Page 1
Pengawasan Kredit Sebagai Upaya Pencegahan Potensi Kredit Bermasalah
Pada Bank BRI
Furra Pisga Pemasela, Yunus Husein, dan Aad Rusyad Nurdin
Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Pengawasan kredit adalah suatu hal yang tidak dapat diabaikan begitu saja dalam suatu pemberian kredit
perbankan. Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya angka kredit bermasalah perbankan adalah pengawasan
kredit yang tidak maksimal. Dalam penelitian ini, akan dibahas perihal pengawasan kredit sebagai upaya pencegahan
potensi kredit bermasalah pada bank BRI, dengan terlebih dahulu membahas perihal pemberian kredit dan kredit
bermasalah yang ada pada bank BRI. Dalam penerapannya, bank BRI, sebagai salah satu bank umum tertua yang ada
di Indonesia telah memenuhi dan melaksanakan ketentuan-ketentuan mengenai pengawasan kredit dengan baik.
Sistem pengawasan kredit yang dibangun oleh bank BRI pun telah berhasil menjadi upaya pencegahan potensi kredit
bermasalah pada bank BRI, yang ditegaskan dengan rendahnya angka non-performing loans pada bank BRI.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada hukum positif
atau norma hukum tertulis, ditambah dengan data hasil wawancara untuk melengkapi.
Credit Supervision As An Effort To Prevent The Non-Performing Loans Potential At Bank
BRI
Abstract
Credit supervision is an important thing in credit distribution. One of many factors that make the non-
performing loans is due to the non-maximal credit supervision of a bank. This research is aim to describe the credit
supervision as an effort to prevent the non-performing loans potential at BRI, with the credit distribution and the
non-performing loans description at first. In the implementation, BRI, as one of the oldest bank in Indonesia had
fulfilled and performed the provisions of credit supervision appropriately. The system of credit supervision which
applied by BRI had basically success to prevent the non-performing loans potential at BRI, reflected by the low rate
of non-performing loans at BRI. This research is using juridical-normative method which refers to positive law or
written norms law, and the interview report as an additional data.
Keywords: Banking, Credits, Non-performing loans, credit supervision.
Pengawasan kredit..., Furra Pisga Pemasela, FH UI, 2014
Page 2
Pendahuluan
Pertumbuhan ekonomi suatu bangsa memerlukan pola pengolahan sumber-sumber ekonomi
yang tersedia secara terarah dan terpadu serta dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat.1 Lembaga keuangan
2, khususnya lembaga perbankan mempunyai peranan yang amat
strategis dalam menggerakan roda perekonomian suatu negara.3
Di dunia modern, peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu
negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-
badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan
menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang
diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem
pembayaran bagi semua sektor perekonomian.4
Undang-undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10
Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan), dalam Pasalnya yang ke 1
ayat (2) menyatakan bahwa :
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/ atau bentuk-bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu, dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.”
Pasal 3 UU Perbankan menegaskan kembali apa yang tersirat dalam ketentuan pada Pasal 1
ayat (2) tersebut bahwa, fungsi utama dari perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan
penyalur dana masyarakat. Melalui ketentuan ini, tercermin bahwa fungsi bank adalah sebagai
perantara (financial intermediary) dari pihak-pihak yang melebihi kelebihan dana (surplus of
funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lack of funds).5
1 Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, Ed. 2, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), hlm. 1.
2 Lembaga keuangan (financial institution) adalah lembaga yang kegiatan utamanya mengumpulkan dan
menyalurkan dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana (unit surplus) kepada pihak yang membutuhkan dana
(unit defisit). Lihat, Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter (Kajian
Kontekstual Indonesia), (Jakarta : Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), hlm. 109. 3 Muchdarsyah Sinungan, loc.cit.
4 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2008), hlm. 7.
5 Ibid., hlm. 20.
Pengawasan kredit..., Furra Pisga Pemasela, FH UI, 2014
Page 3
Kegiatan penyaluran dana pada bank dikenal juga dengan istilah alokasi dana.6 Pengalokasian
dana dapat diwujudkan dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan kredit. Pengalokasian
dana dapat pula dilakukan dengan membelikan berbagai aset yang dianggap menguntungkan
bank.7
Kredit dari sisi bank merupakan sumber pendapatan yang memberikan kontribusi yang cukup
besar bagi pendapatan bank itu sendiri.8 Selain pendapatan bunga dan keuntungan, penyaluran
kredit oleh sebuah bank memberikan banyak manfaat lain, seperti jaringan kerja dan informasi
yang masih luas, karena debitur umumnya juga akan memanfaatkan fasilitas bank pemberi
kredit.9 Sedangkan bagi debitur, kredit bagaikan suatu obat yang dapat menyembuhkan atau
bahkan dapat mematikan.10
Kredit menjadi obat yang menyembuhkan apabila ketika melalui
kredit tersebut, pencapaian kebutuhan khususnya pada bidang ekonomi, baik dalam bidang usaha
maupun kebutuhan sehari-hari dari masyarakat dapat terwujud. Kredit dapat menjadi obat yang
mematikan adalah ketika kredit tersebut justru menjadi beban bagi debitur, yakni
ketidakmampuan debitur dalam mengembalikan jumlah kredit yang telah dipinjamnya. Resiko-
resiko dalam pemberian kredit selalu ada, dan hal ini merupakan konsekuensi logis yang harus
dihadapi bank dalam pelaksanaan kegiatannya. Oleh karena itu, dalam pemberian kredit, bank
harus memiliki keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan
nasabahnya untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan (Pasal 8 UU No. 10
Tahun 1998).
Prinsip penyaluran kredit adalah prinsip kepercayaan dan kehati-hatian.11
Unsur esensial dari
kredit bank adalah adanya kepercayaan dari bank sebagai kreditur terhadap nasabah peminjam
sebagai debitur.12
Kepercayaan ini adalah bahwa bank benar-benar percaya bahwa debitur
mampu menggunakan fasilitas kredit yang diberikan sesuai dengan tujuan dari permohonan
kredit tersebut dan dapat dikembalikan sesuai dengan waktu yang diperjanjikan. Dalam
6 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Ed. Revisi, Cet. 12, (Jakarta : RajaGrafindo Persada,
2013), hlm. 84. 7 Ibid.
8 Suharno, Analisa Kredit, (Jakarta : Djambatan, 2003), hlm. 2.
9 Mandala Manurung dan Pratama Rahardja, op. cit., hlm. 183.
10 Suhamo, loc.cit.
11 Mahalayu S.P. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, Cet. 5, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), hlm. 87.
12 Hermansyah, op.cit., hlm. 58.
Pengawasan kredit..., Furra Pisga Pemasela, FH UI, 2014
Page 4
memberikan kredit, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan
nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.13
Kepercayaan bank terhadap nasabah kreditnya diwujudkan melalui prosedur-prosedur dalam
pemberian kredit, yang tentunya bukan prosedur yang sederhana, dan berbeda pada tiap bank.14
Kepercayaan tersebut timbul karena dipenuhinya segala ketentuan dan persyaratan dalam
memperoleh kredit bank oleh debitur antara lain : jelas tujuan peruntukkan kredit, adanya benda
jaminan atau agunan, dan lain-lain.15
Hal ini sebagai implementasi prinsip kehati-hatian yang
digariskan dalam Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1992.
Berbicara mengenai penerapan prinsip kehati-hatian, pengawasan kredit merupakan salah
satu perwujudan dari adanya prinsip kehati-hatian pada bank. Pengawasan ini bertujuan untuk
penjagaan dan pengamanan kekayaan bank yang disalurkan melalui kredit.16
Pengawasan
perkreditan akan menghindarkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dengan cara
mendorong dipatuhinya kebijaksanaan perkreditan yang telah ditetapkan serta mengusahakan
penyusunan administrasi perkreditan yang benar.17
Pengawasan perkreditan juga akan mengamankan kekayaan bank dari kemungkinan kerugian
yang potensiil akan timbul lebih besar. Usaha ini ditekankan untuk mencegah kerugian tersebut
sama sekali atau meminimalisir kerugian yang akan timbul.18
Pembagian wewenang yang jelas
dan tegas dalam pemberian kredit maupun juga pengawasannya merupakan hal yang mutlak
diperlukan. Hal ini karena, kredit bermasalah19
(non performing loans) tidak hanya disebabkan
13
Indonesia (1), Undang-Undang Perbankan, UU No. 7 Tahun 1992, LN No. 31 Tahun 1992, TLN No.
3742, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, Pasal 29
ayat (3). 14
Proses pemberian kredit oleh satu bank dengan bank lain tak jauh berbeda. Kalaupun ada perbedaan
hanya terletak pada persyaratan dan ukuran penilaian yang ditetapkan oleh bank dengan pertimbangan masing-
masing dengan tetap memperhitungkan unsur persaingan atau kompetisi. Lihat Hermansyah, op.cit., hlm. 68. 15
Ibid., hlm. 58. 16
Sri Amilianti, “Pengawasan Kridit Pada Bank Rakyat Indonesia” (Skripsi Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Depok, 1995), hlm. 27. 17
Teguh Pudjo Muljono, Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil, Cet. 1, (Jakarta : BPEE Yogyakarta,
1993), hlm. 142. 18
Denny Suriandhi, “Prosedur Pengawasan Kredit Pada Bank “X” dan Bank “Y” (Skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Depok, 1993), hlm. 6. 19
Munculnya kredit bermasalah dapat disebabkan oleh kesalahan bank dan atau nasabah, tetapi dapat juga
karena faktor-faktor eksternal. Kesalahan bank dan atau nasabah lebih disebabkan faktor-faktor internal perusahaan.
Faktor-faktor eksternal antara lain resesi ekonomi, kejutan di sisi penawaran (supply shock) seperti naiknya harga
minyak yang melanda negara-negara maju pada tahun 1974 atau krisis multidimensi yang melanda Indonesia pada
tahun 1997-1998. Lihat, Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, op.cit., hlm. 198.
Pengawasan kredit..., Furra Pisga Pemasela, FH UI, 2014
Page 5
oleh pihak ekstern dari bank (debitur), namun kerap kali disebabkan pula oleh pihak intern bank
sendiri, sehingga dalam internal bank pun harus terdapat suatu sistem pengawasan yang tegas.
Bank Rakyat Indonesia (Bank BRI) sebagai salah satu bank umum terbesar di Indonesia,
secara 9 tahun berturut-turut meraih penghargaan sebagai bank dengan profit terbesar di
Indonesia.20
Hasil ini tentu saja tidak terlepas dari pengawasan kredit yang ada pada bank BRI,
karena tingginya angka profit tentunya berbanding lurus dengan rendahnya angka kredit
bermasalah.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan beberapa masalah yang akan ditelaah
secara ilmiah, yakni bagaimanakah proses pemberian kredit pada bank BRI? Bagaimanakah
kriteria dan faktor penyebab kredit bermasalah pada bank BRI? Bagaimanakah pengawasan
kredit pada bank BRI sebagai upaya pencegahan kredit bermasalah?
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih mendalam bahwa pengawasan
pemberian kredit adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh bank dalam kegiatan
perkreditannya sehingga kredit bermasalah dapat dicegah sedini mungkin. Selain itu, penelitian
ini juga bertujuan untuk mengetahui proses pemberian kredit yang ada pada bank BRI,
mengetahui kriteria kredit bermasalah pada bank BRI, dan mengetahui pengawasan kredit yang
ada pada bank BRI sebagai upaya pencegahan potensi kredit bermasalah.
Tinjauan Teoritis
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga.21
20
Annual Report Bank BRI tahun 2013, hlm. 56. 21
Indonesia (1), op.cit., Pasal 1 angka 11.
Pengawasan kredit..., Furra Pisga Pemasela, FH UI, 2014
Page 6
Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan, bank harus merasa yakin bahwa kredit yang
diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian kredit
sebelum kredit tersebut disalurkan. Penilaian kredit oleh bank dapat dilakukan dengan berbagai
cara untuk mendapatkan keyakinan tentang nasabahnya, seperti melalui prosedur penilaian yang
benar.22
Dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah23
, bank wajib
memperhatikan hal-hal sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) UU Perbankan
yang berbunyi :24
Pasal 8 ayat (1) :
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib
mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas tikad dan kemampuan serta
kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan
yang dimaksud sesuai dengan diperjanjikan.
Pasal 8 ayat (2) :
Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan (2) di atas merupakan dasar atau landasan bagi bank dalam
menyalurkan kreditnya kepada nasabah debitur. Lebih dari itu, karena pemberian kredit
merupakan salah satu fungsi utama dari bank, maka dalam ketentuan tersebut juga mengandung
22
Kasmir, op.cit., hlm. 95. 23
Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan
itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil,
Lihat, Indonesia (1), op.cit., Pasal 1 angka 12.
Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan
syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip
penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau
pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan
pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina), Lihat, Ibid.,
Pasal 1 angka 13. 24
Hermansyah, op.cit., hlm. 62.
Pengawasan kredit..., Furra Pisga Pemasela, FH UI, 2014
Page 7
dan menerapkan prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 UU
Perbankan.25
Adapun proses pemberian kredit secara umum pada bank, sebagai upaya untuk memperoleh
keyakinan dalam pemberian kredit adalah sebagai berikut :
1. Permohonan kredit.
2. Penelitian berkas kredit.
3. Penilaian kelayakan kredit.
4. Keputusan kredit.
5. Pencairan kredit.
Selain prinsip perkreditan yang umum dikenal26
, suatu bank juga wajib mempunyai Pedoman
Kebijaksanaan Perkreditan Bank. Hal ini sangat penting karena berfungsi sebagai panduan dalam
pelaksanaan semua kegiatan yang terkait dengan perkreditan yang sehat dan menguntungkan bagi
bank. Dengan adanya Kebijaksanaan Perkreditan Bank yang dibakukan, maka bank diharapkan
dapat menerapkan asas-asas perkreditan yang sehat secara lebih konsisten dan
berkesinambungan.27
Berkenaan dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah menetapkan ketentuan untuk memiliki
dan melaksanakan kebijakan perkreditan bank berdasarkan Pedoman Penyusunan Kebijakan
Perkreditan Bank dalam SK Dir BI No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995.28
Berdasarkan SK Dir BI tersebut, bank umum wajib memiliki kebijakan perkreditan bank
secara tertulis yang disetujui oleh dewan komisari bank dengan sekurang-kurangnya memuat dan
mengatur hal-hal pokok sebagai berikut :29
1. Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan.
25
Ibid., hlm. 63. 26
Prinsip 5C (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition), 7P (Personality, Purpose, Prospect,
Payment, Profitability, Protection, Party), dan 3R (Returns, Repayment, Risk Bearing Ability). 27
Bank Indonesia (1), Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank dalam Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR Tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan
Perkreditan Bank Bagi Bank Umum, SK Dir BI No.27/162/KEP/DIR, Bab I poin 110. 28
Ramlan Ginting, “Pengaturan Pemberian Kredit Bank Umum”, (makalah disampaikan dalam Diskusi
Hukum “Aspek Hukum Perbankan, Perdata, dan Pidana Terhadap Pemberian Fasilitas Kredit dalam Praktek
Perbankan di Indonesia”, Bandung, 6 Agustus 2005), hlm. 3. 29
Ibid.
Pengawasan kredit..., Furra Pisga Pemasela, FH UI, 2014
Page 8
2. Organisasi dan manajemen perkreditan.
3. Kebijakan persetujuan kredit.
4. Dokumentasi dan administrasi kredit.
5. Pengawasan kredit.
6. Penyelesaian kredit bermasalah.
Selain itu, setiap bank wajib menerapkan manajemen risiko30
dalam melakukan kegiatannya
mengingat kegiatan usaha bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko yang berkaitan erat
dengan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan. Menurut Pasal 1 angka 5 PBI No.
11/25/PBI/2009 tentang Perubahan Atas PBI No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum (PBI Manajemen Risiko), manajemen risiko adalah serangkaian
metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank.
Salah satu yang diatur dalam ketentuan Peraturan Bank Indonesia tersebut adalah mengenai
risiko kredit. Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam
memenuhi kewajiban kepada bank.31
Sehingga manajemen risiko kredit dapat didefinisikan
sebagai serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi,
mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul akibat kegagal debitur dan/atau
pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank.
Risiko kredit secara sederhana dapat dikatakan sebagai risiko timbulnya kredit bermasalah
atau non-performing loans (NPL). Kredit dikategorikan sebagai kredit bermasalah apabila
kualitas kredit tersebut tergolong pada tingkat kolektabilitas kurang lancar, diragukan, atau
macet32
seperti yang terdapat pada PBI No. 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank
Umum.
30
Penerapan manajemen risiko dapat bervariasi antara satu bank dengan bank lain sesuai dengan tujuan,
kebijakan usaha, ukuran, dan kompleksitas usaha serta kemampuan bank dalam hal keuangan, infrastruktur
pendukung maupun sumber daya manusia. Lihat, Bank Indonesia (2), Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI
Tahun 2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, PBI No. 5/8/PBI/2003, Penjelasan Umum. 31
Bank Indonesia (3), Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, PBI No.
11/25/PBI/2009, Pasal 1 angka 6. 32
Hermansyah, op.cit., hlm. 75.
Pengawasan kredit..., Furra Pisga Pemasela, FH UI, 2014
Page 9
Perlu diketahui bahwa menggangap kredit bermasalah selalu dikarenakan kesalahan debitur
adalah hal yang salah. Kredit berkembang menjadi bermasalah dapat disebabkan oleh berbagai
hal yang berasal dari debitur, dari kondisi eksternal, bahkan dari bank pemberi kredit sendiri.
Kesalahan bank yang kemudian dapat mengakibatkan kredit yang diberikan menjadi bermasalah
dapat berawal dari tahap perencanaan, tahap analisis, dan tahap pengawasan.33
Oleh karena itulah, untuk mencegah potensi timbulnya kredit bermasalah pada bank,
diperlukan suatu sistem pengawasan kredit. Pengawasan kredit dapat diartikan sebagai salah satu
fungsi manajemen yang berupaya untuk menjaga dan mengamankan kredit itu sebagai kekayaan
bank dan dapat mengetahui terms of lending serta asumsi-asumsi sebagai dasar persetujuan kredit
tercapai atau terjadi penyimpangan.34
Pengawasan kredit itu lebih mendekati upaya sebagai
penjagaan dan pengamanan kredit (harta/kekayaan bank) yang bersifat preventive. Sementara itu,
dalam rangka penyelamatan kredit dari kemungkinan kerugian yang potensial lebih mendekati
upaya repressive atau dapat mencegah kerugian itu sama sekali, minimal mampu
meminimalkannya.35
Pengawasan kredit harus meliputi semua aspek perkreditan serta semua objek pengawasan
tanpa melakukan pengecualian, yaitu :36
1. Pengawasan terhadap semua pejabat bank yang terkait dengan perkreditan.37
2. Pengawasan terhadap semua jenis kredit, termasuk kredit kepada pihak-pihak yang terkait
dengan bank dan debitur-debitur besar tertentu. pengawasan terhadap pihak-pihak yang
terkait dengan bank dan debitur-debitur besar tertentu bahkan harus dilakukan secara
lebih intensif.
Metode Penelitian
33
Veithzal Rivai, et all., Credit Management Handbook Manajemen Perkreditan Cara Mudah
Menganalisis Kredit : Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi serta Panduan Praktis Bankir, Mahasiswa, dan
Nasabah, Ed. Revisi, Cet. 3, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 399. 34
Ibid., hlm. 466. 35
Ibid. 36
Bank Indonesia (1), op.cit., Bab VI poin 610. 37
Pengendalian Intern Perkreditan.
Pengawasan kredit..., Furra Pisga Pemasela, FH UI, 2014
Page 10
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang
bersifat yuridis normatif. Namun, selain studi kepustakaan, penelitian ini juga menggunakan jenis
data primer yakni berupa hasil wawancara dengan narasumber yang berkaitan dengan topik
penelitian penulis, sehingga alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi dokumen atau bahan pustaka dan wawancara dengan narasumber. Penelitian ini dilakukan
dengan tipe penelitian deskriptif dengan menggunakan metode analisis kualitatif.
Hasil Penelitian
Pedoman Pemberian Kredit (PPK) bagi sebuah bank merupakan “kitab suci” dalam kegiatan
perkreditannya, demikian juga bagi bank BRI.38
Segala pemberian kredit yang ada harus
dilandaskan pada pedoman pemberian kredit tersebut, mengingat PPK merupakan pedoman dan
petunjuk untuk pemberian kredit. Menindaklanjuti SK Dir BI No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31
Maret 1995 yang menyebutkan bahwa Bank Umum wajib memiliki kebijakan perkreditan bank
secara tertulis yang disetujui oleh dewan komisaris bank, maka BRI membuat Kebijakan Umum
Perkreditan (KUP) selaku dasar yang berlaku di BRI, dan PPK adalah pedoman yang lebih rinci
untuk pemberian kredit pada debitur.39
PPK yang ada pada bank BRI secara umum mengatur
mengenai hal-hal yang lebih terperinci dari apa yang diatur di KUP, diantaranya adalah mengatur
mengenai tugas dan fungsi organ-organ yang terlibat dalam proses pemberian kredit.40
Adapun proses pemberian kredit menurut PPK yang ada pada bank BRI adalah :41
1. Proses permohonan kredit
Pada proses ini, nasabah mengisi lembar aplikasi permohonan kredit.
38
Hasil wawancara dengan Bambang Tri Gunawan, Legal Divisi Administrasi Kredit BRI, tanggal 12 Juni
2014. 39
Ibid. 40
Ibid. 41
Ibid.
Pengawasan kredit..., Furra Pisga Pemasela, FH UI, 2014
Page 11
2. Pemeriksaan kelengkapan data pemohon kredit
Pada proses ini, bank BRI memeriksa data pemohon kredit dimana legalitas calon
nasabah debitur adalah fokus yang utama.
3. Pemeriksaan jaminan kredit
Pada proses ini bank BRI memeriksa jaminan kredit yang diberikan oleh calon nasabah
debitur dan mengelompokkan jenis jaminan kredit tersebut.
4. Pemeriksaan oleh analis dan administrasi kredit
Bank BRI melakukan pemeriksaan kembali dan melakukan penilaian atas kredit yang
diberikan berdasarkan seluruh kelengkapan aplikasi permohonan kredit yang telah
diproses.
5. Pencairan dana kredit
Persetujuan terhadap permohonan kredit dan dana kredit dicairkan.
Seperti yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, risiko suatu kredit menjadi kredit
bermasalah dalam pemberian kredit perbankan selalu ada dan merupakan konsekuensi yang logis.
Demikian halnya dengan bank BRI. Dalam memberikan kreditnya, bank BRI juga dihadapkan
pada potensi timbulnya kredit bermasalah. Adapun kriteria kredit bermasalah yang ada pada bank
BRI adalah kredit dengan kolektabilitas kurang lancar, diragukan, dan macet, yang mengacu pada
ketentuan PBI 14/15/PBI/2012 tentang Kualitas Aset Bank Umum.42
Faktor-faktor yang
umumnya menjadi penyebab kredit bermasalah pada bank BRI adalah :43
1. Debitur beritikad buruk.
2. Debitur gagal bayar disebabkan oleh kondisi ekonomi dan kebijakan pemerintah yang
berubah.
3. Bencana alam yang menyebabkan usaha debitur hancur atau debitur meninggal dunia.
Sebagai upaya pencegahan potensi kredit bermasalah, bank BRI telah menerapkan
pengawasan kredit dalam kegiatan perkreditannya. Tujuan dari pengawasan kredit pada bank BRI
adalah :44
1. Untuk menjaga kualitas kredit yang diberikan kepada debitur.
42
Ibid. 43
Ibid. 44
Ibid.
Pengawasan kredit..., Furra Pisga Pemasela, FH UI, 2014
Page 12
2. Monitoring perkembangan usaha debitur.
3. Menjalankan prinsip kehati-hatian perbankan.
Objek pengawasan yang ada pada bank BRI antara lain adalah :45
1. Usaha debitur.
2. Pasokan supplier (usaha) debitur.
3. Debitur itu sendiri.
Aspek-aspek pokok pengawasan kredit yang ada pada bank BRI antara lain :46
1. Aspek pengawasan kredit secara internal.
Adanya audit intern yang bertujuan untuk melihat apakah pemberian kredit yang
diberikan telah sesuai dengan aturan-aturan yang ada.
2. Aspek pengawasan kredit secara hukum.
Aspek yang diperhatikan adalah aspek yuridis mengenai segala hal yang berkaitan dengan
pemberian kredit yang diberikan oleh bank BRI.
3. Pengawasan kualitas kredit.
Menjaga kualitas kredit yang diberikan agar tetap baik.
Teknik pengawasan kredit yang ada pada bank BRI adalah :47
1. Monitoring perkreditan.
Bank mencari informasi yang lengkap melalui external information dan internal
information.
2. Control by exception.
Menitikberatkan pada hal-hal yang masih lemah dari intern maupun ekstern.
3. Verbal control.
Pemeriksaan atas hal-hal yang saling berhubungan yang dilakukan secara tersamar untuk
menghindarkan kerugian dari pihak/objek yang sedang diawasi.
4. Budgetary control.
45
Ibid. 46
Ibid. 47
Ibid.
Pengawasan kredit..., Furra Pisga Pemasela, FH UI, 2014
Page 13
Membandingkan dan menganalisis rencana kerja yang telah ditetapkan dalam anggaran
dengan realisasinya.
5. Kunjungan kepada debitur (on the spot).
Untuk memeriksa langsung kebenaran seluruh keterangan ataupun data serta laporan yang
disampaikan nasabah debitur.
6. Audit (pemeriksaan) perkreditan sekali dalam setahun.
Untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan rencana kerja dilakukan oleh bank BRI.
7. Cara-cara lain.
Cara-cara lain seperti break event point, credit audit, credit examination, dll.
Mekanisme pengawasan kredit yang ada pada bank BRI telah dimulai sejak permohonan
kredit debitur diproses sampai kredit dilunasi, yakni sebagai berikut :48
1. Tahap perencanaan kredit.
a. Penelitian terhadap permohonan kredit debitur.
b. Penelitian mengenai informasi penting khusus yang menyangkut calon nasabah
debitur.
c. Penelitian terhadap analisis kredit yang dilakukan account officer.
d. Penelitian terhadap rekomendasi/persetujuan kredit.
2. Tahap pelaksanaan kredit.
3. Tahap evaluasi kredit.
Untuk membandingkan antara tahap perencanaan kredit dan tahap pelaksanaan kredit
tentang efektivitas pencapaian hasil.
Selain harus memiliki pengawasan terhadap kredit yang diberikan, bank juga harus memiliki
pengendalian intern sebagai bentuk pengawasan kredit di dalam bank itu sendiri. Pengendalian
intern pada bank BRI antara lain adalah :49
1. Separation of duties.
Adanya pemisahan fungsi-fungsi yang ada dalam setiap jabatan yang berhubungan
dengan pemberian kredit.
2. Rotasi dan mutasi account officer.
48
Ibid. 49
Ibid.
Pengawasan kredit..., Furra Pisga Pemasela, FH UI, 2014
Page 14
Untuk menjaga objektivitas bank dalam memberikan kreditnya.
3. Adanya audit regular 1 kali dalam setahun.
Untuk melihat apakah proses dan pemberian kredit yang dilakukan telah memenuhi
ketentuan-ketentuan yang ada, baik ketentuan internal maupun eksternal.
4. Adanya special audit.
Apabila telah terjadi kecurigaan/dugaan yang kuat bahwa telah terjadi pelanggaran
prosedur dalam pemberian kredit yang ada.
Pembahasan
Keberadaan pengawasan kredit pada bank BRI tidak lain adalah sebagai perwujudan dari
ketentuan yang tertuang dalam Pasal 2 dan Pasal 8 UU Perbankan, yakni tentang prinsip kehati-
hatian perbankan dan mengenai analisis yang mendalam dalam pemberian kredit yang dilakukan.
Lebih jauh, Pasal 8 ayat 2 UU Perbankan menyatakan bahwa bank harus menerapkan pedoman
perkreditan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, yang dalam hal ini tertuang pada SK Dir BI
No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan
Perkreditan Bank, dimana di dalamnya terdapat ketentuan bahwa bank wajib memiliki kebijakan
perkreditan bank secara tertulis yang memuat salah satunya adalah kebijakan persetujuan kredit
(yang di dalamnya terdapat pedoman proses pemberian kredit bank) dan pengawasan kredit.
Sehingga adanya proses pemberian kredit dan pengawasan kredit pada bank BRI telah memenuhi
ketentuan tersebut.
Keberadaan objek, aspek-aspek, teknik, dan mekanisme pengawasan kredit pada bank BRI
dapat dikatakan sebagai serangkaian metode untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan risiko kredit yang berupa kredit bermasalah. Sehingga dalam hal ini, keberadaan
pengawasan kredit pada bank BRI telah melaksanakan manajemen risiko yang tertuang dalam
PBI Manajemen Risiko. Selain itu, dalam PBI Manajemen Risiko dituntut adanya pengendalian
intern dan audit intern dalam kegiatan perbankan, yang mana hal ini juga terdapat dalam
ketentuan SK Dir BI No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 sebagai bentuk dari
Pengawasan kredit..., Furra Pisga Pemasela, FH UI, 2014
Page 15
pengawasan kredit secara internal. Adanya pengendalian intern dan audit intern pada bank BRI
sejatinya telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada tersebut.
Sebagai upaya pencegahan potensi kredit bermasalah, sistem pengawasan kredit yang ada
pada bank BRI telah menjadi sistem yang baik untuk mencegah potensi kredit bermasalah.
Aspek-aspek yang diawasi telah mencakup keseluruhan aspek yang ada dalam pemberian kredit,
yakni aspek pengawasan internal, pengawasan secara hukum yang merujuk kepada pengawasan
debitur, dan aspek pengawasan akan kualitas kredit, yakni merujuk kepada kolektabilitas kredit
yang diberikan. Teknik pengawasan kredit yang diterapkan oleh bank BRI juga merupakan teknik
pengawasan yang baik, yakni tidak hanya mengawasi secara eksternal namun juga internal dan
tidak hanya berupa pengawasan secara administratif namun juga pengawasan secara langsung di
lapangan. Pengawasan kredit di bank BRI pun dilakukan dengan mekanisme yang baik, yakni
dilakukan sejak tahap perencanaan kredit hingga evaluasi kredit yang diberikan, sehingga
pengawasan kredit ada dalam setiap tahapan perkreditan dan tersusun dengan baik. Selain itu,
pengawasan kredit di bank BRI semakin lengkap dengan adanya pengendalian intern sebagai
bentuk pengawasan kredit secara internal yang bertujuan untuk menghindari adanya abused of
power dari setiap pejabat yang terlibat dalam pemberian kredit.
Keberhasilan pengawasan kredit yang ada pada bank BRI sebagai upaya pencegahan potensi
kredit bermasalah ditegaskan pula dengan angka NPL BRI yang rendah pada periode per
Desember 2013, yakni sebesar 0,31% (nett), menurun dari posisi di akhir Desember 2012 yang
tercatat sebesar 0,34% (nett)50
, yang bahkan merupakan rasio terendah dalam delapan tahun
terakhir menurut Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, Muhammad Ali.51
Kesimpulan
50
Annual Report Bank BRI tahun 2013, hlm. 13. 51
Maya Nawangwulan, “Kredit BRI Tumbuh 23,7 Persen di 2013”,
http://www.tempo.co/read/news/2014/01/23/087547532/Kredit-BRI-Tumbuh-237-Persen-di-2013, diunduh tanggal
25 Juni 2014.
Pengawasan kredit..., Furra Pisga Pemasela, FH UI, 2014
Page 16
Berdasarkan pembahasan pada bagian-bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa
hal sebagai berikut :
1. Dalam pemberian kreditnya, bank senantiasa harus menerapkan prinsip kehati-hatian
seperti yang tertuang dalam ketentuan Pasal 2 UU Perbankan. Lebih lanjut, seturut
dengan ketentuan dalam Pasal 8 ayat (2) maka bank wajib menerapkan pedoman
perkreditan seusai ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, yakni SK Dir BI No.
27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan
Kebijaksanaan Perkreditan Bagi Bank Umum.
Sebagai perwujudan dari prinsip kehati-hatian perbankan dan sebagai bentuk pelaksanaan
peraturan perundang-undangan yang ada, bank BRI memiliki Kebijakan Umum
Perkreditan dan Pedoman Pemberian Kredit dalam pelaksanaan kegiatan perkreditannya.
Adapun dalam pedoman pemberian kreditnya, proses pemberian kredit yang ada pada
Bank BRI adalah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut : (1) proses permohonan kredit,
(2) pemeriksaan kelengkapan data pemohon, (3) pemeriksaan jaminan kredit, (4)
pemeriksaan oleh analis dan administrasi kredit , dan (5) pencairan dana kredit.
2. Kredit dikategorikan sebagai kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) adalah
apabila kualitas kredit tersebut tergolong pada tingkat kolektabilitas kurang lancar,
diragukan, atau macet, seperti yang tertuang pada ketentuan dalam PBI No.
14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, dimana dalam
penerapannya, bank BRI juga mengikuti ketentuan yang tertuang dalam PBI tersebut.
Adapun faktor penyebab kredit bermasalah yang ada pada bank BRI pada umumnya
adalah : (1) debitur beritikad buruk, (2) debitur gagal bayar disebabkan oleh kondisi
makro ekonomi dan kebijakan pemerintah yang berubah, dan (3) bencana alam yang
menyebabkan usaha debitur hancur atau debitur meninggal dunia.
3. Bank Rakyat Indonesia sebagai salah satu bank umum tertua yang ada di Indonesia telah
memiliki sistem pengawasan kredit yang baik. Objek, aspek-aspek, teknik, dan
mekanisme pengawasan kredit yang ada telah menunjang terciptanya sistem pengawasan
kredit yang baik. Pengawasan kredit yang baik tersebut merupakan perwujudan dari
pelaksanaan prinsip kehati-hatian seperti yang termaktub dalam Pasal 2 UU Perbankan.
Keberadaan pengawasan kredit bank BRI tidak terlepas dari pengaturan yang tertuang
dalam UU Perbankan, SK Dir BI No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang
Pengawasan kredit..., Furra Pisga Pemasela, FH UI, 2014
Page 17
Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bagi Bank Umum,
juga PBI No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum dan
PBI No. 11/25/PBI/2009 tentang Perubahan Atas PBI No. 5/8/PBI/2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. Pengawasan kredit yang ada pada bank
BRI telah mengikuti seluruh ketentuan yang tertera dalam pengaturan-pengaturan
tersebut. Dan pengawasan kredit yang ada pada bank BRI telah berhasil mencegah potensi
kredit bermasalah yang tinggi pada bank BRI, yang terbukti dengan rendahnya tingkat
NPL yang ada pada Desember 2013, yakni sebesar 0,31% (nett), menurun dari posisi di
akhir Desember 2012 yang tercatat sebesar 0,34% (nett), bahkan rasio ini terendah dalam
delapan tahun terakhir.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :
1. Keberadaan SK Dir BI No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban
Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bagi Bank Umum memang
dapat dikatakan masih memadai untuk memberikan kepastian hukum mengenai kebijakan
perkreditan bank. Namun, perlu dipertimbangkan untuk membentuk peraturan baru yang
lebih relevan dan memadai, mengingat pula fungsi pengawasan bank yang telah beralih
dari BI kepada OJK.52
52
Dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, pada Pasalnya yang ke 8, dinyatakan bahwa salah
satu tugas dari Bank Indonesia adalah mengatur dan mengawasi Bank, di mana hal itu diatur lebih lanjut pada
Pasalnya yang ke 24-35.
Fungsi pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan ini kemudian beralih dari Bank Indonesia
ke Otoritas Jasa Keuangan sejak tanggal 31 Desember 2013 berdasarkan pada Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK).
Peraturan-Peraturan Bank Indonesia yang merupakan perangkat peraturan pelaksana UU Perbankan,
berdasarkan Pasal 70 UU OJK, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan
UU OJK. Sehingga pengaturan lebih lanjut oleh Bank Indonesia perihal pengawasan kredit dalam Peraturan-
Peraturan Bank Indonesia terkait masih berlaku.
Pengawasan kredit..., Furra Pisga Pemasela, FH UI, 2014
Page 18
2. Pengawasan kredit yang ada pada bank BRI telah berjalan dengan baik dan diharapkan
agar terus dipertahankan dan ditingkatkan sehingga angka NPL dapat semakin ditekan.
Penulis juga mengharapkan ban BRI dapat membagikan keunggulannya dalam
pengawasan kredit kepada bank-bank lainnya sehingga tingkat NPL secara nasional dapat
ditekan dan tingkat efektivitas kredit dapat meningkat secara nasional.
3. Penelitian ini hanya terbatas kepada penelitian normatif dan diharapkan ke depannya
dapat diadakan penelitian terhadap pengawasan kredit yang lebih aplikatif dengan
menyertakan contoh kasus yang berkaitan dengan penerapan sistem pengawasan kredit
pada suatu bank.
Daftar Pustaka
A. Buku
Hasibuan, Mahalayu S.P. Dasar-Dasar Perbankan, Cet. ke-5. Jakarta : Bumi Aksara, 2006.
Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta : Kencana, 2008.
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Ed. Revisi, Cet. ke-12. Jakarta :
RajaGrafindo Perdasa, 2013.
Manurung, Mandala dan Prahatma Rahardja. Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter
(Kajian Kontekstual Indonesia). Jakarta : Penerbitan Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2004.
Muljono, Teguh Pudjo. Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil, Cet. ke-1. Jakarta :
BPEE Yogyakarta, 1993.
Rivai, Veithzal, et all. Credit Management Handbook Manajemen Perkreditan Cara Mudah
Menganalisis Kredit : Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi serta Panduan
Pengawasan kredit..., Furra Pisga Pemasela, FH UI, 2014
Page 19
Praktis Bankir, Mahasiswa, dan Nasabah, Ed. Revisi, Cet. ke-3. Jakarta :
RajaGrafindo Persada, 2013.
Sinungan, Muchdarsyah. Manajemen Dana Bank, Ed. 2. Jakarta : Bumi Aksara, 1992.
Suharno. Analisa Kredit. Jakarta : Djambatan, 2003.
B. Artikel/Makalah/Buletin
Ginting, Ramlan. “Pengaturan Pemberian Kredit Bank Umum” Makalah disampaikan pada
Diskusi Hukum Aspek Hukum Perbankan, Perdata, dan Pidana Terhadap
Pemberian Fasilitas Kredit dalam Praktek Perbankan di Indonesia, Bandung, 6
Agustus 2005.
C. Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia, Undang-Undang Perbankan, UU No. 7 Tahun 1992, LN No. 31 Tahun 1992, TLN
No. 3742.
________, Undang-Undang Perubahan Atas Undang-Undang Perbankan, UU No. 10 Tahun
1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790.
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank
Umum, PBI No. 5/8/PBI/2003.
_____________, Peraturan Bank Indonesia tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum,
PBI No. 14/15/PBI/2012.
_____________, Peraturan Bank Indonesia tentang Perubahan Atas Peraturan Bank
Indonesia Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, PBI No. 11/25/PBI/2009.
_____________, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Kewajiban Penyusunan
dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bagi Bank Umum, SK Dir BI No.
27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995.
D. Skripsi
Pengawasan kredit..., Furra Pisga Pemasela, FH UI, 2014
Page 20
Amilianti, Sri. “Pengawasan Kridit Pada Bank Rakyat Indonesia”. Depok : Skripsi
Universitas Indonesia, 1995.
Suriandhi, Denny. “Prosedur Pengawasan Kredit Pada Bank X dan Bank Y”. Depok : Skripsi
Universitas Indonesia, 1993.
E. Internet
Bank BRI. “Bank BRI Annual Report 2013”. <<http://media.corporate-
ir.net/media_files/IROL/14/148820/BANK_BRI_Annual_Report_2013.pdf>>.
Diunduh tanggal 11 Juli 2014.
“Kredit BRI Tumbuh 23,7 Persen di 2013”.
<<http://www.tempo.co/read/news/2014/01/23/087547532/Kredit-BRI-
Tumbuh-237-Persen-di-2013>>. Diunduh tanggal 25 Juni 2014.
Pengawasan kredit..., Furra Pisga Pemasela, FH UI, 2014