PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES BERBASIS PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENGUKUR LITERASI MATEMATIKA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR KECAMATAN METRO PUSAT (Tesis) Oleh FIRMA ANDRIAN PRODI MAGISTER KEGURUAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018
107
Embed
PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES BERBASIS PENDEKATAN …digilib.unila.ac.id/50117/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · instrumen tes berdasarkan analisis butir soal terdapat 10 soal pilihan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES BERBASIS PENDEKATAN KONTEKSTUALUNTUK MENGUKUR LITERASI MATEMATIKA SISWA KELAS V
SEKOLAH DASAR KECAMATAN METRO PUSAT
(Tesis)
Oleh
FIRMA ANDRIAN
PRODI MAGISTER KEGURUAN GURU SEKOLAH DASARFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
THE DEVELOPMENT OF TEST INSTRUMENT BASED ON CONTEXTUALAPPROACH TO MEASURING MATHEMATICAL LITERACY
IN CLASS 5th ELEMENTARY SCHOOL
By
FIRMA ANDRIAN
This study aims to develop a test instrument based on a contextual approach to
measure mathematical literacy which has the feasible and quality. Type of research
used in research and development of formative evaluation type. The population in
this research is all the fifth grade students of Elementary School of Metro Pusat
Subdistrict Metro City, Lampung. Samples were taken by using cluster sampling
techniques as many as 37 students of grade V Isa SD Muhammadiyah Metro and 25
students of grade VB SDN 7 Metro Pusat. Data were collected through
questionnaires and test questions. The results of the study show that the test
instruments developed are feasible and qualified. The feasibility of the test
instrument based on the assessment of 3 experts on average of 97,22 are included in
the excellent category. While the quality of instruments based on the item analysis
there are 10 multiple choice questions and 8 essay examinations.
Keywords: test instrument, mathematical literacy, contextual approach.
ABSTRAK
PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES BERBASIS PENDEKATAN KONTEKSTUALUNTUK MENGUKUR LITERASI MATEMATIKA SISWA KELAS V
SEKOLAH DASAR KECAMATAN METRO PUSAT
Oleh
FIRMA ANDRIAN
Penelitian ini bertujuan mengembangkan instrumen tes berbasis pendekatan
kontekstual untuk mengukur literasi matematika yang layak dan berkualitas. Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan tipe formative
evaluation. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V Sekolah Dasar Kecamatan
Metro Pusat Kota Metro, Lampung. Sampel ditentukan menggunakan teknik cluster
sampling sebanyak 37 siswa kelas V Isa SD Muhammadiyah Metro Pusat dan 25
siswa kelas VB SD Negeri 7 Metro Pusat. Data dikumpulkan melalui lembar angket
dan soal tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa instrumen tes yang dikembangkan
layak dan berkualitas. Kelayakan instrumen tes berdasarkan penilaian dari 3 ahli rata-
rata sebesar 97,22 termasuk dalam kategori sangat baik. Sedangkan kualitas
instrumen tes berdasarkan analisis butir soal terdapat 10 soal pilihan ganda dan 8 soal
uraian yang berkualitas.
Kata Kunci: instrumen tes, literasi matematika, pendekatan kontekstual.
PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES BERBASIS PENDEKATAN KONTEKSTUAL
UNTUK MENGUKUR LITERASI MATEMATIKA SISWA KELAS V
SEKOLAH DASAR KECAMATAN METRO PUSAT
Oleh
FIRMA ANDRIAN
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Magister Keguruan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
PROGRAM STUDI MAGISTER KEGURUAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Peneliti bernama Firma Andrian lahir di Desa Pelem,
Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulung Agung pada
tanggal 2 Juli 1993. Peneliti merupakan anak pertama dari
dua bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Riyadi dan Ibu
Sulaikah.
Riwayat pendidikan peneliti dimulai dari SD Negeri 1 Raman Aji, Kecamatan
Raman Utara, Kabupaten Lampung Timur pada tahun 1999 dan lulus pada tahun
2005. Peneliti melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Raman
Utara, Kabupaten Lampung Timur dan lulus pada tahun 2008. Kemudian peneliti
melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Raman Utara, Kabupaten Lampung
Timur dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2011 peneliti melanjutkan studi ke
STAIN Jurai Siwo Metro Jurusan Tarbiyah Program Studi S1 Pendidikan Guru
Madrasah Ibidaiyah (PGMI) lulus pada tahun 2015. Kemudian melanjutkan studi
sebagai mahasiswa S2 Magister Keguruan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas
Lampung pada tahun 2016.
MOTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan,maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan)kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain”
(Q.S. Al-Insyiroh: 6-7)
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap puji syukurAlhamdullilah ataskehadirat Allah SWT, tesis ini kupersembahkan kepada
Para Dosen yang telah berjasa memberikan bimbingan danilmu yang sangat berharga melalui ketulusan dan
kesabarannya kepada Saya.
Almamater tercinta, Universitas Lampung
Para guru serta karyawan SD Muhammadiyah Metro danSD Negeri 7 Metro Pusat yang telah berjasa membantu
dalam penelitian ini
i
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis dengan judul “Pengembangan Instrumen Tes Berbasis Pendekatan
Kontekstual untuk Mengukur Literasi Matematika Siswa Kelas V Sekolah Dasar
Kecamatan Metro Pusat” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Pendidikan di Universitas Lampung. Penyusunan tesis ini dapat
terwujud berkat adanya bimbingan, masukan, dan bantuan dari berbagai pihak
sebagai berikut.
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hi. Hasriadi Mat Akin, M. P., selaku Rektor Universitas
Lampung yang telah memberi kesempatan kepada peneliti menempuh studi
Magister Keguruan Guru SD Universitas Lampung.
2. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M. Pd., Dekan FKIP Universitas Lampung
beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada peneliti
Universitas Lampung yang telah memberikan pengarahan dan petunjuk yang
bermanfaat bagi peneliti untuk menyelesaikan tesis ini.
ii
4. Ibu Dr. Riswanti Rini, M. Si., Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP
Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan dan pengarahan kepada
penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
5. Bapak Dr. Alben Ambarita, M.Pd., Ketua Program Studi Magister Keguruan
Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Lampung sekaligus sebagai Penguji I
dan Ahli Materi yang telah memberikan masukan, nasihat, motivasi yang
berarti dengan penuh kesabaran sehingga penyusunan tesis ini dapat berjalan
dengan lancar.
6. Ibu Dr. Lilik Sabdaningtyas, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik sekaligus
Pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan nasihat, saran-saran,
dan motivasi yang berarti dengan penuh kesabaran sehingga penyusunan tesis
ini dapat apat berjalan dengan lancar.
7. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku pembimbing II telah membimbing dan
memberikan nasihat, saran-saran, dan motivasi yang berarti dengan penuh
kesabaran sehingga penyusunan tesis ini dapat apat berjalan dengan lancar.
8. Bapak Dr. Darsono, M.Pd., selaku Penguji II. Terimakasih atas kritik dan
saran yang berharga dalam penyusunan tesis ini.
9. Bapak Dr. Edi Purnomo, M.Pd., selaku Ahli Evaluasi yang telah bersedia
meluangkan waktu, memberikam motivasi dan saran dalam penyusunan
produk.
10. Ibu Dr. Siti Samhati, M.Pd., selaku Ahli Bahasa yang telah bersedia
meluangkan waktu, memberikam motivasi dan saran dalam penyusunan
produk.
iii
11. Bapak dan Ibu Dosen serta staf Program Studi Magister Keguruan Guru
Sekolah Dasar FKIP Universitas Lampung yeng telah memberikan ilmu yang
berharga, motivasi, dan kemudahan bagi peneliti dalam menyelesaikan tesis
ini.
12. Bapak Ihwan, S.Pd., selaku kepala SD Muhammadiyah Metro yang telah
memberikan izin melaksanakan penelitian, masukan, dan motivasi dalam
menyelesaikan tesis ini.
13. Ibu Saihati Yakup Senawi, S.Pd selaku kepala SD Negeri 7 Metro Pusat yang
telah memberikan izin melaksanakan penelitian, masukan, dan motivasi dalam
menyelesaikan tesis ini.
14. Bapak Rusman Ahmadi, M.Pd., selaku guru kelas V Isa SD Muhammadiyah
Metro yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian dan
memberikan motivasi alam menyelesaikan tesis ini.
15. Ibu Nanik Indrayati, S.Pd., selaku guru kelas VB SD Negeri 7 Metro Pusat
yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian dan memberikan
motivasi alam menyelesaikan tesis ini.
16. Seluruh guru kelas VI SD Muhammadiyah Metro yang telah memberikan izin
untuk melaksanakan penelitian dan memberikan motivasi dalam
menyelesaikan tesis ini.
17. Guru dan Staf SD Muhammadiyah Metro dan SD Negeri 7 Metro Pusat yang
telah memberikan semangat, motivasi, dan do’a.
18. Siswa kelas V SD Muhammadiyah Metro dan SD Negeri 7 Metro Pusat yang
telah berpartisipasi aktif sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.
Semoga kalian menjadi anak yang bertaqwa, cerdas, dan berprestasi.
iv
19. Siswa kelas VI SD Muhammadiyah Metro yang telah berpartisipasi aktif
sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Semoga kalian menjadi
anak yang bertaqwa, cerdas, dan berprestasi.
20. Sahabat-sahabat tercinta yang selalu mendukung, mendo’akan, menjadi teman
berbagi sedih dan bahagia.
21. Sahabat-sahabat angkatan 2016 Magister Keguruan Guru Sekolah Dasar yang
telah menghadirkan semangat kebersamaan yang tak terlupakan.
22. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan namanya, terima kasih atas
do’a dan dukungan yang diberikan.
Semoga dengan bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala
dari Allah SWT dan peneliti berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi dunia
pendidikan dalam meningkatkan kualitas penilaian. Aamiin.
Bandar Lampung, Oktober 2018
Peneliti,
Firma Andrian
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI………………………………………………………………………. v
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….... viii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………... xi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………… xii
I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah................................................................................. 1B. Identifikasi Masalah ...................................................................................... 8C. Batasan Masalah............................................................................................. 8D. Rumusan Masalah .......................................................................................... 9E. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 9F. Kegunaan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 9G. Ruang Lingkup Penelitian.............................................................................. 10H. Spesifikasi Produk.......................................................................................... 11
II KAJIAN TEORIA. Penilaian ......................................................................................................... 12
C. Literasi Matematika........................................................................................ 241. Pengertian Literasi Matematika ............................................................... 242. Komponen-Komponen Literasi Matematika............................................ 25
a. Situasi dan Konteks ............................................................................ 26b. Area Konten ....................................................................................... 28c. Kompetensi/ Proses ............................................................................ 29d. Level Kemampuan Literasi ................................................................ 31
D. Matematika..................................................................................................... 321. Pengertian Matematika............................................................................. 322. Tujuan Pembelajaran Matematika............................................................ 333. Karakteristik Matematika......................................................................... 34
E. Penelitian yang Relevan................................................................................. 37F. Kerangka Pikir Penelitian............................................................................... 44G. Hipotesis Penelitian........................................................................................ 47
III METODE PENELITIANA. Desain Penelitian ....................................................................................... 48B. Prosedur Pengembangan ........................................................................... 48
1. Tahap Preliminary............................................................................... 492. Tahap Formative Evaluation ............................................................... 49
C. Populasi dan Sampel.................................................................................. 521. Populasi ............................................................................................... 522. Sampel ................................................................................................. 52
D. Variabel Penelitian .................................................................................... 531. Definisi Konseptual ............................................................................. 53
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 571. Teknik Nontes ..................................................................................... 572. Teknik Tes ........................................................................................... 58
G. Teknik Analisis Data ................................................................................. 631. Teknik Analisis Data Kualitatif........................................................... 632. Teknik Analisis Data Kuantitatif......................................................... 68
IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIANA. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.......................................................... 76B. Hasil Penelitian dan Pengembangan.......................................................... 77
vii
1. Tahap Preliminary ............................................................................... 78a. Persiapan........................................................................................ 78b. Pendesainan .................................................................................. 80
2. Formative Evaluation .......................................................................... 80a. Self Evaluation............................................................................... 80b. Expert Reviews .............................................................................. 80c. One-to-one..................................................................................... 87d. Small Group................................................................................... 88e. Field Test ....................................................................................... 95
C. Pembahasan Hasil Penelitian..................................................................... 102D. Kelebihan Instrumen Tes Literasi Matematika ......................................... 109E. Keterbatasan Penelitian dan Pengembangan
13. Hasil Uji Ahli ......................................................................................................202
14. Surat Izin Penelitian ............................................................................................211
15. Surat Balasan Penelitian dari Sekolah ................................................................213
16. Foto Kegiatan Pembelajaran ...............................................................................215
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan cikal bakal pembentukan sumber daya manusia unggul
agar mampu bertahan dalam perkembangan dunia yang begitu pesatnya. Hal ini
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Bab II pasal 3 yang
berbunyi
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan danmembentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangkamencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensisiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada TuhanYang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertangggung jawab.
Pada zaman sekarang ini berbagai kemampuan dan watak yang telah
dikemukakan di atas sangat diperlukan oleh siswa agar menjadi sumber daya
manusia unggul yang mampu bertahan hidup dan menjawab tantangan di masa
depan. Apalagi perkembangan zaman yang telah memasuki abad 21 tidak terlepas
dari perkembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi (IPTEK) yang begitu pesat.
Pada masa yang akan datang diharapkan bangsa Indonesia dapat lebih
berpartisipasi aktif memajukan IPTEK. Menurut Darmadi (2010: 235) untuk
memajukan IPTEK diperlukan adanya pemahaman tentang ilmu matematika yang
2
kuat sejak dini. Sejalan dengan hal itu, Wimbarti (dalam Kurniati., dkk, 2015: 52)
menyatakan bahwa matematika perlu dikuasai siswa sekolah dasar untuk
membantu mencerna ilmu-ilmu dalam pendidikan tinggi. Cockroft dalam
Abdurrahman (2003: 253) juga menegaskan bahwa matematika perlu diajarkan
kepada siswa karena, (1) selalu digunakan untuk membantu menyelesaikan
masalah dalam kehidupan sehari-hari; (2) semua bidang studi memerlukan
matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan
jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5)
meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan; dan
(6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
Berpedoman pada pendapat di atas, dapat dipahami bahwa matematika
merupakan ilmu yang dapat mendorong kemajuan suatu bangsa dan sangat
berguna bagi kehidupan sehari-hari maka perlu diajarkan sejak dini, yaitu sejak
usia sekolah dasar. Penerapan dan manfaat matematika untuk menghadapi
permasalahan kehidupan sehari-hari diwujudkan dalam literasi matematika.
Mathematical literacy is an individual’s capacity to formulate, employ, andinterpret mathematics in a variety of contexts. It includes reasoningmathematically and using mathematical concepts, procedures, facts andtools to describe, explain and predict phenomena. It assists individuals torecognise the role that mathematics plays in the world and to make thewell-founded judgments and decisions needed by constructive, engagedand reflective citizens (OECD, 2016a: 5).
Maksudnya literasi matematika merupakan kapasitas individu untuk
memformulasikan, menggunakan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai
konteks. Hal ini meliputi penalaran matematik dan penggunaan konsep, prosedur,
3
fakta dan alat matematika untuk mendeskripsikan, menjelaskan, dan memprediksi
fenomena. Hal ini menuntun individu untuk mengenali peranan matematika
dalam kehidupan dan membuat penilaian yang baik dan pengambilan keputusan
yang dibutuhkan oleh penduduk yang konstruktif, dan reflektif.
Literasi matematika sangat penting untuk dikuasai siswa karena dapat membantu
untuk memahami peran dan kegunaan matematika di setiap aspek kehidupan
sehari-hari dan membuat keputusan-keputusan yang tepat dan beralasan. Namun
dalam penilaian yang dilakukan oleh PISA (OECD, 2016b: 5) yang diikuti oleh
65 negara menunjukkan bahwa literasi matematika siswa Indonesia berada di
peringkat 63 dengan skor 375. Peringkat ini lebih buruk dari literasi membaca
yang menempati peringkat 61 dengan skor 396 dan literasi sains yang menempati
peringkat 62 dengan skor 384.
Menurut Edo, dkk (2013: 42) penyebab peringkat Indonesia sangat rendah dalam
PISA karena pelajar Indonesia hanya mampu menjawab pertanyaan PISA level 1,
sampai level 3 dan tidak banyak siswa yang dapat menyelesaikan pertanyaan level
4 sampai level 6. Sejalan dengan hal itu, Charmila, dkk (2016: 199) berpendapat
bahwa rendahnya prestasi siswa Indonesia terutama dalam PISA matematika
dapat dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk
mengatasinya adalah dengan membiasakan siswa berlatih soal-soal model PISA.
Soal-soal metematika model PISA merupakan soal yang mengukur kemampuan
literasi matematika. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Lin & Tai (2015:
390) bahwa PISA menilai literasi matematika siswa dengan memeriksa seberapa
4
efektif siswa dapat merumuskan, mempekerjakan, dan menafsirkan masalah
matematika yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pendapat-pendapat yang dikemukakan di atas, diperlukan instrumen
penilaian yang dapat digunakan untuk mengukur literasi matematika agar
kemampuan literasi matematika siswa dapat diukur dan berkembang dengan
baik. Pemerintah Indonesia telah mengatur instrumen penilaian dalam
Permendikbud nomor 23 tahun 2016 Bab VII pasal 14 ayat 1 yang berbunyi
“Instrumen penilaian yang digunakan oleh pendidik dalam bentuk penilaian
berupa tes, pengamatan, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain
yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan siswa.”
Instrumen penilaian yang dapat digunakan untuk mengukur literasi matematika
dapat berupa tes (OECD, 2016b: 3). Menurut CoPo (2015: 189) Tes adalah
penilaian yang mengukur pembelajaran siswa. Tes dikatakan baik jika tes itu
dapat mencerminkan kemahiran siswa. Selain membiasakan siswa dengan
instrumen tes atau soal-soal yang dapat mengukur kemampuan literasi
matematika, kemampuan guru untuk mengembangkan literasi matematika siswa
juga turut berperan dalam mengembangkan kemampuan ini (Sari, dkk, 2017: 1-
2).
Guru harus menggunakan pendekatan pembelajaran yang sesuai untuk
mengembangkan kemampuan literasi matematika siswa. Pendekatan kontekstual
dianggap tepat untuk mengembangkan kemampuan literasi matematika, karena
literasi matematika itu sendiri merupakan perwujudan dari kegunaan atau fungsi
5
matematika yang telah dipelajari oleh siswa di sekolah untuk kehidupan sehari-
hari, dan mempersiapkan siswa untuk bersaing dalam dunia global (Firdaus, et.al,
2017:213). Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual merupakan upaya yang
tepat karena membantu siswa untuk menghubungkan antara materi yang
diberikan dengan situasi dunia nyata sehingga dapat mendorong siswa untuk
melejitkan kemampuan literasi matematikanya.
Menurut Ekowati, dkk (2015: 82) pendekatan kontekstual adalah konsepyang membantu guru untuk belajar, mengasosiasikan situasi konten-belajardengan dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antarapengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupanmereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Namun kenyataannya, ketersediaan instrumen tes yang dapat mengukur literasi
matematika di sekolah dasar masih jarang ditemukan. Hal ini terjadi karena guru
belum mampu membuatnya sendiri. Ketidakmampuan guru dalam membuat
instrumen tes yang dapat mengukur literasi matematika disebabkan karena guru
kurang memahami komponen-komponen literasi matematika. Hal ini diketahui
dari penyebaran angket analisis kebutuhan pada 9 guru Sekolah Dasar Kelas V
gugus Mawar Kecamatan Metro Pusat yang menggunakan Kurikulum 2013 pada
tanggal 2 sampai 3 Oktober 2017.
Berdasarkan hasil pengisian kuesioner yang dilaksanakan 2 sampai 3 Oktober
2017 (lihat Lampiran 2 halaman 124) diketahui bahwa tidak ada guru yang
memahami literasi matematika, baik pengertian, komponen-komponennya dan
level literasi matematika sehingga pengukuran dan penilaian terhadap
kemampuan ini tidak mendapat perhatian. Pada pengumpulan dokumen terkait
6
instrumen tes yang digunakan guru untuk melakukan penilaian kognitif siswa,
didapatkan informasi bahwa hanya 3 dari 9 guru atau 33,33% guru yang
membuat instrumen tes matematika sendiri, hanya 2 guru atau 22,22% yang
membuat instrumen tes dengan merancang kisi-kisi tetapi tidak melakukan
analisis butir soal. Sementara 6 guru lainnya atau 66,67% hanya menggunakan
instrumen tes yang tersedia di buku. Seluruh guru mengakui bahwa mereka
membutuhkan instrumen tes yang dapat digunakan untuk mengukur literasi
matematika siswa sekolah dasar kelas V.
Pembuatan instrumen tes yang berkualitas tentunya memerlukan subjek untuk uji
coba. Sedangkan di sekolah dasar Kecamatan Metro Pusat belum ada sekolah
yang mengembangkan literasi matematika, maka diperlukan pendekatan
pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan ini.
Pendekatan pembelajaran yang dipandang tepat untuk mengembangkan literasi
matematika adalah pendekatan kontekstual. Maka dilakukan penelusuran
mengenai kemampuan guru dalam melakukan pembelajaran menggunakan
pendekatan ini melalui penyebaran angket.
Pertanyaan-pertanyaan yang dikembangkan dalam angket untuk mengidentifikasi
kemampuan guru dalam menggunakan pendekatan kontekstual berdasarkan pada
7 komponen pendekatan kontekstual. Berdasarkan hasil angket didapatkan
informasi bahwa guru dapat menggunakan pendekatan kontekstual dengan baik.
Hal ini terbukti dari 7 komponen yang dikembangkan menjadi 11 pertanyaan
didapatkan rata-rata 77,78% guru memenuhi 7 komponen dalam melaksanakan
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual.
7
Oleh karena itu, dikembangkan instrumen tes tertulis berbasis pendekatan
kontekstual untuk mengukur literasi matematika. Instrumen tes ini dipilih karena
instrumen yang digunakan dalam PISA untuk mengukur literasi matematika
menggunakan tes. Menurut OECD dalam Novita & Putra (2016: 34) tes yang
digunakan dalam PISA dirancang untuk mengukur sejauh mana siswa dapat
menggunakan secara efektif dari apa yang telah mereka pelajari di sekolah untuk
menangani berbagai masalah dan tantangan yang mungkin mereka hadapi dalam
kehidupan sehari-hari.
Permasalahan yang ada juga menuntut untuk dikembangkannya instrumen tes ini
karena guru mengakui bahwa lebih sering menggunakan instrumen tes yang
tersedia di buku dari pada membuatnya sendiri dalam melakukan penilaian.
Selain permasalahan tersebut, guru juga mengakui bahwa mereka kurang
memperhatikan langkah-langkah penyusunan tes. Hanya 2 dari 9 guru atau
22,22% guru yang membuat instrumen tes sendiri dalam pembelajaran
matematika, namun belum pernah melakukan analisis butir soal. Seluruh guru
mengakui bahwa mereka memerlukan instrumen yang dapat digunakan untuk
mengukur literasi matematika. Sebanyak 100% guru memerlukan instrumen tes
berbentuk pilihan ganda dan uraian yang layak dan berkualitas.
Berdasarkan uraian yang disampaikan, dilakukan pengembangan instrumen tes
terintegrasi dengan pendekatan kontekstual yang dapat mengukur literasi
matematika siswa kelas V Sekolah Dasar.
8
B. Identifikasi Masalah
Berpedoman pada latar belakang masalah di atas, identifikasi masalah adalah
sebagai berikut:
1. Seluruh guru belum memahami komponen-komponen literasi matematika.
2. Sebesar 66,67% guru mengaku lebih sering menggunakan instrumen tes yang
tersedia di buku dari pada membuatnya sendiri untuk melakukan penilaian.
3. Meskipun 2 dari 9 guru telah membuat instrumen tes matematika sendiri,
namun instrumen tes yang mereka buat tidak diarahkan untuk mengukur
literasi matematika.
4. Langkah-langkah penyusunan instrumen tes matematika kurang diperhatikan
oleh guru yang membuat instrumen tes sendiri sehingga instrumen tes yang
dihasilkan selama ini kurang berkualitas.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah pada penelitian ini
pembatasan masalahnya adalah pengembangan instrumen tes berbasis pendekatan
kontekstual untuk mengukur literasi matematika siswa kelas V Sekolah Dasar.
9
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengembangan instrumen tes berbasis pendekatan kontekstual
yang layak untuk mengukur literasi matematika siswa kelas V Sekolah Dasar?
2. Bagaimanakah pengembangan instrumen tes berbasis pendekatan kontekstual
yang berkualitas untuk mengukur literasi matematika siswa kelas V Sekolah
Dasar?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian pengembangan ini adalah untuk:
1. Menghasilkan instrumen tes berbasis pendekatan kontekstual yang layak guna
mengukur literasi matematika siswa kelas V Sekolah Dasar.
2. Menghasilkan instrumen tes berbasis pendekatan kontekstual yang berkualitas
guna mengukur literasi matematika siswa kelas V Sekolah Dasar.
F. Kegunaan dan Manfaat Penelitian
Berpijak dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah ada, maka manfaat
penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagi Siswa
Instrumen yang dikembangkan dapat digunakan untuk melatih dan
mengembangkan serta mengukur literasi matematika.
10
2. Bagi Guru Kelas V
Instrumen yang dikembangkan dapat menjadi salah satu referensi guru dalam
melakukan pengukuran terhadap literasi matematika siswa.
3. Bagi Kepala Sekolah
Instrumen yang dikembangkan dapat menjadi salah satu referensi untuk
meningkatkan literasi matematika siswa sehingga dapat membantu
peningkatan mutu sekolah.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Pengembangan instrumen tes berbasis pendekatan kontekstual dapat
dijadikan acuan bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengembangkan
instrumen tes.
G. Ruang Lingkup Penelitian
1. Bidang Ilmu
Ruang bidang ilmu dalam kependidikan.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di Kampus 2 SD Muhammadiyah Metro dan
SD Negeri 7 Metro Pusat.
3. Objek dan Subjek Penelitian
Objek penelitian ini adalah pengembangan instrumen tes berbasis pendekatan
kontekstual untuk mengukur literasi matematika. Subjek pengembangan
instrumen tes ini adalah peserta didik kelas V SD Muhammadiyah Metro dan
SD Negeri 7 Metro Pusat.
11
4. Waktu penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan pada tahun pelajaran 2017/2018.
5. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Research and
Development (R & D).
H. Spesifikasi Produk
Produk yang dihasilkan dalam penelitian pengembangan ini adalah berupa
instrumen berbasis pendekatan kontekstual untuk mengukur literasi matematika
siswa. Spesifikasi produk yang dikembangkan terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Spesifikasi ProdukNo Identifikasi
ProdukPenjelasan
1 Jenis Instrumen tes kognitif
2 BentukSoal
Pilihan ganda dan uraian
3 Nama Instrumen tes berbasis pendekatan kontekstual
4 Tujuan Mengukur ketercapaian literasi matematika siswa pada KompetensiDasar dalam pembelajaran
5 KompetensiInti
3. Memahami pengetahuan faktual dan konseptual dengan caramengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tenatangdirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-bendayang dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain
6 KompetensiDasar
3.7 Menjelaskan data yang berkaitan dengan diri siswa ataulingkungan sekitar serta cara pengumpulannya
3.8 Menjelaskan penyajian data yang berkaitan dengan diri siswa danmembandingkan dengan data dari lingkungan sekitar dalambentuk daftar, tabel, diagram gambar (piktogram), diagrambatang, atau diagram garis
12
II. KAJIAN TEORI
A. Instrumen Penilaian
1. Pengertian Penilaian
Keberhasilan pendidikan diantaranya dipengaruhi oleh kemampuan guru
dalam melakukan dan memanfaatkan penilaian hasil belajar. Kemampuan
tersebut sangat diperlukan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan
pembelajaran yang sudah ditetapkan dalam kurikulum. Menurut
Permendikbud nomor 23 tahun 2016 pasal 1 ayat 2 menjelaskan bahwa
penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
mengukur pencapaian hasil belajar siswa. Informasi penilaian diperlukan
untuk membuat keputusan mengenai kemampuan belajar siswa, penempatan
mereka di tingkat yang tepat dan prestasi mereka (Kankam, et.al, 2015: 62).
Abosalem (2016: 3) memberikan pendapat bahwa penilaian adalah
pengumpulan informasi untuk membuat keputusan evaluatif, dan digunakan
dalam kaitannya dengan tes. Hal ini sejalan dengan pendapat Haertel (dalam
Mangiante, 2013: 222) penilaian adalah alat untuk mengukur sejauh mana
siswa telah meningkatkan pembelajaran mereka berdasarkan standar.
13
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari pembelajaran yang ditujukkan untuk
melihat sejauh mana pencapaian hasil belajar siswa berdasarkan standar yang
telah ditetapkan dengan menggunakan instrumen yang terstandar pula untuk
mengukurnya sehingga dapat digunakan untuk membuat keputusan tentang
langkah yang akan diambil berikutnya agar kemampuan siswa dapat
ditingkatkan.
2. Penilaian Autentik
Penilaian autentik merupakan salah satu dari tujuh komponen pendekatan
kontekstual. Menurut Sunarti & Rahmawati (2014: 3) penilaian dalam
kurikulum 2013 lebih ditekankan pada penilaian autentik. Menurut Mardapi
(2012: 166) penilaian autentik adalah salah satu bentuk penilaian yang
meminta siswa untuk menerapkan konsep atau teori pada dunia nyata.
Menurut Retnawati (2016:36) penilaian autentik adalah kegiatan menilai
siswa yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses
maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian yang disesuaikan dengan
tuntutan kompetensi yang ada di Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar
(KD). Sejalan dengan hal itu, Kurniasih dan Sani (2014:48) berpendapat
bahwa penilaian autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara
komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran
(output) pembelajaran, yang meliputi ranah sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
14
Sunarti & Rahmawati (2014: 29) menjelaskan teknik penilaian masing-masing
ranah dalam Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Teknik Penilaian AutentikKompetensi Teknik Proses Hasil
Sikap Observasi √ √Penilaian diri √Penilaian antar teman √Jurnal √
Keterampilan Unjuk Kerja √ √Proyek √ √Portofolio √ √
Sumber : Sunarti & Rahmawati (2014: 29)
Penilaian autentik merupakan penilaian yang sangat ditekankan dalam
kurikulum 2013 mencakup proses maupun hasil pembelajaran di tiap-tiap
ranah yaitu sikap, pengetahuan dan ketrampilan dan merupakan salah satu
komponen pendekatan kontekstual. Penelitian ini merupakan penelitian
pengembangan yang akan menghasilkan produk berupa instrumen tes yang
dapat digunkan untuk mengukur literasi matematika. Jadi, produk yang akan
dikembangkan adalah instrumen autentik berupa tes tertulis. Berdasarkan
Tabel 2 tes tertulis termasuk salah satu teknik yang dapat digunakan dalam
penilaian autentik.
3. Instrumen Tes Tertulis
Menurut Collegiate (dalam Arikunto, 2012: 29) tes adalah serangkaian
pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur
15
keterampilan, pengetahuan, intelegensi, dan bakat yang dimiliki oleh individu
atau kelompok. Tes tertulis adalah tes yang soal-soalnya harus dijawab siswa
dengan memberikan jawaban tertulis.
Menurut Majid (2014: 190) ada 2 bentuk soal tes tertulis, yaitu memilih
jawaban, yang dibedakan menjadi: a) pilihan ganda, b) dua pilihan (benar-
salah, ya-tidak), c) menjodohkan, d) sebab akibat. Selanjutnya menyuplai
jawaban, dibedakan menjadi: a) isian atau melengkapi, b) jawaban singkat
atau pendek, dan c) uraian.
Instrumen tes yang dikembangkan adalah tes pilihan ganda karena instrumen
tes yang digunakan PISA untuk mengukur literasi siswa adalah instrumen tes
pilihan ganda (OECD, 2016b:3). Selain tes pilihan ganda, tes uraian juga
dikembangkan untuk melihat proses pemecahan masalah yang dilakukan oleh
siswa.
a. Tes Pilihan Ganda
Tes pilihan ganda yaitu tes yang terdiri atas satu pernyataan soal dengan
beberapa alternatif jawaban. Berbagai alternatif jawaban yang ditawarkan,
hanya satu jawaban yang benar, yang lainya adalah pengecoh. Tes ini juga
dikatakan objektif karena opsi pilihannya hanya ada satu jawaban benar,
selain itu opsi yang salah (Anwar, 2009: 31).
Beberapa jenis instrumen tes berbentuk pilihan ganda memiliki kelebihan
dan kelemahan yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun dan
menggunakannya. Menurut Worthen, et.al (dalam Abdullah, 2016: 175)
kelebihan dan kekurangan tes pilihan ganda adalah sebagai berikut.
16
1) Kelebihana) Dapat digunakan untuk menilai penguasaan materi yang
banyak dalam waktu singkat.b) Data dapat diolah dengan cepat.c) Dapat digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif
tingkat tinggi.2) Kekurangan
a) Penulisan soal yang bagus cukup sulit dan membutuhkanwaktu yang lama.
b) Ada kemungkinan menebak jawaban yang tepat.
Menurut (Abdullah, 2016: 181) pemberian umpan balik berdasarkan
penilaian dengan menggunakan tes pilihan ganda harus memenuhi
beberapa acuan sebagai berikut:
1) penskoran soal bentuk pilihan: jawaban benar diberi skor satudan salah diberi skor nol,
2) skor hasil tes bentuk pilihan, sebagai bahan umpan balik,3) umpan balik harus diberikan langsung dan segera selama proses
penilaian dilakukan,4) umpan balik disampaikan secara lisan dan atau tertulis, dengan
menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa, dan5) umpan balik harus bersifat konstruktif.
Menurut Sudijono (2013: 120-130) tes objektif bentuk pilihan ganda butir
dapat dibedakan menjadi sembilan model, yaitu:
1) model melengkapi lima atau empat pilihan2) model asosiasi dengan lima atau empat pilihan3) model melengkapi berganda4) model analisis hubungan antarhal5) model analisis kasus6) model hal kecuali7) model hubungan dinamik8) model perbandingan kuantitatif9) model pemakaian diagram, grafik, peta atau gambar
17
Pada penelitian ini, dikembangkan tes pilihan ganda model melengkapi
empat pilihan, karena model ini digunakan guru sekolah dasar untuk
mengetahui hasil belajar.
b. Tes Uraian
Menurut Zaenul dan Noehi (dalam Widoyoko, 2014: 115) tes bentuk
uraian adalah butir soal yang mengandung pertanyaan atau tugas yang
jawabannya atau pengerjaan soal tersebut harus dilakukan dengan cara
mengekspresikan pikiran peserta tes.
Sumantri (2016: 510) menjelaskan bahwa tes uraian menawarkanbeberapa keuntungan, seperti (1) menilai proses mental siswa untukmembentuk ide-ide mereka ke dalam jawaban yang benar, (2)mengukur kemampuan siswa untuk menjawab pertanyaan dengankata-kata mereka sendiri, (3) mendorong siswa untuk aktif belajardan mengatur, membangun serta menjelaskan pemikiran logismereka, (4) mendorong siswa untuk berani ketika membuat argumendan untuk membangun argumen mereka dalam kata-kata merekasendiri, dan (5) memahami seberapa dalam siswa mampu menanganimasalah berdasarkan pada pengetahuan yang diajarkan di kelas.
Selain mempunyai keuntungan, tes uraian juga mempunyai kekurangan
seperti yang dijelaskan oleh Widoyoko (2014:120-121) berikut ini.
a. Reliabilitas tes rendah. Artinya skor yang dicapai oleh peserta testidak konsisten bila tes yang sama diujikan beberapa kali.
b. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memerikasa lembarjawaban dan tidak dapat diwakilkan kepada orang lain.
c. Jawaban peserta tes kadang-kadang disertai bualan.d. Kemampuan menyatakan pikiran secara tertulis menjadi hal yang
paling utama untuk membedakan prestasi belajar antara siswa.
18
4. Langkah-Langkah Penyusunan Tes Matematika
Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan
produk berupa instrumen tes. Menurut Hendriana dan Soemarno (2014: 84-
85) agar diperoleh instrumen tes yang memiliki karakteristik yang
dikehendaki, maka penyusunan suatu tes hendaknya mengikuti langkah-
langkah yang memudahkan untuk diperiksa karakteristiknya. Langkah-
langkah tersebut sebagai berikut.
1. Susun definisi operasional kemampuan matematik yang akandiukur.
2. Susun kisi-kisi tes yang meliputi unsur-unsur sebagai berikut.a. Judul tes, pokok bahasan, tingkat kelas, lama waktub. Matriks yang memuat komponen-komponen
1) Pokok bahasan, topik, atau materi yang akan diujikan(pilih yang esensial).
2) Jenis dan aspek kemampuan matematik yang akandiukur.
3) Indikator keberhasilan belajar (pilih yang esensial danditurunkan dari definisi operasional kemampuanmatematik yang akan diukur)
3. Susun butir tes sesuai dengan atau topik, indikator kemampuandan jenjang kognitif yang akan diukur.
1) Susun butir tes seluruhnya disertai dengan petunjuk yangjelas, dan siapkan kunci jawaban, kemudian susun matriksatau rubrik pemberian skor.
2) Estimasi validitas isi dan validitas muka tes.3) Bila butir sudah memenuhi syarat, laksanakan uji coba tes.
4. Periksa dan beri skor pekerjaan siswa sesuai dengan rubrikskoring, untuk tes bentuk uraian periksa nomor demi nomor untuksemua siswa.
5. Laksanakan analisis karakteristik tes dan butir tes.6. Laksanakan tindak lanjut (misal revisi butir tes yang masih
mungkin, atau ganti butir tes yang tidak bagus/ tidak valid denganbutir tes yang baru).
19
B. Pendekatan Kontekstual
1. Pengertian Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
menghubungkan materi dengan konteks dunia nyata sehingga mudah
dipahami dan lebih bermakna bagi siswa. Menurut Sudarman, et.al (2017:619)
pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang membantu pengajar untuk
mengasosiasikan antara apa yang diajarkan dalam situasi nyata dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang mereka
pelajari dengan penerapan konteks yang sebenarnya dari situasi sehari-hari
sebagai anggota keluarga atau masyarakat.
Pendapat di atas sejalan dengan pendapat Wisudawati dan Sulistyowati (2014:
121) yang menyatakan
Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantuguru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyatasiswa dan mendorong mereka untuk membuat hubungan antarapengetahuan yang dimiliki dengan penerapan mereka dalam kehidupanmereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Sementara itu, Wahyuni et.al (2015:191) berpendapat bahwa pendekatan
kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang sepenuhnya melibatkan
siswa dalam proses pembelajaran. Pembelajaran menggunakan pendekatan
kontekstual tidak hanya untuk mendengarkan dan mengingat saja, tetapi siswa
mengalami proses secara langsung.
Menurut Aqib (2014: 4) pengertian pendekatan kontekstual adalahpendekatan yang digunakan untuk memahami makna materi pelajaranyang dipelajari siswa dengan mengaitkan materi tersebut dalamkonteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan
20
kultural). Sehingga siswa memiliki pengetahuan/ketrampilan yangsecara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satupermasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan
kontekstual merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat membantu
guru untuk menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari siswa baik
dalam konteks pribadi, sosial dan budaya. Proses pembelajaran dengan
pendekatan ini menuntut siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran
sehingga pembelajaran lebih bermakna bagi siswa.
2. Komponen Pendekatan Kontekstual
Pedekatan kontekstual menurut Sanjaya (dalam Sugiyanto, 2009: 17)
melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran, yakni konstruktivisme,
bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian
sebenarnya.
a. Kontruktivisme, yaitu pengetahuan siswa dibangun oleh dirinya sendiri
atas dasar pengalaman, pemahaman konsep, persepsi dan perasaan siswa,
bukan dibangun atau diberikan oleh orang lain. Jadi, guru hanya berperan
dalam menyediakan kondisi atau memberikan suatu permasalahan.
b. Inquiry (menemukan), dalam hal ini sangat diharapkan bahwa apa yang
dimiliki siswa baik pengetahuan dan ketrampilan diperoleh dari hasil
menemukan sendiri bukan hasil mengingat dari apa yang disampaikan
guru. Kontekstual diperoleh melalui tahap observasi (mengamati),
21
bertanya (menemukan dan merumuskan masalah), mengajukan dugaan
(hipotesis), mengumpulkan data, menganalisa dan membuat kesimpulan.
c. Bertanya, dalam pembelajaran kontekstual, bertanya dapat digunakan oleh
guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan siswa.
Sehingga siswa pun akan dapat menemukan berbagai informasi yang
belum diketahuinya.
d. Masyarakat belajar, hal ini mengisyaratkan bahwa belajar itu dapat
diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Masyarakat belajar ini
dapat kita latih dengan kerja kelompok, diskusi kelompok, dan belajar
bersama.
e. Pemodelan, agar dalam menerima sesuatu siswa tidak merasa samar atau
kabur dan bingung maka perlu adanya model atau contoh yang bisa ditiru.
Model tak hanya berupa benda tapi bisa berupa cara, metode kerja atau hal
lain yang bisa ditiru oleh siswa.
f. Refleksi yaitu cara berpikir tentang apa yang telah dipelajari sebelumnya,
atau apa- apa yang sudah dilakukan dimasa lalu dijadikan acuan berpikir.
Refleksi ini akan berguna agar pengetahuan bisa terpatri dibenak siswa.
g. Penilaian yang sebenarnya (authentic assessement) yaitu penilaian yang
sebenarnya terhadap pemahaman konsep siswa. Penilaian yang
sebenarnya tidak hanya dilakukan hanya dengan satu cara tetapi
menggunakan berbagai ragam cara penilaian.
22
3. Langkah-Langkah Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran
Menurut Rustaman (2011: 97), secara garis besar langkah pembelajaran
kontekstual sebagai berikut.
a. Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebihbermakna jika ia diajak untuk bekerja sendiri, menemukan sendiri,dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya;
b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik;c. Mengembangkan sifat dan rasa ingin tahu (sense of knowledge)
siswa melakukan ajakan untuk bertanya;d. Menciptakan masyarakat pembelajar melalui pembentukan
kelompok-kelompok pembelajar;e. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran;f. Melakukan refleksi pada setiap akhir pertemuan; sertag. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara yang
dapat menggugah semangat siswa.
Shoimin (2013: 44) menjelaskan bahwa langkah-langkah pelaksanaan
pembelajaran kontekstual terbagi menjadi tiga kegiatan yakni kegiatan awal,
inti, dan akhir. Pada kegiatan awal terdapat beberapa kegiatan yang perlu
dilakukan guru yakni penyiapan siswa untuk mengikuti pembelajaran,
penyampaian apersepsi untuk menggali pengetahuan awal siswa terhadap
materi yang akan diajarkan, serta penyampaian tujuan pembelajaran.
Selanjutnya, pada kegiatan inti terdapat beberapa kegiatan yakni siswa bekerja
dalam kelompok untuk menyelesaikan permasalahan atau tugas yang
diberikan guru, siswa mempresentasikan hasil diskusinya dan kelompok lain
menanggapi hasil diskusi kelompok yang presentasi, guru membahas hasil
diskusi untuk menentukan penyelesaian dari tugas yang diberikan guru
berdasarkan pendapat yang disampaikan siswa, serta siswa diberi kesempatan
untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami. Pada kegiatan akhir,
23
beberapa kegiatan yang dilaksanakan yakni siswa dan guru menyimpulkan
pembelajaran yang telah dilaksanakan, pengerjaan soal evaluasi untuk
mengetahui pemahaman siswa, dan membahas soal yang telah dikerjakan oleh
siswa.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketujuh komponen
pendekatan kontekstual tidak diharuskan dilaksanakan secara berurutan.
Namun, selama proses pembelajaran diharapkan ketujuh komponen
pendekatan tersebut harus dilaksanakan dengan baik, sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
4. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual
Menurut Nurdin (2016: 209) terdapat kelebihan dan kekurangan dalam
menggunakan pendekatan kontekstual, yaitu:
a. Kelebihan
Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntutuntuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolahdengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapatmengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukansaja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapimateri yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa,sehingga tidak akan mudah dilupakan.
b. Kekurangan
Karena di dalam pembelajaran kontekstual ini siswa diharapkanmengkontruksi pengetahuannya sendiri, maka dibutuhkan waktupembelajaran yang cukup lama, karena akan sedikit sulit bagi siswamenemukan suatu konsep dengan pengetahuannya sendiri. Kelemahan
24
yang kedua yaitu guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalampendekatan kontekstual guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi.
C. Literasi Matematika
1. Pengertian Literasi Matematika
Literasi matematika merupakan kemampuan untuk memecahkan masalah
dalam konteks dunia nyata dengan menggunakan pemahaman konten
matematika yang dimiliki. Menurut Firdaus, et.al (2017: 213) literasi
matematika berkaitan dengan kegunaan atau fungsi matematika yang telah
dipelajari oleh para siswa di sekolah untuk kehidupan sehari-hari dan bersaing
dalam dunia global.
Abidin, dkk. (2017: 104) mengemukakan bahwa literasi matematikaterkait dengan permasalahan yang terjadi dalam dunia nyata dan lebihdari sekedar mengingat kembali fakta-fakta dasar, menggunakanalgoritme hafalan, dan melakukan hitungan sederhana. Literasimatematika melibatkan pemahaman terhadap aktivitas matematis,penggunaan pengetahuan dan kemampuan matematis, penalaran sertabahasa untuk menyelesaikan masalah dalam berbagai keadaan dankebutuhan. Literasi matematika ini sangat penting jika ingin benar-benar memahami informasi yang ada di sekeliling kita dalamkehidupan modern ini. Seseorang tidak dapat dikatakan sebagai literatmatematis jika ia tidak dapat menerapkan pengetahuan matematikanyauntuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan nyata.
Novita & Putra (2016: 38) berpendapat bahwa seorang siswa dianggap
memiliki tingkat literasi matematika jika ia mampu menganalisis, penalaran
dan mengkomunikasikan pengetahuan matematika dan keterampilan secara
efektif, dan mampu memecahkan dan menafsirkan masalah matematika dalam
25
berbagai situasi. Menurut Sari, et.al (2017: 100) salah satu fokus yang diteliti
dalam PISA adalah literasi matematika.
Literasi matematika merupakan kapasitas individu untukmemformulasikan, menggunakan, dan menafsirkan matematika dalamberbagai konteks. Hal ini meliputi penalaran matematik danpenggunaan konsep, prosedur, fakta dan alat matematika untukmendeskripsikan, menjelaskan, dan memprediksi fenomena. Hal inimenuntun individu untuk mengenali peranan matematika dalamkehidupan dan membuat penilaian yang baik dan pengambilankeputusan yang dibutuhkan oleh penduduk yang konstruktif, danreflektif (OECD, 2016a: 5).
Berdasarkan teori-teori di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa literasi
matematika adalah kemampuan individu menggunakan pengetahuan
matematika baik penalaran matematika, penggunaan konsep, prosedur, fakta
dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah dunia nyata yang
melibatkan matematika.
2. Komponen-Komponen Literasi Matematika
Komponen literasi matematika dalam penelitian ini mengacu pada komponen
literasi matematika yang terdapat dalam PISA tergambar dalam bagan berikut
(OECD, 2009: 90).
26
Gambar 1. Komponen Literasi Matematika
Sumber : OECD (2009: 90)
a. Situasi dan Konteks
Sebuah aspek penting dari kemampuan literasi matematika adalah
keterlibatan dengan matematika, menggunakan, dan mengerjakan
matematika dalam berbagai situasi. Metode dan representasi matematika
yang akan digunakan sangat tergantung pada situasi masalah yang
disajikan. Situasi yang digunakan adalah situasi yang terdekat dengan
kehidupan siswa. Pendidikan matematika sekolah modern menyadari
bahwa matematika sekolah sangat berkaitan dengan budaya atau
kebiasaan masyarakat disekitarnya. Konteks matematika dibagi kedalam
empat hal yang dijabarkan sebagai berikut (OECD, 2016a: 74).
1) Konteks pribadi. Masalah yang diklasifikasikan dalam kategori
konteks pribadi berfokus pada aktivitas diri seseorang, keluarga
PISA FRAMEWORK
Situations and Contexts Content Areas Competencies/ Process
Per
sona
l
Edu
cati
on/
Occ
upat
iona
l
educaton Pub
lic
Scie
ntif
ic
Unc
erta
inty
Qua
ntit
y
Cha
nge
and
rela
tion
ship
Spac
e an
dsh
ape
Rep
rodu
ctio
ns
Con
nect
ions
Ref
lect
ions
27
seseorang, atau kelompok teman sebaya seseorang. Contoh-contoh
yang melibatkan konteks pribadi yaitu persiapan makanan, belanja,
jadwal pribadi dan keuangan pribadi. Tidak terbatas pada contoh-
contoh saja, namun dapat juga dikembangkan konteks pribadi yang
lainnya.
2) Konteks pekerjaan yang berkaitan dengan kehidupan siswa di sekolah
dan atau di lingkungan tempat bekerja. Pengetahuan siswa tentang
konsep matematika diharapkan dapat membantu untuk merumuskan,
melakukan klasifikasi masalah, dan memecahkan masalah pendidikan
dan pekerjaan pada umumnya.
3) Konteks masyarakat yang berkaitan dengan penggunaan pengetahuan
matematika dalam kehidupan bermasyarakat dan lingkungan yang
lebih luas dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dapat menyumbangkan
pemahaman mereka tentang pengetahuan dan konsep matematikanya
itu untuk mengevaluasi berbagai keadaan yang relevan dalam
kehidupan dimasyarakat.
4) Konteks ilmiah yang secara khusus berhubungan dengan kegiatan
ilmiah yang lebih bersifat abstrak dan menuntut pemahaman serta
penguasaan teori dalam melakukan pemecahan masalah matematika.
28
b. Area Konten
Tujuan dari PISA adalah untuk menilai kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah nyata, maka strategi yang digunakan untuk
menentukan kisaran konten yang akan dinilai, yaitu menggunakan
pendekatan fenomenologis untuk menggambarkan konsep, struktur, atau
ide matematika. Ini berarti konten berkaitan dengan fenomena dan jenis
masalah yang terjadi disekitar kita. Pendekatan ini memastikan fokus
penilaian yang konsisten dengan definisi literasi matematika, namun
mencakup berbagai konten yang biasa ditemukan dalam penilaian
matematika lainnya dan matematika dalam kurikulum nasional. Berikut
konten matematika yang digunakan dalam PISA matematika yang sesuai
dengan kurikulum sekolah (OECD, 2016a: 71-72) sebagai berikut.
1) Ruang dan bentuk (space and shape) berkaitan dengan pokok
pelajaran geometri. Soal tentang ruang dan bentuk ini menguji
kemampuan siswa mengenali bentuk, mencari persamaan dan
perbedaan dalam berbagai dimensi dan representasi bentuk, serta
mengenali ciri-ciri suatu benda dalam hubungannya dengan posisi
benda tersebut.
2) Perubahan dan hubungan (change and relationship) berkaitan dengan
pokok pelajaran aljabar. Hubungan matematika sering dinyatakan
dengan persamaan atau hubungan yang bersifat umum, seperti
penambahan, pengurangan, dan pembagian. Hubungan itu juga
dinyatakan dalam berbagai simbol aljabar, grafik, bentuk geometris,
29
dan tabel. Oleh karena setiap representasi simbol itu memiliki tujuan
dan sifatnya masing-masing, proses penerjemahannya sering menjadi
sangat penting dan menentukan sesuai dengan situasi dan tugas yang
harus dikerjakan.
3) Bilangan (quantity) berkaitan dengan hubungan bilangan dan pola
bilangan, antara lain kemampuan untuk memahami ukuran, pola
bilangan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan bilangan
dalam kehidupan sehari-hari, seperti menghitung dan mengukur benda
tertentu. Termasuk kedalam konten bilangan ini adalah kemampuan
bernalar secara kuantitatif, mempresentasikan sesuatu dalam angka,
memahami langkah-langkah matematika, berhitung diluar kepala, dan
melakukan penaksiran.
4) Probabilitas/ketidakpastian (uncertainty) berhubungan dengan statistik
dan peluang yang sering digunakan dalam masyarakat. Konsep dan
aktivitas matematika yang penting pada bagian ini adalah
mengumpulkan data, analisis data dan menyajikan data, peluang, dan
inferensi.
c. Kompetensi/ Proses
Kompetensi literasi matematika dalam PISA dikelompokkan ke dalam tiga
kelompok sebagai berikut (OECD, 2009: 105-112).
30
1) Kompetensi Reproduksi
Pada kelompok ini, siswa diminta untuk mengulang atau menyalin
informasi yang diperoleh sebelumnya. Misalnya, siswa diharapkan
dapat mengulang kembali definisi suatu hal dalam matematika. Dari
segi keterampilan, siswa dapat mengerjakan perhitungan sederhana
yang mungkin membutuhkan penyelesaian tidak terlalu rumit dan
umum dilakukan.
2) Kompetensi Koneksi
Koneksi dibangun atas kelompok reproduksi dengan menerapkan
pemecahan masalah pada situasi yang non-rutin. Dalam koneksi ini,
siswa diminta untuk dapat membuat keterkaitan antara beberapa
gagasan dalam matematika, membuat hubungan antara materi ajar
yang dipelajari dengan kehidupan nyata di sekolah dan masyarakat.
Siswa juga dapat memecahkan permasalahan yang sederhana.
Khususnya, siswa dapat memecahkan soal yang berkaitan dengan
pemecahan masalah dalam kehidupan tetapi masih sederhana.
3) Kompetensi Refleksi
Proses matematika, pengetahuan, dan keterampilan pada kelompok ini
mencakup unsur gambaran siswa tentang proses yang diperlukan atau
digunakan dalam memecahkan masalah. Proses ini berkaitan dengan
kemampuan siswa untuk merencanakan strategi penyelesaian dan
menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kompetensi refleksi ini
adalah kompetensi yang paling tinggi yang diukur kemampuannya
31
dalam PISA, yaitu kemampuan bernalar dengan menggunakan konsep
matematika. Mereka dapat menggunakan pemikiran matematikanya
secara mendalam dan menggunakannya untuk memecahkan masalah.
Dalam melakukan refleksi ini, siswa melakukan analisis terhadap
situasi yang dihadapinya, mengidentifikasi dan menemukan dibalik
situasi tersebut.
3. Level Kemampuan Literasi
Kemampuan matematika siswa dalam PISA dibagi menjadi enam tingkatan,
dengan tingkat 1 sebagai tingkat pencapaian yang paling rendah dan 6 yang
paling tinggi. Secara lebih rinci tergambar pada Tabel 3 berikut (OECD,
2016a: 77).
32
Tabel 3. Level Kemampuan Literasi MatematikaLevel Kemampuan
1 Para siswa pada tingkatan ini dapat menjawab pertanyaan yangkonteksnya umum dan dikenal serta semua informasi yang relevantersedia dengan pertanyaan yang jelas. Siswa bisa mengidentifikasi informasi danmenyelesaikan prosedur rutin sesuai instruksi langsung dalam situasi eksplisitserta melakukan tindakan sesuai dengan stimuli yang diberikan.
2 Para siswa dapat menafsirkan dan mengenali situasi dalam konteks yangmembutuhkan kesimpulan langsung. Siswa pada tingkatan ini dapat mengerjakanalgoritma dasar, menggunakan rumus, melaksanakan prosedur atau konvensisederhana serta mampu memberikan alasan secara langsung dan melakukanpenafsiran harfiah.
3 Para siswa pada tingkatan ini dapat menginterpretasikan danmenggunakan representasi berdasar sumber informasi yang berbeda danmengemukakan alasannya. Siswa dapat mengkomunikasikan hasil interpretasi danalasan mereka.
4 Para siswa pada tingkatan ini dapat menggunakan keterampilannyadengan baik dan mengemukakan alasan dan pandangan yang fleksibel sesuaidengan konteks. Siswa dapat memberikan penjelasan dan mengkomunikasikannyadisertai argumentasi berdasar pada interpretasi dan tindakan mereka.
5 Para siswa pada tingkatan ini dapat bekerja dengan menggunakanpemikiran dan penalaran yang luas, serta secara tepat menghubungkanpengetahuan dan keterampilan matematikanya dengan situasi yang dihadapi.Siswa dapat melakukan refleksi dari apa yang mereka kerjakan danmengkomunikasikannya.
6 Para siswa pada tingkatan ini telah mampu berpikir dan bernalar secaramatematika, menerapkan pengetahuan dan pemahamannya secara mendalamdisertai dengan penguasaan teknis operasi matematika, mengembangkan strategi,dan pendekatan baru untuk menghadapi situasi baru, merumuskan danmengkomunikasikan apa yang mereka temukan, serta melakukan penafsiran danberargumentasi dalam situasi yang tepat.
Sumber : OECD (2016a: 77)
D. Matematika
1. Pengertian Matematika
Menurut Abidin (2017: 92) istilah matematika berasal dari bahasa Yunani
yaitu mathema yang berarti hal yang dipelajari, sedangkan dalam bahasa
Belanda disebut wiskunde yang berarti ilmu pasti. Menurut Sutawijaya (dalam
Aisyah, 2013: 1), matematika mengkaji benda abstrak (benda pikiran) yang
33
disusun dalam suatu sistem aksiomatis dengan menggunakan simbol
(lambang) dan penalaran deduktif.
Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menjelaskan
bahwa:
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulaidari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikirlogis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan kerjasama.Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuanmemperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahanhidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif(Permendiknas No. 22 Tahun 2006, 2006: 416).
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dipahami bahwa matematika adalah ilmu
pasti yang menggunakan penalaran deduktif yang tersusun dari konsep-
konsep abstrak hasil berpikir logis, dan dimanipulasi melalui bahasa simbol
atau notasi matematika.
2. Tujuan Pembelajaran Matematika
Tujuan utama pembelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa mampu
dan terampil menggunakan berbagai konsep dalam matematika. Depdiknas
(2001: 9) menjelaskan tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar
bahwa siswa harus memliki kompetensi umum sebagai berikut.
1. Melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian,pembagian, dan pecahan.
2. Menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bangunruang sederhana, penggunaan sudut, keliling, luas, dan volume.
3. Menentukan sifat simetri, kesebangunan, dan sistem koordinat.4. Menggunakan pengukuran: satuan, kesetaraan, penaksiran.5. Menentukan dan menafsirkan data sederhana, seperti ukuran
6. Memecahkan masalah, melakukan penalaran, danmengomunikasikan gagasan secara matematika.
Secara khusus, tujuan pembelajaran matematika menurut Susanto (2014: 190)
adalah sebagai berikut.
1. Memahami konsep matematika2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat3. Memecahkan masalah4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain.5. Memiliki sifat menghargai penggunan matematika dalam kehidupan
sehari-hari.
Menurut Myklebust (dalam Abdurrahman, 2012: 525) tujuan pembelajaran
matematika adalah untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif
dan keruangan, dan untuk memudahkan berpikir.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan tujuan matematika adalah
agar siswa memiliki kemampuan untuk memahami konsep matematika,
menggunakan penalaran, mampu memecahkan masalah, mampu
mengomunikasikan gagasan berupa simbol, yang dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Karakteristik Matematika
Karakteristik artinya mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan
tertentu. Ciri khas matematika menurut Hendriana (2014: 2-3) antara lain
memiliki bahasa simbol yang efisien, adanya sifat keteraturan yang indah, dan
memiliki kemampuan analisis kuantitatif yang akan membantu menghasilkan
model matematika yang diperlukan dalam pemecahan masalah berbagai
35
cabang ilmu pengetahuan dan masalah kehidupan sehari-hari. Karakteristik
matematika menurut Fathani (dalam Amir, 2013: 7) antara lain:
1) Matematika memiliki objek kajian abstrak yang terdiri dari:
a) Fakta
Fakta adalah pemufakatan atau konvensi dalam matematika yang
biasanya diungkapkan melalui simbol-simbol tertentu.
b) Operasi atau relasi
Operasi adalah pengerjaan hitung, pengertian aljabar dan pengerjaan
matematika lainnya, sedangkan relasi adalah hubungan antara dua
atau lebih elemen.
c) Konsep
Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk
menggolongkan atau mengkategorikan sekumpulan objek.
d) Prinsip
Prinsip adalah objek matematika yang terdiri atas beberapa fakta,
beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi.
2) Berlandaskan atas kesepakatan
Simbol-simbol dan istilah-istilah dalam matematika merupakan
kesepakatan atau konvensi yang penting. Penggunaan simbol dan istilah
matematika yang telah disepakati, akan lebih mudah untuk melakukan
penghitungan dan melakukan penyampaian hasil secara rinci pada
pembahasan selanjutnya.
36
3) Berpola pikir deduktif
Dalam matematika hanya diterima pola pikir yang bersifat deduktif. Pola
pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran yang
berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada
hal yang bersifat khusus.
4) Konsisten dalam sistem
Dalam matematika, terdapat berbagai macam sistem yang dibentuk dari
beberapa aksioma dan memuat beberapa teorema. Masing-masing sistem
berlaku sifat konsistensi artinya dalam setiap sistem tidak boleh
terkontradiksi.
5) Memiliki simbol yang berarti
Matematika memiliki banyak sekali simbol-simbol, simbol-simbol
tersebut membentuk kalimat dalam matematika yang biasa disebut model
matematika
6) Memperhatikan ruang lingkup
Cakupan atau biasa disebut ruang lingkup bisa sempit bisa pula luas.
Benar salahnya atau ada tidaknya penyelesaian suatu soal atau masalah
juga ditentukan oleh ruang lingkup yang digunakan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik
matematika berbentuk penalaran deduktif, berupa simbol-simbol yang
memiliki arti, berisi kajian abstrak, menggunakan landasan yang disepakati
37
secara global, bersifat konsisten, dan memiliki ruang lingkup tersendiri. Selain
itu, matematika memiliki kemampuan dalam menganalisis data-data secara
kuantitatif yang dapat melakukan perhimpunan data menjadi model
matematika dan menyelesaikannya.
E. Penelitian yang Relevan
1. CoPo, et.al. 2015. Students’ Initial Knowledge State and Test Design:
Towards A Valid And Reliable Test Instrument. Berdasarkan hasil penelitian
ini dalam merancang alat tes harus memperhatikan spesifikasi, konstruksi,
validasi, uji coba, analisis dan revisi. Alat tes dirancang tidak hanya
mengungkapkan pengetahuan awal siswa, tetapi juga catatan kekuatan,
kelemahan dan cacat tes instrumen melalui analisis nilai tes. Penelitian yang
dilakukan merupakan penelitian yang menghasilkan produk berupa instrumen
tes. Jadi penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam menganalisis instrumen
tes yang dihasilkan.
2. Edo, et.al. (2013). Investigating Secondary School Students’ Difficulties in
Modeling Problems PISA-Model Level 5 And 6. Berdasarkan penelitiannya,
hasil investigasi menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam
proses; (1) merumuskan masalah dalam kehidupan sehari-hari ke dalam
model matematika, seperti memginterpretasikan konteks situasi nyata ke
dalam model matematika, memahami struktur matematika (termasuk
keteraturan, hubungan, dan pola), (2) memberikan solusi matematika dalam
38
konteks masalah dunia nyata. Persamaan yang dimiliki dalam penelitian ini
adalah dilatarbelakangi oleh keresahan buruknya hasil PISA Indonesia,
terutama dalam literasi matematika. Selain itu, dalam penelitian ini juga
memperhatikan komponen literasi matematika yaitu konteks dan kontem
mengukur kemampuan literasi matematika siswa. Perbedaannya terletak pada
tujuannya yaitu untuk menyelidiki kesulitan siswa Sekolah Menengah Atas
(SMA) dalam pemodelan masalah PISA level 5 dan 6. Sedangkan penelitian
yang dilakukan bertujuan untuk mengembangkan insrumen tes untuk
mengukur kemampuan literasi matematika dari level 1 sampai 6. Jenis
penelitiannya juga berbeda, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
sedangkan penelitian yang dilakukan adalah penelitian pengembangan.
Through Problem Based Learning and Direct Instruction. Berdasarkan hasil
penelitiannya, literasi matematika perlu dikembangkan sejak siswa berada di
sekolah dasar. Literasi matematika sangat penting bagi realisasi pendidikan
dasar universal sebagaimana yang diwujudkan dalam Millenium Development
Goals (MDGs). Literasi matematika pada usia sekolah dasar dapat
ditingkatkan melalui pemberian masalah yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari melalui pembelajaran. Persamaan penelitian ini dengan penelitian
yang dilakukan terletek pada fokus masalahnya yaitu kemampuan literasi
matematika siswa sekolah dasar, sedangkan perbedaannya terletak pada
tujaun dan jenis penelititannya. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan
literasi matematika siswa sekolah dasar melalui Problem Based Learning
39
(PBL) dan instruksi langsung. Sementara penelitian yang dilakukan
menggunakan pendekatan kontekstual untuk menunjang proses pembelajaran
yang bertujuan untuk mengembangkan literasi matematika siswa karena
belum ada sekolah yang mengembangkan kemampuan ini. Jenis penelitian ini
adalah kuantitatif dengan metode eksperimen kuasi nonequivalent kelompok
desain pretest posttest sedangkan penelitian yang dilakukan adalah penelitian
pengembangan dengan desain formative assessment.
4. Kurniati, et.al. 2015. Mathematical Critical Thinking Ability Through
Contextual Teaching and Learning Approach. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: (1) Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis atau
Mathematical Critical Thinking Ability (MCTA) mahasiswa yang
menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih
baik daripada mahasiswa yang menggunakan Traditional Teaching and
Learning TTL; (2) Terdapat perbedaam peningkatan MCTA pada kelompok
kemampuan MPA (Mathematical Prior Ability) tinggi, MPA sedang dan
MPA rendah, baik pada mahasiswa yang menggunakan CTL maupun TTL;
dan (3) Tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran (CTL dan TTL)
dengan MPA (tinggi, sedang, dan rendah) dalam mencapai peningkatan
MCTA. Penelitian ini memliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan,
yaitu menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika
dengan memperhatikan prinsip-prinsip dan langkah-langkahnya. Sedangkan
perbedaannya terletak pada tujuan yaitu mengkaji pengaruh pengaruh
penerapan pendekatan kontekstual terhadap kemampuan berpikir kritis
40
matematis mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Sedangkan
pada penelitian yang dilakukan pendekatan kontekstual digunakan untuk
mengembangkan kemampuan literasi matematika siswa sekolah dasar.
Perbedaan yang lain terletak pada jenis penelitiannya, penelitian ini
merupakan eksperimen sedangkan penelitian yang dilakukan adalah penelitian
pengembangan.
5. Novita & Putra. 2016. Using Task Like PISA’s Problem to Support Student’s
Creativity in Mathematics. Hasil penelitian menunjukkan bahwa soal-soal
seperti soal PISA yang diberikan dapat mendorong perkembangan kreativitas
siswa dalam matematika. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang
dilakukan terletak pada jenis penelitian pengembangan yang menghasilkan
produk berupa soal. Namun jenis soal yang dihasilkan dalam penelitian ini
hanya berupa soal uraian, sedangkan soal yang dihasilkan dalam penelitian
yang dilakukan terdiri dari dua jenis yaitu pilihan ganda dan uraian.
Persamaan yang lain terletak pada desain penelitian yang menggunakan
desain formative evaluation yang dikembangkan oleh Martin Tessmer (1993).
Perbedaannya terletak pada fokus masalahnya, penelitian ini berfokus pada
kreativitas siswa dalam pembelajaran matematika, sedangkan penelitian yang
dilakukan berfokus pada masalah kemampuan literasi matematika siswa.
6. Oktiningrum, et.al. 2016. Developing PISA-Like Mathematics Task With
Indonesia Natural and Cultural Heritage as Context to Assess Students’
Mathematical Literacy. Penelitian ini menghasilkan produk berupa soal
matematika seperti PISA dengan konteks alam dan budaya warisan Indonesia
41
yang valid dan praktis. Berdasarkan hasil tersebut, prototipe 3 memiliki efek
potensial untuk menilai literasi matematika siswa, itu ditunjukkan oleh
jawaban siswa. Indikasi lain, efek ini juga terlihat dari keseriusan mereka dan
ketertarikannya ketika memecahkan permasalahan dalam soal. Persamaan
yang dimiliki dalam penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak
pada jenis dan desain penelitian yang digunakan. Jenis penelitian ini adalah
penelitian pengembangan dengan desain penelitian formative evaluation yang
dikembangkan oleh Martin Tessmer (1993). Fokus masalahnya juga sama
yaitu instrumen tes yang dikembangkan digunakan untuk mengukur literasi
matematika.
7. Retnawati,et.al. 2016. The Problem Analysis in Applying Instrument of
Authentic Assessment in 2013 Curriculum. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dalam pelaksanaan penilaian Kurikulum 2013 guru tidak sepenuhnya
memahami sistem penilaian. Kesulitan guru juga ditemukan pada
pengembangan instrumen sikap, pelaksanaan penilaian otentik, merumuskan
indikator, merancang penilaian rubrik untuk keterampilan, dan
mengumpulkan nilai dari beberapa teknik pengukuran. Selain itu, para guru
tidak bisa menemukan aplikasi yang layak untuk menggambarkan prestasi
belajar siswa. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan
terdapat dalam tujuan dan jenis penelitiannya. Persamaan penelitian ini
dengan penelitian yang dilakukan adalah melibatkan penilaian otentik. Akan
tetapi penelitian ini menggambarkan bagaimana keterlaksanaan penilaian
otentik yang dilakukan oleh guru sedangkan penilaian otentik yang dilakukan
42
dalam penelitian saya nantinya digunakan untuk menunjang proses
pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual. Tujuan dalam
penelitian ini adalah menggambarkan kesulitan guru-guru Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) untuk melaksanakan penilaian dalam kurikulum 2013, yang
telah diimplementasikan sejak Juli 2013 di beberapa sekolah-sekolah
Indonesia dan yang mungkin telah berlaku di semua sekolah sekitar tahun
2014. Sedangkan penelitian yang dilakukan adalah mengembangkan
instrument penilaian berupa tes. Jenis penelitian ini adalah eksploratif
deskriptif dengan pengumpulan data kualitatif. Sedangkan penelitian yang
dilakukan adalah penelitian pengembangan.
8. Sari, et.al. 2017. Mathematical Literacy of Senior High School Students in
Yogyakarta. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa literasi matematika
siswa SMA di Yogyakarta dalam kategori sangat rendah. Literasi matematika
dihitung dari siswa SMA untuk memahami indikator termasuk kategori
rendah dan untuk indikator lain dari proses termasuk kategori sangat rendah.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah pada fokus
permasalaannya yaitu literasi matematika sedangkan perbedaanya terletak
pada tujuan dan jenis penelitiannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menggambarkan kemampuan literasi matematika siswa SMA di Yogyakarta.
Sedangkan penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengembangkan
instrumen tes untuk mengukur literasi matematika. Jenis penelitian ini adalah
survei dengan menggunakan desain kuantitatif, sedangkan penelitian yang
dilakukan adalah penelitian pengembangan.
43
9. Sari, et.al. 2017. The Application of Problem Based Learning Model to
Improve Mathematical Literacy Skill and The Independent Learning of
Student. Berdasarkan hasil penelitian ini, pembelajaran dengan memberikan
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan literasi
matematika siswa daripada pembelajaran dengan menggunakan metode
konvensional. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan
adalah pada fokus permasalaannya yaitu literasi matematika sedangkan
perbedaanya terletak pada tujuan dan jenis penelitiannya. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui kemampuan dan peningkatan siswa dalam hal
keterampilan literasi matematika dan belajar mandiri siswa dengan
menggunakan model PBL daripada siswa yang menggunakan pembelajaran
konvensional. Sedangkan penelitian yang dilakukan bertujuan untuk
mengembangkan instrumen tes untuk mengukur literasi matematika. Jenis
penelitian ini adalah eksperimen, sedangkan penelitian yang dilakukan adalah
penelitian pengembangan.
10. Sumantri, Muhamad Syarif. 2016. The Effect of Formative Testing and Self-
Directed Learning on Mathematics Learning Outcomes. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa (1) hasil belajar matematika berbeda antara siswa yang
diberi tes esai formatif dan mereka yang diberi tes pilihan ganda formatif, (2)
terdapat pengaruh interaksi antara pengujian formatif dan pembelajaran
mandiri terhadap hasil belajar matematika, (3) siswa dengan tingkat tinggi
belajar mandiri memiliki hasil belajar yang lebih baik saat diberi tes esai
formatif dari pada saat diberi tes pilihan ganda dan (4) siswa dengan tingkat
44
self-directed rendah tidak menunjukkan perbedaan dalam hasil belajar
matematika baik diberi tes esai formatif ataupun pilihan ganda. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah berfokus pada
penilaian mata pelajaran matematika menggunakan instrumen tes esai dan
pilihan ganda. Namun, tes esai dan pilihan ganda dalam penelitian yang
dilakukan dikembangkan sendiri.
F. Kerangka Pikir Penelitian
Literasi matematika dibutuhkan karena dapat membantu individu dalam melatih
kemampuan pemecahan masalah dalam konteks kehidupan nyata dengan
melibatkan kemampuannya dalam bidang metematika. Oleh karenanya literasi
matematika merupakan kemampuan yang harus dimiliki siswa agar dapat
bertahan hidup di era global yang senantiasa berkembang, berubah-ubah dan tidak
menentu. Namun, sayangnya pengukuran terhadap kemampuan ini jarang
dilakukan karena guru kurang memahami komponen-komponen literasi
matematika. Sebagian besar guru mengaku lebih sering menggunakan instrumen
tes yang tersedia di buku dari pada membuatnya sendiri. Selain itu, sebagian besar
guru kurang memperhatikan langkah-langkah penyusunan instrumen tes.
Pendekatan pembelajaran yang cocok digunakan untuk mengatasi permasalahan
rendahnya kemampuan literasi matematika adalah pendekatan kontekstual.
Sebagian besar guru sudah melakukan langkah-langkah pendekatan kontekstual
dalam pembelajaran matematika, namun penilaian autentik sebagai salah satu
komponennya belum dilakukan oleh semua guru. Padahal penilaian autentik
45
merupakan salah satu komponen yang sangat menunjang dalam penerapan
pendekatan kontekstual sehingga literasi matematika siswa dapat berkembang.
Permasalahan yang diungkapkan di atas dapat diatasi dengan pengembangan
instrumen yang terintegrasi dengan pendekatan kontekstual. Maka perlu
dilakukan perencanaan mulai dari menentukan KI dan KD, menentukan konten
literasi matematika yang akan diambil, merumuskan indikator sesuai kompetensi
proses dan level literasi matematika, menentukan konteks literasi matematika,
menyusun kisi-kisi instrumen berbasis pendekatan kontekstual dan membuat
instrumen penunjang dalam pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual
(RPP, media pembelajaran, instrumen penilaian autentik, dll). Setelah
perencanaan selesai, maka selanjutnya proses pelaksanaannya yaitu membuat
prototype, kemudian melakukan expert reviews dan validitas empiris. Expert
reviews dilakukan oleh ahli evaluasi, ahli materi, dan ahli bahasa sedangkan
validitas empiris dilakukan melalui uji coba dalam kelompok kecil dan kelompok
luas sehingga dapat dilihat kualitas soal yang dihasilkan yang meliputi validitas,
reliabilitas, daya beda, tingkat kesukaran, daya beda, dan distraktor. Jika
instrumen tersebut berkualitas maka outputnya adalah instrumen tes berbasis
pendekatan kontekstual untuk mengukur literasi matematika siswa. Alur kerangka
berpikir penelitian terdapat dalam bagan berikut ini.
46
Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir Penelitian
InputAnalisis
kebutuhan
1. Seluruh guru belum memahami komponen literasimatematika.
2. Sebesar 66,67% guru mengaku lebih seringmenggunakan instrumen tes yang tersedia di buku daripada membuatnya sendiri untuk melakukan penilaian.
3. Meskipun 2 dari 9 guru telah membuat instrumen tesmatematika sendiri, namun instrumen tes yang merekabuat tidak diarahkan untuk mengukur literasimatematika.
4. Langkah-langkah penyusunan instrumen tesmatematika kurang diperhatikan oleh guru yangmembuat instrumen tes sendiri sehingga instrumen tesyang dihasilkan selama ini kurang berkualitas.
Proses
Perencanaan
Pelaksanaan
1. Menentukan KI dan KD2. Menentukan konten literasi matematika3. Merumuskan indikator sesuai kompetensi proses dan
Tabel 7. Kisi-Kisi Angket Validasi Ahli Evaluasi Pilihan Ganda
60
Aspek IndikatorNo.Item Ya Tdk
Konstruksi Pokok soal dirumuskan dengan singkat danjelas.
1
Rumusan pokok soal dan pilihan jawabanmerupakan pernyataan yang diperlukan saja.
2
Pokok soal tidak memberi pertunjuk kuncijawaban.
3
Pokok soal bebas dari pernyataan yangbersifat negatif ganda.
4
Pilihan jawaban homogen dan logis ditinjaudari segi materi.
5
Gambar, grafik, tabel, diagram atau sejenisnyaberfungsi.
6
Panjang pilihan jawaban relatif sama. 7
Pilihan jawaban tidak menggunakanpernyataan “semua jawaban benar/salah” dansejenisnya.
8
Pilihan jawaban yang berbentuk angka danwaktu disusun berdasarkan urutan besarkecilnya angka atau kronologisnya.
9
Butir soal tidak bergantung pada jawaban soalsebelumnya.
10
Jumlah 10
Tabel 8. Kisi-Kisi Angket Validasi Ahli Materi Pilihan GandaAspek Indikator No
Item
Ya Tdk
Materi/ Butir soal sesuai indicator (tepat menggunakantes tulis berbentuk pilihan ganda)
1
Materi yang ditanyakan sesuai dengankompetensi (urgensi, rekevansi, kontinyuitas,keterpakaiana sehari-hari)
2
Pilihan jawaban homogen dan logis. 3
Hanya ada satu kunci jawaban yang benar. 4
Jumlah 4
Tabel 9. Kisi-Kisi Angket Validasi Ahli Bahasa Pilihan GandaAspek Indikator No Ya Tdk
61
Item
Bahasa/Budaya
Menggunakan bahasa yang sesuai dengankaidah bahasa Indonesia
1
Menggunakan bahasa yang komunikatif. 2
Tidak menggunakan bahasa tabu 3
Pilihan jawaban tidak mengulang kata-katayang sama, kecuali merupakan satu kesatuanpengertian.
4
Jumlah 4
Tabel 10. Kisi-Kisi Angket Validasi Ahli Evaluasi UraianAspek Indikator No
Item
Ya Tdk
Konstruksi Menggunakan kalimat tanya atau perintah yangmenuntut jawaban uraian.
1
Ada petunjuk yang jelas tentang caramengerjakan soal.
2
Ada pedoman penskorannya. 3
Tabel, gambar, grafik, peta atau yangsejenisnya disajikan dengan jelas dan terbaca.
4
Jumlah 4
Tabel 11. Kisi-Kisi Angket Validasi Ahli Materi UraianAspek Indikator No
Item
Ya Tdk
Materi/substansi
Ketepatan bentuk tes dalam mengukurindikator-indikator KD.
1
Kesesuaian pernyataan dengan kunci jawaban. 2
Materi yang ditanyakan sesuai dengankompetensi (urgensi, relevansi, kontinuitas,keterpakaian sehari-hari).
3
Isi materi yang ditanyakan sesuai dengantingkat kelas dan jenjang sekolah.
4
Jumlah 4
Tabel 12. Kisi-Kisi Angket Validasi Ahli Bahasa Uraian
62
Aspek IndikatorNo.Item Ya Tdk
Bahasa Rumusan kalimat soal komunikatif. 1
Butir soal menggunakan Bahasa Indonesiayang baku.
2
Tidak menggunakan kata/ungkapan yangmenimbulkan penafsiran ganda atau sulitdipahami.
3
Tidak menggunakan bahasa yang tabu. 4
Rumusan soal tidak mengandung kata-katayang dapat menyinggung perasaan testee.
5
Jumlah 5
Sumber: Purnomo (2016: 120-124)
c. Angket Praktisi/ Guru
Angket praktisi/ guru digunakan untuk mengetahui aspek praktabilitas
dan ekonomis instrumen tes yang dihasilkan. Kisi-kisi angket penilaian
praktisi/ guru dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Kisi-Kisi Angket Penilaian PraktisiAspek Indikator No
ItemYa Tidak
Praktabilitas
Instrumen penilaian ini mudah untukdiimplementasikan dalam penilaian.
1
Soal ini terdapat kunci jawabansehingga jawaban siswa mudahdiperiksa.
2
Soal ini terdapat pedomanpenskorannya sehingga bisa tahu nilaiyang akan diperoleh.
3
Ada petunjuk soal yang jelas tentangcara mengerjakannya.
4
Ekonomis
Pelaksanaan tes tidak memakan biayayang mahal.
5
Pelaksanaan tes tidak memakantenaga yang banyak.
6
Pelaksanaan tes tidak memakan watuyang lama.
7
Jumlah 7
Sumber: Adaptasi Widoyoko (2014: 142)
63
2. Tes Tertulis
Mardapi (2008: 67) mengemukakan bahwa tes adalah sejumlah pertanyaan
yang memiliki jawaban yang benar atau salah. Tes digunakan sebagai
teknik pengumpulan data pada uji coba produk dan uji coba lapangan
dengan cara memberikan produk tes hasil belajar kepada siswa kelas V.
Tes berbentuk soal pilihan ganda dengan 4 pilihan jawaban dan soal
uraian.
G. Teknik Analisis Data
1. Teknik Analisis Data Kualitatif
Teknik analisis secara kualitatif menggunakan angket yang diisi oleh
ahli evaluasi, ahli materi dan ahli bahasa baik pada soal pilihan ganda
maupun uraian untuk melihat kelayakan instrumen tes yang dihasilkan.
a. Angket ahli untuk soal pilihan ganda
Angket ahli untuk soal pilihan ganda yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan modifikasi dari buku Purnomo (2016: 122-
123), dari 4 aspek materi dikembangkan menjadi 8 aspek seperti
yang tertera pada Tabel 14, dari 10 aspek konstruksi dikembangkan
menjadi 12 aspek seperti yang tertera pada Tabel 15, dan dari 4
aspek bahasa tidak mengalami perubahan seperti yang tertera pada
Tabel 16.
64
Tabel 14. Angket Validasi Ahli Materi Pilihan GandaAspek Indikator No
Item
Ya Tdk
Materi/ Butir soal sesuai indicator (tepat menggunakantes tulis berbentuk pilihan ganda)
1
Materi yang ditanyakan sesuai dengan urgensi 2
Materi yang ditanyakan sesuai dengan relevansi 3
Materi yang ditanyakan sesuai dengankontinyuitas
4
Materi yang ditanyakan sesuai denganketerpakaian sehari-hari
5
Pilihan jawaban homogen 6
Pilihan jawaban logis 7
Hanya ada satu kunci jawaban yang benar. 8
Jumlah 8
Tabel 15. Angket Validasi Ahli Bahasa Pilihan GandaAspek Indikator No
Item
Ya Tdk
Bahasa/Budaya
Menggunakan bahasa yang sesuai dengankaidah bahasa Indonesia
1
Menggunakan bahasa yang komunikatif. 2
Tidak menggunakan bahasa tabu 3
Pilihan jawaban tidak mengulang kata-katayang sama, kecuali merupakan satu kesatuanpengertian.
4
Jumlah 4
Tabel 16. Angket Validasi Ahli Evaluasi Pilihan Ganda
65
Aspek IndikatorNo.Item Ya Tdk
Konstruksi Pokok soal dirumuskan dengan jelas. 1
Rumusan pokok soal merupakan pernyataanyang diperlukan saja.
2
Pilihan jawaban merupakan pernyataan yangdiperlukan saja
3
Pokok soal tidak memberi petunjuk kuncijawaban.
4
Pokok soal bebas dari pernyataan yangbersifat negatif ganda.
5
Pilihan jawaban homogen ditinjau dari segimateri.
6
Pilihan jawaban logis ditinjau dari segi materi. 7
Gambar, grafik, tabel, diagram atau sejenisnyaberfungsi.
8
Panjang pilihan jawaban relatif sama. 9
Pilihan jawaban tidak menggunakanpernyataan “semua jawaban benar/salah” dansejenisnya.
10
Pilihan jawaban yang berbentuk angka danwaktu disusun berdasarkan urutan besarkecilnya angka atau kronologisnya.
11
Butir soal tidak bergantung pada jawaban soalsebelumnya.
12
Jumlah 12
b. Angket Ahli untuk Soal Uraian
Angket ahli untuk soal uraian yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan modifikasi dari buku Purnomo (2016: 120-121), dari 4
aspek materi dikembangkan menjadi 7 aspek seperti yang tertera
pada Tabel 17, dari 4 aspek konstruksi tidak dikembangkan seperti
yang tertera pada Tabel 18, dan dari 5 aspek bahasa dikembangkan
menjadi 6 aspek seperti yang tertera pada Tabel 19.
Tabel 17. Angket Validasi Ahli Materi Uraian
66
Aspek Indikator No
Item
Ya Tdk
Materi/substansi
Ketepatan bentuk tes dalam mengukurindicator-indikator KD.
1
Kesesuaian pernyataan dengan kunci jawaban. 2
Materi yang ditanyakan sesuai dengan urgensi 3
Materi yang ditanyakan sesuai dengan relevansi 4
Materi yang ditanyakan sesuai dengankontinuitas
5
Materi yang ditanyakan sesuai denganketerpakain sehari-hari
6
Isi materi yang ditanyakan sesuai dengantingkat kelas di sekolah dasar
7
Jumlah 7
Tabel 18. Angket Validasi Ahli Evaluasi UraianAspek Indikator No
Item
Ya Tdk
Konstruksi Menggunakan kalimat tanya atau perintah yangmenuntut jawaban uraian.
1
Ada petunjuk yang jelas tentang caramengerjakan soal.
2
Ada pedoman penskorannya. 3
Tabel, gambar, grafik, peta atau yangsejenisnya disajikan dengan jelas dan terbaca.
4
Jumlah 4
Tabel 19. Angket Validasi Ahli Bahasa Uraian
Aspek IndikatorNo.Item Ya Tdk
67
Bahasa Rumusan kalimat soal komunikatif 1
Butir soal menggunakan Bahasa Indonesiayang baku
2
Tidak menggunakan kata/ungkapan yangmenimbulkan penafsiran ganda
3
Tidak menggunakan kata/ungkapan yang sulitdipahami
4
Tidak menggunakan bahasa yang tabu 5
Rumusan soal tidak mengandung kata-katayang dapat menyinggung perasaan testee
6
Jumlah 6
Sumber : Purnomo (2016: 120-123)
c. Angket Praktisi/ Guru
Angket praktisi/ guru dalam penelitian ini merupakan angket yang
digunakan untuk mengetahui praktabilitas atau kemudahan dan tingkat
ekonomis instrumen tes yang dikembangkan. Angket ini
dikembangkan dari buku Widoyoko (2014: 142) yang dikemas dalam
bentuk tabel seperti tertera pada Tabel 20 berikut.
Tabel 20. Angket Penilaian PraktisiAspek Indikator No
ItemYa Tidak
Instrumen penilaian ini mudah untuk 1
68
Praktabilitasdiimplementasikan dalam penilaian.Soal ini terdapat kunci jawabansehingga jawaban siswa mudahdiperiksa.
2
Soal ini terdapat pedomanpenskorannya sehingga bisa tahu nilaiyang akan diperoleh.
3
Ada petunjuk soal yang jelas tentangcara mengerjakannya.
4
Ekonomis
Pelaksanaan tes tidak memakan biayayang mahal.
5
Pelaksanaan tes tidak memakantenaga yang banyak.
6
Pelaksanaan tes tidak memakan watuyang lama.
7
Jumlah 7
Sumber: Widoyoko (2014: 142)
2. Teknik Analisis Data Kuantitatif
Teknik analisis secara kuantitatif penelitian ini digunakan untuk
mengetahui kualitas instrumen tes yang meliputi tingkat kesukaran, daya
beda, distraktor (soal pilihan ganda), validitas, dan reliabilitas.
Karakteristik instrumen tes yang baik dilihat dari validitas dan
reliabilitas dihitung secara kuantitatif instrumen tes yang dihasilkan.
a. Uji Kelayakan Instrumen
Setelah instrumen tes dinilai oleh ahli (evaluasi, materi, dan bahasa)
dengan menggunakan lembar angket menggunakan skala Guttman,
yaitu skor untuk jawaban Ya adalah 1 dan skor untuk jawaban Tidak
adalah 0. Maka selanjutnya data hasil penilaian ahli dihitung secara
kuantitatif menggunakan rumus sebagai berikut.
Skor Akhir = × 100
69
Skor akhir dikonversi menjadi kriteria penilaian yang ditunjukan
pada Tabel 21.
Tabel 21. Konversi Nilai AhliKriteria Nilai
Sangat Baik 76 – 100Baik 51 – 75
Kurang 26 – 50Sangat Kurang ≤ 25
b. Tingkat Praktabilitas dan Ekonomis
Setelah instrumen tes dinilai praktabilitas dan tingkat ekonomisnya
oleh praktisi/ guru dengan menggunakan lembar angket berskala
Guttman, yaitu skor untuk jawaban Ya adalah 1 dan skor untuk
jawaban Tidak adalah 0. Maka selanjutnya data hasil penilaian
praktisi dihitung secara kuantitatif menggunakan rumus sebagai
berikut.
Skor Akhir = × 100Skor akhir dikonversi menjadi kriteria penilaian yang ditunjukan
pada Tabel 22.
Tabel 22. Konversi Nilai Praktisi/ GuruKriteria Nilai
Sangat Baik 76 – 100Baik 51 – 75
Kurang 26 – 50Sangat Kurang ≤ 25
c. Analisis Butir Soal
70
Analisis butir soal dilakukan agar memperoleh soal yang berkualitas.
Hal ini sejalan dengan pendapat Purnomo (2016: 117) butir soal
sebagai suatu instrumen dalam bentuk tes harus memiliki kualitas
agar hasil ukur dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu,
sebelum soal digunakan terlebih dahulu diujicobakan dan
berdasarkan uji coba tersebut dilakukan analisis butir soal. Jadi,
menganalisis butir soal merupakan suatu kegiatan yang harus
dilakukan tester untuk memperoleh butir-butir soal yang berkualitas.
Analisis butir soal yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:
1) Daya Pembeda
Daya pembeda merupakan kemampuan soal membedakan siswa
yang pandai dan kurang pandai (Kusaeri, 2014: 107). Daya
pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh
kemampuan butir soal tersebut untuk bisa membedakan antara
siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa berkemampuan
rendah.
Menghitung daya pembeda siswa diklasifikasikan dalam dua
kelompok, yaitu kelompok atas dan kelompok bawah. Kelompok
atas terdiri dari siswa yang mendapat skor tinggi. Sedangkan
kelompok bawah adalah siswa yang mendapat skor rendah.
Rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda pada
soal bentuk pilihan ganda adalah:
71
D = - = PA - PB
Keterangan:D = besarnya daya beda yang dicariBA = jumlah jawaban benar pada kelompok atasBB = jumlah jawaban benar pada kelompok bawahJA = jumlah kelompok atasJB = jumlah kelompok bawahPA = proporsi testee kelompok atas yang menjawab benarPB = proporsi testee kelompok bawah yang menjawab benarN = jumlah siswa yang mengerjakan tes
Untuk menghitung daya pembeda soal bentuk uraian dapat
menggunakan rumus berikut.
DP = mean kelompok atas - mean kelompok bawah
Kriteria daya pembeda soal dapat dilihat pada Tabel 23 berikut.
Tabel 23. Kriteria Daya Pembeda SoalNo. Indeks daya pembeda Klasifikasi1.2.3.4.5.
Tingkat kesukaran soal adalah peluang menjawab benar suatu
soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan
dalam bentuk indeks. Indeks tingkat kesukaran soal dinyatakan
dalam bentuk proporsi yang berkisar 0 sampai 1. Semakin besar
indeks tingkat kesukaran yang diperoleh dari hasil perhitungan,
semakin mudah soal itu (Kusaeri, 2014: 106). Perhitungan indeks
tingkat kesukaran dilakukan untuk setiap soal. Rumus yang
72
digunakan untuk menghitung taraf kesukaran soal bentuk pilihan
ganda yaitu:
Tingkat Kesukaran (TK) =
Sementara, untuk menghitung tingkat kesukaran soal uraian
digunakan rumus berikut.
Tingkat Kesukaran (TK) =
Kriteria tingkat kesukaran dapat dilihat pada Tabel 24 berikut.
Tabel 24. Kriteria Taraf Kesukaran SoalNo. Indeks Kesukaran Tingkat Kesukaran
1 0,00 – 0,30 Sukar
2 0,31 – 0,70 Sedang
3 0,71 – 1,00 Mudah
Sumber: Arikunto, (2010: 210).
3) Distraktor
Instrumen berbentuk tes dan objektif, selain harus memenuhi
syarat-syarat memiliki tingkat kesukaran dan daya beda, juga
harus memiliki pengecoh atau distraktor yang efektif. Pengecoh
atau distraktor merupakan pilihan jawaban yang bukan
merupakan kunci jawaban.
Butir soal yang baik pengecohnya akan dipilih secara merata oleh
testee yang menjawab salah. Sebaliknya, butir soal yang kurang
baik, penngecohnya akan dipilih secara tidak merata. Pengecoh
dianggap baik jika jumlah testee yang memilih pengecoh itu sama
atau mendekati jumlah ideal (Purnomo, 2016: 137). Distraktor
dapat diketahui dengan rumus berikut.
73
IP = ( )( ) x 100%
Keterangan:
IP = indeks pengecohP = jumlah siswa yang memilih pengecohN = jumlah siswa yang ikut tesB = jumlah siswa yang menjawab benarn = jumlah pilihan jawaban1 = bilangan tetap
Adapun kriteria kualitas pengecoh berdasarkan indeksnya adalah
sebagai berikut.
76% - 125% = sangat baik51% - 75% atau 126% - 150% = baik26% - 50% atau 151% - 175% = kurang baik0% - 25% atau 176% - 200% = jelekLebih dari 200% = sangat jelek
4) Validitas
Menurut Sudijono (2013: 184) sebutir soal dapat dinyatakan
valid, apabila skor butir soal yang bersangkutan terbukti
mempunyai korelasi positif yang signifikan dengan skor totalnya.
Validitas soal bentuk pilihan ganda dan uraian dengan
menggunakan rumus Korelasi Product Moment sebagai berikut:
= N∑XY − (∑X)(∑Y){N ∑X − ( ∑X) }{N∑Y (∑Y) }Keterangan:rxy = koefisien korelasi X dan YN = jumlah responden∑XY = total perkalian skor X dan Y∑Y = jumlah skor variabel Y∑X = jumlah skor variabel X∑X2 = total kuadrat skor variabel X∑X2 = total kuadrat skor variabel Y(Suharsimi Arikunto, 2010: 213)
74
Berdasarkan Sudijono (2013: 190) interpretasi validitas
terdapat pada Tabel 25 berikut.
Tabel 25. Interpretasi Validitas Butir SoalNo Range Validitas Kategori
1 rpbi > rt Valid
2 rpbi < rt Tidak valid
Sumber: Adaptasi dari Sudijono (2013: 190)
5) Reliabilitas
Relibilitas tes berhubungan dengan masalah ketepatan hasil
tes (Arikunto, 2012: 100). Apabila dilakukan beberapa kali
pengujian menunjukan hasil yang sama. Suatu tes
mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi apabila tes
tersebut dapat memberikan hasil yang tetap dan cukup
dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data.
a) Nilai Reliabilitas Pilihan Ganda
Perhitungan reliabilitas dalam penelitian bentuk pilihan
ganda ini, menggunakan KR-20 dengan rumus sebagai
berikut.
= ( ) (1-∑
)
Keterangan:= koefisien reliabilitas tes
N = banyaknya butir soal1 = bilangan konstan
= varian total= proporsi testee yang menjawab dengan benar= proporsi testee yang menjawab dengan salah (1-p)
75
∑ = jumlah dari hasil perkalian antara pi dengan qi
b) Nilai Reliabilitas soal Uraian
Menurut Kusaeri (2014: 65) untuk tes yang didesain dalam
mengukur hasil belajar yang heterogen menggunakan rumus
koefisien alpha. Oleh karena itu, untuk menghitung
reliabilitas tes uraian dalam penelitian ini, digunakan rumus
koefisien alpha. Menurut Sudijono (2013: 254) rumus yang
digunakan untuk menghitung reliabilitas soal uraian adalah
2
2
11 11 t
b
k
kr
Keterangan:r11 = realibilitas yang dicari
2b = jumlah varian butir
2t = varian total
k = banyaknya soal
Derajat reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 26 berikut ini.
Tabel 26. Derajat Reliabilitas
Koefisien r Reliabilitas
0,80 – 1,00 Sangat Kuat
0,60 – 0,79 Kuat
0,40 – 0,59 Sedang
0,20 – 0,39 Rendah
0,00 – 0,19 Sangat Rendah
Sumber: Sugiyono (2010: 257).
111
V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan sebagai
berikut:
1. Instrumen tes yang dikembangkan layak untuk mengukur literasi
matematika siswa kelas V sekolah dasar. Hal ini dibuktikan dari
penilaian 3 ahli yaitu ahli evaluasi, ahli materi, dan ahli bahasa yang
menyatakan bahwa instrumen tes literasi matematika yang
dikembangkan dalam katagori sangat baik.
2. Berdasarkan hasil analisis instrumen tes yang dilakukan pada tahap
small group dari 16 soal pilihan ganda yang diujikan hanya 11 soal
yang berkualitas, sedangkan seluruh soal uraian atau sebanyak 8 soal
uraian berkualitas. Selanjutnya soal yang berkualitas diujikan pada
tahap field test, dari 11 soal pilihan ganda, hanya 10 soal yang
berkualitas. Sedangkan seluruh soal uraian berkualitas.
B. Implikasi
Literasi matematika merupakan salah satu kemampuan kognitif yang perlu
mendapat perhatian, dengan memiliki kemampuan ini membuktikan bahwa
materi pelajaran matematika yang diberikan dapat berguna bagi kehidupan
112
siswa, baik untuk kehidupan sehari-hari maupun di masa yang akan datang.
Pengukuran terhadap literasi matematika sangat diperlukan untuk melihat
sejauh mana kemampuan siswa dalam menggunakan matematika. Alat yang
dapat digunakan untuk mengukur literasi matematika adalah instrumen tes.
Instrumen tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif siswa
harus layak dan berkualitas. Kelayakan suatu instrumen tes dapat dilihat dari
penilaian ahli evaluasi, ahli materi, dan ahli bahasa. Sedangkan kualitas
suatu instrumen tes dapat dilihat dari analisis soal yang meliputi tingkat
kesukaran, daya beda, distraktor untuk soal pilihan ganda, validitas,
reliabilitas, tingkat praktabilitas, dan ekonomis. Pengukuran menggunakan
soal yang berkualitas dapat membantu guru untuk mengukur ketercapaian
kompetensi dasar dalam kurikulum yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Dalam implikasinya, pembelajaran di sekolah dasar Kota Metro belum ke
arah pengembangan literasi matematika. Hal itu terjadi karena guru tidak
memahami literasi matematika beserta komponen dan levelnya. Sehingga
pada akhirnya pengukuran terhadap kemampuan literasi matematika siswa
kurang mendapat perhatian. Pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan
untuk mengembangkan kemampuan literasi matematika adalah pendekatan
kontekstual, karena pendekatan ini dapat menghubungkan materi dengan
situasi nyata yang dialami oleh siswa. Setelah dilakukan pembelajaran
terhadap kemampuan ini maka pengukuran terhadap literasi matematika
dapat dilakukan. Pengukuran literasi matematika tanpa didukung oleh
pembelajarannya, akan menjadi kurang berarti. Begitu sebaliknya, apabila
113
pembelajaran yang diterapkan di sekolah sudah berbasis kepada
pengembangan literasi matematika namun pengukurannya masih Lower
Order Thinking Skills, artinya instrumen penilaian yang diberikan tidak
dapat memberikan tantangan dan feedback yang bermakna bagi siswa.
Melalui instrumen tes literasi matematika dapat memotivasi siswa untuk
menggunakan matematika untuk memecahkan permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari dan di masa yang akan datang.
C. Saran
1. Siswa
Sebaiknya siswa lebih banyak berlatih dalam membuat kalimat
matematika agar lebih mudah dalam menjawab soal literasi matematika
bentuk uraian.
2. Guru
Hasil penelitian pengembangan dalam penelitian ini berupa instrumen tes
literasi matematika yang dapat dijadikan referensi guru dalam melakukan
penilaian literasi matematika siswa.
3. Kepala Sekolah
Berdasarkan hasil penelitian, kepala sekolah diharapkan dapat
meningkatkan mutu dan sarana penunjang untuk mengembangkan
instrumen tes literasi matematika untuk siswa di sekolahnya. Sekolah
juga seharusnya memiliki bank-bank soal yang layak dan berkualitas,
sehingga soal yang dibuat dapat memberi umpan balik terhadap proses
pembelajaran dan mampu menghasilkan output yang lebih baik.
114
4. Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan penelitian lanjutan untuk dilakukan
diseminasi produk di sekolah-sekolah, sehingga produk instrumen
penelitian ini dapat dikembangkan menjadi soal yang baku dan
dimanfaatkan bagi banyak sekolah. Penelitian ini juga dapat menjadi
referensi bagi peneliti berikutnya untuk dapat mengembangkan instrumen
tes literasi matematika di sekolah dasar.
DAFTAR PUSTAKA
115
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Ridwan Sani. 2016. Penilaian Autentik. Bumi Aksara. Jakarta.
Abdurrahman, Mulyono. 2012. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. RinekaCipta. Jakarta.
Abidin, Yunus, dkk. 2017. Pembelajaran Literasi. Bumi Aksara. Jakarta.
Abosalem, Yousef. 2016. Assessment Techniques and Students Higher-OrderThinking skills. International Journal of Secondary Education, 4 (1): 1-11.
Anwar, Syafri. 2009. Penilian Berbasis Kompetensi. Padang. UNP Press.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Tindakan Praktis. RinekaCipta. Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Azwar, Saifuddin. 1997. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Charmila, N, et al. 2016. Pengembangan Soal Matematika Model PISAMenggunakan Konteks Jambi. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan,20 (2): 198-207.
CoPo, A.R.I. 2015. Students’ initial knowledge state and test design: towards a validand reliable test instrument. Journal of College Teaching & Learning, 12(4): 189-194.
Darmadi, Hamid. 2010. Kemampuan Dasar Mengajar. Alfabeta. Bandung.
Depdiknas. 2013. Lampiran PP Nomor 23 Tahun 2013 Tentang Standar NaionalPendidikan. Depdiknas. Jakarta.
Edo, Sri Imelda, et al. Investigating Secondary School Students’ Difficulties inModelling Problems PISA-Model Level 5 and 6. IndoMS. J.M.E, 4(1): 41-58.
116
Ekowati, Ch. Krisnandari, et al. 2015. The Application of Contextual Approach inLearning Mathematics to Improve Students Motivation at SMPN 1 Kupang.International Education Studies, 8 (8): 81-86.
Firdaus, Fery Muhammad, et al. 2017. Improving Primary Students’ MathematicalLiteracy Through Problem Based Learning and Direct Instruction. AcademicJournals, 12 (4): 212-219.
Hendriana, H dan Soemarmo, U. 2014. Penilaian Pembelajaran Matematika. RefikaAditama. Bandung.
Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21:Kunci Sukses Kurikulum 2013. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Kankam, Boadu, et al. 2015. Teachers’ Perception of Authentic AssessmentTechniques Practice in Social Studies Lessons in senior high schools inGhana. International Journal of Educational Research and InformationScience. 10 Januari 2015. Vol. 1 (4) : 62-68).
Kemendikbud. 2016. Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 tentang StandarPenilaian pada Kurikulum 2013. Kemendikbud. Jakarta.
___________. 2016. Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Intidan Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013. Kemendikbud.Jakarta.
Kurinasih, Imas Sani, Berlin. 2014. Implementasi Kurikulum 2013: Konsep danPenerapan. Kata Pena. Surabaya.
Kurniati, Y.S. Kusumah, J. Sabandar, and T. Herman. 2015. Mathematical criticalthinking ability through contextual teaching and learning approach. IndoMS-JME, Vol. 6 (1): 53-62.
Kusaeri. 2014. Acuan dan Teknik Penilaian Proses dan Hasil Belajar dalamKurikulum 2013. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta.
Kurinasih, Imas dan Sani, Berlin. 2014. Implementasi Kurikulum 2013: Konsep danPenerapan. Kata Pena. Surabaya.
Lin, S. W and W. C. Tai. 2015. Latent class analysis of students’ mathematicslearning strategies and the relationship between learning strategy andmathematical literacy. Universal Journal of Educational Research, Vol.3(6): 390-395.
117
Majid, Abdul. 2014. Penilaian Autentik Proses dan Hasil Belajar. RemajaRosdakarya. Bandung.
Mangiante, E. S. 2013. Planning Science Instruction for Critical Thinking: TwoUrban Elementary Teachers’ Responses to a State Science Assessment.Journal Education Science, Vol 3: 222-258.
Mardapi, Djemari. 2008. Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes. MitraCendekia. Yogyakarta.
________________. 2012. Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi Pendidikan. NuhaMedika. Yogyakarta.
Novita, R and M. Putra. 2016. Using Task Like PISA’s Problem to Support Student’sCreativity in Mathematics. Journal on Mathematics Education, 7(1): 33-45.
OECD. 2009. PISA 2009 Assessment Framework: Key Competencies in Reading,Mathematics and Science. OECD Publishing. Paris.
______. 2016a. PISA 2015 Assessment and Analytical Framework: Science, Reading,Mathematic and Financial Literacy. OECD Publishing. Paris.
Oktiningrum, Wuli, et al. 2016. Developing PISA-Like Mathematics Task withIndonesia Natural and Cultural Heritage as Context to Assess Students’Mathematical Literacy. Journal on Mathematics Education, 7 (1): 1-8.
Purnomo, Edy. 2016. Dasar-Dasar dan Perancangan Evaluasi Pembelajaran. MediaAkademi. Yogyakarta.
Retnawati. 2016. The Problem Analysis in Applying Instrument of AuthenticAssessment in 2013 curriculum. International Journal of Instruction, 9 (1) :33-47.
Sari, Rosalia Hera Novita and Andi Wijaya. 2017. Mathematical Literacy of SeniorHigh School Students in Yogyakarta. Jurnal Riset Pendidikan Matematika.Vol. 4 (1): 100-107.
Sari, F.A, et al. 2017. The application of problem based learning model to improvemathematical literacy skill and the independent learning of student. Journalof Physics: Conference Series.
118
Sudarman, et al. 2017. The Formation of Conservation–Based Behaviour ofMechanical Engineering Students Through Contextual Learning Approach.International Journal of Environmental & Science Education, 12 (4): 617-627.
Sudijono, Anas. 2013. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Rajawali Pers. Jakarta.
Suherman, E. 2003. Evaluasi Pembelajaran Matematika. JICA UPI. Bandung.
Sumantri, Muhammad Syarif and Retni Satriani. 2016. The Effect of FormativeTesting and Self-Directed Learning on Mathematics Learning Outcomes,International Electronic Journal of Elementary Education, 8(3): 507-524.
Sunarti dan Rahmawati, Selly. 2014. Penilaian dalam Kurikulum 2013. Andi.Yogyakarta.
Susanto, Ahmad. 2014. Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar. Kencana.Jakarta.
Tessmer, Martin. 1993. Planning and Conducting Formative Evaluations. KoganPage. Philadelphia.
Wahyuni, Tutik, et al. 2015. The Implementation of Contextual Approach in SolvingProblems Understanding Syntax: Sentence Indonesian at Universities inSurakarta, Indonesia. Journal of Education and Practice, 6 (30): 188-201.
Widoyoko, S. Eko Putro. 2014. Penilaian Hasil Pembelajaran di Sekolah. PustakaPelajar. Yogyakarta.
Wisudawati, Widi Asih dan Sulistyowati Eka. 2014. Metodologi Pembelajaran IPA.Bumi Aksara. Jakarta.