PENGEMBANGAN PRODUK MAKARONI DARI CAMPURAN JEWAWUT (Setaria italica L.), UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) DAN TERIGU F I T R I A N I SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PENGEMBANGAN PRODUK MAKARONI DARI CAMPURAN JEWAWUT (Setaria italica L.), UBI JALAR UNGU
(Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) DAN TERIGU
F I T R I A N I
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
2
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Pengembangan Produk
Makaroni dari Campuran Jewawut (Setaria italica L.), Ubi Jalar Ungu (Ipomoea
batatas varietas Ayamurasaki) dan Terigu adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, Pebruari 2013
Fitriani
NIM F252100055
3
ABSTRACT
FITRIANI. Development of Macaroni Products Made from Mixtures of Foxtail
Millet (Setaria italica L.) Flour, Purple Sweet Potato (Ipomoea batatas var.
Ayamurasaki) and Wheat Flour. Under supervision of SUGIYONO and EKO HARI
PURNOMO.
Foxtail millet and sweet potato are local food commodities which have not
been utilized properly. Those food commodities can actually be utilized in
production of various food products. The objective of this study was to develop
macaroni products made from mixtures of foxtail millet flour, purple sweet potato
and wheat flour. Results of the study showed that the best formulation of
macaroni product was 40% foxtail millet flour, 50% purple sweet potato and 10%
wheat flour. The best product was produced through 10 minutes steaming
process. The macaroni product had 3063.13 gf hardness, 7.02% moisture, 3.26%
ash, 4.64% fat, 11.43% protein, 80.67% carbohydrate, 6,88% dietary fiber and
antioxidant activity of 661,25 mg vit C eq/kg. The organoleptic and physical
characteristics of the macaroni products did not change during five weeks storage
at room temperature.
Keywords: macaroni, millet, purple sweet potato
4
RINGKASAN
FITRIANI. Pengembangan Produk Makaroni dari Campuran Jewawut (Setaria
italica L.), Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) dan Terigu
Dibimbing oleh SUGIYONO dan EKO HARI PURNOMO.
Indonesia memiliki berbagai komoditas pangan lokal sumber karbohidrat
yang belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya
untuk memanfaatkan komoditas pangan lokal tersebut menjadi produk yang
memiliki peluang dan daya saing tinggi. Diantara komoditas pangan lokal yang
berpotensi unggul untuk dikembangkan adalah jewawut dan ubi jalar. Jewawut
memiliki keunggulan antara lain dapat tumbuh pada tanah kurang subur dan
kering, mudah dibudidayakan, umur panen pendek dan kegunaannya beragam.
Jewawut bermanfaat bagi kesehatan karena mengandung karbohidrat 74,16%,
protein 11,38%, lemak 1,63%, serat kasar 5,65%, kadar abu 3,86%, vitamin A,
vitamin C, mineral, betakaroten dan flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan.
Salah satu jenis ubi jalar yang sedang dikembangkan adalah ubi jalar ungu. Jenis
ini memiliki kandungan antosianin yang tinggi (923,65 mg/100 gr), warna yang
menarik dan cita rasa yang enak. Antosianin bermanfaat bagi kesehatan karena
berfungsi sebagai antioksidan, anti hipertensi dan pencegah gangguan fungsi hati.
Ubi jalar ungu mengandung zat gizi antara lain : karbohidrat 83,81%, protein
2,79%, lemak 0,43%, serat pangan 4,72% dan kadar abu 3,28%.
Salah satu produk yang dapat dibuat dari jewawut dan ubi jalar ungu
adalah makaroni. Produk makaroni banyak dimanfaatkan di restoran dan hotel-
hotel berbintang karena kepraktisannya, mudah disiapkan, tersedia dalam berbagai
bentuk dan ukuran, dapat digunakan dalam berbagai jenis masakan dan disukai
oleh berbagai kalangan. Makaroni relatif mudah dibuat, mudah dikemas dan awet
untuk disimpan.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan formulasi makaroni dari
campuran jewawut, ubi jalar ungu dan terigu terbaik berdasarkan hasil uji
organoleptik, menentukan lama pengukusan adonan terbaik, menganalisis kadar
proksimat dan aktivitas antioksidan serta untuk mengetahui perubahan
organoleptik dan fisik makaroni yang disimpan selama 5 minggu pada suhu ruang.
Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 tahap. Tahap pertama adalah
perlakuan penentuan formulasi. Makaroni dibuat dari tepung jewawut dan ubi
jalar ungu dalam enam macam formulasi dengan perbandingan jewawut, ubi jalar
ungu dan terigu yang berbeda-beda. Keenam macam formulasi tersebut adalah F1
(30 : 60 :10), F2 (40 : 50 : 10), F3 (50 : 40 : 10), F4 (60 : 30 : 10), F5 (70 : 20 :
10) dan F6 (80 : 10 : 10). Tahapan pembuatan makaroni sebagai berikut : ubi jalar
ungu dikukus selama 15 menit dan dihaluskan kemudian dicampur dengan tepung
jewawut, tepung terigu 10%, margarin 2,5%, garam 0,5%, CMC 1% dan air,
selanjutnya adonan diuleni. Adonan dikukus selama 10 menit, dicetak, dipotong-
potong berbentuk pipa dengan diameter ± 0,5 cm dan panjangnya ± 2 cm dan
dikeringkan dalam oven pada suhu ± 63ºC selama 2 – 2,5 jam.
5
Pemilihan formulasi makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu terbaik
dilakukan dengan uji hedonik menggunakan 40 panelis terhadap makaroni mentah
dan matang (direbus selama ± 3 menit). Pada makaroni mentah parameter yang
diamati adalah warna dan bentuk sedang pada makaroni matang parameter yang
diamati adalah warna, bentuk, kekenyalan, aroma dan rasa. Tingkat kesukaan
pada uji hedonik dinyatakan dengan 7 skala numerik yaitu: (1) sangat tidak suka,
(2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) netral, (5) agak suka, (6) suka dan (7)
sangat suka. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA dan
dilanjutkan dengan uji Duncan jika terdapat perbedaan. Analisis ini
menggunakan software SPSS 16. Formulasi terbaik dipilih berdasarkan nilai
hedonik tertinggi dan cara pembuatan produk yang lebih mudah dan ekonomis.
Formulasi terbaik digunakan pada penelitian tahap kedua yaitu perlakuan lama
pengukusan adonan.
Pada penelitian tahap kedua dilakukan pembuatan makaroni formula
terbaik dengan perlakuan lama pengukusan adonan. Pengukusan adonan
dilakukan selama 5 menit, 10 menit dan 15 menit. Masing-masing perlakuan
diulang dua kali sehingga jumlah sampel sebanyak enam. Pemilihan lama
pengukusan adonan terbaik dilakukan berdasarkan uji hedonik menggunakan 40
panelis terhadap makaroni mentah dan matang. Selanjutnya dilakukan uji
karakter fisik yaitu analisis warna dan kekerasan pada makaroni mentah dengan
menggunakan alat chromameter dan texture analyzer sedang pada makaroni
matang dilakukan analisis warna, tekstur (kekerasan dan kelengketan), waktu
optimum rehidrasi, daya serap air dan kehilangan padatan akibat pemasakan.
Lama pengukusan adonan terbaik dipilih pada makaroni dengan waktu
pengukusan adonan yang mempunyai rating hedonik tertinggi. Makaroni terbaik
dianalisis secara kimia (proksimat dan aktivitas antioksidan).
Makaroni terbaik digunakan pada penelitian tahap ketiga yang bertujuan
untuk melihat perubahan organoleptik dan fisik makaroni selama penyimpanan.
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengemas makaroni dalam plastik
polipropilen (PP) sebanyak 5 bungkus dan disimpan pada suhu ruang. Uji
hedonik dilakukan setiap minggu mulai dari hari pertama sejak produk dibuat
(minggu ke-nol) sampai minggu kelima. Uji fisik dilakukan dengan analisis
warna, tekstur dan kadar air selama 5 minggu.
Berdasarkan hasil uji hedonik pada enam formulasi, formula F1 (30:60:10)
tidak berbeda dengan formula F2 (40:50:10). Namun berdasarkan pertimbangan
teknik pembuatan dan mutu produk maka dipilih formula F2 karena
pembuatannya lebih mudah. Pada formula F2 tidak dilakukan penambahan
maupun pengurangan air pada saat pencampuran pasta ubi jalar ungu, tepung
jewawut, terigu dan bahan-bahan lain.
Hasil uji hedonik pada lama pengukusan adonan menunjukkan bahwa
pengukusan adonan selama 10 menit memiliki rating hedonik tertinggi. Formula
F2 dengan pengukusan adonan 10 menit merupakan makaroni terbaik. Makaroni
terbaik mentah memiliki skor warna 5,16 (agak suka), skor bentuk 5,48 (agak
suka), sedangkan makaroni matang memiliki skor warna 4,43 (netral), skor bentuk
5,29 (agak suka), skor kekenyalan 4,31 (netral), skor aroma 4,10 (netral) dan skor
rasa 3,96 (netral). Hasil analisis fisik makaroni terbaik adalah sebagai berikut :
warna makaroni mentah L* = 30,95, a* = 14,30, b* = 2,46 dan ºHue = 9,72,
warna makaroni matang L* = 35,31, a* = 8,92, b* = 5,15 dan ºHue= 29,95,
6
analisis kekerasan pada makaroni mentah 3063,13 gf dan matang 3378,76 gf serta
kelengketannya - 634,93 gf, waktu optimum rehidrasi 3 menit, nilai DSA
118,98% bk dan nilai KPAP 8,81% bk. Hasil analisis kimia adalah : kadar air
7,02% bb, kadar abu 3,26% bk, kadar lemak 4,64% bk, kadar protein 11,43% bk,
kadar karbohidrat 80,67% bk, kadar serat 6,88% bk dan aktivitas antioksidan
661,25 mg vitamin C eq/kg makaroni.
Berdasarkan hasil uji hedonik dan uji fisik makaroni jewawut, ubi jalar
ungu dan terigu yang dikemas dalam plastik PP dan disimpan pada suhu ruang
selama lima minggu menunjukkan bahwa makaroni tersebut masih memenuhi
standar mutu. Dengan demikian masa simpan produk tersebut bisa lebih dari lima
minggu. Untuk memperpanjang masa simpan makaroni jewawut, ubi jalar ungu
dan terigu, pengemasan dan lingkungan penyimpanan perlu diperhatikan karena
produk tersebut bersifat higroskopis.
Kata kunci : makaroni, jewawut, ubi jalar ungu,
7
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
8
PENGEMBANGAN PRODUK MAKARONI DARI
CAMPURAN JEWAWUT (Setaria italica L.), UBI JALAR UNGU
(Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) DAN TERIGU
F I T R I A N I
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesi pada
Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
9
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Dr.Ir. Dede Robiatul Adawiyah, M.Si.
10
Judul Tugas Akhir : Pengembangan Produk Makaroni dari Campuran Jewawut
(Setaria italica L.), Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas
varietas Ayamurasaki) dan Terigu.
Nama : Fitriani
NIM : F252100055
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc. Dr. Eko Hari Purnomo, STP.M.Sc.
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB
Magister Profesi Teknologi Pangan
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MS. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :
28 Januari 2013 15 Maret 2013
11
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April sampai September 2012 adalah
pengembangan produk, dengan judul Pengembangan Produk Makaroni dari
Campuran Jewawut (Setaria italica L.), Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varietas
Ayamurasaki) dan Terigu. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan informasi ilmiah yang dapat digunakan untuk pengembangan jewawut
dan ubi jalar ungu sebagai sumber karbohidrat alternatif pengganti beras atau
pangan fungsional.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sugiyono,
M.App.Sc. dan Dr. Eko Hari Purnomo, S.TP, M.Sc. selaku pembimbing, atas
masukan dan diskusi yang inspiratif sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir ini. Ucapan yang sama kepada Ibu Dr. Ir. Dede Robiatul Adawiyah, M.Si.
selaku penguji luar komisi dan Ibu Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MS. selaku ketua
program studi Magister Profesi Teknologi Pangan atas segala masukan untuk
penyempurnaan penulisan tugas akhir ini. Terima kasih pula disampaikan kepada
Mbak Tika, Pak Junaedi, Pak Gatot, Ibu Rubiah, Ibu Sri, Mbak Vera, Mbak Yana,
Mbak Fitri Tafzi, Ibu Retnani, atas segala bantuannya selama penulis dalam
belajar dan penelitian. Penghargaan kepada Pemerintah Kabupaten Polewali
Mandar yaitu kepada Bupati Andi Ali Baal Masdar, Wakil Bupati H.
Nadjamuddim Ibrahim, Sekda Natsir Rahmat yang telah memberi kepercayaan
pada penulis untuk melaksanakan tugas belajar di Institut Pertanian Bogor.
Kepada Kepala BKDD, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Pak Basir), Pak
Suaib Kambo, Pak I Nengah, Pak Mukim, Ibu Senjawati, ibu Andi Nirwana, Pak
Yusuf, Pak Muhiddin dan seluruh teman sejawat yang telah membantu dalam
penyelenggaraan pendanaan pembiayaan studi dan penelitian penulis. Ucapan
terima kasih kepada almarhum ayah, almarhum ibu, kakak, tante, paman serta
seluruh keluarga yang telah membantu dan senantiasa memanjatkan doa untuk
keberhasilan studi penulis.
Akhir kata, penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Pebruari 2013
Fitriani
12
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kabupaten Polewali Mandar, provinsi Sulawesi Barat
pada tanggal 10 Juni 1970 sebagai anak bungsu dari lima bersaudara dari ayah
Abdul Waris dan ibu Djunainia Atjo. Tahun 1989 penulis melanjutkan
pendidikan Diploma III pada jurusan Penyuluhan Pertanian Fakultas Non Gelar
Teknologi Universitas Hasanuddin dan lulus tahun 1992. Pada tahun yang sama,
penulis melanjutkan jenjang pendidikan Strata-I Program Studi Budidaya
Tanaman di Universitas Hasanuddin dan lulus pada tahun 1996.
Pada tahun 2000 penulis bekerja sebagai tenaga honor pada Dinas Pertanian
dan Peternakan Kabupaten Polmas dan terangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil
pada tahun 2007 pada staf bidang pelayanan usaha. Pada tahun 2009 penulis
ditempatkan pada bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian Dinas
Pertanian dan Peternakan Kabupaten Polewali Mandar. Penulis melanjutkan
pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB pada program studi Magister Profesi
Teknologi Pangan dan lulus pada tahun 2013.
13
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................... xix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xxi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xxv
PENDAHULUAN ............................................................................. 1
Latar Belakang ........................................................................... 1
Tujuan ........................................................................................ 3
Manfaat ...................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5
Jewawut ..................................................................................... 5
Ubi Jalar Ungu ........................................................................... 8
Makaroni .................................................................................... 10
BAHAN DAN METODE .................................................................. 13
Waktu dan Tempat Penelitian ................................................... 13
Bahan dan Alat .......................................................................... 13
Metode Penelitian ...................................................................... 14
Metode Analisis ......................................................................... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 27
1 Formulasi Makaroni dari Jewawut, Ubi Jalar Ungu dan
Terigu ............................................................................... 27
1.1 Penetrasi panas pada formulasi makaroni ....................... 27
1.2 Uji organoleptik ............................................................... 28
1.2.1 Makaroni mentah ................................................. 28
1.2.2 Makaroni matang ................................................. 31
2 Pengaruh Lama Pengukusan Adonan pada Pembuatan
Makaroni Jewawut, Ubi Jalar Ungu dan Terigu .............. 37
2.1 Penetrasi panas pada formulasi F2 ................................... 37
2.2 Penentuan lama pengukusan adonan ................................ 38
2.3 Uji fisik makaroni mentah dan matang ............................ 42
2.4 Proksimat makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu .. 46
2.5 Aktivitas antioksidan ........................................................ 51
3 Perubahan Organoleptik dan Fisik pada Penyimpanan
Makaroni Jewawut, Ubi Jalar Ungu dan Terigu .............. 52
3.1 Uji hedonik ....................................................................... 53
3.2 Uji fisik ............................................................................ 54
SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 61
Simpulan ................................................................................ 61
Saran .......................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 63
LAMPIRAN ........................................................................................ 69
14
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi kimia jewawut .............................................................. 6
2 Komposisi kimia ubi jalar ungu per 100 gram ............................... 9
3 Perlakuan kombinasi jewawut, ubi jalar ungu dan terigu .............. 14
4 Spesifikasi pengukuran dengan texture analyzer .......................... 24
5 Rata-rata warna makaroni mentah dan matang pada pengukusan
adonan selama 5 menit, 10 menit dan 15 menit ............................. 42
6 Proksimat jewawut, ubi jalar ungu, terigu protein tinggi dan
makaroni terbaik ............................................................................. 47
15
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Tanaman dan biji jewawut jenis foxtail millet (Setaria italica L.) 5
2 Ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki .......................................... 8
3 Proses pembuatan produk pasta (makaroni dan sejenisnya)
(Midwest Research Institute 1995) ............................................. 12
4 Pembuatan makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu .......... 15
5 Perambatan panas pada 6 formulasi makaroni jewawut, ubi jalar
ungu dan terigu selama proses pengukusan adonan ................... 27
6 Rata-rata nilai hedonik dari parameter warna mentah pada 6
formulasi makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu. Angka
yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5% Duncan ..................................................................... 29
7 Warna makaroni mentah pada 6 formulasi makaroni jewawut,
ubi jalar ungu dan terigu ............................................................ 30
8 Rata-rata nilai hedonik dari parameter bentuk mentah pada 6
formulasi makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu. Angka
yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
signifikan 0,05 ............................................................................. 30
9 Rata-rata nilai hedonik dari parameter warna matang pada 6
formulasi makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu. Angka
yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (Duncan) ................................................................. 31
10 Warna makaroni matang pada enam formulasi makaroni
jewawut, ubi jalar ungu dan terigu ............................................... 32
11 Rata-rata nilai hedonik dari parameter bentuk matang pada 6
formulasi makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu. Angka
yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf signifikan 0,05 ..................................................................... 33
12 Rata-rata nilai hedonik dari parameter kekenyalan pada 6
formulasi makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu. Angka
yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5% (Duncan) .................................................................. 34
13 Rata-rata nilai hedonik dari parameter aroma pada 6 formulasi
makaroni jewawut. ubi jalar ungu dan terigu. Angka yang
diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
5% (Duncan) ................................................................................ 35
16
14 Rata-rata nilai hedonik dari parameter rasa pada 6 formulasi
makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu. Angka yang
diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
5% (Duncan) ................................................................................ 36
15 Perambatan panas makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu
formulasi terbaik (F2) pada pengukusan adonan selama 5 menit,
10 menit dan 15 menit ................................................................. 37
16 Nilai rating hedonik dari makaroni mentah pada Tahap 2. Tanda
berbeda menunjukkan produk berbeda nyata pada taraf uji 5%
(Duncan) .................................................................................... 38
17 Warna makaroni mentah pada Tahap 2. ...................................... 39
18 Nilai rating hedonik dari makaroni matang pada Tahap 2. Tanda
berbeda menunjukkan produk berbeda nyata pada taraf uji 5%
(Duncan), sedang yang tidak diberi tanda berarti tidak berbeda
pada taraf signifikan 0,05 ............................................................. 41
19 Kekerasan dan kelengketan makaroni mentah dan matang pada
pengukusan adonan selama 5 menit, 10 menit dan 15 menit. ...... 44
20 Waktu optimum rehidrasi makaroni pada pengukusan adonan
selama 5, 10 dan 15 menit ........................................................... 45
21 Daya serap air (DSA) dan kehilangan padatan akibat pemasakan
(KPAP) makaroni pada pengukusan adonan selama 5, 10 dan 15
menit ............................................................................................ 46
22 Aktivitas antioksidan pada tepung jewawut, ubi jalar ungu dan
makaroni ...................................................................................... 51
23 Rata-rata nilai hedonik makaroni mentah yang disimpan selama
5 minggu. ..................................................................................... 53
24 Rata-rata nilai hedonik makaroni matang yang disimpan selama
5 minggu. ..................................................................................... 54
25 Rata-rata nilai L*, a*, b* dan °Hue makaroni mentah yang
disimpan selama 5 minggu. ......................................................... 55
26 Rata-rata nilai L*, a*, b* dan °Hue makaroni matang yang
disimpan selama 5 minggu. Grafik yang diberi huruf berbeda
menunjukkan produk berbeda nyata taraf uji 5% (Duncan),
sedang yang tidak diberi huruf berarti tidak berbeda pada taraf
signifikan 0,05. .......................................................................... 56
27 Rata-rata nilai kekerasan (hardness) pada makaroni mentah
yang disimpan selama lima minggu. ............................................ 57
17
28 Rata-rata nilai kekerasan (hardness) dan kelengketan (stickiness)
pada makaroni matang yang disimpan selama lima minggu.
Tanda berbeda menunjukkan produk berbeda nyata pada taraf
uji 5% (Duncan) ........................................................................... 58
29 Rata-rata kadar air makaroni yang disimpan selama lima
minggu. Tanda berbeda menunjukkan produk berbeda nyata
taraf uji 5% (Duncan) .................................................................. 59
18
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Gambar proses pembuatan makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan
terigu ............................................................................................. 69
2 Cara pengamatan perambatan panas pada adonan makaroni ......... 70
3 Formulir isian uji hedonik makaroni mentah ................................. 71
4 Formulir isian uji hedonik makaroni matang ................................. 72
5 Data penetrasi panas pada F1 selama 10 menit .............................. 74
6 Data penetrasi panas pada F2 selama 10 menit .............................. 74
7 Data penetrasi panas pada F3 selama 10 menit .............................. 75
8 Data penetrasi panas pada F4 selama 10 menit .............................. 75
9 Data penetrasi panas pada F5 selama 10 menit .............................. 76
10 Data penetrasi panas pada F6 selama 10 menit .............................. 76
11 Gambar tentang cara penyiapan makaroni matang dan penilaian
sampel ............................................................................................ 77
12 Data hasil uji hedonik dari warna makaroni mentah pada Tahap I 78
13 Data hasil uji hedonik dari bentuk makaroni mentah pada Tahap I 79
14 Data hasil uji hedonik dari warna makaroni matang pada Tahap I 80
15 Data hasil uji hedonik dari bentuk makaroni matang pada Tahap I 81
16 Data hasil uji hedonik dari kekenyalan makaroni matang pada
Tahap I ........................................................................................... 82
17 Data hasil uji hedonik dari aroma makaroni matang pada Tahap I 83
18 Data hasil uji hedonik dari rasa makaroni matang pada Tahap I ... 84
19 Analisis ragam uji hedonik warna makaroni mentah dari 6
formulasi ....................................................................................... 85
20 Analisis ragam uji hedonik bentuk makaroni mentah dari 6
formulasi ........................................................................................ 86
21 Analisis ragam uji hedonik warna makaroni matang dari 6
formulasi ....................................................................................... 86
22 Analisis ragam uji hedonik bentuk makaroni matang dari 6
formulasi ........................................................................................ 87
19
23 Analisis ragam uji hedonik kekenyalan makaroni matang dari 6
formulasi ....................................................................................... 88
24 Analisis ragam uji hedonik aroma makaroni matang dari 6
formulasi ........................................................................................ 89
25 Analisis ragam uji hedonik rasa makaroni matang dari 6 formulasi 90
26 Data penetrasi panas pada F2 selama 5 menit ................................ 91
27 Data penetrasi panas pada F2 selama 10 menit .............................. 91
28 Data penetrasi panas pada F2 selama 15 menit .............................. 92
29 Data hasil uji hedonik dari warna makaroni mentah ulangan 1 dan
2 pada Tahap II ............................................................................... 93
30 Data hasil uji hedonik dari bentuk makaroni mentah ulangan 1
dan 2 pada Tahap II ........................................................................ 94
31 Data hasil uji hedonik dari warna makaroni matang ulangan 1 dan
2 pada Tahap II ............................................................................... 95
32 Data hasil uji hedonik dari bentuk makaroni matang ulangan 1
dan 2 pada Tahap II ........................................................................ 96
33 Data hasil uji hedonik dari kekenyalan makaroni matang ulangan
1 dan 2 pada Tahap II ..................................................................... 97
34 Data hasil uji hedonik dari aroma makaroni matang ulangan 1 dan
2 pada Tahap II ............................................................................... 98
35 Data hasil uji hedonik dari rasa makaroni matang ulangan 1 dan 2
pada Tahap II .................................................................................. 99
36 Analisis ragam uji hedonik dari warna makaroni mentah pada F2
selama pengukusan adonan 5, 10 dan 15 menit ............................. 100
37 Analisis ragam uji hedonik dari bentuk makaroni mentah pada F2
selama pengukusan adonan 5, 10 dan 15 menit ............................. 101
38 Analisis ragam uji hedonik dari warna makaroni matang pada F2
selama pengukusan adonan 5, 10 dan 15 menit ............................. 102
39 Analisis ragam uji hedonik dari bentuk makaroni matang pada F2
selama pengukusan adonan 5, 10 dan 15 menit ............................. 102
40 Analisis ragam uji hedonik dari kekenyalan makaroni matang
pada F2 selama pengukusan adonan 5, 10 dan 15 menit ............... 103
41 Analisis ragam uji hedonik dari aroma makaroni matang pada F2
selama pengukusan adonan 5, 10 dan 15 menit ............................. 104
20
42 Analisis ragam uji hedonik dari rasa makaroni matang pada F2
selama pengukusan adonan 5, 10 dan 15 menit ............................. 105
43 Data hasil pengukuran warna makaroni mentah dan matang ......... 107
44 Data dan grafik hasil pengukuran kekerasan makaroni mentah ..... 108
45 Data hasil pengukuran kekerasan dan kelengketan makaroni
matang ............................................................................................ 109
46 Gambar rerata tekstur (kekerasan dan kelengketan) makaroni
matang ............................................................................................ 110
47 Hasil analisis aktivitas antioksidan pada jewawut, ubi jalar ungu
dan makaroni .................................................................................. 111
48 Data hasil rata-rata warna makaroni mentah uji hedonik pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5 ............................................... 112
49 Data hasil rata-rata bentuk makaroni mentah uji hedonik pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5 ............................................... 113
50 Data hasil rata-rata warna makaroni matang uji hedonik pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5 ............................................... 114
51 Data hasil rata-rata bentuk makaroni matang uji hedonik pada
penyimpanan mulai minggu M0 sampai M5 ................................. 115
52 Data hasil rata-rata kekenyalan makaroni matang uji hedonik pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5 ............................................... 116
53 Data hasil rata-rata aroma makaroni matang uji hedonik pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5 ............................................... 117
54 Data hasil rata-rata rasa makaroni matang uji hedonik pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5 ............................................... 118
55 Analisis ragam uji hedonik penyimpanan warna makaroni
mentah mulai Minggu ke-0 sampai Minggu ke-5 .......................... 119
56 Analisis ragam uji hedonik penyimpanan bentuk makaroni
mentah mulai Minggu ke-0 sampai Minggu ke-5 .......................... 119
57 Analisis ragam uji hedonik penyimpanan warna makaroni
matang mulai Minggu ke-0 sampai Minggu ke-5 .......................... 120
58 Analisis ragam uji hedonik penyimpanan bentuk makaroni
matang mulai Minggu ke-0 sampai Minggu ke-5 .......................... 120
59 Analisis ragam uji hedonik penyimpanan kekenyalan makaroni
matang mulai Minggu ke-0 sampai Minggu ke-5 .......................... 121
21
60 Analisis ragam uji hedonik penyimpanan aroma makaroni
matang mulai Minggu ke-0 sampai Minggu ke-5 .......................... 121
61 Analisis ragam uji hedonik penyimpanan rasa makaroni matang
mulai Minggu ke-0 sampai Minggu ke-5 ....................................... 122
62 Data hasil pengukuran warna makaroni mentah dan matang pada
M0 .................................................................................................. 122
63 Data hasil pengukuran warna makaroni mentah dan matang pada
M1 .................................................................................................. 123
64 Data hasil pengukuran warna makaroni mentah dan matang pada
M2 .................................................................................................. 123
65 Data hasil pengukuran warna makaroni mentah dan matang pada
M3 .................................................................................................. 124
66 Data hasil pengukuran warna makaroni mentah dan matang pada
M4 .................................................................................................. 124
67 Data hasil pengukuran warna makaroni mentah dan matang pada
M5 .................................................................................................. 125
68 Analisis ragam warna makaroni mentah dan matang pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5 ............................................... 126
69 Data hasil pengukuran tekstur makaroni mentah dan matang pada
M0 .................................................................................................. 128
70 Data hasil pengukuran tekstur makaroni mentah dan matang pada
M1 .................................................................................................. 128
71 Data hasil pengukuran tekstur makaroni mentah dan matang pada
M2 .................................................................................................. 129
72 Data hasil pengukuran tekstur makaroni mentah dan matang pada
M3 .................................................................................................. 129
73 Data hasil pengukuran tekstur makaroni mentah dan matang pada
M4 .................................................................................................. 130
74 Data hasil pengukuran tekstur makaroni mentah dan matang pada
M5 .................................................................................................. 130
75 Analisis ragam tekstur makaroni mentah dan matang pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5 ............................................... 131
76 Data hasil analisis kadar air makaroni mulai M0 sampai M5 ........ 132
77 Analisis ragam kadar air makaroni pada penyimpanan mulai M0
sampai M5 ...................................................................................... 132
22
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki beragam jenis pangan sumber karbohidrat antara lain beras,
jagung, ubi jalar, ubikayu, kentang, sagu, sorgum, jewawut dan sebagainya. Namun
pemanfaatan komoditi pangan lokal selain beras belum dilakukan secara optimal.
Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya diversifikasi pangan dengan memanfaatkan
bahan pangan lokal selain beras menjadi produk yang memiliki peluang bisnis dan
daya saing tinggi. Diantara komoditi pangan yang berpotensi unggul untuk
dikembangkan di Indonesia adalah jewawut dan ubi jalar.
Jewawut berpotensi untuk dikembangkan dalam rangka memperkuat
ketahanan pangan sebagai sumber karbohidrat pengganti beras. Tanaman ini
tersebar hampir di seluruh Indonesia seperti pulau Buru, Jember, Sulawesi Selatan
seperti Enrekang, Sidrap, Maros, Sulawesi Barat yaitu Polewali Mandar, Majene
dan daerah lainnya. Jewawut memiliki keunggulan dibanding dengan tanaman
sumber karbohidrat lain, seperti dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah
termasuk tanah kurang subur, tanah kering, mudah dibudidayakan, umur panen
pendek dan kegunaannya beragam (Suherman et al. 2009). Jewawut mengandung
karbohidrat 74,16% lebih tinggi dibanding gandum yang hanya 69%. Ini
menunjukkan bahwa jewawut berpotensi sebagai sumber pangan fungsional,
terutama sebagai sumber energi (Rauf dan Lestari 2009).
Pemanfaatan jewawut di Indonesia belum optimal, bahkan sebagian besar
hanya digunakan sebagai makanan burung. Namun di beberapa daerah jewawut
dimanfaatkan sama dengan cara pengolahan beras menjadi nasi. Awalnya
pengolahan jewawut dijemur, disosoh hingga hanya terdapat bagian daging atau
endospermanya saja. Masyarakat Sidrap dan Polewali Mandar membuat makanan
tradisional yaitu songkolo, buras dan baje dari jewawut yang dicampur dengan
gula merah dan kelapa. Pemanfaatan ini hampir sama dengan beras ketan. Selain
itu jewawut dapat diolah menjadi tepung untuk mensubtitusi tepung beras. Hal ini
dikarenakan jewawut mengandung vitamin B dan beta karoten. Jewawut dapat
pula dijadikan bahan minuman penyegar seperti milo dengan cukup ditambah
coklat dan susu. Pemanfaatan jewawut secara tradisional di Lombok kerap kali
dijadikan pangan seperti bubur, dodol dan bajet (Suherman et al. 2009). Di luar
23
negeri seperti Cina jewawut dianggap sebagai suatu makanan bergizi dan sering
direkomendasikan untuk ibu hamil dan orang tua. Sejak tahun 1990 jewawut di
Cina digunakan untuk membuat keripik, jewawut gulung kering dan tepung untuk
makanan bayi. Di Sinegal jewawut diolah menjadi bubur, produk ekstruder atau
makanan ringan dan pensubtitusi yogurt. Jewawut yang digunakan sebagai
sumber pangan umumnya yang memiliki warna menarik seperti warna
kekuningan dan flavor yang tajam (Dykes dan Rooney 2006).
Berdasarkan hasil penelitian, jewawut memiliki kandungan protein yang
hampir sama dengan terigu dan bahkan mengandung protein gluten. Gluten
adalah protein lengket dan elastis yang dapat membuat adonan menjadi kenyal
dan dapat mengembang karena bersifat kedap udara. Sifat elastis gluten pada
adonan dapat memudahkan pembentukan makaroni. Disamping itu dapat
menambah kekuatan produk akhir untuk mempertahankan bentuknya setelah
dimasak (Sari 2010).
Selain jewawut, komoditi lain yang berpotensi untuk dikembangkan adalah
ubi jalar. Produktifitas ubi jalar di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 10,8
ton/ha (Deptan 2009). Salah satu jenis ubi jalar yang sedang dikembangkan
adalah ubi jalar ungu. Jenis ini memiliki kandungan antosianin yang tinggi,
warna yang menarik dan cita rasa yang enak. Antosianin bermanfaat bagi
kesehatan karena berfungsi sebagai antioksidan, anti hipertensi dan pencegah
gangguan fungsi hati (Suda et al. 2003).
Pemanfaatan ubi jalar sebagai bahan pangan masih terbatas dalam bentuk
pangan olahan tradisional, seperti ubi rebus, ubi goreng, kolak, ketuk, timus dan
keripik. Pengolahan lebih lanjut jewawut dan ubi jalar ungu menjadi bentuk
produk pangan yang mudah dikonsumsi, bercita rasa tinggi dan bergizi akan
meningkatkan tingkat konsumsi dan nilai tambah dari komoditi tersebut.
Salah satu produk yang dapat dibuat dari jewawut dan ubi jalar ungu adalah
makaroni. Saat ini produk makaroni banyak dimanfaatkan di restoran dan hotel-
hotel berbintang karena praktis, mudah disiapkan, tersedia dalam berbagai bentuk
dan ukuran serta dapat digunakan dalam berbagai jenis masakan yang disukai oleh
berbagai kalangan. Produk makaroni pembuatannya relatif sederhana, mudah
dikemas dan awet untuk disimpan.
24
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka perlu dilakukan penelitian
pemanfaatan tepung jewawut dan ubi jalar ungu sebagai bahan baku pembuatan
makaroni. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan formulasi makaroni
jewawut dan ubi jalar ungu, serta kondisi proses yang terbaik.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menentukan formulasi makaroni dari campuran jewawut, ubi jalar ungu dan
terigu terbaik berdasarkan hasil uji organoleptik makaroni mentah dan
matang.
2. Menentukan lama pengukusan adonan terbaik berdasarkan uji organoleptik
makaroni mentah dan matang, menganalisis kadar proksimat dan aktivitas
antioksidan.
3. Mengidentifikasi perubahan fisik makaroni yang disimpan pada suhu ruang
selama lima minggu.
Manfaat
Penelitian ini dapat memberi manfaat :
1. Memberi alternatif produk olahan jewawut dan ubi jalar ungu yang dapat
meningkatkan minat, tingkat konsumsi dan nilai tambah komoditi tersebut.
2. Sumber informasi dan bahan pertimbangan dalam pendirian usaha makaroni
jewawut, ubi jalar ungu dan terigu, terutama bagi industri kecil di pedesaan.
26
Menurut Singh et al. (2003) pear millet yang banyak dipakai sebagai
sumber pangan yang memiliki protein kasar lebih tinggi 1-2% dari sorgum, tetapi
rendah kandungan asam amino esensialnya seperti lisin, triptopan, treonin dan
asam amino yang mengandung sulfur. Leder (2004) menyatakan protein jewawut
memiliki fraksi protein albumin dan globulin sebesar 22-28%, prolamin sebesar
28-35%, glutelin 28-32%. Fraksi prolamin jewawut lebih kecil dari sorgum.
Semua jenis jewawut memiliki kandungan asam amino lisin terbatas, pear millet
memiliki kandungan lisin lebih tinggi dari jenis millet lainnya. Kandungan lemak
umumnya lebih tinggi dari sorgum (3-6%), sebanyak 75% termasuk asam lemak
tidak jenuh rantai panjang (PUFA) dengan jenis PUFA yang terbanyak adalah
asam linoleat. Kandungan vitamin jewawut umumnya vitamin C, A dan mineral
umumnya Fe, Ca, Mg, dan Zn. Kandungan mineral Fe umumnya lebih tinggi dari
sorgum. Komposisi kimia jewawut dari beberapa sumber dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia jewawut
Komponen Nurmala (1997) Leder (2004) Yanuar (2009)
Kadar air (% bb) 12,51 - 7,61
Kadar abu (%) 3,86 - 1,77
Protein kasar (%) 11,38 - 7,29
Lemak (%) - - 1,63
Serat kasar (%) 5,65 2,20 -
Karbohidrat (%) - 75,00 81,52
Energi kasar (kal/g) 386,00 363,00 -
P (mg/100g) 50,00 - -
Mg (mg/100g) 122,10 - -
Fe (mg/100g) 7,80 3,00 -
Zn (mg/100g) 3,60 - -
Ca (mg/100g) 19,80 - -
Vitamin A (mg/100g) 0,023 - -
Vitamin C (mg/100g) 26,40 25,00 -
27
Jewawut mengandung komponen fitokimia yaitu komponen fenolik dan
golongan flavonoid (termasuk tanin), tetapi kandungan taninnya lebih rendah dari
sorgum. Warna jewawut disebabkan oleh komponen glikosilvitesin, glikosiloritin,
alkali-labil dan asam ferulat. Komponen fenolik ini memiliki sifat antioksidan
yang dapat menekan reaksi oksidasi yang merugikan bagi tubuh (Leder 2004).
Jewawut juga mengandung senyawa non gizi yaitu asam fitat dan asam
oksalat. Proso millet mengandung asam fitat lebih besar dari beras. Asam oksalat
dalam bentuk larut air dan dapat membentuk komplek dengan kalsium. Pearl
millet juga mengandung senyawa goitrogen seperti tioamid (Leder 2004). Collet
(2004) menyebutkan jewawut seperti pear millet bebas dari asam sianida (HCN)
yang bersifat toksik.
Biji jewawut dikonsumsi sebagai bahan makanan di berbagai negara Asia,
Eropa bagian Tenggara dan Afrika Utara. Jewawut biasanya diolah dengan cara
dimasak dan dimakan seperti beras, baik utuh maupun dengan dihancurkan. Di
Cina bagian Utara, tepung jewawut menjadi bagian dari bahan makanan pokok
untuk membuat adonan roti dan mie. Di Rusia dan Burma (Myanmar) jewawut
digunakan sebagai bahan untuk membuat cuka, bir dan alkohol (Dykes dan
Rooney 2006). Di Sinegal, pear millet dapat diolah menjadi bubur, produk
ekstruder atau snack dan pensubtitusi yogurt.
Manfaat kesehatan dari mengkonsumsi pear millet dilaporkan oleh Rooney
et al. (1992) yang menyatakan bahwa dedak pearl millet memiliki kemampuan
menurunkan kadar kolesterol lebih baik dibanding jagung dan gandum. Selain
itu, peranan pearl millet dalam mencegah penyakit kardiovaskular dilaporkan oleh
Cho et al. (2000) yang menyatakan bahwa ekstrak heksan pearl millet dapat
menghambat pembentukan 3-hidroksi-3metilglutaril CoA (HMG-CoA) reduktase
pada sel hati tikus.
Pemanfaatan jewawut di Indonesia sebagai produk pangan tidak sebanyak di
luar negeri. Pemanfaatan sebagai sumber pangan masih terbatas pada pangan
tradisional. Jewawut yang digunakan sebagai sumber pangan umumnya yang
memiliki warna menarik seperti warna kekuningan dan flavor yang tajam.
29
Ubi jalar ungu mengandung vitamin A, B1, B2, C dan E. Mineral kalsium,
kalium, magnesium, tembaga dan seng, serat pangan serta karbohidrat bukan serat
(Suda et al. 2003). Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori
yang cukup tinggi, total kandungan antosianin ubi jalar varietas Ayamurasaki
bervariari pada setiap tanaman, yaitu berkisar antara 20 mg/100 gram sampai 924
mg/100 gram berat basah (Widjanarko 2008). Pigmennya lebih stabil bila
dibandingkan antosianin dari sumber lain, seperti kubis merah, eldeberi, bluberi,
dan jagung merah (Kano et al. 2005). Kandungan nutrisi ubi jalar ungu juga lebih
tinggi bila dibandingkan ubi jalar varietas lain, terutama kandungan lisin, Cu, Mg,
K, Zn yang berjumlah rata-rata 20% (Widjanarko 2008). Tabel 2 menunjukkan
komposisi kimia dan karakter fisik ubi jalar ungu.
Tabel 2 Komposisi kimia ubi jalar ungu per 100 gram
Sifat kimia dan fisik Jumlah
Kadar air (% bb) 67,77
Kadar abu (%) 3,28
Kadar lemak (%) 0,43
Gula reduksi (%) 1,79
Karbohidrat (% bk) 83,81*
Protein (% bk) 2,79*
Serat pangan (% bk) 4,72*
Kadar antosianin (mg/100 gr) 923,65
Aktivitas antioksidan (%) 61,24
Warna (L) 37,50
Warna (a) 14,20
Warna (b) 11,50
Sumber : Widjanarko 2008; *Susilawati dan Medikasari 2008.
Ubi jalar tidak mempunyai komponen gluten, yaitu suatu massa yang
kohesif dan viskoelastis yang dapat meregang secara elastis. Gluten merupakan
komponen terpenting dalam tepung terigu yang berupa protein glutenin dan
gliadin yang ketika bereaksi dengan air membentuk massa yang elastis dan
ekstensibel. Protein gliadin merupakan fraksi massa yang dapat larut dalam air
sedangkan protein gluten bersifat lengket dan tidak larut dalam air. Menurut
30
Astawan (1999) sifat elastis gluten pada adonan menyebabkan makaroni tidak
mudah putus pada proses pencetakan dan gelatinisasi. Oleh karena itu dalam
penelitian ini diperlukan suatu pengikat agar pasta ubi jalar ungu tidak rapuh dan
mudah putus ketika melewati proses pencetakan. Pengikat yang digunakan disini
adalah tepung jewawut dan terigu.
Makaroni
Produk-produk pasta (makaroni dan sejenisnya) pertama kali diperkenalkan
di Italia pada abad ke-13, tetapi peralatan yang efisien dan bahan baku berkualitas
tinggi baru tersedia pada abad ke-20. Sebelum revolusi industri, sebagian besar
produk makaroni diproduksi dengan tangan (manual tanpa menggunakan mesin)
sebagai hasil industri rumah tangga yang dibuat oleh toko-toko kecil dalam
jumlah sedikit. Mekanisasi dalam industri pengolahan makaroni dimulai sekitar
tahun 1850 ketika alat pengepres mekanis pertama yang disebut “granola”
berhasil dibuat. Mesin ini terdiri atas mixer (pencampur), peralatan pengaduk
adonan/pasta dan piston mekanis serta silinder untuk memaksa adonan atau pasta
melewati die (lubang keluaran). Bentuk die mempengaruhi jenis bentuk produk
yang dihasilkan. Pada saat sekarang produk-produk makaroni dibuat dengan
menggunakan alat ekstruder yang bersifat kontinyu dan berkapasitas lebih besar.
Dengan alat ini proses pencampuran, pengadukan adonan dan pengepresan
melewati die dilakukan dalam satu kesatuan (Koswara 2011).
Bahan utama produk-produk pasta/makaroni adalah gandum jenis durum,
air dan telur (untuk produk tertentu), dapat juga ditambahkan bahan pilihan lain
untuk meningkatkan rasa atau nilai gizi produk. Ada tiga jenis gandum durum
yaitu semolina, granula durum dan tepung durum. Semolina adalah produk
butiran hasil gilingan endosperm (bagian berpati) dari gandum durum dan
mengandung tepung kurang dari 3 persen. Semolina merupakan jenis gandum
durum yang paling banyak digunakan dalam produk-produk pasta di Amerika
Serikat karena menghasilkan produk pasta kualitas tertinggi yang memiliki warna
kuning cerah. Tepung durum umumnya digunakan hanya untuk membuat mie.
Air yang digunakan dalam membuat produk makaroni harus bersih, tidak
mempunyai bau yang menyimpang dan bekualitas air minum. Karena makaroni
dibuat di bawah suhu pasteurisasi (kurang dari 70oC), jumlah bakteri dalam air
31
sangat mempengaruhi jumlah bakteri dalam produk akhir. Karena itu, hanya air
bersih dengan jumlah mikroba sangat sedikit yang dapat digunakan untuk
membuat makaroni (Koswara 2011).
Secara komersil produk-produk makaroni diproduksi menggunakan teknik
ekstrusi. Pembuatannya terdiri atas lima tahap, yaitu penggilingan, pencampuran
(mixing), ekstrusi/penekanan dan pembentukan, pengeringan dan pengemasan
(Midwest Research Institute 1995). Pada proses pencampuran air ditambahkan
pada tepung sehingga dihasilkan adonan (pasta) dengan kadar air 31 persen.
Pengadukan dilakukan pada wadah pengadukan yang dilengkapi pengaduk yang
bekerja secara mekanis untuk menghasilkan campuran yang merata. Hal penting
yang perlu diperhatikan dalam pencampuran adalah adonan yang dihasilkan
sedapat mungkin tidak mengandung gelembung udara (yang dapat terbentuk
karena pengadukan). Jika gelembung udara ini tidak dihilangkan dari adonan atau
pasta, dalam produk akhir akan terbentuk gelembung-gelembung kecil dan warna
produk menjadi putih atau seperti kapur. Disamping itu, gelembung udara dapat
mengurangi kekuatan produk akhir untuk mempertahankan bentuknya setelah
dimasak (Koswara 2011).
Setelah pembentukan adonan, proses selanjutnya adalah ekstrusi dengan
menggunakan alat yang disebut ekstruder. Dalam ekstrusi terjadi penekanan
adonan secara paksa melalui die, pengadukan adonan yang lebih merata serta
pengaturan kecepatan produksi dan mutu produk. Suhu terbaik dalam ekstrusi
produk-produk makaroni adalah sekitar 51oC. Jika adonan terlalu panas (di atas
74oC) pasta akan rusak. Makaroni yang sudah dicetak dikeringkan dengan tujuan
untuk menurunkan kadar air dari sekitar 31% menjadi 12 sampai 13% (Midwest
Research Institute 1995). Untuk lebih jelasnya proses pembuatan makaroni secara
umum dapat dilihat pada Gambar 3.
Menurut Pomeranz (1978) dalam pembuatan produk pasta dari tepung
campuran diperlukan penyesuaian terhadap proses pengolahannya seperti dengan
meningkatkan temperatur adonan. Menurut Pagani (1986) untuk bahan baku yang
mengandung sedikit protein seperti beras, jagung, ubi jalar dan tapioka atau yang
sama sekali tidak mengandung protein, pembuatan produk pasta harus dilakukan
dengan merangsang pembentukan struktur yang khusus dari patinya. Dari
32
penelitian-penelitian yang telah dilakukan untuk pembuatan pasta dari bukan
bahan konvensional diperlukan perlakuan pemanasan dengan suhu tinggi terhadap
sebagian adonan, kemudian bagian tersebut dicampurkan kembali dengan
keseluruhan bagian.
Keistimewaan produk pasta atau produk-produk makaroni antara lain : kaya
akan karbohidrat kompleks terutama pati, tinggi kandungan proteinnya dan
berlemak rendah (tergantung bahan bakunya). Disamping itu mudah disiapkan
dan tersedia dalam ratusan bentuk dan ukuran serta dapat digunakan dalam
berbagai jenis masakan. Pembuatannya juga relatif sederhana dan lebih mudah
disimpan dibanding produk biji-bijian lain seperti roti dan kue. Juga karena
keadaannya kering, maka produk ini awet disimpan (Koswara 2011).
Penambahan air dan
bahan lain
Gambar 3 Proses pembuatan produk pasta (makaroni dan sejenisnya) (Midwest
Research Institute 1995).
Penepungan
Pencampuran
Ekstrusi
Pengeringan
Makaroni dan sejenisnya
Pengemasan
33
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Seafast Center, Laboratorium
Pengolahan Pangan, Laboratorium Biokimia Pangan, Laboratorium Analisis
Pangan dan Instrumen Institut Pertanian Bogor selama lima bulan mulai bulan
April sampai bulan September 2012.
Bahan dan Alat
Bahan
Tepung jewawut yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari varietas
lokal dari desa Bala, kecamatan Balanipa, kabupaten Polewali Mandar, provinsi
Sulawesi Barat. Ada empat jenis jewawut yang dibudidayakan di desa Bala yaitu
jewawut minna, emas, rambutan dan delima. Keempat jenis ini merupakan foxtail
millet (Setaria italica L.) atau disebut juga rumput ekor kucing. Jenis jewawut
yang dipilih untuk penelitian makaroni adalah jewawut emas, karena mempunyai
warna yang menarik, aroma dan rasa yang lebih enak. Ubi jalar ungu berasal dari
Gunung Picung, kecamatan Ciampea kabupaten Bogor. Jenis ubi jalar ungu
tersebut dikenal oleh petani di daerah ini dengan sebutan ubi bit (varietas
Ayamurasaki). Ubi jalar ungu yang digunakan dipanen pada umur 5 bulan dan
dipilih dengan berat rata-rata 4 sampai 5 buah/kg, karena kandungan pati lebih
optimal dibanding yang ukurannya kecil.
Pada proses pembuatan makaroni ditambahkan bahan-bahan lain seperti
tepung terigu protein tinggi tujuan untuk meningkatkan kandungan protein pada
adonan, margarin untuk mempermudah ekstrusi dan mencegah kelengketan,
garam untuk menambah rasa, memperkuat tekstur makaroni dan untuk mengikat
air. Penambahan CMC berfungsi sebagai pengembang dan memperbaiki sifat
adonan (Astawan 1999). Penambahan jumlah air tergantung dari formulasi
tujuannya untuk mempermudah pencampuran adonan dan pengulenan. Bahan-
bahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar air, kadar abu, protein, lemak,
karbohidrat dan aktivitas antioksidan.
34
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat persiapan sampel
pembuatan makaroni dan alat untuk analisa sampel antara lain : penggilingan
tepung merek Honda kapasitas mesin 5 PK, ayakan 100 mesh, baskom, pisau,
timbangan, alat pengukus, termokopel tipe DR 130 merek OMEGA, pencetakan
(noodle machine MS9), oven pengering (Pilot Plant 6072 Dreieich. West
Germany), panci stainless steel, chromameter Minolta CR-300, texture analyzer
TA-XT2i dan kompor gas.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap :
Tahap 1. Penentuan formulasi jewawut, ubi jalar ungu dan terigu
Penetapan formulasi dalam penelitian ini melalui proses penelitian pendahuluan
yang dilakukan dengan mencoba beberapa formulasi mulai dari formulasi 100%
jewawut, 100% ubi jalar ungu dan 50% jewawut : 50% ubi jalar ungu. Awalnya
penelitian ini direncanakan tidak memakai terigu, tetapi makaroni yang dihasilkan
bentuknya kurang bagus dan rendemennya sedikit karena pasta banyak yang
lengket pada alat ekstrusi, sehingga ditambahkan terigu 10% dalam formulasi.
Dari beberapa macam kombinasi tepung jewawut, ubi jalar ungu dan terigu yang
telah dicoba hanya ada 6 formulasi yang dapat dibentuk makaroni. Keenam
formulasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Diagram alir cara pembuatan
makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu dapat dilihat pada Gambar 4.
Tabel 3 Perlakuan kombinasi jewawut, ubi jalar ungu dan terigu
No Perlakuan Tepung jewawut (g) Ubi jalar ungu (g) Terigu (g)
1 F1 30 60 10
2 F2 40 50 10
3 F3 50 40 10
4 F4 60 30 10
5 F5 70 20 10
6 F6 80 10 10
35
s
Gambar 4 Pembuatan makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu.
Jewawut
Pencucian
Penirisan
Penepungan
Pengayakan 100 mesh
Ubi jalar ungu
Sortasi
Pencucian
Pengupasan
Penimbangan sesuai formulasi
Penghancuran / Mashing
Pengukusan selama15 menit
menit
Penimbangan sesuai formulasi
Pencetakan pasta berbentuk pipa dengan diameter ± 0,5 cm
Pemotongan bentuk makaroni ukuran ± 2 cm
Pengeringan suhu oven ± 63ºC (selama 2 - 2,5 jam)
Pengukusan adonan
Pengulenan
Tepung jewawut + Pasta ubi jalar ungu
+ Terigu + margarin 2,5% + CMC
1% + garam 0,5%
Pemotongan Pengayakan
Pengeringan
Makaroni
36
Pada penelitian ini makaroni dibuat dari pasta ubi jalar ungu yang diperoleh
dari penghancuran ubi jalar ungu yang telah dikukus selama 15 menit.
Keuntungan dari penggunaan pasta ubi jalar adalah waktu produksi yang lebih
singkat, rendemennya lebih tinggi dibanding tepung ubi jalar karena yang
terbuang hanya kulitnya saja dan dapat diproduksi oleh industri rumah tangga
tanpa membutuhkan mesin seperti untuk memproduksi tepung ubi jalar.
Disamping itu, kadar air yang tinggi pada pasta ubi jalar ungu dapat dimanfaatkan
untuk mengikat tepung jewawut, terigu dan bahan-bahan lainnya pada saat
pencampuran dan pengulenan. Gambar tentang cara pembuatan makaroni secara
lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pada tahapan pengukusan adonan dilakukan pengamatan perambatan
panas dengan menggunakan termokopel, dengan cara kabel dari alat dimasukkan
ke dalam adonan dibuat bulatan sebesar genggaman tangan, selanjutnya adonan
dimasukkan dan ditempatkan secara acak ke dalam alat pengukus dengan suhu
100ºC. Perubahan suhu pada adonan dapat diamati pada monitor termokopel dan
dicatat setiap menit. Gambar cara pengamatan perambatan panas dapat dilihat
pada Lampiran 2. Tujuan pengamatan ini untuk melihat pindah panas tak tunak
dari masing-masing formulasi.
Pindah panas tak tunak (unsteady state heat transfer) terjadi apabila
bahan pangan dipanaskan atau didinginkan dalam kondisi dimana suhu pada titik
tertentu dari bahan atau medium berubah dengan adanya perubahan suhu. Pada
kondisi tak tunak suhu suatu benda (T) dapat dinyatakan sebagai fungsi dari posisi
atau lokasi (x) dan waktu (t), atau secara matematis T=f(x,t). Analisis tentang
perubahan suhu pada proses pindah panas tak tunak ini penting, terutama untuk
kepentingan desain proses pengolahan secara tepat (Kusnandar et al. 2006).
Pada penelitian Tahap 1, adonan makaroni dikukus selama 10 menit, waktu
pengukusan ditentukan dari saat adonan makaroni dimasukkan ke dalam alat
pengukus yang mempunyai suhu 100oC. Selanjutnya dilakukan pencetakan pasta,
pemotongan dan pengeringan. Makaroni mentah yang dihasilkan diuji secara
organoleptik terhadap warna dan bentuk. Makaroni matang (direbus selama 3
menit) diuji secara organoleptik terhadap warna, bentuk, kekenyalan, aroma dan
rasa. Makaroni diuji oleh 40 panelis dari mahasiswa IPB. Hasil organoleptik dari
37
panelis dianalisis dengan menggunakan software SPSS 16. Formula terbaik
dipilih berdasarkan hasil uji organoleptik makaroni mentah dan matang serta cara
pembuatan yang paling mudah. Formula terbaik digunakan pada penelitian
Tahap 2.
Tahap 2. Penentuan lama pengukusan adonan makaroni
Pada Tahap 2 dilakukan pembuatan makaroni dengan formulasi terbaik hasil
penelitian Tahap 1. Dalam hal ini dibuat perlakukan lama pengukusan adonan.
Pengukusan adonan makaroni dilakukan selama 5 menit, 10 menit, dan 15 menit.
Masing-masing perlakuan diulang 2 kali sehingga diperoleh jumlah 6 sampel.
Waktu pengukusan ditentukan dari saat adonan makaroni dimasukkan ke dalam
alat pengukus yang mempunyai suhu 100ºC. Suhu adonan makaroni selama
pengukusan diukur setiap menit. Adonan makaroni yang telah dikukus diolah
lebih lanjut menjadi makaroni melalui tahapan proses seperti pada Gambar 4.
Makaroni yang dihasilkan diuji sebagai berikut :
1. Uji organoleptik dilakukan pada makaroni mentah dan matang. Pada makaroni
mentah kriteria yang diamati adalah warna dan bentuk. Pada makaroni matang
kriteria yang diamati adalah warna, bentuk, kekenyalan, aroma dan rasa.
2. Uji fisik dilakukan pada makaroni mentah dan matang. Pengamatan terhadap
makaroni mentah meliputi warna (chromameter) dan kekerasan (texture
analyzer). Pengamatan terhadap makaroni matang meliputi warna
(chromameter), kekerasan dan kelengketan (texture analyzer), waktu optimum
rehidrasi, daya serap air dan kehilangan padatan akibat pemasakan.
Berdasarkan hasil uji organoleptik dan fisik ditentukan waktu pengukusan
adonan terbaik. Makaroni mentah terbaik selanjutnya diuji secara kimia yang
meliputi kadar air, kadar abu, protein, lemak, karbohidrat dan aktivitas antioksidan.
Tahap 3. Penyimpanan makaroni pada suhu ruang
Makaroni terbaik hasil penelitian Tahap 2 dikemas dalam plastik
polipropilen (PP) sebanyak 5 bungkus dan disimpan pada suhu ruang selama 5
minggu. Pengamatan mulai dilakukan pada hari pertama sejak makaroni dibuat
(minggu ke-nol) dan diulang setiap minggu terhadap parameter warna dan tekstur
secara objektif masing-masing menggunakan chromameter, texture analyzer dan
38
kadar air metode oven. Uji organoleptik dilakukan setiap minggu selama lima
minggu pada makaroni mentah dan matang. Parameter yang diamati pada
makaroni mentah dan matang sama pada Tahap 1 dan Tahap 2.
Metode Analisis
1. Uji Organoleptik (Setyaningsih et al. 2010)
Pengujian organoleptik pada penelitian ini menggunakan uji hedonik atau
uji kesukaan yang merupakan salah satu uji penerimaan. Dalam uji ini panelis
diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau
sebaliknya (ketidaksukaan), di samping itu mereka juga mengemukakan
tingkat kesukaan/ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut sebagai
skala hedonik, seperti sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka,
tidak suka dan sangat tidak suka. Dalam analisisnya skala hedonik
ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat
kesukaan. Dengan adanya skala hedonik ini secara tidak langsung uji hedonik
dapat digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan.
Uji rating hedonik dilakukan pada 40 orang panelis terhadap produk
makaroni mentah dan matang (direbus selama 3 menit). Uji rating hedonik
dilakukan pada sampel makaroni mentah dengan parameter yang diuji warna
dan bentuk, pada makaroni matang parameter yang diuji adalah warna, bentuk,
kekenyalan, aroma dan rasa. Tingkat kesukaan pada uji rating hedonik
dinyatakan dengan 7 skala numerik yang menunjukkan tingkat kesukaan
panelis terhadap produk dari skala 1 untuk sangat tidak suka dan skala 7 untuk
sangat suka. Data-data kuantitatif dianalisis menggunakan anova rancangan
acak kelompok, taraf signifikan yang digunakan 0,05 dan dilanjutkan dengan
uji Duncan jika terdapat perbedaan antar perlakuan. Analisis ini menggunakan
software SPSS 16. Data yang didapat kemudian dilihat sampel mana yang
memiliki nilai rating hedonik tertinggi. Formulir isian untuk pengujian
organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.
39
2. Kadar Air Metode Oven (AOAC 1995)
Cawan aluminium kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama
15 menit, didinginkan dalam desikator selama 10 menit kemudian ditimbang (a
gram). Sampel yang beratnya ± 5 gram dimasukkan ke dalam cawan yang
telah diketahui beratnya. Cawan beserta isi dan tutupnya dimasukkan ke dalam
oven bersuhu 105ºC sampai beratnya konstan. Selanjutnya cawan beserta
isinya didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang (b gram).
Perhitungan kadar air dapat dilakukan berdasarkan basis basah dengan rumus :
Kadar air (% bb) =
x 100%
Keterangan : % bb = kadar air / bahan basah
a = berat cawan (g)
b = berat cawan dan sampel akhir (g)
c = berat sampel awal (g)
3. Kadar Abu (AOAC 1995)
Cawan porselin dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600ºC, kemudian
didinginkan dalam desikator selama 20 menit dan ditimbang. Sebanyak 3-5g
sampel ditimbang dan dimasukkan dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel
dipijarkan di atas bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan
pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600ºC selama 4-6 jam atau
sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel kemudian didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Kadar abu dapat dihitung berdasarkan basis basah
atau basis kering dengan rumus :
Kadar abu (% bb) =
x 100%
Kadar abu (% bk) =
x 100%
Keterangan : % bb = kadar abu / bahan basah (%)
% bk = kadar abu / bahan kering (%)
W = berat sampel awal sebelum diabukan (g)
W1 = berat sampel + cawan kosong setelah diabukan (g)
W2 = berat cawan kosong (g)
40
4. Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995)
Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu
100 - 110ºC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang
sebanyak 5g, dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat
ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut heksana.
Refluks dilakukan selama minimum lima jam dan pelarut yang ada di
dalam labu lemak didestilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil
ekstraksi dipanaskan dalam oven yang bersuhu 100ºC sampai beratnya
konstan, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar lemak
dapat dihitung berdasarkan basis basah atau basis kering dengan rumus :
Kadar lemak (% bb) =
x 100%
Kadar lemak (% bk) =
x 100%
Keterangan : % bb = kadar lemak / bahan basah (%)
% bk = kadar lemak / bahan kering (%)
W = berat sampel (g)
W1 = berat labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g)
W2 = berat labu lemak kosong (g)
5. Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 1995)
Jumlah sampel yang digunakan sedikit (0,1- 0,5g) yang kira-kira akan
membutuhkan 3-10ml HCl 0,01N atau 0,02N pada saat titrasi. Sampel
tersebut dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal. Kemudian ditambahkan 1g
K2SO4, 40 mg HgO dan 2 ml H2SO4 dan beberapa butir batu didih untuk
mencegah terbentuknya gelembung. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam
sampai cairan menjadi jernih.
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam alat destilasi, labu Kjeldahl
dibilas dengan akuades 3-4 kali, dan ditambahkan 10 ml larutan NaOH. Di
bawah kondensor alat destilasi dipasangkan erlenmeyer 125 ml yang berisi 5
ml larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil 0,2%
dalam alkohol dan 1 bagian methylene blue 0,2% dalam alkohol). Gas NH3
yang dihasilkan dari reaksi dalam alat destilasi ditangkap oleh H3BO3 dalam
41
erlenmeyer. Kemudian kondensat tersebut dititrasi dengan HCl 0,02N yang
sudah distandardisasi hingga terjadi perubahan warna kondensat menjadi abu-
abu. Penetapan blanko dilakukan dengan metode yang sama seperti penetapan
sampel. Kadar protein dihitung dengan rumus :
% N =
Kadar protein (% bb) = % N x faktor konversi
Kadar protein (% bk) =
x 100%
Keterangan : % bb = kadar protein / bahan basah (%)
% bk = kadar protein / bahan kering (%)
% N = kandungan nitrogen pada sampel (%)
6. Kadar Karbohidrat (by difference)
Kadar karbohidrat basis basah dan basis kering dihitung berdasarkan by
difference dengan menggunakan persamaan :
Kadar karbohidrat (% bb) = 100% - (P + A + KA + L)
Kadar karbohidrat (% bk) = 100% - (P + A + L)
Keterangan : % bb = kadar karbohidrat / bahan basah
% bk = kadar karbohidrat / bahan kering
P = kadar protein (%)
A = kadar abu (%)
KA = kadar air (%)
L = kadar lemak (%)
7. Kadar Serat Kasar (AOAC 1995)
Prinsip dari analisis serat kasar adalah menimbang residu setelah sampel
direaksikan dengan asam dan basa kuat. Sampel digiling sampai dapat
melewati saringan berdiameter 1 mm. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram,
diekstrak lemaknya dengan soxhlet dan pelarut petroleumeter atau heksana.
Sampel bebas lemak dipindahkan secara kuantitatif ke dalam erlenmeyer 600
ml lalu ditambahkan 200 ml larutan H2SO4 0,025N. Erlenmeyer tersebut
diletakkan di pendingin secara terbalik (wadah harus dalam keadaan tertutup)
dan dididihkan selama 30 menit dengan sesekali digoyangkan. Kertas saring
42
dikeringkan di dalam oven, didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Sampel yang telah selesai dididihkan kemudian didinginkan dan disaring
melalui kertas yang telah diketahui beratnya sambil dicuci dengan K2SO4 10%.
Residu di kertas saring dicuci dengan air mendidih dilanjutkan dengan alkohol
95%. Kertas saring dikeringkan di dalam oven 100-105ºC selama 1-2 jam atau
sampai beratnya konstan, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar
serat kasar dapat dihitung berdasarkan basis basah dan basis kering dengan
rumus :
Kadar serat kasar (% bb) =
x 100%
Kadar serat kasar (%bk) =
x 100
Keterangan : % bb = kadar serat kasar / bahan basah (%)
% bk = kadar serat kasar / bahan kering (%)
W = berat sampel (g)
W1 = berat residu + kertas saring kering (g)
W2 = berat kertas saring kering (g)
8. Aktivitas Antioksidan Metode DPPH (Kubo et al 2002)
Prinsip pengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH ketika larutan
DPPH bercampur dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen (zat
antioksidan), maka DPPH akan tereduksi dan akan kehilangan warna ungunya.
Buffer asetat 100 mM (pH 5,5) sebanyak 1,5 ml ditempatkan pada tabung
reaksi, kemudian ditambahkan 2,805 ml etanol PA, 0,15 ml DPPH 10 mM dalam
metanol dan 0,045 ml ekstrak sampel yang digunakan untuk pengujian kadar
antioksidan. Campuran divorteks dan disimpan pada ruang gelap dengan suhu
kamar selama 20 menit. Absorbansi dibaca pada panjang gelombang 517 nm.
Sebagai standar digunakan asam askorbat dengan konsentrasi 25 ppm, 50 ppm,
100 ppm, 200 ppm dan 400 ppm. Kemudian dibuat kurva standar asam askorbat
dengan persamaan :
Y = 0,0014 x – 0,0190 R2 = 0,9995
nilai x = kosentrasi (µg/ml).
nilai y = Absorbansi blanko (standar) – absorbansi sampel
Nilai aktivitas antioksidan (mg vit C eq/1000gr sampel) =
43
Antioksidan pada ekstrak sampel dinyatakan dalam mg vitamin C eqivalen per
1000 gram sampel. Kurva standar pengukuran aktivitas antioksidan dengan
standar vitamin C dapat dilihat pada Lampiran 55.
Analisis Fisik
a. Warna Metode CIE L*a*b* (Hutching 1999)
Sampel makaroni mentah dan matang yang tebalnya 2 - 3 mm
ditempatkan pada wadah yang transparan. Pengukuran menghasilkan nilai L*,
a*, b* dan oHue. L* menyatakan parameter kecerahan (warna akromatis, 0 :
hitam sampai 100 : putih). Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan
oleh nilai a* (a* + = 0 sampai 60 untuk warna merah, a*- = 0 sampai -60 untuk
warna hijau). Warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b*
(b*+ = 0 sampai 60, untuk warna kuning, b*- = 0 sampai -60 untuk biru). Nilai
Hue dikelompokkan sebagai berikut :
Red purple : Hueo 342 – 18 Green : Hue
o 162 - 198
Red : Hueo 18 – 54 Purple : Hue
o 306 - 342
Yellow red : Hueo 54 – 90 Blue purple : Hue
o 270 - 306
Yellow : Hueo 90 – 126 Blue green : Hue
o 198 - 234
Blue : Hueo 234 – 270 Yellow green : Hue
o 126 – 162
b. Pengukuran Kekerasan dan Kelengketan dengan Texture Analyzer TA-XT2i
Kekerasan dan kelengketan (tekstur) makaroni diukur dengan
menggunakan Texture Analyzer TA-XT2i, alat ini dilengkapi dengan program
komputer (Sofware Texture Expert) yang berguna untuk memaksimalkan
analisis hasil pengukuran, termasuk dalam interpretasi datanya. Prinsip
pengukuran dengan Texture Analyzer TA-XT2i adalah mengukur besarnya
gaya yang dibutuhkan untuk menekan sampel pada jarak yang telah ditentukan.
Instrumen gaya yang digunakan meliputi probing, crushing, sawing, dan
snaping.
Sebelum melakukan pengukuran, alat harus diset pada kondisi yang
diinginkan, dapat dilihat pada Tabel 4. Sampel diletakkan di atas meja alat
kemudian ditekan dengan menggunakan compression envil. Probe yang
digunakan dalam pengukuran yaitu makaroni mentah probe silindris 2 mm
44
(P/2) dan makaroni matang probe silindris 35 mm (P/35). Data yang
dihasilkan dari pengukuran ini berupa kurva kompresi yang menggambarkan
hubungan antara gaya dan waktu yang diberikan terhadap sampel. Selanjutnya
terhadap kurva yang diperoleh digunakan untuk menentukan karakteristik
tekstur makaroni mentah berupa kekerasannya dan makaroni matang berupa
kekerasan dan kelengketannya.
Tabel 4 Spesifikasi pengukuran dengan texture analyzer
Test Mode and Option TPA makaroni mentah TPA makaroni matang
Parameter :
Pre test speed 1,00 mm/s 2,00 mm/s
Test speed 1,00 mm/s 1,00 mm/s
Post test speed 10,00 mm/s 2,00 mm/s
Distance 3,00 mm -
Strain - 75 %
Tryger type Auto 5 g Auto 10 g
c. Waktu Optimum Rehidrasi (Oh et al. 1983)
Metode analisa untuk menghitung waktu optimum rehidrasi yaitu dengan
merebus makaroni sebanyak 5g dalam 150ml air. Setiap setengah menit
diamati dengan cara menjepit makaroni diantara dua buah cawan petri.
Makaroni telah masak apabila sudah tidak tampak bagian yang berwarna putih
(bening semua).
d. Daya Serap Air (Rasper dan de Man 1980)
Perhitungan didasarkan pada hasil penetapan kadar air sebelumnya.
Cawan aluminium dikeringkan dalam oven 105oC selama 10 menit, lalu
didinginkan dalam desikator. Sebanyak 3 g sampel dimasukkan ke dalam air
mendidih, direbus selama 3 menit pada suhu 100oC, kemudian ditiriskan lalu
ditimbang (A). Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam oven 105oC selama
6 jam sampai diperoleh berat konstan (B).
Penetapan absorpsi air berdasarkan perhitungan :
DSA (bk %) =
x 100%
45
Keterangan :
A = Berat sampel sebelum dikeringkan
B = Berat sampel setelah dikeringkan
e. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP) (Oh et al. 1983)
Sebelum dianalisa, diukur waktu optimum untuk merebus makaroni
dengan cara merebus 5 g makaroni di dalam 150 ml air. Setiap setengah menit
diamati dengan cara menjepit makaroni diantara dua buah cawan petri.
Makaroni telah masak apabila bagian tengah (core) sudah berwarna bening.
Setelah mencapai waktu optimum, makaroni ditiriskan dan disiram dengan air
kemudian ditiriskan kembali selama 5 menit. Selanjutnya makaroni ditimbang
dan dikeringkan pada suhu 105oC sampai berat konstan. Kemudian ditimbang
kembali, sementara itu dilakukan juga pengukuran kadar air makaroni.
{
⌈ ⌉ }
46
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Formulasi Makaroni dari Jewawut, Ubi Jalar Ungu dan Terigu
1.1. Penetrasi panas pada formulasi makaroni
Pengamatan penetrasi panas pada adonan makaroni dilakukan pada 6
formulasi (F1, F2, F3, F4, F5 dan F6) selama 10 menit. Data penetrasi panas
diperoleh dari dua kali ulangan dan masing-masing ulangan terdiri dari 3 sampai 5
sampel. Hasil analisis penetrasi panas disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Perambatan panas pada 6 formulasi makaroni jewawut, ubi jalar ungu
dan terigu selama proses pengukusan adonan.
Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa semakin lama waktu pengukusan,
suhu adonan makaroni dari semua formulasi semakin meningkat. Hal ini
disebabkan karena terdapat perbedaan suhu antara medium (alat pengukus 100ºC)
dan suhu adonan makaroni (suhu awal ± 30 ºC), maka akan terjadi proses pindah
panas dari medium (alat pengukus) ke adonan makaroni, sehingga suhu di dalam
adonan meningkat. Panas dari alat pengukus akan berpindah ke dalam adonan
makaroni secara konduksi dan suhu pada posisi tertentu dari adonan akan terus
meningkat selama pemanasan, dan jika pemanasan ini terus dilanjutkan maka
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 2 4 6 8 10 12
Su
hu
(ºC
)
Waktu (menit)
30:60:10
40:50:10
50:40:10
60:30:10
70:20:10
80:10:10
Formulasi
47
suhu adonan akan terus meningkat hingga tercapai kondisi kesetimbangan
(Kusnandar et al. 2006). Gambar 5 memperlihatkan bahwa perbedaan formulasi
tidak mempengaruhi kecepatan perambatan panas, terlihat pada standar error bar
dari grafik saling bersinggungan yang berarti kecepatan perambatan panas pada
semua formulasi adalah sama.
1.2 Uji organoleptik
Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis
terhadap 6 formulasi makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu yang akan
digunakan untuk penelitian selanjutnya. Pengujian dilakukan pada 40 panelis
tidak terlatih. Menurut Chambers dan Wolf (1996) uji afektif minimal
menggunakan 30 panelis pada skala laboratorium. Uji hedonik ini dilakukan pada
makaroni mentah dan matang.
1.2.1 Makaroni mentah
Pada makaroni mentah, ada 2 parameter yang diuji yaitu warna dan
bentuk. Warna adalah persepsi mata manusia terhadap radiasi elektromagnetik
yang dipantulkan oleh benda pada kisaran panjang gelombang visible (400 – 700
nm). Persepsi warna yang dihasilkan oleh mata manusia dipengaruhi oleh
komposisi fisik dan kimia objek, komposisi spektral dari sumber sinar dan
sensitivitas spektral dari mata. Atribut produk yang dapat dinilai pertama kali
secara visual adalah warna produk, dan memberi efek psikologis pada penerimaan
konsumen. Warna produk yang unik akan lebih menarik perhatian konsumen
daripada warna produk lainnya. Warna harus menarik dan menyenangkan
konsumen, seragam serta dapat mewakili citarasa yang ditambahkan.
Hasil ANOVA terhadap data hedonik (Lampiran 19) dari warna
makaroni mentah, menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (p<0,05)
diantara 6 formulasi yang diuji. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa
warna makaroni mentah yang paling disukai oleh panelis adalah formulasi F2, F1
dan F3 yaitu formulasi yang mengandung ubi jalar ungu yang tinggi, makaroni
tersebut berwarna merah keunguan terang. Makaroni yang mengandung jewawut
yang tinggi (F6) berwarna kuning terang cenderung lebih disukai oleh panelis
daripada makaroni yang mempunyai kandungan ubi jalar ungu sedang (F4 dan
48
F5) yang berwarna merah keunguan pucat. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa panelis lebih menyukai warna terang dibanding warna pucat dan panelis
lebih menyukai warna merah keunguan dibanding warna kuning. Makaroni yang
mempunyai kandungan ubi jalar ungu yang tinggi cenderung berwarna merah
keunguan yang disebabkan oleh pigmen antosianin, sedangkan makaroni yang
mempunyai kandungan jewawut yang tinggi cenderung berwarna kuning yang
disebabkan oleh pigmen betakaroten dan komponen flavonoid seperti
glikosilvitesin, glikosiloritin, alkali labil dan asam ferulat. Tingkat kesukaan
panelis dari warna makroni mentah adalah 5 (agak suka) dan 4 (netral), dapat
dilihat pada Gambar 6. Warna makaroni mentah dari masing-masing formula
disajikan pada Gambar 7.
Gambar 6 Rata-rata nilai hedonik warna makaroni mentah pada 6 formulasi
makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu. Angka yang diikuti oleh
huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (Duncan)
Bentuk merupakan salah satu aspek sensori yang dapat menentukan mutu
produk pangan karena dapat menarik perhatian konsumen. Bentuk produk identik
dengan ratio antar dimensi dan keseragaman. Semua formulasi makaroni jewawut
dan ubi jalar ungu dalam penelitian ini berbentuk pipa yang panjangnya ± 2 cm
(dapat dilihat pada Gambar 7).
4,98 (ab) 5,28 (a)
4,88 (ab)
3,90 (d) 4,10 (cd) 4,53 (bc)
1
2
3
4
5
6
7
30:60:10
(F1)
40:50:10
(F2)
50:40:10
(F3)
60:30:10
(F4)
70:20:10
(F5)
80:10:10
(F6)
Nil
ai
hed
on
ik
Formulasi
50
1.2.2. Makaroni matang
Penyajian sampel pada penelitian makaroni matang dilakukan dengan
cara makaroni mentah direbus selama ± 3 menit diair mendidih kemudian
ditiriskan, dirapikan pada piring sampel selanjutnya disajikan pada panelis (dapat
dilihat pada Lampiran 11). Pada makaroni matang ada 5 parameter yang diuji
yaitu warna, bentuk, kekenyalan, aroma dan rasa.
a. Warna
Hasil ANOVA terhadap data hedonik (Lampiran 21) dari warna
makaroni matang, menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (p<0,05)
diantara 6 formulasi yang diuji. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa
warna makaroni yang paling disukai oleh panelis adalah F1 dan F2 yaitu
formulasi yang mempunyai kandungan ubi jalar ungu yang tinggi. Dapat dilihat
pada Gambar 9 tingkat kesukaan panelis pada parameter warna dari makroni
matang adalah 5 (agak suka) dan 4 (netral).
Gambar 9 Rata-rata nilai hedonik dari parameter warna matang pada 6 formulasi
makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu. Angka yang diikuti oleh
huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (Duncan).
Berdasarkan pengamatan dalam penelitian ini selama proses perebusan
makaroni pigmen antosianin sebagian larut dalam air, sehingga warna ungu
makaroni matang mengalami degradasi. Meskipun demikian formulasi makaroni
yang mengandung ubi jalar ungu yang tinggi (F1 dan F2) masih lebih banyak
5,35 (a) 5,15 (a)
3,78 (b) 3,83 (b) 3,85 (b) 4,05 (b)
1
2
3
4
5
6
7
30:60:10
(F1)
40:50:10
(F2)
50:40:10
(F3)
60:30:10
(F4)
70:20:10
(F5)
80:10:10
(F6)
Nil
ai
hed
on
ik
Formulasi
52
matang hampir sama pada bentuk makaroni mentah. Bentuk makaroni matang
dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 11 Rata-rata nilai hedonik dari parameter bentuk matang pada 6
formulasi makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu. Angka yang
diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
signifikan 0,05.
c. Kekenyalan
Hasil ANOVA terhadap data hedonik (Lampiran 23) dari kekenyalan
makaroni matang, menunjukkan bahwa ada perbedaan kekenyalan yang nyata
pada taraf (p<0,05) diantara 6 formulasi yang diuji. Hasil uji lanjut Dancun
menunjukkan bahwa formulasi F1 tidak berbeda dengan formulasi F2 dan F4
tetapi berbeda dengan formulasi F3, F5 dan F6. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa makaroni yang mengandung ubi jalar ungu yang tinggi kekenyalannya
cenderung lebih disukai oleh panelis dibanding makaroni yang mengandung
jewawut yang tinggi. Hal ini diduga karena kandungan amilosa pada pati ubi jalar
ungu lebih tinggi dari jewawut. Menurut Widowati (2009) kandungan pati ubi
jalar ungu terdiri dari 30-40% amilosa dan 60-70% amilopektin. Kadar amilosa
pati pada jewawut adalah 21,1% (Suherman et al. 2006). Menurut Kusnandar
(2010) kekuatan gel atau film pati lebih banyak ditentukan oleh kandungan
amilosanya. Semakin tinggi kandungan amilosanya maka kemampuan
membentuk gel dan lapisan film semakin besar. Oleh karena itu formulasi
5,18 (a) 5,10 (a) 5,00 (a) 5,10 (a) 5,38 (a)
5,08 (a)
1
2
3
4
5
6
7
30:60:10
(F1)
40:50:10
(F2)
50:40:10
(F3)
60:30:10
(F4)
70:20:10
(F5)
80:10:10
(F6)
Nil
ai
hed
on
ik
Formulasi
53
makaroni yang mengandung ubi jalar ungu yang tinggi mempunyai kekenyalan
yang lebih baik dibanding formulasi makaroni yang mempunyai jewawut yang
tinggi.
Gambar 12 Rata-rata nilai hedonik dari parameter kekenyalan pada 6 formulasi
makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu. Angka yang diikuti
oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%
(Duncan).
d. Aroma
Aroma merupakan komponen bau yang ditimbulkan oleh suatu produk
yang teridentifikasi oleh indra penciuman. Jumlah senyawa volatil yang keluar
dari produk dipengaruhi oleh suhu, kondisi permukaan, sifat produk dan
komposisi kimia produk. Senyawa volatil lebih cepat keluar dari permukaan
bahan yang lunak, porous dan lembab. Oleh sebab itu pengujian aroma pada
penelitian ini dilakukan pada makaroni matang. Aroma suatu produk banyak
menentukan kelezatan produk tersebut dan aroma merupakan indikator enak
tidaknya suatu produk. Pada industri pangan pengujian aroma sangat penting
karena dapat menentukan tingkat kesukaan suatu produk dengan cepat.
Hasil ANOVA terhadap data hedonik (Lampiran 24) dari aroma
makaroni matang, menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (p<0,05)
diantara 6 formulasi yang diuji. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa
formulasi F1 tidak berbeda dengan formulasi F2, F4 dan F5 tetapi berbeda dengan
4,78 (a) 4,45 (ab)
3,88 (b) 4,30 (ab)
3,95 (b) 4,08 (b)
1
2
3
4
5
6
7
30:60:10
(F1)
40:50:10
(F2)
50:40:10
(F3)
60:30:10
(F4)
70:20:10
(F5)
80:10:10
(F6)
Nil
ai
hed
on
ik
Formulasi
54
formulasi F3 dan F6. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
kandungan jewawut dalam formulasi maka tingkat kesukaan terhadap aroma
cenderung akan berkurang. Hal ini diduga karena pada jewawut terdapat
komponen goitrogen yang diidentifikasi sebagai penyebab off-odor (Reddy et al.
1986) dan dikarakterisasi juga sebagai flavor mousy ((Leder 2004). Komponen
goitrogen jewawut ini umumnya berupa senyawa flavonoid. Data hedonik tingkat
kesukan panelis dari aroma masing-masing formula disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13 Rata-rata nilai hedonik dari parameter aroma pada 6 formulasi
makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu. Angka yang diikuti oleh
huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (Duncan).
e. Rasa
Rasa adalah persepsi gustatori (indra pencicip) terhadap rasa manis, asin,
asam dan pahit yang disebabkan oleh senyawa yang larut dalam rongga mulut.
Kepekaan orang terhadap rasa pahit jauh lebih tinggi dibandingkan rasa manis.
Rasa merupakan komponen sensori yang paling penting dalam uji penerimaan
produk pangan. Hal ini mengingat konsumen produk pangan cenderung
menyukai makanan dengan cita rasa enak.
Hasil ANOVA terhadap data hedonik (Lampiran 25) dari rasa makaroni
matang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (p<0,05) diantara 6
formulasi yang diuji. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa rasa makaroni
yang paling disukai oleh panelis adalah F1 dan F2, yaitu formula yang
4,53 (a) 4,35 (ab) 3,83 (c)
4,15 (abc) 4,08 (abc) 4,03 (bc)
1
2
3
4
5
6
7
30:60:10
(F1)
40:50:10
(F2)
50:40:10
(F3)
60:30:10
(F4)
70:20:10
(F5)
80:10:10
(F6)
Nil
ai
hed
on
ik
Formulasi
55
mengandung ubi jalar ungu yang tinggi. Data hedonik dari rasa makaroni matang
pada masing-masing formula disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14 Rata-rata nilai hedonik dari parameter rasa pada 6 formulasi
makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu. Angka yang diikuti
oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%
(Duncan).
Makaroni yang mempunyai kandungan ubi jalar ungu yang tinggi lebih
banyak disukai oleh panelis karena rasa ubi jalar lebih manis dan lebih enak
dibanding rasa jewawut. Rasa manis ini diduga berasal dari pati yang diubah
menjadi maltosa dan dekstrin (Nintami dan Rustanti 2012). Beberapa panelis
menyatakan bahwa makaroni yang mempunyai kandungan jewawut yang tinggi
berasa agak pahit. Hal ini diduga karena jewawut mengandung tanin. Rooney
dan Serna (2000) melaporkan bahwa pada jewawut terdapat senyawa tanin yang
merupakan golongan senyawa fenolik. Menurut Rooney dan Deykes (2007) tanin
dapat menyebabkan rasa sepat atau astrigen pada pangan. Komponen anti nutrisi
seperti tanin dapat mempengaruhi sifat sensori sorgum dan jewawut. Rooney
(2005) menyebutkan bahwa tanin dengan jumlah 5%-10% belum mempengaruhi
nilai sensori seperti rasa sepat yang tidak disukai sehingga menurunkan selera
makan. Menurut Singgih et al. (2006) kadar tanin jewawut (millet) lebih rendah
dari 0,7%.
4,58 (a) 4,20 (a)
3,23 (b) 3,65 (b)
3,25 (b) 3,33 (b)
1
2
3
4
5
6
7
30:60:10
(F1)
40:50:10
(F2)
50:40:10
(F3)
60:30:10
(F4)
70:20:10
(F5)
80:10:10
(F6)
Nil
ai
hed
on
ik
Formulasi
56
Skor hasil uji organoleptik untuk semua atribut makaroni mentah dan
matang formulasi F1 (30:60:10) tidak berbeda dengan formulasi F2 (40:50:10).
Namun dengan pertimbangan teknik pembuatan produk maka formulasi yang
dipilih untuk penelitian tahap 2 adalah F2, karena pembuatannya lebih mudah.
Pada formulasi F2 tidak dilakukan penambahan maupun pengurangan air pada
saat pencampuran pasta ubi jalar ungu, tepung jewawut, terigu dan bahan-bahan
lain. Pada formulasi F1 dilakukan pengurangan air dari ubi kukus, dengan cara
pemerasan sebelum penghancuran (mashing). Hal ini mengakibatkan hilangnya
sebagian antosianin dan nutrisi lain yang terdapat pada ubi jalar ungu.
2 Pengaruh Lama Pengukusan Adonan pada Pembuatan Makaroni
Jewawut, Ubi Jalar Ungu dan Terigu
2.1 Penetrasi panas pada formulasi F2
Pengamatan perambatan panas pada Tahap 2 sama prosesnya dengan
pengamatan perambatan panas pada Tahap 1, bedanya hanya dilakukan pada
formulasi F2 saja, dengan lama pengukusan adonan yang bervariasi yaitu 5, 10
dan 15 menit. Tujuan pengamatan ini untuk melihat suhu akhir masing-masing
adonan selama pengukusan. Hasil rata-rata dan standar error of mean (SEM)
penetrasi panas F2 dari ulangan 1 dan ulangan 2 disajikan Gambar 15.
Gambar 15 Perambatan panas makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu
formulasi terbaik (F2) pada pengukusan adonan selama 5 menit, 10
menit dan 15 menit.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Su
hu
(ºC
)
Waktu (menit)
5 menit
10 menit
15 menit
57
Berdasarkan Gambar 15 menunjukkan bahwa suhu akhir adonan
berturut-turut selama pengukusan 5 menit, 10 menit dan 15 menit adalah 55,74ºC,
79,33ºC dan 90,56ºC. Perbedaan suhu ini akan mempengaruhi nilai sensori
makaroni baik mentah maupun matang, terutama dari sensori warna makaroni
yang disebabkan oleh pigmen antosianin dari ubi jalar ungu.
2.2 Penentuan lama pengukusan adonan
Penetapan produk terpilih didasarkan pada hasil uji rating hedonik makaroni
mentah dan matang karena hasil uji hedonik mengindikasikan preferensi panelis
(memilih satu produk diantara yang lain), derajat kesukaan panelis dan penerimaan
panelis terhadap suatu produk. Pengujian rating hedonik Tahap 2 bertujuan untuk
memilih makaroni mentah dan matang terbaik diantara tiga sampel dengan formulasi
yang sama namun berbeda waktu pengukusan adonannya.
a Makaroni mentah
Pada makaroni mentah, ada 2 parameter yang diuji yaitu warna dan bentuk.
Hasil ANOVA terhadap data hedonik (Lampiran 36) warna makaroni mentah, dari
ulangan 1 dan ulangan 2 menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (p<0,05)
diantara 3 lama pengukusan adonan yang diuji. Berdasarkan uji lanjutan yang
digunakan yaitu Duncan (Gambar 16), diketahui bahwa pengukusan adonan terbaik
adalah 5 menit dan 10 menit. Tingkat kesukaan panelis pada parameter warna dari
makroni mentah adalah 5 (agak suka) dan 4 (netral).
Gambar 16 Nilai rating hedonik dari makaroni mentah pada Tahap 2. Tanda
berbeda menunjukkan produk berbeda nyata pada taraf uji 5%
(Duncan).
5,19 (a) 5,16 (a)
4,09 (b)
5,13 (b) 5,48 (a) 5,49 (a)
1
2
3
4
5
6
7
5 menit 10 menit 15 menit
Nil
ai
hed
on
ik
Lama pengukusan adonan
Warna Bentuk
59
adonan pada pengukusan selama 5 menit baru mencapai suhu sekitar 55°C
sedangkan pada pengukusan selama 10 dan 15 menit suhu adonan mencapai 80°C
dan 90°C. Menurut Beleia et al. 1980 suhu gelatinisasi jewawut berkisar 61,1ºC –
68,7ºC. Jika suhu terus naik dan waktu pemasakan cukup lama maka granula
pati akan pecah dan molekul amilosa akan keluar dari granula (Fellows 2000).
Diduga amilosa yang keluar dari granula pati berperan dalam pembentukan
lapisan film pada adonan sehingga adonan akan lebih mudah diekstrusi dan
menghasilkan makaroni dengan bentuk yang lebih baik dan seragam.
Berdasarkan pengamatan dalam penelitian ini, pengukusan adonan selama 10 dan
15 menit dapat mempermudah ekstrusi dan pembentukan makaroni serta
menghasilkan makaroni yang mempunyai tekstur yang kuat dibanding
pengukusan adonan selama 5 menit. Gambar 16 memperlihatkan tingkat
kesukaan panelis pada bentuk makaroni mentah adalah 5 (agak suka).
b Makaroni matang
Pada makaroni matang, ada 5 parameter yang diuji yaitu warna, bentuk,
kekenyalan, aroma dan rasa. Hasil ANOVA terhadap data hedonik (Lampiran 38)
pada parameter warna dari ulangan 1 dan ulangan 2, menunjukkan tidak ada
perbedaan yang nyata (p<0,05) diantara 3 lama pengukusan adonan yang diuji.
Hasil ANOVA terhadap data hedonik (Lampiran 39, 40, 41 dan 42) pada
parameter bentuk, kekenyalan, aroma dan rasa menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang nyata (p<0,05) diantara 3 lama pengukusan adonan yang diuji.
Berdasarkan uji lanjutan yang digunakan yaitu Duncan (Gambar 18), diketahui
bahwa bentuk, kekenyalan, aroma dan tasa makaroni yang paling disukai oleh
panelis adalah waktu pengukusan adonan selama 10 dan 15. Gambar 18
memperlihatkan tingkat kesukaan panelis pada parameter warna adalah 4 (netral),
sedang untuk bentuk, kekenyalan, aroma dan rasa tingkat kesukaan panelis adalah
5 (agak suka), 4 (netral) dan 3 (agak tidak suka).
60
Gambar 18 Nilai rating hedonik dari makaroni matang pada Tahap 2. Tanda
berbeda menunjukkan produk berbeda nyata pada taraf uji 5%
(Duncan), sedang yang tidak diberi tanda berarti tidak berbeda pada
taraf signifikan 0,05.
Bentuk dan kekenyalan makaroni matang dengan lama pengukusan
adonan 10 dan 15 menit adalah yang terbaik. Hal ini diduga bahwa pengukusan
adonan selama 10 dan 15 menit jewawut sudah mencapai suhu gelatinisasi.
Gelatinisasi adalah perubahan granula pati akibat pemanasan yang terus menerus
dalam waktu lama sehingga granula pati membengkak dan pecah sehingga tidak
dapat kembali kebentuk semula. Pati yang sudah tergelatinisasi lalu dikeringkan
memiliki kemampuan untuk menyerap air kembali (rehidrasi) dengan mudah
(Winarno 2002). Jika suhu adonan belum mencapai suhu gelatinisasi maka
makaroni yang dihasilkan kurang mengembang dan mudah hancur ketika
mengalami proses perebusan (rehidrasi). Dengan demikian bentuk dan
kekenyalan makaroni matang yang dihasilkan pada pengukusan adonan selama 5
menit kurang bagus dan kurang kenyal dibanding pada pengukusan adonan 10 dan
15 menit.
Aroma dan rasa makaroni matang dengan lama pengukusan adonan 10
dan 15 menit adalah yang terbaik. Hasil penelitian Yanuar (2009) dan Mayasari
(2011) yang melakukan perebusan biji jewawut dengan perbandingan bahan dan
air 1 :7 selama 20 menit setelah bahan mendidih menghasilkan biji jewawut yang
lunak dan mengembang serta rasa mentah (starchy) pada biji jewawut sudah
4.05
3,23 (b)
2,65 (b)
3,89 (b) 3,55 (b)
4,43
5,29 (a)
4,31 (a) 4,10 (ab) 3,96 (a)
4.20
5,03 (a)
4,41 (a) 4,35 (a) 4,09 (a)
1
2
3
4
5
6
7
Warna Bentuk Kekenyalan Aroma Rasa
Nil
ai
hed
on
ik
Parameter yang diuji
5 (menit) 10 (menit) 15 (menit)
61
hilang dan aromanya seperti kacang dapat tercium jelas. Berdasarkan hasil
penelitian ini diduga bahwa goitrogen yang diduga sebagai off-odors dan flavor
mousy pada biji jewawut hilang pada perebusan selama 20 menit sedang goitrogen
pada tepung jewawut sudah hilang pada pengukusan adonan selama 10 dan 15 menit.
Goitrogen adalah tioglikosida yang bersifat antitiroid dan berikatan dengan enzim
(Winarno 2002). Diduga dengan pengukusan selama 10 dan 15 menit enzim pada
goitrogen rusak sehingga off-odor dan flavor mousy pada tepung jewawut hilang.
Oleh karena itu pengukusan adonan selama 10 dan 15 menit menghasilkan makaroni
dengan rasa dan aroma yang lebih enak dibanding pengukusan adonan selama 5
menit.
Berdasarkan hasil keseluruhan uji organoleptik (Tahap 1 dan Tahap 2) dan
pertimbangan ekonomi, kandungan nutrisi serta cara pembuatan produk maka
diputuskan formulasi F2 dengan pengukusan adonan selama 10 menit sebagai produk
makaroni terbaik. Produk ini selanjutnya dianalisis secara fisik dan kimia serta
digunakan pada penelitian Tahap 3
2.3 Uji fisik makaroni mentah dan matang
1 Warna
Warna makaroni mentah dan matang merupakan parameter yang sangat
penting karena merupakan daya tarik pertama penerimaan produk sebelum
dikonsumsi oleh konsumen. Oleh karena itu selain dianalisis secara subyektif, warna
produk juga dianalisis secara objektif dengan menggunakan alat chromameter. Data
nilai-nilai warna dari makaroni mentah dan matang formulasi F2 selama pengukusan
5, 10 dan 15 menit disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Rata-rata warna makaroni mentah dan matang pada pengukusan adonan
selama 5 menit, 10 menit dan 15 menit
Sampel Makaroni mentah Makaroni matang
5 menit 10 menit 15 menit 5 menit 10 menit 15 menit
L* 32,49 30,95 32,04 35,12 35,31 35,71
a* 14,93 14,30 11,77 8,23 8,92 7,29
b* 2,75 2,46 4,65 4,45 5,15 7,26
ºHue 10,52 9,72 22,22 28,33 29,95 44,90
Keterangan : L* = tingkat kecerahan warna
a* = warna kromatik campuran merah hijau
b* = warna kromatik campuran biru kuning
62
Hasil pengukuran warna makaroni mentah dari pengukusan adonan
selama 5 dan 10 menit menunjukkan makaroni berada dalam kisaran warna red
purple (Hueº 342 -18) merupakan warna makaroni yang paling banyak disukai
oleh panelis, sedang pengukusan adonan selama 15 menit berada dalam kisaran
warna red (Hueº 18 - 54). Pada makaroni matang semua sampel berada dalam
kisaran warna red. Tingkat kecerahan warna ditunjukkan oleh nilai L*, semakin
tinggi nilai L* maka warna yang dihasilkan semakin cerah. Warna kromatik
campuran merah dan hijau ditunjukkan oleh nilai a* (a* + = 0 - 60 untuk warna
merah), a*- = 0 – (- 60) untuk warna hijau. Semua sampel makaroni mentah dan
matang berada dalam kisaran warna kromatik merah. Warna kromatik campuran
biru dan kuning ditunjukkan oleh nilai b* ( b*+ = 0 - 60, untuk warna kuning), b*-
= 0 - (- 60) untuk warna biru. Semua sampel makaroni mentah dan matang berada
dalam kisaran warna kromatik kuning.
2 Tekstur
Tekstur produk makaroni memegang peranan penting bagi penerimaan
konsumen. Dalam mengevaluasi tekstur produk, sering diperlukan korelasi yang
baik antara pengukuran tekstur secara subjektif menggunakan indra manusia
dengan pengukuran secara objektif menggunakan instrumen. Analisis tekstur
dengan menggunakan alat akan menghasilkan data yang lebih akurat karena
bersifat objektif. Produk makaroni yang memiliki penerimaan yang baik dari segi
tekstur adalah tidak mudah rapuh. Analisis tekstur makaroni mentah dan matang
dilakukan dengan texture analyzer. Texture analyzer adalah suatu alat analisis
tekstur yang prinsip kerjanya mengikuti prinsip mulut manusia dimana probe
bergerak sesuai mekanisme pengunyahan dalam mulut. Mesin ini memuat
pengukuran terhadap tekanan dan daya tarik selama pengujian berlangsung
(Rosenthal 1999). Hasil pengukuran tekstur (kekerasan dan kelengketan)
makaroni mentah dan matang disajikan pada Gambar 19, sedang gambar kurva
hasil pengukuran makaroni dengan alat texture analyzer dapat dilihat pada
Lampiran 45 dan Lampiran 47.
63
Gambar 19 Kekerasan dan kelengketan makaroni mentah dan matang pada
pengukusan adonan selama 5 menit, 10 menit dan 15 menit.
Kekerasan (hardness) adalah daya tahan bahan untuk pecah akibat gaya
tekan yang diberikan. Sifat keras merupakan sifat produk pangan padat yang
tidak bersifat deformasi (Hariyadi 2008). Berdasarkan hasil pengukuran texture
analyzer diketahui bahwa nilai kekerasan makaroni mentah pada pengukusan
adonan selama 10 menit memiliki nilai kekerasan terendah, namun pada makaroni
matang memiliki nilai kekerasan tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa produk
makaroni tersebut mempunyai tekstur yang cukup kuat setelah rehidrasi sehingga
tidak mudah hancur. Dengan demikian makaroni tersebut dapat dibuat dengan
berbagai jenis masakan baik yang berkuah maupun yang tidak berkuah dibanding
dengan makaroni lainnya.
Kelengketan atau adhesiveness adalah tekanan yang dibutuhkan untuk
memindahkan bahan yang menempel pada mulut saat proses makan yang normal.
Karakter tekstur ini merupakan sifat perubahan bentuk benda yang dipengaruhi
oleh gaya kohesi dan adhesi (Hariyadi 2008). Besarnya nilai kelengketan
digambarkan besarnya kurva negatif pada grafik hasil pengukuran texture
analyzer. Makin negatif produk semakin lengket saat dimakan. Kelengketan
produk erat kaitannya dengan kelarutan dan penyerapan air. Semakin tinggi
kelarutan produk kelengketannya akan semakin menurun. Berdasarkan Gambar
3173.00
1777.48
442.00
3063.13 3378.76
634.93
3536.53
3078.48
626.50
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
Nilai negatif (-)
Kekerasan Kekerasan Kelengketan
Mentah Matang
Nil
ai
textu
re a
naly
zer
5 menit 10 menit 15 menit
64
19 diketahui bahwa kelengketan makaroni dengan pengukusan adonan selama 10
menit memiliki nilai tertinggi sedang terendah adalah makaroni dengan
pengukusan adonan selama 5 menit.
3 Waktu optimum rehidrasi, daya serap air dan kehilangan padatan akibat
pemasakan
Waktu optimum rehidrasi adalah waktu yang dibutuhkan makaroni untuk
kembali mengabsorpsi air sehingga teksturnya menjadi kenyal dan elastis seperti
sebelum dikeringkan. Waktu optimal pemasakan makaroni mentah berdasarkan
pengamatan setiap setengah menit dan kriteria optimum apabila bagian tengah
makaroni sudah bening. Hasil pengukuran waktu optimum rehidrasi disajikan
pada Gambar 20. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa makaroni yang
mempunyai waktu pengukusan adonan selama 10 menit memiliki waktu optimum
rehidrasi tertinggi, namun hanya terpaut 15 detik dari makaroni lainnya.
Gambar 20 Waktu optimum rehidrasi makaroni pada pengukusan adonan selama
5, 10 dan 15 menit.
Daya serap air (DSA) yaitu kemampuan makaroni untuk menyerap air
secara maksimal. Hasil pengukuran daya serap air dan kehilangan padatan akibat
pemasakan disajikan pada Gambar 21. Berdasarkan Gambar 21 menunjukkan
bahwa nilai DSA makaroni dengan pengukusan adonan selama 10 menit
memiliki nilai DSA terendah, sedangkan nilai DSA tertinggi adalah makaroni
dengan pengukusan adonan selama 15 menit. Semakin tinggi nilai DSA maka
2.45
3.00
2.45
0
1
2
3
5 menit 10 menit 15 menit
Wak
tu o
pti
mu
m r
ehid
rasi
(men
it)
Lama pengukusan adonan
65
rehidrasi akan semakin singkat begitu juga sebaliknya. Dengan demikian
makaroni dengan pengukusan selama 15 menit memiliki waktu rehidrasi yang
lebih singkat dibanding makaroni lainnya.
Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) adalah banyaknya
padatan yang terkandung dalam makaroni yang keluar serta terlarut ke dalam air
selama pemasakan. Makaroni yang baik diharapkan mempunyai nilai KPAP yang
rendah. Berdasarkan Gambar 21 makaroni yang memiliki nilai KPAP yang
terendah adalah makaroni dengan pengukusan adonan selama 10 menit (8,81%)
dibanding dengan makaroni lainnya, dengan demikian makaroni terbaik adalah
makaroni dengan pengukusan adonan selama 10 menit.
Gambar 21 Daya serap air (DSA) dan kehilangan padatan akibat pemasakan
(KPAP) makaroni pada pengukusan adonan selama 5, 10 dan 15
menit.
2.4 Proksimat makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu
Analisis proksimat dilakukan pada tepung jewawut, ubi jalar ungu dan
makaroni terbaik. Tujuan analisis proksimat pada tepung jewawut dan ubi jalar
ungu adalah untuk mengetahui kondisi awal (komposisi kimia) dari kedua bahan
tersebut sebelum dibuat produk makaroni. Sedangkan tujuan analisis proksimat
pada makaroni untuk mengetahui komposisi kimia produk dan melihat
perbandingan sampai sejauhmana perubahan kimia yang terjadi dari jewawut dan
123.81
13.90
118.98
8.81
131.62
10.03
1
10
100
DSA KPAP
Nil
ai
DS
A &
KP
AP
(%
)
5 menit 10 menit 15 menit
66
ubi jalar ungu dalam proses pengolahan pembuatan makaroni. Data tentang
analisis proksimat dari ketiga sampel dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Proksimat jewawut, ubi jalar ungu, terigu protein tinggi dan makaroni
terbaik.
Komposisi Tepung
jewawut
Ubi jalar
ungu
Terigu protein
tinggi* Makaroni
Kadar air (% bb) 9,12 61,49 11,60 % 7,02
Kadar abu (% bk) 2,96 2,70 1,60 % 3,26
Kadar lemak (% bk) 7,50 0,78 0,70 % 4,64
Kadar protein (% bk) 13,04 8,08 12,22 % 11,43
Kadar karbohidrat (% bk) 76,49 88,44 76,10 % 80,67
Serat kasar (% bk) 6,88 8,61 0,71 % 6,88
Keterangan : Setiap data merupakan rerata dari dua kali ulangan, kecuali terigu.
*Sumber Sabirin et al. 2012.
Kadar air adalah jumlah air yang terkandung dalam pangan, dan berbeda-
beda pada setiap jenis tanaman. Kadar air biji-bijian lebih rendah daripada kadar
air umbi-umbian. Kadar air berkaitan erat dengan daya simpan produk. Batas
kadar air minimum dimana mikroba masih dapat tumbuh adalah 14% - 15% basis
basah (Winarno 2002). Kadar air maksimum yang ditetapkan SNI untuk tepung-
tepungan adalah 14,5% bb. Hasil analisis kadar air tepung jewawut dalam
penelitian ini sejumlah 9,12% bb, menunjukkan bahwa tepung tersebut sudah
memenuhi standar SNI dan aman untuk disimpan. Hasil analisis kadar air ubi
jalar ungu adalah 61,49% bb, lebih rendah dari hasil yang diteliti oleh Susilawati
dan Medikasari (2008) yaitu 67,77%, hal ini diduga bahwa ubi jalar ungu tersebut
tidak langsung dianalisis pada saat panen, sehingga kesegarannya berkurang
dengan demikian kadar air ubi jalar ungu akan turun. Hasil analisis kadar air
makaroni adalah 7,02% bb. Berdasarkan standar SNI 01-3777-1995 maksimal
kadar air makaroni 12,5%, dengan demikian kadar air makaroni jewawut dan ubi
jalar ungu sudah memenuhi standar SNI.
Kadar abu merupakan besarnya kandungan mineral dalam suatu bahan
pangan yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah mineral yang berada dalam tanah.
Komponen mineral ini tahan terhadap suhu tinggi. Kadar abu tepung jewawut
dalam penelitian ini yaitu 2,96% bk lebih rendah dari kadar abu biji jewawut yang
67
diteliti oleh Nurmala (1997). Rendahnya kadar abu tepung jewawut tersebut
diduga disebabkan pada saat proses penepungan ada bagian biji jewawut yang
tidak dapat dihancurkan oleh mesin penepung dan tidak lolos ayakan 100 mesh,
sehingga bagian yang tidak lolos tersebut dibuang. Hasil analisis kadar abu ubi
jalar ungu dalam penelitian ini adalah 2,70% bk, lebih rendah dari yang diteliti
oleh Widjarnoko (2008). Kadar abu tepung terigu adalah 1,60 %. Hasil analisis
kadar abu makaroni adalah 3,26% bk lebih tinggi dari kadar abu tepung jewawut,
ubi jalar ungu dan terigu. Hal ini menunjukkan bahwa kadar abu yang terdapat
pada jewawut, ubi jalar ungu dan terigu tidak mempengaruhi kerusakan dalam
proses pengolahan pembuatan makaroni. Berdasarkan Tabel 6, jika kadar abu
tepung jewawut (2,96 bk) dijumlahkan dengan kadar abu ubi jalar ungu (2,70%
bk) dan kadar abu tepung terigu (1,60%) maka akan menghasilkan makaroni
dengan kadar abu sebesar 7,26% bk, namun kenyataannya, kadar abu makaroni
yang dihasilkan dalam penelitian ini hanya 3,26% bk, mengalami penurunan
sekitar 4,0% bk. Hal ini diduga karena adanya pengupasan kulit pada ubi jalar
ungu sebelum dikukus pada proses pembuatan pasta. Hal (2000) melaporkan
bahwa proses pengupasan dapat mengurangi kandungan abu dalam tepung ubi
jalar. Kandungan abu pada makaroni jewawut dan ubi jalar ungu lebih tinggi dari
standar SNI 01-3777-1995 maksimal 1% bb.
Lemak adalah senyawa ester non polar yang tidak larut dalam air yang
dihasilkan oleh tanaman (lemak nabati) dan hewan (lemak hewani). Lemak
memiliki fungsi yang penting dalam pengolahan pangan yaitu sebagai sumber
energi, memperbaiki tekstur dan mutu sensori produk pangan, medium pindah
panas, dan sebagai pelarut serta pembawa (carrier) vitamin-vitamin larut lemak
(A, D, E, K) Kusnandar (2010). Kadar lemak tepung jewawut dari hasil analisis
penelitian ini sebesar 7,50% bk sesuai yang diteliti oleh Singh (2003) yaitu diatas
6%, tetapi lebih tinggi dari yang diteliti oleh Leder (2004) yaitu 2,04%. Ubi jalar
ungu juga mengandung lemak walaupun kadarnya sangat kecil. Berdasarkan hasil
analisis kadar lemak ubi jalar ungu dalam penelitian ini sebesar 0,78% bk lebih
tinggi dari hasil yang diteliti oleh Widjarnoko (2008) yaitu 0,43%. Kadar lemak
tepung terigu adalah 0,70%. Hasil analisis kadar lemak makaroni adalah 4,64%
bk lebih tinggi dari kadar lemak ubi jalar ungu dan terigu, tetapi lebih rendah dari
68
kadar lemak tepung jewawut. Terjadinya penurunan kadar lemak makaroni dari
tepung jewawut diduga karena adanya reaksi hidrolisis pada proses pengukusan
adonan dan reaksi oksidasi pada proses pengeringan makaroni. Menurut
Kusnandar (2010) reaksi hidrolisis lemak dapat terjadi bila ada air dan pemanasan
sedangkan reaksi oksidasi lemak dapat dipicu oleh adanya oksigen, enzim
peroksidase, cahaya, ion dan panas. Hidrolisis lemak dapat terjadi pada lemak
jenuh atau tidak jenuh. Reaksi hidrolisis dapat menyebabkan pemutusan ikatan
ester dan pelepasan asam lemak bebas, setiap pelepasan satu molekul asam lemak
bebas memerlukan satu molekul air. Kandungan lemak makaroni jewawut dan
ubi jalar ungu lebih tinggi dari standar SNI 01-3777-1995 maksimal 1,5% bb.
Protein merupakan makromolekul yang sangat penting karena
peranannya dalam sistem biologis, sebagai sumber nutrisi dan dapat
mempengeruhi kualitas pangan. Dalam proses pengolahan pangan protein dapat
mempengaruhi karakteristik produk pangan seperti pengentalan, pembentukan
gel, penstabilan emulsi, pembentukan flavor dan sebagainya. Hasil analisis kadar
protein tepung jewawut dalam penelitian ini adalah 13,04% bk lebih tinggi dari
hasil penelitian Nurmala (1997) dan Yanuar (2003). Ubi jalar ungu memiliki
kandungan protein yang tidak terlalu besar. Berdasarkan hasil analisis proksimat
yang dilakukan, ubi jalar ungu memiliki kadar protein sebesar 8,08% bk lebih
tinggi dari yang diteliti oleh Susilawati dan Medikasari (2008). Kadar protein
tepung terigu adalah 12,22%. Hasil analisis kadar protein makaroni adalah
11,43% bk lebih tinggi dari kadar protein ubi jalar ungu tetapi lebih rendah dari
kadar potein tepung jewawut dan terigu. Penyebab rendahnya kadar protein
makaroni dari kadar protein tepung jewawut dan terigu diduga karena protein
mengalami denaturasi oleh panas pada proses pengukusan adonan dan
pengeringan makaroni, sehingga terjadi kerusakan protein. Kemungkinan lain
adalah terjadinya reaksi Maillard (pencoklatan non enzimatis) yaitu reaksi yang
terjadi antara gugus amin bebas dari asam amino (protein) dengan gula pereduksi
dari karbohidrat. Reaksi Maillard dapat dipicu selama proses pengolahan suhu
tinggi seperti pemasakan, pengukusan, penyangraian, penggorengan dan lain-lain.
Kadar protein makaroni sudah sesuai standar SNI 01-3777-1995 minimal 10% bb.
69
Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi dalam tubuh manusia.
Karbohidrat berperan sebagai ingredien penting dalam berbagai proses
pengolahan pangan karena selain sebagai sumber energi karbohidrat juga dapat
sebagai pembentuk tekstur, pemanis, penstabil dan lain-lain. Kadar karbohidrat
diasumsikan sebagai kandungan selain air, abu, protein dan lemak. Kadar
karbohidrat tepung jewawut dari hasil analisis proksimat pada penelitian ini
adalah 76,49% bk lebih tinggi dari yang diteliti oleh Leder (2004) tetapi lebih
rendah dari yang diteliti oleh Yanuar (2009). Kadar karbohidrat ubi jalar ungu
adalah 88,44% bk lebih tinggi dari yang diteliti oleh (Susilawati dan Medikasari
2008). Kadar karbohidrat tepung terigu adalah 76,10%. Kadar karbohidrat
makaroni adalah 80,67% bk lebih tinggi dari kadar karbohidrat tepung jewawut
dan terigu tetapi lebih rendah dari ubi jalar ungu. Penyebab rendahnya kadar
karbohidrat makaroni dari ubi jalar ungu diduga karena adanya reaksi Maillard.
Serat pangan adalah golongan karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh
enzim pencernaan sehingga tidak dapat diabsorpsi. Serat pangan terbagi dua yaitu
serat pangan terlarut dan serat pangan tidak terlarut. Serat pangan larut bersifat
hipoglikemik dan hipokolesterolemik serta dapat berfungsi sebagai prebiotik bagi
mikloflora usus, sedangkan serat pangan tidak terlarut bersifat laktasif sehingga
dapat mengurangi resiko pembentukan kanker saluran pencernaan. Sebaiknya
perbandingan konsumsi serat pangan tidak terlarut dengan serat pangan terlarut
untuk orang dewasa sehat adalah 3 : 1 ( Muchtadi 2009). Hasil analisis kadar
serat kasar tepung jewawut dalam penelitian ini adalah 6,88% bk lebih tinggi dari
yang diteliti oleh Nurmala (1997). Kandungan serat kasar ubi jalar ungu adalah
8,61% bk lebih tinggi dari yang diteliti oleh Susilawati dan Medikasari (2008).
Ubi jalar secara umum terkenal dengan kandungan seratnya yang bermanfaat
sebagai prebiotik. Shreve et al. (1977) melaporkan bahwa serat kasar pada umbi
umumnya mengandung komponen sellulosa dan lignin. Kadar serat kasar tepung
terigu adalah 0,71%. Kadar serat kasar makaroni jewawut dan ubi jalar ungu
adalah 6,88% bk sama dengan kadar serat kasar pada tepung jewawut, lebih tinggi
dari terigu tetapi lebih rendah dari ubi jalar ungu. Rendahnya serat kasar pada
produk makaroni dari ubi jalar ungu diduga karena adanya proses pengupasan
kulit ubi jalar pada saat pembuatan produk.
70
2.5 Aktivitas antioksidan
Antioksidan didefinisikan sebagai inhibitor yang bekerja menghambat
oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal
bebas tak reaktif yang relatif stabil (Pokorny et al. 2008). Pengukuran aktivitas
antioksidan pada penelitian ini dimaksudkan untuk melihat aktivitas antioksidan
pada tepung jewawut dan ubi jalar ungu sebelum dan sesudah dibuat produk
makaroni. Asam askorbat digunakan sebagai standar dimana hasil analisis dibaca
sebagai mg vitamin C eqivalen/kg sampel (Lampiran 40). Nilai rata-rata dari dua
kali ulangan aktivitas antioksidan tepung jewawut, ubi jalar ungu dan makaroni
dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22 Aktivitas antioksidan pada tepung jewawut, ubi jalar ungu dan
makaroni.
Berdasarkan hasil analisis antioksidan pada penelitian ini diketehui
bahwa tepung jewawut memiliki nilai aktivitas antioksidan 530,75 mg vitamin C
eq/kg tepung jewawut, merupakan nilai terendah dibanding ubi jalar ungu dan
makaroni. Hasil aktivitas antioksidan tepung jewawut dalam penelitian ini lebih
rendah dari hasil penelitian Yanuar (2009) aktivitas antioksidan biji jewawut
sosoh 100 detik adalah 534 mg vitamin C eq/kg biji. Rendahnya aktivitas
antioksidan tepung jewawut tersebut diduga disebabkan pada saat proses
penepungan ada bagian biji jewawut yang tidak dapat dihancurkan oleh mesin
530.75
1188.19
661.25
0
200
400
600
800
1000
1200
Tepung jewawut Ubi jalar ungu Makaroni
Ak
tivit
as
an
tiok
sid
an
(mg v
it. C
eq
/kg s
am
pel
)
71
penepung dan tidak lolos ayakan 100 mesh, sehingga bagian yang tidak lolos
tersebut dibuang. Aktivitas antioksidan pada tepung jewawut diduga berasal dari
betakaroten dan flavonoid berupa tanin, asam fitat dan asam fenolat yang pada
umumnya terdapat pada bagian kulit dan perikap. Komponen ini merupakan
penghambat oksidasi biologis sehingga dapat mengurangi resiko penyakit
kardiovaskuler, kanker dan efek penuaan (Siwela et al. 2007).
Hasil analisis aktivitas antioksidan pada ubi jalar ungu dalam penelitian
ini adalah 1188,19 mg vitamin C eq/kg ubi jalar ungu, merupakan nilai tertinggi
dibanding dari jewawut dan makaroni. Aktivitas antioksidan dari ubi jalar ungu
diduga berasal dari pigmen antosianin. Menurut Stein 1999 dan Ling 2001 dalam
Jawi et al. 2008 makanan yang mengandung antosianin bila dikonsumsi secara
rutin dapat mengurangi kepekaan tubuh terhadap pengaruh Low density
Lipoprotein (LDL) dan terhadap pengaruh radikal bebas. Pigmen antosianin
merupakan salah satu jenis flavonoid yang penting dan memiliki efek yang
menguntungkan terhadap sel-sel pada mamalia terutama sebagai antioksidan.
Antosianin memiliki potensi biologis dan fungsi farmakologis seperti antioksidatif
(Shih et al. 2007) antiinflamatori (Karlsen et al. 2007) antitumor (Shih et al.
2005) dan kemampuan menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler (Prior dan Wu
2006).
Hasil analisis aktivitas antioksidan pada makaroni adalah 661,25 mg
vitamin C eq/kg makaroni, lebih tinggi dari aktivitas antioksidan tepung jewawut
tetapi lebih rendah dari ubi jalar ungu. Rendahnya aktivitas antioksidan makaroni
dari ubi jalar ungu diduga karena adanya proses pemanasan. Pengolahan terhadap
ubi jalar ungu menyebabkan penurunan antosianin. Kerusakan antosianin sekitar
10-30% terjadi pada ubi ungu varietas Ayamurasaki akibat penggorengan dan
pengukusan (Widjanarko 2008).
3 Perubahan Organoleptik dan Fisik pada Penyimpanan Makaroni
Jewawut, Ubi Jalar Ungu dan Terigu pada Suhu Ruang
Masa simpan suatu produk adalah batas waktu penyimpanan suatu
produk sampai produk tersebut mengalami penurunan kualitas sensori dan fisik
yang sudah tidak dapat diterima oleh konsumen. Penentuan umur simpan suatu
produk dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu : (1) menyimpan produk sampai
72
rusak, (2) berdasarkan pustaka (3) ASLT adalah pengujian masa simpan yang
dipercepat contoh dengan menggunakan metode Arrhenius. Pengujian
penyimpanan makaroni dalam penelitian ini dilakukan dengan uji hedonik dan uji
fisik selama 5 minggu.
3.1 Uji hedonik
Uji hedonik dilakukan pada makaroni mentah dan matang dengan jumlah
panelis sebanyak 40 orang. Pada makaroni mentah parameter yang diuji adalah
warna dan bentuk sedang pada makaroni matang parameter yang diuji adalah
warna, bentuk, kekenyalan, aroma dan rasa.
Hasil ANOVA terhadap data hedonik (Lampiran 55 dan 56) dari warna dan
bentuk makaroni mentah ulangan 1 dan ulangan 2 menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang nyata (p<0,05) selama 5 minggu penyimpanan makaroni. Data
hasil analisis penyimpanan makaroni mentah dapat dilihat pada Gambar 23. Dari
gambar tersebut terlihat bahwa tingkat kesukaan panelis pada warna dan bentuk
makaroni mentah tidak banyak mengalami perubahan dari minggu ke-0 sampai
minggu ke-5, berarti produk makaroni masih layak untuk disimpan selama 5
minggu.
Gambar 23 Rata-rata nilai hedonik makaroni mentah yang disimpan selama 5
minggu.
1
2
3
4
5
6
7
0 1 2 3 4 5
Nil
ai
hed
on
ik
Lama penyimpanan (minggu)
Warna
Bentuk
Parameter
73
Hasil ANOVA terhadap data hedonik (Lampiran 57, 58, 59, 60 dan 61)
makaroni matang ulangan 1 dan ulangan 2 dari semua parameter yang diuji
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata (p<0,05) selama 5 minggu
penyimpanan makaroni. Data hasil analisis penyimpanan makaroni matang dapat
dilihat pada Gambar 24. Dari gambar tersebut terlihat bahwa tingkat kesukaan
panelis pada warna, bentuk, kekenyalan, aroma dan rasa makaroni matang tidak
banyak mengalami perubahan dari minggu ke-0 sampai minggu ke-5 berarti
produk makaroni masih layak untuk disimpan selama 5 minggu.
Gambar 24 Rata-rata nilai hedonik makaroni matang yang disimpan selama 5
minggu.
3.2 Uji fisik
1 Warna
Pengujian warna pada tahap penyimpanan dilakukan pada makaroni
mentah dan matang dengan menggunakan alat chromameter. Tujuan pengamatan
ini untuk melihat pengaruh lingkungan penyimpanan seperti suhu, cahaya dan
lain-lain terhadap perubahan warna makaroni. Parameter yang diamati adalah
nilai L*, a*, b* dan ºHue. Hasil ANOVA terhadap nilai L*, a*, b* dan ºHue
makaroni mentah ulangan 1 dan ulangan 2 (Lampiran 68) menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan yang nyata (p<0,05) selama lima minggu penyimpanan
1
2
3
4
5
6
7
0 1 2 3 4 5
Nil
ai
hed
on
ik
Lama penyimpanan (minggu)
Warna
Bentuk
Kekenyalan
Aroma
Rasa
Parameter
74
makaroni. Data nilai L*, a*, b* dan ºHue pada penelitian ini disajikan pada
Gambar 25. Dari gambar tersebut terlihat bahwa nilai L*, a*, b* dan °Hue pada
makaroni mentah tidak banyak mengalami perubahan dari minggu ke-0 sampai
minggu ke-5 berarti produk makaroni masih layak untuk disimpan selama 5
minggu.
Gambar 25 Rata-rata nilai L*, a*, b* dan °Hue makaroni mentah yang disimpan
selama 5 minggu.
Hasil ANOVA terhadap nilai L*, a*, b* dan ºHue makaroni matang
ulangan 1 dan ulangan 2 (Lampiran 68) menunjukkan bahwa nilai L* dan b* tidak
berbeda nyata (p<0,05) selama lima minggu penyimpanan makaroni. Sedangkan
nilai a* dan ºHue terdapat beda nyata (p<0,05) selama lima minggu penyimpanan
makaroni. Data tentang nilai L*, a*, b* dan ºHue pada penelitian makaroni
matang disajikan pada Gambar 26. Berdasarkan gambar tersebut menunjukkan
bahwa meskipun nilai a* dan ºHue berbeda nyata tetapi tidak mempengaruhi
standar mutu makaroni dan warnanya masih menunjukkan pengelompokkan
kisaran warna merah. Adanya perbedaan nilai a* dan ºHue pada penyimpanan
selama lima minggu mungkin hanya disebabkan pada proses perebusan makaroni
saja. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa produk makaroni masih
layak untuk disimpan selama 5 minggu.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0 1 2 3 4 5
Nil
ai
chro
mam
eter
Lama penyimpanan (minggu)
L*
a*
b*
ºHue
Parameter
75
Gambar 26 Rata-rata nilai L*, a*, b* dan °Hue makaroni matang yang disimpan
selama 5 minggu. Grafik yang diberi huruf berbeda menunjukkan
produk berbeda nyata taraf uji 5% (Duncan), sedang yang tidak
diberi huruf berarti tidak berbeda pada taraf signifikan 0,05.
4 Tekstur
Pengamatan tekstur pada tahap penyimpanan dilakukan pada makaroni
mentah dan matang dengan menggunakan texture analyzer. Tujuannya untuk
melihat pengaruh lingkungan terutama kelembaban terhadap perubahan tekstur
makaroni selama penyimpanan. Pada makaroni mentah parameter tekstur yang
diukur adalah kekerasan, sedang pada makaroni matang parameter tekstur yang
diukur adalah kekerasan dan kelengketan. Hasil ANOVA terhadap nilai
kekerasan makaroni mentah ulangan 1 dan ulangan 2 dengan pengukuran texture
analyzer (Lampiran 75) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata
(p<0,05) selama lima minggu penyimpanan makaroni. Data nilai kekerasan
makaroni mentah pada penelitian ini disajikan pada Gambar 27.
bc bc bc a
c b
a a
bc
d
b c
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
0 1 2 3 4 5
Nil
ai
chro
mam
eter
Lama penyimpanan (minggu)
L*
a*
b*
ºHue
Parameter
76
Gambar 27 Rata-rata nilai kekerasan (hardness) pada makaroni mentah yang
disimpan selama lima minggu.
Hasil ANOVA terhadap nilai kekerasan dan kelengketan makaroni
matang ulangan 1 dan ulangan 2 dengan pengukuran texture analyzer (Lampiran
75) menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (p<0,05) dari kedua parameter
tersebut selama lima minggu penyimpanan makaroni. Data nilai kekerasan dan
kelengketan makaroni matang pada penelitian ini disajikan pada Gambar 28.
Adanya perbedaan nilai kekerasan dan kelengketan dari minggu ke-0 sampai
minggu ke-5 diduga hanya disebabkan pada proses perebusan makaroni saja.
Adanya perbedaan kematangan akibat dari pemanasan dari nyala api kompor yang
berbeda serta perbedaan kecepatan pengangkatan makaroni dari air perebusan
dapat mempengaruhi nilai kekerasan dan kelengketan. Semakin matang maka
semakin lembek dan kelengketannya cenderung semakin rendah. Meskipun
terdapat perbedaan kekerasan dan kelengketan selama lima minggu dalam
penyimpanan namun perbedaan tersebut dianggap tidak mempengaruhi kualitas
makaroni. Oleh karena itu berdasarkan hasil analisis tekstur makaroni mentah dan
matang dapat dikatakan bahwa produk makaroni jewawut dan ubi jalar ungu
masih layak untuk disimpan selama lima minggu.
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
0 1 2 3 4 5
Nil
ai
kek
era
san
/ha
rdn
ess
(gf)
Lama penyimpanan (minggu)
77
Gambar 28 Rata-rata nilai kekerasan (hardness) dan kelengketan (stickiness)
pada makaroni matang yang disimpan selama lima minggu. Tanda
berbeda menunjukkan produk berbeda nyata pada taraf uji 5%
(Duncan).
5 Kadar air
Kadar air dapat menggambarkan kualitas suatu produk pangan. Produk
pangan kering seperti kerupuk, makaroni, mie kering, permen, biskuit
mengandung air yang rendah, namun dapat terjadi peningkatan air melalui
penyerapan air dari lingkungan. Peningkatan kandungan air dalam pangan
tersebut dapat menjadi indikasi penurunan mutu. Penurunan mutu ini dapat
diartikan bahwa produk pangan sudah mencapai batas umur simpannya karena
sudah melewati batas kritis kadar airnya (Kusnandar 2010).
Pengamatan kadar air pada penyimpanan makaroni dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara mengukur kadar air makaroni setiap minggu mulai dari
minggu ke-0 sampai minggu ke-5. Hasil ANOVA terhadap kadar air makaroni
ulangan 1 dan ulangan 2 (Lampiran 77) menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
nyata (p<0,05) selama lima minggu penyimpanan makaroni. Data kadar air
makaroni selama dalam penyimpanan disajikan pada Gambar 29.
b
b b
b
a
b
cd d
b bc
a b
0.00
500.00
1000.00
1500.00
2000.00
2500.00
3000.00
3500.00
0 1 2 3 4 5
Nil
ai
kek
erasa
n/k
ele
ngk
etan
(gf)
Lama penyimpanan (minggu)
Kekerasan Kelengketan (nilai negatif)
78
Gambar 29 Rata-rata kadar air makaroni yang disimpan selama lima minggu.
Tanda berbeda menunjukkan produk berbeda nyata taraf uji 5%
(Duncan).
Berdasarkan gambar tersebut nampak bahwa kadar air makaroni selama
penyimpanan naik turun, namun peningkatan dari kadar air tersebut tidak sampai
melampaui batas maksimum standar mutu produk. Peningkatan dan penurunan
kadar air makaroni diduga dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan penyimpanan.
Adanya peningkatan kelembaban lingkungan misalnya musim hujan maka kadar
air makaroni juga meningkat. Sebaliknya kelembaban lingkungan rendah
misalnya musim kemarau kadar air makaroni juga turun. Keadaan demikian
biasanya berlaku pada produk pangan yang bersifat higroskopis. Berdasarkan
pengamatan dalam penelitian makaroni yang diletakkan tanpa kemasan pada suhu
ruang selama ± 6 jam teksturnya menjadi lembek. Dari hasil penelitian ini dapat
diketahui bahwa untuk memperpanjang masa simpan produk makaroni jewawut
dan ubi jalar ungu pengemasan dan lingkungan penyimpanan perlu diperhatikan.
Dari seluruh hasil analisis penyimpanan produk makaroni jewawut dan
ubi jalar ungu selama lima minggu baik dari uji hedonik maupun uji fisik
menunjukkan bahwa produk makaroni yang dikemas dalam plastik polipropilen
(PP) dan ditempatkan pada suhu ruang masih layak untuk disimpan selama lima
minggu.
c
b
d
a
b
e
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 1 2 3 4 5
Ka
da
r a
ir (
%)
Lama penyimpanan (minggu)
79
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil uji hedonik pada makaroni mentah dan matang serta
pertimbangan teknik dan mutu produk maka formulasi makaroni terbaik yang
dipilih adalah formulasi F2 (40% jewawut : 50% ubi jalar ungu : 10% terigu)
karena lebih mudah dikerjakan dalam pembuatannya.
Berdasarkan hasil uji hedonik, pada pengukusan adonan selama sepuluh
menit memiliki nilai rating hedonik tertinggi. Dengan demikian lama pengukusan
adonan makaroni jewawut dan ubi jalar ungu yang terbaik adalah 10 menit.
Berdasarkan hasil uji hedonik dan uji fisik makaroni jewawut dan ubi
jalar ungu yang dikemas dalam plastik polipropilen (PP) dan disimpan pada suhu
ruang selama lima minggu menunjukkan bahwa makaroni pada uji fisik
mengalami perubahan antara lain : (1) warna pada makaroni matang yaitu nilai a
dan ºHue, tetapi warna makaroni masih berada pada kisaran warna merah, (2)
kekerasan dan kelengketan pada makaroni matang dan (3) kadar air. Meskipun
mengalami perubahan nilai yang naik turun tetapi makaroni tersebut masih
memenuhi standar mutu, dengan demikian masa simpan produk tersebut bisa
lebih dari lima minggu. Untuk memperpanjang masa simpan makaroni jewawut
dan ubi jalar ungu pengemasan dan lingkungan penyimpanan perlu diperhatikan,
karena produk tersebut bersifat higroskopis.
Saran
Perlu adanya penelitian lanjutan untuk memperbaiki kualitas terutama
rasa makaroni jewawut dan ubi jalar ungu sehingga produk ini dapat bersaing
dengan produk makaroni yang sudah ada di pasaran. Disamping itu, perlu adanya
penelitian lanjutan tentang manfaat produk makaroni jewawut dan ubi jalar ungu
terhadap kesehatan manusia seperti penyakit diabetes, kanker, hipertensi dan
kardiovaskuler baik secara in vitro maupun secara in vivo.
80
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1995. Methods of Analysis of the Association of Official of Analitical
Chemist. AOAC, Inc, Washington DC.
Astawan M. 1999. Membuat Mie dan Bihun. PT. Penebar Swadaya.
Astawan M, Kasih A.L. 2008. Khasiat Warna Warni Makanan. PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Beleia A, Varriano-Marston E, Hoseney R.C. 1980. Characterization of Starch
From Pearl Millet. Cereal Chemistry 57 (5) : 300-303.
Chambers E., Wolf M.B. 1996. Sensory Testing Methods American Society for
Testing and Materials. West Conshohocken, PA.
Cho S.H, Choi Y, Hat Y. 2000. in Vitro and in Vivo Effect of Proso Millet Buck
Wheat and Shorgum on Cholesterol Metabolism
Collet I.J. 2004. Forage Sorghum and Millet. Agfact P2.5.41, third edition.
Departemen Pertanian. 2009. http;//www.deptan.go.id. (4 Agustus 2011).
Dykes L, Rooney L.W. 2006. Sorghum and Millet Phenols and Antioxidants.
Cereal Science. 44 (3):236-251.
Dykes L, Rooney LW. 2007. Phenolic Compounds in Cereal Grains and Their
Healty Benefits. AACC Cereal Food Word (52) 3: 105-111.
Fellows, PJ. 2000. Food Processing Technology. Principle and Practice. Ellis
Horwood, New York.
Hal, Van M. 2000. Quality of Sweet Potato Flour During Processing and
Storage. Food Rev. Int. 16 (1) : 1-37.
Haryadi. 2008. Teknologi Pengolahan Beras. Yokyakarta : Gajah Mada
University Press.
Hasym A, Yusuf M. 2008. Ubi Jalar Kaya Antosianin Pilihan Pangan Sehat.
www.puslitbangtan.co.id. 10 September 2011.
Hutchings J.B. 1999. Food Colour and Appearance 2nd
Edition. A. Chapman
and Hall Food Science Book, Aspen Publication, Inc. Gaithersburg
Maryland
Jawi I.M, Suprapta D.N, Subawa A.A.N. 2008. Ubi Jalar Ungu Menurunkan
Kadar MDA dalam Darah dan Hati Mencit setelah Aktifitas Fisik
Maksimal. Jurnal Veteriner Juni 2008 ISSN : 1411-8327, Vol. 9 No. 2 :
65-72 Universitas Udayana Bali.
Kano M, Takayanagi T, Harada K, Makino K, Ishikawa F. 2005. Antioxidative
Activity of Anthocyanins from Purple Sweet Potato Ipomoea batatas
Cultivar Ayamurasaki. J. Biosci Biotecnol, Biochem, 69 (5) : 979-988.
81
Karisen A, Retterstol L, Laake P, Paur I, Kjolsrud-Bohn S, Sandvik L,
Blomhoff R. 2007. Anthocyanins Inhibit Nuclear Factor-B Activation in
Monocytes and Reduce Plasma Concentrations of Pro-inflammatory
Mediators in Healthy Adults. J.Nutr. 137, 1951-1954.
Kubo I.N, Masuoka P, Xiao, Heraguchi. 2002. Antioxidant Activity of Dedocyl
Gallate. J Agr Food Chem 50 : 3533-3539.
Kusnandar F, Hariyadi P, Syamsir E. 2006. Prinsip Teknik Pangan Modul
Kuliah ITP, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Peertanian
Bogor.
Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat.
Koswara S. 2011. Produk Pasta, Beraneka Bentuk dan Rupa. Ebookpangan.com
Léder I. 2004, Sorghum and Millet in Cultivated Plants, Primarily as Food
Sources. [Ed. György Füleky], in Encyclopedia of Life Support Systems
(EOLSS), Developed Under the Auspices of the UNESCO, Eolss
Publishers, Oxford ,UK, [http://www.eolss.net].
Mayasari O. 2011. Pembuatan Serbuk Minuman Sereal Jewawut (Pannisetum
glaucum) Instan dan Uji Penerimaan Konsumennya. Skripsi, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Midwest Research Institute. 1995. Emission Factor Documentation for AP-42
Section 9.9.5. Pasta Manufacturing. The United States Environmental
Protection Agency.
Muchtadi M. 2009. Gizi Anti Penuaan Dini. Alfabeta, Bandung.
Nintami A.L, Rustanti N, 2012. Kadar Serat, Aktivitas Antioksidan, Amilosa dan
Uji Kesukaan Mi Basah dengan SubtitusiTepung Ubi Jalar Ungu (Ipomea
batatas var Ayamurasaki) Bagi Penderita Diabetes Melitus Tipe-2.
Journal of Nutrition College Volume I, Nomor I, Tahun 2012. Halaman
486-504. Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran Inuversitas
Diponegoro.
Nurmala T. 1997. Serealia. Jakarta: Rineka Cipta.
Olivieri J, Hauser C. 1997. Anaphylaxis to Millet. Wiley Interscience Article.
www.interscience.wiley.com. Diakses 11 Januari 2011
Oh. N.H.P.A, Seib. C.W, Deyou, A.B Ward. 1983. Noodles Measuring the
Textural Characteristikof Dry Noodles. Cereal Chemistry. 60 : 443-447.
Pagani M.A. 1985. Pasta Products from Non Convensional Raw Materials, P 52-
68. Di dalam Ch. Mercier and C. Centralelli (ed.). 1985. Pasta and
Extrusion Cooked Foods. Proceeding of an International Symposium Held
in Milan. Italy. 25-26 march 1985.
82
Pokorny J, Yanishlieva N, Gordon M. 2008. Antioxidants in Food : Practical
Application. Woodhead Publishing Limited. London.
Pomeranz (Ed). 1978. Prosiding Seminar Penelitian Pasca Panen Pertanian.
Balitbang Pertanian, Departemen Pertanian Bogor.
Prior R.L, Wu X.L. 2006. Anthocyanins Structural Characteristics that Result in
Unique Metabolic Patterns and Biological Activities. Free Radic. Res. 40,
1014-1028.
Rasper V.F, de Man J.M. 1980. Effect of Granule Size of Subtituted Starches on
the Rheological Character of Composite Doughs. Cereal Chen. 57 : 331-
340.
Rauf A.W, Lestari M.S. 2009. Pemanfaatan Komoditas Pangan Lokal sebagai
Sumber Pangan Alternatif di Papua. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua.Rosenthal A,J. 1999. Food Texture. Measurement and Perception.
Maryland : Aspen Publication.
Reddy V.P, Faubin J.M, Hoseney R.C. 1986. Odor generation in ground, stored
pear millet. Journal Cereal Chemistry, 63:383-406.
Rooney L.W. 2005. Sorghum and Millet Food Research Failures and Successes
Overview. Texas: Food Science Faculty, Cereal Quality Laboratory, Soil
and Crop Science Dept, Texas A&M Univ, College Station.
Rooney L.W, Serna S. 2000. Handbook of Cereal Science and Technology.
Marcel Dekker. New York. 149–175.
Rooney T.K, Rooney L.W, Lupton J.R. 1992. Physiological Characteristics of Shorgum and Millet Bran in the Rat Model. Journal Cereal Food World ,
37(1) : 782-786.
Rosenthal AJ. 1999. Food Texture: Measurement and Perception. Maryland:
Aspen Publication
Sari I. 2010. Pembuatan Mie Instan dari Tepung Komposit Biji-Bijian. Skripsi.
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sabirin, Kusarpoko M.B, Triwiyono B, Pramana Y.S, Putranto A.M. 2012.
Modifikasi Tepung Sorgum untuk Substitusi Tepung Gandum sebagai
Bahan Baku Industri Pangan Olahan (Noodle dan Cookies). Laporan
Hasil Penelitian dan Pengembangan, Kekayaan Intelektual, dan Hasil
Pengelolaannya. Balai Besar Teknologi Pati Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi 2012. (20 Desember 2012).
Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari M.P. 2010. Analisis Sensori untuk Industri
Pangan dan Agro. IPB Press.
Shih P.H, Yeh C.T, Yen G.C. 2005. Effects of Anthocyanidin on the Inhibition of
Proliferation and Induction of Apoptosis in Human Gastric
Adenocarcinoma Cells. Food Chem Toxicol 43. 1557-1566.
83
Shih P.H, Yeh C.T, Yen G.C. 2007. Anthocyanins Induce the Activation of Phase
II Enzymes Through the Antioxidant Response Element Pathway Against
Oksidative Stress-Induced Apoptosis. J. Agric Food chem. 55, 9427-9435.
Shreve R.N, Brink J.K. 1977. Chemical Process Industries. Mc. Graw Hill
Book Co. Auckland
Singgih S, Suherman O, Mas’ud S, Zairin M. 2006. Keberadaan Plasma Nutfah
Sorgum dan Pemanfaatannya di Kawasan Lahan Kering Pulau Lombok.
www.google/search/plasma nuftah sorgum.pdf Tanggal 11 Januari 2011.
Singh V, Moreau R.A, Hicks K.B. 2003. Yield and Phytosterol Composition of
Oil Extracted from Grain Sorghum and its Wet-Millet Fractions. Cereal
Chemis 80 (2): 126–129.
Siwela M, Taylor J.R.N, de Milliano W.A.J, Duodu K.G, 2007. Occurrence and
Location of Tannins in Finger Millet Grain and Antioxidant Activity of
Different Grain Types. Journal Cereal Chem. 84(2) : 169-174.
Suda I.T, Oki M, Masuda M, Kobayashi Y, Nishiba, Furuta S. 2003. Physiological
Functionality of Purple-Fleshed Sweet Potatoes Containing Anthocyanins and
Their Utilization in Foods. JARQ, Vol. 37(3) : 167-173
Suherman O, Zairin M, Awaluddin. 2006. Keberadaan dan Pemanfaatan Plasma
Nutfah Jewawut di Kawasan Lahan Kering Pulau Lombok. Laporan
Tahunan Pusat Penelitian Serealia Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Maros.
Suherman O, Zairin M, Awaluddin. 2009. Keberadaan dan Pemanfaatan Plasma Nutfah Jewawut di Kawasan Lahan Kering Pulau Lombok.
http://medicafarma.blogspot.com/2008/11/ekstraksi.html. 11 Januari 2011
Stanciau, Gabriela, Lupsor S, Sava C, Zagan S. 2010. Spectrophotometric Study
on Stability of Anthocyanins Extracts From Black Grapes Skins. Ovidius
University Annals of Chemistry Volume 21. Number 1, pp. 101-104.
Susilawati, Medikasari. 2008. Kajian Formulasi Tepung Terigu dan Tepung dari
berbagai Jenis Ubi Jalar sebagai Bahan Dasar Pembuatan Biskuit Non-
Flaky Crackers. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II 2008.
Universitas Lampung, 17-18 November 2008.
Terahara N, Konezak I, Ono H, Yoshimoto M, Yamakawa O, 2004.
Characterization of Acylated Anthocyanins in Callus Induced from
Storage Root of Purple-Fleshed Sweet Potato (Ipomoea batatas). J. of
Biomedicine and Biotechnology 5 : 279-286.
Widjanarko S. 2008. Efek Pengolahan terhadap Komposisi Kimia dan Fisik Ubi
Jalar Ungu dan Kuning. http;//simonbwidjanarko.wordpress.com/. (10
September 2011).
84
Widodo Y. 1989. Prospek dan Strategi Pengembangan Ubi Jalar sebagai
Sumber Devisa. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 8(4) : 83-
88.
Widowati 2009. Tepung Aneka Umbi sebuah Solusi Ketahanan Pangan. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Jakarta.
Winarno F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama
Jakarta.
Winarti S, Sarofa U, Anggrahini D. 2008. Ekstraksi dan Stabilitas Warna Ubi
Jalar Ungu (Ipomoea babatas L.) sebagai Pewarna Alami. Jurnal Teknik
Kimia, Vol 3, No.1 September 2008. Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Industri, UPN “Veteran” Jatim.
Yanuar W. 2009. Aktivitas Antioksidan dan Imunomodulator Serealia Non-
Beras. (Tesis). Bogor, Sekolah Pasca Sarjana IPB.
85
LAMPIRAN - LAMPIRAN
88
Lampiran 3 Formulir isian uji hedonik makaroni mentah
Uji Hedonik
Nama Panelis :
Produk : Makaroni jewawut dan ubi jalar ungu mentah
Tanggal :
Komentar :
Instruksi : Dihadapan anda terdapat 6 (enam) sampel makaroni
jewawut dan ubi jalar ungu mentah. Kriteria yang dinilai
adalah warna dan bentuk. Mohon untuk memberikan
penilaian dengan memberikan tanda ( ) pada pernyataan
sesuai dengan penilaian anda.
1. Warna
Skala
Hedonik
Kode sampel
01 02 03 04 05 06
Sangat tidak suka
Tidak suka
Agak tidak suka
Netral
Agak suka
Suka
Sangat suka
2. Bentuk
Skala
Hedonik
Kode sampel
01 02 03 04 05 06
Sangat tidak suka
Tidak suka
Agak tidak suka
Netral
Agak suka
Suka
Sangat suka
89
Lampiran 4 Formulir isian uji hedonik makaroni matang
Uji Hedonik
Nama Panelis :
Produk : Makaroni jewawut dan ubi jalar ungu matang
Tanggal :
Komentar :
Instruksi : Dihadapan anda terdapat 6 (enam) sampel makaroni jewawut dan
ubi jalar ungu matang. Kriteria yang dinilai adalah warna,
bentuk, kekenyalan, aroma dan rasa. Mohon untuk memberikan
penilaian dengan memberikan tanda ( ) pada pernyataan sesuai
dengan penilaian anda.
1. Warna
Skala
Hedonik
Kode sampel
01 02 03 04 05 06
Sangat tidak suka
Tidak suka
Agak tidak suka
Netral
Agak suka
Suka
Sangat suka
2. Bentuk
Skala
Hedonik
Kode sampel
01 02 03 04 05 06
Sangat tidak suka
Tidak suka
Agak tidak suka
Netral
Agak suka
Suka
Sangat suka
90
3. Kekenyalan
Skala
Hedonik
Kode sampel
01 02 03 04 05 06
Sangat tidak suka
Tidak suka
Agak tidak suka
Netral
Agak suka
Suka
Sangat suka
4. Aroma
Skala
Hedonik
Kode sampel
01 02 03 04 05 06
Sangat tidak suka
Tidak suka
Agak tidak suka
Netral
Agak suka
Suka
Sangat suka
5. Rasa
Skala
Hedonik
Kode sampel
01 02 03 04 05 06
Sangat tidak suka
Tidak suka
Agak tidak suka
Netral
Agak suka
Suka
Sangat suka
91
Lampiran 5 Data penetrasi panas pada F1 selama 10 menit
Waktu Suhu adonan (ºC) Rata-
rata (menit) U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9
0 30,00 30,00 30,00 30,00 29,44 29,44 29,44 28,33 28,89 29,51
1 30,56 30,56 30,00 30,00 30,00 29,44 30,00 28,33 28,89 29,75
2 30,56 30,56 30,56 30,00 30,00 30,56 32,78 29,44 29,44 30,43
3 30,56 31,11 30,56 30,56 37,78 34,44 38,33 32,78 32,22 33,15
4 31,11 31,67 31,11 30,56 44,44 40,56 44,44 37,22 36,11 36,36
5 32,78 32,78 32,22 31,67 51,11 46,67 51,11 43,33 41,11 40,31
6 36,11 36,11 35,56 33,89 58,33 53,33 56,67 49,44 47,22 45,19
7 40,56 40,00 40,56 38,33 64,44 60,00 63,33 56,11 51,11 50,49
8 45,56 45,00 45,56 42,78 70,00 65,00 68,33 62,78 59,44 56,05
9 51,67 50,00 50,56 47,22 75,00 70,56 73,33 68,33 65,56 61,36
10 56,67 58,33 56,11 52,78 78,89 74,44 76,67 72,78 69,44 66,23
Lampiran 6 Data penetrasi panas pada F2 selama 10 menit
Waktu Suhu adonan ºC Rata-
rata (menit) U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8
0 32,22 32,22 32,22 32,22 29,44 29,44 30,00 28,33 30,76
1 32,22 32,22 32,22 32,22 29,44 29,44 30,00 28,33 30,76
2 32,78 32,22 32,22 32,22 29,44 29,44 30,00 28,89 30,90
3 35,56 33,89 34,44 34,44 29,44 29,44 30,56 31,11 32,36
4 42,78 38,89 38,89 41,11 30,00 31,11 32,78 36,11 36,46
5 52,78 46,11 47,22 51,11 31,67 36,11 36,67 42,22 42,99
6 61,67 55,00 56,11 61,11 35,56 41,11 41,67 48,89 50,14
7 70,00 63,89 65,56 70,56 40,00 47,78 47,22 56,11 57,64
8 77,22 71,11 73,89 77,78 45,00 53,89 52,78 62,78 64,31
9 83,33 77,78 81,11 83,89 51,11 60,00 58,33 68,33 70,49
10 87,22 83,33 86,11 88,33 56,11 65,56 64,44 73,33 75,56
92
Lampiran 7 Data penetrasi panas pada F3 selama 10 menit
Waktu suhu adonan (ºC) Rata-
rata (menit) U1 U2 U3 U4 U5 U6
0 30,00 30,00 30,00 30,56 30,56 30,56 30,28
1 30,00 30,00 30,56 30,56 31,11 30,56 30,46
2 30,00 30,00 30,56 30,56 31,11 31,11 30,56
3 30,00 30,00 31,11 31,11 31,67 31,67 30,93
4 31,67 31,11 34,44 33,33 33,89 33,89 33,06
5 35,56 35,00 40,56 38,33 38,33 38,89 37,78
6 43,33 42,22 47,22 44,44 45,00 45,00 44,54
7 52,78 51,11 55,56 51,67 53,33 52,22 52,78
8 62,78 60,56 62,78 58,89 61,67 59,44 61,02
9 71,67 68,89 69,44 65,56 68,89 66,11 68,43
10 79,44 75,56 75,00 75,00 71,67 74,44 75,19
Lampiran 8 Data penetrasi panas pada F4 selama 10 menit
Waktu Suhu adonan (ºC) Rata-
rata (menit) U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 U11
0 30,56 30,00 30,56 30,56 30,56 30,56 30,56 30,00 29,44 30,56 29,44 30,25
1 30,56 30,56 30,56 30,56 31,11 30,56 30,56 30,00 29,44 30,56 30,00 30,40
2 30,56 30,56 31,11 31,11 31,11 30,56 30,56 30,56 30,00 30,56 30,00 30,61
3 30,56 31,11 32,78 31,67 32,22 31,11 31,11 31,11 33,33 30,56 32,78 31,67
4 33,33 33,89 38,89 34,44 35,00 33,33 34,44 33,89 37,22 33,89 38,33 35,15
5 38,33 40,56 50,56 41,11 42,22 38,33 39,44 38,89 43,33 37,78 45,56 41,46
6 47,22 48,33 60,56 49,44 53,33 45,00 46,11 46,11 51,67 43,89 53,89 49,60
7 57,78 58,89 71,11 58,89 65,00 53,33 57,78 54,44 57,78 50,56 60,56 58,74
8 68,33 67,78 78,33 67,22 75,56 58,89 61,11 61,67 65,00 57,78 68,33 66,36
9 77,22 76,11 83,89 74,44 82,78 65,56 66,67 68,33 71,11 64,44 73,89 73,13
10 84,44 87,78 88,33 81,11 91,67 71,11 71,67 74,44 74,44 70,56 78,33 79,44
93
Lampiran 9 Data penetrasi panas pada F5 selama 10 menit
Waktu Suhu adonan (ºC) Rata-
rata (menit) U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9
0 28,33 27,78 28,33 28,89 28,89 28,33 28,33 27,78 28,89 28,40
1 29,44 27,78 33,89 29,44 28,89 28,33 28,33 27,78 28,89 29,20
2 45,56 31,67 47,78 29,44 29,44 29,44 28,33 27,78 28,89 33,15
3 47,22 38,89 59,44 34,44 29,44 31,67 30,00 27,78 29,44 36,48
4 53,89 46,67 67,78 38,89 30,56 36,67 33,33 30,00 30,56 40,93
5 62,78 54,44 73,33 46,67 33,33 43,89 36,11 33,89 33,33 46,42
6 70,00 63,33 78,89 56,67 38,89 51,67 45,00 40,00 37,78 53,58
7 76,11 70,00 82,78 65,00 45,56 58,89 48,89 47,22 44,44 59,88
8 81,67 77,22 86,11 72,22 52,22 65,00 53,33 54,44 51,67 65,99
9 85,56 81,67 87,78 78,89 59,44 70,00 60,00 61,67 58,89 71,54
10 88,33 86,67 91,67 83,89 66,11 75,00 66,67 68,33 65,00 76,85
Lampiran 10 Data penetrasi panas pada F6 selama 10 menit
Waktu Suhu adonan (ºC) Rata-
rata (menit) U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9
0 29,44 29,44 30,00 30,00 30,00 29,44 30,00 30,00 27,78 29,57
1 30,00 30,00 30,00 30,00 30,00 29,44 30,00 30,00 27,78 29,69
2 31,67 31,11 30,00 32,22 30,00 30,00 30,00 30,56 27,78 30,37
3 35,00 33,89 31,11 36,67 30,56 33,89 30,56 31,11 27,78 32,28
4 40,00 41,67 34,44 41,67 32,22 36,67 32,22 33,33 30,00 35,80
5 46,11 45,00 37,78 47,78 36,67 45,56 35,00 37,22 33,89 40,56
6 52,78 51,67 43,33 55,00 42,22 49,44 40,56 43,33 40,00 46,48
7 59,44 57,78 48,89 60,56 49,44 53,89 46,67 50,00 47,22 52,65
8 65,00 63,89 55,56 68,33 56,11 60,56 53,33 57,78 54,44 59,44
9 70,56 70,56 61,11 73,33 62,78 66,11 59,44 63,89 61,67 65,49
10 75,00 74,44 66,11 77,78 68,33 71,11 65,00 68,89 68,33 70,56
95
Lampiran 12 Data hasil uji hedonik dari warna makaroni mentah pada Tahap I
Panelis Kriteria Kode Sampel
F1 F2 F3 F4 F5 F6
1 Warna 3 3 3 3 4 5
2 Warna 6 6 6 5 6 5 3 Warna 7 4 6 4 5 7
4 Warna 6 6 5 2 3 2
5 Warna 5 5 4 4 3 5
6 Warna 4 7 6 6 3 7 7 Warna 5 4 4 3 3 5
8 Warna 4 6 5 4 5 6
9 Warna 3 6 5 5 6 3
10 Warna 2 2 6 3 6 6 11 Warna 6 7 7 5 5 3
12 Warna 2 2 2 4 4 5
13 Warna 7 6 6 2 4 4
14 Warna 5 5 3 3 3 4 15 Warna 7 7 5 7 6 4
16 Warna 6 6 6 3 6 3
17 Warna 2 5 3 3 2 5 18 Warna 6 6 6 4 2 2
19 Warna 6 3 4 3 3 3
20 Warna 6 6 5 6 5 5
21 Warna 6 5 5 3 3 2 22 Warna 7 7 6 5 5 5
23 Warna 5 5 6 5 5 4
24 Warna 7 6 3 4 2 1
25 Warna 6 7 6 6 6 7 26 Warna 7 6 6 2 2 7
27 Warna 3 3 5 4 3 3
28 Warna 3 6 6 2 3 5
29 Warna 5 3 6 6 6 3 30 Warna 3 4 4 5 5 6
31 Warna 7 6 5 5 5 5
32 Warna 5 6 3 2 2 3
33 Warna 5 6 6 3 4 6 34 Warna 2 6 4 2 3 5
35 Warna 7 7 6 5 7 5
36 Warna 4 4 4 3 3 3
37 Warna 4 5 4 4 5 5 38 Warna 6 5 5 3 4 6
39 Warna 6 6 5 5 3 5
40 Warna 3 6 3 3 4 6
Total 199 211 195 156 164 181 Rata-rata 4,975 5,275 4,875 3,9 4,1 4,525
96
Lampiran 13 Data hasil uji hedonik dari bentuk makaroni mentah pada Tahap I
Panelis Kriteria Kode Sampel
F1 F2 F3 F4 F5 F6
1 Bentuk 3 5 4 4 5 5
2 Bentuk 6 6 6 6 6 6
3 Bentuk 6 6 6 6 6 6 4 Bentuk 3 6 5 5 6 6
5 Bentuk 4 4 4 4 4 4
6 Bentuk 4 6 6 6 5 6
7 Bentuk 4 4 4 4 4 4 8 Bentuk 6 6 6 6 6 6
9 Bentuk 4 4 4 4 4 4
10 Bentuk 6 6 6 6 6 6
11 Bentuk 7 6 7 5 5 5 12 Bentuk 2 2 2 4 4 5
13 Bentuk 7 6 7 2 6 6
14 Bentuk 5 5 5 5 5 5
15 Bentuk 6 6 6 6 6 6 16 Bentuk 5 5 5 5 5 5
17 Bentuk 4 4 4 4 4 4
18 Bentuk 4 4 4 4 4 4 19 Bentuk 6 6 6 6 6 6
20 Bentuk 6 6 5 6 5 5
21 Bentuk 6 5 6 5 2 5
22 Bentuk 6 6 6 6 6 6 23 Bentuk 6 6 6 6 6 6
24 Bentuk 5 4 3 3 1 1
25 Bentuk 6 7 6 6 5 7
26 Bentuk 3 6 6 3 6 7 27 Bentuk 2 6 6 5 5 5
28 Bentuk 6 6 6 6 6 6
29 Bentuk 7 7 7 7 7 7
30 Bentuk 6 6 6 6 6 6 31 Bentuk 5 6 6 6 6 7
32 Bentuk 3 5 4 4 3 4
33 Bentuk 5 5 6 4 4 6
34 Bentuk 6 6 6 6 6 6 35 Bentuk 7 7 7 6 7 6
36 Bentuk 6 6 6 6 6 6
37 Bentuk 4 4 4 4 6 6
38 Bentuk 4 4 4 4 4 4 39 Bentuk 6 7 5 5 6 5
40 Bentuk 5 3 3 3 4 6
Total 202 215 211 199 204 216 Rata-rata 5,05 5,375 5,275 4,975 5,1 5,4
97
Lampiran 14 Data hasil uji hedonik dari warna makaroni matang pada Tahap I
Panelis Kriteria Kode Sampel
F1 F2 F3 F4 F5 F6
1 Warna 6 5 2 4 6 3
2 Warna 2 2 6 5 5 3
3 Warna 6 7 5 4 4 3
4 Warna 6 6 4 4 2 5
5 Warna 6 2 2 3 3 2
6 Warna 5 2 3 3 3 6
7 Warna 3 4 3 3 5 4
8 Warna 6 6 5 3 3 2
9 Warna 3 5 3 4 2 3
10 Warna 3 2 2 5 3 5
11 Warna 5 6 3 3 2 6
12 Warna 6 6 2 4 5 2
13 Warna 3 5 5 4 5 4
14 Warna 6 6 5 2 6 2
15 Warna 7 7 6 5 4 5
16 Warna 5 6 4 4 3 6
17 Warna 7 6 3 5 2 5
18 Warna 6 6 2 5 3 4
19 Warna 5 5 3 3 6 6
20 Warna 6 6 6 3 3 5
21 Warna 6 7 3 5 4 7
22 Warna 3 3 4 4 6 6
23 Warna 7 7 6 6 6 5
24 Warna 6 5 6 4 5 3
25 Warna 5 2 5 5 3 2
26 Warna 6 6 3 3 6 4
27 Warna 6 6 6 3 2 3
28 Warna 6 6 2 3 2 6
29 Warna 3 2 2 3 3 3
30 Warna 7 6 3 6 3 7
31 Warna 3 3 3 4 3 5
32 Warna 5 6 3 4 2 3
33 Warna 6 7 2 2 1 3
34 Warna 7 6 1 4 7 3
35 Warna 7 7 7 5 4 5
36 Warna 6 5 4 4 4 3
37 Warna 5 6 4 3 4 3
38 Warna 6 6 4 2 3 4
39 Warna 5 3 3 4 6 3
40 Warna 7 7 6 3 5 3
Total 214 206 151 153 3,775 162
Rata-rata 5,35 5,15 3,775 3,825 4,325 4,05
98
Lampiran 15 Data hasil uji hedonik dari bentuk makaroni matang pada Tahap I
Panelis Kriteria Kode Sampel
F1 F2 F3 F4 F5 F6
1 Bentuk 6 6 6 6 6 6
2 Bentuk 5 5 5 5 5 5
3 Bentuk 6 7 7 7 5 7
4 Bentuk 4 4 4 4 4 4
5 Bentuk 5 3 6 3 6 3
6 Bentuk 6 6 6 6 6 6
7 Bentuk 2 4 3 3 6 5
8 Bentuk 6 6 3 5 5 6
9 Bentuk 4 4 4 4 4 5
10 Bentuk 3 2 5 3 6 2
11 Bentuk 4 4 4 4 4 4
12 Bentuk 7 7 2 6 2 6
13 Bentuk 6 6 6 6 6 6
14 Bentuk 6 6 6 6 6 4
15 Bentuk 3 3 4 3 5 3
16 Bentuk 7 5 6 5 7 6
17 Bentuk 7 6 6 6 7 5
18 Bentuk 6 6 6 6 6 6
19 Bentuk 4 4 4 4 4 4
20 Bentuk 6 6 6 6 6 6
21 Bentuk 7 7 7 7 7 7
22 Bentuk 6 6 6 6 6 6
23 Bentuk 7 7 6 6 5 5
24 Bentuk 6 6 6 6 6 6
25 Bentuk 4 4 4 4 4 4
26 Bentuk 3 5 4 4 6 5
27 Bentuk 6 6 6 6 6 6
28 Bentuk 4 3 2 5 6 6
29 Bentuk 4 2 2 4 4 3
30 Bentuk 6 6 6 6 6 6
31 Bentuk 3 3 3 3 3 4
32 Bentuk 6 6 6 6 6 6
33 Bentuk 3 4 4 4 4 4
34 Bentuk 6 6 5 6 6 5
35 Bentuk 6 6 6 6 6 6
36 Bentuk 6 6 7 6 6 6
37 Bentuk 4 4 4 4 4 4
38 Bentuk 6 6 6 6 6 6
39 Bentuk 5 4 5 5 6 4
40 Bentuk 6 7 6 6 6 5
Total 207 204 200 204 215 203
Rata-rata 5,175 5,1 5 5,1 5,375 5,075
99
Lampiran 16 Data hasil uji hedonik dari kekenyalan makaroni matang pada
Tahap I
Panelis Kriteria Kode Sampel
F1 F2 F3 F4 F5 F6
1 Kekenyalan 6 3 3 3 4 6
2 Kekenyalan 2 2 3 3 3 3
3 Kekenyalan 6 6 6 5 4 4
4 Kekenyalan 6 6 4 5 5 5
5 Kekenyalan 3 5 2 3 2 3
6 Kekenyalan 6 7 5 7 2 5
7 Kekenyalan 5 2 2 4 5 5
8 Kekenyalan 6 6 6 5 5 5
9 Kekenyalan 5 4 3 6 5 3
10 Kekenyalan 2 5 2 3 5 5
11 Kekenyalan 5 5 5 5 4 4
12 Kekenyalan 7 2 4 2 6 4
13 Kekenyalan 5 3 3 5 2 3
14 Kekenyalan 6 5 6 3 3 2
15 Kekenyalan 3 4 6 4 5 5
16 Kekenyalan 6 6 6 4 7 7
17 Kekenyalan 5 4 3 5 2 4
18 Kekenyalan 4 4 3 3 2 2
19 Kekenyalan 5 5 3 3 5 5
20 Kekenyalan 3 2 4 2 3 3
21 Kekenyalan 7 6 6 6 6 6
22 Kekenyalan 3 4 5 4 2 5
23 Kekenyalan 7 7 6 5 6 5
24 Kekenyalan 6 5 6 5 6 4
25 Kekenyalan 2 3 2 5 2 3
26 Kekenyalan 5 5 3 2 4 4
27 Kekenyalan 4 6 5 4 3 6
28 Kekenyalan 6 3 3 6 6 3
29 Kekenyalan 4 3 3 4 2 2
30 Kekenyalan 7 6 6 6 6 6
31 Kekenyalan 3 4 4 5 5 2
32 Kekenyalan 5 4 2 4 3 2
33 Kekenyalan 3 3 4 4 4 4
34 Kekenyalan 7 6 1 3 2 3
35 Kekenyalan 3 5 3 7 6 7
36 Kekenyalan 4 5 3 3 2 4
37 Kekenyalan 5 4 3 5 3 5
38 Kekenyalan 6 3 6 6 3 4
39 Kekenyalan 4 5 2 3 5 3
40 Kekenyalan 4 5 3 5 3 2
Total 191 178 155 172 158 163
Rata-rata 4,775 4,45 3,875 4,3 3,95 4,075
100
Lampiran 17 Data hasil uji hedonik dari aroma makaroni matang pada Tahap I
Panelis Kriteria Kode Sampel
F1 F2 F3 F4 F5 F6
1 Aroma 6 4 4 4 4 6
2 Aroma 2 2 4 4 4 4
3 Aroma 6 6 6 5 5 5
4 Aroma 6 4 3 6 3 3
5 Aroma 5 5 3 3 4 2
6 Aroma 2 2 5 6 6 3
7 Aroma 2 5 3 3 4 4
8 Aroma 6 6 3 5 5 5
9 Aroma 3 5 4 4 1 2
10 Aroma 3 2 3 3 2 2
11 Aroma 4 5 4 4 4 5
12 Aroma 6 6 2 6 4 2
13 Aroma 4 4 3 2 3 3
14 Aroma 6 4 5 3 5 4
15 Aroma 4 3 3 4 3 4
16 Aroma 6 6 6 6 6 6
17 Aroma 4 3 2 3 2 2
18 Aroma 3 3 3 3 3 3
19 Aroma 5 3 2 2 2 3
20 Aroma 4 4 4 4 3 3
21 Aroma 6 6 6 6 6 6
22 Aroma 4 5 5 4 5 5
23 Aroma 7 6 4 6 5 6
24 Aroma 6 5 6 5 6 5
25 Aroma 3 3 4 4 4 3
26 Aroma 5 6 3 1 5 5
27 Aroma 4 6 6 4 3 6
28 Aroma 6 5 5 7 6 4
29 Aroma 4 4 4 5 5 5
30 Aroma 6 4 3 4 3 4
31 Aroma 4 4 4 4 4 4
32 Aroma 6 6 2 6 5 4
33 Aroma 3 3 3 4 5 5
34 Aroma 4 4 4 4 4 4
35 Aroma 6 6 5 4 7 5
36 Aroma 4 4 6 4 4 5
37 Aroma 4 4 3 3 2 4
38 Aroma 4 4 4 4 4 4
39 Aroma 4 3 2 4 3 4
40 Aroma 4 4 2 3 4 2
Total 181 174 153 166 163 161
Rata-rata 4,525 4,35 3,825 4,15 4,075 4,025
101
Lampiran 18 Data hasil uji hedonik dari rasa makaroni matang pada Tahap I
Panelis Kriteria Kode Sampel
F1 F2 F3 F4 F5 F6
1 Rasa 5 3 3 3 3 6
2 Rasa 2 2 2 2 2 2
3 Rasa 6 6 5 5 5 5
4 Rasa 5 5 3 5 2 4
5 Rasa 3 2 2 2 2 2
6 Rasa 6 3 5 4 2 2
7 Rasa 2 4 3 4 2 4
8 Rasa 5 5 2 3 3 3
9 Rasa 3 4 4 4 2 3
10 Rasa 5 4 3 4 4 3
11 Rasa 4 4 4 2 2 4
12 Rasa 7 6 2 6 2 6
13 Rasa 5 5 2 5 3 2
14 Rasa 6 3 5 2 4 3
15 Rasa 4 5 4 5 5 4
16 Rasa 7 6 6 6 7 7
17 Rasa 4 4 2 3 3 2
18 Rasa 2 2 2 2 1 1
19 Rasa 6 3 2 2 2 3
20 Rasa 5 5 4 4 3 4
21 Rasa 3 5 6 3 6 5
22 Rasa 4 4 3 2 2 3
23 Rasa 6 5 6 6 5 4
24 Rasa 5 5 5 4 4 4
25 Rasa 5 5 3 6 5 4
26 Rasa 5 6 4 2 5 4
27 Rasa 4 6 3 4 2 6
28 Rasa 7 7 5 5 6 1
29 Rasa 4 4 4 4 3 3
30 Rasa 6 3 2 3 2 3
31 Rasa 4 4 3 3 4 2
32 Rasa 6 5 2 6 5 3
33 Rasa 2 2 3 5 3 2
34 Rasa 7 6 1 3 2 2
35 Rasa 2 2 2 2 3 3
36 Rasa 3 4 1 3 3 3
37 Rasa 5 3 5 4 3 3
38 Rasa 6 4 2 2 2 2
39 Rasa 5 5 2 4 5 5
40 Rasa 2 2 2 2 1 1
Total 183 168 129 146 130 133
Rata-rata 4,575 4,2 3,225 3,65 3,25 3,325
102
Lampiran 19 Analisis ragam uji hedonik warna makaroni mentah dari 6 formulasi
Tests of Between-Subjects Effects (ANOVA)
Dependent Variable:warna mentah
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 227.533a 44 5.171 3.257 .000
Intercept 5096.817 1 5096.817 3.210E3 .000
Perlakuan 56.683 5 11.337 7.139 .000
Panelis 170.850 39 4.381 2.759 .000
Error 309.650 195 1.588
Total 5634.000 240
Corrected Total 537.183 239
a. R Squared = ,424 (Adjusted R Squared = ,294)
Uji Duncan warna makaroni mentah
Perlaku
an N
Subset
1 2 3 4
F4 40 3.9000
F5 40 4.1000 4.1000
F6 40 4.5250 4.5250
F3 40 4.8750 4.8750
F1 40 4.9750 4.9750
F2 40 5.2750
Sig. .479 .133 .134 .183
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 1,588.
103
Lampiran 20 Analisis ragam uji hedonik bentuk makaroni mentah dari 6
formulasi
Tests of Between-Subjects Effects (ANOVA)
Dependent Variable:bentuk mentah
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 239.000a 44 5.432 8.916 .000
Intercept 6479.204 1 6479.204 1.064E4 .000
Perlakuan 6.371 5 1.274 2.092 .068
Panelis 232.629 39 5.965 9.791 .000
Error 118.796 195 .609
Total 6837.000 240
Corrected Total 357.796 239
a. R Squared = ,668 (Adjusted R Squared = ,593)
Lampiran 21 Analisis ragam uji hedonik warna makaroni matang dari 6
formulasi
Tests of Between-Subjects Effects (ANOVA)
Dependent Variable:warna matang
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 232.383a 44 5.281 2.807 .000
Intercept 4506.667 1 4506.667 2.395E3 .000
Perlakuan 103.383 5 20.677 10.988 .000
Panelis 129.000 39 3.308 1.758 .007
Error 366.950 195 1.882
Total 5106.000 240
Corrected Total 599.333 239
a. R Squared = ,388 (Adjusted R Squared = ,250)
104
Uji Duncan warna makaroni matang
Perlakuan N
Subset
1 2
F3 40 3.7750
F4 40 3.8250
F5 40 3.8500
F6 40 4.0500
F2 40 5.1500
F1 40 5.3500
Sig. .422 .515
Lampiran 22 Analisis ragam uji hedonik bentuk makaroni matang dari 6
formulasi
Tests of Between-Subjects Effects (ANOVA)
Dependent Variable:bentuk matang
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 272.967a 44 6.204 9.957 .000
Intercept 6334.538 1 6334.538 1.017E4 .000
Perlakuan 3.338 5 .668 1.071 .378
Panelis 269.629 39 6.914 11.096 .000
Error 121.496 195 .623
Total 6729.000 240
Corrected Total 394.462 239
a. R Squared = ,692 (Adjusted R Squared = ,622)
105
Lampiran 23 Analisis ragam uji hedonik kekenyalan makaroni matang dari 6
formulasi
Tests of Between-Subjects Effects (ANOVA)
Dependent Variable:kenyal matang
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 241.100a 44 5.480 3.866 .000
Intercept 4309.538 1 4309.538 3.041E3 .000
Perlakuan 23.138 5 4.628 3.265 .007
Panelis 217.962 39 5.589 3.943 .000
Error 276.363 195 1.417
Total 4827.000 240
Corrected Total 517.462 239
Uji Duncan kekenyalan makaroni matang
Perlakuan N
Subset
1 2
F3 40 3.8750
F5 40 3.9500
F6 40 4.0750
F4 40 4.3000 4.3000
F2 40 4.4500 4.4500
F1 40 4.7750
Sig. .054 .093
106
Lampiran 24 Analisis ragam uji hedonik dari aroma makaroni matang dari 6
formulasi
Tests of Between-Subjects Effects (ANOVA)
Dependent Variable:aroma matang
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 215.600a 44 4.900 5.072 .000
Intercept 4150.017 1 4150.017 4.296E3 .000
Perlakuan 12.283 5 2.457 2.543 .030
Panelis 203.317 39 5.213 5.396 .000
Error 188.383 195 .966
Total 4554.000 240
Corrected Total 403.983 239
a. R Squared = ,534 (Adjusted R Squared = ,428)
Uji Duncan aroma makaroni matang
Perlaku
an N
Subset
1 2 3
F3 40 3.8250
F6 40 4.0250 4.0250
F5 40 4.0750 4.0750 4.0750
F4 40 4.1500 4.1500 4.1500
F2 40 4.3500 4.3500
F1 40 4.5250
Sig. .182 .182 .062
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = ,966.
107
Lampiran 25 Analisis ragam uji hedonik dari rasa makaroni matang dari 6
formulasi
Tests of Between-Subjects Effects (ANOVA)
Dependent Variable:rasa matang
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 313.633a 44 7.128 5.982 .000
Intercept 3293.004 1 3293.004 2.764E3 .000
Perlakuan 63.471 5 12.694 10.653 .000
Panelis 250.163 39 6.414 5.383 .000
Error 232.363 195 1.192
Total 3839.000 240
Corrected Total 545.996 239
a. R Squared = ,574 (Adjusted R Squared = ,478)
Uji Duncan rasa makaroni matang
Duncan
Perlakuan N
Subset
1 2 3
F5 2 3.38750
F3 2 3.48750
F6 2 3.55000
F4 2 3.81250 3.81250
F2 2 4.13750
F1 2 4.76250
Sig. .053 .100 1.000
108
Lampiran 26 Data penetrasi panas pada F2 selama 5 menit
Waktu Suhu adonan (ºC) Rata-
rata SD SEM
(menit) U1 U2 U3 U4 U5 U6
0 27,78 27,78 30,00 27,78 27,78 28,33 28,24 0,89 0,36
1 28,33 27,78 30,00 28,89 28,33 30,56 28,98 1,08 0,44
2 28,33 32,78 42,22 28,89 29,44 40,56 33,70 6,17 2,52
3 31,67 44,44 56,11 30,56 33,33 48,89 40,83 10,56 4,31
4 37,78 55,00 66,67 34,44 40,00 57,22 48,52 12,91 5,27
5 46,11 63,89 73,89 40,00 47,22 63,33 55,74 13,16 5,37
Lampiran 27 Data penetrasi panas pada F2 selama 10 menit
Waktu Suhu (ºC) Rata-rata SD SEM
(menit) U1 U2 U3 U4 U5
0 28,33 27,78 27,78 28,33 28,89 28,22 0,46 0,21
1 28,33 27,78 28,33 29,44 29,44 28,67 0,75 0,33
2 28,33 27,78 30,56 33,89 33,33 30,78 2,79 1,25
3 33,89 28,89 35,00 41,67 41,11 36,11 5,34 2,39
4 38,89 32,78 41,67 50,56 49,44 42,67 7,44 3,32
5 43,33 38,33 48,89 59,44 57,78 49,56 9,09 4,06
6 50,56 46,11 56,67 66,67 64,44 56,89 8,79 3,92
7 57,78 53,89 63,33 72,78 71,11 63,78 8,20 3,66
8 64,44 61,11 69,44 77,78 75,56 69,67 7,09 3,16
9 70,56 67,22 74,44 82,22 80,56 75,00 6,39 2,85
10 75,56 72,78 78,89 85,56 83,89 79,33 5,41 2,41
109
Lampiran 28 Data penetrasi panas pada F2 selama 15 menit
Waktu Suhu adonan (ºC) Rata-
rata SD SEM
(menit) U1 U2 U3 U4 U5 U6
0 27,22 27,22 27,22 28,33 27,78 28,89 27,78 0,70 0,29
1 27,78 27,22 27,22 28,89 28,33 30,00 28,24 1,08 0,44
2 28,89 28,33 27,78 29,44 31,11 36,11 30,28 3,08 1,26
3 31,67 31,11 31,67 33,89 38,33 43,33 35,00 4,88 1,99
4 38,33 38,33 35,56 40,56 47,22 51,67 41,94 6,18 2,52
5 45,00 45,00 41,11 47,78 55,00 58,89 48,80 6,77 2,76
6 51,67 52,78 48,89 56,11 62,78 65,56 56,30 6,58 2,69
7 58,89 59,44 55,00 63,33 68,33 71,11 62,69 6,12 2,50
8 65,00 65,56 61,11 68,89 73,33 75,56 68,24 5,45 2,22
9 70,56 71,11 66,67 74,44 77,78 80,00 73,43 4,95 2,02
10 75,00 75,00 70,56 78,89 81,11 83,89 77,41 4,83 1,97
11 78,89 78,89 74,44 82,78 83,89 86,11 80,83 4,23 1,73
12 82,22 81,67 78,33 86,11 86,67 88,89 83,98 3,90 1,59
13 85,00 84,44 81,11 88,89 88,89 91,11 86,57 3,69 1,51
14 87,22 87,22 83,89 91,11 90,56 92,22 88,70 3,14 1,28
15 89,44 88,89 86,11 92,78 91,67 94,44 90,56 3,00 1,23
110
Lampiran 29 Data hasil uji hedonik dari warna makaroni mentah ulangan 1 dan 2
pada Tahap II
Panelis Kriteria Ulangan 1 Ulangan 2
F2T1 F2T2 F2T3 F2T1 F2T2 F2T3
1 Warna 6 7 5 7 7 6
2 Warna 6 6 5 6 6 6
3 Warna 6 5 3 6 6 5
4 Warna 5 5 2 6 5 6
5 Warna 5 5 5 6 6 6
6 Warna 6 6 3 6 6 6
7 Warna 5 6 3 5 5 6
8 Warna 2 5 2 5 4 3
9 Warna 6 4 3 7 6 5
10 Warna 7 6 3 7 7 5
11 Warna 5 6 4 5 5 5
12 Warna 4 3 3 3 4 3
13 Warna 4 5 3 5 5 3
14 Warna 6 6 3 6 6 5
15 Warna 2 2 2 2 2 2
16 Warna 5 2 2 5 5 5
17 Warna 5 5 6 5 5 5
18 Warna 6 6 6 6 7 4
19 Warna 5 5 5 5 5 5
20 Warna 6 6 6 6 6 6
21 Warna 4 4 5 4 4 4
22 Warna 5 3 3 3 4 3
23 Warna 6 2 3 6 5 2
24 Warna 6 5 5 5 6 4
25 Warna 2 2 2 2 2 2
26 Warna 7 7 5 7 6 6
27 Warna 6 7 2 4 6 2
28 Warna 5 5 5 6 6 3
29 Warna 2 6 2 6 5 2
30 Warna 6 4 2 5 6 5
31 Warna 6 6 6 6 5 6
32 Warna 6 6 2 7 6 2
33 Warna 4 6 6 4 4 5
34 Warna 3 5 6 6 7 2
35 Warna 4 6 3 5 5 3
36 Warna 6 6 4 6 6 6
37 Warna 5 3 3 5 4 4
38 Warna 6 6 4 6 6 5
39 Warna 4 4 4 6 6 6
40 Warna 6 6 6 6 6 6
111
Lampiran 30 Data hasil uji hedonik dari bentuk makaroni mentah ulangan 1 dan
2 pada Tahap II
Panelis Kriteria Ulangan 1 Ulangan 2
F2T1 F2T2 F2T3 F2T1 F2T2 F2T3
1 Bentuk 5 6 6 6 5 6
2 Bentuk 4 3 5 6 6 6
3 Bentuk 5 6 6 5 5 6
4 Bentuk 6 6 6 6 6 6
5 Bentuk 5 5 6 5 6 6
6 Bentuk 6 6 6 6 6 6
7 Bentuk 5 5 5 5 5 6
8 Bentuk 5 5 4 6 6 6
9 Bentuk 5 6 4 3 4 6
10 Bentuk 6 6 6 6 6 6
11 Bentuk 4 4 4 4 4 4
12 Bentuk 3 5 4 4 4 3
13 Bentuk 4 5 4 4 4 4
14 Bentuk 6 6 3 6 6 5
15 Bentuk 6 6 6 6 6 6
16 Bentuk 5 5 6 2 5 5
17 Bentuk 5 5 7 7 7 7
18 Bentuk 6 6 6 3 6 5
19 Bentuk 5 5 4 5 5 5
20 Bentuk 6 6 6 6 6 6
21 Bentuk 6 6 6 6 6 6
22 Bentuk 4 5 5 4 4 5
23 Bentuk 4 4 4 4 4 4
24 Bentuk 6 6 6 6 6 6
25 Bentuk 6 6 6 6 6 6
26 Bentuk 6 6 6 6 6 6
27 Bentuk 6 7 6 6 6 6
28 Bentuk 6 7 6 4 6 6
29 Bentuk 3 6 5 6 3 5
30 Bentuk 6 6 6 6 6 6
31 Bentuk 5 6 6 5 6 6
32 Bentuk 6 6 6 6 6 6
33 Bentuk 5 6 5 4 6 6
34 Bentuk 4 6 7 4 5 5
35 Bentuk 5 5 6 4 6 3
36 Bentuk 6 6 6 6 6 6
37 Bentuk 3 3 5 3 5 4
38 Bentuk 5 5 6 6 6 6
39 Bentuk 5 4 6 6 6 6
40 Bentuk 6 6 6 6 6 6
112
Lampiran 31 Data hasil uji hedonik dari warna makaroni matang ulangan 1 dan 2
pada Tahap II
Panelis Kriteria Ulangan 1 Ulangan 2
F2T1 F2T2 F2T3 F2T1 F2T2 F2T3
1 Warna 3 5 3 3 3 3
2 Warna 5 5 5 5 5 5
3 Warna 4 4 4 4 4 4
4 Warna 3 5 6 3 4 4
5 Warna 3 5 6 4 4 6
6 Warna 5 4 4 5 4 4
7 Warna 6 5 6 5 6 4
8 Warna 5 3 5 5 5 4
9 Warna 6 3 2 5 3 1
10 Warna 3 3 5 2 5 5
11 Warna 3 4 4 2 4 4
12 Warna 6 6 5 5 6 6
13 Warna 6 6 5 6 6 6
14 Warna 3 3 3 3 3 3
15 Warna 3 5 3 5 3 4
16 Warna 2 2 2 2 5 2
17 Warna 5 5 5 5 2 5
18 Warna 4 5 5 4 2 5
19 Warna 5 5 6 5 3 5
20 Warna 6 6 5 6 6 5
21 Warna 6 6 7 6 6 6
22 Warna 2 2 2 2 2 2
23 Warna 3 5 4 3 6 5
24 Warna 3 5 3 3 5 3
25 Warna 5 6 4 5 6 4
26 Warna 5 6 5 6 5 6
27 Warna 4 3 3 4 6 3
28 Warna 2 6 6 1 1 3
29 Warna 2 5 4 2 4 5
30 Warna 6 4 3 6 3 4
31 Warna 3 5 5 3 5 5
32 Warna 4 2 2 2 3 2
33 Warna 3 2 2 3 5 3
34 Warna 5 6 3 5 5 6
35 Warna 6 2 6 2 6 2
36 Warna 5 6 5 4 5 4
37 Warna 5 5 5 5 6 5
38 Warna 5 5 5 3 6 4
39 Warna 5 4 4 2 3 3
40 Warna 6 3 6 2 6 3
113
Lampiran 32 Data hasil uji hedonik dari bentuk makaroni matang ulangan 1 dan
2 pada Tahap II
Panelis Kriteria Ulangan 1 Ulangan 2
F2T1 F2T2 F2T3 F2T1 F2T2 F2T3
1 Bentuk 2 4 4 3 4 4
2 Bentuk 3 6 6 2 5 6
3 Bentuk 4 5 4 4 4 4
4 Bentuk 3 5 3 2 6 4
5 Bentuk 3 6 6 4 6 6
6 Bentuk 3 5 6 3 6 6
7 Bentuk 3 6 6 3 6 2
8 Bentuk 3 5 5 5 5 4
9 Bentuk 2 4 6 1 3 5
10 Bentuk 2 6 6 2 6 7
11 Bentuk 2 4 4 3 4 5
12 Bentuk 5 6 7 2 6 7
13 Bentuk 7 7 7 7 7 7
14 Bentuk 4 6 6 3 6 6
15 Bentuk 3 6 5 2 5 6
16 Bentuk 2 2 2 2 2 2
17 Bentuk 4 5 5 4 4 5
18 Bentuk 4 4 5 4 5 4
19 Bentuk 4 5 4 4 5 4
20 Bentuk 2 6 6 1 6 7
21 Bentuk 4 6 5 5 5 5
22 Bentuk 5 5 5 5 5 5
23 Bentuk 2 6 6 2 6 6
24 Bentuk 2 5 6 2 6 6
25 Bentuk 5 6 5 5 6 5
26 Bentuk 4 6 4 6 6 5
27 Bentuk 4 5 5 2 5 5
28 Bentuk 7 7 3 1 2 2
29 Bentuk 2 5 4 2 4 5
30 Bentuk 4 4 4 4 4 4
31 Bentuk 2 6 4 2 6 4
32 Bentuk 2 6 6 1 6 6
33 Bentuk 3 4 4 2 5 4
34 Bentuk 3 6 4 3 6 6
35 Bentuk 6 6 6 6 6 6
36 Bentuk 5 5 6 2 6 5
37 Bentuk 4 6 4 3 6 5
38 Bentuk 3 6 6 2 6 6
39 Bentuk 2 6 6 1 5 3
40 Bentuk 5 6 6 2 6 6
114
Lampiran 33 Data hasil uji hedonik dari kekenyalan makaroni matang ulangan 1
dan 2 pada Tahap II
Panelis Kriteria Ulangan 1 Ulangan 2
F2T1 F2T2 F2T3 F2T1 F2T2 F2T3
1 Kekenyalan 3 2 3 2 3 5
2 Kekenyalan 3 5 5 2 4 5
3 Kekenyalan 2 3 4 5 5 3
4 Kekenyalan 3 5 2 2 4 4
5 Kekenyalan 5 6 4 4 4 6
6 Kekenyalan 4 5 6 3 5 5
7 Kekenyalan 2 3 7 2 6 6
8 Kekenyalan 4 5 4 4 6 6
9 Kekenyalan 2 4 3 1 2 5
10 Kekenyalan 3 5 6 3 6 3
11 Kekenyalan 3 4 4 2 4 5
12 Kekenyalan 6 6 6 1 6 2
13 Kekenyalan 2 4 5 3 4 6
14 Kekenyalan 4 5 6 4 6 6
15 Kekenyalan 1 3 2 1 2 2
16 Kekenyalan 2 3 2 1 4 4
17 Kekenyalan 3 3 3 2 3 4
18 Kekenyalan 4 3 4 3 3 5
19 Kekenyalan 4 3 4 3 3 5
20 Kekenyalan 3 6 3 3 3 2
21 Kekenyalan 2 5 5 2 5 5
22 Kekenyalan 2 2 2 2 2 2
23 Kekenyalan 3 6 6 3 6 6
24 Kekenyalan 6 3 5 1 5 4
25 Kekenyalan 2 6 5 2 6 5
26 Kekenyalan 2 2 2 2 2 2
27 Kekenyalan 2 3 5 2 4 3
28 Kekenyalan 6 6 5 1 7 2
29 Kekenyalan 2 3 5 2 4 5
30 Kekenyalan 2 6 6 5 5 6
31 Kekenyalan 3 6 6 2 6 6
32 Kekenyalan 2 3 3 2 3 6
33 Kekenyalan 2 2 5 1 4 5
34 Kekenyalan 3 2 3 2 2 6
35 Kekenyalan 6 6 6 2 6 3
36 Kekenyalan 4 6 6 2 6 6
37 Kekenyalan 3 3 4 2 5 3
38 Kekenyalan 2 6 5 1 4 3
39 Kekenyalan 2 5 3 2 5 4
40 Kekenyalan 2 5 6 2 6 6
115
Lampiran 34 Data hasil uji hedonik dari aroma makaroni matang ulangan 1 dan
2 pada Tahap II
Panelis Kriteria Ulangan 1 Ulangan 2
F2T1 F2T2 F2T3 F2T1 F2T2 F2T3
1 Aroma 3 3 5 3 3 3
2 Aroma 5 4 5 5 4 5
3 Aroma 2 2 3 4 2 3
4 Aroma 4 4 5 3 4 4
5 Aroma 6 3 5 6 6 6
6 Aroma 4 4 6 4 4 5
7 Aroma 6 6 6 5 5 4
8 Aroma 4 4 4 4 4 4
9 Aroma 4 2 4 3 5 4
10 Aroma 3 5 4 5 3 4
11 Aroma 3 4 4 4 4 4
12 Aroma 2 6 6 5 6 5
13 Aroma 4 5 6 4 4 5
14 Aroma 2 2 4 3 4 2
15 Aroma 2 3 2 2 2 2
16 Aroma 3 4 4 4 4 5
17 Aroma 3 3 4 4 4 5
18 Aroma 4 3 5 4 4 5
19 Aroma 4 3 4 4 5 5
20 Aroma 3 3 3 2 3 2
21 Aroma 6 6 6 5 6 4
22 Aroma 2 2 2 2 2 2
23 Aroma 4 4 5 4 5 5
24 Aroma 5 2 5 1 3 6
25 Aroma 3 5 3 3 3 3
26 Aroma 2 3 2 2 2 4
27 Aroma 6 5 6 5 6 6
28 Aroma 2 6 6 4 6 6
29 Aroma 4 3 5 5 4 3
30 Aroma 4 5 3 2 5 3
31 Aroma 3 6 6 3 6 7
32 Aroma 3 3 2 6 2 2
33 Aroma 4 2 3 4 3 2
34 Aroma 6 4 5 4 5 6
35 Aroma 3 6 6 6 6 6
36 Aroma 6 5 5 5 5 5
37 Aroma 5 4 4 5 4 4
38 Aroma 6 5 6 6 5 6
39 Aroma 2 5 2 2 5 2
40 Aroma 7 6 7 5 5 6
116
Lampiran 35 Data hasil uji hedonik dari rasa makaroni matang ulangan 1 dan 2
pada Tahap II
Panelis Kriteria Ulangan 1 Ulangan 2
F2T1 F2T2 F2T3 F2T1 F2T2 F2T3
1 Rasa 5 6 3 3 3 6
2 Rasa 5 4 5 4 3 5
3 Rasa 3 4 2 2 2 3
4 Rasa 3 3 4 5 3 4
5 Rasa 5 4 5 4 5 6
6 Rasa 4 3 4 3 4 3
7 Rasa 6 6 7 2 5 7
8 Rasa 6 6 6 6 6 6
9 Rasa 3 2 5 4 5 5
10 Rasa 2 6 5 1 5 3
11 Rasa 3 2 5 4 3 2
12 Rasa 5 1 5 1 5 1
13 Rasa 5 5 6 6 5 6
14 Rasa 3 3 4 4 4 3
15 Rasa 2 2 2 2 2 2
16 Rasa 4 5 4 5 5 5
17 Rasa 3 3 2 2 2 4
18 Rasa 3 3 2 2 2 4
19 Rasa 3 3 2 2 3 5
20 Rasa 2 2 4 4 4 1
21 Rasa 3 5 5 1 4 3
22 Rasa 2 2 2 2 2 2
23 Rasa 4 6 5 5 6 5
24 Rasa 5 2 2 2 3 5
25 Rasa 3 6 3 4 3 6
26 Rasa 4 2 2 2 2 3
27 Rasa 3 4 3 4 4 3
28 Rasa 5 4 3 5 3 4
29 Rasa 3 4 3 4 4 5
30 Rasa 5 6 6 6 6 6
31 Rasa 4 6 6 4 6 6
32 Rasa 4 2 2 6 5 2
33 Rasa 5 4 3 3 4 3
34 Rasa 6 6 4 2 5 6
35 Rasa 2 6 6 3 6 5
36 Rasa 5 4 6 5 6 6
37 Rasa 4 3 3 2 4 3
38 Rasa 4 6 6 3 5 6
39 Rasa 2 2 2 2 2 2
40 Rasa 3 5 6 2 3 5
117
Keterangan :
F2T1 = Formulasi F2 pengukusan selama 5 menit
F2T2 = Formulasi F2 pengukusan selama 10 menit
F2T3 = Formulasi F2 pengukusan selama 15 menit
Lampiran 36 Analisis ragam uji hedonik dari warna makaroni mentah pada F2
selama pengukusan adonan 5, 10 dan 15 menit
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:warna mentah
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 152.415a 41 3.717 6.356 .000
Intercept 2779.219 1 2779.219 4.752E3 .000
Perlakuan 31.550 2 15.775 26.974 .000
Panelis 120.865 39 3.099 5.299 .000
Error 45.617 78 .585
Total 2977.250 120
Corrected Total 198.031 119
a. R Squared = ,770 (Adjusted R Squared = ,649)
Uji Duncan warna makaroni mentah
Perlaku
an N
Subset
1 2
F2T3 40 4.0875
F2T2 40 5.1625
F2T1 40 5.1875
Sig. 1.000 .884
118
Lampiran 37 Analisis ragam uji hedonik dari bentuk makaroni mentah pada F2
selama pengukusan adonan 5, 10 dan 15 menit
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:bentuk mentah
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 64.035a 41 1.562 7.887 .000
Intercept 3450.769 1 3450.769 1.743E4 .000
Perlakuan 3.387 2 1.694 8.553 .000
Panelis 60.648 39 1.555 7.853 .000
Error 15.446 78 .198
Total 3530.250 120
Corrected Total 79.481 119
a. R Squared = ,806 (Adjusted R Squared = ,704)
Uji Duncan bentuk makaroni mentah
Duncan
Perlaku
an N
Subset
1 2
F2T1 40 5.1250
F2T2 40 5.4750
F2T3 40 5.4875
Sig. 1.000 .900
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = ,198.
119
Lampiran 38 Analisis ragam uji hedonik dari warna makaroni matang pada F2
selama pengukusan adonan 5, 10 dan 15 menit
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:warna matang
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 111.608a 41 2.722 4.059 .000
Intercept 2142.075 1 2142.075 3.194E3 .000
Perlakuan 2.850 2 1.425 2.125 .126
Panelis 108.758 39 2.789 4.158 .000
Error 52.317 78 .671
Total 2306.000 120
Corrected Total 163.925 119
a. R Squared = ,681 (Adjusted R Squared = ,513)
Lampiran 39 Analisis ragam uji hedonik dari bentuk makaroni matang pada F2
selama pengukusan adonan 5, 10 dan 15 menit
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:bentuk matang
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 177.902a 41 4.339 4.882 .000
Intercept 2443.519 1 2443.519 2.749E3 .000
Perlakuan 100.838 2 50.419 56.725 .000
Panelis 77.065 39 1.976 2.223 .001
Error 69.329 78 .889
Total 2690.750 120
Corrected Total 247.231 119
a. R Squared = ,720 (Adjusted R Squared = ,572)
120
Uji Duncan bentuk makaroni matang
Perlaku
an N
Subset
1 2
F2T1 40 3.2250
F2T3 40 5.0250
F2T2 40 5.2875
Sig. 1.000 .217
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,889.
Lampiran 40 Analisis ragam uji hedonik dari kekenyalan makaroni matang pada
F2 selama pengukusan adonan 5, 10 dan 15 menit
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:kenyal matang
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 169.529a 41 4.135 5.584 .000
Intercept 1725.208 1 1725.208 2.330E3 .000
Perlakuan 78.404 2 39.202 52.937 .000
Panelis 91.125 39 2.337 3.155 .000
Error 57.762 78 .741
Total 1952.500 120
Corrected Total 227.292 119
a. R Squared = ,746 (Adjusted R Squared = ,612)
121
Uji Duncan kekenyalan makaroni matang
Perlaku
an N
Subset
1 2
F2T1 40 2.6500
F2T2 40 4.3125
F2T3 40 4.4125
Sig. 1.000 .605
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,741.
Lampiran 41 Analisis ragam uji hedonik dari aroma makaroni matang pada F2
selama pengukusan adonan 5, 10 dan 15 menit
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:aroma matang
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 133.852a 41 3.265 5.319 .000
Intercept 2029.519 1 2029.519 3.306E3 .000
Perlakuan 4.287 2 2.144 3.492 .035
Panelis 129.565 39 3.322 5.412 .000
Error 47.879 78 .614
Total 2211.250 120
Corrected Total 181.731 119
a. R Squared = ,737 (Adjusted R Squared = ,598)
122
Uji Duncan aroma makaroni matang
Perlaku
an N
Subset
1 2
F2T1 40 3.8875
F2T2 40 4.1000 4.1000
F2T3 40 4.3500
Sig. .229 .158
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,614.
Lampiran 42 Analisis ragam uji hedonik dari rasa makaroni matang pada F2
selama pengukusan adonan 5, 10 dan 15 menit
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:rasa matang
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 145.029a 41 3.537 5.891 .000
Intercept 1794.133 1 1794.133 2.988E3 .000
Perlakuan 6.329 2 3.165 5.270 .007
Panelis 138.700 39 3.556 5.923 .000
Error 46.837 78 .600
Total 1986.000 120
Corrected Total 191.867 119
a. R Squared = ,756 (Adjusted R Squared = ,628)
123
Uji Duncan rasa makaroni matang
Perlaku
an N
Subset
1 2
F2T1 40 3.5500
F2T2 40 3.9625
F2T3 40 4.0875
Sig. 1.000 .473
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = ,600.
124
Lampiran 43 Data hasil pengukuran warna makaroni mentah dan matang
Sampel Mentah Matang
L* a* b* ºHue L* a* b* ºh
5 menit (U1)
1 31,76 13,43 2,92 12,20 37,96 7,52 4,16 28,90
2 31,64 13,98 2,90 11,60 33,10 8,27 4,65 29,30
3 30,94 13,78 2,84 11,60 32,96 8,34 4,62 28,90
Rata-rata 31,45 13,73 2,89 11,80 34,67 8,04 4,48 29,03
5 menit (U2)
1 34,29 16,56 2,70 9,50 34,93 8,51 4,48 27,70
2 33,09 16,26 2,63 9,10 34,84 8,54 4,50 27,70
3 33,20 15,56 2,52 9,10 36,92 8,21 4,28 27,50
Rata-rata 33,53 16,13 2,62 9,23 35,56 8,42 4,42 27,63
10 menit (U1)
1 30,01 14,23 2,63 10,40 33,66 8,64 5,22 31,10
2 30,12 14,14 2,64 10,50 38,37 8,37 5,00 30,80
3 29,46 13,85 2,50 10,20 38,82 8,43 5,02 30,70
Rata-rata 29,86 14,07 2,59 10,37 36,95 8,48 5,08 30,87
10 menit (U2)
1 32,36 14,96 2,37 8,90 32,02 9,53 5,21 28,60
2 31,70 14,28 2,38 9,40 32,17 9,62 5,28 28,70
3 32,07 14,33 2,26 8,90 36,79 8,94 5,14 29,80
Rata-rata 32,04 14,52 2,34 9,07 33,66 9,36 5,21 29,03
15 menit (U1)
1 31,30 10,52 5,74 28,60 31,18 7,20 7,58 46,50
2 30,35 9,62 5,24 28,50 36,54 6,45 7,36 48,80
3 30,52 9,62 5,19 28,30 30,34 7,28 7,67 46,60
Rata-rata 30,72 9,92 5,39 28,47 32,69 6,98 7,54 47,30
15 menit (U2)
1 33,17 14,15 4,14 16,30 35,37 8,20 7,37 41,90
2 34,36 13,98 4,01 15,90 44,25 6,94 6,63 43,60
3 32,56 12,72 3,59 15,70 36,56 7,68 6,92 42,00
Rata-rata 33,36 13,62 3,91 15,97 38,73 7,61 6,97 42,50
126
Lampiran 45 Data hasil pengukuran kekerasan dan kelengketan makaroni matang
Sampel
Matang
Hardness stickiness/adhesiveness
Nilai negatif (-)
5 menit ulangan I
1 1235,3 340,3
2 1561,9 218,2
3 1503,8 322,0
4 1993,2 336,2
5 1826,8 388,6
Rata-rata 1624,20 321,06
5 menit ulangan 2
1 1780,2 474,1
2 2248,2 700,5
3 2110,0 655,1
4 1936,7 524,6
5 1578,7 460,4
Rata-rata 1930,76 562,94
10 menit ulangan I
1 3305,1 639,6
2 3160,7 557,8
3 3404,5 805,3
4 2698,1 532,7
5 3546,7 361,1
Rata-rata 3223,02 579,30
10 menit ulangan 2
1 3538,2 792,5
2 3303,2 643,7
3 3924,5 471,5
4 3723,9 731,5
5 3182,7 813,6
Rata-rata 3534,50 690,56
15 menit ulangan I
1 2842,7 642,4
2 3843,4 500,4
3 3066,9 349,2
4 3442,9 581,2
5 3095,3 596,9
Rata-rata 3258,24 534,02
15 menit ulangan 2
1 2597,6 540,2
2 2630,7 591,1
3 3618,3 931,5
4 3125,6 791,4
5 2521,4 740,7
Rata-rata 2898,72 718,98
127
Lampiran 46 Gambar rerata tekstur (kekerasan dan kelengketan) makaroni matang
Grafik rerata tekstur makaroni matang, pengukusan adonan selama 5 menit
Grafik rerata tekstur makaroni matang, pengukusan adonan selama 10 menit
Grafik rerata tekstur makaroni matang, pengukusan adonan selama 15 menit
128
Lampiran 47 Hasil analisis DSA makaroni pada pengukusan adonan selama 5 menit, 10 menit dan 15 menit menit
Kode cawan Bobot Cawan + Sampel Cawan + Sampel K.air B.Kering DSA
Sampel kosong (g) Sampel (g) (basah) (g) (kering) (g) Rata-rata (%) (g) (%)
5 menit U1
1 5,0540 3,2351 11,5484 7,7649 2,7109 120,23
2 4,4997 3,0092 10,7599 7,0010 7,48 2,5013 129,97 3 5,0591 3,1831 11,2346 7,5103 2,4512 124,12
Rata-rata 124,773
5 menit U2
1 4,3822 3,0068 10,5074 6,9018 2,5196 123,77 2 4,9882 3,0576 11,0795 7,5102 6,41 2,5220 120,29
3 4,5089 3,0192 10,4775 6,8783 2,3694 124,48
Rata-rata 122,85
10 menit U1 1 2,5887 3,2048 8,9938 5,3911 2,8024 114,20
2 4,2245 3,1378 10,2740 6,9765 6,37 2,7520 105,80
3 4,3846 3,2588 10,8531 7,1018 2,7172 118,13
Rata-rata 112,71
10 menit U2
1 5,0766 3,0684 11,5494 7,7161 2,6395 128,98
2 4,5661 3,0507 11,2132 7,6079 6,36 3,0418 118,23
3 5,0008 3,0548 11,1242 7,5462 2,5454 128,55
Rata-rata 125,25
15 menit U1
1 4,3408 3,2294 11,4812 7,1061 2,7653 141,43
2 2,7552 3,1794 9,6075 5,4965 6,37 2,7413 133,98 3 2,5967 3,1009 9,1874 5,1521 2,5554 136,56
Rata-rata 137,32
15 menit U2
1 3,1676 3,0214 9,5105 5,8989 2,7313 121,61 2 3,2238 3,1006 9,5501 5,8932 6,31 2,6694 120,84
3 4,2286 3,1373 10,8858 6,8302 2,6016 135,30
Rata-rata 125,92
129
Lampiran 47 Hasil analisis aktivitas antioksidan pada jewawut, ubi jalar ungu
dan makaroni
Konsentrasi Vit C 53.5 mg asam askorbat/ 25 ml = 2140 gram/ml =
ppm
Konsentrasi Konsentrasi Absorbansi Absorbansi Abs B - Abs
Std
g/ml) yang sebenarnya Blanko Standar
nilai (g/ml) = x nilai y
25 26,75 0,7227 0,7012 0,0215
50 53,5 0,7227 0,6587 0,064
100 107 0,7227 0,5963 0,1264
200 214 0,7227 0,4351 0,2876
400 428 0,7227 0,1236 0,5991
Keterangan : Volume Larutan sampel 25 ml
DATA HASIL ANALISIS
Kode Berat sampel Absorbansi Absorbansi Abs B - Abs S Aktv
Antioksidan Aktv
Antioksidan
(g) Blanko Sampel (y) dari kurva std (g/g) = ppm
Ubi Ungu 3,2772 0,7227 0,5249 0,1978 154,8571 1181,3220
3,2156 0,7227 0,5265 0,1962 153,7143 1195,0669
Tepung 1,0195 0,7227 0,7116 0,0111 21,5000 527,2192
1,0662 0,7227 0,7098 0,0129 22,7857 534,2739
Makaroni 1 1,2031 0,7227 0,6974 0,0253 31,6429 657,5276
1,2241 0,7227 0,6968 0,0259 32,0714 655,0002
Makaroni 2 1,0231 0,7227 0,7036 0,0191 27,2143 664,9957
1,0541 0,7227 0,7023 0,0204 28,1429 667,4617
y = 0.0014x - 0.0190 R² = 0.9995
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0 100 200 300 400 500
130
Lampiran 48 Data hasil rata-rata warna makaroni mentah uji hedonik pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5
Panelis Kriteria M0 M1 M2 M3 M4 M5
Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata
1 Warna 5,00 6,00 4,50 6,00 5,50 4,00
2 Warna 5,50 5,50 4,00 6,00 6,00 5,50
3 Warna 6,00 5,50 5,00 3,50 5,50 6,00
4 Warna 5,00 6,00 6,50 6,00 4,50 5,50
5 Warna 4,00 5,00 5,00 5,50 6,00 5,00
6 Warna 5,50 4,00 5,00 5,50 6,00 6,50
7 Warna 4,00 6,00 5,00 6,00 5,50 6,00
8 Warna 6,00 4,00 5,50 5,50 6,50 4,00
9 Warna 6,00 6,00 6,00 3,50 5,00 6,00
10 Warna 6,00 4,50 6,50 6,00 6,00 4,00
11 Warna 6,00 7,00 5,50 6,00 5,50 4,50
12 Warna 6,50 5,50 5,00 5,50 6,50 5,50
13 Warna 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 5,50
14 Warna 6,00 5,00 5,50 5,00 5,50 4,00
15 Warna 6,00 6,50 4,00 6,00 4,50 5,50
16 Warna 5,50 4,50 4,50 5,00 6,00 5,50
17 Warna 6,00 5,00 5,50 6,00 5,00 5,50
18 Warna 4,00 5,50 5,50 6,00 6,50 6,50
19 Warna 4,50 6,00 5,50 6,00 6,50 5,50
20 Warna 3,00 6,50 4,50 7,00 5,50 5,50
21 Warna 6,00 5,50 5,50 4,50 6,00 3,50
22 Warna 6,50 6,00 6,50 5,00 5,00 6,00
23 Warna 6,50 5,50 4,00 5,50 6,00 4,50
24 Warna 4,00 5,00 5,00 6,50 5,50 4,00
25 Warna 4,00 5,00 6,00 4,00 6,00 5,50
26 Warna 6,00 5,50 5,50 5,00 5,50 4,00
27 Warna 6,00 6,00 6,00 7,00 5,50 5,50
28 Warna 5,50 5,50 5,50 6,00 6,00 4,50
29 Warna 6,00 5,50 6,00 5,50 5,50 4,50
30 Warna 5,50 4,00 6,50 7,00 6,00 4,50
31 Warna 6,00 6,00 6,00 6,50 6,00 5,00
32 Warna 6,00 4,50 6,00 6,00 3,50 4,50
33 Warna 4,00 6,00 6,00 5,00 5,50 5,50
34 Warna 6,00 6,50 5,50 6,00 5,50 6,00
35 Warna 5,00 6,00 4,50 5,50 6,00 5,00
36 Warna 5,00 5,50 6,00 5,50 5,50 6,00
37 Warna 6,00 3,00 4,50 6,50 6,00 6,00
38 Warna 4,00 4,50 5,00 6,00 6,00 6,50
39 Warna 6,00 4,50 5,50 5,50 5,50 5,50
40 Warna 6,00 6,50 4,00 4,50 6,00 4,00
131
Lampiran 49 Data hasil rata-rata bentuk makaroni mentah uji hedonik pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5
Panelis Kriteria M0 M1 M2 M3 M4 M5
Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata
1 Bentuk 6,00 6,00 2,00 5,50 5,50 4,50
2 Bentuk 6,00 3,00 4,00 6,00 6,00 5,00
3 Bentuk 5,50 6,00 4,00 6,50 5,50 6,00
4 Bentuk 6,00 6,50 7,00 6,00 4,00 5,00
5 Bentuk 3,00 6,00 5,00 6,00 4,00 6,00
6 Bentuk 5,00 4,00 5,00 6,00 6,00 7,00
7 Bentuk 6,00 6,00 5,00 5,50 5,50 6,00
8 Bentuk 5,50 5,50 4,50 5,00 7,00 6,00
9 Bentuk 3,00 6,00 6,00 6,00 3,00 5,00
10 Bentuk 4,00 5,50 6,00 5,00 6,00 4,00
11 Bentuk 6,00 7,00 4,00 6,00 6,00 4,00
12 Bentuk 6,00 5,50 6,00 6,00 6,00 5,50
13 Bentuk 6,50 4,00 3,00 6,00 6,00 6,00
14 Bentuk 6,00 6,00 5,50 4,00 4,00 5,00
15 Bentuk 6,00 6,00 5,00 6,00 5,00 6,00
16 Bentuk 6,00 6,00 7,00 3,50 5,00 2,00
17 Bentuk 6,00 5,00 7,00 5,00 3,00 6,00
18 Bentuk 4,00 6,00 6,00 5,50 5,50 5,50
19 Bentuk 6,00 6,00 6,00 5,00 7,00 5,00
20 Bentuk 5,00 6,00 6,00 6,00 6,00 4,50
21 Bentuk 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 4,00
22 Bentuk 4,00 4,00 6,00 6,00 5,00 4,50
23 Bentuk 4,50 6,00 4,00 6,00 5,00 5,00
24 Bentuk 4,50 6,00 5,00 7,00 6,00 5,00
25 Bentuk 3,50 5,00 6,00 4,00 5,00 5,00
26 Bentuk 6,00 4,00 5,00 6,00 6,00 4,00
27 Bentuk 6,00 6,00 3,00 6,00 6,00 5,50
28 Bentuk 4,00 5,50 4,00 6,00 6,00 5,00
29 Bentuk 6,00 6,00 6,00 6,00 5,00 4,00
30 Bentuk 6,00 4,00 6,00 7,00 6,00 4,50
31 Bentuk 5,50 6,00 6,00 6,00 6,00 4,00
32 Bentuk 6,00 5,50 6,00 6,00 4,00 4,00
33 Bentuk 4,50 5,00 5,00 6,00 6,00 6,00
34 Bentuk 6,00 7,00 6,50 6,00 6,00 6,00
35 Bentuk 6,00 6,00 5,00 4,50 5,00 6,00
36 Bentuk 6,00 5,50 6,00 4,50 6,00 4,00
37 Bentuk 6,00 4,00 4,50 6,00 6,50 6,00
38 Bentuk 4,00 5,50 6,00 6,00 6,00 6,00
39 Bentuk 6,00 4,50 6,00 5,50 5,50 6,00
40 Bentuk 5,00 6,50 4,00 5,00 6,00 5,00
132
Lampiran 50 Data hasil rata-rata warna makaroni matang uji hedonik pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5
Panelis Kriteria M0 M1 M2 M3 M4 M5
Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata
1 Warna 7,00 6,00 2,00 6,00 3,00 3,50
2 Warna 5,00 4,00 3,50 3,00 5,00 6,00
3 Warna 2,50 4,00 5,00 4,50 5,50 5,50
4 Warna 5,50 3,00 6,50 6,00 4,00 5,50
5 Warna 2,00 5,00 6,00 5,50 4,50 6,00
6 Warna 3,00 3,50 5,50 5,50 5,00 5,50
7 Warna 4,50 4,00 4,50 5,00 4,00 5,00
8 Warna 5,50 4,50 5,00 4,50 4,50 5,50
9 Warna 6,00 4,50 5,50 3,50 2,00 5,50
10 Warna 6,00 5,50 5,50 5,50 4,00 5,50
11 Warna 5,50 5,50 2,50 3,00 6,00 3,50
12 Warna 5,50 4,00 3,00 5,50 6,50 5,50
13 Warna 5,00 5,00 4,50 3,00 6,00 6,00
14 Warna 6,50 3,00 4,00 5,00 5,00 4,00
15 Warna 4,00 3,50 4,50 5,00 4,00 6,50
16 Warna 4,00 3,50 2,50 5,00 3,00 4,00
17 Warna 6,00 3,00 4,00 5,00 3,50 4,00
18 Warna 4,00 4,50 4,50 6,00 5,00 3,00
19 Warna 5,50 6,00 5,00 6,00 5,00 5,50
20 Warna 3,50 6,50 3,50 6,00 5,50 6,00
21 Warna 3,00 4,00 5,50 3,00 3,50 4,00
22 Warna 5,50 5,00 4,50 4,00 5,50 6,00
23 Warna 5,50 5,50 4,00 4,00 4,00 4,50
24 Warna 6,50 4,50 5,50 5,50 5,50 3,00
25 Warna 4,50 4,00 2,00 4,00 5,00 4,00
26 Warna 6,00 5,00 4,00 4,50 4,50 4,00
27 Warna 5,50 5,00 5,50 6,00 4,50 5,50
28 Warna 4,00 5,50 3,00 6,00 2,50 4,00
29 Warna 5,50 5,00 4,00 4,00 4,00 2,00
30 Warna 6,00 4,00 6,50 4,00 6,00 2,00
31 Warna 5,50 5,50 4,00 6,50 6,50 2,00
32 Warna 5,00 4,50 4,00 5,00 3,50 3,00
33 Warna 5,50 3,50 4,00 4,00 5,00 3,50
34 Warna 7,00 6,00 4,00 6,00 6,00 6,00
35 Warna 6,00 4,50 5,00 5,00 5,00 5,50
36 Warna 2,00 5,50 5,50 4,00 4,00 4,50
37 Warna 3,00 3,00 3,50 6,50 5,00 4,00
38 Warna 4,00 5,50 5,00 6,00 5,00 6,50
39 Warna 6,00 3,00 4,00 3,00 3,00 5,50
40 Warna 4,00 6,50 3,00 4,00 6,00 2,00
133
Lampiran 51 Data hasil rata-rata bentuk makaroni matang uji hedonik pada
penyimpanan mulai minggu M0 sampai M5
Panelis Kriteria M0 M1 M2 M3 M4 M5
Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata
1 Bentuk 7,00 6,00 2,00 5,50 4,50 3,50
2 Bentuk 6,00 3,00 4,00 5,50 5,00 5,00
3 Bentuk 6,00 6,00 4,00 4,50 5,50 5,50
4 Bentuk 6,00 5,00 7,00 6,00 4,00 6,00
5 Bentuk 3,50 6,00 6,00 6,00 4,50 4,50
6 Bentuk 3,00 5,50 5,00 5,00 6,00 6,00
7 Bentuk 6,00 6,50 5,00 6,00 5,50 5,00
8 Bentuk 6,00 4,00 5,00 4,50 7,00 6,00
9 Bentuk 3,00 6,00 6,00 6,00 4,00 5,00
10 Bentuk 6,00 5,50 6,00 5,00 6,00 5,50
11 Bentuk 6,00 6,00 2,00 3,00 6,00 3,50
12 Bentuk 6,00 5,50 4,00 6,00 6,00 6,00
13 Bentuk 6,50 6,00 4,00 6,00 6,00 6,00
14 Bentuk 7,00 6,00 6,00 4,00 5,00 4,00
15 Bentuk 6,00 5,50 5,00 6,00 4,50 6,00
16 Bentuk 5,00 5,50 6,00 5,00 5,00 6,00
17 Bentuk 6,00 5,00 7,00 6,00 3,00 6,00
18 Bentuk 4,00 6,00 6,00 5,50 5,50 6,00
19 Bentuk 6,00 6,00 6,00 5,00 6,00 5,50
20 Bentuk 4,00 6,00 5,50 6,00 6,00 5,50
21 Bentuk 7,00 6,00 6,00 6,00 4,00 5,00
22 Bentuk 4,00 3,00 6,00 4,00 4,00 6,00
23 Bentuk 6,00 6,00 5,00 6,00 5,00 4,50
24 Bentuk 5,00 4,00 6,00 6,00 5,50 4,00
25 Bentuk 4,50 5,00 5,50 4,00 6,00 5,00
26 Bentuk 6,00 4,00 6,00 5,50 6,00 4,00
27 Bentuk 5,00 6,00 3,00 6,00 5,50 5,50
28 Bentuk 4,00 5,50 4,00 6,50 6,00 4,00
29 Bentuk 6,00 7,00 5,50 4,00 6,00 3,50
30 Bentuk 6,00 4,00 7,00 6,00 6,00 3,50
31 Bentuk 5,50 6,00 4,00 6,00 6,00 4,50
32 Bentuk 6,00 6,00 5,50 5,00 4,50 4,00
33 Bentuk 4,50 4,50 5,00 6,00 6,00 5,00
34 Bentuk 6,00 6,00 5,50 5,50 6,00 6,00
35 Bentuk 6,00 6,00 5,50 5,50 5,00 6,00
36 Bentuk 6,00 5,50 5,50 6,00 6,00 6,00
37 Bentuk 6,00 4,00 5,50 6,00 7,00 4,00
38 Bentuk 4,00 5,00 6,00 6,00 5,00 6,00
39 Bentuk 6,00 4,00 4,50 4,00 5,00 6,00
40 Bentuk 5,00 6,50 4,00 6,00 6,00 3,50
134
Lampiran 52 Data hasil rata-rata kekenyalan makaroni matang uji hedonik pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5
Panelis Kriteria M0 M1 M2 M3 M4 M5
Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata
1 Kekenyalan 5,00 4,00 6,50 6,00 3,00 3,00
2 Kekenyalan 5,50 5,50 3,50 3,50 6,00 5,50
3 Kekenyalan 4,00 4,00 3,50 4,00 5,00 5,50
4 Kekenyalan 4,00 3,50 6,00 5,00 6,00 6,00
5 Kekenyalan 4,00 5,00 5,50 5,00 2,50 4,50
6 Kekenyalan 5,50 3,00 6,00 4,50 4,50 6,00
7 Kekenyalan 4,50 4,50 4,50 4,50 4,00 5,00
8 Kekenyalan 6,50 5,50 4,50 3,50 3,00 5,50
9 Kekenyalan 3,00 6,00 5,00 5,50 5,00 4,50
10 Kekenyalan 6,00 4,50 6,00 6,00 4,00 4,00
11 Kekenyalan 5,00 4,50 6,00 3,50 5,00 4,50
12 Kekenyalan 5,50 5,00 3,00 6,50 6,50 5,50
13 Kekenyalan 6,00 5,50 5,50 4,00 5,00 3,50
14 Kekenyalan 6,50 4,50 2,00 5,50 6,00 3,50
15 Kekenyalan 3,00 5,50 4,00 5,00 4,50 6,50
16 Kekenyalan 4,50 2,00 4,00 4,50 6,00 5,50
17 Kekenyalan 5,50 4,50 3,50 5,00 4,00 6,00
18 Kekenyalan 3,50 3,50 5,50 3,50 5,50 5,50
19 Kekenyalan 3,50 4,50 6,00 4,50 6,50 5,00
20 Kekenyalan 3,00 5,00 3,50 6,00 5,00 5,50
21 Kekenyalan 6,00 4,50 5,00 5,50 4,00 2,00
22 Kekenyalan 5,50 5,00 3,50 3,50 5,50 4,50
23 Kekenyalan 5,50 6,00 4,00 5,00 5,50 3,50
24 Kekenyalan 4,50 4,00 4,50 4,50 6,00 3,00
25 Kekenyalan 3,50 2,50 4,00 4,00 5,50 4,50
26 Kekenyalan 5,00 5,00 6,00 5,50 5,50 4,00
27 Kekenyalan 3,00 6,00 4,50 6,00 5,50 5,50
28 Kekenyalan 4,00 4,50 3,50 2,00 6,50 4,00
29 Kekenyalan 5,50 2,00 5,50 4,50 6,00 2,00
30 Kekenyalan 5,50 4,00 5,00 2,00 6,00 2,50
31 Kekenyalan 4,50 5,50 4,00 5,50 6,50 1,50
32 Kekenyalan 5,50 5,00 4,00 6,50 3,50 2,00
33 Kekenyalan 5,50 2,00 5,50 3,00 4,50 3,00
34 Kekenyalan 6,00 6,50 4,50 6,00 1,50 6,00
35 Kekenyalan 6,00 3,50 4,00 5,00 3,00 4,00
36 Kekenyalan 3,50 5,50 5,50 5,50 4,50 3,50
37 Kekenyalan 6,00 5,50 3,00 6,00 5,00 3,50
38 Kekenyalan 5,00 5,50 5,00 4,50 4,50 6,00
39 Kekenyalan 3,50 4,00 4,00 4,00 4,50 6,00
40 Kekenyalan 5,00 3,50 2,50 4,50 6,00 3,00
135
Lampiran 53 Data hasil rata-rata aroma makaroni matang uji hedonik pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5
Panelis Kriteria M0 M1 M2 M3 M4 M5
Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata
1 Aroma 6,00 6,00 3,50 6,00 4,00 3,50
2 Aroma 3,50 6,00 4,00 3,50 6,00 6,00
3 Aroma 7,00 4,00 4,00 6,50 4,00 6,00
4 Aroma 5,00 5,00 3,00 2,50 6,00 5,00
5 Aroma 3,50 5,00 5,50 6,00 4,50 4,50
6 Aroma 5,50 3,50 5,50 5,50 5,00 5,50
7 Aroma 4,00 5,50 4,50 4,00 2,00 5,00
8 Aroma 5,50 3,50 4,50 5,50 3,00 6,00
9 Aroma 5,00 5,00 4,00 3,50 3,00 5,00
10 Aroma 4,00 5,50 5,50 5,50 3,00 4,00
11 Aroma 5,00 6,00 4,50 2,50 5,00 4,50
12 Aroma 5,50 4,00 4,00 3,50 6,50 5,50
13 Aroma 6,00 5,00 4,50 6,00 4,00 6,00
14 Aroma 6,50 4,50 5,00 3,50 4,50 5,00
15 Aroma 2,00 2,00 4,50 5,00 4,00 6,50
16 Aroma 4,50 5,00 5,00 6,00 5,00 7,00
17 Aroma 4,50 4,00 6,00 6,00 5,00 7,00
18 Aroma 4,00 3,50 6,50 4,00 6,00 5,00
19 Aroma 5,50 4,00 5,50 5,00 4,50 5,00
20 Aroma 3,00 4,00 5,00 2,50 5,00 5,50
21 Aroma 6,50 6,00 3,00 5,50 6,00 4,00
22 Aroma 5,50 4,50 5,50 4,50 5,50 5,50
23 Aroma 5,50 6,50 3,00 5,50 5,50 4,00
24 Aroma 5,50 4,50 4,50 3,00 3,00 4,00
25 Aroma 3,50 4,00 4,50 4,00 2,00 6,00
26 Aroma 3,00 6,00 6,00 6,50 2,50 2,00
27 Aroma 4,00 6,00 4,50 2,00 3,00 4,50
28 Aroma 4,00 5,50 3,50 4,00 2,00 4,00
29 Aroma 6,00 4,50 4,00 4,50 2,50 2,00
30 Aroma 6,00 4,50 5,00 3,00 6,00 2,50
31 Aroma 4,00 6,00 4,00 5,50 6,00 2,00
32 Aroma 6,50 5,50 4,50 6,50 4,00 3,00
33 Aroma 4,00 4,00 6,00 3,00 4,50 4,50
34 Aroma 5,50 3,00 6,50 6,00 3,00 6,00
35 Aroma 6,50 2,50 5,50 4,50 4,00 4,00
36 Aroma 3,00 5,50 5,50 6,50 5,50 4,00
37 Aroma 3,00 6,00 2,50 6,00 5,00 5,00
38 Aroma 4,00 5,50 6,00 4,00 5,50 6,50
39 Aroma 5,00 4,00 4,00 4,00 3,50 5,50
40 Aroma 5,00 2,00 4,00 4,00 5,50 4,00
136
Lampiran 54 Data hasil rata-rata rasa makaroni matang uji hedonik pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5
Panelis Kriteria M0 M1 M2 M3 M4 M5
Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata
1 Rasa 3,00 4,00 3,50 5,00 4,00 3,50
2 Rasa 4,00 6,00 2,50 4,50 4,00 5,50
3 Rasa 2,50 4,50 4,00 4,50 4,50 6,00
4 Rasa 5,00 4,00 6,00 2,50 6,00 4,50
5 Rasa 2,50 3,50 5,00 5,00 4,00 6,00
6 Rasa 4,50 3,00 4,00 5,00 4,50 6,50
7 Rasa 4,50 5,50 4,00 5,50 3,50 5,00
8 Rasa 6,50 5,00 5,00 5,00 4,00 5,50
9 Rasa 3,00 5,50 4,00 4,00 5,00 5,00
10 Rasa 4,00 3,00 5,00 5,50 6,00 5,00
11 Rasa 3,50 6,00 4,50 2,50 6,00 3,50
12 Rasa 5,50 5,50 5,00 5,00 7,00 5,50
13 Rasa 6,50 4,50 6,00 4,50 6,00 5,50
14 Rasa 6,50 3,50 2,50 4,00 4,00 4,00
15 Rasa 4,00 5,50 4,00 5,00 2,50 5,50
16 Rasa 4,50 2,50 5,00 5,50 4,00 6,00
17 Rasa 6,00 4,00 4,50 5,50 5,50 6,00
18 Rasa 3,50 4,00 6,50 4,00 5,50 4,00
19 Rasa 5,00 4,00 5,00 3,50 5,50 5,50
20 Rasa 4,00 5,50 5,00 4,00 3,50 5,00
21 Rasa 4,00 3,00 5,00 5,50 2,00 4,00
22 Rasa 4,50 4,50 5,00 3,00 6,50 4,50
23 Rasa 3,50 5,50 4,00 4,00 4,50 4,00
24 Rasa 6,00 4,50 4,50 4,50 4,00 4,00
25 Rasa 3,50 4,00 1,50 4,00 2,00 2,50
26 Rasa 6,00 5,00 6,50 4,00 2,50 3,50
27 Rasa 4,00 5,50 3,50 6,00 2,50 5,00
28 Rasa 4,00 5,50 5,00 6,00 2,00 4,50
29 Rasa 6,00 5,00 5,50 4,00 2,50 1,50
30 Rasa 5,50 4,00 5,50 2,00 6,00 2,00
31 Rasa 5,50 5,50 6,00 5,50 6,50 1,50
32 Rasa 6,00 5,50 4,50 6,50 4,00 2,00
33 Rasa 4,50 4,50 5,50 2,50 5,50 2,00
34 Rasa 6,50 4,00 5,50 6,00 2,00 6,00
35 Rasa 6,50 4,00 5,50 5,50 3,00 6,00
36 Rasa 4,00 5,50 5,00 4,00 3,00 5,50
37 Rasa 6,00 3,00 4,50 6,50 2,00 4,50
38 Rasa 4,00 5,50 5,00 4,00 6,00 6,00
39 Rasa 4,00 4,00 5,00 4,00 3,00 6,00
40 Rasa 4,50 2,00 3,00 5,50 5,50 4,50
137
Lampiran 55 Analisis ragam uji hedonik penyimpanan warna makaroni mentah
mulai Minggu ke-0 sampai Minggu ke-5
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:warna mentah
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 22.708a 44 .516 .766 .852
Intercept 7095.938 1 7095.938 1.053E4 .000
Perlakuan 6.813 5 1.363 2.023 .077
Panelis 15.896 39 .408 .605 .968
Error 131.354 195 .674
Total 7250.000 240
Corrected Total 154.063 239
a. R Squared = ,147 (Adjusted R Squared = -,045)
Lampiran 56 Analisis ragam uji hedonik penyimpanan bentuk makaroni mentah
mulai Minggu ke-0 sampai Minggu ke-5
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:bentuk mentah
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 32.229a 44 .732 .761 .858
Intercept 6949.884 1 6949.884 7.223E3 .000
Perlakuan 8.072 5 1.614 1.678 .142
Panelis 24.157 39 .619 .644 .948
Error 187.636 195 .962
Total 7169.750 240
Corrected Total 219.866 239
a. R Squared = ,147 (Adjusted R Squared = -,046)
138
Lampiran 57 Analisis ragam uji hedonik penyimpanan warna makaroni matang
mulai Minggu ke-0 sampai Minggu ke-5
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:warna matang
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 65.283a 44 1.484 1.108 .313
Intercept 5180.104 1 5180.104 3.869E3 .000
Perlakuan 8.471 5 1.694 1.265 .281
Panelis 56.812 39 1.457 1.088 .346
Error 261.113 195 1.339
Total 5506.500 240
Corrected Total 326.396 239
a. R Squared = ,200 (Adjusted R Squared = ,020)
Lampiran 58 Analisis ragam uji hedonik penyimpanan bentuk makaroni matang
mulai Minggu ke-0 sampai Minggu ke-5
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:bentuk matang
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 32.496a 44 .739 .736 .886
Intercept 6757.509 1 6757.509 6.732E3 .000
Perlakuan 4.797 5 .959 .956 .446
Panelis 27.699 39 .710 .708 .900
Error 195.745 195 1.004
Total 6985.750 240
Corrected Total 228.241 239
a. R Squared = ,142 (Adjusted R Squared = -,051)
139
Lampiran 59 Analisis ragam uji hedonik penyimpanan kekenyalan makaroni
matang mulai Minggu ke-0 sampai Minggu ke-5
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:kenyal matang
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 37.688a 44 .857 .578 .984
Intercept 5166.176 1 5166.176 3.487E3 .000
Perlakuan 8.655 5 1.731 1.168 .326
Panelis 29.032 39 .744 .502 .994
Error 288.886 195 1.481
Total 5492.750 240
Corrected Total 326.574 239
a. R Squared = ,115 (Adjusted R Squared = -,084)
Lampiran 60 Analisis ragam uji hedonik penyimpanan aroma makaroni matang
mulai Minggu ke-0 sampai Minggu ke-5
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:aroma matang
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 52.017a 44 1.182 .766 .852
Intercept 5180.104 1 5180.104 3.357E3 .000
Perlakuan 4.621 5 .924 .599 .701
Panelis 47.396 39 1.215 .788 .810
Error 300.879 195 1.543
Total 5533.000 240
Corrected Total 352.896 239
a. R Squared = ,147 (Adjusted R Squared = -,045)
140
Lampiran 61 Analisis ragam uji hedonik penyimpanan rasa makaroni matang
mulai Minggu ke-0 sampai Minggu ke-5
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:rasa matang
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 58.654a 44 1.333 .871 .701
Intercept 4932.267 1 4932.267 3.221E3 .000
Perlakuan 4.921 5 .984 .643 .667
Panelis 53.733 39 1.378 .900 .642
Error 298.579 195 1.531
Total 5289.500 240
Corrected Total 357.233 239
a. R Squared = ,164 (Adjusted R Squared = -,024)
Lampiran 62 Data hasil pengukuran warna makaroni mentah dan matang pada
M0
Sampel Nilai (makaroni mentah) Nilai (makaroni matang)
L* a* b* ºHue L* a* b* ºHue
ulangan I
1 34,28 16,31 4,53 15,50 38,97 6,97 8,18 49,60
2 34,29 16,44 4,78 16,20 36,00 6,46 7,77 50,30
3 34,44 16,55 4,84 16,20 39,72 7,07 8,08 48,90
Rata-rata 34,34 16,43 4,72 15,97 38,23 6,83 8,01 49,60
ulangan II
1 33,37 15,12 5,05 18,40 39,76 6,82 7,73 48,60
2 33,38 15,05 4,85 17,80 40,12 6,76 7,85 49,30
3 33,36 15,17 4,90 17,80 38,92 6,65 7,92 50,00
Rata-rata 33,37 15,11 4,93 18,00 39,60 6,74 7,83 49,30
141
Lampiran 63 Data hasil pengukuran warna makaroni mentah dan matang pada
M1
Sampel Nilai (makaroni mentah) Nilai (makaroni matang)
L* a* b* ºHue L* a* b* ºHue
ulangan I
1 35,49 15,37 4,87 17,5 39,98 6,77 7,96 49,7
2 35,46 15,38 4,87 17,5 39,76 7,36 7,91 47,1
3 35,98 15,43 4,94 17,7 39,96 7,26 8,11 48,2
Rata-rata 35,64 15,39 4,89 17,57 39,90 7,13 7,99 48,33
ulangan II
1 34,03 14,02 4,9 19,2 39,61 6,88 7,65 48,1
2 35,36 13,76 4,75 18,9 39,31 6,79 7,97 49,6
3 35,08 13,87 4,74 18,8 38,72 7,22 7,73 47
Rata-rata 34,82 13,88 4,80 18,97 39,21 6,96 7,78 48,23
Lampiran 64 Data hasil pengukuran warna makaroni mentah dan matang pada
M2
Sampel Nilai (makaroni mentah) Nilai (makaroni matang)
L* a* b* ºHue L* a* b* ºHue
ulangan I
1 36,67 15,64 5,31 18,70 36,57 7,74 6,36 39,40
2 35,44 15,89 5,28 18,30 38,03 7,63 7,34 43,80
3 34,97 15,63 5,12 18,10 38,75 6,88 7,30 46,80
Rata-rata 35,69 15,72 5,24 18,37 37,78 7,42 7,00 43,33
ulangan II
1 35,52 14,68 5,19 19,40 40,04 7,83 6,72 40,60
2 35,46 14,86 5,15 19,00 37,68 7,14 7,05 44,60
3 36,12 15,00 5,19 19,00 37,92 6,62 6,53 44,50
Rata-rata 35,70 14,85 5,18 19,13 38,55 7,20 6,77 43,23
142
Lampiran 65 Data hasil pengukuran warna makaroni mentah dan matang pada
M3
Sampel Nilai (makaroni mentah) Nilai (makaroni matang)
L* a* b* ºHue L* a* b* ºHue
ulangan I
1 33,35 13,88 4,89 19,30 38,30 7,02 6,39 42,30
2 32,72 13,86 4,74 18,80 40,24 11,62 7,90 34,20
3 33,33 13,63 4,56 18,40 41,30 10,47 7,86 36,80
Rata-rata 33,13 13,79 4,73 18,83 39,95 9,70 7,38 37,77
ulangan II
1 33,26 13,70 5,12 20,40 42,46 11,42 9,01 38,20
2 34,32 14,01 5,31 20,70 43,75 11,50 9,64 39,90
3 34,33 16,95 5,80 10,80 43,53 10,35 8,94 40,80
Rata-rata 33,97 14,89 5,41 17,30 43,25 11,09 9,20 39,63
Lampiran 66 Data hasil pengukuran warna makaroni mentah dan matang pada
M4
Sampel Nilai (makaroni mentah) Nilai (makaroni matang)
L* a* b* ºHue L* a* b* ºHue
ulangan I
1 34,83 15,29 5,18 18,6 38,59 6,83 6,38 43,00
2 33,37 14,28 4,50 17,4 38,75 6,68 6,34 43,40
3 33,11 14,19 4,67 18,1 39,52 6,84 6,36 42,90
Rata-rata 33,77 14,59 4,78 18,03 38,95 6,78 6,36 43,10
ulangan II
1 35,76 14,54 5,19 19,6 39,70 6,15 6,44 46,40
2 34,95 14,31 5,03 19,3 39,38 6,14 6,41 46,30
3 35,72 14,81 5,37 19,9 40,56 6,61 6,65 45,20
Rata-rata 35,48 14,55 5,20 19,60 39,88 6,30 6,50 45,97
143
Lampiran 67 Data hasil pengukuran warna makaroni mentah dan matang pada
M5
Sampel Nilai Nilai
L* a* b* ºHue L* a* b* ºHue
ulangan I
1 36,12 15,48 5,22 18,50 39,47 7,75 6,93 41,80
2 36,03 15,71 5,24 18,40 38,36 7,43 6,77 42,30
3 36,30 15,25 5,06 18,30 40,27 7,86 7,19 42,40
Rata-rata 36,15 15,48 5,17 18,40 39,37 7,68 6,96 42,17
ulangan II
1 35,07 14,68 5,01 18,70 40,52 7,78 6,94 41,70
2 36,05 14,97 5,19 19,00 41,68 7,73 6,89 41,70
3 35,33 14,41 5,16 19,60 40,45 7,50 6,67 41,60
Rata-rata 35,48 14,69 5,12 19,10 40,88 7,67 6,83 41,67
144
Lampiran 68 Analisis ragam warna makaroni mentah dan matang pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
L*mentah Between Groups 9.004 5 1.801 3.797 .068
Within Groups 2.846 6 .474
Total 11.850 11
a* mentah Between Groups 2.837 5 .567 1.029 .477
Within Groups 3.308 6 .551
Total 6.145 11
b* mentah Between Groups .247 5 .049 .851 .561
Within Groups .349 6 .058
Total .596 11
oHue mentah Between Groups 4.902 5 .980 .984 .497
Within Groups 5.977 6 .996
Total 10.879 11
L* matang Between Groups 13.670 5 2.734 1.932 .223
Within Groups 8.490 6 1.415
Total 22.161 11
a* matang Between Groups 19.988 5 3.998 21.339 .001
Within Groups 1.124 6 .187
Total 21.112 11
b* matang Between Groups 5.515 5 1.103 3.805 .067
Within Groups 1.739 6 .290
Total 7.254 11
oHue matang Between Groups 160.921 5 32.184 32.033 .000
Within Groups 6.028 6 1.005
Total 166.950 11
145
Uji Duncan nilai a makaroni matang mulai M0 sampai M5
Perlaku
an N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Duncana M4 2 6.5400
M0 2 6.7850 6.7850
M1 2 7.0450 7.0450
M2 2 7.3100 7.3100
M5 2 7.6750
M3 2 10.3950
Sig. .141 .098 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Uji Duncan oHue makaroni matang mulai M0 sampai M5
Perlaku
an N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
Duncana M3 2 38.7000
M5 2 41.9200
M2 2 43.2800 43.2800
M4 2 44.5350
M1 2 48.2800
M0 2 49.4500
Sig. 1.000 .224 .257 .287
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
146
Lampiran 69 Data hasil pengukuran tekstur makaroni mentah dan matang pada
M0
Kode Kekerasan Kekerasan Kelengketan
Sampel (gf) : mentah (gf) : matang (gf) : matang
ulangan I
2658,1 2281,7 - 315,7
2416,6 2494,2 - 220,4
2619,6 1976,2 - 264,4
Rata-rata 2564,8 2250,7 - 266,8
ulangan II
2148,8 1907,0 - 151,0
2328,5 1823,7 - 200,8
2543,1 1831,3 - 314,3
Rata-rata 2340,1 1854,0 - 222,0
Lampiran 70 Data hasil pengukuran tekstur makaroni mentah dan matang pada
M1
Kode Kekerasan Kekerasan Kelengketan
Sampel (gf) (gf) : matang (gf) : matang
ulangan I
2333,5 2485,3 - 137,7
2185,0 2465,5 - 152,6
1939,0 2646,8 - 128,8
Rata-rata 2152,5 2532,5 - 139,7
ulangan II
2482,8 2646,8 - 128,8
2490,8 2817,1 - 153,2
2691,5 2374,6 - 177,0
Rata-rata 2555,0 2612,8 - 153,0
147
Lampiran 71 Data hasil pengukuran tekstur makaroni mentah dan matang pada
M2
Kode Kekerasan Kekerasan Kelengketan
Sampel (gf) (gf) : matang (gf) : matang
ulangan I
2521,5 2796,2 - 578,8
3182,2 2853,1 - 657,2
2885,4 3079,9 - 674,6
Rata-rata 2863,0 2909,7 - 636,9
ulangan II
3258,1 2002,2 - 492,8
2910,2 2480,8 - 446,9
3320,3 2228,7 - 375,3
Rata-rata 3162,9 2237,2 - 438,3
Lampiran 72 Data hasil pengukuran tekstur makaroni mentah dan matang pada
M3
Kode Kekerasan Kekerasan Kelengketan
Sampel (gf) (gf) : matang (gf) : matang
ulangan I
2471,6 2186,5 - 317,2
2466,1 2220,0 - 387,5
2646,8 2244,8 - 387,5
Rata-rata 2528,2 2217,1 - 364,1
ulangan II
3182,3 2375,7 - 279,2
2990,6 2177,4 - 440,3
3343,6 2237,9 - 673,0
Rata-rata 3172,2 2263,7 - 464,2
148
Lampiran 73 Data hasil pengukuran tekstur makaroni mentah dan matang pada
M4
Kode Kekerasan Kekerasan Kelengketan
Sampel (gf) (gf) : matang (gf) matang
ulangan I
3255,5 3278,1 - 779,4
3065,5 3401,4 - 651,1
3081,3 3618,6 - 793,9
Rata-rata 3134,1 3432,7 - 741,5
ulangan II
2926,0 2879,1 - 786,3
2665,5 3822,4 - 827,3
2804,4 3712,5 - 901,9
Rata-rata 2798,6 3471,3 - 838,5
Lampiran 74 Data hasil pengukuran tekstur makaroni mentah dan matang pada
M5
Kode Kekerasan Kekerasan Kelengketan
Sampel (gf) (gf) : matang (gf) : matang
ulangan I
3257,4 2351,2 - 357,6
3153,2 2600,0 - 438,5
3083,6 2558,4 - 579,1
Rata-rata 3164,7 2503,2 - 458,4
ulangan II
2761,7 2309,6 - 541,8
2900,5 2525,5 - 498,0
2992,8 2109,4 - 464,1
Rata-rata 2885,0 2314,8 - 501,3
149
Lampiran 75 Analisis ragam tekstur makaroni mentah dan matang pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
kerasmentah Between Groups 885573.204 5 177114.641 2.341 .165
Within Groups 453982.345 6 75663.724
Total 1339555.549 11
kerasmatang Between Groups 2356111.208 5 471222.242 8.630 .010
Within Groups 327615.655 6 54602.609
Total 2683726.863 11
lengketmatang Between Groups 517288.534 5 103457.707 19.739 .001
Within Groups 31447.655 6 5241.276
Total 548736.189 11
Uji Duncan kekerasan makaroni matang mulai M0 – M5
Perlaku
an N
Subset for alpha = 0.05
1 2
Duncana M0 2 2052.35
M3 2 2240.40
M5 2 2409.00
M1 2 2572.65
M2 2 2573.45
M4 2 3452.00
Sig. .080 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
150
Uji Duncan kelengketan makaroni matang mulai M0 sampai M5
Perlaku
an N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
Duncana M1 2 146.35
M0 2 244.40 244.40
M3 2 414.15 414.15
M5 2 479.85
M2 2 537.60
M4 2 790.00
Sig. .224 .057 .150 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Lampiran 76 Data hasil analisis kadar air makaroni mulai M0 sampai M5
Kode Kadar air Kadar air Kadar air Kadar air Kadar air Kadar air
Sampel (%) M0 (%) M1 (%) M2 (%) M3 (%) M4 (%) M5
ulangan I
5,86 7,15 5,29 8,29 7,61 4,09
5,89 7,23 5,18 8,55 7,38 4,06
5,84 7,21 5,18 8,68 7,41 4,30
Rata-rata 5,86 7,20 5,22 8,51 7,47 4,15
ulangan II
6,49 7,54 5,29 8,71 7,84 4,57
6,58 7,48 5,32 8,98 7.66 4,53
6,48 7,62 5,44 8,53 7,47 4,44
Rata-rata 6,52 7,55 5,35 8,74 7,66 4,51
Lampiran 77 Analisis ragam kadar air makaroni pada penyimpanan mulai M0
sampai M5
ANOVA
Kadarair Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 25.348 5 5.070 76.657 .000
Within Groups .397 6 .066
Total 25.745 11
151
Uji Duncan kadar air makaroni yang disimpan selama 5 minggu
Perlaku
an N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5
Duncana M5 2 4.3300
M2 2 5.2850
M0 2 6.1900
M1 2 7.3750
M4 2 7.5650
M3 2 8.6250
Sig. 1.000 1.000 1.000 .488 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
152