1 Abstract The provinces in Indonesia which have the potential of producing rice are Central Java and Yogyakarta. The aims of this research were to inventory the various biota use and to make a documentation of the application of ethnobiology in Central Java and Yogyakarta’s paddy agriculture. This research was done by using interview, observation, literature study, and documentation methods. Sixteen percent of the farmers in Central Java and Yogyakarta used domestic water buffalos (Bubalus bubalis) for tilling their rice fields. In seedling, husk ashes were used to minimalize root damage. Thereafter, the seedbed area was covered with straw to protect them from seed-eating birds and to prevent seed loss caused by rain. Before planting the paddy in the field, farmers hold a traditional ceremony by putting offerings to gods and Dewi Sri. This study also showed that rat (Rattus argentiventer) is controlled by using barn owl (Tyto alba). Dogfruit beans (Phitecellobium lobatum) and yam (Dioscorea sp.) were also used to control rodents pest. Biopesticides and volatile compounds of decaying crabs were used as the pest control of rice bug (Leptocorisa oratorius). Sorghum (Sorghum sp.) was used as trap crops to keep seed-eating birds away from rice plants. Meanwhile, to deal with tungro bacillioform virus of rice plants, farmers use salak (Salacca sp.). Moreover, the farmers get all of these local knowledges from previous generation. However, I could not detect the difference in local knowledge between men and women farmers due to limited number of women farmers in the agricultural field. Key words: Local knowledge, Paddy agriculture, Biota utilization, Pest control Pendahuluan Padi merupakan salah satu sumber daya utama sektor pertanian di Indonesia selain sayur-mayur dan palawija (Firdauzi, 2013). Nurmalina (2008) mengungkapkan bahwa pertanian padi di Indonesia berkembang karena lebih dari 90% masyarakat Indonesia mengandalkan beras sebagai makanan pokok bila dibandingkan dengan tanaman pokok lainnya. Tingkat konsumsi beras di Indonesia cukup tinggi hingga mencapai angka 97,4 kg/kapita/tahun (Respati et al. 2013). Jawa Tengah dan Yogyakarta merupakan daerah-daerah di Indonesia yang berpotensi untuk pengembangan sektor pertanian. Luas lahan persawahan di Jawa Tengah adalah 996.000 hektar atau 30,61% dari total luas tanah Jawa Tengah (Firdauzi, 2013). Luas daerah persawahan di Yogyakarta mencapai 56.364 hektar (Badan Pusat Statistik DIY, 2012). Revolusi hijau merupakan salah satu program untuk meningkatkan produktivitas pertanian padi (Abbas, 1999). Revolusi hijau lebih mengedepankan modernisasi pertanian dan teknologi dengan program unggulan seperti penanaman bibit unggul, penggunaan pupuk kimia dan penggunaan pestisida kimia. Program revolusi hijau yang diterapkan memiliki beberapa kerugian. Penggunaan pupuk kimia dapat mengakibatkan kerusakan
17
Embed
Pengetahuan Lokal dan Pemanfaatan Biota dalam Pertanian ...€¦ · Revolusi hijau merupakan salah satu program untuk meningkatkan produktivitas pertanian padi (Abbas, 1999). Revolusi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
Abstract
The provinces in Indonesia which have the potential of producing rice are Central
Java and Yogyakarta. The aims of this research were to inventory the various biota use
and to make a documentation of the application of ethnobiology in Central Java and
Yogyakarta’s paddy agriculture. This research was done by using interview, observation,
literature study, and documentation methods. Sixteen percent of the farmers in Central
Java and Yogyakarta used domestic water buffalos (Bubalus bubalis) for tilling their rice
fields. In seedling, husk ashes were used to minimalize root damage. Thereafter, the
seedbed area was covered with straw to protect them from seed-eating birds and to
prevent seed loss caused by rain. Before planting the paddy in the field, farmers hold a
traditional ceremony by putting offerings to gods and Dewi Sri. This study also showed
that rat (Rattus argentiventer) is controlled by using barn owl (Tyto alba). Dogfruit beans
(Phitecellobium lobatum) and yam (Dioscorea sp.) were also used to control rodents pest.
Biopesticides and volatile compounds of decaying crabs were used as the pest control of
rice bug (Leptocorisa oratorius). Sorghum (Sorghum sp.) was used as trap crops to keep
seed-eating birds away from rice plants. Meanwhile, to deal with tungro bacillioform virus
of rice plants, farmers use salak (Salacca sp.). Moreover, the farmers get all of these local
knowledges from previous generation. However, I could not detect the difference in local
knowledge between men and women farmers due to limited number of women farmers
in the agricultural field.
Key words: Local knowledge, Paddy agriculture, Biota utilization, Pest control
Pendahuluan
Padi merupakan salah satu sumber daya utama sektor pertanian di Indonesia
selain sayur-mayur dan palawija (Firdauzi, 2013). Nurmalina (2008) mengungkapkan
bahwa pertanian padi di Indonesia berkembang karena lebih dari 90% masyarakat
Indonesia mengandalkan beras sebagai makanan pokok bila dibandingkan dengan
tanaman pokok lainnya. Tingkat konsumsi beras di Indonesia cukup tinggi hingga
mencapai angka 97,4 kg/kapita/tahun (Respati et al. 2013). Jawa Tengah dan Yogyakarta
merupakan daerah-daerah di Indonesia yang berpotensi untuk pengembangan sektor
pertanian. Luas lahan persawahan di Jawa Tengah adalah 996.000 hektar atau 30,61%
dari total luas tanah Jawa Tengah (Firdauzi, 2013). Luas daerah persawahan di Yogyakarta
mencapai 56.364 hektar (Badan Pusat Statistik DIY, 2012).
Revolusi hijau merupakan salah satu program untuk meningkatkan produktivitas
pertanian padi (Abbas, 1999). Revolusi hijau lebih mengedepankan modernisasi pertanian
dan teknologi dengan program unggulan seperti penanaman bibit unggul, penggunaan
pupuk kimia dan penggunaan pestisida kimia. Program revolusi hijau yang diterapkan
memiliki beberapa kerugian. Penggunaan pupuk kimia dapat mengakibatkan kerusakan
2
pada struktur tanah (tanah menjadi keras), penggunaan pestisida kimia pada dosis
tertentu akan mengakibatkan resistensi hama, dan penggunaan bibit unggul dapat
mendegradasi keragaman genetik karena hilangnya varietas padi lokal suatu daerah (Berg
et al. 2004). Selain memberikan dampak negatif secara ekologis, revolusi hijau juga
memberikan dampak negatif secara ekonomis seperti peningkatan biaya, kesempatan
kerja yang cenderung menurun akibat moderenisasi teknologi, dan peningkatan konsumsi
energi (Hidayat et al. 2012).
Para petani padi di Jawa Tengah dan Yogyakarta telah memiliki pengalaman
dalam mengelola dan mengembangkan lahan pertanian dengan menggunakan tumbuhan
dan hewan. Pengetahuan ini berkembang dari proses adaptif, melalui percobaan secara
berulang (trial and error), pengalaman turun temurun, pengetahuan lokal non-tradisional
(belum sempat atau sedang mentradisi), dan pengetahuan yang berasal dari pendatang
(penyuluhan dari Dinas pertanian) (Fakhrurrozi, 2011). Pengetahuan lokal seringkali
dianggap tidak ilmiah karena belum dijelaskan secara kuantitatif (terukur oleh metode),
walaupun manfaatnya dapat mengatasi persoalan masyarakat (Fakhrurrozi, 2011).
Revolusi hijau telah mereduksi sistem pertanian tradisional yang berbasis
pengetahuan lokal (Hidayat et al. 2012). Namun demikian, pengetahuan pertanian
tradisional memiliki keterbatasan dalam menghadapi perkembangan zaman dan tingkat
kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi. Pertanian modern lebih berorientasi pada
produktivitas tinggi dan efisiensi, sedang pertanian tradisional dianggap memiliki
produktifitas yang rendah (Hidayat et al. 2012).
Berdasarkan penjabaran di atas, pertanyaan mendasar yang akan dijawab melalui
penelitian ini yaitu (1) bagaimana proses pengolahan tanah hingga pemanenan dalam
pertanian padi di Jawa Tengah Tengah dan Yogyakarta, dan (2) biota (hewan dan
tumbuhan) apa saja yang digunakan dalam proses pengolahan lahan hingga proses
pemanenan padi di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Untuk menjawab permasalahan di atas,
tujuan penelitian ini adalah (1) menggali cara pertanian padi yang masih dilakukan
maupun tidak dari awal pengolahan lahan hingga proses pemanenan yang berkaitan
dengan aplikasi ilmu ethnobiologi, dan (2) menginventarisasi dan mendokumentasi
berbagai biota yang dimanfaatkan dalam pertanian padi di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Metode Penelitian
Lokasi studi meliputi daerah persawahan di Jawa Tengah dan Yogyakarta (Weleri, Bantul,
Klaten, Salatiga, Pemalang, Batang, Sleman, Delanggu, Demak, Temanggung, Kudus,
Kabupaten Semarang, Jepara, Boyolali). Pemilihan kota dan kabupaten dilakukan dengan
cara purposive sampling, penelitian yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan
tertentu (Tongco, 2007), yaitu pertimbangan mudahnya akses lahan persawahan dan
jarak tempuh. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi, wawancara,
studi literatur dan dokumentasi. Observasi partisipatif dilakukan guna mendapatkan
pemahaman mendalam mengenai proses pengelolaan lahan, bercocok tanam hingga
3
panen padi (Berg et al. 2000). Metode wawancara dilakukan kepada petani laki-laki dan
perempuan dan petani yang berumur lebih muda guna mendapatkan informasi
mendalam mengenai proses bercocok tanam, berbagai biota yang digunakan dalam
proses pengolahan lahan hingga panen, serta upacara-upacara yang berkaitan dengan
pertanian padi yang dilakukan oleh petani. Pendekatan lain yang digunakan yaitu
menggunakan studi pustaka dengan menggunakan kata-kata kunci ethnobiologi,
penaggulangan hama, pengetahuan lokal pertanian padi, Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Metode dokumentasi dilakukan degan cara mengumpulkan foto, video, dan rekam suara.
Tehnik triangulasi atau pengumpulan beragam sumber data digunakan sebagai validasi
data yang kemudian disajikan secara deskriptif (Farida, 2011).
Hasil
Tahap Pengolahan Tanah
Proses bercocok tanam padi di sawah terdiri dari pengolahan lahan, pembibitan,
pemindahan bibit, pemupukan, pemeliharaan dan pemanenan. Gambar 1 menunjukkan
seorang petani di desa Kauman Lor, Salatiga sedang mengolah lahan persawahan dengan
menggunakan tenaga kerbau (Bubalus bubalis). Desain bajak yang digunakan petani padi
di Jawa Tengah dan Yogyakarta adalah bentuk rakit (pasangan) yang ditarik oleh 2 ekor
kerbau.
Gambar 1. Proses pengolahan tanah dengan menggunakan tenaga kerbau (Bubalus
bubalis) di Pabelan, Salatiga (dok. pribadi).
Proses pembajakan sawah secara konvensional ini dilakukan secara turun-
temurun dengan dua tahapan yaitu meluku dan menggaru. Meluku merupakan tahapan
awal dalam proses pengolahan lahan persawahan. Setelah tanah mengalami proses
pengairan, berikutnya dilakukan proses pembalikan tanah (meluku) dilakukan sehingga
rerumputan mati dan membusuk akibat proses pembalikan tanah. Pada tahap yang kedua
(menggaru),tanah diratakan, menghancurkan gumpalan-gumpalan tanah dihancurkan,
dan sebagian rumput-rumput yang tersisa dibersihkan. Hasil wawancara yang dilakukan
pada 45 orang petani di 14 tempat yang tersebar di Jawa Tengah dan Yogyakarta
4
menunjukkan bahwa 16% dari petani tersebut masih menggunakan tenaga kerbau dan
84% beralih menggunakan tenaga mesin traktor tangan untuk membajak sawah. Setelah
tanah cukup gembur dan rata kemudian dilakukan proses penanaman.
Tahap Pembibitan Setelah proses pengolahan lahan selesai, kemudian dilanjutkan dengan proses
penanaman padi. Padi yang ditanam di sawah, terlebih dahulu mengalami proses
persemaian dari benihnya. Benih padi bernas dipilih, kemudian disemai pada lahan kecil,
biji diletakkan pada bagian tanah yang sebelumnya telah dilapisi dengan abu hasil
pembakaran sekam padi (Gambar 2). Petani padi di daerah Bantul dan Sleman
menggunakan jerami padi dari sisa pemanenan sebelumnya untuk menutupi benih padi
pada lahan persemaian (Gambar 3).
Gambar 2. Benih padi bernas ditabur pada lapisan abu (dok. pribadi).
Gambar 3. Penutupan lahan persemaian dengan jerami padi di daerah Bantul dan
Sleman, Yogyakarta (dok. pribadi).
Tahap Pemindahan Bibit
Mengawali proses penanaman padi di sawah beberapa petani di daerah Salatiga
dan Pemalang melakukan upacara tolak bala. Upacara tradisi yang dilakukan oleh petani
ini dimaksudkan agar benih yang ditanam terbebas dari hama, dan mendapatkan hasil
yang maksimal. Dalam upacara tolak bala atau disebut tedhun (Jawa) dilakukan
pemanjatan doa dan peletakan sesaji di sumber air pertama yang masuk ke sawah.
5
Gambar 4 merupakan bentuk sesaji yang digunakan pada upacara tolak bala (tedhun) di
Sorghum sp., daun salak (Salacca sp.) dan biopestisida untuk menaggulangi hama dan
15
penyakit yang menyerang tanaman padi. Pada proses pemindahan benih dan pemanenan
petani menggunakan sesaji hasil bumi. Pengetahuan-pengetahuan lokal tentang
penggunaan biota di atas didapatkan para petani melalui proses pewarisan dari generasi
sebelumnya. Akan tetapi, perbedaan pengetahuan lokal antara petani laki-laki dan
perempuan tidak dapat diketahui dalam penelitian ini karena terbatasnya jumlah
responden petani perempuan di lahan pertanian.
Ucapan Terima Kasih
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Rully Adi
Nugroho yang telah banyak membantu, baik dari sisi pendanaan maupun ilmiah.
Daftar Pustaka Abbas S. 1999. Revolusi Hijau dengan Swasembada Beras dan Jagung. Jakarta: Sekretariat
Badan Pengendali Bimas Departemen Pertanian. Ambarningrum TB, Arthadi A, Pratiknyo H, Priyanto S. 2007. Ekstrak Kulit Jengkol
(Pithecellobium lobatum): Pengaruhnya Sebagai Anti Makan dan Terhadap Efisiensi Pemanfaatan Makanan Larva Instar V Heliothis armigera. Jurnal Sains MIPA 3:165-170.
Ayuningtyas R. 2008. Kepekaan Nematoda Puru Akar (Meloidogyne sp.) terhadap Ekstrak Umbi Gadung (Dioscorea hispida), Biji Orok-orok (Clotalaria anagyroides), dan Biji Bengkuang (Pachyrhizus erosus). [Skripsi]. Malang: Universitas Brawijaya.
Badan Pusat Statistik Provinsi DIY. 2012. Luas Lahan Pertanian dan Bukan Pertanian menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta. [online]. http://yogyakarta.bps.go.id/index.php?r=site/page&view=tantam.tabel.5-1-1. Dipublikasi 2012. [18 Maret 2014].
Berg T, Haung R, Lasren K. 2000. Research Guidelines: Gender, Local Knowledge and Plant Genetic Resource Management. [online]. http://www.fao.org/fileadmin/templates/esw/esw_new/documents/Links/Training_Material/Guidelines.pdf. Dipublikasi Peb 2000. [31 Sep 2013].
Van den Berg H, Ooi PAC, , Hakim AL, Ariawan H, Cahyana W. 2004. Farmer Field Research: An Analysis of Experiences in Indonesia. Bangkok: Food and Agriculture Organization of the United Nations Regional Office of Asia and the Pasific.
Choi IR, Cabauatan PQ, Cabunagan RC. 2009. Rice Tungro Disease. International Rice Research Institute (IRRI). 4p. [online]. http://www.knowledgebank.irri.org/factsheetsPDFs/Pest_Management/fs_tungro.pdf. Dipublikasi 2009. [31 Sep 2013].
Dhamayanti A. 2009. Kajian Sosial Ekonomi Pengendalian Hama Tikus Pohon, Rattus timanicus Miller dengan Burung Hantu, Tyto alba, pada Perkebunan Kelapa Sawit. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Perlindungan Tanaman. Bogor, Indonesia, 5-6 agustus 2009. p 439-445.
Fakhrurrozi Y. 2011. Studi Ethnobiologi, Etnoteknologi dan Pemanfaatan Kekuak (Xenosiphon sp.) Oleh Masyarakat di Kepulauan Bangka-Belitung [Thesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
16
Farida U. 2011. Mitos Hari Pasaran dalam Pola Tanam Padi pada Petani Jawa (Studi di Dusun Jelehan Kulon Desa Kradenan Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang [Thesis]. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Firdauzi SL. 2013. Analisis Faktor Produksi Usaha Tani Padi Rojolele dan Padi IR64 (Studi Kasus di Desa Candirejo, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah) [Skripsi]. Semarang: Universitas Dipenegoro.
Hasanah M, Tangkas IM, Sakung J. 2012. Daya Insektisida Alami Kombinasi Perasan Umbi Gadung (Dioscorea hispida DennstI) dan Ekstrak Tembakau (Nicotina tabacum L). Akademika Kimia 4:166-173.
Hidayat T, Pandjaitan NK, Dharmawan AH, Wahyu MT, Sitorus F. 2012. Kontestasi Sains dengan Pengetahuan Lokal Petani dalam Pengelolaan Lahan Rawa Pasang Surut. [online]. http://portalgaruda.org/download_article=83548. Dipublikasi 2012. [22 November 2013].
Jumar. 1997. Entomologi Pertanian. Banjarbaru: Rineka Cipta. Karmawati E, Kardinan A. 2012. Pestisida Nabati. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan. Khoironi A. 2007. Tradisi Wiwitan dalam Arus Moderenisasi Peranian (Studi atas
Memudarnya Tradisi Wiwitan di Desa Sendangrejo, Tayu, Pati. [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Mardiningsih TL. 2012. Aktivitas Temu Hitam (Curcuma aeruginosa) sebagai Insektisida Nabati. Warta 2:7-9.
Nurmalina R. 2008. Keberlanjutan Sistem Ketersediaan Beras Nasional: Pendekatan Teknik Ordinasi Rap-Rice dengan Metoda Multidimensional Scaling (MDS) 1. Agribisnis dan Ekonomi Pertanian 2:65-89.
Nursyamsi D, Asikin S, Cahyana D. 2013. Jurus Klasik Pengusir Tikus [online]. http://balittra.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=258&Itemid=63. Dipublikasi Jan 2013. [5 Januari 2014].
Pakki T, Taufik M, Adnan AM. 2009. Studi Potensi Rodentisida Nabati Biji Jengkol untuk Pengendalian Hama Tikus pada Tanaman Jagung. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Serealia. Maros, Indonesia, 29 Juli 2009. p 378-382.
Pujiharti Y, Barus J, Wijayanto B. 2008. Teknologi Budidaya Padi. Bandung: Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Rahmawati Y. 2011. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sorgum Manis (Sorghum bicolor, L.Moench) pada Berbagai Dosis Pupuk Kandang Kambing dan Volume Penyiraman. [online]. http://repository.unand.ac.id/15193/. Dipublikasi 10 Okt 2011. [25 Jan 2014].
Respati E, Laelatul H, Wahyuningsih S, Sehusma, Megawati M, Suprihati Y, Rinawati. 2013. Beras. Buletin Konsumsi Pangan 2:8-18.
Riyadi A. 2011. Uji Kemampuan Makan pada Burung Gereja (Passer montanus Oates) dan Uji Preferensi Pakan Serta Umpan Beracun pada Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield & Moore) dan Bondol Peking (Lonchura punctulata Linnaeus). [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sagala D. 2011. Perlakuan Nitrogen dan Silikat Pada Persemaian untuk Percepatan Pemulihan Pasca Terendam dan Peningkatan Produksi Padi. [online].
Santoso S, Petheram RJ, Winugroho M. 1989 Hasil dan Mutu Kerja Membajak Sawah dengan Menggunakan Ternak Kerbau dan Sapi dalam Bentuk Rakit dan Tunggal di Daerah Subang, Jawa Barat. Dalam: Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia, jilid 1: Ruminansia Besar. Puslitbang Peternakan, Bogor, Indonesia, 8-10 November 1989. p: 145-151.
Setiadi B. 1994. Prestasi Kerja Ternak Sapi dan Kerbau dalam Membantu Efisiensi Usaha Tani Pertanian. Wartazoa 2:17-22.
Sinaga DR. 2009. Kapasitas Lapang, Efisiensi dan Tingkat Pelumpuran Pengolahan Tanah Sawah di Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Solikhin. 2000. Ketertarian Walang Sangit (Leptocorisa oratorius F.) terhadap Beberapa Bahan Organik yang Membusuk. Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 1:16-24.
Surtikanti. 2011. Bioekologi Burung Hantu (Tyto alba) sebagai Predator Tikus. Dalam: Prosiding Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar, Indonesia, 7 Juni 2011. p 72-75.
Syakir M. 2011. Status Penelitian Pestisida Nabati Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman perkebunan. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Pestisida Nabati IV. Jakarta, Indonesia, 15 Oktober 2011. p: 9-18.
Syamsuddin. 2007. Tingkah Laku Tikus dan Pegendaliannya. Dalam: Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda. Sumatra Selatan, Indonesia, 24 November 2007. p: 179-185.
Tongco MDC. 2007. Purposive Sampling as a Tool for Informant Selection. Journal of Plants, People, and Applied Research 5:147-158.