Top Banner

of 19

Pengelolaan Industri Migas Dan Pabum Di Indonesia

Jul 14, 2015

Download

Documents

Attar Majid
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

ABSTRACT

Pengertian dari pengelolaan adalah suatu kegiatan mulai dari tahap perencanaan sampai dengan pengawasan yang didalamnya terdapat

pengorganisasian. Industri migas dan pabum termasuk jenis industri yang besar dimana didalam pengelolaannya membutuhkan dana yang besar (high cost), teknologi yang canggih (high technology), dan terdapat resiko yang tinggi (high risk). Secara umum kegiatan pengusahaan industri migas dan pabum dapat dibagi menjadi tiga kegiatan pokok yaitu kegiatan up-stream meliputi kegiatan eksplorasi dan produksi, kegiatan down-stream meliputi kegiatan proses pengolahan dan pemasaran, dan kegiatan penunjang yang besifat menunjang kegiatan utama baik teknis maupun non teknis. Dari uraian singkat di atas terlihat bahwa kegiatan pengusahaan industri migas dan pabum melibatkan begitu banyak cabang disiplin keahlian.

Kata kunci : pengelolaan, industri migas dan pabum, eksplorasi, produksi, upstream , dan down-stream.

PENDAHULUAN

Penemuan sumber minyak yang pertama di Indonesia dilakukan oleh seorang dari Belanda bernama J. Reerink, yang menemukan adanya rembesan minyak di daerah Majalengka, daerah di lereng Gunung Ciremai, sebelah barat daya kota Cirebon. Minyak tersebut merembas dari lapisan batuan tersier yang tersingkap ke permukaan. Berdasarkan temuan itu, ia lalu melakukan pengeboran minyak pertama di Indonesia pada tahun 1871. Pengeboran pertama ini memanfaatkan tenaga hewan lembu. Total sumur yang dibor sebanyak empat sumur, dan menghasilkan 6000 liter minyak bumi yang merupakan produksi minyak bumi pertama di Indonesia. Keberhasilan J. Reerink menemukan minyak, meskipun secara keekonomian tidak komersial, menjadi tonggak berkembangnya pemboran minyak di Indonesia. Selama periode 1882 1898, telah dilakukan pemboran di daerah-daerah lainnya seperti di Langkat (Sumatra Utara), Surabaya (Jatim), Kutai (Kaltim) dan Palembang (Sumsel). Era ini disebut juga era pionir, sekaligus sebagai awal pengelolaan minyak bumi secara sistematis melalui badan usaha, yang menjadi cikal bakal perusahaan minyak Belanda. Aeilko Janszoon Zeilker merupakan orang pertama yang memperolah konsesi di daerah Telaga Said, Langkat, Sumatra Utara seluas 500 bahu (3,5 km persegi), dari Sultan Langkat pada tahun 1883. Lapangan itu ia temukan pada saat inspeksi dan menemukan genangan yang tercampuri minyak bumi. Setahun kemudian, lapangan ini mulai berproduksi pada tahun 1884 dan menghasilkan 8000-an liter minyak bumi. Untuk mendukung pengembangan usaha minyak di lapangan ini, maka dibangunlah jaringan pipa dan kilang minyak oleh Jean Baptist August, sepeninggal Zeilker. Kilang minyak Pangkalan Brandan tersebut selesai dibangun pada tahun 1892. Enam tahun setelahnya, tahun 1898, tangki-tangki penimbunan dan fasilitas pelabuhan dibangun di Pangkalan Susu. Dengan demikian, minyak mentah yang dihasilkan dapat diolah terlebih dahulu sebelum

dikapalkan. Pelabuhan Pangkalan Susu merupakan pelabuhan ekspor minyak pertama di Indonesia. Pencarian minyak bumi di indonesia sampai tahun 60an masih terbatas dilakukan di daratan. Sejak penemuan lapangan Cinta (1970) merupakan lapangan minyak lepas pantai pertama di Indonesia. Perkembangan teknologi maju telah memungkinkan pemanfaatan assosiated gas maupun non assosiated gas. Pemanfaatan sumber gas untuk menunjang berbagai keperluan industri dalam negeri pertama kali dilakukan di Sumatra Selatan dengan suatu jaringan pipa untuk pabrik pupuk Sriwijaya dan di Jawa Barat dengan sistem pipa gas untuk mensuplai pabrik pupuk semen, pabrik baja Krakatau Steel dan kebutuhan industri dan rumah tangga di Jakarta. Penemuan sumber gas di Arun dan Badak yang merupakan dua lapangan gas yang besar di dunia, di dorong dengan teknologi cryogenic, telah memungkinkan gas diolah menjadi LNG (gas alam cair) sebagai bahan eksport. Sekaligus pada tahun 1977 Pertamina mulai memasuki era perdagangan LNG di dunia. Di bidang minyak bumi Usulan JB Van Dijk pada tahun 1918 untuk memanfaatkan sumber energi panas bumi di daerah kamojang Jawa Barat, merupakan titik awal sejarah perkembangan panas bumi di Indonesia. Secara kebetulan, peristiwa itu bersamaan waktu dengan awal pengusahaan panas bumi di dunia, yaitu di Larnderello, Italia, yang juga terjadi di tahun 1918. Bedanya di Indonesia masih sebatas usulan, di Italia pengusahaan telah menghasilkan uap alam yang dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan tenaga listrik. Lapangan panasbumi Kamojang, dengan sumurnya bernama KMJ-3, yang pernah menghasilkan uap pada tahun 1926, merupakan tonggak pemboran eksplorasi panasbumi pertama oleh Pemerintah kolonial Belanda. Sampai sekarang, KMJ-3 masih menghasilkan uap alam kering dengan suhu 140oC dan tekanan 2,5 atmosfer (atm).Sampai tahun 1928 telah dilakukan lima pemboran eksplorasi panasbumi, tetapi yang berhasil mengeluarkan uapnya itu tadi hanya sumur KMJ3 dengan kedalaman 66 meter. Sampai saat ini KMJ-3 masih menghasilkan uap alam kering dengan suhu 140 oC dan tekanan 2,5 atm.

PERAN PEMERINTAH DALAM PENGELOLAAN INDUSTRI MIGAS DAN PABUM DI INDONESIA

1.1. Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Pengelolaan Migas Hasil pengelolaan migas di Indonesia memainkan peranan penting dalam proses pembangunan di Indonesia. Jika dilihat dalam APBN, hasil penerimaan migas mencapai 30% dari total penerimaan pemerintah. Dengan alasan inilah industri migas dikatakan industri strategis yang memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Kegiatan Usaha Hulu migas nasional tidak terlepas dari kerangka regulasi pengaturan kepemilikan dan pengusahaan negara atas sumber daya migas. Berdasar pada regulasi tersebut, tahapan dalam usaha hulu migas dibagi dalam tiga tahapan yaitu tahap pra KKS (kontrak kerja sama), KKS, dan pasca KKS. Lingkup kegiatan dalam tahapan pra KKS diantaranya adalah kegiatan survei umum guna mendapatkan data teknis geologi untuk penawaran wilayah kerja baru. Tahap selanjutnya adalah tahap KKS (pasca penandatanganan KKS), dimana kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan migas maupun eksploitasi dilakukan oleh kontraktor pada tahap ini. Tahap terakhir adalah tahapan dimana kontrak kerja sama berakhir maupun cadangan sudah tidak ekonomis untuk eksploitasi lagi, sehingga wilayah kerja tersebut dapat ditawarkan kembali oleh pemerintah sebagai wilayah kerja baru. Untuk memenuhi sasaran tersebut diatas, Pemerintah telah menetapkan program peningkatan produksi migas sebagai berikut : 1. Upaya peningkatan produksi dari lapangan existing 2. Percepatan produksi lapangan baru 3. Peningkatan jumlah/status cadangan migas 4. Intensifikasi eksplorasi Guna menciptakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang andal, transparan, berdaya saing, efisiensi dan berwawasan lingkungan, serta mendorong perkembangan potensi dan peranan nasional, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat telah menetapkan undang-undang nomor 22 tahun 2001

tentang Minyak dan Gas Bumi yang merupakan landasan hukum bagi penataan atas penyelenggaraan pembinaan, pengawasan, pengaturan, dan pelaksanaan dari kegiatan pengusahaan minyak dan gas bumi di Indonesia. Pemerintah dalam hal ini Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi mempunyai tugas dan fungsi pembinaan dan pengawasan dalam kegiatan usaha hulu dan hilir minyak dan gas bumi serta melakukan pengawasan atas pekerjaan dan pelaksanaan kegitan minyak dan gas bumi termasuk meliputi pemberian perizinan, persetujuan, dan rekomendasi kepada pihak-pihak yang melakukan usaha di bidang minyak dan gas bumi. Lebih khusus lagi dalam industri hulu pemerintah menunjuk BPMIGAS dimana BPMIGAS adalah lembaga yang dibentuk Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 16 Juli 2002 sebagai pembina dan pengawas Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di dalam menjalankan kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan pemasaran migas Indonesia. Dengan didirikannya lembaga ini melalui UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta PP No 42/2002 tentang BPMIGAS, masalah pengawasan dan pembinaan kegiatan Kontrak Kerja Sama yang sebelumnya dikerjakan oleh PERTAMINA selanjutnya ditangani langsung oleh BPMIGAS sebagai wakil pemerintah. Dalam menjalankan tugas, BPMIGAS memiliki wewenang: 1. Membina kerja sama dalam rangka terwujudnya integrasi dan sinkronisasi kegiatan operasional KKKS 2. Merumuskan kebijakan atas anggaran dan program kerja KKKS 3. Mengawasi kegiatan utama operasional kontraktor KKKS 4. Membina seluruh aset KKKS yang menjadi milik negara 5. Melakukan koordinasi dengan pihak dan/atau instansi terkait yang diperlukan dalam pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu

Gambar 1. Hubungan Kementerian ESDM-BPMIGAS Dalam Penyelenggaraan Usaha Hulu Migas (Sesuai UU No. 22/ 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi)

1.2. Produksi dan Konsumsi Migas Di Indonesia Di Indonesia, energi migas masih menjadi andalan utama perekonomian Indonesia, baik sebagai penghasil devisa maupun pemasok kebutuhan energi dalam negeri. Pembangunan prasarana dan industri yang sedang giat-giatnya dilakukan di Indonesia, membuat pertumbuhan konsumsi energi rata-rata mencapai 7% dalam 10 tahun terakhir. Peningkatan yang sangat tinggi, melebihi rata-rata kebutuhan energi global, mengharuskan Indonesia untuk segera menemukan cadangan migas baru, baik di Indonesia maupun ekspansi ke luar negeri. Cadangan terbukti minyak bumi dalam kondisi depleting, sebaliknya gas bumi cenderung meningkat. Perkembangan produksi minyak Indonesia dari tahun ke tahun mengalami penurunan, sehingga perlu upaya luar biasa untuk menemukan cadangan-cadangan baru dan peningkatan produksi. Peraturan Pemerintah yang mengatur usaha minyak dan gas bumi di Hulu dan Hilir belum dapat menjamin investasi di sektor minyak dan gas bumi akan

masuk, karena masih banyak masalah lain yang menjadi hambatan bagi terealisasinya investasi. Masalah tersebut antara lain peraturan perpajakan dan lingkungan hidup serta otonomi daerah yang menyulitkan bagi perusahaan minyak asing beroperasi karena berhadapan dengan raja-raja kecil di daerah. Sementara itu, konsumsi minyak bumi (BBM) di dalam negeri sudah melebihi kapasitas produksi. Dalam beberapa tahun belakangan ini penyediaan BBM dalam negeri tidak dapat seluruhnya dipenuhi oleh kilang minyak domestik, hampir 20%-30% kebutuhan minyak bumi dalam negeri sudah harus diimpor dari luar negeri. Kebutuhan impor minyak bumi ini diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat dan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri yang diharapkan semakin membaik ditahun-tahun mendatang.

Gambar 2. Perkembangan Produksi Minyak Di Indonesia Menurut BP MIGAS penurunan jumlah produksi minyak per hari tersebut disebabkan penurunan produksi dari lapangan existing lebih cepat dari perkiraan. Sekitar 90 persen dari total produksi minyak Indonesia dihasilkan dari lapangan yang usianya lebih dari 30 tahun, sehingga dibutuhkan investasi yang cukup besar

untuk menahan laju penurunan alaminya. Upaya menahan laju penurunan produksi pada lapangan tua tersebut, yang mencapai 12 persen per tahun, gagal dilaksanakan. Sementara upaya untuk menyangga produksi melalui produksi lapangan baru, sangat bergantung kepada kinerja kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Bicara mengenai struktur industri, dunia perminyakan memiliki keunikan dibanding industri lainnya. Ketika industri-industri lain gencar mencanangkan perampingan, efisiensi, dan efektivitas, dalam dunia perminyakan para international oil company (IOC) yang sudah mendominasi pasar tersebut terpaksa melakukan merger karena dalam industri perminyakan, modal yang terlibat luar biasa besar. Walaupun tingkat produksi minyak Indonesia cendrung menurun, namun dari data realisasi pemboran sumur Eksplorasi maupun sumur produksi secara nasional menunjukan trend sebaliknya. Jumlah pemboran sumur eksplorasi maupun penemuan cadangan menunjukan angka yang stabil, sementara jumlah pemboran sumur produksi mengalami peningkatan yang signifikan.

Gambar 3. Realisasi Produksi Minyak Bumi Indonesia

Gambar 4.

Gambar 4. Produksi Gas Alam di Indonesia

1.3. Prospek Industri Panas Bumi Di Indonesia Sebanyak 252 lokasi panas bumi di Indonesia tersebar mengikuti jalur pembentukan gunung api yang membentang dari Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi sampai Maluku. Dengan total potensi sekitar 27 GWe, Indonesia merupakan negara dengan potensi energi panas bumi terbesar di dunia. Sebagai energi terbarukan dan ramah lingkungan, potensi energi panas bumi yang besar ini perlu ditingkatkan kontribusinya untuk mencukupi kebutuhan energi domestik yang akan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap sumber energi fosil yang semakin menipis. Dengan adanya UU No. 27 Tahun 2003 Tentang Panas Bumi diharapkan akan memberikan kepastian hukum dalam pengembangan panas bumi di Indonesia. Untuk mempercepat investasi di bidang panas bumi, perlu disiapkan informasi mengenai Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) panas bumi yang dapat dikembangkan. Selain 33 WKP yang telah ditetapkan, sebanyak 28 peta saran WKP panas bumi telah dibuat dengan total potensi sekitar 13.000 MWe. Potensi sebesar ini diharapkan dapat memenuhi target pengembangan panas bumi untuk membangkitkan energi listrik sebesar 6000 MWe di tahun 2020.

Untuk mencapai target pengembangan panas bumi sebesar 6000 MW dan pemakaian energi terbarukan non hidro skala besar 5% dalam energy mix untuk tenaga listrik di tahun 2020 maka perlu percepatan investasinya. Untuk itu, selain 33 WKP yang telah ada, pemerintah telah membuat peta saran WKP untuk 28 lokasi panas bumi yang didasarkan pada besarnya potensi energi yang ada di wilayah tersebut. Dengan adanya neraca potensi dan ditetapkannya WKP baru diharapkan akan mempercepat pengembangan panas bumi untuk memenuhi kebutuhan energi domestik yang dapat mendorong pertumbuhan perekonomian nasional. Apabila ditinjau dari total potensi yang ada, pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia masih sangat kecil yaitu sekitar 3%. Pemanfaatan ini juga masih terbatas untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dengan menghasilkan energi listrik sebesar 807 MWe yang sebagian besar masih terkonsentrasi di Pulau Jawa (97%). Tujuh lapangan panas bumi yang telah dimanfaatkan sebagai PLTP terletak di Jawa Barat (Gunung Salak 330 MWe, Wayang Windu 110 MWe, Kamojang 140 Mwe, dan Darajat 145 MWe), Jawa Tengah (Dieng 60 MWe), Sumatra Utara (Sibayak 2 MWe) dan Sulawesi Utara (Lahendong 20 MWe). Energi panas bumi di Indonesia sangat beragam , sehingga selain pemanfaatan tidak langsung (PLTP), dapat dimanfaatkan secara langsung (direct uses) seperti untuk industri pertanian (antara lain untuk pengeringan hasil pertanian, sterilisasi media tanaman, dan budi daya tanaman tertentu). Untuk memberikan informasi mengenai status WKP yang ada, maka WKP panas bumi dikelompokkan menjadi : 1) WKP tahap produksi, yaitu WKP yang telah dieksploitasi dan menghasilkan energi listrik 2) WKP tahap eksplorasi/pengembangan, yaitu WKP yang berada dalam tahapan eksplorasi atau dalam tahapan pengembangan 3) WKP yang ditawarkan (open area), yaitu WKP yang berada dalam tahapan eksplorasi dan masih menjadi milik pemerintah. Sampai saat ini terdapat 33 WKP panas bumi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sebanyak 15 WKP tersebut merupakan milik Pertamina (perkiraan

potensi 7.500 MWe) dan 6 WKP di antaranya merupakan WKP tahap produksi, yang menghasilkan total energi listrik sebesar 807 MWe (Tabel 1 & Tabel 2). Sedangkan 18 WKP yang telah ditetapkan dan merupakan WKP tahap eksplorasi, oleh Pertamina diserahkan kembali kepada pemerintah dengan perkiraan potensi sekitar 3.900 Mwe Tabel 3. Sejumlah peta saran WKP baru untuk 28 lokasi panas bumi telah dibuat. Perkiraan letak dan luas WKP masingmasing didasarkan pada posisi zona prospek dan besarnya potensi energi panas bumi. WKP baru ini terutama untuk daerah panas bumi yang telah disurvei rinci dan sebagian terletak di kawasanIndonesia timur. Dengan luas untuk setiap WKP tidak lebih dari 200.000 ha diharapkan zona prospek panas bumi berada di dalam WKP tersebut. Peta saran WKP ini juga bersifat dinamis, karena posisi dan luasnya akan dapat berubah tergantung dari perubahan ketersediaan data kepanasbumian dan status penyelidikan di daerah panas bumi tersebut (tahap ekplorasi atau tahap pengembangan). Perkiraan total potensi dari WKP baru ini sekitar 2.000 MWe.

Gambar 5. Peta Distribusi Lokasi dan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi

Tabel 1 Potensi Panas Bumi Di Indonesia

Tabel 2. Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi Tahap Produksi

Tabel 3. Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi Tahap Eksplorasi

Tabel 4. Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi Yang Ditawarkan

1.4. Kendala dan Effisiensi Industri Migas dan Pabum Nasional A. Industri Migas Potensi sumberdaya migas Indonesia saat ini sebenarnya masih sangat besar. Menurut data terakhir di kantor Kementerian ESDM, sumberdaya

minyak bumi Indonesia saat ini masih tercatat sekitar 86,9 miliar barel dan gas bumi sekitar 384,7 triliun standar kaki kubik. Akhir-akhir ini beberapa kalangan mempermasalahkan efisiensi kegiatan sektor hulu migas Indonesia. Mereka menilai usaha tersebut dijalankan dengan tidak efisien. Hal-hal yang dapat dijadikan tolak ukur penilaian effisiensi industri migas di indonesia antara lain porsi bagi hasil atau fiscal terms, margin keuntungan yang diterima setiap pihak (pemerintah dan kontraktor), serta perbandingan biaya dengan negara-negara lain Jadi, berdasarkan tiga hal yang bisa disebut sebagai parameter untuk menilai efisiensi industri migas di Indonesia, jelas memperlihatkan sebuah paket yang bagus karena memberi profit maksimal bagi negara dan efisien. Dalam kaitan itu, kita layak berhati-hati membahas perubahan production sharing contracts (PSC). Jangan sampai memberi sinyal buruk kepada investor karena mereka merasa tidak memiliki kepastian hukum dan membuat industri migas menjadi kurang, atau bahkan tidak ekonomis. Sumberdaya migas Indonesia yang sudah dieksplorasi maupun yang masih berupa cadangan memang sangat besar, namun hampir semuanya, sekitar 90%, dikuasai asing. Bayangkan. Lebih seratus tahun pengelolaan industri migas berlangsung di negeri ini, namun peran maupun kiprah industri migas nasional masih sangat rendah. Kondisi ini sangat berbeda dengan negara lain yang berusaha meningkatkan perannya dalam mengelola sumberdaya alam migas. Contoh paling mudah adalah Malaysia. Negara jiran kita yang pada tahun 1970-an belajar dari Pertamina, saat ini, melalui Petronas, sudah menguasai pengolahan migas di negaranya dan dilakukan oleh putra-putri Malaysia sendiri. Bukan itu saja, Petronas juga sudah merambah ke berbagai negara untuk melakukan eksplorasi. Bandingan lain adalah pengelolaan migas di Cina. Peran industri migas asing di negeri tersebut amat minimal, kurang dari 5%. Jika negara-negara lain berusaha untuk menguasai sumberdaya alam migas karena yakin bahwa penguasaan sumber energi alam ini akan menjadi kunci kemandirian dan kemajuan bangsa, mengapa keyakinan yang sama tidak ada pada para pejabat Indonesia.

Tidak ada alasan lain kecuali karena adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Sumber Daya Migas. Pengelolaan sumberdaya migas semakin amburadul setelah diundangkannya UU tersebut. Berbagai masalah akhirnya bermunculan bak cendawan di musim hujan. Menurut laporan BPK, telah terjadi penyelewengan dalam perhitungan cost recovery karena perusahaan minyak melakukan kecurangan dalam perhitungan.

B. Industri Panas Bumi Resiko pengembangan panasbumi menjadi salah satu faktor penghambat dalam pengembangan panas bumi selama ini oleh karena itu peran Pemerintah dalam mengurangi risiko bisnis sangat diharapkan. Pemerintah berkewajiban menyediakan data tentang cadangan uap panas bumi guna mengurangi resiko usaha dan dapat mengingkatkan daya saing dan minat dalam pengembangan panas bumi. Hal serupa juga dilakukan negara lain seperti Jepang, Selandia Baru dan Filipina. Saat ini, berbagai lembaga keuangan Internasional antara lain clean investment fund Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia menyiapkan pendanaan proyek panas bumi yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia dalam pengembangan panas bumi. Penyelenggaraan WGC 2010 harus menjadi momentum mendorong mengalirnya dana asing bagi pengembangan panas bumi di tanah air. Pengembangan panas bumi seharusnya juga menggugah kalangan pabrikan di tanah air. Sebab terdapat peluang besar untuk meningkatkan peran kandungan lokal (local content) dalam industri panas bumi. Baik untuk pembangkit listrik maupun pemanfaatan lain. Kendati masih perlu ditingkatkan penguasaan rancang bangun pembangkit listrik panas bumi sudah dikuasai sejumlah perusahaan lokal seperti PT Rekayasa Industri. Harus diakui, pengembangan panas bumi Indonesia sejak 1926 belum berjalan secara optimal. Namun, sejumlah terobosan sudah dilakukan Pemerintah beberapa tahun belakangan ini antara lain menetapkan target 9500 MW listrik panasbumi pada tahun 2025 dan penetapan harga jual listrik dan panas bumi hingga US$ 9,7 cent/kWh. Apabila terwujud, hal ini akan dapat

menggantikan pemakaian minyak bumi sedikitnya 4 miliar barel selama 30 tahun operasi pembangkit listrik tenaga panas bumi atau setara dengan cadangan terbukti minyak bumi Indonesia saat ini. Semestinya tidak ada lagi alasan yang menghambat pengembangan panas bumi dari aspek komersil. Apabila dalam 2014 Indonesia dapat mewujudkan keinginannya tersebut, maka Indonesia akan menjadi negara pengguna energi panas bumi terbesar di dunia. Hambatan lain yang juga perlu segera diselesaikan adalah terkait dengan alih fungsi kawasan hutan konservasi untuk wilayah kerja panas bumi. Sesuai dengan karakteristiknya, panas bumi selalu ditemukan pada elevasi tinggi yang berada pada lahan yang ditetapkan sebagai hutan konservasi. Oleh karena itu permasalahan terkait dengan sektor kehutanaan perlu segera diselesiakan.

KESIMPULAN

Industri migas dan pabum di Indonesia merupakan salah industri yang memegang penting peranannya dalam perekonomian dan untuk perkembangan energi nasional, sehingga peran pemerintah dalam mengelola dan

mengembangkan sumber energi migas dan pabum ini sangat dibutuhkan sekali agar industri migas dan pabum di Indonesia dapat berkembang dan dapat menjadi andalan sumber perekonomian dan IPTEK nasional. Kesimpulan yang dapat diambil dalam paper ini antara lain : 1. Pemerintah dalam hal ini Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi mempunyai tugas dan fungsi pembinaan dan pengawasan dalam kegiatan usaha hulu dan hilir minyak dan gas bumi. 2. Dalam Industri hulu pemerintah menunjuk BPMIGAS sebagai pembina dan pengawas Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di dalam menjalankan kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan pemasaran migas Indonesia. 3. Pemerintah harus meninjau lagi production sharing contracts (PSC) Indonesia yang sebenarnya sudah cukup berat bagi kontraktor, pengenaan beban finansial tambahan kepada kontraktor (berupa penurunan persentase bagi hasil, peningkatan tarif pajak, pengenaan pajak baru, dan lain-lain) dapat mengurangi minat investor untuk menanamkan investasi di industri hulu migas Indonesia. 4. Pemerintah harus lebih mengembangkan lagi industri migas nasional ketimbang industri migas asing yang sekarang lebih mengusai sumberdaya migas Indonesia, sehingga perekonomian Indonesia dapat lebih baik lagi untuk bangsa sendiri bukan untuk investor asing. 5. Industri panasbumi di Indonesia bagus prospeknya sehingga pemerintah harus lebih mendorong untuk mempercepat realisasi pembangunannya

dan dapat memfasilitasi semua isu-isu yang menjadi hambatan bagi kelangsungan pengembangan panas bumi. 6. Keberhasilan dari pengembangan energi geothermal tergantung pada kebijakan dan inisiatif pemerintah setempat. Keberlangsungan proyek pengembangan akan lebih tergantung kepada faktor cukupnya pendanaan dan dukungan kebijakan yang terus menerus dibanding faktor geologi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Biro riset LM FEUI.ArtikelAnalisa Industri Minyak dan Gas Di Indonesia. 2. Citrosiswoyo.W.Artikel Geothermal: Dapat Mengurangi Ketergantungan Bahan Bakar Fosil Dalam Menyediakan Listrik Negara. 3. Karthik.N. WikipediaBPMIGAS.2011. 4. Kurniasih. S. Artikel Menakar Effisiensi Migas Di Indonesia.2011. 5. Nasori.B.Artikel BP Migas Untuk Rakyat.2011. 6. Permana Zaki.Artikel 90% Migas Kita Dikuasai Asing.2011. 7. Sukhyar. R.Artikel Indonesia Sebagai Pusat Panas Bumi.2010. 8. Sondi. I.Artikel Memahami Kontrak Pengelolaan Migas Di Indonesia.2011.