisseng anne, eroka lanjut dimana”
menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang
menggunakan B2 (bahasa Indonesia) dan sering memasukan B1 (bahasa
Page 65
52
Makassar). Hal tersebut membuktikan bahwa penutur memiliki
kemampuan lebih dari satu bahasa yang sama baiknya karena dapat
berbicara dengan temannya menggunakan bahasa Indonesia dan
terkadang memasukan bahasa Makassar untuk menekankan pada suatu
kalima. Responden bisa memahami tuturan penutur yang menggunakan
bahasa Makassar dan menjawab tuturan mitra tutur menggunakan bahasa
Indonesia. Hal tersebut membuktikan bahwa responden memiliki tingkat
kedwibahasaan koordinatif atau sejajar.
Tuturan data (14)
Siswa 1 :“Apa mubikin besok?”
“Besok kamu buat apa?”
Siswa 2 : “Tenaja ku jama, kenapaikah?”
“Saya tidak buat apa-apa, kenapa?”
Siswa 1 :“Temania besok ke sekolah, eroka menghadap di Ibu
Fahira untuk kumpul tugas bela”
“Temani saya ke sekolah besok, saya mau menghadap sama
Ibu Fahira”
Siswa 2 : “Oke”
“Oke”
Konteks
Siswa 1 bernama Angga Rivaldy, berusia 14 tahun dan siswa 2
bernama Muh. Tasbih, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan
terjadi di siang hari setelah selesai pembelajaran daring, tuturan diawali
Page 66
53
oleh Angga yang meminta tolong kepada Tasbih untuk ditemani ke
sekolah dalam rangka menghadap ke salah satu guru yang bernama Ibu
Fahira untuk mengumpulkan tugas.
Data tuturan (data 14) merupakan tingkat kedwibahasaan
koordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk
mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan
oleh responden. Data di atas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan
oleh Angga sebagai penutur yang menjadi responden kepada Tasbih
sebagai mitra tutur, pada saat itu Angga meminta tolong untuk ditemani
ke sekolah karena mau mengumpul tugas. Penutur menggunakan bahasa
Indonesia dan bahasa Makassar saat melakukan percakapan. Penutur
sering menggunakan B2 dan B1 saat berbicara dengan mitra tutur pada
situasi tersebut. Hal tersebut terbukti dengan adanya tuturan “Tenaja ku
jama, kenapaikah?” menunjukan bahwa penutur adalah pengguna
kedwibahasaan yang menggunakan B2 (bahasa Indonesia) dan sering
memasukan B1 (bahasa Makassar). Hal tersebut membuktikan bahwa
penutur memiliki kemampuan lebih dari satu bahasa yang sama baiknya
karena dapat berbicara dengan temannya menggunakan bahasa Indonesia
dan terkadang memasukan bahasa Makassar untuk menekankan pada
suatu kalima. Responden bisa memahami tuturan penutur yang
menggunakan bahasa Makassar dan menjawab tuturan mitra tutur
menggunakan bahasa Indonesia. Hal tersebut membuktikan bahwa
Page 67
54
responden memiliki tingkat kedwibahasaan koordinatif atau sejajar.
3. Tingkat Bilingualisme Majemuk pada Tuturan Siswa SMP
Muhammadiyah 1 Makasssar.
Bilingualisme majemuk merupakan seseorang yang memiliki dua
bahasa atau lebih yang dikuasai oleh dwibahasawan dengan situasi kondisi
yang sama dan bahasa yang digunakan sama jeleknya. Misalnya orangtua
berbicara menggunakan dua bahasa secara bergantian lalu si anak
merespon dengan satu bahasa saja walaupun paham dengan dua bahasa
tersebut. Adanya penggunaan kedwibahasaan pada mahasiswa memiliki
tingkat kedwibahasaan dalam setiap percakapan sehari-hari. Analisis data
penelilitian ini meliputi analisis tingkat kedwibahasaan majemuk. Hal
tersebut ditemukan adanya temuan-temuan peneliti pada percakapan dan
hasil tabulasi yang sudah di triangulasi dan itu terbukti dari data
percakapan berikut ini.
Tuturan data (15)
Siswa 1 :“We duhur mi cika, ayo pergi di masigi assambayang”
“Weh sudah masuk duhur teman, ayo pergi ke masjid salat”
Siswa 2 : “Tunggu dulu sinampe”
“Tunggu dulu sebentar”
Siswa 1 :“Ayomi nanti pi itu mulanjut”
“Ayolah nanti baru dilanjutkan kembali”
Siswa 2 : “Oke pale ayomi”
“Oke ayo kita pergi”
Page 68
55
Konteks
Siswa 1 bernama Abdul Muhimin, berusia 14 tahun dan siswa 2
bernama Farid Akbar, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan terjadi
di siang hari setelah selesai pembelajaran daring, tuturan diawali oleh
Abdul yang mengajak Farid untuk pergi salat duhur di masjid, Farid
sempat menolak sekali, namun Abdul tetap berusaha mengajak sampai
akhirnya Farid setuju untuk pergi ke masjid.
Data tuturan (data 15) merupakan tingkat kedwibahasaan majemuk.
Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk mendapatkan
sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan oleh responden.
Data di atas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan oleh Putri sebagai
penutur yang menjadi responden kepada Suci sebagai mitra tutur yang
sedang ingin mengajak makan mitra tutur. Penutur menggunakan bahasa
Indonesia dan bahasa Makassar saat melakukan percakapan. Penutur
sering menggunakan B1 dan B2 saat berbicara dengan mitra tutur pada
situasi tersebut. Hal tersebut terbukti dengan adanya tuturan “We duhur
mi cika, ayo pergi di masigi assambayang “ menunjukan bahwa penutur
adalah pengguna kedwibahasaan yang menggunakan B1 (bahasa
Makassar) dan sering memasukan B2 (bahasa Indonesia). Hal tersebut
membuktikan bahwa penutur memiliki bahasa yang sama-sama tidak baik
saat digunakan berbicara dengan temannya. Percakapan yang dilakukan
oleh responden dengan bahasa Indonesia dan bahasa Makassar dengan
Page 69
56
kosakata yang tidak baik “masigi” yang berarti “masjid” yang digunakan
dalam satu kalimat ajakan, menurut saya bahasa yang digunakan oleh
responden sama jeleknya. Bahasa yang digunakan oleh responden dengan
mitra tutur jika dimaksudkan dalam bahasa Indonesia “Ayo pergi ke
masjid salat” namun responden pada saat itu menggunakan bahasa
Makassar dan bahasa Indonesia sehingga menurut peneliti hal tersebut
masuk dalam klasifikasi tingkat majemuk.
Tuturan data (16)
Siswa 1 :“Sudah moko nganre?”
“Kamu sudah makan?”
Siswa 2 : “Tenapa, minuman mo saja bikinkan ka”
“Belum, bikinka saja saya kopi”
Siswa 1 :“Tayang mi”
“Tunggu ya”
Siswa 2 : “Jangko lama we”
“Jangan lama”
Konteks
Siswa 1 bernama Putri Sasqia, berusia 14 tahun dan siswa 2
bernama Suci Amaliah, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan
terjadi di siang hari setelah selesai pembelajaran daring, tuturan diawali
oleh Putri yang mengajak makan Suci, namun pada saat itu Suci hanya
meminta dibuatkan minuman karena kebetulan Dia sudah makan.
Page 70
57
Data tuturan (data 16) merupakan tingkat kedwibahasaan majemuk.
Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk mendapatkan
sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan oleh responden.
Data di atas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan oleh Putri sebagai
penutur yang menjadi responden kepada Suci sebagai mitra tutur yang
sedang ingin mengajak makan mitra tutur. Penutur menggunakan bahasa
Indonesia dan bahasa Makassar saat melakukan percakapan. Penutur
sering menggunakan B1 (bahasa Makassar) dan B2 (bahasa Indonesia)
saat berbicara dengan mitra tutur pada situasi tersebut. Hal tersebut
terbukti dengan adanya tuturan “Sudah moko nganre?“ menunjukan
bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang menggunakan B1
(bahasa Makassar) dan sering memasukan B2 (bahasa Indonesia). Hal
tersebut membuktikan bahwa penutur memiliki bahasa yang sama-sama
tidak baik saat digunakan berbicara dengan temannya. Percakapan yang
dilakukan oleh responden dengan bahasa Indonesia dan bahasa
Makassar dengan kosakata yang tidak baik “nganre” yang berarti
“makan” yang digunakan dalam satu kalimat tanya, menurut saya bahasa
yang digunakan oleh responden sama jeleknya. Bahasa yang digunakan
oleh responden dengan mitra tutur jika dimaksudkan dalam bahasa
Indonesia “Kamu sudah makan belum?” namun responden pada saat itu
menggunakan bahasa Makassar dan bahasa Indonesia sehingga menurut
peneliti hal tersebut masuk dalam klasifikasi tingkat majemuk.
Page 71
58
Tuturan data (17)
Siswa 1 :“Tolong dulu jamakan ka PR ku”
“Minta tolong kerjakan PR saya”
Siswa 2 : “Punna gampang ji, ero ja”
“Kalau PRnya gampang, bisa saya bantu”
Siswa 1 :“Tenaja susahnya”
“Tugasku tidak sulit”
Siswa 2 : “Kasima pale soalnya”
“Berikan saya ”
Konteks
Siswa 1 bernama Andi Tandra, berusia 14 tahun dan siswa 2
bernama Rian Ahmad, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan
terjadi di siang hari setelah selesai pembelajaran daring, tuturan diawali
oleh Tandra yang meminta tolong untuk dibantu kerjakan PR-nya. Mitra
tutur yang bernama Suci akan membantu Rian asalkan tugas tersebut
tidak sulit untuk dikerjakan.
Data tuturan (data 17) merupakan tingkat kedwibahasaan majemuk.
Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk mendapatkan
sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan oleh responden.
Data di atas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan oleh Tandra
sebagai penutur yang menjadi responden kepada Rian sebagai mitra tutur.
Penutur menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Makassar saat
melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B1 dan B2 saat
Page 72
59
berbicara dengan mitra tutur pada situasi tersebut. Hal tersebut terbukti
dengan adanya tuturan “Tolong dulu jamakan ka PR ku“ menunjukan
bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang menggunakan B1
(bahasa Makassar) dan sering memasukan B2 (bahasa Indonesia). Hal
tersebut membuktikan bahwa penutur memiliki bahasa yang sama-sama
tidak baik saat digunakan berbicara dengan temannya. Percakapan yang
dilakukan oleh responden dengan bahasa Makassar dan bahasa
Indonesia dengan kosakata yang tidak baik “jamakan” yang berarti
“kerjakan” yang digunakan dalam satu kalimat tanya, menurut saya
bahasa yang digunakan oleh responden sama jeleknya. Bahasa yang
digunakan oleh responden dengan mitra tutur jika dimaksudkan dalam
bahasa Indonesia “Tolong kerjakan PR saya” namun responden pada saat
itu menggunakan bahasa Makassar dan bahasa Indonesia sehingga
menurut peneliti hal tersebut masuk dalam klasifikasi tingkat majemuk.
B. Pembahasan
Pada bagian pembahasan ini disampaikan oleh peneliti dengan adanya
temuan data-data hasil penelitian yang sudah dianalisis sesuai dengan teori
yang dianut pada bagian bab II. Penelitan yang berjudul “Penggunaan
Bilingualisme pada Tuturan Siswa SMP Muhammmadiyah 1 Makassar”
bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat kedwibahasaan yang digunakan oleh
siswa di SMP Muhammadiyahh 1 Makassar. Peneliti mengangkat judul
Page 73
60
tersebut karena penelitian ini masih jarang diteliti di Indonesia dan terlebih
dikalangan akademis Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonsia. Pemilihan
tempat dan subjek pun dirasa dekat dengan peneliti sehingga mudah untuk
didapatkan. Peneliti mencapai tujuan tersebut dengan metode teknik simak
dan metode cakap. Pada metode simak terdapat empat teknik yang terbukti
menghasilkan data yang berkualitas dan akurat. Sumber data penelitian
berhubungan dengan subjek penelitian yang masing-masing berasal dari kota
Makassar sehingga memiliki bahasa pertama dan bahasa kedua yang memiliki
tingkat kedwibahasaan.
Hal tersebut terbukti adanya tingkat kedwibahasaan yang digunakan
oleh siswa yaitu tingkat kedwibahasaan subordinatif, tingkat kedwibahasaan
koordinatif, dan tingkat kedwibahasaan majemuk. Sasaran penelitian ini
adalah tuturan sehari-hari yang digunakan siswa, tuturan yang dimaksud
adalah tuturan yang mengandung tingkat kedwibahasaan pada interaksi siswa
baik dalam proses pembelajaran maupun luar pembelajaran di SMP
Muhammadiyah 1 Makassar.
1. Bilingualisme subordinatif adalah kedwibahasaan yang digunakan saat
memakai B1 (bahasa Ibu) namun sering memasukan B2 (bahasa Indonesia)
atau sebaliknya. Hal tersebut terjadi karena situasi di masyarakat yang
lebih dominan menggunakan B1 (bahasa Ibu) atau B2 (bahasa Indonesia).
Misalnya dwibahasawan berbicara menggunakan bahasa Makassar dan
bahasa Indonesia. Adapun bentuk tuturan siswa yaitu sebagai berikut:
Page 74
61
Tuturan data (1)
Siswa 1 :“Mata pelajaran sebentar?”
“Mata pelajaran apa setelah ini?”
Siswa 2 :“ Bahasa Indonesia”
“Bahasa Indonesia”
Siswa 1 :“Selesaimi rangkumannu?”
“rangkumanmu sudah selesai?”
Siswa 2 :“ iya selesaima, subangngi-subanggi ji poeng.”
“Iya saya sudah selesai dari kemarin-kemarin, ”
Percakapan diatas yang termasuk dalam kategori bilingualisme tingkat
subordinatif karena tuturan “ iya selesaima, subangngi-subanggi ji poeng”
menggunakan dua bahasa yaitu B1 (bahasa Makaassar) dan B2 (bahasa
Indonesia). Hal tersebut membuktikan bahwa penutur dan mitra tutur dapat
menguasai dua bahasa karena masing-masing kedua bahasa tersebut
digunakan di lingkungan masyarakat, jadi penutur dan mintra tutur
menggunakan B1 (bahasa Makassar) dan B2 (bahasa Indonesia) secara
bergantian.
2. Bilingualisme Koordinatif atau sering disebut kedwibahasaan sejajar
merupakan seseorang yang memiliki dua bahasa atau lebih yang dikuasai
oleh dwibahasawan dengan pengalaman atau pemerolehan yang berbeda
dan kedua bahasa tersebut jarang digunakan dengan sama baiknya. Hal
tersebut B1 dan B2 sama-sama dikuasai namun berbeda tempat
pemerolehan bahasa yang telah di dapat oleh si dwibahasawan. Misalnya
B1 di peroleh dari lingkungan rumah dan B2 di peroleh dari lingkungan
Page 75
62
sekolah. Adapun contoh tuturan siswa yaitu sebagai berikut:
Tuturan data (11)
Siswa 1 :“Bagaimana ini, tenapa ku kerja PR ku nampa ero’ mi
antama Ibu sinampe?”
“Bagaimana ini, PR Saya belum selesai baru Ibu mau masuk
sebentar?”
Siswa 2 : “Ciniki mi punyaku tapi jangko salahkan ka kalo banyak
salah”
“Lihat saja punyaku, tapi jangan salahkan saya kalau banyak
yang salah”
Siswa 1 :“Oke makasih cika”
“Oke terima kasih teman”
Percakapan diatas yang termasuk dalam kategori bilingualisme tingkat
koordinatif karena tuturan “Bagaimana ini, tenapa ku kerja PR ku nampa
ero’ mi antama Ibu sinampe?” menggunakan dua bahasa yaitu B1 (bahasa
Makassar) dan B2 (bahasa Indonesia). Hal tersebut membuktikan bahwa
penutur memiliki kemampuan lebih dari satu bahasa yang sama baiknya
karena dapat berbicara dengan temannya menggunakan bahasa Indonesia dan
terkadang memasukan bahasa Makassar untuk menekankan pada suatu
kalimat. Responden bisa memahami tuturan penutur yang menggunakan
bahasa Makassar dan menjawab tuturan mitra tutur menggunakan (B1) bahasa
Makassar dan (B2) bahasa Indonesia. Hal tersebut membuktikan bahwa
responden memiliki tingkat kedwibahasaan koordinatif atau sejajar.
Page 76
63
3. Kedwibahasaan Majemuk merupakan seseorang yang memiliki dua bahasa
atau lebih yang dikuasai oleh dwibahasawan dengan situasi kondisi yang
sama dan bahasa yang digunakan sama jeleknya. Misalnya orangtua
berbicara menggunakan dua bahasa secara bergantian lalu si anak
merespon dengan satu bahasa saja walaupun paham dengan dua bahasa
tersebut. Adapun bentuk tuturan siswa yaitu sebagai berikut:
Tuturan data (16)
Siswa 1 :“Sudah moko nganre?”
“Kamu sudah makan?”
Siswa 2 : “Tenapa, minuman mo saja bikinkan ka”
“Belum, bikinka saja saya kopi”
Siswa 1 :“Tayang mi”
“Tunggu ya”
Siswa 2 : “Jangko lama we”
“Jangan lama”
Percakapan di atas termasuk dalam kategori bilingualisme tingkat
majemuk karena tuturan “Sudah moko nganre?” menggunakan dua bahasa
yaitu B1 (bahasa Makaassar) dan B2 (bahasa Indonesia). Hal tersebut
membuktikan bahwa penutur memiliki bahasa yang sama-sama tidak baik saat
digunakan berbicara dengan temannya. Percakapan yang dilakukan oleh
responden dengan bahasa Indonesia dan bahasa Makassar dengan kosakata
yang tidak baik “nganre” yang berarti “makan” digunakan dalam satu
kalimat tanya, bahasa yang digunakan oleh responden sama jeleknya, jika
dimaksudkan dalam bahasa Indonesia “Kamu sudah makan?” namun
Page 77
64
responden pada saat itu menggunakan bahasa Makassar dan bahasa Indonesia
sehingga menurut peneliti hal tersebut masuk dalam klasifikasi tingkat
majemuk.
Pada bagian pembahasan, peneliti menjawab keseluruhan rumusan
masalah dengan menghubungkan teori yang peneliti gunakan dengan acuan
teori sosiolinguistik secara umum, dan teori-teori bilingualisme atau
kedwibahasaan. Berdasarkan data yang ditemukan dan dianalisis oleh peneliti,
tingkat bilingualisme yang paling banyak ditemukan adalah tingkat
bilingualisme subordinatif. Siswa sering menggunakan bahasa kedua
kemudian memasukan bahasa pertama untuk melakukan percakapan di
kehidupan sehari-hari. Peneliti menemukan 59% bilingualisme tingkat
subordinatif. Peneliti hanya menemukan 23% tuturan bilingualisme tingkat
koordinatif dan 18% tuturan bilingualisme tingkat majemuk.
Jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh
tiga poeneliti sebelumnya yaitu Yasnita Kurnia (2018), Welsi Damayanti
(2014), dan Silvia Sanca (2012). Ketiga peneliti tersebut melakukan
penelitian tentang kajian sosiolinguistik. Silvia Sanca mengkaji tuturan siswa
yang mengandung diglosia. Selanjutnya Welsi Damayanti dan Silvia Sanca
sama-sama mengkaji tentang penggunaan kedwibahasaan dalam masyarakat.
Berdasarkan ketiga penelitian tersebut hasil penelitian Yasnita Kurnia,
Welsi Damayanti, dan Silvia Sanca menunjukkan bahwa masyarakat
Indonesia termasuk dalam kategori masyarakat bilingual yang menguasai
Page 78
65
lebih dari satu bahasa. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya fenomena-
fenomena kebahasaan yang terjadi di dalam lingkungan masyarakat, seperti
fenomena diglosia maupun fenomena bilingualisme.
Teori yang mendukung penelitian ini yaitu menurut Weinreich (dalam
Pranowo, 2014) Kedwibahasaan dibedakan berdasarkan derajat yang terbagi
menjadi tiga bagian yaitu Kedwibahasaan Koordinatif, Kedwibahasaan
Subordinatif, dan Kedwibahasaan Majemuk. Kedwibahasaan Subordinatif
(kompleks) adalah kedwibahsaan yang menunjukan bahwa seorang individu
pada saat memakai B1 sering memasukan unsur B2 atau sebaliknya.
Kedwibahasaan koordinatif/ sejajar adalah kedwibahasaan yang menunjukan
bahwa pemakaian dua bahasa sama-sama baiknya oleh seorang individu.
Kedwibahasaan majemuk adalah kemampuan berbahasa salah satu bahasa
lebih baik daripada kemampuan berbahasa yang lain.
Page 79
66
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik
kesipulan sebagai berikut :
1. Tingkat bilingualisme subordinatif dalam percakapan yang terjadi di
kalangan siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar terdapat 59% data
tuturan. Data penelitian percakapan menunjukkan bahwa hasil
tuturan terbanyak yaitu tingkat bilingualisme subordinatif.
2. Tingkat bilingualisme koordinatif menunjukkan hasil penelitian yang
sangat sedikit yaitu hanya 23% data dalam percakapan, namun data
hasil wawancara terlihat dalam tutran yang diucapkan responden
bahwa siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar menguasai B1
(bahasa Makassar) dan B2 (bahasa Indonesia) namun berbeda tempat
pemerolehan bahasa, ada di tingkat Taman Kanak-Kanak atau
Sekolah Dasar.
3. Tingkat bilingualisme majemuk dalam percakapan siswa yang
menggunakan (B1) bahasa Makassar dan (B2) bahasa Indonesia
dalam satu kalimat menunjukkan hasil penelitian yang sangat sedikit
yaitu hanya 18%, berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan
bahwa tuturan yang mengandung tingkat bilingualisme majemuk
siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar sangat jarang digunakan.
Page 80
67
B. Saran
Berdasarkan temuan penelitian ini, maka penulis memberikan saran
sebagai berikut:
1. Penelitian ini hanya membahas tentang tingkat bilingualisme
berdasarkan pemerolehan kontak bahasa, maka disarankan bagi
peneliti selanjutnya untuk bisa mengembangkan cakupan materi yang
lebih luas.
2. Bagi guru bahasa Indonesia dan guru pada umumnya penelitian ini
dapat membantu dalam proses pembelajaran di kelas, olehnya itu
disarankan agar skripsi ini dijadikan sebagai referensi untuk membuat
perangkat pembelajaran.
3. Bagi pemerintah terkhusus yang ada di kota Makassar agar
memberikan dukungan bagi mahasiswa yang ingin melakukan
penelitian terkait persoalan penggunaan bilingualisme dalam tuturan
siswa atau masyarakat.
Page 81
68
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaer. 1990. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.
Arikunto, Suharsimi. 2003. Prosedur Penelitian, Suatu Praktek. Jakarta: Bina
Aksara.
Aslinda dan Syafyahya, L. 2010. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika
Aditama .
Brilyanti, Yasnita Kurnia. 2018. Fenomena Diglosia pada Interaksi Siswi dan Suster
Pamong di Asrama Sanata Angela, Bantul, Yogyakarta. Yogyakarta :
Universitas Sanata Dharma.
Chaer, Abdul & Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan Leone Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:
Rineka Cipta.
Damayanti, Welsi. 2014. Penggunaan Kedwibahasaan Sebagai Media Komunikasi
Penjual Asesoris Toko Rock Stuff Plaza Parahyangan Bandung. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
M.S, Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode dan
Tekniknya. Jakarta: Raya Grafindo.
Padmadewi, Ni Nyoman, dkk. 2014. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Pranowo. 2014. Teori Belajar Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Sanca, Silvia. 2012. Penggunaan Dwibahasa (Indonesia-Jawa) oleh Warga
Keturunan Etnis Tionghoa di Ketandan Kota Yogyakarta. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Soeparno. 2013. Dasar-dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Suandi, I Nengah. 2014. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sumarsono dan Partana, Paina. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda.
Page 82
69
Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Kedwibahasaan. Bandung: Angkasa.
Utorodewo, Felicia, dkk. 2007. Bahasa Indonesia: Sebuah Pengantar Penulisan
Ilmiah. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.
Page 84
71
Lampiran 1
Kartu Data Tuturan siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar
No. Kode
Data Konteks Tuturan
Jenis Bilingualisme
1 01160820
Percakapan dua siswa
yaitu Muh. Nur Al
Zahar dan Muh. Dzulfikar yang
sedang membahas
tentang mata
pelajaran yang masuk sebentar dan juga
membahas tentang
tugas rangkuman.
S1:“Mata pelajaran apa nanti ?”
S2: “Bahasa Indonesia” S1 : “selesaimi rangkumanmu?”
S2 : “iya seleaima risubangngiang
ji poeng”
S1 : “liatka eh ka belumpa selesai” S2 : “oke sebentarpi”
Subordinatif
2 02160820
Percakapan dua siswa
yaitu Tiara Amaliah
Putrid dan Nadya Aisyah yang sedang
mengeluh karena
tugas yang diberikan
guru sangat banyak.
S1:“Wee…ibu toh, jaina tugas
nasareangki’”
S2: “iyo bah pusingka nakke” S1 : “Bagi tugas maki, saya kerja
nomor 1-10 kau sisanya,
bagaimana?”
S2 : “Oke kasi begitumi”
Subordinatif
3 03160820
Percakapan antara Fahriansyah yang
meminta tolong
kepada Muh. Ikhsan
untuk diantar pulang ke rumahnya setelah
pembelajaran selesai.
S1:“kalau selesai ini antarka nanti pulang nah karena naik grabja tadi
datang
S2: “iyo sinampe pi kuantarko
motere” S1 : “Okemi makasih nah”
S2 : “iyo deh sama-sama”
Subordinatif
4 04170820
Percakapan yang
diucapkan Muh. Aidil
Akbar yang mempertanyakan
tentang kehadiran Ibu
guru bahasa Indonesia
kepada Rasya Putra.
S1:“Kira-kira antamaki ammuko ibu bahasa Indonesia ?”
S2: “iyo kah sanna rajinna iya”
S1 : “nampa nia poeng tugas”
Subordinatif
5 05170820
Pertuturan terjadi pada saat Syahran
meminta tolong
kepada Akmal untuk
dibantu mengerjakan soal yang akan
dikumpul pada saat
itu juga.
S1:“weh, nomor 15-20 mu dulu eeh, belumpa selesai na maumi
habis waktu”
S2: “iyo nakkepa bantuko cari
jawabannya” S1 : “iyo diktekanma pale” S2 :
“iyo dengarki baek-baek”
S1 : “okemi”
Subordinatif
6 06170820
Arini bercerita
tentang tugas yang tidak dipahami dan
meminta tolong
kepada Aisyah untuk
dibantu mengerjakan
S1:“darika tadi rumahnya inna
weh” S2: “Apa mubikin sde kesana?”
S1 : “tidak mengertika tugaska jadi
kesanaka mintol”
S2 : “kamasenu intu, baru tugas
Subordinatif
Page 85
72
tugas. begitu ke inna mko”
7 07170820
Desi bertanya kepada
Aulia tentang cara
memasukkan nomor
halaman di word, tetapi Aulia tidak bisa
langsung membantu
pada saat itu Dia lagi
sibuk.
S1:“Aull bagaimana itu kasihki halaman di word nah?”
S2: “Ada itu, tapi tidak kutauki
jelaskan kalo tidak bukaka laptop”
S1 : “cepatko bukaki dulu laptopnu”
S2 : “tayangi deh ada kukerja ini”
S1 : “oke pade bantu memangka
sebentar” S2 : “oke pade”
Subordinatif
8 08170820
Tuturan diawali oleh Hilda yang bertanya
kepada Tika mengapa
tidak mata pelajaran
sebelumnya melalui aplikasi zoom.
S1:“weh Tika kenapa tdak ikutko
tadi di zoom nah?” S2: “terlambatka bangun weh”
S1 : “assala kauja, mengulangko
tugas kemarin ka”
S2 : “deh malasku mengulang”
Subordinatif
9 09170820
Tuturan diawali pada saat Fitriani mengajak
Hasrawati untuk pergi
membeli spidol dan
lakban karena akan
dipakai untuk
membuat tugas
Mading.
S1:“ayo pergi beli spidol sama lakban
S2: “mau nuapa?”
S1 : “tugas toh yang madding
mauka hiasi supaya gammaraki” S2 : “iyodi’ ada pale nilai
keterampilan disitu”
Subordinatif
10 10170820
Tuturan diawali oleh
Yusril yang mengajak
Ahmad untuk bermain bola setelah proses
pembelajaran selesai,
tetapi Ahmad
menolak dengan
alasan banyak tugas
sekolah.
S1:“sebentar sore ke lapangan deh
main bola”
S2: “kerja dulu itu tugaska eh” S1 : “malampi dikerjai deh”
S2 : “sinampe pulang mko tidak
nukerja bagiannu”
S1 : “bah kukerjaji itu” S2 : “oke awasko kalo tidak
nukerja”
Subordinatif
11 11170820
Tuturan diawali oleh
Salim yang bertanya
kepada Ilham
mengenai PR yang belum dikerjakan,
sedangkan waktu
pembelajaran sudah
mau dimulai.
S1:“bagaimana ini tenapa kukerja
PR ku nampa eromi antama ibu
sinampe” S2: “cinikimi punyaku tapi jangko
salahkanka kalo banyak salah”
S1 : “oke amanmi itu”
Koordinatif
12 12170820
Tuturan diawali oleh
Nabil yang ingin meminjam LKS
bahasa Indonesia
Fariz untuk dipakai
S1:“Nia‟ buku LKS bahasa
indonesiamu cika?” S2: “mau nuapa?”
S1 : “mauka pinjam, jai dudu
tugasku nampa tenapa kukerja”
Koordinatif
Page 86
73
mengerjakan tugas
yang belum sempat
dikerjakan.
S2 : “bah allemi cika”
13 13170820
Tuturan diawali oleh
Askur yang bertanya
kepada Burhan perihal kampus apa
yang akan ditempati
setelah lulus nanti.
S1:“punna lulus mako nanti, mauko
lanjut dimana?”
S2: “tenapa kuissengi anne, eroka lanjut dimana”
S1 : “iyo bah pusingka pikirki”
S2 : “jangan mko pusing, nanti
tompi itu dipikir”
Koordinatif
14 14170820
Tuturan diawali oleh
Angga yang meminta
tolong kepada Tasbih
untuk ditemani ke
sekolah untuk
mengumpulkan tugas.
S1:“apa mubikin besok?”
S2: “tenaja ku jama, kenapai kah?” S1 : “temania besok kesekolah,
eroka menghadap di ibu Fahirah
untuk kumpul tugas bela”
S2 : “oke”
Koordinatif
15 15170820
Tuturan diawali oleh Abdul yang mengajak
Farid untuk pergi salat
duhur di Masjid, Farid
sempat menolak
sekali, namun pada
akhirnya setuju
setelah diajak
beberapa kali.
S1:“wee duhurmi cika, ayo pergi
masigi assambayang”
S2: “Tunggu dulu sinampe”
S1 : “ayomi nantipi itu nulanjut” S2 : “oke pale ayomi”
Majemuk
16 16170820
Tuturan diawali oleh
Putri yang mengajak makan Suci, namun
pada saat itu Suci
hanya meminta
dinuatkan minuman karena kebetulan DIa
sudah makan.
S1:“Sudah mko nganre?” S2: “Tenapa, minum mo saja
bikinkanka”
S1 : “tayangmi”
S2 : “jangko lama weeh”
Majemuk
17 17170820
Tuturan diawali oleh
Tandra yang meminta
tolong untuk dibantu kerjakan PR-nya.
S1 : “tolong dulu jamakanka PR
ku”
S2: “Punna gampangji ero ja”
S1 : “tenaja susahnya” S2 : “kasima pale soalnya”
Majemuk
Page 87
74
Lampiran 2
Dokumentasi kegiatan penelitian siswa SMP MUhammadiyah 1 Makassar
Gambar 1 : Proses Wawancara dengan siswa
Gambar 2 : Proses Wawancara dengan siswa
Page 89
76
RIWAYAT HIDUP
Muh. Rizal dilahirkan di Polewali Mandar pada tanggal
07 Februari 1998. Penulis adalah anak kedua dari enam
bersaudara buah hati dari pasangan Ayahanda Jamaluddin
dan Ibunda St. Hasaniah, S.Ag. Penulis memasuki
jenjang pendidikan di bangku SD 020 Rea Barat pada
tahun 2004 dan tamat pada tahun
2010. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 4 Polewali pada
tahun 2010 dan tamat pada tahun 2013. Kemudian di tahun yang sama, penulis
melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Polewali pada tahun 2013 dan tamat pada
tahun 2016, penulis kembali melanjutkan pendidikan ke Universitas Muhammadiyah
Makassar melalui jalur umum dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Selama menjadi mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Makassar, penulis
aktif pada organisasi intrakampus yaitu HIMAPRODI PBSI dan menjabat sebagai
ketuam umum periode 2018-2019. Penuis juga aktif di BEM FKIP dan menjabat
sebagai sekretaris umum periode 2019-2020.
Berkat perlindungan dan pertolongan Allah swt serta iringan doa dari orang
tua sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi dengan
menulis skripsi yang berjudul “Penggunaan Bilingualisme pada Tuturan Siswa SMP
Muhammadiyah 1 Makassar”.