Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Produktivitas Sayuran Dataran Tinggi 193 PENGELOLAAN HARA TANAH DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI DALAM POLA TANAM SAYURAN DATARAN TINGGI DI KOPENG DAN BUNTU A.Kasno, Ibrahim A. S, dan Achmad Rachman Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah ABSTRAK Pupuk merupakan sarana produksi yang sangat penting, namun penggunaan yang tidak seimbang dan rasional justru menurunkan efisiensi penggunaan pupuk dan pendapatan petani. Penelitian ini bertujuan menelaah pengelolaan hara tanah dan peningkatan pendapatan petani dalam pola tanam sayuran dataran tinggi. Penelitian dilakukan di Desa Kopeng, Semarang, dan Buntu, Wonosobo, mulai tahun 2006 s/d 2008. Penelitian diawali dengan survei penggunaan pupuk pada petani sayuran dan pengambilan contoh tanah awal diambil pada lahan yang digunakan percobaan dengan kedalaman 0-20 cm. Pada tahun pertama petak perlakuan dibuat 200 m 2 , pemupukan sayuran disusun oleh petani dengan pupuk disediakan. Pada tahun kedua petakan dibagi dua masing-masing dengan luas 100 m 2 , dengan ditambah satu perlakuan introduksi. Perlakuan introduksi merupakan pemupukan yang disusun berdasarkan keseimbangan hara yang ditambahkan dengan hara yang terangkut panen untuk masing-masing tanaman sayuran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pemupukan di Kopeng dan Buntu belum seimbang, hara N dan P dalam jumlah tinggi, sedangkan hara K kurang diperhatikan. Pemberian pupuk oleh petani cenderung sangat tinggi, perlakuan introduksi menggunakan jumlah pupuk yang lebih rendah dengan pendapatan petani cenderung lebih tinggi. PENDAHULUAN Pupuk merupakan sarana produksi yang sangat penting untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani tanaman sayuran dataran tinggi. Orientasi petani menggunakan pupuk masih didasarkan pada visual fisik tanaman, kadang-kadang justru untuk memenuhi prestise atau kepuasan petani belum berorientasi pada keuntungan. Dengan demikian pupuk yang digunakan baik pupuk organik maupun anorganik untuk sayuran dalam jumlah yang cukup tinggi. Peningkatan jumlah pupuk yang diberikan tidak mempertimbangkan peningkatan hasil, sehingga efisiensi penggunaan pupuk dan pendapatan petani semakin menurun.
8
Embed
PENGELOLAAN HARA TANAH DAN PENINGKATAN …balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/prosiding...sayuran dataran tinggi. Penelitian dilakukan di Desa Kopeng, Semarang, dan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Produktivitas Sayuran Dataran Tinggi
193
PENGELOLAAN HARA TANAH DAN PENINGKATAN PENDAPATAN
PETANI DALAM POLA TANAM SAYURAN DATARAN TINGGI
DI KOPENG DAN BUNTU
A.Kasno, Ibrahim A. S, dan Achmad Rachman
Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah
ABSTRAK
Pupuk merupakan sarana produksi yang sangat penting, namun
penggunaan yang tidak seimbang dan rasional justru menurunkan efisiensi
penggunaan pupuk dan pendapatan petani. Penelitian ini bertujuan menelaah
pengelolaan hara tanah dan peningkatan pendapatan petani dalam pola tanam
sayuran dataran tinggi. Penelitian dilakukan di Desa Kopeng, Semarang, dan
Buntu, Wonosobo, mulai tahun 2006 s/d 2008. Penelitian diawali dengan survei
penggunaan pupuk pada petani sayuran dan pengambilan contoh tanah awal
diambil pada lahan yang digunakan percobaan dengan kedalaman 0-20 cm.
Pada tahun pertama petak perlakuan dibuat 200 m2, pemupukan sayuran
disusun oleh petani dengan pupuk disediakan. Pada tahun kedua petakan dibagi
dua masing-masing dengan luas 100 m2, dengan ditambah satu perlakuan
introduksi. Perlakuan introduksi merupakan pemupukan yang disusun
berdasarkan keseimbangan hara yang ditambahkan dengan hara yang terangkut
panen untuk masing-masing tanaman sayuran. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penerapan pemupukan di Kopeng dan Buntu belum seimbang, hara N
dan P dalam jumlah tinggi, sedangkan hara K kurang diperhatikan. Pemberian
pupuk oleh petani cenderung sangat tinggi, perlakuan introduksi menggunakan
jumlah pupuk yang lebih rendah dengan pendapatan petani cenderung lebih
tinggi.
PENDAHULUAN
Pupuk merupakan sarana produksi yang sangat penting untuk
meningkatkan produksi dan pendapatan petani tanaman sayuran dataran tinggi.
Orientasi petani menggunakan pupuk masih didasarkan pada visual fisik
tanaman, kadang-kadang justru untuk memenuhi prestise atau kepuasan petani
belum berorientasi pada keuntungan. Dengan demikian pupuk yang digunakan
baik pupuk organik maupun anorganik untuk sayuran dalam jumlah yang cukup
tinggi. Peningkatan jumlah pupuk yang diberikan tidak mempertimbangkan
peningkatan hasil, sehingga efisiensi penggunaan pupuk dan pendapatan petani
semakin menurun.
Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Produktivitas Sayuran Dataran Tinggi
194
Pemupukan seyogyanya mempertimbangkan status kesuburan tanah dan
kebutuhan tanaman akan hara tanaman atau keseimbangan hara. Status
kesuburan tanah dipengaruhi oleh faktor tanah, iklim, tanaman, dan rotasi dalam
satu tahun serta pengelolaan lahan oleh petani. Tanaman sayuran banyak
berkembang pada dataran tinggi, terutama pada tanah Andisols. Tanah Andisol
berbahan induk abu volkan, di Jawa didominasi oleh Al dan Si terekstrak
amonium oxalat, dan mineral alophan (Van Ranst et al., 2004). Juga
disampaikan bahwa erapan hara P maksimum tanah Andisols dari Jawa Timur
ke Jawa Barat semakin meningkat berkisar antara 3.902-8.938 µg P g-1. Tanah
Andisols di Daerah Tawangmangu berbahan induk abu vulkanik, dan jerapan P
berkisar antara 93,4 – 94,4% (Apriyana et al., 2009).
Pencucian NO3 tanah Andisols yang dipupuk N Amonium (40-60 mg/l)
lebih tinggi dibandingkan urea dilapisi (coated urea, 30-50 mg/l), substitusi pupuk
anorganik dengan kompos dapat menurunkan pencucian NO3 (Maeda et al.,
2003). Selain pencucian, usaha tani sayuran dipengaruhi oleh tingkat erosi,
ketersediaan bahan organik, dan keikutsertaan petani dalam penyuluhan
(Widiriani et al., 2009).
Penelitian ini bertujuan untuk menelaah pengelolaan hara tanah dan
peningkatan pendapatan petani dalam pola tanam sayuran dataran tinggi di
Desa Kopeng, Kab. Semarang dan Buntu, Kab. Wonosobo.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di Desa Kopeng, Kab. Semarang dan Desa Buntu,
Kab. Wonosobo, mulai tahun 2006 s/d 2008. Penelitian diawali dengan survei
untuk mengetahui penggunaan pupuk anorganik dan organik dalam pertanaman
sayuran dataran tinggi. Penelitian dilakukan dengan wawancara dengan petani
sayuran.
Contoh tanah sebelum diberi perlakuan diambil pada lahan yang
digunakan untuk petak perlakuan. Contoh tanah komposit merupakan kumpulan
dari 10 anak contoh secara acak pada luasan petak perlakuan. Contoh tanah
diambil pada kedalaman 0-20 cm. Dari ke 10 anak contoh dijadikan satu
kemudian diaduk secara merata dan diambil + 1 kg. Contoh tanah
dikeringanginkan, dihaluskan, dan diayak dengan saringan berdiameter 2 mm.
Kemudian dianalisis tekstur, C-organik, N-total, P2O5 terekstrak Olsen, Ca, Mg,
K, KTK terekstrak NH4OAc 1N pH 7.
Pada tahun pertama penelitian dilakukan dengan perlakuan pemupukan
anorganik dan pupuk organik yang disusun oleh petani, luas petakan 200 m2.
Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Produktivitas Sayuran Dataran Tinggi
195
Pupuk anorganik dan organik disediakan, sehingga para petani menyusun pupuk
dengan harapan untuk mencapai hasil yang maksimum.
Pada tahun ke dua dan tiga ditambah dengan perlakuan pemupukan
introduksi. Luas petak percobaan dibagi dua masing-masing menjadi berukuran
100 m2. Pola pergiliran tanaman sayuran mulai diatur antara yang dipanen daun,
umbi, buah kembali ke daun lagi. Dengan penanaman famili brasica terus
menerus menyebabkan berjangkitnya akar gada (club root). Panen dilakukan
pada luasan 1 m2 sebanyak 10 lokasi dalam 10 m2, hasil dikonversi menjadi t
ha-1. Hasil yang disajikan berupa rata-rata ke sepuluh lokasi panen serta dihitung
standar deviasinya.
Pemupukan introduksi dihitung berdasarkan keseimbangan hara yang
masuk (in put) dan yang keluar (out put) berdasarkan hasil penanaman tahun
pertama.
HASIL PENELITIAN
Sifat tanah pada tanaman sayuran dataran tinggi dan pemupukan
Jenis tanah di Desa Buntu adalah Typic Hapludands, dengan bahan
induk abu volkan intermedier dan pasir, kemiringan lahan 8-15%. Berada di
lereng Gunung Sundoro. Tanah bertekstur lempung berpasir dan drainase baik.
Rata-rata kadar pasir 55% dan liat 15%. Pola tanam yang biasa dilakukan oleh
petani adalah wortel-kentang-bawang daun. Pemupukan yang dilakukan oleh
petani di Desa Buntu adalah pupuk kandang ayam 15-20 t/ha, 300–400 kg SP-
36, 200 kg urea/ha, dan 100 kg Phonska/ha. Sayuran yang ditanam di daerah
tersebut adalah kentang, kol, bawang daun, dan wortel.
Jenis tanah di Desa Kopeng adalah Typic Hapludands, dengan bahan
induk abu volkan intermedier dan pasir, kemiringan lahan 8-15%. Berada di
lereng Gunung Merbabu. Tanah bertekstur lempung berpasir dan drainase baik.
Pemupukan tanaman sayuran yang dilakukan petani di Desa Kopeng adalah
campuran pupuk kandang ayam dan sapi (1:1) sebanyak 20-40 t/ha, dan 50–75
NPK. Sayuran yang ditanam adalah brokoli, bawang daun, kol, dan wortel.
Tanah di Desa Kopeng bertekstur lempung berpasir dengan kadar pasir
45% dan kadar liat 5% (Tabel 1). Tanah bersifat netral dengan pH 6,0, kadar C-
organik sedang dan N total rendah. Kadar C-organik dipengaruhi oleh pemberian
pupuk kandang setiap kali tanam sayuran, atau dapat 3-4 kali setiap tahun.
Kadar P terekstrak Olsen tinggi dan kadar K rendah.
Tanah di Desa Buntu bertekstur lempung, dengan kandungan pasir 46%
dan liat 8%, dan bersifat netral. Kadar C-organik sedang dan N total sedang,
Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Produktivitas Sayuran Dataran Tinggi
196
serta kadar P terekstrak Olsen termasuk tinggi dan kadar K dapat dipertukarkan
rendah. Berdasarkan hasil analisis tanah diketahui bahwa tanah di Buntu lebih
subur dibandingkan Kopeng.
Tabel 1. Sifat fisik dan kimia tanah di lokasi penelitian Desa Kopeng dan Buntu
Sifat tanah Satuan Kopeng Buntu
Tekstur Lempung berpasir Lempung
Pasir % 45 46
Debu % 50 46
Liat % 5 8
pH H2O 6,0 6,2
C-organik % 2,58 3,55
N-total % 0,24 0,28
Olsen P2O5 mg/kg 301 399
Ca-dd me 100/g 6,98 12,45
Mg-dd me 100/g 2,56 1,56
K-dd me 100/g 0,24 0,29
KTK me 100/g 24,10 29,11
KB % 41 49
Batas kecukupan hara P tersedia untuk sayuran 25 ppm, hara K dapat
dipertukarkan 0,3–0,4 me 100/g tanah, Ca dapat dipertukarkan 2 me 100/g tanah,
dan Mg dapat dipertukarkan 0,4–0,5 me 100/g tanah (Dierolf et al., 2000).
Curah hujan di Desa Kopeng tahun 2009 berjumlah 2,851 mm, bulan
dengan curah hujan < 100 mm terjadi pada bulan Juli, Agustus, dan September.
Curah hujan di Desa Buntu tahun 2008 dan 2009 masing-masing berjumlah
3.222 dan 2.801 mm, dengan curah hujan < 100 mm terjadi pada Bulan Juni,
Juli, Agustus, dan September.
Takaran pupuk berimbang untuk tanaman sayuran
Hasil survei diketahui bahwa pupuk yang digunakan dalam usaha tani
sayuran di dataran tinggi Kopeng cukup tinggi. Pupuk urea untuk sayuran 500
kg, SP-36 500-750 kg/ha, KCl 0-500 kg/ha, pupuk kandang 35 t/ha/ musim atau
75 t/ha/tahun (Tabel 2). Demikian juga di Desa Buntu penggunaan pupuk urea,
SP-36 dan NPK sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa petani masih
mempunyai pendapat bahwa pemupukan yang tinggi dapat meningkatkan hasil
yang tinggi.
Pemupukan berimbang merupakan kunci peningkatan hasil tanaman
sayuran. Pemupukan berimbang berarti pemberian pupuk sesuai dengan status
hara tanah dan kebutuhan tanaman. Berdasarkan hasil analisis tanah di atas
pemupukan tanaman sayuran yang harus diberikan adalah hara N dan K. Namun
Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Produktivitas Sayuran Dataran Tinggi
197
pemberian pupuk urea > 500 kg/ha perlu dievaluasi kembali, apakah hara yang
terangkut panen lebih besar atau kecil dibandingkan hara yang ditambahkan.
Tabel 2. Takaran pupuk yang disusun petani dalam kondisi pupuk tersedia di Desa Kopeng dan Buntu
Tanaman Urea SP-36 KCl ZA NPK Pukan
Kg/ha t/ha
Kopeng Semarang
Brokoli 500 500 0 0 0 75
Bawang daun 500 750 0 0 350 35
Buntu, Wonosobo
Bawang daun 250 750 0 0 150 15
Kentang 500 500 0 0 500 25
Kol 1.000 0 0 0 750 10
Pemupukan brokoli dan bawang daun sudah jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan perlakuan petani (Tabel 2). Penyusunan takaran pupuk
pada perlakuan praktek petani sudah dipengaruhi oleh perlakuan introduksi
(Tabel 3). Hal ini mungkin dipengaruhi oleh penyusunan pemupukan berimbang
berdasarkan keseimbangan hara tanaman sayuran. Namun demikian
pemupukan tanaman kentang di Kopeng dan kool di Buntu masih sangat tinggi.
Tabel 3. Takaran pupuk petani dan introduksi pada lahan sayuran di Kopeng dan Buntu
Tanaman Perlakuan Urea SP-36 KCl ZA NPK Pukan
Kopeng
kg ha-1
t ha-1
Brokoli FP 360 360 0 0 0 43
IP 0 125 150 125 0 10
Bawang daun FP 0 0 0 250 250 155
IP 250 250 500 0 0 30
Kentang FP 0 0 0 0 1.500 10
IP 250 250 500 0 0 30
Buntu
Brokoli FP 900 0 0 0 200 15
IP 500 500 125 0 0 15
Bawang daun FP 800 0 0 0 1.000 30
IP 250 500 125 0 0 15
Kentang FP 500 750 0 0 300 30
IP 500 500 250 0 0 15
Pengaruh pemupukan terhadap hasil sayuran
Hasil sayuran pada pemupukan introduksi yang dihitung berdasarkan
keseimbangan hara terangkut panen dengan hara yang ditambahkan baik dari
pupuk anorganik dan organik terlihat sama dengan perlakuan petani (Gambar 1).
Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Produktivitas Sayuran Dataran Tinggi
198
Gambar 1. Pengaruh pengelolaan hara terhadap hasil sayuran di Desa Kopeng,
Kab. Semarang
Penggunaan pupuk yang ditentukan berdasarkan keseimbangan hara
akan lebih efisien dan dapat meningkatkan pendapatan petani sayuran dataran
tinggi. Hasil sayuran bawang daun dan kentang pada perlakuan introduksi atau
pemupukan yang dihitung berdasarkan keseimbangan hara N lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan petani di Desa Buntu (Gambar 2).
Gambar 2. Pengaruh pengelolaan hara terhadap hasil sayuran di Desa Buntu,
Wonosobo
Demikian halnya di Desa Kopeng, pemupukan berimbang yang disusun
berdasarkan keseimbangan hara input dan output dapat meningkatkan produksi
tanaman sayuran brokoli dan bawang daun.
MT. II MT. III Nur Hakim
MT.I
Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Produktivitas Sayuran Dataran Tinggi
199
Pengaruh pemupukan terhadap pendapatan petani
Pemupukan berimbang untuk tanaman sayuran dataran tinggi dapat
meningkatkan keuntungan petani (Tabel 4 dan 5). Keuntungan usaha tani
sayuran dengan penerapan pemupukan berimbang meningkat di Desa Kopeng
berkisar antara Rp 3–14 juta, dan Desa Buntu berkisar dari Rp 5–23 juta.
Tabel 4. Out put dalam bentuk rupiah dan selisih keuntungan antara perlakuan petani dan introduksi di Desa Kopeng
Tanaman Perlakuan Out put (Rp 1000) Selisih keuntungan (Rp 1000)
Brokoli IP 13.900 2.875
FP 13.900
Bawang daun IP 147.960 14.660
FP 143.400
Brokoli IP 35.800 3.104
FP 34.640
Out put dalam bentuk rupiah tertinggi dicapai pada tanaman bawang
daun, demikian juga selisih keuntungan tertinggi.
Tabel 5. Out put dalam bentuk rupiah dan selisih keuntungan antara perlakuan petani dan introduksi di Desa Buntu
Tanaman Perlakuan Out put (Rp 1000) Selisih keuntungan (Rp 1000)
Bawang daun IP 69.720 23.045
FP 46.200
Kentang IP 36.900 5.365
FP 35.560
Kentang IP 34.260 8.505
FP 27.680
KESIMPULAN
1. Pemupukan tanaman sayuran dataran tinggi di Kopeng dan Buntu sangat
tinggi dan tidak berimbang. Pemupukan sayuran di Kopeng: 500 kg urea,
500-750 kg SP-36, 0-500 kg KCl, dan 35 t pupuk kandang/ha/musim.
Pemupukan sayuran di Buntu: 250-1.000 kg urea, 500-1.250 kg SP-36, 150-
750 kg NPK, dan 10-25 t pupuk kandang ha-1.
2. Kecenderungan petani akan memupuk lebih tinggi jika pupuk disediakan,
tidak mempertimbangkan produksi dan pendapatan petani.
3. Pemupukan berimbang dapat meningkatkan produksi dan pendapatan
petani sayuran dataran tinggi.
Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Produktivitas Sayuran Dataran Tinggi
200
DAFTAR PUSTAKA
Apriyana, Y. Haryono, dan Suciantini. 2009. Analisis peubah iklim dan tanah
sebagai faktor penentu mutu internal jeruk keprok Tawangmangu. Jur.
Tanah dan Iklim 29: 81-100.
Dierolf, T., T.H. Fairhurst, dan E. Mutert. 2000. Soil fertility kit: A toolkit for acid
upland soil fertility management in Southeast Asia. GTZ, FAO, PPI and
PPIC. 132 pp.
Maeda, M., Bingzi Zhao, Yasuo Ozaki, and Tadakatsu Yoneyama. 2003. Nitrate
leaching in an Andisols treated with different types of fertilizers.
Environmental Pollution 121 (2003): 477-487.
Van Ranst E., S.R. Utami, J. Vanderdeelen, dan J. Shamshuddin. 2004. Surface
reactivity of Andosols on volcanic ash along the Sunda arc crossing Java
Island, Indonesia. Geoderma 123 (2004): 193-203.
Widiriani, R., S. Sabiham, S. Hadi Sutjahjo, dan I. Las. 2009. Analisis
keberlanjutan usaha tani di kawasan rawan erosi (studi kasus di
Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat dan Kecamatan Dongko,
Kabupaten Trenggalek). Jur. Tanah dan Iklim 29: 65-80.