PENGARUH TINGKAT KESEGARAN IKAN GABUS (Ophiocephalus striatus) (PRE RIGOR, RIGOR MORTIS, POST RIGOR) TERHADAP KADAR EKSTRAK ALBUMIN DENGAN METODE PENGUKUSAN SKRIPSI Oleh : ANGGA BRELYAN PUTRA NIM. 115080301111064 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017
72
Embed
PENGARUH TINGKAT KESEGARAN IKAN GABUS (Ophiocephalus …repository.ub.ac.id/7511/1/Putra, Angga Brelyan.pdf · PENGARUH TINGKAT KESEGARAN IKAN GABUS (Ophiocephalus striatus) (PRE
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGARUH TINGKAT KESEGARAN IKAN GABUS (Ophiocephalus striatus)
(PRE RIGOR, RIGOR MORTIS, POST RIGOR) TERHADAP KADAR EKSTRAK
ALBUMIN DENGAN METODE PENGUKUSAN
SKRIPSI
Oleh :
ANGGA BRELYAN PUTRA
NIM. 115080301111064
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
PENGARUH TINGKAT KESEGARAN IKAN GABUS (Ophiocephalus striatus)
(PRE RIGOR, RIGOR MORTIS, POST RIGOR) TERHADAP KADAR EKSTRAK
ALBUMIN DENGAN METODE PENGUKUSAN
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan
Dalam penyusunan usulan Skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa
terimaksih kepada:
1. Kepada Allah SWT yang senantiasa mengabulkan do’a saya serta selalu
ada dimanapun itu.
2. Dr. Ir. Titik Dwi Sulistiyati MP dan Dr. Ir. Hardoko, MS selaku Dosen
Pembimbing, yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan
sejak penyusunan usulan penelitian sampai dengan selesainya penyusunan
proposal usulan Skripsi ini
3. Kedua orang tuaku serta adik tercinta yang telah memberikan doa, dukungan
materiil dan moril selama penyusunan laporan ini.
4. Teman-teman THP 2011 terimakasih atas semangat dan bantuannya selama
ini.
Malang, 7 Juni 2017
PENULIS
PENGARUH TINGKAT KESEGARAN IKAN GABUS (Ophiocephalus striatus) (PRE RIGOR,
RIGOR MORTIS, POST RIGOR) TERHADAP KADAR EKSTRAK ALBUMIN DENGAN
METODE PENGUKUSAN
The Influence Of The Level Of Freshness Of Fish Cork (Ophiocephalus striatus) (PRE RIGOR,
RIGOR MORTIS, POST RIGOR) On Extract Levels Of Albumin With The Streaming Method
Angga Brelyan Putra1)*, Titik Dwi Sulistiyati2), dan Hardoko2) 1) Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang
2) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang *[email protected]
ABSTRAK Salah satu jenis ikan yang mempunyai kandungan albumin cukup tinggi adalah Ikan gabus
(Ophiocephalus striatus). Saat ini, albumin dari ikan gabus banyak diminati masyarakat sebagai pengganti Human Serum Albumin (HSA).Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu untuk mendapatkan kadar ekstrak albumin ikan gabus (Ophiochephalus striatus) dengan fase kesegaran ikan yang berbeda (pre rigor, rigor mortis, post rigor) dengan metode pengukusan serta untuk menentukan fase yang menghasilkan kadar albumin ikan gabus terbaik. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Perekayasaan Hasil Perikanan dan Laboratorium Nutrisi dan Biokimia Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang pada bulan Maret sampai Agustus 2015. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 3 perlakuan dengan 8 kali ulangan. Analisa yang digunakan meliputi kadar albumin, kadar protein, kadar air, profil asam amino dan rendemen. Berdasarkan hasil dari penelitian tahap pertama didapatkan data bahwa fase pre rigor terjadi pada jam ke-0 sampai jam ke-10, fase rigor mortis terjadi pada jam ke-10 sampai jam ke-14, dan fase post rigor terjadi pada jam ke-14. Hasil dari penelitian didapatkan ekstrak albumin ikan gabus yang terbaik pada fase pre rigor dengan kadar albumin sebesar 2,74%, kadar protein 5,92%, rendemen 24,55%, kadar air 72,22% dan serta terdapat asam amino yang tersusun di dalamnya.
Kata kunci : Tingkat kesegaran berbeda, albumin, pengukusan
ABSTRAC
One type of fish that has high enough content of albumin is fish cork (Ophiocephalus striatus). At this time, the albumin from cork fish is the favorite one as a substitute for human serum albumin. The goal of this search is to get the levels of albumin extract from fish cork ((Ophiocephalus striatus) with different phase of freshness (Pre Rigor, Rigor Mortis, Post Rigor) with the steaming method and also to determine which phase produce the best level of albumin from the extract of cork fish .This research is done in Fish Product Engineering Laboratory and Laboratory of Nutrition and Fish Biochemistry in Faculty of Fisheries and Marine Science, University of Brawijaya Malang in March until August 2015. The Methods that is used in this research was Complete Randomize Design with 3 factorial treatment and 8 repetition. The analysis that is used was albumin level test, protein level test, moisture content test, profile of amino acid test and yield test. Based on the result of the study, the first stage obtained data that phase of pre rigor happened at 0 to 10th hours, phase of rigor mortis happened at 10th to 14th hours, and phase of post rigor happened at 14th. The result of this research showed that the best albumin extract is obtained in the phase of pre rigor with 2,74 % of albumin level, l5,92 % level of protei, 24,55 % of yield, 72,22 % of moisture content and there is also an amino acid. Keyword : different levels of freshness, albumin, streaming
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan petunjuk, rahmat
serta hidayah-Nya sehingga usulan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Proposal usulan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan, dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya.
Malang, 7 Juni 2017
PENULIS
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
IDENTITAS PENGUJI .................................................................................. iii
PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................... iv
RINGKASAN ................................................................................................ v
KATA PENGANTAR........................................................................... ........... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ........................................................................... 2
1.3 Tujuan ................................................................................................ 3
Lampiran 9. Uji De Garmo ............................................................................... 61
Lampiran 10. Diagram Hasil Uji Asam Amino .................................................. 62
Lampiran 11. Dokumentasi Alat ....................................................................... 65
Lampiran 12. Proses Ekstraksi Ekstrak Albumin .............................................. 67
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Albumin adalah jenis protein terbanyak dalam plasma darah yang mencapai
kadar hingga 60%. Albumin bermanfaat dalam membantu pembentukan jaringan sel
baru khususnya pada proses penyembuhan luka pasca operasi. Dalam bidang
kedokteran, albumin digunakan untuk mempercepat proses pemulihan jaringan sel
pada tubuh yang rusak. Selain itu, albumin juga berfungsi mengikat logam berat
yang tidak larut dalam darah (Sumarno, 2012). Protein plasma darah yang disintesa
di hati salah satunya yaitu albumin. Albumin mempunyai peran penting untuk
menjaga tekanan osmotik pada plasma, mengangkut molekul kecil yang melewati
plasma maupun cairan ekstra sel. Albumin juga digunakan untuk mengatasi
berbagai masalah kesehatan seperti luka bakar, patah tulang, pasca operasi dan
infeksi paru-paru (Suprayitno, 2008).
Salah satu jenis ikan yang mempunyai kandungan albumin cukup tinggi
adalah Ikan gabus (Ophiocephalus striatus). Ikan gabus (Ophiocephalus striatus
atau Channa striata) adalah contoh ikan air tawar yang mempunyai kandungan
protein cukup tinggi. Kadar protein yang terdapat pada ikan gabus, jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan ikan jenis lainnya seperti ikan bandeng, ikan mas, ikan kakap
ataupun ikan sarden (Prasetyo et al., 2012). Ikan gabus memiliki kandungan protein
yang cukup tinggi yaitu mencapai 25,1% sedangkan 6,224% dari protein tersebut
berupa albumin. Ikan gabus ini kurang diminati oleh masyarakat untuk dikonsumsi
karena di pengaruhi oleh bentuk dan bau amis dari gabus itu sendiri (Mustar,2013).
2
Albumin berperan penting dalam proses kebutuhan manusia setiap harinya,
contohnya dalam proses penyembuhan luka. Saat ini, albumin dari ikan gabus
banyak diminati masyarakat sebagai pengganti Human Serum Albumin (HSA) yang
harganya sangat mahal (Yuniarti et al., 2013). Ikan gabus telah diketahui memiliki
manfaat yang dapat meningkatkan kandungan albumin dan daya tahan tubuh pada
manusia. Kandungan asam amino esensial dan asam amino nonesensial yang
terdapat pada ikan gabus, memiliki kualitas yang jauh lebih baik dibanding albumin
pada telur (Anggira et al., 2013).
Crude albumin dapat diperoleh dengan proses pengukusan ataupun
menggunakan alat yang bernama ekstraktor vakum (Suprayitno, 2008). Salah satu
cara untuk mendapatkan albumin yaitu dengan cara ekstraksi dengan metode
pengukusan menggunakan waterbath. Proses pengukusan nantinya dilakukan
terhadap tiga fase ikan gabus yang digunakan yaitu pre rigor, rigor mortis dan post
rigor. Karena hal itu penelitian ini bertujuan agar dapat mengetahui tingkat
perbedaan hasil akhir kualitas albumin yang didapatkan. Berdasarkan hal tersebut,
maka perlu dilakukan penelitian pengaruh tingkat kesegaran ikan gabus
(ophiocephalus striatus) (pre rigor, rigor mortis, post rigor) terhadap kualitas ekstrak
albumin dengan metode pengukusan.
1.2 Rumusan masalah
Dari uraian diatas didapatkan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh tingkat kesegaran ikan gabus (Ophiochephalus striatus)
yang berbeda (pre rigor, rigor mortis, post rigor) terhadap kadar ekstrak
albumin dengan metode pengukusan?
3
2. Fase apa yang mampu menghasilkan kadar albumin ikan gabus terbaik dari
proses pengukusan?
1.3 Tujuan
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai kadar albumin ikan gabus (Ophiochephalus striatus) melalui
fase kesegaran ikan dan cara penyediaan alternatif albumin dengan metode
pengukusan.
Adapun tujuan penelitian secara khusus adalah
1. Mendapatkan kadar ekstrak albumin ikan gabus (Ophiochephalus striatus)
dengan fase kesegaran ikan yang berbeda (pre rigor, rigor mortis, post rigor)
dengan metode pengukusan.
2. Menentukan fase yang menghasilkan kadar albumin ikan gabus
(Ophiochephalus striatus) terbaik dengan metode pengukusan.
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang mendasari penelitian ini adalah:
1. Fase kesegaran yang berbeda tidak berpengaruh terhadap kadar ekstrak
albumin ikan gabus.
2. Fase kesegaran yang berbeda berpengaruh terhadap kadar ekstrak albumin
ikan gabus.
1.5 Kegunaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan mengenai
pengaruh tingkat kesegaran ikan gabus (ophiocephalus striatus) (pre rigor, rigor
mortis, post rigor) terhadap kadar ekstrak albumin dengan metode pengukusan serta
4
memberikan penyediaan albumin alternatif bagi masyarakat dengan harga
terjangkau dan cara yang mudah dilakukan.
1.6 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Perekayasaan Hasil Perikanan dan
Laboratorium Nutrisi dan Biokimia Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya Malang pada bulan Maret sampai Agustus 2015.
5
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus)
2.1.1 Karakteristik Ikan Gabus
Ikan gabus (Ophiocephalus striatus atau Channa striata) merupakan salah
satu ikan air tawar yang mempunyai kandungan protein cukup tinggi. Kadar protein
ikan gabus lebih tinggi dibandingkan dengan ikan bandeng, ikan emas, ikan kakap
maupun ikan sarden. Ikan gabus juga mengandung protein albumin yang
merupakan salah satu jenis protein globular yang dapat larut dalam air, larutan
garam dan dapat terdenaturasi oleh panas (Prasetyo et al., 2012).
Klasifikasi ikan gabus menurut Saanin (1986), adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas : Teleostei Ordo : Labyrinthyci Famili : Ophiocephalidae Genus : Ophiocephalus Spesies : Ophiocephalus striatus
Morfologi ikan gabus dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini:
Gambar 1. Ikan gabus (Ophiochephalus striatus) Sumber : Dokumentasi penelitian, 2015
Salah satu jenis ikan yang mempunyai kandungan albumin cukup tinggi
adalah Ikan gabus (Ophiocephalus striatus). Albumin diperlukan manusia dalam
kehidupan sehari-hari, khususnya dalam proses penyembuhan luka. Saat ini,
albumin dari ikan gabus banyak diminati oleh masyarakat untuk dijadikan sumber
6
alternatif pengganti Human Serum Albumin (HSA) yang harganya cenderung sangat
mahal (Yuniarti et al., 2013).
2.1.2 Komposisi Kimia Ikan Gabus
Ikan gabus (Ophiocephalus striatus atau Channa striata) adalah contoh ikan
air tawar yang mempunyai kandungan protein cukup tinggi. Kadar protein yang
terdapat pada ikan gabus, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ikan jenis lainnya
seperti ikan bandeng, ikan mas, ikan kakap ataupun ikan sarden (Prasetyo et al.,
2012). Ikan gabus memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu mencapai
25,1% sedangkan 6,224% dari protein tersebut berupa albumin. Ikan gabus ini
kurang diminati oleh masyarakat untuk dikonsumsi karena di pengaruhi oleh bentuk
dan bau amis dari gabus itu sendiri (Mustar,2013).
Tabel 1. Komposisi kimia ikan gabus (dalam 100 g bahan)
Komposisi Kimia Jenis Ikan Gabus Segar Ikan Gabus Kering
Dari Tabel 5 diatas, diketahui bahwa kandungan asam amino pada ikan
gabus lebih tinggi dibandingkan kandungan asam amino yang terdapat pada
putih telur. Serbuk albumin ikan gabus memiliki 17 jenis asam amino
(Yuniarti,et.,al, 2013).
Berat rerata residu daging pada fase pre rigor ekstrak ikan gabus dari 100
g daging sebesar 75,45 g, berat rerata residu fase rigor mortis ekstrak ikan gabus
dari 100 g daging sebesar 74,41 g, dan berat rerata residu fase post rigor
ekstrak ikan gabus dari 100 g daging sebesar 72,08 g. Hal ini dapat dilihat dari
nilai F hitung > F tabel 5%. Berdasarkan hasil ANOVA (Analysis of Variant) atau
analisis sidik ragam menunjukkan bahwa fase kesegaran yang berbeda
memberikan pengaruh yang nyata pada parameter kadar albumin (p<0,05). Hasil
uji lanjut dengan BNT secara umum dapat dilihat pada Gambar 5.
36
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan (p<0,05) Gambar 5. Grafik kadar albumin ikan gabus tanpa pengukusan berdasarkan
fase kesegaran ikan
Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat kadar albumin terendah pada fase
post rigor 1,62% dan kadar albumin tertinggi pada fase pre rigor sebesar 3,12%.
Pada perlakuan pre rigor, rigor mortis, dan post rigor terjadi penurunan secara
berurutan. Albumin merupakan protein globular yang mudah mengalami
degradasi. Seiring dengan ini menurunnya fase kesegaran ikan maka nilai kadar
albumin juga ikut turun. Hal ini dipengaruhi oleh degradasi protein miofibril
karena enzim kolagenase yang berperan dalam proses pelunakan tekstur daging
ikan sehingga turut mempercepat proses kemunduran mutu ikan (Rustamaji,
2009).
Berdasarkan penelitian Santoso et al., (2008), diketahui bahwa ekstrak
ikan gabus mengandung protein sebesar 3,37±0,27 (g/100ml), dengan fraksi
terbesarnya adalah albumin sebesar 2,17±0,14 (g/100ml), dan beberapa mineral
seperti Zn,Cu, dan Fe. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan,
maka didapatkan hasil bahwa kadar albumin ikan gabus tanpa penguksan pada
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
pre rigor rigor mortis post rigor
Kad
ar
Alb
um
in
tan
pa
Pen
guku
san
(g
/dL)
3,12±0,14a
2,12±0,08 b
1,62±0,19c
Fase Kesegaran Ikan
37
fase pre rigor lebih tinggi dibanding oleh penelitian yang dilakukan oleh Santoso
et al., (2008).
Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan dari masing-masing perlakuan
dilanjutkan dengan uji BNT (Lampiran 5).
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan (p<0,05)
Gambar 6. Grafik kadar albumin ekstrak ikan gabus dengan pengukusan berdasarkan fase kesegaran ikan
Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat kadar albumin ikan gabus terendah
pada fase post rigor 1,27% dan kadar albumin tertinggi pada fase pre rigor
sebesar 2,74%. Pada perlakuan pre rigor, rigor mortis, dan post rigor terjadi
penurunan secara berurutan. Berdasarkan dari nilai kadar albumin pada tiap fase
kesegaran ikan, didapatkan hasil presentase albumin terekstrak dari 100 g
daging pada fase pre rigor sebesar 87,82%, fase rigor mortis sebesar 95,75%,
dan fase post rigor sebesar 78,39%.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, perlakuan pengukusan
dengan menggunakan waterbath didapatkan hasil esktrak albumin yang lebih
2,74±0,18a
2,03±0,14b
1,27±0,19c
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
pre rigor rigor mortis post rigor
Kad
ar e
kstr
ak A
lbu
min
d
en
gan
Pen
guku
san
(g
/dL)
Fase Kesegaran Ikan
38
tinggi dibanding dengan perlakuan freeze drying dengan menggunakan
ekstraktor vakum. Dimana nilai ekstrak albumin dari dua perlakuan tersebut
dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Nilai ekstrak albumin dari perlakuan pengukusan dan freeze dryer
Aspek
Perlakuan
Pengukusan Freeze drying dengan ekstraktor
vakum
Penelitian
Pengaruh tingkat kesegaran ikan gabus
terhadap kualitas ekstrak albumin dengan metode
pengukusan
Pengaruh konsentrasi
dekstrin terhadap
kualitas crude ekstrak albumin (Yuniar, 2016)
Pengaruh perbedaan suhu
pengeringan spray dryer dan
kombinasi gum arab terhadap kualitas serbuk
albumin (Oktavia, 2016)
Nilai kadar
albumin (%)
2,74 0,78 0,78
Dari tabel 6 diatas, dapat diketahui bahwa nilai kadar albumin dari dua
perlakuan pengukusan dengan menggunakan waterbath dibandingkan dengan
freeze drying dengan menggunakan ekstractor vakum, didapatkan hasil kadar
albumin lebih tinggi pada perlakuan pengukusan yaitu 2,74.
Albumin merupakan salah satu protein sederhana dalam plasma darah.
Albumin merupakan protein globular yang mudah mengalami degradasi. Seiring
dengan ini menurunnya fase kesegaran ikan maka nilai kadar albumin juga ikut
turun. Hal ini dipengaruhi oleh degradasi protein miofibril karena enzim
kolagenase yang berperan dalam proses pelunakan tekstur daging ikan sehingga
turut mempercepat proses kemunduran mutu ikan. Secara umum didefinisikan
sebagai enzim yang mampu mendegradasi ikatan polipeptida dari kolagen saat
39
protein belum mengalami denaturasi. Aktivitas enzim ini sangat berpengaruh
terhadap proses kemunduran mutu ikan (Rustamaji, 2009).
Penurunan nilai kadar albumin, disebabkan karena adanya proses
denaturasi pada sebagian protein setelah adanya proses pemanasan. Albumin
sendiri adalah protein globular dimana pada fase rigor mortis protein miofibril
berkontraksi membentuk aktomiosin, jarak antar protein perlahan mengecil
(Wibowo et., al, 2014).
Kadar albumin akan mengalami penurunan karena adanya proses
pemanasan. Seperti yang telah diketahui bahwa albumin merupakan bagian
protein yang peka terhadap panas dan akan mengalami penurunan seiring
meningkatnya suhu karena terjadi perubahan struktur dan penurunan sifat
fungsionalnya. Protein ikan gabus segar mencapai 25,1% sedangkan 6,224%
dari protein tersebut berupa albumin. Sedangkan albumin termasuk protein
globuler yang mudah rusak oleh pemanasan (Suprayitno, 2006).
4.2.2 Kadar Protein
Protein merupakan senyawa organik yang besar yang mengandung atom
karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Beberapa diantaranya mengandung
sulfur, posfor, besi atau mineral lain. Analisa protein bertujuan untuk mengetahui
jumlah protein pada ikan gabus. Perlakuan dengan cara pemanasan memang
diharapkan untuk memutuskan ikatan tertentu sehingga dapat menyebabkan
protein ikan terdenaturasi dan meningkatkan daya cerna akan tetapi juga akan
terjadi penurunan kadar protein (Mustar, 2013).
Nilai kadar protein dari ekstrak ikan gabus dengan pengukusan dari fase
ikan yang berbeda berkisar antara 2,69% hingga 5,92%. Kadar protein terendah
pada fase post rigor sebesar 2,69%, kadar protein tertinggi pada fase pre rigor
sebesar 5,92%. Berdasarkan hasil ANOVA (Analysis of Variant) atau analisis
sidik ragam menunjukkan bahwa fase kesegaran yang berbeda memberikan
40
pengaruh yang nyata pada parameter kadar protein. Hal ini dapat dilihat dari nilai
F hitung > F tabel 5%, selanjutnya untuk mengetahui perbedaan dari masing-
masing perlakuan dilanjutkan dengan uji BNT (lampiran 6). Secara garis besar
grafik kadar protein disajikan pada Gambar 7.
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan (p<0,05)
Gambar 7. Grafik kadar protein ekstrak ikan gabus berdasarkan fase
kesegaran ikan
Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat kadar protein terendah pada fase
post rigor sebesar 2,69% dan kadar protein tertinggi pada fase pre rigor sebesar
5,92%. Pada perlakuan pre rigor, rigor mortis, dan post rigor terjadi penurunan
secara berurutan .
Penurunan ini disebabkan oleh denaturasi protein yang disebabkan oleh
suhu pemanasan pada suhu 40ºC selama 30 menit. Penurunan kadar protein
diakibatkan adanya flokuasi yaitu penggumpalan dari partikel yang tidak stabil
menjadi partikel yang diendapkan. Flokuasi merupakan tahap awal denaturasi.
Pemanasan menyebabkan protein terdenaturasi. Pada saat pemanasan, panas
5,92±0,42a
4,02±0,59b
2,69±0,42c
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
pre rigor rigor mortis post rigor
Kad
ar P
rote
in (
%)
Fase Kesegaran Ikan
41
akan menembus daging dan menurunkan sifat fungsional protein. Pemanasan
dapat merusak asam amino dimana ketahanan protein oleh panas sangat terkait
dengan asam amino penyusun protein tersebut sehingga hal ini yang
menyebabkan kadar protein menurun dengan semakin meningkatnya suhu
pemanasan (Yuniarti, et., al, 2013).
Penurunan ini juga dipengaruhi pada saat degradasi protein miofibril
karena enzim kolagenase yang berperan dalam proses pelunakan tekstur daging
ikan sehingga turut mempercepat proses kemunduran mutu ikan. Secara umum
didefinisikan sebagai enzim yang mampu mendegradasi ikatan polipeptida dari
kolagen saat protein belum mengalami denaturasi. Aktivitas enzim ini sangat
berpengaruh terhadap proses kemunduran mutu ikan (Rustamaji, 2009).
4.2.3 Kadar Air
Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Air
juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, cita rasa makanan dan bahan pangan yang
lain. Untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagaimana air dalam
bahan harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari beberapa jenis.
Umumnya dilakukan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat
pengering buatan. Pada bahan yang berkadar air tinggi dilakukan evaporasi atau
penguapan (Winarno, 2004).
Menurut Sudarmadji et al. (1989), prinsip penentuan kadar air dengan
metode Thermogravimetri adalah menguapkan air yang ada dalam bahan
pangan dengan jalan pemanasan kemudian menimbang bahan sampai berat
konstan yang berarti semua air sudah diuapkan.
Nilai kadar air dari ektrak ikan gabus dengan pengukusan dari fase ikan
yang berbeda berkisar antara 72,22% hingga 76,42%. Kadar air terendah pada
fase pre rigor sebesar 72,22% dan kadar air tertinggi pada fase post rigor
42
sebesar 76,42%. Berdasarkan uji ANOVA (Analysis of Variant) atau analisis sidik
ragam pada taraf kepercayaan 5% (P<0,05) didapatkan hasil Fhitung < F tabel,
artinya perlakuan fase kesegaran ikan yang berbeda memberikan pengaruh yang
tidak berbeda nyata, secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Kemudian,
dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Secara garis besar disajikan
pada Gambar 8.
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan (p<0,05)
Gambar 8. Grafik kadar air ekstrak ikan gabus berdasarkan fase
kesegaran ikan
Berdasarkan Gambar 8. dapat dilihat kadar air terendah pada fase pre
rigor sebesar 72,22% dan kadar air tertinggi pada fase post rigor sebesar
76,42%. Pada perlakuan pre rigor, rigor mortis, dan post rigor terjadi peningkatan
secara berurutan.
Peningkatan kadar air dari fase pre rigor hingga post rigor disebabkan
oleh daya ikat air. Pada ikan dengan fase pre rigor didapatkan nilai kadar air
72,22±0,57a
73,74±1,62b
76,42±1,74c
70,00
71,00
72,00
73,00
74,00
75,00
76,00
77,00
pre rigor rigor mortis post rigor
Kad
ar A
ir (
%)
Fase Kesegaran Ikan
43
relataif lebih rendah dibanding dengan fase rigor mortis dan post rigor. Pada saat
ikan mengalami fase rigor mortis pH meningkat sehingga daya ikat air akan
menurun. Hal ini dikarenakan sebagian protein pada fase rigor mortis telah
terdenaturasi sehingga pada kondisi tersebut ketika dilakukan pemanasan atau
pengepresan akan menyebabkan sarkomer pecah dan air keluar. Pada fase post
rigor kadar air semakin meningkat, hal ini dikarenakan pada fase ini ikan memiliki
pH basa sehingga protein terdenaturasi, sehingga air akan banyak keluar dari
sarkomer. Karena daya ikat air menurun. Wibowo et al (2014), menjelaskan
bahwa peningkatan kadar air disebabkan karena daging ikan pre rigor
mempunyai daya ikat air lebih tinggi dibandingkan dengan daging rigor mortis
atau post rigor, karena kadar air berhubungan erat dengan perubahan daya ikat
air (WHC). Pada fase pre rigor daya ikat air masih relatif tinggi akan tetapi secara
bertahap menurun seiring dengan menurunnya nilai pH dan jumlah ATP jaringan
otot (kondisi pre rigor mortis).
4.2.4 Rendemen
Rendemen dihitung berdasarkan perbandingan berat akhir dengan berat
awal dikalikan 100%. Perbedaan hasil rendemen dapat didapatkan dari metode
yang berbeda, proses ekstraksi yang berbeda dan bahan pelarut yang
digunakan. Pelarut juga berperan dalam menghasilkan rendemen tinggi karena
pelarut yang digunakan memiliki sifat kepolaran yang sama dengan komponen
yang ada pada bahan tersebut (Sari et al., 2014).
Nilai rendemen dari ekstrak albumin ikan gabus dengan pengukusan dari
fase ikan yang berbeda berkisar antara 24,55% hingga 27,91%. Rendemen
terendah pada fase pre rigor sebesar 24,55% dan rendemen tertinggi pada fase
post rigor sebesar 27,91%. Berdasarkan hasil ANOVA (Analysis of Variant) atau
analisis sidik ragam menunjukkan bahwa fase kesegaran yang berbeda
memberikan pengaruh yang nyata pada parameter rendemen. Hal ini dapat
44
dilihat dari nilai F hitung > F tabel 5%, selanjutnya untuk mengetahui perbedaan
dari masing-masing perlakuan dilanjutkan dengan uji BNT (lampiran 8).Secara
garis besar disajikan pada Gambar 9.
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan (p<0,05)
Gambar 9. Grafik rendemen ekstrak ikan gabus berdasarkan fase kesegaran ikan
Berdasarkan Gambar 9, dapat dilihat nilai rendemen dari ekstrak ikan
gabus dengan pengukusan dari fase ikan yang berbeda berkisar antara 24,55%
hingga 27,91%. Rendemen terendah pada fase pre rigor sebesar 24,55% dan
rendemen tertinggi pada fase post rigor sebesar 27,91%. Peningkatan rendemen
dipengaruhi oleh fase kesegaran ikan yang berbeda. Pada perlakuan pre rigor,
rigor mortis, dan post rigor terjadi peningkatan secara berurutan. Hal ini
dikarenakan tekstur daging dari masing-masing fase berbeda. Semakin lunak
kondisi tekstur daging maka semakin banyak air yang terkandung di dalamnya.
Hal inilah yang mempengaruhi nilai redemen meningkat. Sipayung et al., (2015),
menjelaskan bahwa nilai kadar air sebanding dengan nilai rendemen. Rendahnya
nilai kadar air pada suatu bahan akan menyebabkan nilai rendemen semakin
24,55±0,78a
25,59±1,18b
27,91±1,17c
22,00
24,00
26,00
28,00
30,00
pre rigor rigor mortis post rigor
Ren
dem
en (
%)
Fase Kesegaran Ikan
45
rendah. Semakin kecil kadar air yang dihasilkan menyebabkan penurunan bobot
air bahan, karena air dalam bahan merupakan komponen utama yang
mempengaruhi bobot suatu bahan. Apabila air dihilangkan maka bahan akan
lebih ringan sehingga akan mempengaruhi rendemen produk akhir.
4.2.5 Profil Asam Amino
Asam amino merupakan unit dasar struktur protein. Suatu asam amino α
terdiri dari gugus amino, gugus karboksil, atom H, dan gugus R tertentu yang
semuanya terikat pada atom karbon α. Atom karbon ini disebut α karena
bersebelahan dengan gugus karboksil (asam). Gugus R menyatakan rantai
samping. Umumnya pada protein ditemukan 20 jenis rantai samping bervariasi
dalam ukuran dan bentuk. Contohnya asam amino yang paling sederhana adalah
glisin, hanya mempunyai 1 rantai hidrogen sebagai rantai samping. Asam amino
alanin, dengan gugus metil sebagai rantai samping (Sari, 2007). Kadar asam
amino ekstrak ikan gabus pada perlakuan fase kesegaran ikan dapat dilihat pada
dan lisin. Asam amino pada ekstrak ikan gabus ini ada 15 macam. Beberapa
jenis asam amino lainnya yang belum terdapat dalam sampel dimungkinkan
karena terjadi denaturasi akibat proses pemanasan selama proses pengambilan
ekstrak yaitu dengan cara pengukusan, sehingga beberapa jenis asam amino
lainnya tidak terkandung dalam sampel.
4.3 Penentuan Nilai Terbaik
Perlakuan terbaik ditentukan dengan menggunakan analisa De Garmo pada
setiap parameter uji (rendemen, kadar albumin, kadar protein dan kadar air).
47
Menurut Tanjung dan Kusnadi (2015), Pemilihan perlakuan terbaik didapati
dengan menggunakan metode indeks efektifitas ditentukan oleh panelis terhadap
parameter kimia dan fisik serta organoleptik. Data panelis yang telah diperoleh
pembobotannya kemudian dilakukan perhitungan menggunakan metode indeks
efektifitas atau metode De Garmo. Hasil analisis De Garmo ekstrak albumin ikan
gabus (Lampiran 9).
Penentuan nilai terbaik dari ekstrak albumin ikan gabus dengan pengukusan
dari fase kesegaran yang berbeda didasarkan pada parameter utama yaitu kadar
albumin. Sedangkan parameter lainnya seperti kadar protein dan rendemen
merupakan parameter pendukung. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
dihasilkan kadar albumin terbaik didapatkan pada nilai kadar yang tertinggi yaitu
pada fase pre rigor memiliki kadar albumin sebesar 2,74%, kadar protein sebesar
5,92%. Sedangkan nilai kadar air dan rendemen terbaik dilihat pada nilai kadar
yang terendah. Dimana nilai kadar air terendah didapat pada fase pre rigor
sebesar 72,22% sedangkan nilai terendah rendemen didapat oleh fase pre rigor
sebesar 24,55%.
48
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Semakin rendah tingkat kesegaran ikan, berpengaruh pada kadar ekstrak
albumin ikan gabus yang dihasilkan.
2. Ekstrak albumin ikan gabus yang terbaik pada fase pre rigor dengan kadar
albumin sebesar 2,74%, kadar protein 5,92%, rendemen 24,55%, kadar air
72,22% dan serta terdapat asam amino yang tersusun didalamnya.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang cara lain mendapatkan
karakteristik ekstrak albumin terbaik, kebutuhan albumin dalam tubuh
manusia serta penelitian lanjutan tentang masa simpan ekstrak albumin ikan
gabus (Ophicephalus striatus).
49
DAFTAR PUSTAKA
Anggira, I. P. A., T.D, Sulistyati dan E. Suprayitno. 2013. Pengaruh Lama Pengeringan Vakum Terhadap Kualitas Serbuk Albumin Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus). Jurnal Teknologi Hasil Perikanan. Universitas Brawijaya. 1(1) : 93-102
AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical
Chemist, Washington D.C. Hal 1673. Asfar, M., A.B. Tawall, N. Nurlallah and M. Mahendradatla. 2014. Extraction of
albumin of snakehead fish (Channa striatus) in producing the fish protein
concentrate (fpc). International journal of scientific and technology research. 3 (1): 83-88.
Aulanni’am. 2005. Protein dan Analisisnya. Malang : Mentari Group. Dewi, I.N. dan M. Ester. 2001. Keseimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam Basa
(Edisi Kedua). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 285 hlm. Hermiastuti, M. 2013. Analisis Kadar Protein dan Identifikasi Asam Amino Pada
Ikan Patin (Pangasius djambal).Skripsi.Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Jember. Hal 16-30. Jaedun, A. 2011. Metodologi Penelitian Eksperimen. Fakultas Teknik UNY.
Makalah disampaikan pada kegiatan in service I pelatihan penulisan artikel ilmiah yang diselenggarakan oleh LPMP provinsi daerah istimewa Yogyakarta. Hal 3-4.
Kusumaningrum, G.A., M.A. Alamsjah Dan E.D. Masithah. 2014. Uji Kadar
Albumin Dan Pertumbuhan Ikan Gabus (Channa Striata) Dengan Kadar Protein Pakan Komersial Yang Berbeda.Fakultas Perikanan Dan Kelautan Universitas Airlangga. Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan 6 (1) : 25-31.
Liviawaty, E. Dan E. Afrianto. 2014. Penentuan Waktu Rigor Mortis Ikan Nila
Merah (Oreochromis Niloticus). Berdasarkan Pola Perubahan Derajat Keasaman. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjajaran. Jurnal Akuatika 5 (1) : 42-46.
Mulyadi, A. F., M. Effendi dan J. M. Maligan. 2011. Modul Teknologi Pengolahan
Ikan Gabus. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Hal 3.
Murrachman. 2006. Diktat Kuliah. Fish Handling.Fakultas Perikanan dan Ilmu Klelautan.Universitas Brawijaya Malang. Hal 33-34.
Murwani, R. 2010. Modul Perkuliahan Mata Kuliah Biokimia. Fakultas Peternakan
Universitas Diponegoro. Semarang. Hal 2. Mustar.2013. Studi Pembuatan Abon Ikan Gabus (OphiocephalusStriatus)
Sebagai Makanan Suplemen. Fakultas PertanianUniversitas Hasanuddin. Makassar.Hal 1.
50
Noghuchi, E. 1972. Utilization of Marine Product.Freshness of Fish Meat.Text book of Marine Fisheries Research Course.Overseas Technical Cooperation Agency Government of Japan.Hal 18.
Nugroho, M. 2012. Pengaruh Suhu dan Lama Ekstraksi Secara Pengukusan
terhadap Rendemen dan Kadar Albumin Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus). Jurnal Teknologi Pangan. 3 (1): 67-81
Nugroho, M. 2013. Uji Biologis Ekstrak Kasar Dan Isolat Albumin Ikan Gabus (Ophiocephalus Striatus) Terhadap Berat Badan Dan Kadar Serum Albumin Tikus Mencit. Jurnal Teknologi Pangan 5 (1) : 13-17.
Poedjiadi, A dan F.M. Titin. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press: Jakarta. Hal
109-115. Prasetyo, M.N, N. Sari, C.S. Budiyati. 2012. Pembuatan Kecap dari Ikan Gabus
secara Hidrolisis Enzimatis menggunakan Sari Nanas.Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 1 (1) : 329-330.
Rustamaji. 2009. Aktivitas Enzim katepsin dan kolagenase dari daging ikan
bandeng (Chanos chanos Forkskall) selama periode kemunduran mutu ikan.Skripsi.FPIK.Institut Pertanian Bogor.Hal 22.
Santoso , A.H., M. Astawan, dan T. Wresdiyanti. 2008. Potensi Ekstrak Ikan
Gabus (Channa striata) sebagai Stabilisator Albumin, SGOT dan SGPT Tikus Yang Diinduksi dengan Parasetamol Dosis Toksis “The Potential of Sbakehead Fish’s (Channa striata)Extract as a Stabilitator Albumin,
SGOT and SPGT in Rats Induced with Toxic Dose of Paracetamol. Jurnal Gizi. Fakultas Pertanian Bogor
Sari, D. K., S. A. Marliyati, L. Kustiyah, A. Khamsan, dan T. M. Gantohe. 2014.
Uji Organoleptik Formulasi Biskuit Fungsional Berbasis Tepung Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus). Jurnal Argitech. 4 (2). Hal 121-126.
Sastrohamidjojo, H. 2005. Kimia Organik: Stereokimia, Karbohidrat, Lemak, dan
Protein. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Hal 118Sediaoetama, AD. 2012. Ilmu Gizi. Jilid 1. Dian Rakyat. Jakarta. Hal. 53
Subagyo, W. C. 2014. Karakteristik Protein Daging Sapi Bali dan Wagyu setelah direbus. Thesis. Program Pascasarjana. Universitas Udayana. Hal 18
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1884. Prosedur Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Hal 98.
Sudarmadji, S., B. Haryono., Suhardi.1989. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta.Hal 120. Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1997. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Hal 172. Sugiarti, M., A.D. Anggo dan P.H Riyadi. 2014. Efek Perendaman pada Suhu
Undercooking dan Metode Cooking terhadap Pengurangan Kadar Formalin
51
pada Cumi – Cumi (Loligo sp.). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan 3 (2): 90-98.
Sumarno. 2012. Albumin Ikan Gabus (Snakehead fish) dan Kesehatan. Jurnal
Ilmiah Agri Bios. Vol. 10 (1) : 60-63.
Suprayitno, E. 2003. Penyembuhan Luka dengan Ikan Gabus. Fakultas
Perikanan Universitas Brawijaya. Malang. Hal 3-5 Suprayitno, E. 2008. Albumin Ikan Gabus untuk Kesehatan. Artikel disampaikan
pada seminar Nasional Suprayitno, E. 2014. Profile albumin fish cork (Ophicephalus striatus) of different
ecosystems: 202. International Journal of Current Research and Academic Review. 2 (12) : 200-205.
Suwetja, I.K. 2011. Biokimia Hasil Perikanan. Media Prima Aksara. Jakarta. hlm
17-19. Tanjung, Y.L.R dan J. Kusnadi. 2015. Biskuit Bebas Gluten dan Bebas Kasein
Bagi Penderita Autis. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3 (1): 11-22.
Triyono, A. 2010. Mempelajari Pengaruh Penambahan Beberapa Asam pada Proses Isolasi Protein terhadap Tepung Protein Isolat Kacang Hijau (Phaseolus Radiatus L.). Disampaikan pada seminar rekayasa kimia dan
proses. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang. Hlm. 1-9.
Ulandari, A., D. Kurniawan., dan A.S.Putri. 2011. Potensi Protein Ikan Gabus
Dalam Mencegah Kwashiorkor Pada Balita Di Provinsi Jambi. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Jambi.
Wibowo, I.R, Y.S. Darmanto dan A.P. Anggo. 2014. Pengaruh Cara Kematian
Dan Tahapan Penurunan Kesegaran Ikan Terhadap Kualitas Pasta Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. Vol. 3 (3): 95-103.
Winarno, F.G. 2004.Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta. Hal 65-67. Yuniarti, D.W., T.D. Sulistiyati dan E. Suprayitno. 2013. Pengaruh Suhu
Pengeringan Vakum terhadap Kualitas Serbuk Albumin Ikan Gabus (Ophiocephalus Striatus). Thpi Student Journal 1 (1): 1-11
Zakaria, R. 2008. Kemunduran Mutu Ikan Garami (Osphronemus gouramy)
Pasca Panen Pada Penyimpanan Suhu Chilling. Skripsi.FPIK.Institut Pertanian Bogor.Hal 9.
52
Lampiran 1. Prosedur Analisa Kadar Albumin (Aulanni’am, 2005)
10ml sampel ditambah dengan 8 ml reagen citrate buffer 95 mmol/L
Dipanaskan pada suhu 370C selama 10 menit.
Dinginkan kemudian ukur dengan spektronik 20 dengan panjang
gelombang 550 nm dan catat absorbansinya.
Hitung hasilnya dengan rumus.
y= 1.021x+0.009 ; satuan g/L dan r=0,997
53
Lampiran 2. Prosedur Analisa Kadar Protein (Sudarmadji et al., 1984)
1. Ambil 10 ml larutan protein dan masukkan ke dalam labu takar 100 ml dan
encerkan dengan aquades sampai tanda.
2. Ambil 10 ml dari larutan ini dan masukkan ke dalam labu Kjeldahl 500 ml
dan tambahkan 10 ml H2SO4 (93-98% bebas N). Tambahkan 5 gram
campuran Na2SO4- HgO (20 : 1) untuk katalisator.
3. Didihkan sampai jernih dan lanjutkan pendidihan 30 menit lagi. Setelah
dingin, cucilah dinding labu Kjeldahl dengan aquades dan didihkan lagi
selama 30 menit.
4. Setelah dingin tambahkan 140 ml aquades dan tambahkan 35 ml larutan
NaOH- Na2S2O3 dan beberapa butiran zink.
5. Kemudian lakukan distilasi. Distilat ditampung sebanyak 100 ml dalam
erlenmeyer yang berisi 25 ml larutan jenuh asam borat dan beberapa tetes
indikator metil merah / metilen biru.
6. Titrasi larutan yang diperoleh dengan 0,02 N HCl.
7. Hitunglah total N atau % protein dalam contoh.
8. Perhitungan jumlah total N
Jumlah N total =
f = faktor pengenceran, dalam contoh petunjuk ini besarnya f = 10
54
Lampiran 3.Prosedur Analisa Kadar Air Metode Thermogravimetri (Sudarmadji et al., 1989)
Botol timbang yang bersih dengan tutup setengah terbuka
dimasukkan kedalam oven dengan suhu 105°C selama 24 jam.
Botol timbang dikeluarkan dari dalam oven dan segera ditutup
kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit
Ditimbang botol timbang dalam keadaan kosong (A).
Ditimbang sampel atau bahan yang telah dihaluskan sebanyak 2
gram (B) dan dimasukkan dalam botol timbang yang telah diketahui
beratnya.
Dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105°C selama 2 jam tergantung
bahannya. Kemudian dinginkan dalam desikator selama 15 menit
1. Ditimbang berat botol timbang dan sampel (C)
Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam bahan.
Rumus perhitungan kadar air dalam bahan pangan sebagai
berikut.
Kadar Air =
55
Lampiran 4. Analisa profil Asam Amino dengan HPLC (Hermiastuti, 2013)
Diambil 60mg sampel + 4 ml HCL 6 M
Dipanaskan selama 24 jam dengan suhu 1100C
Dinetralkan (pH = 7) dengan NaOH 6 M hingga 10 ml
Disaring dengan kertas saring Whatman 0,2 c
Diambil 60mg25 µL larutan sampel ditambah larutan OPA