Top Banner
PENGARUH TEHNIK RELAKSASI PERNAFASAN DIAFRAGMA TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DERAJAT II 6
30

Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Derajat II

Jul 28, 2015

Download

Documents

Anang Satrianto
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Derajat II

PENGARUH TEHNIK RELAKSASI PERNAFASAN DIAFRAGMA TERHADAP

PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DERAJAT II

6

Page 2: Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Derajat II

PENGARUH TEHNIK RELAKSASI PERNAFASAN DIAFRAGMA TERHADAP

PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DERAJAT II

2.1 Konsep Hipertensi

2.1.1 Definisi

Hipertensi didefinisikan sebagai suatu peningkatan tekanan darah tertentu,

yaitu diatas tingkat tekanan darah tersebut dengan memberikan pengobatan

akan menghasilkan lebih banyak manfaat dibandingkan dengan tidak

memberikan pengobatan (Arjatmo, 2001).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada

pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa

oleh darah terhambat sampai kejaringan tubuh yang membutuhkannya (Lanny

Sustrani, 2004:12).

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau tekanan

darah distolik 90 mmHg atau lebih sedang dalam pengobatan antihipertensi (Arif

Mansjoer, 2000:518).

Menurut WHO (1978), batas tekanan darah yang masih dianggap normal

adalah 140/90 mmHg atau tekanan darah yang sama dengan atau diatas 160/95

mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Tekanan darah diantara normotensi dan

hipertensi disebut borderline hypertension.

2.1.2 Klasifikasi Hipertensi

Menurut Arief Mansjoer (2000:518), berdasarkan penyebabnya hipertensi

dibagi menjadi dua golongan,yaitu:

a. Hipertensi essensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui

penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus.

Banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas

7

Page 3: Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Derajat II

susunan saraf simpati, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na,

peningkatan Na dan Ca intraseluler, dan faktor-faktor yang meningkatkan

resiko seperti obesitas, alkohol, merokok serta polisitemia.

b. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus.

Penyebab spesifiknya diketahui seperti gangguan estrogen, penyakit ginjal,

hipertensi vascular renal, hiperaldosteronnisme primer, dan sindrom Cushing,

feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan

kehamilan dan lain-lain.

Klasifikasi lain yang digunakan dengan memasukkan tekanan arteri sistolik

dan diastolik sebagai berikut :

1. Normotensi, bila sistolik 120-<140 mmHg dan diastolik 80-<90 mmHg.

2. Borderline, bila sistolik 140-160 mmHg dan diastoliknya 90-<95 mmHg.

3. Hipertensi bila sistoliknya 160 mmHg dan diastoliknya >95 mmHg.

Klasifikasi hipertensi menurut WHO, 1997 adalah :

a. Normotensi, bila sistoliknya <140 mmHg dan diastoliknya <90 mmHg.

b. Perbatasan, bila sistoliknya 141-159 mmHg dan diastoliknya 91-94 mmHg.

c. Hipertensi, bila sistoliknya > 160 mmHg dan diastoliknya >95 mmHg.

Tabel 1 : Klasifikasi Tekanan Darah untuk yang Berumur 18 Tahun atau Lebih

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optomal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

Normal - tinggi 130-139 85-89

Hipertensi Derajat I 140-159 90-99

Derajat II 160-179 100-109

Derajat III ≥ 180 ≥ 110

Arjatmo Tjokronegoro(2001:454).

8

Page 4: Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Derajat II

2.2 Penyebab Hipertensi

Menurut Leonard Marvyn (1995:35), ada beberapa penyebab yang

mendukung terhadinya hipertensi yaitu faktor yang dapat dikontrol dan faktor

yang tidak dapat dikontrol.

Faktor yang dapat dikontrol meliputi :

1. Kelebihan protein dalam diet.

Terlalu banyak protein dapat menyebabkan pengentalan aliran darah.

Lemak daging kaya akan kolesterol, semakin kental cairan, semakin sulit

mengalir, dan semakin besar pula tekanan yang dibutuhkan untuk

memaksanya melewati pembuluh yang sempit.

2. Kelebihan pemasukan lemak hewan yang menyebabkan kolesterol

menumpuk pada dinding pembuluh darah.

Lemak yang diperoleh dari makanan hewan padat dan keras seperti lilin.

Sebaliknya lemak yang berasal dari sereal, biji-bijian dan sayuran

berbentuk cairan seperti minyak benih gandum. Bila lemak hewan

tertumpuk terlalu banyak dalam tubuh maka akan menyumbat sebagian

dari pembuluh darah sehingga menyebabkan tekanan darah yang

mengalirr meningkat.

3. Makanan tak bervitamin yang mengganggu keseimbangan kelenjar.

Bila diet kekurangan nilai vitamin dan mineral penting, kelenjar endokrin

akan gagal berfungsi dengan efisien. Kelenjar ini gagal mengeluarkan

bermacam hormon ke dalam aliran darah dan seluruh susunan kimiawi

tubuh terganggu.

4. Terlalu banyak garam dalam diet.

Pemasukan garam yang tinggi dapat menaikkan tekanan darah. Bagian

garam yang menyebabkan hipertensi adalah sodium yang juga terdapat

pada bubuk pengembang kue.

9

Page 5: Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Derajat II

5. Pemasukan kalori yang tinggi dapat menyebabkan kelebihan berat

badan.

Setiap makan kita membutuhkan darah untuk mencernanya. Semakin

banyak makan semakin banyak jumlah darah yang diperlukan. Dengan

kata lain semakin banyak makan semakin berat tugas jantung, ginjal dan

mekanisme sirkulasi.

6. Bahaya stress yang tidak boleh diabaikan.

Stress bisa bersifat fisik maupun mental, namun sulit untuk

membedakannya. Bentuk stress dapat berupa situasi yang mengancam

hidup atau masalah yang timbul. Yang terjadi adalah jantung berdenyut

lebih kuat atau lebih cepat. Kelenjar seperti tiroid dan adrenalin bereaksi

dengan meningkatkan pengeluaran hormon aktif mereka, sehingga

kebutuhan akan otak akan darah juga meningkat.

7. Merokok

Tembakau mempunyai efek yang cukup besar. Pada prinsipnya efek

tersebut merupakan penyempitan pembuluh darah, melalui lapisan otot

pembuluh itu. Sirkulasi darah terhadap nikotin dengan penyempitan

pembuluh darah diikuti dengan kenaikan tekanan darah.

Sedangkan faktor yang tidak dapat dikontrol, meliputi :

1. Keturunan

2. Jenis kelamin

3. Umur

Untuk hipertensi sekunder menurut Arief Manjoer (2001:518) dapat disebabkan

oleh:

1. Penggunaan estrogen

2. Penyakit ginjal

3. Hipertensi vaskuler renal

10

Page 6: Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Derajat II

4. Hiperaldosteronisme primer

5. Sindrom chushing

6. Feokromositoma

7. Koarktasio aorta

8. Kehamilan

2.3 Gejala Klinis Pada Penderita Hipertensi

Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala.

Kadang hipertensi primer berjalan tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah

terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung

(Arief Manjoer, 2000:519).

Gejala-gejala hipertensi bervariasi pada masing-masing individu dan hampir

sama dengan gejala penyakit lainnya, adapun menurut Lanny Sustrani (2004:12)

gejala hipertensi tersebut antara lain:

1. Sakit kepala

2. Jantung berdebar-debar

3. Sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban berat

4. Mudah lelah

5. Penglihatan kabur

6. Wajah memerah

7. Hidung berdarah

8. Sering buang air kecil, terutama di malam hari

9. Telinga berdering (tinnitus)

10. Dunia terasa berputar (vertigo)

11

Page 7: Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Derajat II

Sedangkan menurut Arief Manjoer (2000:518-519) gejala-gejala hipertensi

meliputi:

1. Rasa berat di tengkuk

2. Sukar tidur

3. Cepat marah

4. Mata berkunang-kunang dan pusing.

2.4 Patofisiologi Hipertensi

Tekanan darah berarti tenaga yang digunakan oleh darah terhadap setiap

satuan daerah dinding pembuluh tersebut. Tekanan darah dipengaruhi oleh

curah jantung dan tahanan perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi curah

jantung dan tahanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah. Pada dasarnya,

awal dari suatu kelainan tekanan darah tinggi disebabkan oleh peningkatan

aktifitas pusat vasomotor dan meningkatnya kadar norepineprin plasma sehingga

terjadi kegagaglan system pengendalian tekanan darah yang meliputi, tidak

berfungsinya reflek baroreseptor ataupun kemoreseptor. Epineprin adalah zat

yang disekresikan pada ujung-ujung saraf simpatis atau saraf vasokonstriktor

yang langsung bekerja pada otot polos pembuluh darah sehingga menyebabkan

vasokonstriksi (Guyton: 1990). Impuls baroreseptor menghambat pusat

vasokonstriktor di medulla oblongata dan merangsang pusat nervus vagus.

Efeknya adalah vasodilatasi di seluruh system sirkulasi perifer dan menurunyya

frekuensi dan kekuatan kontraksi. Oleh karena itu, perangsangan baroreseptor

oleh tekanan di dalam arteri secara reflek menyebabkan penurunan tekanan

arteri. Sebaliknya, tekanan darah mempunyai efek naik kembali ke normal

( Guyton, 1990: 198). Sedangkan mekanisme reflek kemoreseptor berlangsung

jika terjadi perubahan kimia darah seperti rendahnya kadar oksigen,

meningkatnya kadara karbon dioksida dan hydrogen atau menurunnya pH.

12

Page 8: Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Derajat II

Keadaan ini merangsang reseptor kimia yang terdapat di sinus caroticus untuk

mengirim rangsang yang berjalan didalam Herving´s nerve dan saraf vagus ke

pusat vasomotor di area pressor atau vasokonstriktor, yang juga terdapat bagian

cardioaccelelator yang mengeluarkan rangsang yang berjalan dalam saraf

simpatis menuju ke jantung, dan area vasokonstriktor mengirim rangsang

kepembuluh darah sehingga menyebabkan pengecilan diameter pembuluh

darah. Tidak berfungsinya kedua reflek tersebut mengakibatkan pusat vasomotor

di batang otak menjadi hiperaktif (Dr. Ibnu Masud. 1989:119).

Pusat vasomotor terletak bilateral di dalam substansia retikularis sepertiga

bawah pons dan dua pertiga atas medulla oblongata. Pusat ini mengirimkan

impuls ke bawah melalui medulla spinalis dan serabut vasokonstriktor kesemua

pembuluh darah di dalam tubuh. Pusat vasomotor bersifat tonically active, yaitu

mempunyai kecenderungan untuk selalu mengirimkan impuls saraf. Saat pusat

vasomotor mengatur tingkat penyempitan pembuluh darah, ia juga mengatur

aktivitas jantung. Bagian lateral mengirimkan impuls eksitasi melalui serabut

saraf simpatis ke jantung untuk meningkatkan frekuensi dan kontraktilitas

jantung, bagian medial yang terletak dekat nucleus motoris dorsalis nervus

vagus, mengirim impuls melelui nervus vagus ke jantung untuk menurunkan

frekuensi jantung. Namun bila beberapa impuls saraf yang turun melalui nervus

vagus ke jantung dan dapat memintasi bagian vasokonstriktor pusat vasomotor

tersebut. Hipotalamus juga mempengaruhi system vsokonstriktor karena dapat

menimbulkan efek eksitasi dan inhibisi. Bagian posterolateral hipotalamus

menyebabkan eksitasi, sedangkan bagian anterioir menyebabkan eksitasi atau

inhibisi, tergantung bagian mana yang dirangsang ( Guyton, 1990: 190-191)

Pengendalian tekanan darah yang dilakukan oleh renin-agiotensin diawali

dengan disekresinya bahan renin oleh juxtaglomerular cell yang terdapat pada

dinding arteriola aferen yang telah mengadakan penyatuan dengan macula

13

Page 9: Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Derajat II

densa di dinding tubulus distalis. Maka terjadi perubahan angiotensinogen

menjadi angiotensin I dan dalam sirkulasi pulmonal angitensin I diubah menjadi

angiotensin II. Selanjutnya bahan ini yang berperan terhadap terjadinya

perubahan tekanan darah. Angiotensin II mempengaruhi dan merangsang pusat

haus pada hypothalamus dalam otak sehingga meningkatkan masukan air dan

merangsang pusat vasomotor sehingga meningkatkan rangsangan saraf simpatis

pada arteriola myocardium dan pacu jantung. Angiotensin II juga memiliki

kemampuan merangsang bagian cortex kelenjar adrenalis, sehingga

memproduksi aldosteron yang meningkatkan reabsorbsi air natrium pada tubulus

distalis, sehingga terjadi proses retensi air dan natrium yang menyebabkan

kenaikan volume darah (Guyton, 1990: 202). Angiotensin merupakan zat

vasokonstriktor yang paling kuat, satu persepuluh juta gram saja dapat

meningkatkan tekanan arteri pada manusia sebesar 10 sampai 20 mmHg

(Guyton: 1990). Teori yang menerangkan mekanisme sekresi rennin oleh

juxtaglomerular cell ialah: intrarenal arteriolar baroreceptor theory yang

menjelaskan bahwa jika tekanan arteriola aferen menurun, maka strech reseptor

pada dinding arteriola aferen menjadi aktif yang menyebabkan juxtaglomerular

cell mengeluarkan rennin. Teori macula densa menjelaskan bahwa jika terjadi

peningkatan ekskresi ion natrium pada tubulus distalis, terjadi perubahan pada

sel macula densa sehingga terjadi perubahan aktivitas yang menyebabkan

rangsang pada juxtaglomerular cell untuk mengeluarkan rennin. Serta rangsang

simpatis pada juxtaglomerular cell dapat mensekresi rennin (Guyton, 1990: 202

Pada sistem hemodinamik hormon yang berperan mengatur volume darah

antara lain aldosteron dan antideuretik hormone (ADH). Aldosteron bekerja

secara sekunder setelah menghambat ekskresi natrium di bagian tubulus distal

dan kemudian meningkatkan nilai osmotik intravaskuler dan terjadi difusi cairan

interstitial ke intravaskuler, sehingga volume meningkat. Sedangkan antideuretik

14

Page 10: Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Derajat II

hormon dapat meningkatkan volume darah melaui efek langsung dengan

reabsorbsi air di bagian tubulus distal dan ductus collagens, sehingga

menurunkan volume ekskresi air melalui ginjal. Dengan meningkatnya volume

darah, maka terjadilah kenaikan aliran balik vena yang selanjutnya

mempengaruhi isi akhir diastolik, tekanan pengisian jantung dan kekuatan

kontraksi jantung. Anti deuretik hormon juga mampu menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah dan meningkatkan tahanannya (Gyton, 1990:

207).

Ketidak seimbangan factor diatas yang menyebabkan terjadinya

peningkatan tekanan darah. Selain faktor yang telah disebutkan diatas, faktor

lingkungan seperti stress psikososial, obesitas sehingga menyebabkan timbunan

plak pada pembuluh darah, alkohol, merokok dan kurang olah raga juga

berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi.

2.5 Bahaya dan Komplikasi

Tekanan darah yang tinggi sangat berpengaruh buruk terhadap pembuluh

jantung. Apabila terjadi terkanan darah yang tinggi secara terus-menerus pada

pembuluh darah maka jantung akan terpaksa bekerja dengan keras lagi untuk

mengimbanginya. Jantung harus memompa darah lebih cepat lagi dari keadaan

normal. Bila hal ini terjadi dalam waktu yang lama maka jantung akan

membengkak dan terus bekelanjutan maka jantung akan melemah dan tidak

sanggup lagi mengirimkan darah sehingga dalam waktu yang lama akan terjadi

gagal jantung yang disusul dengan sesak napas kemudian tubuh akan

membengkak karena pembuluh darah tidak mampu mengalirkan cairan dengan

baik ke sel tubuh (Leonard Marvyn, 1995:6-13).

15

Page 11: Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Derajat II

Peningkatan aktivitas pusat vasomotor dan peningkatan tahan perifer total

menimbulkan iskemia ginjal sehingga terjadi penurunan laju filtrasi glumerolus

(Masud: 1989:116).

Komplikasi lain adalah terganggunya dinding pembuluh darah arteri. Arteri

yang terkena adalah arteri otot jantung, aorta, pembuluh darah otak, pembuluh

darah retina. Dinding pembuluh darah tersebut mengalami penimbunan lemak

karena lemak yang seharusnya dihancurkan atau dilarutkan menjadi menetap

akibat fungsi pembuluh darah yang sudah rusak, sehingga dinding pembuluh

darah itu mengalami kekakuan atau tidak elastis lagi yang disebut dengan

aterosklerosis. Jika hal ini dibiarkan, maka dapat terjadi pembekuan pembuluh

darah yang sangat berbahaya. Bila terjadi pembekuan pembuluh darah di otak

dapat mengakibatkan kelumpuhan sebagian atau seluruh tubuh bahkan

kematian secara tiba-tiba. Bila terjadi pada mata, maka akan mengalami rabun

atau buta. Bila terjadi pada ginjal, fungsi ginjal akan terganggu bahkan rusak

(Leonard Marvyn, 1995:18-24).

2.6 Pengobatan Hipertensi

2.6.1 Farmakologis

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja,

tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi. Sasaran

penurunan tekanan darah adalah kurang dari 140/90 mmHg dengan efek

samping minimal. Sedangkan pengobatan hipertensi umumnya dilakukan seumur

hidup penderita.

Jenis obat anti hipertensi yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

1. Diuretika

Diuretika merupakan obat yang memperbanyak kencing, mempertinggi

pengeluaran garam (NaCl). Dengan turunnya kadar Na, maka tekanan darah

16

Page 12: Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Derajat II

akan turun, dan efek hipotensifnya kurang kuat. Obat yang sering digunakan

adalah obat yang daya kerjanya panjang sehingga dapat digunakan dosis

tunggal, diutamakan diuretika yang hemat kalium. Obat yang banyak beredar

adalah Spironolactone, HCT, Chlortalidone dan Indopanidae (Lany Gunawan,

2001).

Perlu diketahui bahwa efek samping diuretik adalah berkurangnya kalium dan

magnesium, yang berakibat kemungkinan meningkatnya kadar kolesterol,

encok, gangguan fungsi (disfungsi) seksual pria, dan yang paling fatal adalah

terjadinya payah jantung (Lanny Sustrani, 2004:46).

2. Alfa-blocker

Alfa-blocker adalah obat yang dapat memblokir reseptor alfa dan

menyebabkan vasodilatasi perifer serta turunnya tekanan darah. Karena efek

hipitensinya ringan, sedangkan efek sampingnya agak kuat, misalnya

hipotensi ortossatik dan tachycardia, maka jarang digunakan. Obat yang

termasuk dalam jenis Alfa-blocker adalah Prazosin dan Terazosin (Lany

Gunawan, 2001). Efek sampingnya berupa pening, pingsan, mual, sakit

kepala, dan jantung berdebar-debar (Lanny Sustrani, 2004:49).

3. Beta-blocker

Mekanisme kerja obat Beta-blocker belum diketahui dengan pasti. Diduga

kerjanya berdasarkan beta blokase pada jantung sehingga mengurangi daya

dan frekuensi kontraksi jantung. Dengan demikian, tekanan darah akan

menurun dan daya hipotensinya baik. Obat yang terkenal dari jenis Beta-

blocker adalah Propanolol, Atenolol, Pindolol dan sebagainya (Lany

Gunawan, 2001).

Efek sampingnya berupa debar jantung melambat, pening, kepal terasa

ringan, kelelahan, sulit tidur (insomnia), gangguan pencernaan, mual, muntah

17

Page 13: Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Derajat II

dan badan merasa kedinginan. Efek samping lain yang serius tetapi jarang

terjadi adalah depresi,disorientasi, kecemasan, penurunan gairah seksual

dan impotensi, nyeri dada, sirkulasi darah terganggu, dan payah jantung Bila

pasien mengidap penyakit jantung (Lanny Sustrani, 2004:46).

4. Obat yang bekerja sentral

Obat yang bekerja sentral dapat mengurangi pelepasan noradrenalin

sehingga menurunkan aktivitas saraf adrenergic perifer dan turunnya tekanan

darah. Penggunaan obat ini perlu memperhatikan efek hipotensi ortostatik.

Obat yang termasuk dalam jenis ini adalah Clonidine, Guanfacine dan

Metildopa (Lany Gunawan, 2001).

5. Vasodilator

Obat vasodilator dapat langsung mengembangkan dinding arteriole sehingga

daya tahan pembuluh perifer berkurang dan tekanan darah menurun. Obat

yang termasuk dalam jenis Vasodilator adalah Hidralazine dan Ecarazine

(Lanny Gunawan, 2001).

Menurut Lany Sustrani (2004:47-48) dinyatakan, bahwa efek sampingnya

jarang terjadi tapi tetap perlu diwaspadai yaitu:

a. Menurunkan tekanan darah dengan cepat sehingga menyebabkan jumlah

sel darah putih turun secara drastis dengan resiko mudah terkena infeksi.

b. Menimbulkan reaksi alergi seperti bengkak di bibir, leher, tangan, dan

kaki.

c. Ruam kulit yang jika parah dapat berkembang menjadi sindrom Stevens-

Johnson

18

Page 14: Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Derajat II

6. Antagonis Kalsium

Mekanisme obat antagonis kalsium adalah menghambat ion kalsium ke

dalam sel otot polos pembuluh dengan efek vasodilatasi dan turunnya

tekanan darah. Obat jenis Antagonis Kalsium yang terkenal adalah Nifedipin

dan Verapamil (Lany Gunawan, 2001).

7. Penghambat ACE

Obat penghambat ACE ini menurunkan tekanan darah dengan cara

menghambat Angiotensin converting enzyme yang berdaya vasokontriksi

kuat. Obat jenis Penghambat ACE yang popular adalah Captopril (captropil)

dan Enalapril (Lany Gunawan, 2001).

2.6.2 Non Farmakologis

Penatalaksanaan non farmakologis meliputi program penurunan berat badan

bagi klien obesitas dengan membatasi konsumsi lemak, mengurangi konsumsi

garam, olahraga teratur, makan banyak buah dan sayuran segar, tidak merokok,

tidak mengkonsumsi minuman beralkohol, berusaha membina hidup yang positif

dan mengendalikan stres dengan latihan relaksasi dan meditasi (National Safety

Council, 2003:78-84).

Tehnik relasasi sendiri dibagi dalam 2 macam, yaitu tehnik relaksasi fisik dan

tehnik relaksasi mental. Adapun yang termasuk tehnik relaksasi fisik antara lain:

pernafasan diafragma, relaksasi otot secara progresif ( progressive muscularr

relaxatuion [PMR]), pelatihan otogenik, olahraga dan nutrisi. Sedangkan yang

termasuk tehnik relaksasi mental yaitu meditasi dan imajinasi mental (National

Safety Council, 2003:78-95).

19

Page 15: Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Derajat II

2.6.2.1 Pernafasan Diafragma

Tehnik relaksasi berasal dari berbagai benua dan kebudayaan yang ada

sejak beberapa tahun yang lalu. Contoh, tehnik pernafasan diafragma, relaksasi

otot secara progresif, pelatihan otogenik, meditasi dan imajinasi mental (National

Safety Council, 2003:68-95).

Pernafasan diafragma masih menjadi metode relaksasi yang termudah.

Pernafasan diafragma merupakan pernafasan yang pelan, sadar, dan dalam.

Metode ini melibatkan gerakan sadar abdomen bagian bawah atau daerah perut

(National Safety Council: 2003:70). Pernafasan diafragma berfokus pada sensasi

tubuh semata dengan merasakan udara mengalir dari hidung atau mulut secara

perlahan-lahan menuju ke paru dan berbalik melalui jalur yang sama sehingga

semua rangsangan yang berasal dari indra lain dihambat. Hampir semua

pernafasan tenang yang normal dicapai melalui pergerakan inspirasi diafragma.

Selama inspirasi diafragma menarik bawah atas rongga dada ke arah bawah,

tetapi tenaga elastik tak cukup kuat untuk menyebabkan ekspirasi cepat yang

diperlukan, sehingga keadaan ini dicapai dengan kontraksi otot perut, yang

mendorong isi perut ke atas pada bagian bawah diafragma (Guyton: 1990).

Dalam keadaan panik, nafas seseorang menjadi lebih cepat dan pendek,

dengan kontraksi otot dada bagian atas menjadi lebih kuat. Ketika dada bagian

atas mengembang, rangsangan saraf meningkat, dan tanda-tanda vital

(frekuensi jantung, tekanan darah) mulai meningkat. Dalam kondisi relaks,

metabolisme tubuh berjalan lambat sehingga siklus pernafasan menjadi lebih

rendah. Dan dengan tehnik relaksai pernafasan diafragma yang lebih

menekanakan bagian perut, seseorang dapat mengurangi frekuensi nafas

menjadi sekitar tiga sampai empat kali permenit serta dapat menurunkan tekanan

darah dan kontraksi jantung (National Safety Council: 2003:71).

20

Page 16: Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Derajat II

2.6.2.2 Langkah-langkah Pernafasan Diafragma

Posisikan tubuh secara nyaman baik posisi duduk yang relaks maupun

berbaring terlentang dengan mata tertutup. Longgarkan pakaian disekitar leher

dan pinggang.Letakkan tangan di atas perut dan rasakan naik turunnya perut

pada setiap pernafasan (National Safety Council: 2003:71).

Konsentrasi dan perhatian penuh seperti halnya tehnik relaksasi lain. Bila

mungkin minimalkan gangguan dengan mencari tempat yang tenang. Biarkan

pikiran nanda menerawang dan berlalu. Pernafasan diafragma memerlukan

keyakinan untuk memusatkan perhatian hanya pada pernafasan. Konsentrasi

pada empat fase pada satiep nafas: Fase I : inspirasi, menarik udara masuk ke

dalam paru melalui saluran hidung, fase II : beri sedikit jeda sebelum

mengeluarkan udara dari paru, fase III : ekshalasi, mengeluarkan udara dari paru

melalui saluran masuknya udara tersebut, fase IV : beri jeda kembali setelah

mengaluarkan udara sebelum mulai menghirup nafas lagi. Pernafasan diafragma

tidak sama dengan hiperventilasi (National Safety Council: 2003:71-72).

Visualisasi dengan penggunaan imajinasi dalan pernafasan diafragma dapat

bermanfaat (National Safety Council: 2003:73). Tehnik relaksasi pernafasan

diafragma ini dapat dilakukan selama 5 -15 menit, sebanyak 2-3 kali per harinya

(Anonymous, 2006). Serta dapat menurunkan tekanan darah 5-10 mmHg (Ethical

Digest, 2006:18) atau 10-15 mmHg menurut artikel Rubianto (2007). Manfaat

terpentingnya untuk menjaga dan memperbaiki fungsi pembuluh darah. Darah

mengalir membantuk gelombang transversal, sehingga bersinggungan dengan

dinding pembuluh darah yang terdapat reseptor yang akan membuat endotel

mengeluarkan nitric oxide (NO) yang berperan untuk dilatasi pembuluh darah

(Ethical Digest, 2005:30-31).

21

Page 17: Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Derajat II

2.7 Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma pada Perubahan

Fisiologi Tubuh

2.7.1 Fisiologi Oksigenasi

Oksigen merupkan salah satu substansi pokok yang menunjang hampir

seluruh kehidupan yang ada di bumi. Oksigen dibutuhkan oleh hampir seluruh

penghuni bumi untukterlibat dalam proses pembangkitan energi yang diperlukan

untuk kelangsungan hidup mereka. Oleh karena itu diperlukan suatu mekanisme

ynag memungkinkan untuk mengambil oksigen bebas dari udara sampai dengan

mendistribusikannya ke sel-sel tubuh mahluk hidup yang bersangkutan.

Mekanisme tersebut berjalan lewat beberapa tahapan, antara lain fase ventilasi,

fase transportasi, dan fase konsumsi (Albert M, 2005:104-105).

Pada fase ventilasi pada prinsipnya terjadi pertukaran antara udara paru,

yang merngandung konsentrasi oksigen lebih kecil dengan udara bebas yang

jumlah oksigennya relatif besar. Proses ini berjalan secara berkelanjutan

dibawah kendali pusat pernafasan yang meneriam sinyal tentang kebutuhan

oksigen dan seluruh jaringan tubuh. Pusat pernafasan akan mengatur seberapa

besar udara luar yang bisa dimasukkan ataupun seberapa beasar udara paru

yang haris dikeluarkan berdasar sinyal yang diterimanya. Di paru terdapat

perbedaaan tekanan parsial antara oksigen yang terdapat di alveolus, yang

bernilai lebih tinggi dengan oksigen pembuluh kapiler yang menyelimuti kapiler

tersebut. Hal ini akan mengakibatkan pergerakan oksigen melintasi dinding

alveolus sampai menuju ke kapiler alveolus (Guyton, 1990:356-357).

Setelah oksigen bergerak menembus dinding alveolus kemudian terikat

dengan hemoglobin (97%) ataupun terlarut dalam plasma (3%). Proses ini dan

selanjutnya sampai dengan tibanya oksigen ke sel dinamakn fase transportasi

(Guyton, 1990:366).

22

Page 18: Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Derajat II

Besarnya tekanan parsial oksigen dalam darah alveolus paru adalah sekitar

104 mmHg. Setelah bercampur dengan darah vena yang berada dalam sirkulasi

paru, tekanan akan turun menjadi 95 mmHg. Dengan tekanan 95 mmHg inilah

oksigen meninggalkan paru dan dihantarkan menuju ke sel-sel seluruh tubuh.

Ketika sampai di kapiler terjadi disosiai antara oksigen dan hemoglobin. Disosiasi

ini dimungkinkan karena terdapat perbedaan tekanan oksigen kapiler (95%),

yang bernilai tinggi, dengan tekanan oksigen jaringan (40 mmHg). Oksigen yang

terlepas kemidian didistribusiakn ke dalam sel-sel. Sementara itu oksigen yang

bergerak dalam vena yang meninggalkan jaringan akan mempunyai tekanan

sebesar 40 mmHg (Guyton, 1990:359-364).

Tujuan akhir pernafasan adalah untuk mempertahankan konsentrasi oksigen,

karbondioksida dan ion hidrogen dalam cairan tubuh. Makin cepat oksigen baru

dimasukkan ke dalam alveolus dari atmosfer, makin tinggi konsentrasinya. Oleh

karena itu, konsentrasi oksigen di dalam alveolus, maupun tekanan parsialnya,

diatur oleh keseimbangan antara kecepatan absorbsi oksigen ke dalam darah

dan kecepatan masuknya oksigen baru ke dalam paru-paru oleh proses ventilasi

(Guyton: 1990:372).

2.7.2 Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma terhadap Penurunan

Tekanan Darah

Tindakan relaksasi dilakukan dengan tujuan menurunkan jumlah rangsangan

yang diciptakan oleh panca indra sehingga menahan terbentuknya respon stres,

terutama dalam sistem saraf dan hormon (National Safety Council: 2003:68).

Peningkatan aktivitas simpatis akan menyebabkan dikeluarkannya

neurotransmiter norepineprin dari ujung saraf yang berada di otot polos

pembuluh darah dan melalui rangsang pada adrenergik-1 reseptor terjadi

konstriksi pembuluh darah. ET-1 juga berespon kontraksi terhadap substansi

23

Page 19: Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Derajat II

vasokonstriktor seperti noradrenalin atau norepineprin dan serotonin (Djanggan

Sargowo, 2003:7).

Dengan tehnik relaksai pernafasan diafragma didapatkan keadaan darah

yang penuh oksigen dipompakan oleh jantung menuju aorta, arteri, arteriola

memasuki mikrosirkulasi dari arteriola menuju thoroughfare chanels lalu ke

cabang kapiler yang dikendalikan oleh precapillary sphincter. Hampir semua

darah dari sistem arteri menuju ke vena cava melalui mikrosirkulasi, namun pada

keadaan tertentu darah dapat langsung dari arteriola menuju ke venula melalui

hubungan pintas (shunt) arteriola-venula. Kapiler sebagai tempat pertukaran zat

gizi dan hasil akhir metabolisme di antara cairan intravaskuler dengan

ekstravaskuler dan selanjutnya dengan intra sel (Ibnu Masud, 1989:4-5).

Sedangkan menurut (Guyton:1990) bila konsentrasi oksigen rendah

menyebabkan dilepaskannya sejumlah zat vasokonstriktor dari jaringan paru,

kemudian zat ini menyebabkan konstriksi arteri kecil dan arteriol Kebutuhan

oksigen yang memadai diharapkan juga dapat memperbaiki pertumbuhan

endotel pembuluh darah.

Keadaan endotel yang baik dapat berfungsi untuk mempertahankan tonus

dan struktur vaskuler, regulasi pertumbuhan sel vaskuler, regulasi trombosit dan

fungsi fibrinolisis, mediator mekanisme inflamasi dan imun, regulasi leukosit dan

adhesi platelet pada permukaan, modulasi oksidasi lipid (aktivitas metabolik), dan

untuk regulasi permiabilitas vaskuler. Sel endotel megeluarkan bahan yang

sangat potent dalam menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah. Bahan tersebut

dikenal dengan endothelium derived relaxing factor (EDRF) yang diidentikkan

dengan nitric oxide (NO) (Djanggan Sargowo, 2003:6-8).

Mekanisme kerja NO yaitu dengan adanya ligand yang berikatan dengan

reseptor endotel menyebabkan diaktifkannya enzim NO-synthase dalam endotel

yang mengubah L-arginin menjadi L-sitrulin dan NO. NO yang terbentuk dapat

24

Page 20: Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan Diafragma Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Derajat II

keluar endotel ke lumen pembuluh darah dan menyebabkan dicegahnya adhesi

trombosit dan agresi trombosit. NO yang menuju jaringan subendotel akan

mengaktifkan enzim guanilat siklase yang souble dan mengubah GTP menjadi

cGMP yang menurunkan ketersediaan Ca untuk mekanisme kontraksi sehingga

terjadi relaksasi pembuluh darah. Interaksi ligand yang lain dengan reseptor

dapat menyebabkan peningkatan masukan Ca ke dalam sel endotel melalui

kanal ion Ca. Selain itu, ikatan ligand dengan reseptor dapat menyebabkan

dikeluarkannya second messenger IP3 yang menyebabkan Ca dari sarcoplasmik

retikulum keluar ke sitoplasma. Kedua sumber peningkatan Ca sitoplasma

tersebut menyebabkan ikatan dengan calmodulin membentuk calmodulin-Ca

kompleks. Kompleks tersebut mengaktifkan enzim NO synthetase yang

mengubah L-arginin menjadi L-sitrulin dan NO. Seterusnya, NO mengaktifkan

enzim gualinat yang mengubah GTP menjadi cGMP. Calmodulin-Ca kompleks,

melalui mekanisme yang kurang jelas mensintesis endothelium derived

hyperpolarizing faktor (EDHF) yang menyebabkan kanal K tetap membuka dan

terjadi hiperpolarisasi sel. Sehingga menurunkan konsentrasi ion Ca di otot polos

dan menjadi relaksasi (Djanggan Sargowo, 2003:9-10).

25