Page 1
PENGARUH SUSCEPTIBILITY TO INTERPERSONAL
INFLUENCE, KECERDASAN EMOSI DAN FAKTOR
DEMOGRAFI TERHADAP IMPULSE BUYING PADA
REMAJA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Siti Rahmatiyah Iskandar
NIM: 1110070000140
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
Page 2
ii
PENGARUH SUSCEPTIBILITY TO INTERPERSONAL
INFLUENCE, KECERDASAN EMOSI DAN FAKTOR
DEMOGRAFI TERHADAP IMPULSE BUYING PADA
REMAJA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
SITI RAHMATIYAH ISKANDAR
NIM : 1110070000140
Pembimbing
Mulia Sari Dewi, M.Si. Psi
NIP. 19780502200801 2 026
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
Page 3
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul “PENGARUH SUSCEPTIBILITY TO INTERPERSONAL
INFLUENCE, KECERDASAN EMOSI, DAN FAKTOR DEMOGRAFI
TERHADAP IMPULSE BUYING” telah diujikan dalam sidang munaqasyah
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 27
Maret 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana psikologi (S.Psi) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 27 Maret 2015
Sidang Munaqasyah
Dekan/Ketua Wakil Dekan/Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag. M.Si Dr. Abd. Rahman Shaleh, M.Psi
NIP. 1968061411997041001 NIP. 197208231999031002
Anggota :
Drs. Akhmad Baidun, M.Si Liany Luzvinda, M.Si
NIP. 196408142001121001 NIP. 197802162007102001
Pembimbing I
Mulia Sari Dewi, M,Si.Psi
NIP. 19780502200801 2 026
Page 4
iv
LEMBAR ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Siti Rahmatiyah Iskandar
NIM : 1110070000140
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Susceptibility to
interpersonal influence dan kecerdasan emosi terhadap impulse buying pada
remaja.” adalah benar merupakayan karya saya sendiri dan tidak melakukan
plagiat dalam penyusunan skripsi ini. Kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi
ini telah saya cantumkan sumber mengutipnya dalam daftar pustaka. Saya
bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai peraturan perundangan
yang berlaku, jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau
jiplakan karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebaik-baiknya.
Jakarta, 09 Maret 2015
Siti Rahmatiyah Iskandar
Page 5
v
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 09 Maret 2015
Siti Rahmatiyah Iskandar
NIM: 1110070000140
Page 6
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Maret 2015
C) Siti Rahmatiyah Iskandar
D) Pengaruh Susceptibility to Interpersonal Influence, Kecerdasan Emosi dan
Faktor Demografi terhadap Impulse Buying pada Remaja
E) xvi + 90 halaman + lampiran
F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
Impulse buying pada remaja. Penelitian terdahulu menunjukan adanya
pengaruh jenis kelamin, uang saku dan variabel psikologi Susceptibility to
interpersonal influence, kecerdasan emosi dan faktor demografi terhadap
impulse buying.
Penelitian ini mengunakan metode kuantitatif dengan analisis regresi berganda
menggunakan softwere SPSS 17.0, sedangkan pengujian analisis konstruk
mengunakan Lisrel 8.7. Sampel berjumlah 250 remaja yang diambil dengan
teknik non-probability sampling, yaitu peluang utnuk terpilihnya anggota
populasi untuk menjadi sampel tidak diketahui. Dalam penelitian ini, penulis
memodifikasi instrumen pengumpulan data, yaitu IBT (Implusive Buying
Tendency), SUSCEP (Consumer Susceptiblity to Interpersonal Influence
scale), dan SEIS (Schutte Emotional Intelligance Scale).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh emotion management,
emotion own, omotion other, happy emotion, positif affect, non verbal,
pengaruh normatif, pengaruh informasional, jenis kelamin dan uang saku
terhapdap impulse buying pada remaja. Hasil uji hipotesis minor menunjukkan
bahwa emotion management dan uang saku memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap impulse buying. Sementara itu, emotion own, emotion
other, happy emotion, positif affect, non verbal, pengaruh normatif, pengaruh
informasional, jenis kelamin tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
impulse buying. Hasil penelitian juga menunjukkan proporsi varians dari
impulse buying yang dijelaskan oleh seluruh variabel independen adalah 8,7%,
sedangkan 91.3% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
Subjek pada penelitian ini yaitu remaja (siswa SMA), disarankan penelitian
selanjutnya subjek peneitian dapat diperluas, tidak hanya siswa SMA saja,
sehingga dimungkinkan akan diperoleh hasil yang lebih maksimal.
G) Bahan bacaan: 10 buku + 25 jurnal + 2 website
Page 7
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil „alamin, puji dan syukur Peneliti panjatkan kehadirat Allah
SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kasih sayang yang diberikan-Nya sehingga
peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi dengan judul “Pengaruh
Susceptibility to Interpersonal Influence, Kecerdasan Emosi dan Faktor
Demografi terhadap Impulse Buying pada Remaja”
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, berikut para keluarga dan sahabat. Penelitian skripsi ini
diajukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, dalam kesempatan ini Peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Prof. Dr. Abd. Mujib,
M.Si.. Wakil Dekan Bidang akademik Dr. Abdul Rahman Shaleh, M.Si,
Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Dra. Diana Mutiah, M.Si dan Wakil
Dekan Bidang Administrasi Umum Ikhwan Luthfi, M.Si yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
penelitian ini.
2. Dosen pembimbing skripsi Ibu Mulia Sari Dewi, M.Si.,Psi. Penulis sangat
berterimakasih dan merasa sangat beruntung dibimbing oleh beliau. Beliau
telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan ketulusan dan kesabaran
serta memberikan wawasan baru kepada penulis.
3. Dosen pembimbing akademik Ibu Zulfa Indira Wahyuni, M. Psi yang telah
membantu, mendukung dan memberi masukan selama masa perkuliahan.
Page 8
viii
4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan dengan penuh kesabaran dan
keikhlasan. Terima kasih telah banyak membantu Peneliti selama menjalani
perkuliahan hingga selesai.
5. Keluarga penulis, Bapak Iskandar, Ibu D. Fatimah, Mas Angga, dan Mba
Ditha. Terima kasih yang teramat sangat untuk setiap dukungan, kasih sayang
dan kesabaran serta segala doa yang tak henti-hentinya dipanjatkan untukku,
Kalianlah yang telah membuat penulis bersemangat dan bersungguh-sungguh
dalam mengerjakan penelitian ini.
6. Seluruh sahabat terdekat Tiara, Melina, Aniq, Amirra, Nashwa, Tenry, Maria,
Fadhli, Devi, Aulia dan Yunita, yang menjadi tempat sharing mengenai
skripsi, kehidupan, selalu ada disaat peneliti butuhkan dan tidak henti-
hentinya memberikan semangat kepada peneliti hingga skripsi ini selesai.
7. Teman-teman 2010 kelas D yang telah memberikan perhatian, keceriaan,
canda dan tawa selama berada di kelas maupun luar kelas. Terimakasih atas
waktu dan kebersamaan selama ini peneliti bangga menjadi warga kelas D.
8. Serta seluruh pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu,
terimakasih untuk segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk
membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah memberikan pahala yang tak henti sebagai balasan atas segala
kebaikan dan bantuan yang diberikan. Harapan penulis, semoga skripsi ini
memberi manfaat, khususnya bagi penulis sendiri, para pembaca dan seluruh
pihak terkait.
Jakarta, 09 Maret 2015
Peneliti
Page 9
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii
LEMBAR ORISINALITAS .......................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1-19
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan masalah ............................................. 13
1.2.1 Pembatasan Masalah ................................................................ 13
1.2.2 Perumusan Masalah ............................................................ 15
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 17
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 17
1.5 Sistematika Penulisan ................................................................. 18
BAB 2. KAJIAN TEORI ............................................................................... 20-43
2.1 Impluse Buying ............................................................................... 20
2.1.1 Definisi Impluse Buying .......................................................... 20
2.1.2 Jenis Impluse Buying ........................................................... 22
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi Impluse Buying ......................... 23
2.1.4 Dimensi Impluse Buying .......................................................... 27
2.1.5 Pengukuran Impluse Buying .................................................... 28
2.2 Susceptibility to Interpersonal Influence ........................................ 28
2.2.1 Definisi Susceptibility to Interpersonal Influence ............... 28
2.2.2 Dimensi Susceptibility to Interpersonal Influence ............ 30
2.2.3 Pengukuran Susceptibility to Interpersonal Influence ......... 33
2.3 Kecerdasan Emosi ...................................................................... 33
2.3.1 Definisi Emosi ........................................................................... 33
2.3.2 Definisi Kecerdasan Emosi .................................................. 34
2.3.3 Dimensi Kecerdasan Emosi ...................................................... 36
2.3.4 Pengukuran Kecerdasan Emosi ................................................ 36
Page 10
x
2.4 Remaja ......................................................................................... 37
2.4.1 Remaja dan Perilaku Impulse buying ..................................... 38
2.5 Kerangka Berfikir ....................................................................... 39
2.6 Hipotesis Penelitian .................................................................... 41
BAB 3. METODE PENELITIAN ............................................................... 44-72
3.1 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................45
3.1.1 Populasi dan Sampel .............................................................. 45
3.1.2 Teknik Pengambilan Sampel ................................................ 45
3.2 Variabel Penelitian ............................................................................ 46
3.2.1 Identifikasi Variabel ............................................................... 46
3.2.2 Definisi Operasional .............................................................. 47
3.3 Pengumpulan Data ............................................................................ 49
3.4. Pengujian Validitas Konstruk ......................................................... 52
3.4.1 Uji Validitas Susceptibility ................................................... 56
3.4.2 Uji Validitas Kecerdasan Emosi ...................................... 59
3.4.3 Uji Validitas Impulse Buying ................................................ 68
3.5 Teknik Analisis Data ......................................................................... 71
BAB 4. HASIL PENELITIAN ..................................................................... 73-84
4.1 Gambaran Subjek Penelitian ............................................................ 75
4.2 Hasil Analisis Deskriptif .................................................................. 76
4.2.1 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian................................. 77
4.3 Uji Validitas Penelitian ..................................................................... 79
4.3.1 Proporsi Varians .................................................................... 82
BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ................................... 85-90
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 85
5.2 Diskusi ............................................................................................... 85
5.3 Saran................................................................................................... 89
5.3.1 Saran Teoritis ...............................................................................89
5.3.2 Saran praktis .................................................................................90
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 91-94
LAMPIRAN............................................................................................................ 95
Page 11
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Skor Pengukuran Data ............................................................................ 50
Tabel 3.2 Blue Print Skala Impulse Buying ......................................................... 51
Tabel 3.3 Blue Print Skala Susceptibility ............................................................ 51
Tabel 3.4 Blue Print Kecerdasan Emosi ............................................................... 54
Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Pengaruh Normatif ............................................... 57
Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Pengaruh Informasional ..................................... 58
Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Emotion Management .......................................... 60
Tabel 3.8 Hasil Uji Validitas Emotion Other ....................................................... 62
Tabel 3.9 Hasil Uji Validitas Emotion Own ........................................................ 63
Tabel 3.10 Hasil Uji Validitas Happy Emotion ..................................................... 65
Tabel 3.11 Hasil Uji Validitas Non Verbal ............................................................ 66
Tabel 3.12 Hasil Uji Validitas Positif Affect .......................................................... 68
Tabel 3.13 Hasil Uji Validitas Impulse Buying ..................................................... 70
Tabel 4.1 Subjek Penelitian ..................................................................................... 75
Tabel 4.2 Analisis Deskriptif .................................................................................. 76
Tabel 4.3 Norma Kategorisasi Skor Variabel Penelitian .................................... 77
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ................................................. 78
Tabel 4.5 Tabel R-square ........................................................................................ 79
Tabel 4.6 Tabel Anova ............................................................................................ 80
Tabel 4.7 Tabel Koefisien Regresi ........................................................................ 81
Tabel 4.5 Proporsi Varian Independent Variabel (IV) ....................................... 85
Page 12
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir .................................................................. 41
Gambar 3.1 Path Diagram Pengaruh Normatif ................................................... 56
Gambar 3.2 Path Diagram Pengaruh Informasional .......................................... 58
Gambar 3.3 Path Diagram Emotion Management ............................................... 59
Gambar 3.4 Path Diagram Emotion Other ........................................................... 61
Gambar 3.5 Path Diagram Emotion Own ............................................................. 63
Gambar 3.6 Path Diagram Happy Emotion ......................................................... 65
Gambar 3.7 Path Diagram Non Verbal ................................................................ 66
Gambar 3.8 Path Diagram Positif Affect .............................................................. 67
Gambar 3.9 Path Diagram Impulse Buying .......................................................... 69
Page 13
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Kuesioner
Lampiran B Syntax & Output CFA
Page 14
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan ini, membahas tentang latar belakang penelitian, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
1.1 Latar belakang masalah
Belanja merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan bagi banyak orang. Belanja
juga kata yang sering digunakan sehari-hari dalam konteks perekonomian, baik di
dunia usaha maupun rumah tangga. Namun, kata yang sama telah berkembang artinya
sebagai cerminan gaya hidup dan rekreasi pada masyarakat kelas ekonomi tertentu.
Dengan demikian, sering juga orang berbelanja hanya untuk memenuhi hasrat atau
dorongan dalam dirinya, seperti yang dikatakan oleh Tambunan (dalam Diba, 2014),
belanja adalah suatu gaya hidup tersendiri, bahkan menjadi suatu kegemaran bagi
sejumlah orang.
Belanja mempunyai arti tersendiri bagi remaja (Tambunan, 2001). Bagi
remaja, belanja sering kali identik dengan banyak menghabiskan waktu di mall
setelah pulang sekolah, baik sekedar jalan-jalan, makan nonton bioskop hingga
berbelanja. Kegemaran remaja seperti ini menjadi fenomena penyebab timbulnya
impulse buying atau pembelian spontan, tanpa perencanaan terlebih dahulu.
Page 15
2
Pembelian impulsif banyak melanda kehidupan masyarakat terutama yang
tinggal di perkotaan. Fenomena ini menarik untuk diteliti mengingat pembelian
impulsif juga melanda kehidupan remaja di kota-kota besar yang sebenarnya belum
memiliki kemampuan finansial untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut Johnstone
(dalam Mangkunegara, 1998), konsumen remaja mempunyai ciri-ciri, sebagai
berikut: (a) Mudah terpengaruh oleh rayuan penjual, (b) mudah terbujuk iklan,
terutama pada penampilan produk, (c) kurang berpikir hemat, dan (d) kurang realistis,
romantic dan impulsif.
Remaja yang biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka mengikuti apa yang
dilakukan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam mengunakan uangnya.
Sifat-sifat remaja ini juga dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki
pasar remaja (Tambunan, 2001). Dengan demikian, remaja yang banyak
menghabiskan waktu di luar rumah (hang out), karenanya remaja berusaha tampil
menarik. Maka, sebagian besar uang sakunya digunakan untuk memperindah
penampilan, seperti membeli pakaian, kosmetik dan aksesoris. Kelompok ini mudah
ditemui di mall- mall atau pusat perbelanjaan (Hidayat, 2005).
Loudon dan Bitta (1993) mengungkapkan, terdapat dua macam pola
pembelian yaitu pola pembelian yang berulang (brand loyalty) dan pembelian yang
tidak direncanakan atau disebut impulse buying. Kecenderungan impulse buying
merupakan sifat perseorangan yang muncul sebagai respon atau suatu stimuli (Peck &
Childers, 2006). Varplanken dan Herabadi (2001) melihat impulse buying sebagai
Page 16
3
pembelian yang diwarnai oleh dorongan kuat untuk membeli, yang muncul secara
tiba-tiba dan seringkali sulit untuk ditahan. Selain itu konsumen juga memiliki
perasaan yang kuat dan positif terhadap suatu produk, sehingga akhirnya konsumen
memutuska untuk membeli, tanpa konsumen memikirkan terlebih dahulu dan
memperhitungkan konsekuensi yang diperolehnya (Lee & Yi, 2008).
Pada masa remaja, kematangan emosi individu, yang belum stabil yang
mendorong munculnya berbagai gejala dalam perilaku membeli yang tidak wajar.
Membeli tidak lagi dilakukan karena produk tersebut memang dibutuhkan, tetapi
membeli dilakukan karena alasan-alasan lain seperti sekedar mengikuti arus mode,
hanya ingin mencoba produk baru, dan ingin memperoleh fungsi sesungguhnya dan
menjadi suatu ajang pemborosan biaya karena belum memiliki penghasilan sendiri
(Mangkunegara, 1988).
Remaja juga akan mempertimbangkan pendapat temannya ketika membuat
keputusan membeli (Gunarsa, 1996). Kocovski dan Endler (dalam Lin & Chen, 2012)
mencatat bahwa jika perilaku seseorang tidak dapat diterima, kemudian perubahan
akan terjadi untuk membuat perilaku seseorang tersebut lebih dekat denga perilaku
kelompok referensi. Konsep kelompok referensi sangat penting dalam memahami
perilaku membeli pada konsumen. Kelompok referensi adalah sekelompok orang
yang nilai dan sikapnya mempengaruhi perilaku individu saat ini (Schiffman &
Kanuk, 2007). Kelompok referensi sangat kuat dalam mempengaruhi individu, hal ini
terkait dengan akan adanya pengkuan dari kelompok tersebut terhadap individu yang
Page 17
4
ada di dalamnya. Hal ini sesuai dengan Schifman dan Kanuk (2007), dalam buku
consumer behavior memperjelas bahwa kelompok referensi memiliki pengaruh kuat,
dikarenakan kelompok referensi ini merupakan tempat bagi individu untuk
melakukan perbandingan, memberikan nilai, informasi dan menyediakan suatu
bimbingan ataupun petunjuk untuk melakukan konsumsi.
Masa remaja merupakan masa yang penting dalam pencapaian identitas diri
dimana seorang remaja cenderung untuk terlibat dan terpengaruh dalam pertemanan
sebaya sebagai kelompok sosial atau kelompok referen. Pencapaian identias ini
melibatkan kecenderungan berkurangnya pengaruh ataupun kontrol dari orang tua
dan komitmen untuk lebih mandiri (Khare, 2011). Kelompok sebaya sangat berperan
penting pada remaja, karena remaja mencari dukungan untuk menghadapi perubahan
fisik dan emosional yang individu alami. Rubin (dalam Khare, 2011) menambahkan
pertemanan ataupun persahabatan yang dilakukan seorang remaja bersama dengan
individu sebayanya membuat remaja memiliki perasaan dihargai, memiliki
kemampuan sosial seperti empati dan memahami sudut pandang orang lain. Untuk
dapat diterima dan bergabung menjadi kelompok sebaya, seseorang remaja harus bisa
menjalankan peran dan tingkah laku sesuai dengan harapan dan tuntutan kelompok
(Shaw, Dalam Diba, 2014).
Pemahaman tentang kelompok-kelompok referensi dalam perilaku konsumen
adalah sebuah fenomena yang penting, karena remaja dipengaruhi oleh kelompok
referensi ini terutama kelompok acuan normatif yakni keluarga, kerabat, guru dan
Page 18
5
teman sebaya. Kelompok referensi membuat seseorang menyadari produk tertentu,
akibatnya seseorang akan mengikuti yang menjadi trend dalam kelompok referensi
tersebut. Tidak hanya pendapat individu yang dipengaruhi tetapi pembentukan sikap,
pemilihan produk, pengolahan informasi dan proses pengambilan keputusan secara
signifikan juga dipengaruhi (Bearden et al., 1989). Remaja biasanya rentan terhadap
pengaruh intrapersonal dan memiliki kecenderungan tinggi untuk membuat keputusan
dan mengembangkan perilaku interpersonal dan memiliki kecenderungan tinggi
untuk membuat keputusan dan mengembangkan perilaku yang sesuai dengan harapan
teman-teman sebayanya.
Kegiatan belanja sebagai salah satu bentuk konsumsi saat ini telah mengalami
pergeseran fungsi. Dahulu berbelanja hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
hidup, tetapi saat ini belanja juga sudah menjadi gaya hidup, sehingga belanja tidak
hanya untuk membeli kebutuhan pokok yang diperlukan, namun belanja juga dapat
menunjukan status sosial seseorang karena belanja berarti memiliki materi. Gaya
belanja yang lebih spontan juga diantisipasi untuk sewaktu-waktu muncul, misalnya
saat hasrat untuk membeli terasa begitu kuat sehingga menjadi pemicu timbulnya
impulsive buying. Perilaku belanja yang spesifik ini merupakan fenomena perilaku
konsumen yang keberadaannya tidak pernah surut, melibatkan pembelian berbagai
produk dan muncul dalam berbagai sistuasi dan kebudayaan (Kacen & Lee, 2002).
Perilaku konsumen yang menarik yaitu adanya perilaku impulse buying atau
yang biasa disebut dengan pemasaran dengan pembelian yang tidak direncanakan.
Page 19
6
Beatty dan Ferrel (1998) mengatakan bahwa impulse buying muncul secara tiba-tiba
dan tidak direncanakan. Impulse buying didefinisikan sebagai pembelian yang tidak
direncanakan yang dicirikan oleh (1) pembuatan keputusan yang relatif cepat, dan (2)
bias sujektif langsung mendukung kepemilikan (Rook & Gardner, 1993). Tidak
seperti perilaku pembelian yang direncanakan, perilaku impulse buying tidak
diinginkan dan tak tertahankan (Rook & Fisher, 1995).
Pada pembelian impulsif, konsumen memiliki perasaan yang kuat dan positif
terhadap suatu produk, hingga akhirnya konsumen memutuskan untuk membeli,
tanpa konsumen memikirnya terlebih dahulu, dan memperhitungkan konsekuensi
yang diperolehnya. Pembelian impulsif berimplikasi pada kurangnya resionalitas atau
evaluasi alternatif (Herabadi, 1969). Secara umum, ada empat tipe pembelian
impulsif (Loudon & Bitta, 1993), antara lain: (a) pembelian impulsif murni atau pure
impulse yaitu dorongan untuk membeli produk baru, (b) pembelian impulsif timbul
karena sugesti atau suggestion impulse yaitu dorongan yang didasarkan stimulus pada
took dan ditunjang dengan pemberian saran, baik dari sales promotion, pramuniaga
maupun teman, (c) pembelian impulsif karena pengalaman masa lampau atau
reminder impulse yaitu dorongan yang muncul saat melihat barang pada rak took,
display atau teringat iklan dan informasi lainnya tentang suatu produk, (d) pembelian
impulsif yang direncanakan atau planned impulse yaitu pembelian impulsif yang
terjadi apabila kondisi penjualan tertentu diberikan. Dorongan berupa intensi
Page 20
7
membeli berdasarkan harga khusus, kupon, diskon, dan lain sebagainya tanpa
merencanakan produk yang akan dibelinya.
Pada tahun 1990-an di Amerika Serikat, impulse buying menyumbang 80%
dari semua pembelian pada kategori produk tertentu (Abrahams, 1997), hal ini
menunjukkan impulse buying telah menghasilkan volume penjualan yang besar.
Selain itu, pertumbuhan e-commerce dan peningkatan orientasi konsumen pada
masyarakat di seluruh dunia menawarkan lebih banyak kesempatan untuk impulse
buying. Konsumen yang melakukan impulse buying tidak berpikir untuk membeli
produk atau merek tertentu. Remaja langsung melakukan pembelian karena
ketertarikan pada merek atau produk saat itu juga. Konsumen cenderung untuk
membeli secara spontan, reflek, tiba-tiba, dan otomatis.
Meskipun penelitian pada impulse buying telah dilakukan selama dekade
terakhir, fokus dari banyak penelitian terdahulu adalah pada individu itu sendiri.
Misalnya, (Lin & Lin, 2005) meneliti hubungan antara Karakteristik pribadi dengan
kecenderungan impulse buying. (Lin & Chuang, 2005) meneliti efek dari perbedaan
individual perilaku impulse buying pada remaja. Dalam studi sebelumnya, Bearden,
Netemeyer, dan Teel (1989) menemukan bahwa orang lain adalah penentu utama
perilaku individu. Individu yang rentan terhadap pengaruh interpersonal (McGuire,
1968) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku impulse buying
individu.
Page 21
8
Para ahli mendefinisikan succeptibility to interpersonal influence sebagai
"suatu kebutuhan untuk identifikasi, atau untuk meningkatkan image dimata
significant others melalui akuisisi dan penggunaan produk dan merek, dan keinginan
untuk memenuhi harapan orang lain mengenai suatu keputusan pembelian" (Bearden
et al., 1989). Individu dapat melibatkan orang lain dalam perilaku pembelian sebagai
pembenaran untuk individu sendiri, dan dengan demikian individu merasa tidak ada
hambatan dalam membeli (Luo, 2005). Para peneliti telah mengungkapkan bahwa
ketika remaja berbelanja dengan temannya, remaja cenderung membeli banyak
produk (Mangleburg, Doney, & Bristol, 2004). Selain itu, berbelanja dengan
temannya dapat membantu memastikan bahwa remaja membuat keputusan yang
dirasakan oleh rekannya "tepat", misalnya pada pembelian sebuah ponsel pintar.
Selain itu, (Luo, 2005) menyatakan bahwa berbelanja dengan orang lain
mempengaruhi pembelian impulsif. Akibatnya, individu rentan terhadap pengaruh
interpersonal pada remaja yang memiliki kecenderungan impulse buying.
Kerentanan terhadap pengaruh interpersonal merupakan faktor utama yang
mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Orang yang sangat rentan terhadap
pengaruh interpersonal cenderung ragu ketika membuat keputusan dan mudah
mematuhi atau tergantung pada harapan atau usulan orang lain. Orang yang sangat
rentan terhadap pengaruh interpersonal memberi banyak perhatian untuk pendapat
orang lain dan bagaimana orang lain menilai perilaku individu.
Kerentanan terhadap pengaruh interpersonal dapat didefinisikan sebagai
kesediaan individu untuk menerima informasi dari orang lain tentang keputusan
Page 22
9
pembelian (Bearden & Etzel, 1982), dan penelitian membuktikan bahwa kerentanan
terhadap pengaruh interpersonal adalah konstruk yang multidimensi (Bearden,
Netemeyer, & Teel, 1989). Dalam hal ini, Deutsch dan Gerard (1955) mengemukakan
bahwa pengaruh interpersonal diwujudkan melalui pengaruh normatif atau pengaruh
informasi.
Burnkrant dan Cousineau, (dalam Bearden, 1989) mendefinisikan pengaruh
normatif sebagai kecenderungan untuk memenuhi harapan orang lain. Riset
konsumen memisahkan pengaruh normatif dari nilai ekspresif dan pengaruh
utilitarian (Bearden & Etzel, 1982). Nilai ekspresi dimotivasi oleh keinginan individu
untuk meningkatkan atau mendukung konsep dirinya melalui identifikasi rujukan,
sedangkan pengaruh utilitarian tercermin dalam upaya individu untuk memenuhi
harapan orang lain untuk mencapai penghargaan atau menghindari hukuman, dan
beroperasi melalui proses kepatuhan (Bearden & Etzel, tahun 1982).
Pengaruh informasi, merupakan jenis lain dari pengaruh interpersonal,
didefinisikan sebagai kecenderungan untuk menerima informasi dari orang lain
sebagai bukti tentang realitas (Rook & Gardner, 1993). Pengaruh informasi dapat
terjadi dalam dua cara: individu mungkin (1) mencari informasi dari orang yang
memiliki pengetahuan lain atau (2) membuat kesimpulan berdasarkan pengamatan
perilaku orang lain (Bearden, 1989).
Kebanyakan penelitian mengenai impulsive buying fokus pada orang dewasa
(misalnya pada Beatty &Ferrel, 1998) atau pada mahasiswa (Rook & Fisher, 1995).
Beberapa studi telah berfokus pada remaja terlepas dari kenyataan bahwa pemasar
Page 23
10
telah menargetkan remaja dengan keyakinan bahwa remaja atau orang muda memiliki
pendapatan lebih (Simpson et al,, 1998). Selanjutnya, individu lebih kecil
kemungkinannya untuk mencari lebih banyak informasi, perbandingan, atau menunda
pembelian (Jones et al., 2003). Kebanyakan remaja muda cenderung impulsif –
melakukan dan mengatakan hal-hal secara mendadak tanpa memperhitungkan risiko
yang mungkin akan terjadi (Kahn et al., 2002), mungkin ada berbagai macam
impulsif berdasarkan usia dan kecerdasan emosional. Oleh karena itu, penelitian
impulse buying di kalangan remaja akan menjadi tambahan yang berharga untuk
literatur.
Dengan memperhatikan usia, berdasarkan sampel Nasional orang dewasa di
Amerika Serikat, Wood (dalam Kecen, 2002) menemukan adanya hubungan impulse
buying antara usia 18-39. Temuan ini konsisten dengan penemuan Khare (2011) yang
menemukan bahwa pembeli di bawah usia 35 tahun yang lebih rentan terhadap
impulse buying. Karena impulsif terkait dengan ekspresi emosional, orang dewasa
lebih cenderung untuk dapat mengendalikan ekspresi emosionalnya dibandingkan
dengan remaja atau dewasa muda (Mangkunegara, 1982). Hal ini akan tercermin pada
konsumen remaja yang tidak dapat mengendalikan kecenderungan untuk impulse
buying. Dengan latar belakang bahwa emosi memiliki pengaruh terhadap impulse
buying (Rook & Gardner, 1993), peneliti berpendapat bahwa ciri-ciri kepribadian
seperti kecerdasan emosional (EI) akan cenderung menghasilkan perilaku impulse
buying.
Page 24
11
Kecerdasan emosional meliputi kemampuan seseorang dalam menerima,
memanfaatkan, memahami, serta mengatur informasi emosional tersebut guna
membantu proses berpikir dalam hal mempertimbangkan sesuatu dan pemecahan
masalah Salovey dan Mayer (dalam Salovey, 2005). Ciri-ciri indvidu yang memiliki
kecerdasan emosional yang baik adalah mampu mengendalikan dorongan hati dan
tidak melebih-lebihkan kesenangan (Goleman, 2000). Selain itu individu juga mampu
mengambil keputusan dengan baik dan mempu belajar dari kesalahan-kesalahan
sebelumnya (Salovey, 2005).
Seorang individu mungkin mampu mengotrol emosi dirinya pada saat berada
di tempat bergaulnya, namun belum tentu individu mampu mengotrol diri pada saat
dihadapkan dengan suasana belanja. Karena belanja merupakan kegiatan yang
menyenangkan, individu menjadi lupa akan hal-hal yang rasional karena di dorong
oleh emosi. Pikiran emosional jauh lebih cepat daripada pikiran rasional, langsung
bertindak tanpa mempertimbangkan apa yang akan dilakukannya (Goleman, 2000).
Orang yang memahami dan mengatur emosinya umumnya memiliki padangan
hidup yang lebih baik dan menikmati kesehatan emosi yang lebih baik. Beberapa
peneltian menunjukan bahwa kecerdasan emosional yang tinggi dikaitkan dengan
rendahnya tingkat depresi (Scuhute et al., 1998) dan lebih optimis. Salovey dan
Mayer (1990) berpendapat bahwa remaja dengan kecerdasan emosional yang tinggi,
kurang dipengaruhi oleh emosi, dan akan mengunakan strategi yang didasarkan pada
fakta-fakta. Dengan demikian, remaja dengan kecerdasan emosi yang tinggi akan
Page 25
12
cenderung kurang atau tidak terpengaruh dalam melakukan impulse buying
dibandingkan dengan remaja yang kecerdasan emosionalnya rendah.
Selain dipengaruhi oleh perbedaan individual yakni kecerdasan emosional,
perilaku impulse buying juga dilatarbelakangi oleh faktor demografi (Slama &
Taschian, dalam Guitierez, 2004). Faktor demografi adalah faktor-faktor
kependudukan yang menunjukan keadaan dan karakter penduduk, diantaranya adalah
usia, jenis kelamin, status pernikahan dan pendapatan (Yang & Huang, 2011).
Sebuah penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan antara laki-laki dan
perempuan dalam melakukan impulse buying. Perempuan melakukan impulse buying
disebabkan karena simbolisasi dalam hubungannya dengan orang lain, atau dalam arti
perempuan berbelanja untuk menunjukan identitas dirinya sedanglan laki-laki
melakukan impulse buying lebih kepada fungsi atau kegunaan barang tersebut
Dittmar (dalam Lee, 2008).
Faktor demografi selanjutnya adalah pendapatan, menurut Ahmad (2011),
semakin besar pendapatan individu, maka semakin tinggi pula tingkat impulse buying
individu. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Yang dan Huang (2011) yang
menyatakan bahwa pendapatan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap impulse
buying.
Melihat adanya peran susceptibility to interpersonal influence dan kecerdasan
emosi yang mampu mempengaruhi konsumen pada saat berhadapan dengan suasana
Page 26
13
belanja, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh
Susceptibility to Interpersonal Influence, Kecerdasan Emosi dan Faktor
Demografi terhadap Impulse Buying pada Remaja.
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi hanya mengenai pengaruh dari variabel prediktor yaitu
susceptibility to interpersonal influence, kecerdasan emosi dan variabel demografi
terhadap impulse buying. Adapun batasan variabel-variabel yang diteliti adalah:
1. Impulse Buying dalam penelitian ini adalah pembelian yang diwarnai oleh
dorongan kuat untuk membeli, yang muncul secara tiba-tiba. Dilihat dari dua
aspek: cognitive dan affective (Verplanken & Herabadi, 2001)
2. Susceptibility to interpersonal influence dalam peneitian ini adalah kebutuhan
seseorang untuk mengidentifikasi sesuatu dengan bantuan pandangan/opini
seseorang dan keinginan untuk mengikuti orang lain terhadap keputusan
pembelian. Dilihat dari dua aspek: pengaruh normatif dan pengaruh
informasional (Bearden, 1989)
3. Kecerdasan emosional dalam penelitian ini adalah kemampuan untuk secara
adaptif merasakan, memahami, mengatur, dan memanfaatkan emosi dalam diri
Page 27
14
sendiri dan orang lain.positif affect, emotion other, happy emotion, emotion own,
non verbal, emotion management (Schutte,1998)
4. Variabel demografi, jenis kelamin dan uang saku.
5. Sampel yang diambil adalah remaja dengan rentang usia antara 15 hingga 18
tahun (Siswa SMA) dikawasan Blok M Jakarta Selatan.
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka masalah yang
akan diteliti dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi pengaruh informasional pada
variabel susceptibility to interpersonal influence terhadap impulse buying
pada remaja?
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi pengaruh normatif pada
variabel susceptibility to interpersonal influence terhadap impulse buying
pada remaja?
3. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi emotion management pada
variabel kecerdasan emosi terhadap impulse buying pada remaja?
4. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi emotion other pada variabel
kecerdasan emosi terhadap impulse buying pada remaja?
Page 28
15
5. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi emotion own pada variabel
kecerdasan emosi terhadap impulse buying pada remaja?
6. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi happy emotion pada variabel
kecerdasan emosi terhadap impulse buying pada remaja?
7. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi non verbal pada variabel
kecerdasan emosi terhadap impulse buying pada remaja?
8. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi positif affect pada variabel
kecerdasan emosi terhadap impulse buying pada remaja?
9. Apakah ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadap impulse buying
pada remaja?
10. Apakah ada pengaruh yang signifikan uang saku terhadap impulse buying
pada remaja?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan Susceptibility to
interpersonal influence, kecerdasan emosional, jenis kelamin dan uang
saku terhadap impulse buying pada remaja.
Page 29
16
2. Mengetahui seberapa besar kontribusi Susceptibility to interpersonal
influence, kecerdasan emosional, jenis kelamin dan uang saku terhadap
impulse buying pada remaja.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya khazanah kajian
psikologi, terutama yang berkaitan dengan psikologi industri dan organisasi yang
berkaitan dengan gambaran pengaruh Susceptibility to interpersonal influence, dan
kecerdasaan emosi konsumen dalam hal melakukan impulse buying pada remaja.
1.4.2 Manfaat Praktis
Dengan adanya penelitian ini, maka diharapkan dapat membantu konsumen
khususnya remaja untuk lebih memahami serta mengidentifikasi kebutuhannya dalam
mengambil keputusan membeli sehingga tidak terjadi impulse buying. Penelitian ini
juga bermanfaat bagi orang tua agar dapat memahami perilaku belanja anak
remajanya.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini mengacu pada pedoman penulisan APA
(American Psychology Association) stye dan penyusunan dan penulisan skripsi
Page 30
17
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan penelitian ini dibagi
menjadi beberpa bahasan seperti berikut ini:
BAB 1 : Pendahuluan
Dalam bab ini pendahuluan akan dibahas mengenai latar belakang penelitian,
perumusuan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian baik teoritis maupun
praktis, dan sistematika penulisan.
BAB 2 : Kajian Pustaka
Dalam bab kajian pustaka akan dibahas mengenai teori pembelian impulsif, teori
susceptibility to interpersonal influence, teori kecerasan emosional, kerangka
berpikir, dan hipotesis penelitian.
BAB 3 : Metode Penelitian
Dalam bab metode penelitian ini akan dibahas mengenai populasi dan sampel,
variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, instrument pengumpulan
data, uji validitas, prosedu pengumpulan data dan metode analisis data.
BAB 4 : Hasil Penelitian
Dalam bab penelitian akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan.
Pembahasan tersebut meliputi dua bagian yaitu, analisis deskriptif dan pengujian
hipotesis penelitian.
BAB 5 : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran
Dalam bab lima akan dibahas mengenai kesimpulan, diskusi dan saran dari hasil
penelitian.
Page 31
19
BAB 2
KAJIAN TEORI
Bab ini berisi tentang teori-teori yang digunakan pada penelitian yaitu, Susceptibility
To Interpersonal Influence, Kecerdasan Emosi, dan Faktor Demografi, kerangka
berfikir, dan hipotesis.
2.1 Impulse Buying
2.1.1 Pengertian Impulse Buying
Engel dan Blackwell (1995) menyatakan impulse buying atau unplanned purchase
merupakan suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa direncanakan sebelumnya
atau keputusan pemebelian dilakukan pada saat berada didalam toko. Stren (1962),
menambahkan impulsre buying adalah pembelian tanpa perencanaan yang diwarnai
oleh dorongan kuat untuk membeli, yang muncul secara tiba-tiba dan seringkali sulit
untuk ditahan, yang dipicu secara spontan saat berhadapaan dengan produk, serta
adanya perasaan menyenangkan dan penuh gairah.
Serupa dengan yang dikemukakan oleh Stren (1962), menurut Rook (1987),
pembelian tanpa perencanaan atau impulse buying terjadi pada saat konsumen
mengalami sesuatu secara tiba-tiba, disertai dorongan dan keinginan yang kuat untuk
memiliki suatu barang dengan segera tanpa perenungan yang matang. Perilaku
pembelian ini dikaitkan dengan pembelian yang tidak memikirkan konsekuensi
Page 32
20
terhadap barang yang telah dibeli, misalnya uang yang dihabiskan untuk barang yang
tidak perlu (Rook & Gardner, dalam Verplanken, 2001).
Verplanken dan Herabadi (2001) mendefisikan impulse buying sebagai
pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang cepat dan
tidak direncanakan, diikuti oleh adanya konflik pikiran dan dorongan emosional.
Dorongan emosional tersebut terkait dengan adanya perasaan yang intens yang
ditujukan dengan melakukan pembelian karena adanya dorongan untuk membeli
suatu produk dengan segera, mengabaikan konsekuensi negative, dan merasakan
kepuasan.
Lebih lanjut, impulse buying didefinisikan oleh Rook dan Gardner (1993)
sebagai pembelian yang tidak terencana yang dikarakteristikkan dengan pengambilan
keputusan yang relative cepat, dan perasangka subjektif terhadap keiinginan segera
memiliki. Jadi, berdasarkan pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
impulse buying adalah pembelian tanpa perencanaan, disertai dorongan emosional
yang kuat dan perasaan menyenangkan serta keinginan untuk segera memiliki dengan
pengambilan keputusan yang relatif cepat.
2.1.2 Dimensi-dimensi Impulsive Buying
Verplanken dan Herabadi (2001) membagi impulsive buying menjadi dua aspek,
yaitu :
Page 33
21
1. Cognitive: Proses psikologis seseorang yang merujuk kepada struktur dan
proses mental yang meliputi pemikiran, pemahaman dan penginterpretasian.
Menurut Verplanken dan Herabadi (2001) impulse buying terjadi karena ada
desakan membeli tanpa melakukan pertimbangan terlebih dahulu. Selain itu,
individu melakukan pembelian tanpa melakukan perencanaan, dan tanpa
memikirkan kegunaan pada produk yang akan dibeli. Dimensi kognitif terdiri
dari tiga komponen, yaitu :
Cognitive deliberation, suatu keadaan dimana (calon) konsumen
merasakan adanya desakan untuk bertindak tanpa adanya pertimbangan
mendalam atau memikirkan konsekuensinya.
Unplanned buying, suatu keadaan dimana (calon) konsumen tidak
memiliki rencana yang jelas dalam berbelanja.
Disregard for the future, suatu keadaan dimana (calon) konsumen
melakukan impulsive buying tidak menghiraukan masa depan.
2. Affective: proses psikologis dalam diri seseorang yang merujuk kepada emosi,
perasaan maupun suasana hati (moood). Menurut Verplanken dan Herabadi
(2001) yang dimaksud pada dimensi ini adalah, dimana individu tidak mampu
menahan dirinya untuk tidak melakukan membelian, adanya desakan membeli
yang dipengaruhi oleh suasana hati yang dirasakan dan ketika melakukan
pembelian dapat mengubah suasana hati individu. Proses ini terdiri dari tiga
komponen, yaitu:
Page 34
22
Irresistible urge to buy, suatu keadaan dimana (calon) konsumen memiliki
keinginan yang instan, terus menerus dan begitu memaksa, sehingga
(calon) konsumen tidak dapat menahan dirinya.
Positive buying emotion, suatu keadaan dimana (calon) konsumen
memiliki suasana hati positif yang berasal dari motivasinya untuk
memuaskan diri melalui impulsive buying.
Mood management, suatu keadaan dimana muncul keinginan (calon)
konsumen untuk mengubah atau menata perasaannya melalaui impulsive
buying.
2.1.3 Pengukuran Impulse Buying
Pengukuran impulse buying dalam penelitian ini mengunakan skala baku dari
Verplanken dan Herabadi (2001). Skala impulse buying terdiri dari 20 item yang
mengukur dua aspek yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif melihat
mengenai kurangnya perencanaan dan kehati-hatian, sedangkan pada aspek afektif
nya mengukur perasaan menyenangkan, kegairahan, tekanan, kontrol yang rendah
dan rasa penyesalan
2.1.4 Faktor-faktor yang memicu Impulse Buying
Verplanken dan Herabadi (2001), mengemukakan beberapa faktor yang dapat
memicu terjadinya perilaku impulse buying.
Page 35
23
1. Variabel Situasional
a. Lingkungan Toko
Beberapa variabel yang ada di lingkungan toko antara lain adalah penampilan
fisik produk, cara menampilkannya, atau ada tambahan seperti bau yang wangi,
warna yang indah, atau musik yang menyenangkan. Isyarat-isyarat yang
bermuatan efek ini dapat menarik perhatian, menimbulkan motivasi untuk
membeli, atau menyebabkan munculnya suasana hati yang positif, dan
merupakan hal yang sangat penting selama berlangsungnya in-store browsing
dapat mengakibatkan munculnya perasaan positif dan dorongan untuk membeli,
dimana keduanya merupakan karakteristik dari impulse buying (Beatty & Farrel,
dalam Verplanken & Heabadi, 2001)
b. Ketersediaan waktu dan uang
Variabel situasional lain yang juga mempengaruhi impulse buying adalah
tersediannya waktu dan uang, baik benar-benar tersedia (benar-benar memiliki
uang dan waktu), maupun hanya perasaan saja (hanya merasa memiliki uang dan
waktu) (Beatty & Farrel, dalam Verplanken & Heabadi, 2001)
2. Variabel person-related
Impulse buying mungkin berada dalam batasan-batasan yang berhubungan
dengan manusia, yaitu sebagai berikut:
Page 36
24
Emosi. Beaty dan Farrell (1998), Rook (1987), Gardner dan Rook (1993)
mengemukakan perilaku impulse buying berhubungan dengan suasana hati
tertentu (misalnnya kombinasi dari kesenangan, kegairahan dan kekuasaan)
menimbulkan kecenderungan untuk melakukan impulse buying.
Indivualistik & Kolektivis. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lee dan
Kacen (2002) menemukan adannya perbedaan saat membeli dengan
perencanaan dan pembelian yang tidak direncanakan (impulsif). Lee dan
Kacen mengatakan bahwa efek ketika melakukan impulsif buying bersama-
sama dengan orang lain, jelas berbeda apabila ditinjau dari segi budaya.
Konsumen dari budaya kolektivitas lebih puas ketika membeli pada bersama-
sama dengan orang lain daripada ketika membeli sendiri. Individualis tidak
mengekspersikan perbedaan besar dalam kepuasan proses ketika membeli
sendiri atau dengan orang lain.
Jenis kelamin. Menurut Dittmar, Jika jumlah pembelian masih stabil, maka
anatara perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan kerentanan untuk
membeli secara impulsif. Dittmar (1996) dan Rook dan Hoch (1985)
mengatakan bahwa perempuan membeli barang dengan tingkat emosional
yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Penelitian yang dilakukan Coley
(dalam Lin & Chuang, 2005) menunjukan wanita lebih impulsif dalam aspek
emosional dan kognitif.
Page 37
25
Motif hedonis. Rook (1987) dan Thamson (1990), pembelian impulsif
berkaitan dengan kepuasan hedonis. Sifat dasar dari motif hedonis pembelian
impulsif buying adalah kesenangan, kejutan, sesuatu yang baru,
menyenangkan dan keakraban. Konsumen sering melakukan pembelian
secara impulsif disaat individu sedang termotivasi oleh kebutuhan
hedonisnya. Rook (1987) menemukan bahwa konsumen merasa mendapat
energy yang baru setelah melakukan pembelian.
Selanjutnya, Loudon dan Bitta (1993) mengatakan ada beberapa karakteristik-
karakteristik yang dapat memicu konsumen melakukan impulse buying,
diantaranya adalah karakteristik produk, karakteristik pemasaran, dan
karakteristik konsumen.
1. Karakteristik produk yang mempengaruhi Impulse buying:
Memiliki harga yang rendah
Adanya kebutuhan pada produk tersebut
Siklus kehidupan produknya pendek
Ukurannya kecil atau ringan
Mudah disimpan
2. Pada faktor marketing, hal-hal yang mempengaruhi impuls buying adalah:
Page 38
26
Distribusi massa pada self service outlet terhadap pemasangan iklan besar-
besaran dan material yang akan di diskon.
Posisi barang yang dipamerkan dan lokasi too yang menonjol turut
mempengaruhi pembelian impulse buying.
3. Karakteristik konsumen yang mempengaruhi impulse buying adalah:
Kepribadian konsumen
Demografi (gender, usia, status pernikahan, pekerjaan dan pendidikan)
Karakteristik-karakteristik sosio-ekonomi yang dihubungkan dengan
tingkat impulse buying.
2.1 Succeptibility to Interpersonal Influence
2.2.1 Definisi Succeptibility to Interpersonal Influence
Susceptibility to interpersonal influence secara sederhana merupakan suatu
kecenderungan konsumen untuk berubah sebagai fungsi dari tekanan sosial
(MCGuire, dalam Bearden & Teel, 1989) Susceptibility to interpersonal influence
dianggap sebagai sebuah trait umum yang dapat menentukan dan menjelaskan
perilaku konsumen (Shukla, 2011)
Sedangkan menurut Bearden (1989) Susceptibility to interpersonal influence
kebutuhan seseorang mengindentifikasi sesuatu dengan bantuan pandangan/opini
Page 39
27
seseorang dan keinginan untuk mengikuti orang lain terhadap keputusan pembelian,
dan atau kecenderungan untuk mempelajari suatu produk dan jasa dengan
mengobservasi dari orang lain.
Dapat dikatakan bahwa Susceptibility to interpersonal influence merupakan
sebuah trait yang pasti ada pada setiap individu, namun dengan kadar yang berbeda,
dimana individu (sebagai konsumen) akan semakin rentan dengan pengaruh
interpersonal jika individu tersebut merasa butuh untuk mengidentifikasi dirinya
dengan orang lain, bersedia untuk menyesuaikan diri dengan orang tersebut, dan
memiliki kecenderungan untuk mencari informasi dari orang lain. Ketiga hal ini
berkaitan dengan peran utama konsumen, yakni mengkonsumsi produk, jasa, serta
merek.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih untuk mengunakan defisini yang
dikemukakan oleh (Bearden & Teel 1989) sebagai landasan teori Susceptibility to
interpersonal influence. Alasan peneliti memilih definisi tersebut karena definisi
yang dikemukan oleh (Bearden & Tell 1989) merupakan menyempurnaan dari
definisi yang dikemukakan oleh McGuire (1968). Selain itu definisi yang
dikembangkan oleh (Bearden & Tell 1989) telah dilengkapi dengan property-
properti konstruk seperti dimensi dan alat ukur yang sudah diakui dan digunakan
dalam banyak penelitian psikologi.
Page 40
28
2.2.2 Dimensi Susceptibility to interpersonal influence
Bearden dan Tell (1989) mengemukakan bahwa Susceptibility to interpersonal
influence memiliki dua dimensi, yaitu pengaruh normatif dan pengaruh
informasional. Berikut mengenai penjelasan pengaruh normatif dan pengaruh
interpersonal.
1. Pengaruh Normatif
Susceptibility to normative influence atau kerentanan konsumen terhadap pengaruh
normatif didefinisikan sebagai kecenderungan untuk memenuhi harapan orang lain
(Bearden & Tell 1989). Lalu Bearden dan Tell (1989) membagi dimensi pengaruh
normatif kedalam dua sub-dimensi, yakni kerentanan konsumen terhadap nilai
ekspresif dan kerentanan konsumen terhadap nilai utilitarian.
Kerentanan konsumen terhadap nilai ekspresif menggambarkan keinginan
individu untuk meningkatkan citra diri melalui asosiasi dengan kelompok tertentu.
Munculnya nilai ekspresif pada diri individu disebabkan oleh keinginan individu
untuk meningkatkan dan mendukung citra diri dengan mengidentifikasi dirinya pada
individu lain atau kelompok tertentu. Proses munculnya nilai ekspresif diawali oleh
kepuasan individu dapatkan ketika mengadopsi perilaku atau pendapat individu lain
(Brinberg & Plimtom, dalam Beaarden & Tell, 1989).
Sedangkan sub-dimensi utilitarian adalah sebagai upaya individu untuk
memenuhi harapan individu lain, baik untuk mendapatkan imbalan, atau
Page 41
29
menghindari hukuman. Dari penjelasan tersebut, dapat dilihat bahwa pengaruh
utilitarian lebih kepada bentuk kepatuhan individu, bukan bentuk dari keinginan
untuk meningkatkan citra diri, layaknya nilai ekspresif. Adapun pengaruh normatif
yang dimaksud pada perilaku impulse buying disini ialah, melakuan pembelian suatu
produk karena pengaruh orang lain, yang dimana individu mempunyai keinginan
untuk meniru seseorang. Jika individu membeli produk yang dibeli oleh orang lain
individu merasa mempunyai kedekatan dalam dirinya dengan orang tersebut.
2. Pengaruh Informasional
Susceptibility to informasional influence (kerentanan konsumen terhadap pengaruh
informasional). Bearden dan Tell (1989) mendefinisikan sebagai kecenderungan
individu untuk menerima informasi dari individu lain terkait apa yang menjadi
realitas saat itu dan pendapat orang lain begitu berpengaruh pada keputusan
membelinya. Kerentanan konsumen terhadap pengaruh informasional dapat muncul
melalui dua cara, pertama, mencari informasi dari individu lain yang dianggap
memiliki pengetahuan lebih baik. Kedua, membuat kesimpulan berdasarkan
pengamatan terhadap perilaku lain. Beberapa penelitian menemukan bahwa
pengaruh informasional dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam memilih dan
membeli produk (Bearden & Etzel, dalam Bearden & Tell, 1989).
Page 42
30
2.2.3 Pengukuran Susceptibility to interpersonal influence
Terdapat beberapa cara mengukur Susceptibility to interpersonal influence antara lain
dengan mengunakan metode observasi, wawancara, dan melalui kuesioner dengan
mengunakan skala sikap. Observasi dapat dilakukan dengan mengamati perilaku
individu sebagai konsumen. Konsumen yang terhadap pengaruh interpersonal akan
menunjukan cirri-ciri seperti; cenderung memilih untuk pergi belanja bersama orang
lain dan cenderung akan sangat mudah dipengaruhi orang lain (Lin & Chuang, 2005),
cenderung mengunakan persetujuan atau pendapat individu lain dalam membuat
keputusan membeli, dan mengabaikan pendapat atau penilaian diri terhadap suatu
produk (Lin & Chuang, 2005).
Selain observasi, metode wawancara juga dapat digunakan utnuk mengukur
Susceptibility to interpersonal influence, terutama untuk memperkaya hasil observasi.
Metode lain yang dapat digunakan untuk mengukur Susceptibility to interpersonal
influence adalah melalui kuesioner dengan skala sikap. Awalnya, upaya untuk
mengembangkan alat ukur Susceptibility to interpersonal influence dilakukan oleh
Park & lessig (dalam Bearden & Tell 1989). Alat ukur tersebut teridiri dari 14
pernyataan. Setiap item pada alat ukur ini menanyakan kepada responden mengenai
relevensi dari sikap pernyataan (terkait pengaruh interpersonal) dalam pembelian
sebuah produk atau merek yang diberikan. Meski telah digunakan dalam beberapa
penelitian, namun alat ukur ini memiliki keterbatasan. Alat ukur ini dianggap tidak
dapat dibandingkan dengan keperibadian umum dan karakteristik personal yang
Page 43
31
dimiliki individu, karena alat ukur ini menyebutkan merek dan produk tertentu secara
spesifik, sehingga memungkinkan adanya bias dari individu. Selain Park & lessig
(dalam Bearden & Tell 1989) tidak pernah menyebutkan hasil pengukuran reliabilitas
dan validitas dari alat ukur Susceptibility to interpersonal influence yang telah
dikembangkan ini.
Bearden dan Tell (1989) kemudian mencoba untuk mengembangkan sebuah alat
ukur Susceptibility to interpersonal influence, untuk memperbaiki keterbatasan yang
terdapat pada alat ukur yang dikembangkan Park dan lessig (1977). Alat ukur ini
bernama SUSCEP scale yang mengukur dua dimensi, yaitu pengaruh normatif dan
pengaruh informasional.
2.3 Kecerdasan Emosi
2.3.1 Definisi Emosi
Makna harfiah dari emosi dalam Oxford English Dictionary adalah setiap kegiatan
atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu; setiap keadaan mental yang hebat atau
meluap-luap. Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2001 juga mendefinisikan emosi
sebagai keadaan dari reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan,
keharuan, kecintaan).
Goleman (2000) mengartikan emosi sebagai suatu perasaa dan pikiran-pikiran
khasnya, suatu keaadan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan
untuk bertindak. Dari pengertia di atas, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah reaksi
Page 44
32
perasaan dalam diri seseorang yang timbul karena adanya suatu stimulus dengan
memperlihatkan cirri-ciri seperti pengindraan dan perubahan fisiologis serta
serangkaian kecenderungan untuk melakukan tindakan.
2.3.2 Definisi Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenal dan mengekspresikan emosi
di dalam diri dan kemampuan untuk memahami emosi orang lain (Salovey & Mayer,
1996). Kecerdasan emosi ini yang dalam ungkapan lain disebut sebagai kompetensi
emosional, bekerja pada kenyataan tentang perbedaan kapasitas individu dalam
memproses dan beradaptasi terhadap informasi afektif (Mayer & Salovey, 1990).
Menurut Petrides dan Furnham (dalam Salovey, 2005), kecerdasan emosi
membangun beragam disposisi perilaku dan emosi yang berkaitan, yang
mempengaruhi cara individu dalam mengatasi tuntutan dan tekanan (self control,
well-being, kemampuan bersosialisasi, dan sensitif).
Sebuah model pelopor lain untuk kecerdasan emosional diungkapkan oleh
seorang psikolog Israel yaitu Reuven Bar-On (Goleman, 2000) menjabarkan
kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi, dan sosial
yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan
dan tekanan lingkungan.
Selanjutnya, menurut Goleman (2000), kecerdasan emosional adalah
kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage
Page 45
33
our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan
pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its experession) melalui
keterampian kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi, empati dan keterampilan
sosial. Kidwel, Hardesty dan Childers (2008) mendefinisikan kecerdasan emosi
merupakan kemampuan individu dalam mengunakan informasi emosional secara
mahir untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Peneliti menggunakan definisi kecerdasan emosi ialah kemampuan untuk
secara adaptif merasakan, memahami, mengatur, dan memanfaatkan emosi dalam
diri sendiri dan orang lain.
2.3.2 Aspek-Aspek kecerdasan Emosi
Aspek kecerdasan emosi menurut Schutte (1998):
1. Positif Affect: Pengaruh positif dalam pengalaman pribadi, yang melibatkan
kecenderungan individu untuk memandang kehidupan dengan positif, tetapi lebih
khusus ketika menghadapi masalah. Menurut Schutte (1998), Positif Affect yaitu
suasana hati yang positif dapat mempengaruhi apa yang dikerjakan oleh individu,
lalu individu dapat belajar pada pengalaman masa lalunya dengan memandang
segalanya secara positif.
2. Emotion Other: Pengalaman individu terhadap emosi orang lain yang
berpengaruh pada kehidupannya. Kepekaan inidividu terhadap apa yang dirasakan
Page 46
34
oleh orang lain, sehingga dapat membuat orang lain disekitarnya merasa nyaman
dengan dirinya.
3. Happy Emotion: Pada dimensi ini dipengaruhi oleh aspek-aspek yang baik,
seperti suasana hati, emosi positif dan sukacita. Memanfaatkan emosi yang baik
dalam kehidupan, sehingga individu dapat menghasilkan emosi yang positif untuk
dirinya dan orang lain.
4. Emotion Own: Emosi yang dihasilkan oleh persepsi individu sendiri. Kesadaran
akan emosi yang dirasakan pada dalam diri individu.
5. Non-Verbal Emotion: Pesan non-verbal yang mengirim dan menerima dari orang
lain dan bagaimana cara individu untuk menasfirkan pesan non-verbal sendiri.
Paham atau tidaknya bahasa non-verbal yang diterima dan dikirim kepada orang
lain.
6. Emotion Management: Dimensi ini mencerminkan indikasi individu yang dimana
individu dapat mengontrol emosinya atau gagal untuk mengelola emosinya. Cara
individu memhami emosi dalam dirinya dan tahu bagaimana cara
mengendalikannya.
2.3.4. Pengukuran Kecerdasan Emosi
1. The Mayer Salovey Caruso Emotional Intelligence Test (MSCEIT)
Alat ukur ini dikembangkan oleh Mayer dan Salovey pada tahun 1999. Skala ini
terdiri dari delapan subaspek dari empat aspek, yaitu penerimaan emosi (wajah dan
gambar), penggunaan emosi (sensasi dan fasilitas), pemahaman emosi (perubahan
Page 47
35
dan campuran), dan pengaturan emosi (pengelolaan emosi dan hubungan emosi).
Skala ini terdiri 141 item dan digunakan untuk remaja usia 17 tahun keatas.
2. Assessing Emotions Scale (AES)
Alat ukur ini dibuat oleh Schutte yang berdasarkan pada model kecerdasan emosi
yang dikembangkan oleh Mayer Salovey tahun 1993. Skala ini terdiri dari 33 item
yang mengukur karakteristik kecerdasan emosi pada diri sendiri dan orang lain.
Menggunakan lima point skala Likert, dari sangat tidak setuju-sangat setuju. Skala ini
dibagi menjadi tiga subskala, yaitu penilaian emosi, penggunaan emosi, dan
pengaturan emosi.
3. The BarOn Emotional Quotient Inventory
Alat ukur ini digunakan untuk mengukur kecerdasan emosi pada anak usia tujuh
sampai 18 tahun. Skala ini berdasar pada kecerdasan emosi dan kecerdasan sosial.
Terdapat 60 item yang terbagi dalam beberapa skala, yaitu skala intrapersonal, skala
interpersonal, skala pengaturan stres, dan skala kemampuan beradaptasi.
4 Schutte Emotional Intelligance Scale (SEIS)
Alat ukur ini dibuat oleh Schutte pada tahun 1998. Skala ini mengukur persepsi,
pemahaman, ekspresi, mengatur dan memanfaatkan emosi dalam diri dan orang lain.
Skala ini terdiri dari 33 item.
5. Emotional Competence Inventory (ECI)
Alat ukur ini dikembangkan oleh Boyatzis, Goleman, dan kolega-koleganya. Skala
ini dibuat untuk mengukur kemampuan emosional dan perilaku sosial yang positif
(Boyatzis, Goleman, & Rhee, 2000). ECI terdiri 110 item dan mengukur 20
Page 48
36
kemampuan yang diatur dalam empat kelompok, yaitu kesadaran diri, kesadaran
sosial, pengaturan diri, dan kemampuan sosial.
Dalam penelitian ini, alat ukur yang digunakan adalah Schutte Emotional
Intelligance Scale (SEIS), karena alat ukur ini sebelumnya pernah digunakan untuk
mengukur kecerdasan emosi terhadap impulse buying pada remaja.
2.4 Jenis Kelamin dan Uang Saku
Selain susceptibility to interpersonal influence dan kecerdasan emosi, faktor
demografi (Slama & Taschian, dalam Guitierez, 2004) juga berpengaruh pada
impulse buying. Faktor demografi adalah faktor-faktor kependudukan yang
menunjukan keadaan dan karakter penduduk, diantaranya adalah usia, jenis kelamin,
status pernikahan dan uang saku (Yang & Huang, 2011).
Sebuah penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan antara laki-laki dan
perempuan dalam melakukan impulse buying. Perempuan melakukan impulse buying
disebabkan karena simbolisasi dalam hubungannya dengan orang lain, atau dalam arti
perempuan berbelanja untuk menunjukan identitas diri sedangkan laki-laki
melakukan impulse buying lebih kepada fungsi atau kegunaan barang tersebut
(Dittmar, dalam Lee, 2008).
Faktor demografi selanjutnya adalah uang saku, menurut Ahmad (2011),
semakin besar uang saku remaja, maka semakin tinggi pula tingkat impulse buying
remaja. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Yang dan Huang (2011) yang
Page 49
37
menyatakan bahwa pendapatan berpengaruh secara signifikan terhadap impulse
buying.
2.5 Remaja
Menurut bapak studi ilmiah remaja yaitu Hall (dalam Santrok, 2003), remaja berada
di usia antara usia 12 sampai 23 tahun.
Menurut Piaget (dalam Hurlock, 1980), secara psikologis, remaja adalah usia
di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak
lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam
tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam
masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan
dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok.
Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya
untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya
merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini. Tahapan usia remaja
yaitu awal masa remaja berlangsung kira-kira dari usia 13 tahun sampai 16 atau 17
tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun,
yaitu usia matang secara hukum (dalam Hurlock, 1980).
2.5.1 Remaja dan Perilaku Belanja Impulsif
Johnstone (dalam Mangkunegara, 1988), mengemukakan tipe-tipe konsumen remaja
sebagai berikut:
Page 50
38
1. Mudah terpengaruh oleh rayuan penjual
2. Mudah terbujuk iklan, terutama pada kerapian kertas pembungkus (apalagi jika
dihiasi dengan warna warni yang menarik)
3. Tidak berpikir hemat
4. Kurang realistis, romantik dan mudah terbujuk (impulsif)
2.6 Kerangka Berpikir
Masa remaja merupakan tahapan peralihan antara masa anak-anak dengan masa
dewasa yang ditandai dengan berbagai perubahan baik dalam aspek fisik, sosial, dan
psikologis. Perubahan tersebut bermuara pada upaya menemukan jatidiri dan identitas
diri. Perubahan fisik, psikologis, dan sosial yang terjadi pada remaja mempengaruhi
remaja sebagai konsumen. Salah satunya adalah bentuk sikap dan ketertarikan
remaja, misalnya minat yang sangat kuat terhadap penampilan (Rook 1987).
Kemampuan yang dimiliki remaja dapat meningkatkan atau menurunkan
pandangan teman-teman sebaya terhadap dirinya. Sesuatu yang bersifat pribadi
seperti tampang, bentuk tubuh, pakaian atau perhiasan, dan sebagainya, sangat
diminati karena erat berkaitan dengan keberhasilannya dalam pergaulan. Remaja
menjadi sangat memperhatikan penampilan dan menghabiskan banyak uang dan
waktu serta usaha yang sungguh-sungguh untuk membuat penampilannya menjadi
lebih baik (Mangkunegara, 1988).
Page 51
39
Remaja berusaha membentuk citra atau image tentang dirinya dan upaya ini
terlihat dalam suatu gambaran tentang cara setiap remaja mempersepsikan dirinya.
Termasuk didalamnya cara remaja menampilkan diri secara fisik sehingga
mendorong remaja melakukan berbagai upaya agar tampilan fisiknya sesuai dengan
tuntutan komunitas sosia. Keinginan untuk memenuhi tuntutan tersebut diduga
mendorong remaja untuk melakukan pembelian pada barang atau produk yang
sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan.
Banyak sekali remaja yang berbelanja tanpa disertai pertimbangan secara matang.
Remaja membeli barang-barang yang “menggoda mata”, yang sebenarnya tidak
dibutuhkan. Melakukan pembelian bukanlah hal yang baru, namun sudah menjadi
bagian dari kehidupan sehari-hari. Tiap-tiap individu dapat memilih berbagai macam
keputusan pembeliannya. Sebelum melakukan pembelian suatu produk biasanya
konsumen selalu merencanakan terlebih dahulu tentang barang apa yang akan
dibelinya, jumlah, anggaran, tempat pembelian, dan lain sebagainnya. Namun, ada
kalanya proses pembelian yang dilakukan oleh konsumen timbul begitu saja saat
melihat suatu barang, yang dikarenakan ketertarikannya kemudian konsumen
melakukan pembelian pada barang tersebut. Tipe pembelian tersebut dinamakan tipe
pembelian impulse buying.
Menurut Verplanken dan Herabadi (2001) impulse buying merupakan pembelian
yang dilakukan secara tiba-tiba, baik direncanakan sebelumnya, dan melibatkan peran
emosi seperti perasaan menyenangkan, bergairah dan spontanitas. Impulse buying
teridiri dari dua dimensi yaitu, kognitif dan afektif. Dimensi kognitif mempunyai arti
Page 52
40
yaitu proses psikologis seseorang yang merujuk kepada sturuktur dan proses mental,
sedangkan dimensi afektif adalah proses psikologis dalam diri seseorang yang
merujuk kepada emosi, perasaan maupun suasana hati (mood). Fenomena impulse
buying pada remaja sering dipengaruhi oleh Susceptibility to interpersonal influence.
Susceptibility to interpersonal influence merupakan kebutuhan seseorang untuk
mengidentifikasi sesuatu dengan bantuan pandangan/opini seseorang dan keinginan
untuk mengikuti orang lain (conform to others) terhadap keputusan pembelian, dan
atau kecenderungan untuk mempelajari suatu produk dan jasa dengan mengobservasi
orang lain atau mencari informasi dari orang lain.
Susceptibility to interpersonal influence terdiri dari dua dimensi yaitu pengaruh
informasional dan pengaruh normatif. Pengaruh informasional ialah kecenderungan
individu untuk menerima informasi dari individu lain, terkait apa yang menjadi
realitas saat itu. Jadi dapat dikatakan ketika individu ingin melakukan pembelian, ia
cenderung mencari informasi tentang produk yang akan ia beli. Semakin individu
mempunyai banyak informasi yang diperoleh maka semakin individu lebih berhati-
hati dan menimbang-nimbang sebelum membeli. Jadi dapat dikatakan, Semakin
tinggi pengaruh informasional individu maka akan semakin rendah impulse buying
yang mucul. Selain pengaruh informasional, terdapat juga pengaruh normatif yaitu
kecenderungan individu untuk memenuhi harapan orang lain, jadi ketika individu
ingin melakukan pembelian ia sangat dipengaruhi oleh pendapat-pendapat orang lain
atau harapan orang lain. Misalnya remaja yang sedang berbelanja bersama temannya,
ketika temannya mengatakan produk tersebut bagus, maka ia akan membeli produk
Page 53
41
tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan, semakin tinggi pengaruh normatif maka
semakin tinggi pula impulse buying.
Selain Susceptibility to interpersonal influence, kecerdasan emosi sangatlah
berpengaruh terhadap impulse buying pada remaja. Terdapat enam aspek pada
kecerdasan emosi, yaitu: positif affect, emotion other, happy emotion, emotion own,
non verbal, dan emotion management. Positif affect begitu pengaruh pada impulse
buying pada remaja, positif affect ialah pengaruh positif dalam pengalaman pribadi
seseorang, yang melibatkan kecenderungan individu untuk memandang kehidupan
dengan positif tetapi lebih khusus ketika mengahadapi masalah. Banyak individu
yang akan melakukan pembelian berdasarkan pengalamannya sendiri terhadap suatu
produk, sehingga individu lebih mengetahui kekurangan dan kelebihan produk
tersebut. Individu yang memiliki positif affect maka ia akan lebih berhati-hati dalam
melakukan pembelian.
Selain positif affect terdapat emotion other. Emotion other ialah pengalaman
individu terhadap emosi orang lain yang berpengaruh pada kehidupannya. Individu
yang mempunyai emotion other baik biasaya melakukan pembelian berdasarkan
pengalamannya yang dipengaruhi oleh orang lain. Misalnya ketika ia ingin membeli
suatu produk, biasanya ia berpikir ulang, karena pernah ada teman atau kerabatnya
yang memiliki pengalaman baik atau tidaknya pada produk tersebut. Jadi semakin
tinggi emotion other semakin rendah pula impulse buying pada dirinya.
Selanjutnya adalah happy emotion, pada dimensi ini dipengaruhi oleh aspek-
aspek yang baik, seperti suasana hati, emosi positif dan sukacita. Jika dilibatkan oleh
Page 54
42
impulse buying dapat dikatakan individu yang suasana hatinya positif ia akan
melakukan impulse buying, biasanya jika ia sedang merasa senang atau bahagia, hal
yang dilakukan adalah berbelanja. Namun jika suasana hatinya sedang buruk ia lebih
cenderung malas untuk berbelanja. Setelah happy emotion, selanjutnya ialah emotion
own yaitu emosi yang dihasilkan oleh persepsi individu sendiri, jadi jika individu
mempersepsikan bahwa berbelanja suatu produk itu adalah hal baik, maka ia akan
melakukannya. Semua keputusan membeli yang dilakukan didasari oleh persepsi
individu sendiri.
Selanjutnya adalah non verbal yaitu, pesan non verbal yang dikirim dan diterima
dari orang lain dan bagaimana cara individu untuk menafsirkan pesan non verbal
tersebut, jadi jika individu melakukan pembelian, individu cenderung melihat pesan
non verbal orang lain terhadap produk yang akan ia beli. Misalnya ia sedang
berbelanja dan meminta mendapat kepada orang disekitarnya, lalu ia melihat
ekspresi atau bahasa tubuh orang tersebut baik terhadap produk tersebut, maka ia
akan memutuskan untuk pembeli produk tersebut. Selanjutnya ialah emotion
management yaitu mencerminkan indikasi individu yang dimana individu dapat
mengontrol emosi atau gagal untuk mengelola emosinya, jadi semakin individu
pandai mengelola emosinya, maka akan semakin baik pula individu mengotrol hasrat
untuk melakukan pembelian pada produk-produk yang memang tidak dibutuhkan
oleh dirinya.
Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka penelitian dapat dirumuskan dalam
bentuk skema sebagai berikut :
Page 55
43
Gambar 2.1
Gambar 2.1
Kerangka berpikir penelitian
Page 56
44
2.7 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir yang sudah dijelaskan diatas, maka dirumuskan
hipotesis penelitian sebagai berikut:
Hipotesis Major:
Terdapat pengaruh signifikan variabel susceptibility to interpersonal influence,
kecerdasan emosi, dan faktor demografi terhadap impulse buying pada remaja.
Hipotesis Minor:
H1: Ada pengaruh yang signifikan dimensi pengaruh informasional terhadap
impulse buying pada remaja.
H2 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi pengaruh normatif terhadap impulse
buying pada remaja.
H3: Ada pengaruh yang signifikan dimensi emotion management terhadap impulse
buying pada remaja.
H4: Ada pengaruh yang signifikan dimensi emotion other terhadap impulse buying
pada remaja.
H5: Ada pengaruh yang signifikan dimensi emotion own terhadap impulse buying
pada remaja.
H6: Ada pengaruh yang signifikan dimensi happy emotion terhadap impulse
buying pada remaja.
H7: Ada pengaruh yang signifikan dimensi non verbal terhadap impulse buying
pada remaja.
Page 57
45
H8: Ada pengaruh yang signifikan dari dimensi positif affect terhadap impulse
buying pada remaja.
H9 : Ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadap impulse buying pada
remaja.
H10 : Ada pengaruh yang signifikan uang saku terhadap impulse buying pada
remaja.
Page 58
44
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai populasi, sampel, variabel penelitian,
instrument pengumpulan data, analisis data dan prosedur penelitian.
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
3.1.1 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah remaja usia 15-18 tahun (siswa-siswi SMA). Peneliti
mengambil sampel sebanyak 250 orang remaja. Penelitian ini dilakukan di kawasan
sekitar Blok M, Jakarta Selatan. Salah satu mengapa peneliti mengambil lokasi
tersebut karena di kawasan tersebut terdapat beberapa sekolah menengah atas, seperti
SMA 70, 6 dan Al-Azhar. Selain itu dikawasan Blok M tersebut terdapat banyak
tempat berkumpulnya siswa-siswi SMA. Alasan tersebut didasari atas observasi yang
peneliti lakukan.
Sampel pada penelitian ini menggunakan non probability sampling technique.
Artinya peluang terpilihnya dari setiap reponden anggota populasi tidak dapat
dihitung. Non probability sampling technique yang digunakan dalam penelitian ini
adalah convenience sampling, yaitu responden dipilih berdasarkan kesediaan dengan
alasan tidak adanya data yang diperoleh mengenai populasi.
Page 59
45
3.2 Variabel Penelitian
3.2.1 Identifikasi Variabel Penelitian
Sebelum membahas definisi operasional penelitian, dibawah ini terdapat beberapa
variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana yang disebutkan pada bab
sebelumnya. Adapun penelitian ini yang dijadikan dependent variabel (DV) adalah
Impulse Buying. Sedangkan yang dijadikan independent variabel (IV) adalah
beberapa variabel lainnya, berikut variabel yang dimaksud:
IV1 = Pengaruh Normatif
IV2 = Pengaruh Informasional
IV3 = Positif Affect
IV4 = Emotion Others
IV5 = Happy Emotion
IV6 = Emotion Own
IV7 = Non-Verbal Emotion
IV8 = Emotion Management
IV9 = Jenis Kelamin
IV10 = Uang Saku Siswa
3.2.2 Definisi Operasional Variabel
Adapun definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah :
Page 60
46
1. Impulsive buying
Impulsive buying sebagai pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan
pembelian yang cepat dan tidak direncanakan, diikuti oleh adanya konflik pikiran dan
dorongan emosional.
Secara operasional impulsive buying terdiri atas dua dimensi (cognitive dan affective)
sebagaimana yang dikemukakan oleh Verplanken & Herabadi (2001). Definisi
operasional untuk setiap dimensi sebagai berikut yang akan diukur oleh peneliti :
Cognitive : pembelian yang dilakukan tanpa perencanaan yang disebabkan
karena keyakinan untuk memilih suatu barang.
Affective : pembelian yang dilakukan tanpa perencanaan yang disebabkan
karena pemikiran yang tidak matang dan dipengaruhi oleh dorongan emosi.
2. Susceptibility to Interpersonal Influence
Susceptibility to interpersonal influence secara operasional dapat diartikan sebagai
kebutuhan seseorang untuk mengidentifikasi sesuatu dengan bantuan
pandangan/opini seseorang dan keinginan untuk mengikuti orang lain (conform to
others) terhadap keputusan pembelian, dan atau kecenderungan untuk mempelajari
suatu produk dan jasa dengan mengobservasi orang lain atau mencari informasi dari
orang lain, yang terdiri dari
2 komponen, yaitu:
Pengaruh Normatif: Individu yang memiliki kerentanan tinggi terhadap
pengaruh interpersonal normatif cenderung membeli produk yang individu
rasa orang lain akan menyetujui atau melihat positif.
Page 61
47
Pengaruh Informasional: Pengaruh informasional dipandang sebagai
kecenderungan untuk menerima informasi sebagai bukti realitas dengan
mengamati orang lain atau aktif mencari informasi dari orang lain yang lebih
berpengetahuan.
3. Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi secara operasional dapat diartikan sebagai kemampuan secara
adaptif merasakan, memahami, mengatur, dan memanfaatkan emosi dalam diri
sendiri dan orang lain. Emotional Intelligance mempunyai beberapa dimensi sebagai
berikut:
Positif Affect: Pengaruh positif dalam pengalaman pribadi, yang melibatkan
kecenderungan individu untuk memandang kehidupan dengan positif, tetapi
lebih khusus ketika menghadapi masalah.
Emotion Other: Pengalaman individu terhadap emosi orang lain yang
berpengaruh pada kehidupannya.
Happy Emotion: Pada dimensi ini dipengaruhi oleh aspek-aspek yang baik,
seperti suasana hati, emosi positif dan sukacita.
Emotion Own: Emosi yang dihasilkan oleh persepsi individu sendiri.
Non-Verbal Emotion: Pesan non-verbal yang mengirim dan menerima dari
orang lain dan bagaimana cara individu untuk menasfirkan pesan non-verbal
sendiri.
Page 62
48
Emotion Management: Dimensi ini mencerminkan indikasi individu yang
dimana dapat mengontrol emosinya atau gagal untuk mengelola emosinya.
3.3 Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan berupa kuesioner. Kuesioner adalah
salah satu jenis alat pengumpul data berupa sejumlah daftar yang berisi suatu
rangkaian pernyataan mengenai suatu bidang untuk memperoleh data berupa
jawaban-jawaban dari responden dalam suatu penelitian. Kuesioner yang
digunakan pada penelitian ini berbentuk model skala likert, yaitu sangat setuju
(SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS).
Subjek diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang masing-
masing jawaban menunjukan kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan
keadaan yang dirasakan oleh subjek. Model skala likert berbentuk pernyataan
positif (favorable). Perhitungan skor tiap-tiap pilihan jawaban adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.1
Skor Pengukuran Skala
Pilihan Pernyataan
Favorable Unfavorable
Sangat Sesuai 4 1
Sesuai 3 2
Tidak Sesuai 2 3
Sangat Tidak Sesuai 1 4
Page 63
49
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas tiga skala, yaitu:
skala impulsive buying, skala susceptibility dan skala kecerdasan emosi.
1. Skala Impulsive buying
Pada skala ini, peneliti menggunakan skala baku impulsive buying dari Verplanken
& Herabadi (2001). Alat ukur terdiri dari 20 item yang terbagi menjadi 2 aspek,
yaitu aspek cognitive yang berjumlah 10 item dan aspek affective yang berjumlah 10
item. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2.
Blue Print Impulsive buying
Page 64
50
2. Skala Susceptibility to Interpersonal Influence
Skala ini terdiri dari 12 item. Awalnya skala ini dikembangkan oleh Bearden et al
(1989). Kemudian peneliti mengadaptasi alat ukur ini berdasarkan skala
Susceptibility to interpersonal influence dari jurnal “Adolescents, Impulse Buying:
Susceptibility to interpersonal influence and Fear of Negative Evaluation” (Yi-Hsiu
Lin dan Chen Yueh Chen, 2012). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.3.
Tabel 3.3.
Blue Print Susceptibility to Interpersonal Influence
No. Dimensi Indikator Fav Jumlah
1 Pengaruh Normatif Membeli suatu produk &
merek karena peran orang lain.
1,2,3 3
Mengidentifikasi orang lain
dari produk & merek yang
individu beli
5 & 8 2
Keinginan meniru seseorang
dengan membeli produk yang
sama.
4 & 7 2
Rasa keterikatan dengan orang
lain, karena memiliki brand
yang sama.
6 1
2 Pengaruh
Informasional
Pengaruh pendapat orang lain
terhadap keputusan membeli.
9,10,11,12 4
Total 12
3. Skala Kecerdasan Emosi
Skala yang digunakan untuk mengukur kecerdasan emosi berjumlah 33 item,
yang terbagi menjadi 4 aspek yaitu, Positif Affect, Emotion-Other, Happy
Emotion, Emotion Own, Non-Verbal Emotion, Emotion Management. Skala ini
Page 65
51
dikeluarkan oleh Schutte et al. (2002). Kemudian peneliti mengadaptasi skala ini
dari jurnal “Development and validation of a measure of emotional” (Nicola S.
Schutte*, John M. Malouff, Lena E. Hall, Donald J. Haggerty, Joan T. Cooper,
Charles J. Golden, Liane Dornheim, 1997). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel 3.4.
Tabel 3.4.
Blue print kecerdasan emosi
Page 66
52
3.4 Pengujian Validitas Konstruk
Semua instrumen yang penulis gunakan dalam penelitian ini diuji validitasnya. Uji
validitas dilakukan dengan menggunakan confirmatory factor analysis (CFA)
menggunakan program LISREL 8.7 (Linear Structural Relationship). Berikut ialah
prosedur CFA:
1. Menguji apakah hanya satu faktor saja yang menyebabkan item-item saling
berkorelasi (hipotesis unidimensional item). Hipotesis ini diuji dengan chi-square.
Untuk memutuskan apakah memang tidak ada perbedaan antara matriks korelasi
yang diperoleh dari data dengan matriks korelasi yang dihitung menurut
teori/model. Jika hasil chi-square tidak signifikan (p>0.05), maka hipotesis nihil
yang menyatakan bahwa “tidak ada perbedaan antara matriks korelasi yang
diperoleh dari data dan model” diterima, yang artinya, item yang diuji mengukur
satu faktor saja (unidimensional). Sedangkan, jika nilai chi-square signifikan
(p<0.05), artinya item-item yang diuji mengukur lebih dari satu faktor
(multidimensional). Dalam keadaan demikian maka peneliti melakukan
modifikasi terhadap model dengan cara memperbolehkan item-item saling
berkorelasi tetapi dengan tetap menjaga bahwa item hanya mengukur satu faktor
(unidimensional). Jika sudah diperoleh model yang fit (tetapi tetap
unidimensional) maka dilakukan langkah selanjutnya.
2. Menganalisis item mana yang menjadi sumber tidak fit.
Page 67
53
3. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengetahui item mana yang
menjadi sumber tidak fit, yaitu:
Melakukan uji signifikansi terhadap koefisien muatan faktor dari masing-
masing item dengan menggunakan t-test. jika nilai t yang diperoleh pada
sebuah item tidak signifikan (t>1.96) maka item tersebut akan didrop karena
dianggap tidak signifikan sumbangannya terhadap pengukuran yang sedang
dilakukan.
Melihat arah koefisien maupun muatan faktor (factor loading). Jika suatu item
memiliki muatan negatif, maka item tersebut didrop karena tidak sesuai
dengan pengukuran (berarti semakin tinggi nilai pada item tersebut semakin
rendah nilai pada faktor yang diukur).
Sebagai kriteria tambahan (optional) dapat dilihat juga banyaknya korelasi
parsial antar kesalahan pengukuran, yaitu kesalahan pengukuran pada suatu
item yang berkorelasi dengan kesalahan pengukuran pada item lain. Jika
pada suatu item terdapat terlalu banyak korelasi seperti ini (lebih dari tiga),
maka item tersebut akan didrop. Alasannya adalah item yang demikian selain
mengukur apa yang ingin diukur juga mengukur hal lain (multidimensional
item).
4. Menghitung faktor skor
Jika langkah-langkah diatas telah dilakukan, maka diperoleh item-item yang valid
untuk mengukur apa yang diukur. Item-item inilah yang kemudian diolah untuk
mendapatkan faktor skor pada tiap skala. Dengan demikian perbedaan
Page 68
54
kemampuan yang masing-masing item dalam mengukur apa yang hendak diukur
ikut menentukan dalam menghitung faktor skor (true score). True score inilah
yang dianalisis dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini, penulis tidak menggunakan raw score / skor mentah (hasil
menjumlahkan skor item). Oleh karena itu sebenarnya tidak diperlukan informasi
tentang reliabilitas masing-masing alat ukur (misalnya, cronbach alpha) karena
true score itu reliabilitasnya sama dengan satu (100%).
Untuk kemudahan didalam penafsiran hasil analisis maka penulis
mentransformasikan faktor skor yang diukur dalam skala baku (Z score) menjadi T
score yang memiliki mean = 50 dan standar deviasi (SD) = 10 sehingga tidak ada
responden yang mendapat skor negatif. Adapun rumus T score adalah:
T score = (10 x skor faktor) + 50
3.4.1 Uji Validitas Konstruk SusceptibilityTo Intrapersonal Influence
SusceptibilityTo Intrapersonal Influence memiliki dua aspek, yaitu pengaruh normatif
dan pengaruh informasional.
1. Pengaruh Normatif
Penulis menguji apakah delapan item yang ada bersifat undimensional, artinya
benar hanya mengukur pengaruh normatif. Bedasarkan hasil CFA yang dilakukan
Page 69
55
dengan model satu faktor, hasil uji validitas pada aspek pengaruh normatif adalah fit
dengan Chi-Square = 21.15, df = 16, P-value = 0.06238, dan nilai RMSEA = 0.036.
Model fit karena memiliki nilai p-value > 0.05
Gambar 3.1 Path diagram Pengaruh Normatif
Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut diterima
atau tidak, pengujiannya dengan melihat T-velues dan muatan faktor, seperti tabel 3.5
berikut ini:
Page 70
56
Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Konstruk Pengaruh Normatif
No. Item Lambda Standard Eror T-Value Signifikan
1 0.23 (0.06) 3.61
2 0.54 (0.06) 8.87
3 0.81 (0.06) 13.14
4 0.52 (0.06) 8.55
5 0.58 (0.06) 9.63
6 0.71 (0.07) 10.78
7 0.53 (0.06) 8.55
8 0.52 (0.07) 7.57
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96), X = Tidak Signifikan
Dari keterangan tabel 3.5 dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan. Pada
aspek ini tidak ada item yang digugur.
2. Pengaruh Informasional
Hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor berikutnya adalah
pengaruh Informasional. Berdasarkan hasil CFA yang dilakukan dengan model
satu faktor, hasil uji validitas pada satu aspek pengaruh informasional adalah fit
dengan Chi-square = 3.55, df = 2, p-value = 0.16960, dan nilai RMSEA = 0.056.
Model fit karena memiliki nilai P-value > 0.05.
Gambar 3.2 Path Diagram Pengaruh Informasional
Page 71
57
Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut diterima
atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value dan muatan faktor,
seperti tabel 3.6 berikut ini:
Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Konstruk Pengaruh Informasional No. Item Lambda Standard Eror T-Value Signifikan
9 0.33 (0.07) 4.93
10 0.77 (0.06) 12.73
11 0.70 (0.06) 11.38
12 0.89 (0.06) 13.87
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96), X = Tidak Signifikan
Dari keterangan tabel 3.5 dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan. Pada
aspek ini tidak ada item yang digugur.
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi memiliki enam aspek yaitu: emotion management, emotion other,
emotion own, happy emotion, non verbal, positif affect.
1. Emotion Management
Berdasarkan hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, hasil uji
validitas pada aspek emotion management adalah tidak fit dengan Chi-square =
49.89, df = 5, p-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.190. Oleh karena itu, penulis
melakukan modifikasi, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan
Page 72
58
berkorelasi satu sama lainnya sehingga menghasilkan model yang fit dengan Chi-
square = 5.15, df = 3, p-value = 0.16146, dan nilai RMSEA = 0.054.
Gambar 3.3 Path Diagram Emotion Management
Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut diterima
atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value dan muatan faktor, seperti
tabel 3.7 berikut ini:
Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Emotion Management
No. Item Lambda Standard Eror T-Value Signifikan
1 0.38 (0.08) 4.83
21 0.03 (0.06) 0.59 ×
23 1.10 (0.15) 7.29
24 0.49 (0.09) 5.57
28 0.11 (0.11) 1.06 ×
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96), X = Tidak Signifikan
Page 73
59
Dari hasil tabel 3.7 dapat dilihat bahwa ada tiga item yang signifikan. Dua item
lainnya tidak signifikan karena memiliki T-values < 1,96 maka item 21 dan 28
digugurkan.
2. Emotion Other
Pada aspek Emotion Other yang dilakukan dengan model satu faktor
menghasilkan model yang tidak fit dengan Chi-square = 102.08, df = 27, p-value =
0.00000, dan nilai RMSEA = 0.106. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi,
dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya sehingga menghasilkan model yang fit dengan Chi-square = 31.44, df = 22, p-
value = 0.08752, dan nilai RMSEA = 0.042.
Gambar 3.4 Path Diagram Emotion Other
Page 74
60
Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut diterima
atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value dan muatan faktor, seperti
tabel 3.8 berikut ini:
Tabel 3.8 Hasil Uji Validitas Emotion Other
No. Item Lambda Standard Eror T-Value Signifikan
4 0.42 (0.08) 5.43
11 0.47 (0.08) 6.28
18 0.73 (0.08) 9.02
20 0.13 (0.08) 1.69 ×
26 0.47 (0.08) 6.05
27 0.23 (0.08) 3.02
30 0.08 (0.08) 1.05 ×
32 0.41 (0.08) 5.39
33 0.02 (0.08) 0.32 ×
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96), X = Tidak Signifikan
Dari hasil tabel 3.8 dapat dilihat bahwa ada sembilan item yang signifikan.
Tiga item lainnya tidak signifikan karena memiliki T-values < 1,96 maka item 20, 30
dan 33 digugurkan.
Page 75
61
3. Emotion Own
Pada aspek Emotion Other yang dilakukan dengan model satu faktor
menghasilkan model yang tidak fit dengan Chi-square = 12.53, df = 2, p-value =
0.00190, dan nilai RMSEA = 0.145. Oleh karena itu, penulis melakukan
modifikasi, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan
berkorelasi satu sama lainnya sehingga menghasilkan model yang fit dengan Chi-
square = 0.00, df = 0, p-value = 1.00000, dan nilai RMSEA = 0.00.
Gambar 3.5 Path Diagram Emotion Own
Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut diterima
atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value dan muatan faktor, seperti
tabel 3.9 berikut ini:
Page 76
62
Tabel 3.9 Hasil Uji Validitas Emotion Own
No. Item Lambda Standard Eror T-Value Signifikan
8 0.43 (0.09) 4.84
9 0.69 (0.12) 5.86
19 0.49 (0.10) 5.19
22 0.41 (0.15) 2.70
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96), X = Tidak Signifikan
Dari keterangan tabel 3.9 dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan. Pada
aspek ini tidak ada item yang digugur.
4. Happy Emotion
Pada aspek Happy Emotion yang dilakukan CFA dengan model satu faktor,
hasil uji validitas aspek Happy Emotion adalah fit dengan Chi-square = 3.55, df =
2, p-value = 0.16960, dan nilai RMSEA = 0.056. Model fit karena memiliki nilai
P-value > 0.05.
Page 77
63
Gambar 3.6 Path Diagram Happy Emotion
Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut diterima
atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value dan muatan faktor, seperti
tabel 3.10 berikut ini:
Tabel 3.10 Hasil Uji Validitas Happy Emotion
No. Item Lambda Standard Eror T-Value Signifikan
12 058 (0.07) 8.21
13 0.59 (0.07) 8.49 ×
14 0.65 (0.07) 9.32
16 0.39 (0.07) 5.41
31 0.60 (0.07) 8.56 ×
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96), X = Tidak Signifikan
Dari hasil tabel 3.10 dapat dilihat bahwa ada tiga item yang signifikan. dua
item lainnya tidak signifikan karena memiliki T-values < 1,96 maka item 13 dan 31
digugurkan.
5. Non Verbal
Pada aspek Non Verbal ini seharusnya terdapat tiga item, tetapi item pertama
digugurkan terlebih dahulu yang dikarenakan membuat model menjadi tidak
konfergen, lalu penulis melakukan CFA dengan model satu faktor, hasil uji validitas
Page 78
64
aspek Non Verbal adalah fit dengan Chi-square = 0.00, df = 0, p-value = 1.00000, dan
nilai RMSEA = 0.00. Model fit karena memiliki nilai P-value > 0.05.
Gambar 3.7 Path Diagram Non Verbal
Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut diterima
atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value dan muatan faktor, seperti
tabel 3.11 berikut ini:
Tabel 3.11 Hasil Uji Validitas Non Verbal
No. Item Lambda Standard Eror T-Value Signifikan
15 0.59 (0.06) 10.32
25 0.59 (0.06) 10.32
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96), X = Tidak Signifikan
Dari keterangan tabel 3.11 dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan. Pada aspek ini
tidak ada item yang digugur.
Page 79
65
6. Positif Affect
Pada aspek Positif Affect yang dilakukan dengan model satu faktor
menghasilkan model yang tidak fit dengan Chi-square = 82.58, df = 14, p-value =
0.0000, dan nilai RMSEA = 0.140. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi,
dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu
sama lainnya sehingga menghasilkan model yang fit dengan Chi-square = 13.80, df
= 10, p-value = 0.18233, dan nilai RMSEA = 0.039.
Gambar 3.8 Path Diagram Positif Affect
Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut diterima
Page 80
66
atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value dan muatan faktor, seperti
tabel 3.12 berikut ini:
Tabel 3.12 Hasil Uji Validitas Positif Affect
No. Item Lambda Standard Eror T-Value Signifikan
2 0.43 (0.06) 6.97
7 0.57 (0.06) 9.11
3 0.87 (0.06) 14.77
6 0.68 (0.06) 11.41
10 0.64 (0.06) 10.53
17 0.36 (0.07) 5.38
20 0.65 (0.07) 9.68
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96), X = Tidak Signifikan.
Dari keterangan tabel 3.12 dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan. Pada
aspek ini tidak ada item yang digugurkan.
3.4.3 Impulsive Buying
Penulis menguji apakah ke 20 item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur Impulsive buying. Dari hasil analisi CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-square = 1638.20, df = 170,
p-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.186. Oleh karena itu, penulis melakukan
modifikasi, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi
satu sama lainnya sehingga menghasilkan model yang fit dengan Chi-square =
109.91, df = 90, p-value = 0.07556, dan nilai RMSEA = 0.030.
Page 81
67
Gambar 3.9 Path Diagram Impulsive Buying
Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut diterima
atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value dan muatan faktor, seperti
tabel 3.13 berikut ini:
Page 82
68
Tabel 3.13 Hasil Uji Validitas Impulsive Buying No. Item Lambda Standard Eror T-Value Signifikan
1 0.74 (0.06) 12.39
2 0.22 (0.07) 3.34
3 0.59 (0.06) 9.67
4 0.86 (0.05) 15.86
5 0.51 (0.06) 8.11
6 0.53 (0.06) 8.24
7 0.47 (0.07) 7.71
8 0.73 (0.06) 12.26
9 0.69 (0.06) 11.74
10 0.40 (0.07) 5.87
11 0.59 (0.06) 9.17
12 0.82 (0.06) 14.64
13 0.71 (0.06) 12.31
14 0.47 (0.06) 7.79
15 0.32 (0.07) 4.91
16 0.48 (0.06) 8.02
17 0.53 (0.06) 8.48
18 0.63 (0.06) 10.09
19 0.46 (0.07) 6.86
20 0.57 (0.06) 8.86
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96), X = Tidak Signifikan.
Dari keterangan tabel 3.12 dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan. Pada
aspek ini tidak ada item yang digugurkan.
Page 83
69
3.5 Teknik Analisis Data
Untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu apakah terdapat pengaruh yang
signifikan aspek susceptibility to interpersonal influence dan aspek emotional
intelligence sebagai IV terhadap impulsive buying sebagai DV dan untuk mengetahui
seberapa besar sumbangan yang diberikan masing-masing IV terhadap DV, maka
penulis mengunakan metode statistika karena datanya berupa angka-angka yang
merupakan hasil perhitungan atau pengukuran.
Variabel bebas pada penelitian ini berjumlah 10 variabel, dua variabel dari
aspek susceptibility to interpersonal influence (pengaruh normatif dan pengaruh
informasional), enam variabel dari aspek emotional intelligence (emotion
management, emotion other, emotion own, happy emotion, non verbal, positif affect)
dan dua variabel dari variabel demografis, yaitu jenis kelamin dan uang saku. Dalam
hal ini penulis mengunakan teknik analisis regresi berganda, yang perhitungannya
mengunakan bantuan program atau software SPSS 17.0 untuk mengatahui besar dan
arah pengaruh antara variabel X1 hingga X10 terhadap variabel Y1 yang pada
penelitian ini adalah impulsive buying.
Adapun persamaan umum analisis regresi bergandanya adalah sebagai
berikut:
Y: a=b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + b10X10+e
Page 84
70
Keterangan :
Y : Dependent Variabel (DV) Impulsive Buying
a : Konstanta intersepsi
b : Koefisien regresi untuk masing-masing IV
X1 : Aspek Susceptibility To Interpersonal Influence Pengaruh Normatif
X2 : Aspek Susceptibility To Interpersonal Influence Pengaruh Informasional
X3 : Aspek Emotional Intelligence emotion management
X4 : Aspek Emotional Intelligence Emotion Other
X5 : Aspek Emotional Intelligence Emotion Own
X6 : Aspek Emotional Intelligence Happy Emotion
X7 : Aspek Emotional Intelligence Non Verbal
X8 : Aspek Emotional Intelligence Positif Affect
X9 : Jenis Kelamin
X10 : Uang Saku
e : Residu, yang dalam hal ini adalah variabel selain 10 IV yang mempengaruhi
Impulsive Buying remaja daerah Jakarta Selatan namun tidak diteliti.
Dalam analisis regresi berganda ini dapat diperoleh beberapa informasi yaitu:
1. R2
(Rsquare) untuk mengetahui berapa persen (%) sumbangan IV terhadap DV.
2. Dapat diketahui apakah secara keseluruhan IV berpengaruh secara signifikan
terhadap DV.
3. Diketahui signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing IV.
Koefisien yang signifikan menunjukan dampak yang signifikan dari IV yang
bersangkutan.
4. Dapat diketahui besarnya sumbangan dari setiap IV pada DV, dan melihat
signifikansinya.
5. Semua perhitungan dan komputerisasi dilakukan dengan bantuan program SPSS
versi 17.0
Page 85
71
3.6 Prosedur Penelitian
Secara garis besar, penelitian ini dilakukan dengan beberapa langkah yaitu:
1. Mempersiapkan alat pengumpulan data atau instrument penelitian dengan
menentukan alat ukur yang akan digunakan.
2. Menerjemahkan item-item alat ukur susceptibility to interpersonal influence,
emotional intelligence dan impulsive buying dari bahasa aslinya, yaitu Bahasa
Ingris ke Bahasa Indonesia. Penulis mengadaptasi item-item tersebut dan
menambahkan atau menguranginya disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan
responden.
3. Meminta expert judgment yaitu dosen pembimbing yang dianggap ahli untuk
menilai apakah pengadaptasian item-item dan penambahan serta pengurangan
yang dilakukan benar dan tepat berdasarkan teori yang telah dipaparkan.
4. Menyesuaikan hasil expert judgment dengan pengklasifikasian yang telah dibuat,
sehingga didapat pengklasifikasian item yang tepat dan sesuai dengan dasar teori
yang telah dikemukan.
5. Menyusun alat ukur yang akan disebarkan kepada responden penelitian.
Penyusunan terdiri dari pengaturan tampilan huruf dan halaman kuesioner,
penelitian pengantar dan petunjuk pengisian, serta pengelompokan alat ukur
menjadi lima bagian, yaitu: kata pengantar, dan data diri dari subjek, skala
Page 86
72
susceptibility to interpersonal influence, emotional intelligence dan impulsive
buying.
6. Memohon persetujuan dan bimbingan dari dosen pembimbing perihal
pelaksanaan try out penelitian.
Page 87
73
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini penulis akan membahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan.
Pembahasan tersebut meliputi deskripsi data, analisis data, dan hasil penelitian.
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini ada 250 remaja (siswa-siswi SMA) di daerah Jakarta
Selatan. Selanjutnya akan dijelaskan gambaran subjek lebih rinci pada tabel 4.1
berikut:
Tabel 4.1
Subjek Penelitian
Jenis Kelamin N %
Laki-laki 78 31.2%
Perempuan 172 68.8%
Uang Saku
< Rp. 50.000 0 0%
Rp. 50.000 – 100.000 50 20%
Rp. 100.000 – 150.000 59 23.6%
Rp. 150.000 – 200.000 40 16%
Rp. 200.000-250.000 49 19.6%
>Rp. 250.000 52 20.8%
Berdasarkan data pada tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa jumlah sampel
sebanyak 250 orang. Jumlah sampel dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 78
orang atau 31.2%. Untuk sampel jenis kelamin perempuan 172 orang atau 68.8%.
Jumlah sampel berdasarkan uang saku yang Rp. 50.000 – Rp. 100.000 sebanyak 50
Page 88
74
orang atau 20%. Untuk sampel yang beruang saku Rp. 100.000 – Rp. 150.000
sebanyak 59 orang atau 23.6 %. Untuk sampel yang beruang saku Rp. 150.000 – Rp.
200.000 sebanyak 40 orang atau 16%. Untuk sampel yang beruang saku Rp. 200.000
– 250.000 sebanyak 19.6 %. Untuk sampel yang beruang saku > Rp. 250.000
sebanyak 52 orang atau 20.8%.
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Hasil analisis deskriptif mengenai nilai minimum, nilai maksimum, mean dan standar
deviasi (SD) dari variabel penelitian ini, digambarkan pada tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.2
Hasil analisis deskriptif Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
IMPULSIVE BUYING 250 26 70 50.00 8.912
EMOTION MANAGEMENT 250 14 62 50.00 9.994
EMOTION OTHER 250 28 67 50.00 7.743
EMOTION OWN 250 30 65 50.00 7.235
HAPPY EMOTION 250 24 66 50.00 7.904
NON VERBAL 250 26 69 50.00 9.999
POSITIF AFFECT 250 26 69 50.00 9.999
PENGARUH INFORMASIONAL 250 15 65 50.00 8.617
PENGARUH NORMATIF 250 22 90 50.00 8.678
Valid N (listwise) 250
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa pertama, variabel impulsive buying
memiliki nilai minimum= 26, nilai maksimum= 70, nilai mean= 50.00 dan nilai SD =
8.591. kedua, variabel emotion management memiliki nilai minimum= 14, nilai
maksimum= 62, nilai mean= 50.00 dan nilai SD = 9.994. ketiga, variabel emotion
Page 89
75
other memiliki nilai minimum= 28, nilai maksimum= 67, nilai mean= 50.00 dan nilai
SD = 7.743. keempat, variabel emotion own memiliki nilai minimum= 30, nilai
maksimum= 65, nilai mean= 50.00 dan nilai SD = 7.235. kelima, variabel happy
emotion memiliki nilai minimum= 24, nilai maksimum= 66, nilai mean= 50.00 dan
nilai SD = 7.904. keenam, variabel non verbal memiliki nilai minimum= 26, nilai
maksimum= 69, nilai mean= 50.00 dan nilai SD = 9.999. ketujuh, variabel positif
affect memiliki nilai minimum= 26, nilai maksimum= 69, nilai mean= 50.00 dan nilai
SD = 9.999. kedelapan, variabel pengaruh informasional memiliki nilai minimum=
15, nilai maksimum= 65, nilai mean= 50.00 dan nilai SD = 8.617. kesembilan,
variabel pengaruh normatif memiliki nilai minimum= 22, nilai maksimum= 90, nilai
mean= 50.00 dan nilai SD = 8.678.
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Dengan mengunakan nilai mean dan standr deviasi, maka dapat ditetepkan norma
kategorisasi variabel penelitian seperti yang tertera pada tabel 4.3 berikut ini:
Tabel 4.3
Norma Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Norma Interpretasi
X > Mean Tinggi
X < Mean Rendah
Katergorisasi dalam penelitian ini dibuat menjadi dua kategori, yaitu tinggi
(dengan pedoman X> Mean) dan rendah (dengan pedoman X < Mean). Setelah
Page 90
76
kategorisasi tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai presentase kategori untuk
variabel susceptibility to interpersonal influence (pengaruh normatif dan pengaruh
informasional), dan emotional intelligence (emotion management, emotion other,
emotion own, happy emotion, non verbal, dan positif affect). Sebagaimana terangkum
dalam tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4
Kategorisasi Skor Variabel Penelitian Kategori Rentang Frequency percent
Emotion Management Tinggi Rendah
61.7-61.82 13.67-45.78
88 162
35.2% 64.8%
Emotion Other Tinggi Rendah
50.29-67.3 28.17-49.96
121 129
48.4% 51.6%
Emotion Own Tinggi Rendah
50.34-64.68 21.61-49.19
114 136
45.6% 54.4%
Happy Emotion Tinggi Rendah
50.67-65.59 24.33-49.78
111 139
44.4% 55.6%
Non Verbal Tinggi Rendah
57.5-68.52 25.69-47.52
90 160
36% 64%
Positif Affect Tinggi Rendah
50.01-66.46 13.37-49.83
129 121
51.6% 48.4%
Pengaruh Informasional
Tinggi Rendah
50.18-64.95 15.25-49.94
95 155
38% 62%
Pengaruh Normatif Tinggi Rendah
50.03-90.32 22.15-49.98
124 126
49.6% 50.4%
Impulsive Buying Tinggi Rendah
50.21-69.96 25.54-49.98
124 126
49.6% 50.4%
4.4 Uji Validitas Penelitian
Tahap selanjutnya yaitu uji hipotesis yang digunakan untuk mengetahui besar
pengaruh IV terhadap DV dengan mengunakan teknik analisis Multiple Regression
dan mengunakan software SPSS 17.
Page 91
77
Dalam regresi ada tiga hal yang dilihat, yaitu melihat besaran R-square untuk
mengetahui berapa persen (%) varian DV yang dijelaskan oleh IV, kedua apakah
secara keseluruhan IV berpengaruh secara signifikan terhadap DV, Kemudian
terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing IV.
Langkah pertama, peneliti melihat besaran R-square untuk mengetahui
berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Tabel R-square dipaparkan
pada tebel 4.5 berikut ini:
Tabel 4.5
Tabel R-square
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .295a .087 .049 8.69077
a. Predictors: (Constant), Uang, Emotion Management, Positif Affect, Pengaruh Normatif, Jenis Kelamin, Emotion Own, Pengaruh Informasional, H eppy Emotion , Emotion Other Non Verbal
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa perolehan R-square sebesar 0.087 atau
8.7%. Artinya proposi varians dari impulse buying yang dapat dijelaskan oleh semua
independent variabel (pengaruh informasional, pengaruh normatif, emotion
management, emotion own, emotion other, happy emotion, positif affect, non verbal,
jenis kelamin dan uang saku) adalah sebesar 8.7%, sedangkan 91.3 sisanya
dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini.
Langkah kedua, peneliti menganalisis dampak independent variabel (pengaruh
informasional, pengaruh normatif, emotion management, emotion own, emotion
Page 92
78
other, happy emotion, positif affect, non verbal, jenis kelamin dan uang saku)
terhadap impulsive buying. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini:
Tabel 4.6
Tabel Anova
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 1725.242 10 172.524 2.284 .014a
Residual 18051.532 239 75.529
Total 19776.774 249
Jika melihat kolom pertama dari kanan pada tabel 4.6 dapat diketahui bahwa jika
tabel signifikan (P < 0.05), maka hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak ada
pengaruh yang signifikan dari seluruh independent variable terhadap dependent
variabel ditolak. Dapat diartikan bahwa terdapat pengaruh yang siginifikan dari
variabel susceptibility to interpersonal influence (pengaruh normatif dan pengaruh
informasional), dan variabel emotional intelligence (emotion management, emotion
other, emotion own, happy emotion, non verbal, positif affect), jenis kelamin dan
uang saku.
Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi tiap independent variable. Jika
nilai sig < 0.005 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa IV
tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap impulse buying. Adapun
penyajiannya ditampilkan pada tabel 4.7 berikut:
Page 93
79
Tabel 4.7
Koefisien Regresi
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 42.726 5.924 7.212 .000
Emotion Management .153 .063 .172 2.422 .016
Emotion Other .138 .101 .120 1.377 .170
Emontion Own -.039 .086 -.031 -.446 .656
Happy Emotion .113 .091 .100 1.236 .218
Non Verbal -.019 .062 -.021 -.301 .764
Positif Affect -.160 .089 -.158 -1.793 .074
Pengaruh
Informasional
.060 .073 .058 .812 .417
Pengaruh Normatif -.047 .065 -.045 -.712 .477
Jenis Kelamin 1.621 1.234 .084 1.314 .190
Uang saku .821 .411 -.133 -1.998 .047
a. Dependent Variable: Impulsive Buying
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.7, dapat disimpulkan persamaan
regresi sebagai berikut:
Impulsive Buying = 42.726 + 0.153 emotion management* + 0.138 emotion other –
0.039 emotion own + 0.113 happy emotion 0.160 – 0.019 non verbal – 0.160 positif
affect + 0.060 pengaruh informasional – 0.047 pengaruh normatif + 1.621 jenis
kelamin + 0.821 uang saku*.
*signifikan
Page 94
80
Dari tabel 4.7 dapat dilihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang
dihasilkan dari masing-masing independent variable (pengaruh informasional,
pengaruh normatif, emotion management, emotion own, emotion other, happy
emotion, positif affect, non verbal, jenis kelamin dan uang saku) dilihat nilai sig pada
kolom paling kanan. Jika hasilnya signifikan berarti pengaruhnya signifikan terhadap
impulsive buying dan begitu pula sebaliknya.
Dari hasil di atas, hanya koefisien regresi emotion management dan uang saku
yang signifikan, sedangkan variabel lainnya tidak signifikan. Hal ini menyatakan
bahwa dari sepuluh IV hanya dua (emotion management dan uang saku) saja yang
signifikan pengaruhnya terhadap impulsive buying. Penjelasan dari nilai koefisien
regresi yang diperoleh pada masing-masing IV adalah sebagai berikut:
1. Nilai koefisien regresi pada variabel emotion management sebesar 0.153
dengan nilai sig Sebesar .016 (sig < 0.05), yang berarti bahwa emotion
management secara positif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
impulsive buying. Dari arah yang positif dapat diartikan bahwa, semakin
tinggi emotion management, maka semakin rendah implusive buying.
2. Nilai koefisien regresi pada variabel emotion other sebesar 0.138 dengan nilai
sig sebesar .170 (sig > 0.05), yang berarti bahwa emotion other tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap implusive buying.
3. Nilai koefisien regresi pada variabel emotion own sebesar -0.39 dengan nilai
sig sebesar .656 (sig > 0.05), yang berarti bahwa emotion own tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap implusive buying.
Page 95
81
4. Nilai koefisien regresi pada variabel happy emotion sebesar 0.113 dengan
nilai sig sebesar .218 (sig > 0.05), yang berarti bahwa happy emotion tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implusive buying.
5. Nilai koefisien regresi pada variabel non verbal sebesar -0.19 dengan nilai sig
sebesar .764 (sig > 0.05), yang berarti bahwa happy emotion tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap implusive buying.
6. Nilai koefisien regresi pada variabel postif affect sebesar -0.160 dengan nilai
sig sebesar .074 (sig > 0.05), yang berarti bahwa emotion other tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap implusive buying.
7. Nilai koefisien regresi pada variabel pengaruh informasional sebesar 0.60
dengan nilai sig sebesar .417 (sig > 0.05), yang berarti bahwa pengaruh
informasional tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implusive
buying.
8. Nilai koefisien regresi pada variabel pengaruh normatif sebesar -0.47 dengan
nilai sig sebesar .477 (sig > 0.05), yang berarti bahwa pengaruh normatif tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implusive buying.
9. Nilai koefisien regresi pada variabel jenis kelamin sebesar 1.621 dengan nilai
sig sebesar .190 (sig > 0.05), yang berarti bahwa jenis kelamin tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap implusive buying.
10. Nilai koefisien regresi pada variabel uang saku sebesar 0.821 dengan nilai sig
sebesar .047 (sig < 0.05), yang berarti bahwa uang saku secara negatif
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap impulsive buying. Dari arah yang
Page 96
82
negatif dapat diartikan bahwa, semakin tinggi uang saku, maka semakin
rendah implusive buying.
Dari hasil yang didapat diatas maka hipotesis minor yang diterima hanya ada dua
yaitu, H3: ada pengaruh emotion management terhadap impulsive buying pada
remaja, H9: ada pengaruh uang saku terhadap impulsive buying pada remaja.
Sementara hipotesis minor lainnya tidak diterima.
4.5 Proporsi Varian
Selanjutnya, dianalisis juga penambahan proporsi varians dari tiap IV terhadap DV
jika IV tersebut dimasukan satu per satu kedalam analisis regresi. Tujuannya adalah
melihat penambahan (incremented) proporsi varians dari tiap IV apakah signifikan
atau tidak. Pada tabel 4.8 signifikan bisa dilihat pada kolom pertama dari kanan, bila
sig < 0.05 berarti varianel tersebut signifikan. Sedangkan sumbangan varians yang
diberikan IV terhadap DV bisa dilihat pada baris R Square Change. Besaranya
proposi varians pada impulsive buying dapat dilihat pada tabel 4.8:
Tabel 4.8
Proporsi Varians
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2 Sig. F Change
1 .165a .027 .023 8.80751 .027 6.947 1 248 .009
2 .175b .031 .023 8.80992 .003 .864 1 247 .354
3 .184c .034 .022 8.81277 .003 .840 1 246 .360
4 .196d .038 .023 8.81064 .004 1.119 1 245 .291
5 .196e .038 .019 8.82821 .000 .026 1 244 .872
6 .243f .059 .036 8.75089 .021 5.331 1 243 .022
7 .243g .059 .032 8.76853 .000 .023 1 242 .879
8 .249h .062 .031 8.77319 .003 .743 1 241 .390
9 .268a .072 .037 8.74479 .010 2.568 1 240 .110
10 .295b .087 .049 8.69077 .015 3.993 1 239 .047
Page 97
83
Dari tabel 4.8 dapat diketahui proporsi varian dari masing-masing independent
variabel (pengaruh informasional, pengaruh normatif, emotion management, emotion
own, emotion other, happy emotion, positif affect, non verbal, jenis kelamin dan uang
saku) terhadap impulsive buying. Berikut informasi yang dapat dijelaskan:
1. Variabel emotion management memberikan sumbangan sebesar 2.7%
terhadap varian impulsive buying. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig.
F Change = 0.009 (sig < 0.05), F Change = 6.947 dan df = 1.248.
2. Variabel emotion other memberikan sumbangan sebesar 0.3% terhadap varian
impulsive buying. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig. F Change
= 0.354 (sig > 0.05), F Change = 0.864 dan df = 1.247.
3. Variabel emotion own memberikan sumbangan sebesar 0.3% terhadap varian
impulsive buying. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig. F Change
= 0.360 (sig > 0.05), F Change = 0.840 dan df = 1.246.
4. Variabel happy emotion memberikan sumbangan sebesar 0.4% terhadap
varian impulsive buying. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig. F
Change = 0.291 (sig > 0.05), F Change = 1.119 dan df = 1.245.
5. Variabel non verbal memberikan sumbangan sebesar 0.0% terhadap varian
impulsive buying. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig. F Change
= 0.872 (sig > 0.05), F Change = 0.026 dan df = 1.244.
Page 98
84
6. Variabel positif affect memberikan sumbangan sebesar 2.1% terhadap varian
impulsive buying. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig. F Change
= 0.22 (sig > 0.05), F Change = 5.331 dan df = 1.243.
7. Variabel pengaruh informasional memberikan sumbangan sebesar 0.0%
terhadap varian impulsive buying. Sumbangan tersebut tidak signifikan
dengan Sig. F Change = 0.879 (sig > 0.05), F Change = 0.23 dan df = 1.242.
8. Variabel pengaruh normatif memberikan sumbangan sebesar 0.3% terhadap
varian impulsive buying. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig. F
Change = 0.390 (sig > 0.05), F Change = 0.743 dan df = 1.241.
9. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan sebesar 1.0% terhadap varian
impulsive buying. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig. F Change =
0.110 (sig < 0.05), F Change = 2.568 dan df = 1.240.
10. Variabel uang saku memberikan sumbangan sebesar 1.5% terhadap varian
impulsive buying. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig. F Change =
0.47 (sig < 0.05), F Change = 3.993 dan df = 1.239.
Page 99
85
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
Dalam bagian ini memuat kesimpulan, diskusi, dan saran. Secara rinci dijelaskan
sebagai berikut:
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang
signifikan dari pengaruh informasional, pengaruh normatif, emotion management,
emotion other, emotion own, happy emotion, non verbal, positif affect, dan variabel
demografi yaitu jenis kelamin dan uang saku terhadap impluse buying pada remaja”.
Namun, jika dilihat dari signifikan tidaknya koefisien regresi masing-masing
independent variable (pengaruh informasional, pengaruh normatif, emotion
management, emotion own, emotion other, happy emotion, positif affect, non verbal,
jenis kelamin dan uang saku), diperoleh hanya ada dua variabel koefisien regresi yang
signifikan mempengaruhi impluse buying pada remaja yaitu emotion management
dan uang saku. Dengan demikian, variabel yang tidak signifikan adalah pengaruh
informasional, pengaruh normatif, emotion other, emotion own, happy emotion, non
verbal, positif affect, jenis kelamin dan uang saku.
5.2 Diskusi
Hasil pengujian hipotesis pengaruh susceptibility to interpersonal influence
(pengaruh informasional dan pengaruh normatif), kecerdasan emosi (emotion
management, emotion other, emotion own, happy emotion, non verbal, positif affect,
Page 100
86
dan variabel demografi yaitu jenis kelamin dan uang saku terhadap impluse buying
yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari
seluruh independent variable terhadap impulse buying. Besarnya pengaruh seluruh
independent variable terhadap impulse buying adalah sebesar 8.7%, sedangkan 91.3%
sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini.
Emotion management memiliki pengaruh yang signifikan terhadap impulse
buying. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lin dan Chuang
(2005) yang menyatakan bahwa emotion management memiliki pengaruh terhadap
impulsive buying. individu yang memiliki emotion management yang tinggi
memungkinkan individu untuk bisa mengotrol atau mengelola emosi dalam dirinya
(Schutte 1998), sehingga dapat dipastikan bahwa individu tersebut dapat juga
mengotrol dirinya dalam perilaku impulsive buying. Ketika ia merasakan dorongan
dalam dirinya untuk membeli sesuatu yang memang bukan yang individu butuhkan,
individu dapat menahan atau mengotrol hasrat dalam dirinya tersebut. Namun
sebaliknya ketika dikalangan pergaulan remaja yang dimana individu kurang dapat
mengontrol emosinya maka dengan mudah individu melakukan pembelian produk
yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan.
Selain emotion management, uang saku remaja juga mempunyai pengaruh
signifikan terhadap impulse buying. Hal ini sejalan dengan penelitian Yang dan
Huang (2011). Besar kecilnya uang saku yang diberikan kepada remaja dapat
mempengaruhi proses pembelian yang dilakukan oleh remaja. Semakin besar uang
Page 101
87
saku yang diterima oleh remaja, makan semakin besar pula kemungkian remaja
melakuan impulse buying.
Namun pada penelitian ini terdapat berberapa variabel yang tidak berpengaruh
signifikan pada impulse buying, salah satunya adalah susceptibility to interpersonal
influence (pengaruh informasional dan pengaruh normatif) tidak memiliki pengaruh
yang signifikan pada impulse buying. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Lin, Y.,
dan Chen, C (2012) dan Luo (2005). Hal ini terjadi karena perbedaan usia sampel
pada penelitian sebelumnya Lin, Y., dan Chen, C (2012). Penelitian sebelumnya
mengunakan rentang usia yang cukup panjang, yakni usia 18-39 tahun yang terdiri
dari tiga tahapan perkembangan yakni remaja akhir dewasa awal dan dewasa madya.
Sedangkan dalam penelitian ini sampel yang digunakan hanya pada usia 15-18 tahun
dimana pada usia tersebut hanya terjadi satu tahap perkembangan yaitu remaja.
Selanjutnya variabel yang tidak signifikan pada penelitian ini adalah emotion
other, emotion own, happy emotion, non verbal, positif affect. Emotion other ialah
pengalaman individu terhadap emosi orang lain yang berpengaruh pada
kehidupannya. Individu yang mempunyai emotion other baik biasaya melakukan
pembelian berdasarkan pengalamannya yang dipengaruhi oleh orang lain. Misalnya
ketika ia ingin membeli suatu produk, biasanya ia berpikir ulang, karena pernah ada
teman atau kerabatnya yang memiliki pengalaman baik atau tidaknya pada produk
tersebut. Jadi semakin tinggi emotion other semakin rendah pula impulse buying pada
dirinya. Selanjutnya positif affect ialah pengaruh positif dalam pengalaman pribadi
seseorang, yang melibatkan kecenderungan individu untuk memandang kehidupan
Page 102
88
dengan positif tetapi lebih khusus ketika mengahadapi masalah. Banyak individu
yang akan melakukan pembelian berdasarkan pengalamannya sendiri terhadap suatu
produk, sehingga individu lebih mengetahui kekurangan dan kelebihan produk
tersebut. Individu yang memiliki positif affect maka ia akan lebih berhati-hati dalam
melakukan pembelian.
Selanjutnya happy emotion, pada dimensi ini dipengaruhi oleh aspek-aspek
yang baik, seperti suasana hati, emosi positif dan sukacita. Jika dilibatkan oleh
impulse buying dapat dikatakan individu yang suasana hatinya positif ia akan
melakukan impulse buying, biasanya jika ia sedang merasa senang atau bahagia, hal
yang dilakukan adalah berbelanja. Namun jika suasana hatinya sedang buruk ia lebih
cenderung malas untuk berbelanja. Setelah happy emotion, selanjutnya ialah emotion
own yaitu emosi yang dihasilkan oleh persepsinya sendiri, jadi jika individu
mempersepsikan bahwa berbelanja suatu produk itu adalah hal baik, maka ia akan
melakukannya. Semua keputusan membeli yang remaja lakukan didasari oleh
persepsinya sendiri.
Selanjutnya adalah non verbal yaitu, pesan non verbal yang dikirim dan
diterima dari orang lain dan bagaimana cara individu untuk menafsirkan pesan non
verbal tersebut, jadi jika individu melakukan pembelian, individu cenderung melihat
pesan non verbal orang lain terhadap produk yang akan indivdu beli. Misalnya
individu sedang berbelanja dan meminta mendapat kepada orang disekitarnya, lalu ia
melihat ekspresi atau bahasa tubuh orang tersebut baik terhadap produk tersebut,
maka ia akan memutuskan untuk pembeli produk tersebut. Emotion other, emotion
Page 103
89
own, happy emotion, non verbal, positif affect tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan pada impulse buying Hal ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Lin & Chuang (2005) yang mengatakan bahwa impulsive buying
dipengaruhi oleh seluruh dimensi kecerdasan emosi. Hal ini bisa terjadi mungkin
disebabkan karena Human error yang dimana responden kurang memahami maksud
dari kuesioner yang peneliti buat.
Kemudian pada penelitian ini terdapat dua variabel demografi yang diteliti
yaitu uang saku dan jenis kelamin. Namun diantara dua variabel demografi tersebut
hanya uang saku yang mempunyai pengaruh yang signifikan dengan terhadap
impulsive buying, hal ini sejalan dengan penelitian Yang & Huang (2011). Dapat
dikatakan semaki tinggi uang saku maka semakin tinggi pula impulsive buying pada
remaja.
Sedangkan pada penelitian ini jenis kelamin tidak berpengaruh pada impulsive
buying, hal ini tidak sejalan dengan penelitian Yang dan Huang (2011). Hal ini bisa
terjadi dikarenakan jumlah sampel perempuan tidak seimbang, yang dimana jumlah
sampel yang tidak setara. Jumlah perempuan 172 sedangkan jumlah sampel laki-laki
78. Dapat disimpulkan bahwa masih banyak lagi variabel-varibel diluar penelitian ini
yang mempengaruhi perilaku impulsif buying.
5.3 Saran
Berdasarkan penulisan penelitian ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat
banyak kekurangan di dalamnya. Untuk itu, peneliti memberikan beberapa saran
Page 104
90
untuk bahan pertimbangan sebagai penyempurnaan penelitian selanjutnya, baik
berupa saran teoritis dan saran praktis.
5.3.1. Saran Metodologis
1. Pada penelitian ini, sampel yang digunakan yaitu remaja di sekitar kawasan Blok
M. Dengan hasil bahwa variabel yang memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap impulse buying yaitu emotion management, dan uang saku sedangkan
variabel emotion own, emotion other, happy emotion, positif affect, non verbal,
pengaruh normatif, pengaruh informasional dan jenis kelamin memiliki pengaruh
yang tidak signifikan terhadap impulse buying. Hal ini dimungkinkan karena
faktor populasi dan sampel. Untuk itu pada penelitian selanjutnya, populasi dan
sampel diperluas, dengan harapan hasilnya dapat lebih baik.
2. Subjek pada penelitian ini yaitu remaja (siswa SMA), disarankan penelitian
selanjutnya subjek peneitian dapat diperluas, tidak hanya siswa SMA saja
sehingga dimungkinkan akan diperoleh hasil yang lebih maksimal.
3. Gambaran subjek dalam penelitian ini hanya melihat jenis kelamin, dan uang
saku tidak memasukan usia. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya
perbandingan jumlah sampel dipertimbangkan agar seimbang dari segi jenis
kelamin, lalu untuk penelitian selajunya disarankan untuk memasuki variabel
demografi lainnya sepertia usia, karena dalam penelitian ini hanya satu tahap
perkembangan yaitu tahap remaja saja.
Page 105
91
4. Variabel yang dipakai dalam penelitian ini yaitu susceptibility to interpersonal
influence, kecedasan emosi dan faktor demografi. Untuk Penelitian selanjutnya
diusahakan menambahkan variabel lain, karena perilaku impulse buying
memiliki faktor lain yang mempengaruhi seperti personality trait, dan
konformitas.
5. Literatur dalam penelitian ini cukup terbatas, terlebih lagi artikel mengenai
susceptibility to interpersonal influence. Disarankan untuk menemukan dan
menggunakan artikel susceptibility to interpersonal influence lebih banyak lagi
agar penelitian selanjutnya dapat lebih baik.
5.3.2. Saran Praktis
1. Pada penelitian ini ditemukan bahwa ada pengaruh dari variabel emotion
management, dan uang saku terhadap impulse buying. Selanjutnya agar
dipertimbangkan kepada remaja manapun untuk mencegah impulse buying
dengan memperhatikan aspek yang tadi telah disebutkan.
2. Pada penelitian ini ditemukan bahwa emotion management signifikan
mempengaruhi impulse buying. Diharapkan remaja agar bisa lebih mengontrol
emosinya ketika sedang berbelanja, sehingga dapat menahan dorongan-dorongan
impulse buying.
3. Pada penelitian ini ditemukan bahwa uang saku secara signifikan mempengaruhi
impulse buying. Maka disarankan agar kepada orang tua sebaiknya untuk tidak
Page 106
92
memberikan uang saku yang berlebih kepada anaknya, sehingga sang anak tidak
melakukan impulse buying.
Page 107
91
DAFTAR PUSTAKA
Abrahams, B. (1997). It’s all in the mind. Marketing, 27, 31-33.
Ahmad, Tauseef. (2011). The impulse buying behavior of consumers for the FMCG
products in Jodhpur. Australian Journal of Basic and Applien Sciences, 11,
1704-1710.
Bayley, G., & Nancarrow, C. (1998). Impulsive purchasing: A qualitative
exploration of the phenomenon. Qualitative Market Research, 1, 99-114.
Bearden, W. O., Netemayer, R. G., & Teel, J. E. (1989). Measurement of consumer
suseceptibility to interpersonal influence. Journal of Consumer Research, 15,
473-481.
Beatty, S., & Ferrel, M. (1998). Impulse buying: Modeling its precursors. Journal Of
Psychology. 74(2), 169-171.
Diba Dira (2014). Peranan Kontrol Diri Terhadap Pembelian Impulsif Buying Pada
Remaja Berdasarkan Jenis Kelamin di Samarinda. Jurnal Psikologi, 1 (3),
313-323.
Engel, F ., Blackwell, Roger., Paul, Miniard. (2000). Perilaku konsumen. Tangerang:
Binarupa Aksara Publisher.
Goleman, Daniel. (2000). Kecerdasan Emosi: Mengapa EI lebih Penting daripada
IQ. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Gunarsa, S. 1996. Psikologi remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Jakarta.
Hidayat. Maret, 2005. Potret psikografis the next generation. Diambil pada bulan
Agustus 2014 dari http://swa.co.id.
Hurlock, E.B. (1980). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Erlangga: Jakarta.
Herabadi, A.G.1969. Buying impulse: a study on impulse consumption. Tesis
Doktoral, University of Nijmegen.
Kecen, Jacquelin., Lee, Julie. (2002). The influence of culture on consumer impulsive
buying beharior. Journal of Consumer Psychology, 12(2), 163-176.
Page 108
92
Khare, dkk. (2011). Influence of consumers’ susceptibility to interpersonal influence,
collective Self-Esteem and Age on Fashion Clothing Involvement: A study on
Indian Consumers. Journal of Targetting, Measurement, and Analysiss for
Marketing. 19(3), 227-242.
Kidwell, B. & Hardesty, D. (2008). Consumer emotional intelligence:
Conceptualization, measurement, and the prediction of consumer decision
making. Journal of Consumer Research. 35, 273-288.
Lee, Grace & Yi, Youjae. (2008). The effect of shopping emotion and perceived risk
on impulsive buying: The moderating role of buying impulsiveness trait.
Journal of Business. 14(2), 67-92.
Lin, C . H & Chuang, C. (2005). The effect of individual differences on
addolescents’ impulsive buying behavior. Journal Of Psychology, 40 (159),
551-558.
Lin, Y., & Chen, C. (2012). Adolescents’impulse buying: Susceptibility to
interpersonal influence and fear of negative evaluation. Journal of Social
Behavior and Personality. 40 (3), 353-358.
Loudon, D.L & Bitta, A. J. (1993). Consumer behavior (4th
edition). New York: Mc
Graw-Hill, Inc.
Luo, X. (2005). How does shopping with others influence impulsive purchasing?
Journal of Consumer Psychology, 15, 288-294.
Mowen, J.C., Minor, M. 2002. Perilaku konsumen. Jakarta: Erlangga.
Mangkunegara, A. A. A. P. (1988). Perilaku konsumen. Bandung: PT. Eresco.
Mappiare A. 1982. Psikologi remaja. Surabaya : Usaha Nasional.
Mangleburg, T.F., Doney, P.M., & Bristol, T. (2004). Shopping with friends and
teens’ susceptibility to peer influence. Journal of Consumer Research, 80,
101-112.
Mayer, John., Salovy, Peter., Caruso, David. (2004). Emotional Intelligance: Theory,
findings, and implications. Psychological Inquiry. 15(3), 197-215.
McGuire, W. J. (1968). Personality and susceptibility to social influence. In E. F.
Borgatta & W. W. Lambert (Eds.), Handbook of Personality theory and
research, 1130-1187. Chicago, IL: Rand McNally.
Page 109
93
Peak, J & Childers, T. (2006). If I touch it I have to have it: individual and
environmental influences on impulse purchasing. Journal of Business Research. 59,
765-769.
Rook, Dennis. (1987). The buying impulse. Journal of Consumer Research, 14(2),
189-199.
Rook, D. W., & Gardener, M.P. (1993). In the mood: Impulse buying’s affective
antecedents. In R. W Belk (Ed.), Research in consumer behavior, 6, 1-28.
Rook, D. W ., & Hoch, S.J. (1985). Consuming impulses. In M. Holbrook & E.
Hirschman (Eds.), Advances in consumer research, 6, 23-27.
Rook, D. W. (1987). The buying impulse. Journal of Consumer Research, 14(2),
189-199.
Rook, D. W ., & Fisher, R.J, (1995). Normative influence on impulsive buying
behavior. Journal of Consumer Research, 22(3), 305-313.
Salovey, Peter., Vera, A. (2005). Cultural influences on the relation between
perceived emotional intelligence and depression: Journal Of Psychology.
18(1), 91-107.
Salovey, P., & Mayer, J.D (1990). Emotional inteligance. Imagination, Congnition,
and Personality, 9, 185-211.
Santrock, J.W. (2003). Adolescence:Perkembangan Remaja, edisi ke-6. Erlangga:
Jakarta.
Schiftman, L. G., & Kanuk, L. L. (2007). Consumer Behavior (10th
Ed.) New Jersey:
Pearson Education, Inc.
Schuute, N.S., Malouff, J. M., Hall, L. F., Haggerty, D. J., Cooper, J. T., Golden, C.J
& Dornheim, L. (1998). Development and validation of a measure of
emotional inteligance. Personality and Indivdual Differces, 25, 167-177.
Shakula, Paurav. (2011). Impact of Interpersonal Influences, Brand Origin and Brand
Image on Luxury Purchase Intentions: Measuring Interfunctional Interactions
and a Cross-National Comparison.
Stern, Hawkins. (1962). The significance of impulse buying today. Journal of
Marketing. 1, 59-62.
Page 110
94
Tambunan, R . 2001. Remaja dan perilaku konsumtif. Diambil pada bulan September
2014 dari http://www.e-psikologi.com.
Thompson, C. J., Locander, W. B., & Polio, H. R (1990). The lived meaning of free
choise: An existential-phenomenological description of everyday consumer
experiences of contemporary merried women. Journal of Consumer Research,
17 (3), 346-361.
Verplanken, B., & Herabadi, A.(2001). Individual differences in impulse buying
tendency: Feeling and no thinking. Eropean Journal of Personality, 15:S71-
S83.
Wetzel, D. (2007). The impact of susceptibility to informational influence on the
effectiveness of consumer testimonials. Journal of Social Behavior and
Personality. 27, 198-219.