i PENGARUH PENYESUAIAN DIRI DAN PENGELOLAAN WAKTU TERHADAP KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS SANTRI BAIT TAHFIDZ AL- QUR’AN (BTQ) PUSAT MA’HAD AL- JAMI’AH UIN MALANG SKRIPSI Oleh Linnataqiyyah NIM. 14410079 JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2018
229
Embed
PENGARUH PENYESUAIAN DIRI DAN PENGELOLAAN WAKTU …etheses.uin-malang.ac.id/12431/1/14410079.pdf · ii pengaruh penyesuaian diri dan pengelolaan waktu terhadap kesejahteraan psikologis
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
PENGARUH PENYESUAIAN DIRI DAN PENGELOLAAN WAKTU
TERHADAP KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS SANTRI
BAIT TAHFIDZ AL-QUR’AN (BTQ) PUSAT MA’HAD
AL-JAMI’AH UIN MALANG
SKRIPSI
Oleh
Linnataqiyyah
NIM. 14410079
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2018
ii
PENGARUH PENYESUAIAN DIRI DAN PENGELOLAAN WAKTU
TERHADAP KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS SANTRI
BAIT TAHFIDZ AL-QUR’AN (BTQ) PUSAT MA’HAD
AL-JAMI’AH UIN MALANG
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Dekan Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh
gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh
Linnataqiyyah
NIM. 14410079
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2018
iii
iv
v
vi
MOTTO
ان الله ل يغي ر ما بقوم حتي يغي روا ما بأنفسهم
( Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum
mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri)
(Q.S. Ar-Ra’d :11)
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk :
Kedua orangtuaku , Abah Tamim Barmawi dan Ibu Hanik Afiyatun yang tak
pernah lelah mendidik dan menggembleng saya untuk selalu menjadi anak yang
baik, bermanfaat dan senantiasa dekat dengan Alloh. Terimakasih telah
mendukung dan senantiasa memanjatkan do’a untuk kesuksesan saya.
Terimakasih karena selalu menasehati, melindungi dan mengorbankan segalanya
demi kebahagiaan saya dan terimakasih karena selalu membimbing saya
senantiasa berada di jalan yang selalu di ridhoi Allah SWT
Untuk kakak kandung saya, Mas Majid yang selalu sabar, tidak pernah mengeluh
dan selalu bersedia direpotkan dalam membantu kelancaran studi saya
Untuk kedua saudara perempuan saya, Mbak Royin dan Mbak Awa. Terimakasih
karena selalu menyemangati dan mendoakan saya
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang selalu
memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan
skripsi yang berjudul Pengaruh Penyesuaian Diri dan Pengelolaan Waktu terhadap
Kesejahteraan Psikologis Santri Bait Tahfidz Al-Qur’an (BTQ) Pusat Ma’had Al-
Jami’ah UIN MALANG ini. Sholawat serta salam senantiasa penulis haturkan
kehadirat Nabi Muhammad SAW, yang senantiasa kita nantikan syafaatnya kelak
di hari kiamat nanti dan mendapat kebahagiaan dunia serta akhirat.
Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan kelulusan
program studi S1 Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang. Sebagai manusia yang tidak luput dari salah, maka skripsi
ini masih jauh dari kata sempurna. Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan berkat
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, peneliti ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Haris, M.Ag selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang
2. Ibu Dr. Siti Machmudah, M.Si selaku Dekan Faklutas Psikologi Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
3. Ibu Dr. Endah Kurniawati Purwaningtyas, M.Psi, Psikolog selaku dosen
pembimbing yang senantiasa sabar dalam memberi masukan, serta membimbing
saya dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini
4. Bapak Drs. Zainul Arifin, M. Ag selaku dosen wali bidang akademik yang selalu
memberi motivasi selama menutut ilmu
ix
5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang tidak bisa saya sebut satu persatu terima
kasih atas motivasi, bimbingan dan ilmu yang telah diberikan selama ini
6. Untuk keluarga saya, Abah Tamim Barmawi dan Ibu Hanik Afiyatun, saudara-
saudara saya Mas Majid, Mbak Royin, Mbak Awa yang selalu memberikan
semangat serta dukungan juga doa yang tulus kepada saya sehingga skripsi ini
bisa terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
7. Untuk keluarga saya di BTQ yang bersedia menjadi responden penelitian saya,
saya menyampaikan banyak terima kasih. Berkat kalian penyusunan skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik
8. Untuk pihak-pihak lain yang tidak bisa saya sebut namanya satu persatu, terima
kasih atas dukungan yang diberikan untuk dapat terselesaikannya skripsi ini.
Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat membawa manfaat bagi peneliti
dan juga pembaca.
Malang, 23 Agustus 2018
Peneliti,
Linnataqiyyah
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ………………………………………………………………… .i
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………….ii
HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………………iii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………...iv
LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………………..v
MOTTO ……………………………………………………………...………….vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………...………..vii
KATA PENGANTAR …………………………………………………………viii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..x
DAFTAR TABEL………………………………………………………..…….xiii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………..…..…...xv
DAFTAR LAMPIRAN ………...………………………………………….…..xvi
ABSTRAK …………………………………………………………………….xvii
ABSTRACT …………………………………………………………………..xviii
xix..…...…………………………………………………………………ملخص البحث
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... .12
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 13
D. Manfaat Penelitian……......…………………………………....….…14
BAB II KAJIAN TEORI…...…………………………………………..………15 A. Kesejahteraan Psikologis…...…………………………......………....15
Untuk mengetahui tingkat Pengelolaan Waktu santri Bait Tahfidz Al-Qur’an
(BTQ) Pusat Ma’had Al-Jami’ah UIN Malang. (3) Untuk mengetahui tingkat
Kesejahteraan Psikologis santri Bait Tahfidz Al-Qur’an (BTQ) Pusat Ma’had Al-
Jami’ah UIN Malang. (4) Untuk mengetahui pengaruh Penyesuaian Diri terhadap
Kesejahteraan Psikologis santri pada Bait Tahfidz Al-Qur’an (BTQ) Pusat Ma’had
Al-Jami’ah UIN Malang. (5) Untuk mengetahui pengaruh Pengelolaan Waktu
terhadap Kesejahteraan Psikologis santri Bait Tahfidz Al-Qur’an (BTQ) Pusat
Ma’had Al-Jami’ah UIN Malang. (6) Untuk mengetahui pengaruh Penyesuaian Diri
dan Pengelolaan Waktu terhadap Kesejahteraan Psikologis santri Bait Tahfidz Al-
Qur’an (BTQ) Pusat Ma’had Al-Jami’ah UIN Malang. Kesejahteraan psikologis
adalah kondisi individu yang ditandai dengan perasaan bahagia, mempunyai
kepuasan hidup dan tidak ada gejala-gejala depresi (Ryff, dalam Liputo,2009).
Penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah
perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara individu dengan
lingkungannya (Mu’tadin,2002). Jones & Barlett (dalam Kholisa,2012)
mendefinisikan pengelolaan waktu sebagai kemampuan untuk memprioritaskan,
menjadwalkan dan melaksanakan tanggung jawab individu demi kepuasan individu
tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi
linier berganda . Pada penelitian ini digunakan tiga jenis skala untuk
mengumpulkan data, yaitu skala penyesuaian diri, skala pengelolaan waktu dan
skala kesejahteraan psikologis. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan total sampling dengan mengambil keseluruhan populasi yaitu 61
santri Bait Tahfidz Al-Qur’an (BTQ) UIN Malang.
Berdasarkan pengujian terhadap hipotesis penelitian ini, diperoleh hasil
bahwa penyesuaian diri dan pengelolaan waktu secara bersama-sama
mempengaruhi kesejahteraan psikologis sebesar 64,4 % dengan nilai signifikansi
0,000 (α < 0,05). Secara terpisah penyesuaian diri berpengaruh terhadap
kesejahteraan psikologis sebesar 57,8% dengan nilai signifikansi 0,000 (α < 0,05),
sedangkan pengelolaan waktu mempengaruhi kesejahteraan psikologis hanya
sebesar 0,5% hal ini berarti hipotesis di tolak karena nilai signifikansi α > 0,05
(0,403).
Kata Kunci : Penyesuaian Diri, Pengelolaan Waktu, Kesejahteraan Psikologis
xviii
ABSTRACT
Linnataqiyyah. (2018). The Influence of Self-Adjustment and Time-Management
of Psychological Well-Being on Santri Bait Tahfidz Al-Qur'an (BTQ) Pusat Ma'had
Al- Jam'ah UIN Malang. Thesis. Faculty of Psychology UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang.
Advisor : Dr. Endah Kurniawati, M.Psi,Psikolog
The purpose of the research are (1) To know the level of Self-adjustment
of Santri Bait Tahfidz Al-Qur'an (BTQ) Pusat Ma'had Al-Jam'ah UIN Malang, (2)
To know the level of Time-management of Santri Bait Tahfidz Al-Qur'an (BTQ)
Pusat Ma'had Al-Jam'ah UIN Malang (3) To know the level of Psychological Well-
being of Santri Bait Tahfidz Al-Qur'an (BTQ) Pusat Ma'had Al-Jam'ah UIN
Malang (4) To know the effect of Self-adjustment towards Psychological Well of
Santri Bait Tahfidz Al-Qur'an (BTQ) Pusat Ma'had Al-Jam'ah UIN Malang. (5) To
know the effect of Time-management towards Psychological Well being of Santri
Bait Tahfidz Al-Qur'an (BTQ) Pusat Ma'had Al-Jam'ah UIN Malang. (6) To know
the effect of Self-adjustment and Time-management towards Psychological Well-
being of Santri Bait Tahfidz Al-Qur'an (BTQ) Pusat Ma'had Al-Jam'ah UIN
Malang. Psychological well-being is an individual condition characterized by
feelings of happiness, having life satisfaction and no symptoms of depression (Ryff,
in Liputo, 2009). Self adjustment is a dynamic process that aims to change
individual behavior so that there is a more appropriate relationship between
individuals and their environment (Mu'tadin, 2002). Jones & Barlett (in Kholisa,
2012) define time management as the ability to prioritize, schedule and carry out
individual responsibilities for the satisfaction of that individual.
This research is using quantitative approach with multiple linear
regression analysis. This research is using three types of scales to submit data, that
are Self-adjustment scale, Time-management scale and Psychological Well-being
scale. The technique sampling in this research is using total sampling by taking
whole population of santri Bait Tahfidz Al-Qur'an (BTQ) Pusat Ma'had Al-Jam'ah
UIN Malang.
Based on testing of the hypothesis of this research, the results obtained that
Self-adjustment and Time-management together affecting The Psychological Well-
being in the amount of 64.4% with a significance value of 0.000 (α <0.05).
Separately, the level of Self-adjustment affect The Psychological Well-being with
amount of 57.8% with a significance value of 0.000 (α <0.05), while Time-
management affects The Psychological Well-being only 0.5%, this means that the
hypothesis is rejected because the significance value is α> 0, 05 (0,403).
Keyword :Self Adjustment, Time Management, Psychological Well-Being
xix
ملخص البحث
( BTQتأثير مناسبة النفس وتنظيم الوقت في رخاء النفس على طالب بيت تحفيظ القرأن ) (2018ية.)لن تقمعهد الجامعة موالنا مالك إبراهيم ماالنق البحث العلمي.كلية العلوم النفسية. جامعة موالنامالك ابراهيم
.االسالميةالحكومية ماالنج
Psikolog, M. Psiالمشرف : الد وكتور انداه كورنيا وتي،
(، BTQ( لمعرفة درجة مناسبة نفس طالب بيت تحفيظ القرأن )1والهدف في هذا البحث هو ) ( لمعرفة درجة رخاء نفس طالب بيت تحفيظ BTQ( ،)3( لمعرفة تنظيم وقت طالب بيت تحفيظ القرأن )2)
( ، BTQت تحفيظ القرأن )( لمعرفة أثر مناسبة النفس في رخاء النفس على طالب بيBTQ( ،)4القرأن )( لمعرفة أثر مناسبة BTQ( ،)6( لمعرفة أثر تنظيم الوقت في رخاء النفس على طالب بيت تحفيظ القرأن )5)
الرفاهية النفسية هي حالة فردية تتميز (.BTQالنفس في رخاء النفس على طالب بيت تحفيظ القرأن )(. التكيف Liputo ،2009، في Ryffوجود أعراض االكتئاب ) بمشاعر السعادة ، والرضا عن الحياة وعدم
هو عملية ديناميكية تهدف إلى تغيير السلوك الفردي بحيث تكون هناك عالقة أكثر مالءمة بين األفراد وبيئتهم (Mu'tadin ،2002 يحدد .)Jones &Barlett في(Kholisa ،2012 إدارة الوقت على أنها )
األولويات وجدولة وتنفيذ المسؤوليات الفردية بما يرضي ذلك الفرد.القدرة على تحديد
. وفيه يستعمل ثالثة Regresi Linier berganda ويستعمل هذا البحث نموذج الكمي بطريقة أنواع المقياس لجمع البيانات، وهي مقياس مناسبة النفس ومقياس تنظيم الوقت ومقياس رخاء النفس. وأخذ
( بعدد BTQبأخذ جميع سكاني بيت تحفيظ القرأن ) Total Samplingعمل تقنية المثال فيه يست .إحدى وستين طالبة
%64،4وعلى حسب هذا البحث يعرف أن مناسبة النفس و تنظيم الوقت يأثر رخاء النفس بجملة 0،000بقيمة %5،،5(. واذا يفارق بينهما فمناسبة النفس يأثر رخاء النفس بعدد a<0,05) 0،000بقيمة
(a<0,05 وأما تنظيم الوقت يأثر رخاء النفس بعدد ،)مردود فر ضية البحثية وعلى هذا يدل على أن % 0،5 a>0,05(0،403.)ألن قيمة
رخاء النفس، تنظيم الوقت ،النفس مناسبة: الكلمات الرئيسية
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang menginginkan kehidupan yang sejahtera, nyaman dan damai.
Tidak seorangpun yang memimpikan hidup dibawah tekanan, kesulitan dan tidak
bahagia. Namun, pada kenyataanya tidak sedikit orang yang masih merasa tertekan
dengan berbagai alasan yang bersikap materi maupun non materi. Sehingga, tidak
heran jika penghuni dari rumah sakit jiwa semakin bertambah dan yang lebih
menakutkan lagi adalah ketika individu mencari solusi atas masalahnya dengan cara
bunuh diri. Sebuah riset yang dilakukan oleh IPSOS GLOBAL di Kanada tentang
kebahagiaan yang terdapat pada 24 negara menghasilkan tingkat kebahagiaan pada
warga India dan Mexico sebesar 43%, Brazil dan Turkey 30%, Australia dan
Amerika 28%, Hungaria 6%, Korea Selatan 7% dan Indonesia merupakan Negeri
dengan warga yang memiliki tingkat kebahagiaan paling tinggi yaitu 51%
(Kasturi,2016). Meskipun begitu Berdasarkan data dari kementrian kesehatan pada
tahun 2011, sekitar 11,6 persen atau 17,4 juta jiwa dari populasi orang dewasa di
Indonesia yang mencapai 150 juta jiwa mengalami gangguan mental emosional
atau gangguan kesehatan jiwa berupa kecemasan dan depresi (Anna,2011). Selain
itu Pada tahun 2013, riset kesehatan dari kementrian kesehatan menunjukkan bahwa
terdapat 1.728 orang mengalami gangguan jiwa berat (Riskesdas,2013).
Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa masih banyaknya orang yang belum
2
mencapai kesejahteraan psikologis, padahal dengan kesejahteraan psikologis kita
dapat mencapai kehidupan yang berkualitas.
Pentingnya kesejahteraan psikologis adalah agar manusia dapat menjalankan
hidupnya dengan bahagia, tenang dan mampu mengatasi masalah. Kesejahteraan
psikologis merupakan suatu kondisi di mana individu mampu menerima diri apa
adanya, mampu membentuk hubungan hangat dengan orang lain, memiliki
kemandirian terhadap tekanan sosial, mampu mengontrol lingkungan eksternal,
memiliki arti dalam hidup serta mampu merealisasikan potensi dirinya secara
kontinyu (Ryff,1989). Kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan
diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi
(Ryff,1998). Menurut Ryff (1989) manusia dapat dikatakan memiliki kesejahteraan
psikologis yang baik adalah bukan sekedar bebas dari indikator kesehatan mental
negative, seperti bebas dari kecemasan, tercapainya kebahagiaan dan lain-lain,
tetapi kesejahteraan psikologis menggambarkan sejauh mana individu merasa
nyaman, damai dan bahagia.
Salah satu dimensi kesejahteran psikologis adalah kemampuan untuk memilih
atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi psikis. Artinya adalah,
seseorang dikatakan sejahtera secara psikologis apabila ia mampu dengan mudah
menyesuaikan diri terhadap lingkungan barunya karena individu yang memiliki
penguasaan lingkungan yang tinggi maka ia memiliki rasa menguasai,
berkompetensi dalam mengatur lingkungan, mampu mengontrol kegiatan-kegiatan
eksternal yang kompleks, menggunakan kesempatan yang ditawarkan lingkungan
dan mampu memilih atau menciptakan konteks lingkungan yang sesuai dengan
3
kebutuhan dan nilai pribadinya (Ryff,1989). Ardani, Rahayu & Sholichatun (2007)
mengatakan bahwa untuk mencapai kesejahteraan psikologis seseorang
membutuhkan penanganan dengan melakukan reaksi penyesuaian diri yang benar
dan tepat. Schneider (dalam Agustiani, 2006) mengemukakan bahwa penyesuaian
diri merupakan satu proses yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku,
yang merupakan usaha individu agar berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan,
konflik, dan frustasi yang dialami dalam dirinya. Usaha individu tersebut bertujuan
untuk memperoleh keselarasan dan keharmonisan antar tuntutan dalam diri dengan
apa yang diharapkan oleh lingkungan. Schneider juga mengatakan bahwa orang
yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang dengan keterbatasan
yang ada pada dirinya belajar untuk bereaksi terhadap dirinya dan lingkungan
dengan cara yang matang, bermanfaat, efisien, dan memuaskan, serta dapat
menyelesaikan konflik, frustasi, maupun kesulitan-kesulitan pribadi dan sosial
tanpa mengalami gangguan tingkah laku.
Menurut Kartono (dalam Septiana, 2007) penyesuaian diri dimaksudkan agar
individu mampu mengendalikan dirinya, menghindari konflik, mampu menghadapi
dan memecahkan permasalahan dan tidak mengalami kesulitan dalam
mengekspresikan dirinya. Salah satu ciri pokok kepribadian yang sehat adalah
memiliki kemampuan untuk penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadap diri
sendiri maupun terhadap lingkungannya, apabila individu menjadikan lingkungan
baru tersebut sebagai sebuah tantangan bukan sebagai beban, maka hidupnya akan
menjadi harmonis, dan sebaliknya jika ia menjadikan lingkungan baru tersebut
sebagai beban, maka hidupnya akan merasa tertekan.
4
Penyesuaian diri juga merupakan salah satu persyaratan terciptanya kesehatan
jiwa atau mental individu. Banyak individu yang menderita dan merasa tidak
mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya, karena ketidakmampuannya dalam
menyesuaikan diri baik dalam kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan, dan dalam
masyarakat pada umumnya (Mu’tadin dalam Safura dan Supriyantini,2006).
Seperti penelitian Jurissam (2016) yang menyatakan bahwa penyesuaian diri
berkorelasi positif dengan kesejahteraan psikologis pada mahasiswa baru yang
tinggal di asrama Syantikara, semakin tinggi penyesuaian diri subjek maka semakin
tinggi pula kesejahteraan psikologis yang dicapai oleh subjek, sebaliknya semakin
rendah penyesuaian diri subjek maka semakin rendah pula kesejahteraan psikologis
yang dicapai. Lebih lanjut Rizki & Listiara (2014) juga menunjukkan bahwa ada
hubungan positif yang signifikan antara penyesuaian diri dengan School Well-being
pada mahasiswa universitas X. selain itu, hasil penelitian Fathunnisa (2012)
mengatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara penyesuaian diri dengan
kecemasan komunikasi interpersonal remaja di panti Asuhan Muslimin.
Terkait dengan penyesuaian diri, Allah berfirman dalam Al-Qur’an
memerintahkan manusia untuk senantiasa menyesuaikan diri dengan baik terhadap
lingkungannya agar tercipta hubungan yang baik terhadap lingkungan sekitarnya,
sehingga tercipta ketenangan dalam menjalani hidup (Depag RI,2010). Al-Qur’an
memiliki banyak manfa’at bagi kehidupan. Bukan hanya menjadi pedoman hidup,
Al-Qur’an juga memberikan keberkahan dalam hidup kita, termasuk menjadikan
tubuh sehat dengan menghafalnya. Salah satu kemu’jizatan Al-Qur’an adalah ia
dapat dihafalkan oleh manusia di berbagai kalangan, dari usia anak-anak, remaja,
5
bahkan orang tua. Jumlah lembaran yang tidak sedikit dan juz yang mencapai 30
serta 114 jumlah surat dalam Al-Qur’an mampu dihafalkan kata-perkata lengkap
dengan Panjang pendeknya, tempat berhentinya, urutan perayatnya, bahkan orang
yang tidak pintar berbahasa Arab pun mampu menghafalnya. Keutamaan membaca
dan menghafal Al-Qur’an adalah individu yang mengamalkannya akan menjadi
sebaik-baiknya orang dan dinaikkan derajatnya oleh Allah. Al-Qur’an akan
memberi syafa’at kepada orang yang membacanya. Allah menjanjikan akan
memberikan orang tua yang anaknya menghafal Al-Qur’an sebuah mahkota yang
bersinar. Hati orang yang senantiasa membaca Al-Qur’an akan dibentengi dari
siksaan serta dijauhkan dari penyakit menua yaitu kepikunan (Sa’dullah,2008).
Begitu mulianya pahala dan keutamaan orang yang menghafal Al-Qur’an membuat
setiap muslim ingin menghafalnya. Salah satu contoh orang yang menghafalkan
Al-Qur’an adalah santri Bait Tahfidz Al-Qur’an (BTQ) yang berada di UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang.
Santri Bait Tahfidz Al-Qur’an (BTQ) merupakan bagian dari Ma’had Sunan
Ampel Al-Aly UIN Malang dimana kedudukannya setara dengan para
Musyrif/musyrifah. Untuk menjadi bagian dari anggota/santri BTQ ada persyaratan
dan melalui seleksi terlebih dahulu. Salah satu persyaratannya adalah minimal hafal
10 Juz Al-Qur’an. Perbedaan antara santri BTQ dengan Musyrifah adalah dalam
hal tanggung jawab dan tugasnya. Jika musyrifah hanya memiliki satu kewajiban
yaitu komitmen terhadap Ma’had Sunan Ampel Al-Aly, sedangkan santri BTQ juga
memiliki kewajiban lain terhadap peraturan yang ada di BTQ. Selain karena
6
memiliki dua kewajiban, santri BTQ juga lebih sedikit dan ringan tanggung
jawabnya terhadap Ma’had, sehingga tanggung jawabnya lebih besar di BTQ.
Bagi santri BTQ menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya di asrama Bait
Tahfidz Al-Qur’an bukan sesuatu yang sulit dilakukan, karena selain penghuninya
yang memiliki tujuan sama yaitu menghafal Qur’an juga karena sebagain besar
sudah pernah merasakan suasana yang hampir mirip dengan yang ada di Bait
Tahfidz Al-Quran seperti adanya pengontrolan jam malam, hidup di lingkungan
yang serba antri, tempat atau kamar yang tidak terlalu lebar dan adanya kewajiban
setoran, serta sudah adanya informasi mengenai kegiatan yang ada di BTQ.
Sehingga ketika sudah menjadi anggota BTQ tidak kaget ataupun merasa tertekan
dalam artian dapat menyesuaikan diri dengan baik.
Menjadi santri BTQ tentunya harus siap terhadap segala konsekuensinya, salah
satunya adalah terhadap peraturan. Setiap peraturan yang ada wajib dijalankan dan
ditaati oleh setiap anggota. Namun berbeda lagi jika peraturan tersebut dibuat
secara tiba-tiba menjadi berbeda dari tahun-tahun sebelumnya dan terkesan
diputuskan secara sepihak. Pada kepengurusan BTQ tahun 2017-2018 ini dirasa
merupakan tahun yang paling berat, karena banyak sekali peraturan baru. Mulai
dari tahun sebelumnya yang kegiatannya tidak terlalu padat menjadi padat, ada
konsekuensi bagi yang tidak menjalankan kewajiban, adanya absen di setiap
kegiatan, bahkan sampai penambahan hari setoran dari sebelumnya yang hari sabtu
libur menjadi masuk. Kegiatan yang awalnya hanya ada setoran, dan kewajiban
menyimak adek-adek mahasantri menjadi padat kegiatan mulai dari subuh sampai
akan tidur.
7
Rincian penambahan kegiatan dan peraturan tersebut adalah adanya deresan
ba’da subuh yang di tahun sebelumnya tidak ada. Jika di tahun sebelumnya
kegiatan setelah subuh adalah persiapan untuk kuliah dan berangkat ta’lim ke
ma’had, sehingga waktu untuk persiapan lebih lama. Berbeda dengan sekarang,
dengan adanya kegiatan deresan ba’da subuh mempersingkat waktu persiapan
kuliah dan ta’lim ke mabna. Kegiatan deresan ba’da subuh tersebut wajib
dilaksanakan di Aula yang jika tidak dilaksanakan di aula akan mendapatkan sanksi
sama seperti tidak melaksanakan deresan atau dianggap Alpha.
Kegiatan yang lain adalah halaqohan sehabis sholat maghrib. Halaqohan
adalah mengaji dengan cara membaca Bersama-sama perkelompok sesuai dengan
klasifikasi perolehan Juz dilanjutkan dengan deresan gandengan yaitu
menyimakkan hafalannya kepada patner atau pasangan yang telah dibagi minimal
seperempat Juz. Pada tahun sebelumnya, kegiatan setelah Maghrib adalah sebatas
deresan gandengan tanpa ada Halaqohan dan tidak dibebani dengan ta’ziran bagi
yang tidak melaksanakannya. Pada tahun sekarang setiap santri BTQ di bebani
kegiatan Halaqohan sekaligus deresan gandengan dan apabila tidak bisa mengikuti
wajib izin kepada pengurus. Bagi santri BTQ yang tidak melaksanakan kegiatan
tersebut akan mendapat ta’ziran.
Selain kegiatan deresan ba’da subuh, halaqohan dan deresan gandengan,
Setoran hafalan pun berubah mulai dari yang sebelumnya seminggu terdapat libur
dua kali menjadi libur satu hari saja dalam seminggu, dan bagi yang izin ada
kepentingan lain ketika waktu setoran yakni mulai habis ashar sampai maghrib tetap
diwajibkan setoran yang disemakkan kepada mubaddilah (pengganti) yang telah
8
dipilih, bagi yang tidak setor akan di list di Grup Whatsapp kemudian jika tidak
setor kepada bunyai maupun ke mubaddilah maka akan mendapatkan sanksi.
Kemudian Adanya piket pujian yang dimulai dengan pembacaan doa fajar
sebelum subuh, pujian, menjadi Imam, dan memimpin dzikir dan do’a yang jika
tidak dilaksanakan akan dikenai denda 50.000 rupiah. Jika pada tahun sebelumnya,
kegiatan tersebut dilakukan oleh pengurus BTQ, namun sekarang di bebankan
kepada setiap anggota BTQ.
Peraturan baru lain adalah Batasan penguncian pintu sampai jam 9 malam yang
jika masuk ke BTQ lebih dari jam 9 malam tanpa ada surat izin maka diberikan
sanksi menggantikan piket menjaga pintu yang tugasnya adalah mengunci dan
membuka pintu. Pada tahun sebelumnya, pintu dikunci jam 9 dan jika masuk
melebihi jam 9 dipersilahkan tanpa ada sanksi.
Peraturan terbaru terakhir yang dirasa sangat memberatkan santri BTQ adalah
adanya khotmil setiap Minggu, yang jika tidak dilaksanakan maka hukumannya
adalah membaca hafalan sebanyak satu juz menggunakan alat bantu pengeras suara
yang akan di dengarkan oleh seluruh penghuni BTQ. Pada tahun sebelumnya,
system khotmil ini dilaksanakan di Masjid kampus yaitu masjid Ulul Albab dan
membacanya di jadwal, sehingga hanya membaca ketika mendapat piket saja yakni
sebulan sekali, sehingga waktu yang digunakan untuk mempersiapkan bisa
mencukupi.
Survey penelitian pendahulan terhadap beberapa santri BTQ, didapatkan
bahwa mereka merasa tertekan dengan kebijakan baru tersebut. Santri A
9
mengatakan bahwa untuk kegiatan yang lain ia masih bisa menyesuaikan dengan
baik, namun untuk kegiatan khotmil ia merasa sangat keberatan, ia mengaku karena
khotmil yang diberi jatah membaca setengah juz mengharuskan ia untuk
melancarkan hafalan yang belum ia hafal sehingga ia hanya focus pada persiapan
khotmil tersebut dan hafalan yang lainnya merasa terabaikan. Santri B mengaku
sangat keberatan sekali dengan khotmil jika dilakukan seminggu sekali, ia merasa
tidak mampu dan selalu ingin menangis karena merasa sangat terbebani. Ia tidak
dapat membagi waktu kapan ia harus mempersiapkan khotmil, kapan
mempersiapkan setoran dan kapan harus mengerjakan tugas. Kemudian santri C
merasa keberatan dengan peraturan baru, apalagi ia adalah pengurus , ia merasa
bahwa peraturan yang banyak tersebut sangat mengekangnya ia merasa tidak bisa
bebas, tertekan dan merasa segera ingin keluar dari BTQ.
Pada pembahasan lain, santri BTQ selain menghafalkan Al-Qur’an, mereka
juga memiliki kewajiban lain sebagai mahasiswa dengan berbagai tugas dan
sekarang ditambah dengan beberapa kegiatan baru. Bagi para mahasiswa
kebanyakan, melakukan kegiatan yang beragam membuat mereka merasa
kewalahan dan kesulitan karena harus berusaha menyelesaikan kegiatan tersebut
apalagi dalam waktu yang bersamaan, sehingga biasanya ada beberapa tugas yang
terbengkalai dan pengaturan waktu menjadi kurang baik. ditambah lagi, pada waktu
sibuk ini, mereka harus berusaha menyediakan waktu untuk senantiasa menghafal
Al-Qur’an. Hal tersebut tentunya membuat kegiatan menghafal Al-Qur’an ini akan
menjadi sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Konsekuensi dari tanggung jawab Al-
Qur’an pun terhitung berat. Bagi penghafal Qur’an yang tidak mampu menjaga
10
hafalannya maka perbuatannya dikategorikan sebagai salah satu bentuk dosa besar.
Oleh karena itu penghafal Qur’an memiliki kewajiban untuk senantiasa
memuraja’ah hafalannya agar hafalannya senantiasa melekat. Sehingga santri BTQ
dituntut dapat membagi waktunya agar menghafal Al-Quran berjalan dengan baik
dan tugas-tugas kuliah bisa tuntas tanpa meninggalkan atau melanggar peraturan
yang ada di BTQ. Membagi waktu dengan baik dalam istilah psikologi disebut
dengan time management.
Time Management adalah pengaturan diri dalam menggunakan waktu seefektif
dan seefisien mungkin dengan melakukan perencanaan, penjadwalan, mempunyai
kontrol atas waktu, selalu membuat prioritas menurut kepentingannya, serta
keinginan untuk terorganisasi (Puspitasari,2013). Maka, dengan adanya Time
Management yang baik, diharapkan santri BTQ dapat menyelesaikan kedua
tugasnya yaitu kuliah dan menghafal Al-Qur’an secara seimbang tanpa
memprioritaskan salah satunya yang hingga menimbulkan kemrosotan baik itu
dalam hal kuliah maupun hafalannya.
Teori tersebut tidak sepenuhnya berlaku bagi sebagian santri BTQ. Beberapa
santri BTQ mengaku kesulitan mengatur waktunya dengan baik. Kesulitan dalam
membagi waktu tersebut bermacam-macam bentuknya. Terdapat tipe yang
mengaku kesulitan dalam mengatur waktu sehingga ia lebih memprioritaskan
kuliahnya dibanding hafalannya dengan alasan sibuk mengejar daeadline tugas
yang diberikan di bangku kuliah sehingga muroja’ahnya keteteran, bahkan ada juga
yang sampai beberapa hari tidak menambah hafalan karena merasa tidak memiliki
waktu untuk membuat hafalan baru. Tipe selanjutnya ada yang takut jika setoran
11
hafalannya tidak lancar, ia menggunakan waktunya untuk melancarkan hafalannya
sehingga tugas bertumpuk-tumpuk. Tipe yang lain adalah mahasiswa akhir yang
sudah tidak ada jadwal kuliah, mereka merasa memiliki banyak waktu luang
sehingga waktunya hanya terbuang untuk hal-hal yang tidak bermanfaat seperti
bermain gadget dan menonton drama korea sehingga lupa tidak muraja’ah juga
setoran hafalannya tidak lancar karena kurangnya persiapan. Tipe terakhir yang
menjadi dominasi santri BTQ adalah mereka yang tidak menggunakan waktunya
untuk hal yang bermanfaat, mengerjakan tugas ketika batas waktu pengumpulan
sudah dekat, dan jarang muraja’ah bahkan membaca Al-Qur’an hanya untuk
persiapan setoran saja.
Manajemen waktu merupakan salah satu pendekatan yang penting dalam
mengurangi stess, karena dengan pendekatan manajemen waktu seseorang dapat
mengontrol diri (Agfiany,2014). Apabila santri BTQ tidak dapat memanajemen
waktu dengan baik maka tugasnya akan keteteran, setoran tidak lancar sehingga
mengakibatkan perasaan tidak tenang atau gelisah sehingga tugasnya tidak
dijalankan dengan baik bahkan mengganggu proses pencapaian kesejahteraan
Psikologis.
Seperti dalam penelitian Rusdi (2015) menunjukkan bahwa terdapat hubungan
negative antara manajemen waktu dengan stress mahasiswa farmasi semester IV
Universitas Mulawarman. Artinya, semakin tinggi manajemen waktu maka
semakin rendah tingkat stress, sebaliknya semakin rendah manajemen waktu maka
semakin tinggi tingkat stress mahasiswa. Penelitian Harun & Irma (2012) juga
menunjukkan bahwa manajemen waktu yang baik secara signifikan menurunkan
12
tingkat stress akademik mahasiswa. Manajemen waktu membantu mahasiswa
menurunkan tingkat stress akademik. Semakin baik manajemen waktu seseorang
maka semakin rendah tingkat stress akademiknya.
Paparan di atas menunjukkan bahwa penyesuaian diri dan manajemen waktu
dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Apabila seseorang dapat
menyesuaikan diri dan memanajemen waktu dengan baik maka ia akan mencapai
kesejahteraan psikologis. Namun fenomenanya, santri BTQ dapat menyesuaikan
diri dengan baik yang ditandai dengan tertib melaksanakan peraturan baru, namun
ia merasa tertekan dan terbebani dan di sisi lain santri BTQ tidak dapat
memanajemen waktu dengan baik, namun mereka tetap merasa bahagia dengan
yang dilakukannya. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti pengaruh penyesuaian
diri dan manajemen waktu terhadap kesejahteraan Psikologis pada santri Bait
Tahfidz Al-Qur’an (BTQ) Pusat Ma’had al-Jami’ah UIN MALANG.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat Penyesuaian diri pada santri Bait Tahfidz Al-Qur’an
(BTQ) Pusat Ma’had Al-Jami’ah UIN MALANG?
2. Bagaimana tingkat pengelolaan Waktu pada santri Bait Tahfidz Al-Qur’an
(BTQ) Pusat Ma’had Al-Jami’ah UIN MALANG?
3. Bagaimana tingkat Kesejahteraan Psikologis pada santri Bait Tahfidz Al-
Qur’an (BTQ) Pusat Ma’had Al-Jami’ah UIN MALANG?
4. Bagaiamana pengaruh Penyesuaian Diri terhadap Kesejahteraan Psikologis
pada santri pada Bait Tahfidz Al-Qur’an (BTQ) Pusat Ma’had Al-Jami’ah
UIN MALANG?
13
5. Bagaimana pengaruh Pengelolaan Waktu terhadap Kesejahteraan
Psikologis pada santri Bait Tahfidz Al-Qur’an (BTQ) Pusat Ma’had Al-
Jami’ah UIN MALANG?
6. Bagaimana pengaruh Penyesuaian Diri dan Pengelolaan Waktu terhadap
Kesejahteraan Psikologis pada santri Bait Tahfidz Al-Qur’an (BTQ) Pusat
Ma’had Al-Jami’ah UIN MALANG?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tingkat penysuaian diri pada santri Bait Tahfidz Al-
Qur’an (BTQ) Pusat Ma’had Al-Jami’ah UIN MALANG
2. Untuk mengetahui tingkat Pengelolaan Waktu pada santri Bait Tahfidz Al-
Qur’an (BTQ) Pusat Ma’had Al-Jami’ah UIN MALANG
3. Untuk mengetahui tingkat Kesejahteraan Psikologis pada santri Bait
Tahfidz Al-Qur’an (BTQ) Pusat Ma’had Al-Jami’ah UIN MALANG
4. Untuk mengetahui pengaruh Penyesuaian Diri terhadap Kesejahteraan
Psikologis pada santri pada Bait Tahfidz Al-Qur’an (BTQ) Pusat Ma’had
Al-Jami’ah UIN MALANG
5. Untuk mengetahui pengaruh Pengelolaan Waktu terhadap Kesejahteraan
Psikologis pada santri Bait Tahfidz Al-Qur’an (BTQ) Pusat Ma’had Al-
Jami’ah UIN MALANG
6. Untuk mengetahui pengaruh Penyesuaian Diri dan Pengelolaan Waktu
terhadap Kesejahteraan Psikologis pada santri Bait Tahfidz Al-Qur’an
(BTQ) Pusat Ma’had Al-Jami’ah UIN MALANG
14
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
teoritis dalam memperkaya dan mengembangkan khasanah teori psikologis
khususnya psikologi positif.
2. Aspek Praktis
Hasil penelitian ini bisa dijadikan sumber rujukan, ada atau tidaknya
pengaruh penyesuaian diri dan manajemen waktu terhadap kesejahteraan
psikologis pada santri Bait Tahfidz Al-Qur’an (BTQ)Pusat Ma’had Al-
Jami’ah UIN MALANG. Melalui penelitian ini diharapkan adanya
penyesuaian diri dan pengaturan waktu yang baik pada mahasiwa pengafal
Qur’an yang tinggal di asrama sehingga dapat tercipta kesejahteraan
psikologis
15
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kesejahteraan psikologis
1. Pengertian Kesejahteraan psikologis
Kesejahteraan berasal dari kata sejahtera. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia sejahtera memiliki arti aman, Sentosa, makmur, selamat (terlepas)
dari segala macam gangguan, kesukaran dan sebagainya. Sedangkan
kesejahteraan adalah keadaan sejahtera, aman, selamat, tenteram, dan
sebagainya (Depdikbud,1996).
Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mengartikan kata
sejahtera sebagai suatu kondisi masyarakat yang telah terpenuhi kebutuhan
dasarnya. Kebutuhan tersebut berupa kecukupan dan mutu pangan,sandang,
papan, kesehatan, Pendidikan, lapangan pekerjaan dan kebutuhan dasar
lainnya seperti lingkungan yang bersih, aman, dan nyaman, juga
terpenuhinya hak asasi dan partisipasi serta terwujudnya masyarakat yang
bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa (Rohmah& Sari,2017).
Teori Kesejahteraan psikologis dikembangkan oleh Ryff pada tahun
1989. Kesejahteraan psikologis merujuk pada perasaan seseorang
mengenai aktifitas hidup sehari-hari. Segala aktifitas yang dilakukan oleh
individu yang berlangsung setiap hari dimana dalam proses tersebut
kemungkinan mengalami fluktuasi pikiran dan perasaan yang dimulai dari
kondisi mental negative sampai pada kondisi mental positif, misalnya dari
16
trauma sampai penerimaan hidup dinamakan kesejahteraan psikologis
( Ryff, dalam Maryam,2013)
Ryff ( dalam Palupi,2008) menyatakan bahwa kesejahteraan psikologis
adalah suatu keadaan dimana individu dapat menerima kekuatan dan
kelemahan diri sebagaimana adanya, memiliki hubungan positif dengan
orang lain, mampu mengarahkan perilakunya sendiri, mampu
mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan, mampu menguasai
lingkungan serta memiliki tujuan dalam hidupnya.
Sedangkan Shek ( dalam Rahma,2012) mendefinisikan kesejahteraan
psikologis sebagai keadaan dimana kesehatan mental seseorang mengacu
pada banyaknya kualitas kesehatan mental positif seperti keadaan dapat
menyesuaikan diri dari lingkungan sekitarnya. Kesejahteraan psikologis
adalah kondisi individu yang ditandai denga perasaan bahagia, mempunyai
kepuasan hidup dan tidak ada gejala-gejala depresi (Ryff, dalam
Liputo,2009).
Ryff (dalam Papalia ,2002) mengatakan bahwa individu yang memiliki
kesehatan Psikologis mempunyai sikap yang positif terhadap dirinya dan
orang lain, memiliki keputusan sendiri dan mengatur kebiasaan serta
mampu memilih dan membentuk lingkungan sesuai dengan kebutuhan.
Mereka juga memiliki tujuan yang menjadikan hidup mereka lebih
bermakna karena adanya dorongan untuk mengembangkan segala potensi
yang dimiliki secara penuh.
17
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah disebutkan, peneliti
mengambil kesimpulan dari makna kesejahteraan psikologis yaitu keadaan
mental positif yang dimiliki individu dalam melakukan aktifitas sehari-hari
dengan ciri penerimaan diri,hubungan positif dengan orang lain, Otonomi,
Penguasaan Lingkungan,Tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi.
2. Dimensi Kesejahteraan psikologis
Menurut Ryff (dalam Mawarpury ,2013) Kesejahteraan psikologis
merujuk pada adanya respon positif terhadap dimensi-dimensi
kesejahteraan psikologis. Dimensi-dimensi tersebut adalah sebagai berikut.
a. Penerimaan Diri (Self Acceptance )
Self acceptance Berfokus pada penerimaan diri yang dirasakan oleh
individu. Penerimaan diri tersebut merupakan hal yang utama dari
kesehatan mental dan merupakan karakteristik dari aktualisasi diri,
fungsi optimal, dan kedewasaan atau kematangan. Persepektif rentang
kehidupan juga menekankan pada penerimaan diri dan masa lalu
individu ( Ryff,1989) Individu yang memiliki penerimaan diri yang
baik, akan memiliki perilaku positif terhadap dirinya, memahami dan
menerima aspek-aspek dirinya (termasuk hal yang baik maupun buruk),
dan merasa positif (menerima masa lalunya). Sebaliknya individu yang
tidak memiliki penerimaan diri akan merasa kurang puas dengan
kehidupannya, merasa cemas dengan masa lalunya, memiliki masalah
dengan kepribadiannya, dan berharap menjadi individu yang berbeda
dengan dirinya (Ryff & Keyes,1995)
18
b. Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positif relation with Others)
Hubungan positif degan orang lain merupakan dimensi yang
mencerminkan kemampuan seseorang untuk menjalin hubungan hangat,
saling mempercayai,dan saling peduli akan kebutuhan serta
kesejahteraan pihak lain. Kemampuan untuk mencintai merupakan
komponen penting dari kesehatan mental. Individu yang sejahtera akan
memiliki empati dan afeksi pada semua orang, menjadi individu yang
mampu mencintai dan dapat menjadi teman yang baik ( Ryff,1989)
Individu yang memiliki hubungan positif dengan orang lain akan
menjadi individu yang hangat, puas dengan kehidupannya, mampu
mempercayai orang lain (trusting), mampu memiliki rasa empati, afeksi,
serta intimasi, dan mengerti dalam hubungan terdapat timbal balik
(menerima dan memberi). Sebaliknya, individu yang tidak memiliki
hubungan positif dengan orang lain akan menutup diri, sangat sulit
untuk hangat (ramah), terbuka, dan berfokus pada orang lain, merasa
terisolasi dan frustasi dalam hubungan interpersonal, dan tidak mau
berkompromi dengan orang lain (Ryff & Keyes, 1995).
c. Otonomi (Autonomy)
Otonomi adalah pribadi mandiri, yaitu dapat menentukan yang
terbaik untuk dirinya sendiri. Individu memiliki internal locus of
evaluation yakni tidak mencari persetujuan orang lain melainkan
mengevaluasi diriya dengan standar yang telah ditetapkan sendiri. Oleh
karena itu, individu yang otonom juga tidak menggantungkan diri pada
19
penilaian orang lain dalam membuat keputusan. Individu tidak
menyesuaikan diri terhadap tekanan sosial untuk berpikir dan bertindak
dalam bentuk tertentu.
Pada dimensi ini Ryff menjelaskan tentang kemandirian,
kemampuan untuk menentukan diri sendiri, dan kemampuan untuk
mengatur tingkah laku. Individu yang mampu menolak tekanan sosial
untuk berpikir dan bertingkah laku dengan cara tertentu, serta dapat
mengevaluasi diri sendiri dengan standar personal menandakan bahwa
baik dalam dimensi ini. Sementara individu yang kurang baik dalam
dimensi ini akan memperhatikan harapan dan evaluasi dari orang lain,
individu akan membuat keputusan berdasarkan penilaian orang lain dan
cenderung bersikap konformis. Dengan kata lain individu yang tidak
terpengaruh dengan persepsi orang lain dan tidak bergantung dengan
orang lain adalah individu yang memiliki otonomi yang baik, sedangkan
individu yang mudah terpengaruh serta bergantung pada orang lain
adalah individu yang memiliki otonomi rendah (Ryff & Keyes,1995)
d. penguasaan lingkungan (Enviromental Mastery)
Kemampuan individu untuk memilih atau menciptakan lingkungan
yang cocok dengan kondisi psikisnya merupakan salah satu karakteristik
dari kondisi kesehatan mental. Kematangan dapat dilihat dari partisipasi
individu terhadap lingkungan sekitarnya. Beberapa macam pandangan
mengatakan bahwa berpartisipasi aktif dan mampu menguasai
lingkungan merupakan konsep yang penting untuk dapat
20
mengembangkan fungsi psikologis secara positif (Ryff & Keyes,1995).
Individu yang memiliki penguasaan lingkungan mampu dan kompeten
untuk mengatur lingkungan, mampu mengontrol keseluruhan hal yang
kompleks dari aktifitas eksternal, dan mampu untuk memilih atau
membuat konteks yang sesuai dengan nilai dan yang dibutuhkan oleh
individu. Sebaliknya, individu yang memiliki penguasaan lingkungan
yang rendah sangat sulit untuk mengatur kesehariannya, tidak tanggap
akan kesempatan, kurangnya rasa untuk mengontrol lingkungan sekitar,
dan merasa tidak bisa untuk mengubah lingkungan (Ryff &
Keyes,1995).
e. Tujuan hidup (Purpose In Life)
Individu yang sehat secara mental memiliki perasaan bahwa
hidupnya bermakna dan memiliki tujuan. Individu dikatakan dewasa
ketika, memiliki tujuan hidup yang jelas dan terarah. Teori tentang
rentang kehidupan mengarah pada perubahan dari tujuan hidup,
misalnya akan menjadi lebih produktif dan kreatif (Ryff,1989).
Individu yang merasa bahwa hidupnya bermakna akan memiliki
tujuan dan terarah, merasa hidupnya sekarang dan masa lalu bermakna,
dan memiliki kepercayaan yang memberikan tujuan hidup. Sebaliknya,
individu yang tidak memiliki tujuan hidup akan punya banyak tujuan
yang menyebabkan tidak terarah dan masa lalunya tidak bermakna (Ryff
& Keyes, 1995).
21
f. Pertumbuhan pribadi (Personal Growth)
Dalam mengoptimalkan fungsi psikologis tidak hanya
membutuhkan pencapaian pada beberapa karakteristik saja, tetapi juga
harus mengembangkan potensi individu untuk berkembang menjadi
individu sesunguhnya. Kebutuhan untuk beraktualisasi diri dan
menyadari potensi seseorang merupakan kunci utama dari persepektif
klinis pada pribadi yang berkembang. Teori rentang hidup memberikan
tekanan pada perkembangan yang terus belanjut dan berusaha
menghadapi masalah atau tantangan yang muncul di setiap periode
perkembangan individu (Ryff,1989)
Individu yang termasuk dalam pribadi yang berkembang akan
melihat dirinya sebagai individu yang terbuka akan pengalaman baru,
menyadari potensi yang dimilikinya, dan melihat perubahan pada
dirinya dari waktu ke waktu. Sebaliknya, individu yang tidak
berkembang akan mengalami stagnasi pada dirinya, tidak mengalami
perubahan atau memperbaiki dirinya, merasa bosan dan tidak tertarik
dengan kehidupan, dan merasa tidak mampu untuk mengembangkan
sikap atau perilaku baru (Ryff & Keyes,1995).
Berdasarkan uraian di atas peneliti mengambil kesimpulan bahwa aspek-
aspek dari kesejahteraan psikologis adalah : 1) penerimaan diri dengan
indikator memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, memahami dan
menerima berbagai aspek diri termasuk kualitas baik dan buruk dalam
dirinya, menilai positif kehidupan masa lalu dan yang sedang dijalani, 2)
22
hubungan positif dengan orang lain dengan indikator mampu menjalin
hubungan hangat, saling mempercayai,saling peduli akan kebutuhan serta
kesejahteraan pihak lain, memiliki empati dan afeksi pada semua orang,
menjadi individu yang mampu mencintai dan dapat menjadi teman yang
baik,3) Otonomi dengan indikator dapat menentukan yang terbaik untuk
dirinya sendiri, kemampuan untuk menentukan diri sendiri, dan kemampuan
untuk mengatur tingkah laku,mengevaluasi diri dengan standar personal, 4)
Penguasaan Lingkungan dengan indikator mampu dan kompeten untuk
mengatur lingkungan, mampu mengontrol keseluruhan hal yang kompleks
dari aktifitas eksternal, dan mampu untuk memilih atau membuat konteks
yang sesuai dengan nilai dan yang dibutuhkan oleh individu, 5) Tujuan
hidup dengan indikator memiliki tujuan hidup dan merasa hidupnya
sekarang dan masa lalu bermakna,6) pertumbuhan pribadi dengan indikator
melihat dirinya sebagai individu yang terbuka akan pengalaman baru,
menyadari potensi yang dimilikinya, dan melihat perubahan pada dirinya
dari waktu ke waktu.
3. Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan psikologis
Terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi kesejahteraan
psikologis individu diantaranya sebagai berikut (Sarafino & Smith.2011):
a. Faktor Internal
a) Usia
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ryff (1989)
mengatakan bahwa perbedaan usia dapat mempengaruhi dimensi dari
23
kesejahteraan psikologis. Individu dengan kelompok usia dewasa
madya memilki nilai lebih tinggi pada dimensi tujuan hidup dan
otonomi dari pada individu dengan kelompok usia dewasa awal dan
dewasa akhir. Pada dimensi pribadi yang berkembang menunjukkan
bahwa individu yang memiliki usia dewasa awal memiliki nilai yang
paling tinggi dan terus menurun hingga dewasa akhir. Individu dengan
usia dewasa madya dan akhir memiliki nilai yang sama pada dimensi
penguasaan lingkungan. Perbedaan usia tidak mempengaruhi dimensi
penerimaan diri dan hubungan positif dengan orang lain.
b) Jenis Kelamin
Penelitian Ryff (1989) mengatakan bahwa jenis kelamin
mempengaruhi beberapa dimensi dari kesejahteraan psikologis.
Pada dimensi hubungan positif dengan orang lain dan pribadi yang
berkembang wanita memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada pria.
c) Kepribadian
Penelitian yang dilakukan oleh Arvey, Carter & Buerkley
(1991) mengatakan bahwa individu dapat mewariskan gen untuk
menentukan kepuasan kerja. Hal ini terjadi, karena gen didasari oleh
kepribadian dan mempunyai dampak pada level kepuasan hidup
karyawan. Kepribadian merupakan dasar untuk membantu
menentukan reaksi individu terhadap pertistiwa dan pengalaman.
Kepribadian juga mendasari bagaimana individu dalam organisasi
merasa positif terhadap pekerjaannya. Individu yang memiliki emosi
24
positif akan merasa bahwa pekerjaannya menyenangkan,
dibandingkan dengan individu lain yang tidak memiliki emosi
positif.
b. Faktor Eksternal
1) Status Sosial ekonomi
Perbedaan status sosial juga mempengaruhi dimensi
kesejahteraan psikologis seseorang. pendidikan tinggi dan status
pekerjaan dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis, terutama
pada dimensi penerimaan diri dan dimensi tujuan hidup. Mereka
yang menempati kelas sosial yang tinggi memiliki perasan lebih
positif terhadap diri sendiri dan masa lalu mereka, serta lebih
memiliki rasa keterarahan hidup diandingkan dengan mereka yang
berada di kelas sosial yang lebih rendah.
2) Budaya
Sistem nilai individualisme dan kolektivisme memberi
terhadap kesejahteraan psikologis yang dimiliki suatu masyarakat.
Budaya barat memiliki nilai yang tinggi dalam penerimaan diri dan
otonomi, sedangkn budaya timur memiliki nilai yang tinggi pada
dimensi hubungan positif dengan orang lain.
3) Dukungan Sosial
Menurut Ryff (1989) perubahan-perubahan fisik maupun
psikis yang terjadi pada individu menyebabkan individu
membutuhkan dukungan dari orang di sekitarnya. Dukungan yang
25
berupa ungkapan perilaku suportif kepada seseorang yang diterima
dari orang-orang yang bermakna dalam kehidupan individu tersebut,
diantaranya keluarga, teman, rekan kerja maupun organisasi sosial.
Dukungan sosial dari orang-orang yang bermakna dalam kehidupan
seseorang dapat memberikan peramalan akan kesejahteraan
seseorang.
4) Religiusitas
Religiusitas dapat mempengaruhi Kesejahteraan psikologis
bagi setiap individu. Bastaman menyatakan bahwa individu yang
memiliki tingkat religiusitas lebih mampu memaknai setiap kejadian
hidupnya secara positif, sehingga hidupnya menjadi lebih bermakna
dan terhindar dari stres maupun depresi.
Dengan kata lain, seseorang yang menjalankan kegiatan
keagamaan seperti beribadah berdoa dan membaca kitab suci agama
diasumsikan akan memiliki kondisi Kesejahteraan psikologis yang
baik pula. Hal ini terjadi karena dengan beribadah dapat mengurangi
stress dan menahan produksi hormone stres oleh tubuh, seperti
adrenalin. Pengurangan hormone stress ini dihubungkan dengan
aspek kesehatan, yaitu sistem kekebalan tubuh yang semakin
meningkat.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan faktor yang
mempengaruhi kesejahteraan psikologis adalah usia, jenis kelamin,
26
kepribadian, status sosial ekonomi, budaya, dukungan sosial dan
religiusitas.
B. Penyesuaian diri
1. Pengertian Penyesuaian Diri
Manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah luput dengan
Namanya berinteraksi, baik interaksi dengan orang lain maupun dengan
lingkungan tempat tinggalnya. Ketika berinteraksi individu akan
dihadapkan dengan berbagai tuntutan baik dari diri sendiri, orang lain,
maupun dengan lingkungannya. Untuk dapat bertahan hidup manusia secara
alami dibekali dengan kemampuan untuk menolong diri sendiri dengan cara
beradaptasi dengan keadaan lingkungannya. Adaptasi dalam istilah
psikologi dikenal dengan istilah self adjustment atau penyesuaian diri
(Enung,2006).
Adjustment adalah adaptasi atau penyesuaian diri, kemampuan unuk
dapat memertahankan eksistensinya,atau bisa survive, dan memperoleh
kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, juga dapat mengadakan relasi yang
memuaskan dengan tuntutan-tuntutan sosial (Kartono,2000). Penyesuaian
diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah
perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara individu
dengan lingkungannya (Mu’tadin,2002)
Schneider (1984) sebagai salah satu tokoh penggagas penyesuaian
diri mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses yang
mencakup respon- respon mental dan tingkah laku individu untuk mengatasi
27
kebutuhan, ketegangan ,konflik dan frustasi. Usaha tersebut bertujuan
memperoleh keselarasan dan keharmonisan antara tuntutan dalam diri
dengan tuntutan lingkungan. Hurlock (dalam Gunarsa &Gunarsa,2004)
menyatakan bahwa penyesuaian diri adalah subjek yang mampu
menyesuaikan diri kepada umum atau kelompoknya dan orang tersebut
memperlihatkan sikap dan perilaku menyenangkan, yang mengartikan
bahwa individu tersebut diterima oleh kelompok dan lingkungannya.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
penyesuaian diri adalah Kemampuan seseorang untuk beradaptasi dengan
lingkungan barunya baik penyesuaian terhadap pribadi maupun terhadap
sosialnya. Penyesuaian pribadi diindikasikan dengan kemampuan
menyadari kelebihan dan kekurangan diri, kemampuan menerima kelebihan
dan kekurangan diri dan kemampuan bertindak objektif sesuai kemampuan
dirinya. Penyesuaian terhadap sosial dapat diindikasikan dengan mampu
berinteraksi secara harmonis dengan lingkungan sekitar
(keluarga,masyarakat,teman dan lingkungan) dan kemauan untuk mentaati
nilai, norma dan aturan di lingkungan.
2. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri
Schneider ( dalam Mu’tadin 1982) mengungkapkan bahwa ada dua
aspek penyesuaian diri yaitu:
a. Penyesuaian pribadi
Kemampuan individu untuk menerima diri apa adanya sehingga
tercipta hubungan yang harmonis antara diri dengan lingkungan sekitar.
28
Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, mengetahui
kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai
dengan kondisi dirinya tersebut.
Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa
benci, lari dari kenyataan atau tanggung jawab, dongkol, kecewa, atau
tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai
dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa
bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas,rasa kurang dan keluhan terhadap
nasib yang dialaminya.
Sebaliknya, kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan
kegoncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap
nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu
dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang
menjadi sumber terjadinya konflik konflik yang kemudian terwujud
dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya
individu harus melakukan penyesuaian diri.
b. Penyesuaian sosial
Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat
individu hidup dan berinteaksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan
tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat disekitar tempat
tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum.
Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama
memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai
29
informasi , budaya dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas
(masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh
sang individu.
Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian
sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan
sosial kemasyarakatan, setiap masyarakat biasanya memiliki aturan
yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nila
tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok. Dalam
proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-
kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga
menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi
pola tingkah laku kelompok.
Selain itu Schneider juga menyebutkan beberapa aspek atau
karakteristik dari penyesuaian diri. Karakteristik penyesuaian diri menurut
Schneiders (dalam Indarwati,2012) adalah:
a. Ketiadaan emosi yang berlebihan
Penyesuaian yang normal dapat diidentifikasi dengan tidak
ditemukannya emosi yang berlebihan. Individu yang merespon masalah
dengan ketenangan dan kontrol emosi memungkinkan individu untuk
memecahkan kesulitan secara inteligen. Adanya kontrol emosi membuat
individu mampu berpikir jernih terhadap masalah yang dihadapinya dan
memecahkan masalah dengan cara yang sesuai.
30
b. Ketiadaan mekanisme psikologis
Penyesuaian normal dikarakteristikkan dengan tida ditemukannya
mekanisme psikologis. Ketika usaha yang dilakukan gagal, individu
mengakui kegagalannya dan berusaha mendapatkannya lagi merupakan
penyesuaian diri yang baik dibandingkan melakukan mekanisme seperti
rasionalisme, proyeksi, kompensasi. Individu yang memiliki
penyesuaian diri yang buruk, melakukan rasionalisasi dengan
menimpakan kesalahan pada orang lain.
c. Ketiadaan perasaan frustasi pribadi
Penyesuaian diri yang baik terbebas dari perasaan frustasi pribadi.
perasaan frustasi membuat sulit bereaksi secara normal terhadap
masalah.. individu yang merasa frustasi akan mengganti reaksi normal
dengan mekanisme psikologis atau reaksi lain yang sulit dalam
menyelesaikan diri seperti sering marah tanpa sebab ketika bergaul
dengan orang lain.
d. Pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri (Self
Direction)
Karakteristik menonjol dari penyesuaian normal adalah
pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri. Karakteristik
ini dipakai dalam tingkalaku sehari-hari untuk mengatasi masalah
ekonomi,hubungan sosial, kesulitan perkawinan. Penyesuaian normal
bisa didapatkan dari kemampuan individu menghadapi masalah,
31
konflik, frustasi, menggunakan kemampuan berfikir secara rasional dan
mampu mengarahkan diri dalam bertingkah laku.
e. Kemampuan untuk belajar
Penyesuaian normal dikarakteristikkan dengan belajar terus
menerus dalam memecahkan masalahyang penuh dengan konflik,
frustasi atau stress. Misalnya orang belajar menghindari sikap egois agar
terjadi keharmonisan.
f. Memanfaatkan pengalaman masa lalu
Kemampuan individu untuk belajar dan memanfaatkan pengalaman
merupakan hal yang penting bagi penyesuaian diri yang normal. Ketika
menghadapi masalah individu dapat membandingkan pengalaman diri
sendiri dengan pengalaman orang lain sehingga pengalaman-
pengalaman yang diperoleh dapat digunakan sebagai acuan yang baik
dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi.
g. Sikap realistis dan objektif
Penyesuaian yang normal berkaitan dengan sikap yang realistis dan
objektif. Sikap realistis dan objektif berkenaan dengan orientasi
individu terhadap kenyataan, mampu menerima kenyataan yang dialami
tanpa konflik dan melihatnya secara obyektif berdasarkan pada proses
belajar, pengalaman masa lalu, pertimbangan rasional, dan dapat
menghargai situasi dan masalah.
Sikap realistik dan objektif digunakan untuk menghadapi peristiwa
penting seperti orang yang kehilangan pekerjaan tetap memiliki
32
motivasi sehingga dapat menerima situasi dan berhubungan secara baik
dengan orang lain.
Berdasarkan beberapa aspek yang telah disebutkan di atas, peneliti
mengambil kesimpulan bahwa aspek-aspek Penyesuaian diri menurut
Schneider yang diungkapkan oleh Mu’tadin adalah penyesuaian pribadi dan
penyesuaian sosial. Sedangkan menurut Schneider ada 7 aspek yaitu
ketiadaan emosi yang berlebihan, ketiadaan mekanisme Psikologis,
ketiadaan perasaan frustasi pribadi, Pertimbangan rasional dan kemampuan
mengarahkan diri, kemampuan untuk belajar,memanfaatkan pengalaman
masa lalu dan sikap realistis dan objektif.
Untuk aspek-aspek yang akan dijadikan sebagai acuan pengukuran
penyesuaian diri peneliti mengambil aspek dari Schneider yang diungkapkan
oleh Mu’tadin yaitu : 1) Aspek penyesuian pribadi dengan indikator
kemampuan menyadari kelebihan dan kekurangan diri, kemampuan
menerima kelebihan dan kekurangan diri dan kemampuan bertindak objektif
sesuai kemampuan dirinya;2) Penyesuaian Sosial dengan indikator mampu
berinteraksi secara harmonis dengan lingkungan sekitar
(keluarga,masyarakat,teman dan lingkungan) dan kemauan untuk mentaati
nilai, norma dan aturan di lingkungan.
3. Faktor-faktor Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri antar individu satu dengan individu lain berbeda.
Perbedaan tersebut muncul karena beberapa faktor.
33
Menurut Schneiders (1964) faktor-faktor yang mempengaruhi
penyesuaian diri adalah:
a. Keadaan Fisik
Kondisi fisik individu merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi penyesuaian diri, sebab keadaan sistem-sistem tubuh
yang baik merupakan syarat bagi terciptanya penyesuaian diri yang baik.
Apabila terdapat kondisi cacat fisik dan penyakit kronis akan
menghambat individu dalam menyesuaikan diri.
b. Perkembangan dan kematangan
Perbedaan bentuk penyesuaian diri antar individu dipengaruhi oleh
perbedaan tahap perkembangan yang dilalui oleh masing-masing
individu. Sejalan dengan perkembangannya, individu akan semakin
matang dalam merespon lingkungan. Kematangan individu dalam segi
intelektual, sosial, moral, dan emosi akan mempengaruhi bagaimana
individu melakukan penyesuaian diri.
c. Keadaan Psikologis
Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi terciptanya
penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya
frustasi, kecemasan dan cacat mental akan menghambat individu dalam
melakukan penyesuaian diri. Selain itu, keadaan mental yang baik akan
mendorong individu untuk memberikan respon yang selaras dengan
dorongan internal maupun tuntutan lingkungannya. Hal yang termasuk
34
dalam keadaan psikologis di antaranya adalah pengalaman, pendidikan,
konsep diri, dan keyakinan diri.
d. Keadaan lingkungan
Keadaan lingkungan yang baik, damai, tenteram, aman, penuh
penerimaan dan pengertian, serta mampu memberikan perlindungan bagi
anggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan memperlancar
proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di
lingkungan yang tidak tentram, tidak damai, dan tidak aman, maka
individu tersebut akan mengalami gangguan dalam melakukan proses
penyesuaian diri. Keadaan lingkungan yang dimaksud meliputi sekolah,
rumah, dan keluarga.
e. Tingkat religiusitas dan kebudayaan
Religiusitas merupakan faktor yang memberikan suasana psikologis
yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik, frustasi dan
ketegangan psikis lainnya. Religiusitas memberi nilai dan keyakinan
sehingga individu memiliki arti, tujuan, dan stabilitas hidup yang
diperlukan untuk menghadapi tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam
hidupnya. Kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan suatu faktor
yang membentuk watak dan tingkah laku individu untuk menyesuaikan
diri dengan baik atau justru membentuk individu yang sulit
menyesuaikan diri.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi penyesuaian diri adalah keadaan fisik, perkembangan
35
dan kematangan, keadaan psikologis, keadaan lingkungan, dan tingkat
religiusitas dan kebudayaan.
C. Pengelolaan Waktu
1. Pengertian pengelolaan waktu
Pengelolaan waktu dalam bahasa Inggris disebut management yang
berasal dari kata to manage yang berarti mengurus, mengatur,
melaksanakan dan mengelola (Echols & Shadily ,2004). Siswanto (dalam
Arifin , Johar dan Fakhrudin,2007) mendefinisikan manajemen sebagai
seni dan ilmu dalam perencanaan, pengorgaisasian, pengarahan, dan
pengendalian terhadap orang serta mekanisme kerja untuk mencapai
tujuan. Menurut Herujito (2001) manajemen adalah pengelolaan suatu
pekerjaan untuk memperoleh hasil dalam rangka pencapaian tujuan yang
telah ditentukan dengan cara menggerakkan orang-orang lain untuk
bekerja.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, waktu adalah serangkaian
saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung
(Depdikbud,1996). Soeharso (dalam Rusyadi,2012) mengemukakan bahwa
waktu manusia sehari-hari dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: waktu
bekerja, waktu memelihara diri dan waktu luang.
Macan (1994) menyebutkan pengelolaan waktu sebagai pengaturan
diri dalam menggunakan waktu seefektif dan seefisien mungkin dengan
melakukan perencanaan, penjadwalan, mempunyai kontrol atas waktu,
selalu membuat prioritas menurut kepentingan, serta keinginan untuk
36
terorganisasi. Pengelolaan waktu adalah suatu jenis keterampilan yang
berkaitan dengan segala bentuk upaya dan tindakan seseorang yang
dilakukan secara terencana agar individu dapat memanfaatkan waktunya
dengan sebaik-baiknya (Atkinson,1994).
Higgins (dalam Atkinson,1994) mendefinisikan pengelolaan waktu
sebagai proses untuk menjadi waktu lebih produktif, dengan cara mengatur
apa yang dilakukan diwaktu tersebut.
Hal serupa juga dikemukakan oleh Siggh &Jain (dalam Gea,2014)
yang mendefinisikan pengelolaan waktu sebagai sebuah tindakan atau
proses perencanaan dan pelaksanaan sejumlah waktu yang digunakan
untuk aktivitas khusus terutama untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi
dan produktivitas.
Jones & Barlett (dalam Kholisa,2012) mendefinisikan pengelolaan
waktu sebagai kemampuan untuk memprioritaskan, menjadwalkan dan
melaksanakan tanggung jawab individu demi kepuasan individu tersebut.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan pengelolaan waktu adalah
Kemampuan seseorang dalam mengatur, merencanakan dan
mengorganisasikan aktifitas dengan cara memanfaatkan waktu sebaik
mungkin guna mencapai sebuah tujuan. Adapun aspek yang digunakan
untuk mengukur kemampuan seseorang dalam pengelolaan waktu adalah
Menetapkan tujuan dan prioritas, Mekanisme dari pengelolaan waktu, dan
preferensi untuk terorganisasi.
37
2. Aspek-Aspek Pengelolaan waktu
Macan (1994) mengemukakan aspek-aspek pengelolaan waktu sebagai
berikut:
a. Menetapkan tujuan dan prioritas
Menetapkan tujuan dan prioritas dapat membantu individu untuk
memfokuskan perhatian terhadap pekerjaan yang akan dijalankan,
fokus terhadap tujuan dan sasaran yang hendak dicapai serta mampu
merencanakan suatu pekerjaan dalam Batasan waktu yang disediakan.
Tidak semua pekerjaan memiliki nilai kepentingan atau kebutuhan
yang sama dan jumlah waktu yang tersedia sangat terbatas, oleh karena
itu menyusun prioritas perlu untuk dilakukan. Prioritas dibuat
berdasarkan urutan peringkat dari prioritas terendah hingga prioritas
tertinggi. Urutan prioritas ini dibuat dengan mempertimbangkan hal
mana yang dirasa penting, mendesak, maupun vital yang harus
dikerjakan terlebih dahulu.
b. Mekanisme dari pengelolaan waktu
Aspek ini meliputi proses dari rencana yang akan dilakukan, seperti
: mengatur jadwal dengan menyusun planning atau perencanaan setiap
kegiatan yang dilakukan. Jadwal merupakan daftar kegiatan yang akan
dilaksanakan beserta urutan waktu dalam periode tertentu. Fungsi
pembuatan jadwal adalah menghindari bentrokan kegiatan,
menghindari kelupaan, dan mengurangi ketergesaan.
38
c. Preferensi untuk terorganisasi
Aspek manajemen waktu ini terletak pada kebiasaan individu yang
melakukan pencatatan dan pemerikasaan dalam kegiatan sehingga
dapat terorganisir dengan baik dalam menyelesaikan tugasnya.
Pencatatan dan pemeriksaan ini penting untuk mengevalusasi berapa
banyak waktu yang telah dihabiskan untuk aktivitas yang berorientasi
pada tujuan ataupun prioritas.
Peneliti menyimpulkan bahwa aspek-aspek dari pengelolaan waktu
yang baik adalah 1) Menetapkan tujuan dan prioritas dengan indikator
memiliki tujuan dalam setiap kegiatan dan adanya prioritas dalam setiap
kegiatan;2) Mekanisme dari pengelolaan waktu dengan indikator dapat
memanfaatkan waktu dengan baik, dan menyusun perencanaan dalam setiap
kegiatan yang dilakukan;3) preferensi untuk terorganisasi dengan indikator
mampu mencegah timbulnya masalah dalam mejalankan tugas dan
melakukakan pencatatan pemeriksaan dalam setiap kegiatan.
3. Faktor-faktor pengelolaan waktu
Macan dkk (1990) mengemukakan bahwa pengelolaan waktu antara
individu satu dengan individu lainnya berbeda. Perbedaan tersebut muncul
karena beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Usia
Hasil penelitian Macan dkk (1990) terdapat hubungan positif antara
usia dengan pengelolaan waktu. Semakin tinggi usia individu maka
semakin baik pengaturan manajemen waaktunya, sebaliknya semakin
39
rendah usia seseorang maka semakin kurang kemampuan pengelolaan
waktunya.
b. Jenis Kelamin
Macan dkk (1990) berpendapat bahwa apabila wanita memiliki waktu
luang, maka wanita lebih suka mengisi waktu luang tersebut dngan
aktivitas ringan daripada untuk bersantai-santai. Oleh karena itu dapat
dikatakan hamper seluruh waktunya cenderung digunakan untuk
mengisi bermacam-macam ativitas.
Srijanti (2007) juga mengemukakan factor-faktor yang mempengaruhi
pengelolaan waktu yaitu:
a. Adanya target yang jelas.
Adanya target pencapaian tujuan maka hidup akan lebih terarah dan
waktu dapat diatur dengan sebaik-baiknya.
b. Adanya prioritas kerja
Ketika individu memiliki prioritas dalam hidupnya maka ia akan
menjalankan pengelolaan waktunya dengan baik dan mencurahkan
seluruh konsentrasi dan energinya agar prioritas itu dapat tercapai. Salah
satu faktor utama yang membuat individu berhasil melakukan pekerjaan
dengan baik adalah memiliki prioritas dalam pekerjaanya.
c. Penundaan pekerjaan
Kebiasaan menunda pekerjaan menyebabkan kehabisan waktu dan
tenaga saat akan mengerjakannya. Sehingga bila dipaksa untuk
40
melaksanakan pekerjaan maka hasil yang dicapai tidak maksimal karena
dilakukan dengan sia-sia.
d. Pendelegasian tugas
Sifat kurang percaya pada orang lain dan ingin semua pekerjaan selesai
dengan sempurna membuat waktu yang kita miliki tersita. Apabila
terdapat pekerjaan yang bukan merupakan pekerjaan utama, maka
pekerjaan tersebut sebaiknya didelegasikan kepada orang lain meskipun
nanti hasil yang dicapai tidak akan sebaik apabila dilakukan sendiri dan
tetap dibawah pengawasan kita. Karena hal tersebut dapat lebih
meringankan pekerjaan dan sisa waktu yang ada bisa digunakan untuk
menyelesaikan pekerjaan lain yang lebih berkualitas. Selain dapat
membantu meringankan beban kita, pendelegasian tugas juga dapat
meningkatkan kepercayaan diri, kebahagiaan dan rasa hormat kepada
orang yang diberikan tugas.
e. Penataan ruang kerja
Ruang kerja yang kurang nyaman membuat pekerja tidak maksimal
dalam melakukan pekerjaannya sehingga pekerjaan tersebut tidak
memperoleh hasil yang baik. Oleh karena itu, penataan ruang kerja juga
berpengaruh terhadap kenyamanan dan berpengaruh terhadap intensitas
waktu yang dapat digunakan.
Berdasarkan beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan
seseorang dalam pengelolaan waktu menurut Macan adalah usia dan jenis
kelamin. Sedangkan menurut Srijanti adalah adanya target yang jelas,
41
adanya prioritas kerja, penundaan pekerjaan, pendelegasian tugas dan
penataan ruang kerja
D. Pengaruh Penyesuaian Diri Terhadap Kesejahteraan Psikologis
Penyesuaian diri merupakan suatu proses yang mengacu ke arah hubungan
yang harmonis antara tuntutan internal dengan tuntutan eksternal. Individu
harus bisa beradaptasi dan menyeimbangkan kedua tuntutan tersebut dan
mengubah sikap dan tingkah laku mereka sesuai dengan norma sosial yang ada.
Upaya pencapaian harmonisasi hubungan antara tuntutan diri dan
lingkungan ini akan muncul konflik, tekanan dan frustasi (Choiruddin,2015).
Tuntutan tersebut juga menimbulkan ketidakseimbangan serta menimbulkan
ketegangan dan stres (tekanan). Adanya konflik, tekanan, ketegangan dan stres
menandakan bahwa individu tersebut berada dalam keadaan yang tidak
sejahtera secara psikologis, karena Kesejahteraan psikologis dapat ditandai
dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-
gejala depresi (Ryff,1998).
Individu yang dapat melakukan penyesuaian diri dengan baik memiliki
kesejahteraan psikologis yang positif dalam hidupnya yaitu merasa puas,
senang, dihargai, memiliki hubungan interpersonal yang baik, mencari makna
mengenai apa yang dilakukan. Sedangkan individu dengan kemampuan
penyesuaian diri yang kurang memiliki kesejahteraan psikologis negative
dalam hidupnya, ia merasa sepi dan depresi (Prilleltensky dalam
Wulandari,2016)
42
Ardani dkk (2007) ,mengatakan bahwa untuk mencapai kesejahteraan
psikologis membutuhkan penanganan dengan melakukan reaksi penyesuaian
diri yang benar dan tepat. Peyesuaian diri yang tepat akan menimbulkan
ketenangan dan hubungan baik dengan lingkungan sekitarnya, sehingga terjadi
keselarasan antara tuntutan individu dengan lingkungan dan tercipta hubungan
yang harmonis dan tidak tegang,tertekan ataupun frustasi.
Hasil penelitian Wijanarko & Syafiq (2017) terhadap mahasiswa Papua di
Surabaya menunjukkan bahwa untuk menjaga kesejahteraan psikologis,
mereka melakukan strategi penyesuaian diri dengan cara menjauh dari
persoalan interaksi, meningkatkan kontrol diri dan menghadapi masalah secara
langsung.
Penyesuaian sebagai upaya mencapai kesejahteraan psikologis selain
bergantung pada keserasian hubungan antara individu dengan sesama manusia,
lingkungan, juga keserasian antara jasmaniah dan rohaniyahnya. Untuk
mencapai taraf kesejahteraan jiwa ada beberapa hal yang harus dilakukan
individu yaitu individu harus dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan moral,
intelektual, religius dan sosial; dapat mengontrol diri untuk menghadapi setiap
gangguan atau konflik dan macam-macam frustasi; keharusan memahami diri
dan batas-batasnya untuk memperbaiki kelemahan sekaligus menemukan dan
memanfaatkan kelebihannya secara positif (Choiruddin,2015).
Kesejahteraan psikologis akan tercapai apabila penyesuaian diri dimulai
dari konsep diri yang positif , begitu juga dalam memandang dan menghadapi
43
masalah secara wajar menunjukkan bahwa individu dikategorikan sebagai
pribadi yang sehat.
E. Pengaruh Pengelolaan Waktu Terhadap Kesejahteraan Psikologis
Menjalani dua peran yang berbeda dalam waktu yang bersamaan tentu
menjadi tantangan tersendiri bagi seorang yang menjalaninya. Salah satunya
adalah bagi mahasiswa yang menghafal Al-Qur’an. Selain menjalani peran
sebagai mahasiswa dengan berbagai tuntutan tugas juga harus menghafal Al-
Qur’an yang tidak mudah dan tidak semua orang mampu melakukannya. Hal
tersebut membuat individu mengalami kebingungan harus memprioritaskan
mana yang lebih penting, sehingga diperlukan adanya pengelolaan waktu yang
baik agar keduanya bisa berjalan beriringan secara harmonis. Namun, bagi
individu yang tidak mampu mengelola waktu dengan baik menyebabkan
penundaan tugas, banyak deadline yang tidak terlaksana, tidak maksimal dalam
menjalani perannya baik sebagai mahasiswa maupun sebagai penghafal
Qur’an. Hal tersebut membuat individu menjadi merasa tertekan dengan beban
tugas yang banyak dan tidak tertata dengan rapi.
Pengelolaan waktu yang baik merupakan salah satu cara efektif untuk
menghadapi tekanan tanpa harus mengalami stres (Gea,2014). Claessen
mengatakan bahwa Teknik time management memiliki korelasi langsung
dengan kinerja dan kepuasan, serta dapat mengurangi kegalauan dan
kecemasan (Gea,2014).
Agfiany (2014) mengatakan bahwa pengelolaan waktu merupakan salah
satu pendekatan yang penting dalam mengurangi stress, karena dengan
44
pendekatan pengelolaan waktu, seseorang dapat mengontrol diri. Seseorang
yang dapat mengontrol diri dengan baik maka akan melepaskan kecemasan,
kemurungan, ketersinggungan, dan akibat-akibat yang ditimbulkan serta
bangkit dari perasaan yang menekan (Bakar,2014) sehingga mencapai
kesejahteraan dalam hidup.
Semua orang ingin menikmati kesehatan dan kebahagiaan. Suatu opini yang
sering muncul mengatakan bahwa untuk bahagia orang harus menemukan
kegiatan-kegiatan yang akan menghasilkan kepuasan. Mereka harus
mendisiplinkan diri untuk melaksanakannya dan sejauh mungkin menghindari
kegiatan yag tidak memuaskan (Spillane,2003). Maksud mendisiplinkan diri
disini adalah sama dengan kemampuan mengelola waktunya dengan baik dan
dapat menentukan prioritas dalam hidupnya, sehingga ketika ia disiplin semua
pekerjaan dapat terselesaikan dan menciptakan kebahagiaan.
Orang dengan pengelolaan waktu yang baik akan menentukan tujuan dan
prioritas dalam hidupnya, karena salah satu Aspek pengelolaan waktu yang
baik adalah menentukan tujuan dan prioritas (Macan dkk,1990). Ketika
individu memiliki tujuan dalam hidupnya maka akan selalu merasa memiliki
arah dalam menjalani kehidupannya, dan mempunyai perasaan bahwa
kehidupan saat ini dan masa lalu mempunyai target yang ingin dicapai dalam
hidup sehingga ia akan selalu memanfaatkan setiap waktunya untuk hal yang
positif demi tercapainya target tersebut. Keadaan tersebut merupakan salah
satu ciri dari tercapainya kesejahteraan psikologis seperti yang dikatakan oleh
Ryff (dalam Damariyanti, 2015 ) yang menjelaskan konsep kesejahteraan
45
psikologis sebagai suatu kondisi dimana individu dapat menerima segala
kelebihan dan kekurangannya, memiliki tujuan hidup dan menemukan
kebermaknaan hidup, mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan,
membangun hubungan positif dengan orang lain, mampu mengatur lingkungan
secara efektif sesuai dengan kebutuhannya, serta memiliki kemampuan dalam
menentukan tindakan diri.
F. Pengaruh Penyesuaian Diri dan Pengelolaan Waktu terhadap
Kesejahteraan Psikologis
Penyesuaian diri dan pengelolaan waktu berpengaruh terhadap
kesejahteraan psikologis individu. Kesejahteraan psikologis memiliki beberapa
dimensi yang penting di dalamnya, salah satunya adalah dimensi membangun
relasi sosial yang positif dengan lingkungan. Dimensi tersebut memiliki peran
yang sangat penting di dalam membentuk individu yang mampu menyesuaikan
diri dengan lingkungannya. Ketika individu memiliki relasi sosial yang positif
terhadap lingkungannya maka akan tercipta penyesuaian diri yang bagus.
Sehingga stres terhadap tuntutan dilingkungannya dapat diminimalisir. Ryff
(1995) mengatakan bahwa kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan
diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya gejala depresi.
Tryrer (dalam Kusuma, Pergiwati dan Gusniarti,2008) juga mengatakan bahwa
yang menentukan stres atau tidaknya individu adalah kemampuan
menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi.
Dimensi kesejahteraan psikologis yang lain adalah memiliki tujuan hidup.
Adanya tujuan hidup membuat individu mengetahui apa yang harus ia capai,
46
menjadi manusia yang berharga karena mengetahui apa yang diinginkan dan
berjuang untuk mendapatkannya. Usaha dalam memenuhi tujuan hidup ini
sangat dipengaruhi oleh pengelolaan waktu yang baik, karena dengan
pengelolaan waktu yang baik hidup menjadi teratur dan waktu yang digunakan
tidak terbuang dengan sia-sia. Sabri (2012) mengatakan bahwa pengelolaan
waktu dapat memberikan kemanfaatan dan kebahagiaan baik bagi diri sendiri
maupun masyarakat. Santrock (dalam Rusdi,2015) mengatakan bahwa
pengelolaan waktu merupakan hal yang dapat membantu individu lebih
produktif, memberikan keseimbangan antara bekerja dan bermain serta
mencegah stres. Pengelolaan waktu yang baik akan menimbulkan kebahagiaan
yang dimanifestasikan dengan kesejahteraan psikologis, sebaliknya
ketidakmampuan dalam pengelolaan waktu justru akan menimbulkan
banyaknya tugas yang harus diselesaikan, bentrokan kegiatan, dan ketika
melakukan sesuatu selalu teringat dengan tugas yang belum terselesaikan
sehingga merasa terbebani dan tertekan dengan keadaan tersebut.
Bagi individu yang dapat melakukan penyesuaian diri dengan baik dan
mengelola waktunya dengan baik, maka hidupnya akan sejahtera, karena
dengan berhasilnya penyesuaian diri berarti ia mampu melepaskan diri dari
ketegangan ,konflik dan frustasi (Schneider,1964). Pengelolaan waktu yang
baik juga akan menciptakan sesuatu yang bersifat produktif, pekerjaan selalu
selesai tepat pada waktunya sehingga tidak khawatir atau terbebani dengan
tugas-tugas yang belum terselesaikan.
47
G. Hipotesis
Berdasarkan dari tinjauan pustaka di atas maka dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh penyesuaian diri terhadap kesejahteraan Psikologis
pada santri Bait Tahfidz Al-Qur’an Ma’had Sunan Ampel Al-Aly UIN
Malang.
2. Terdapat pengaruh pengelolaan waktu terhadap kesejahteraan
Psikologis pada santri Bait Tahfidz Al-Qur’an Ma’had Sunan Ampel Al-
Aly UIN Malang.
3. Terdapat pengaruh Penyesuaian diri dan pengelolaan waktu terhadap
kesejahteraan Psikologis pada santri Bait Tahfidz Al-Qur’an Ma’had
Sunan Ampel Al-Aly UIN Malang.
48
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Bagian yang paling utama dalam membuat suatu penelitian adalah
bagaimana membuat rencana (rancangan penelitian). Menurut Arikunto (2006),
yang dimaksud dengan rencana penelitian adalah rancangan yang dibuat oleh
peneliti sebagai ancar-ancar kegiatan yang akan dilaksanakan. Rancangan dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif . penelitian kuantitatif adalah
penelitian yang terstruktur dan mengkuantifikasikan data untuk dapat
digeneralisasikan (Anshori & Iswati ,2009). Pada umumnya, penelitian
kuantitatif merupakan penelitian sampel besar (Azwar dalam Setyani,2017).
Menurut Creswell (2010) penelitian kuantitatif merupakan metode untuk
menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antar variabel.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Penyesuaian diri dan
pengelolaan waktu terhadap kesejahteraan psikologis. Analisis data yang
digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis regresi. Analisis deskriptif
digunakan untuk memaparkan atau mendeskripsikan data hasil penelitian,
sedangkan analisis regresi digunakan untuk menguji pengaruh antara variable
satu dengan yang lain. Analisis regresi yang digunakan adalah jenis regresi linear
berganda yaitu regresi yang memiliki satu variable dependen atau terikat (Y) dan
dua atau lebih variable independen atau variable bebas (X)(Sujarweni &
Endrayanto,2012).
49
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Identifikasi variabel merupakan langkah penetapan variabel-variabel utama
dalam penelitian dan penentuan fungsinya masing-masing (Azwar, 2010).
Menurut Creswell (2010), variabel merujuk pada karakteristik atau atribut
seorang individu atau suatu organisasi yang dapat diukur atau diobservasi. Pada
penelitian ini terdapat tiga variabel yang akan dikaji yaitu:
1. Variabel Terikat (Variabel Y) sering disebut juga dengan variabel output,
kriteria, konsekuen. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono,2009).
Variabel terikat dari penelitian ini adalah Kesejahteraan Psikologis.
2. Variabel Bebas (Variabel X) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat
(Sugiyono,2009). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ada 2 macam
yaitu
- Variabel Bebas 1 (X1) : Penyesuaian diri
- Variabel Bebas 2 (X2) : Pengelolaan Waktu
Untuk hubungan antara ketiga variable tersebut dapat dilihat dalam gambar
di bawah ini:
Gambar 3.1 : Skema Penelitian
Penyesuaian Diri (X1)
Kesejahteraan Psikologis (Y)
Pengelolaan Waktu (X2)
50
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi Operasional menurut Suryabrata (2010) adalah definisi yang
didasarkan atas sifat-sifat hal yang di definisikan yang dapat di amati.
Sedangkan Azwar (2010) menjelaskan bahwa definisi operasional adalah suatu
definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-
karakteristik variabel tersebut yang dapat di amati. Proses pengubahan definisi
konseptual yang lebih menekankan kriteria hipotetik menjadi definisi
operasional disebut dengan operasionalisasi variabel penelitian .
Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah:
1. Penyesuaian Diri (X1) : Kemampuan seseorang untuk beradaptasi dengan
lingkungan barunya baik penyesuaian terhadap pribadi sendiri maupun
terhadap sosialnya. Penyesuaian pribadi diindikasikan dengan kemampuan
menyadari kelebihan dan kekurangan diri, kemampuan menerima kelebihan
dan kekurangan diri dan kemampuan bertindak objektif sesuai kemampuan
dirinya. Penyesuaian terhadap sosial dapat diindikasikan dengan mampu
berinteraksi secara harmonis dengan lingkungan sekitar
(keluarga,masyarakat,teman dan lingkungan) dan kemauan untuk mentaati
nilai, norma dan aturan di lingkungan.
2. Pengelolaan Waktu (X2) : Kemampuan seseorang dalam mengatur,
merencanakan dan mengorganisasikan aktifitas dengan cara memanfaatkan
waktu sebaik mungkin guna mencapai sebuah tujuan. Adapun aspek yang
digunakan untuk mengukur kemampuan seseorang dalam pengelolaan
51
waktu adalah Menetapkan tujuan dan prioritas, Mekanisme dari
pengelolaan waktu, dan preferensi untuk terorganisasi.
3. Kesejahteraan Psikologis (Y) : Keadaan mental positif yang dimiliki
individu dalam melakukan aktifitas sehari-hari dengan ciri penerimaan
diri,hubungan positif dengan orang lain, Otonomi, Penguasaan
Lingkungan,Tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan individu atau objek yang diteliti yang
memiliki beberapa karakteristik yang sama. Sementara menurut Arikunto
(2006) populasi adalah kumpulan semua elemen yang memiliki satu atau
lebih karakteristik tertentu yang menarik untuk dilakukan suatu penelitian.
Setiap penelitian memerlukan populasi sebagai data yang diperlukan
untuk kepentingan penelitian itu sendiri. Berhasil tidaknya sebuah penelitian
sangat bergantung pada penentuan populasi, sehingga dalam memilih
populasi penelitian harus sesuai dengan kriteria permasalahan yang akan
diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santri Bait Tahfidz Al-
Qur’an (BTQ) Pusat Ma’had Al-Jami’ah UIN MALANG di Universitas
Islam Negeri Malang yang berjumlah 62 orang.
2. Sampel
Sampel merupakan sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto
,2006). Sedangkan menurut Sugiyono (2009) sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Dapat
52
disimpulkan bahwa sampel merupakan bagian dari populasi yang
mempunyai karakteristik dan sifat yang mewakili seluruh populasi yang ada.
Adapun untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total
sampling. Total sampling adalah Teknik pegambilan sampel dimana jumlah
sampel sama dengan jumlah populasi (Sugiyono,2009). Alasan mengambil
total sampling adalah karena menurut Sugiyono (2009) jumlah populasi
yang kurang dari 100 maka seluruh populasi dijadikan sebagai subyek
penelitian.
E. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitan adalah sebagai
berikut:
1. Metode skala
Metode skala adalah suatu metode penelitian dengan menggunakan
daftar pertanyaan atau pernyataan yang berisi aspek-aspek yang hendak
diukur, yang harus di jawab atau di kerjakan oleh subyek, dan berdasar
atas jawaban atau isian itu peneliti mengambil kesimpulan mengenai
subyek yang di teliti (Sugiyono,2009).
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat langsung
dan tertutup yaitu pernyataan dalam skala tersebut jawabannya sudah
disediakan, subyek tinggal memilih saat satu jawaban yang sudah
disediakan sesuai dengan kondisi atau keadaan dirinya. Hal ini
dimaksudkan agar jawaban subyek tidak teralalu melebar (Hadi,2004).
53
Penelitian ini menggunakan skala likert dan Variabel yang akan di
ukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator
tersebut dijadikan sebagai titik tolak menyusun item-item instrumen
yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan (Sugiyono,2009).
Pernyataan sikap terdiri dari dua macam: Favourable dan Unfavourable.
Jawaban setiap instrument yang menggunakan skala likert mempunyai
gradasi dari sangat positif sampai sangat negative, dalam penelitian ini
menggunakan 4 pilihan jawaban yaitu, sangat setuju (SS), Setuju (S),
tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS).
Tabel 3.1 : Kategori Respon Skala
Klasifikasi Keterangan Favorable Unfavorable
SS Sangat Setuju 4 1
S Setuju 3 2
TS Tidak Setuju 2 3
STS Sangat Tidak Setuju 1 4
Ada tiga macam skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
sebagai berikut:
a. Skala Kesejahteraan Psikologis
Skala ini akan mengukur berapa tinggi kesejahteraan
psikologis pada Santri BTQ. Menurut Ryff & Keyes (1995)
mengoperasionalkan kesejahteraan psikologis kedalam enam
dengan orang lain yang dapat memprediksikan kesejahteraan psikologis.
Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan yang penting bagi
terciptanya kesehatan jiwa atau mental individu. Banyak individu yang menderita
dan tidak mencapai kebahagian dalam hidupnya karena ketidakmampuannya
162
dalam menyesuaikan diri (2002). Penyesuaian diri juga sangat diperlukan bagi
mahasiswa. Hal tersebut di karenakan agar mahasiswa mampu menghadapi
masalah, memecahkan masalah secara realistis dan objektif, mampu menghadapi
masalah dengan membandingkan pengalaman diri sendiri maupun orang lain
(Sundari,2005) karena mahasiswa yang memiliki penyesuaian diri terhadap
tuntutan akademik yang baik, maka kecendrungan stresnya rendah (Christyanti,
2013). Apabila stress, depresi dan masalah psikologis lainnya dapat dihindari
maka tercapailah kesejahteraan psikologis. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Ryff (1995) bahwa kesejahteraan psiklogis dapat ditandai
dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-
gejala depresi.
Tidak adanya pengaruh antara variabel pengelolaan waktu dengan
kesejahteraan psikologis pada santri BTQ karena mereka memiliki resiliensi.
Resiliensi berarti kemampuan untuk pulih kembali dari suatu keadaan, kembali
ke bentuk semula setelah dibengkokkan, ditekan atau direnggangkan (Widuri,
2012). Meskipun santri BTQ memiliki kemampuan pengelolaan waktu yang
sedang, memiliki beban tugas baik dari kuliahnya maupun dalam menghafalnya,
mereka juga kesulitan dalam memprioritaskan antara kuliah atau hafalan tidak
membuat mereka menjadi tidak sejahtera secara psikologis. Mereka tetap sejahtera
karena mereka mampu beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit dalam
artian memiliki resiliensi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Khusniatun (2014)
yang menghasilkan bahwa ada hubungan negatif antara resiliensi dan
prokrastinasi akademik mahasiswa program studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga, semakin tinggi resiliensi mahasiswa, maka
semakin rendah prokrastinasi akademiknya. Sebaliknya semakin rendah resiliensi
mahasiswa maka semakin tinggi prokrastinasi akademiknya.
Penyesuaian diri berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis pada
dimensi penguasaan lingkungan sedangkan Pengelolaan waktu berpengaruh
terhadap kesejahteraan psikologis pada dimensi menetapkan tujuan. Individu
yang pada dimensi penguasaan lingkungannya terpenuhi memiliki ciri mampu
memanipulasi keadaan dan mampu memilih serta menciptakan lingkungan
163
sesuai dengan keadaan diri (Ryff & Keyes, 1995). Hal ini berarti bahwa individu
tersebut dapat menyesuaikan diri dengan baik seperti definisi penyesuaian diri
yang diungkapkan oleh Sunarto dan Hartono (2008) bahwa penyesuaian diri
adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada
lingkungannya. Adapun pengelolaan waktu memiliki pengaruh terhadap
kesejahteraan psikologis ada pada dimensi menetapkan tujuan. Seseorang dengan
pengelolaan waktu yang baik, secara otomatis ia memiliki tujuan yang ingin
dicapai, karena pengertian dari pengelolaan waktu sendiri tersebut adalah
kegiatan mengalokasikan pekerjaan sesuai dengan kepentingan atau prioritas
sehingga tujuan tercapai dalam jangka tertentu (Sabri,2012). seperti yang
dikatakan oleh Reza (2010) beberapa faktor yang seringkali menjadikan waktu
terbuang adalah penundaan, tujuan yang tidak jelas, perkiraan waktu yang tidak
realisitis,kurangnya skala prioritas, pengorganisasian kerja yang rendah dan
lainnya.
Simpulan
Secara keseluruhan,Tingkat penyesuaian diri santri Bait Tahfidz Al-Qur’an
(BTQ) Pusat Ma’had Al-Jamiah UIN MALANG sebagian besar berada pada
kategori tinggi yaitu sebesar 77%, Tingkat pengelolaan waktu kategori sedang
sebesar 65,6%, Tingkat kesejahteraan Psikologis pada kategori tinggi sebesar
75,4%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyesuaian diri berpengaruh
terhadap kesejahteraan psikologis Santri Bait Tahfidz Al-Qur’an ( BTQ) Pusat
Ma’had Al-Jamiah UIN MALANG karena memiliki nilai signifikansi 0,000
(α < 0,005). Sedangkan untuk pengelolaan waktu tidak memiliki pengaruh
terhadap kesejahteraan psikologis pada Santri Bait Tahfidz Al-Qur’an (BTQ)
Pusat Ma’had Al-Jamiah UIN MALANG karena nilai signifikansinya 0,403
(α > 0,005). Penyesuaian diri dan pengelolaan waktu secara bersama-sama
berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis pada Santri Bait Tahfidz Al-
Qur’an ( BTQ) Pusat Ma’had Al-Jamiah UIN MALANG, karena nilai
signifikansinya 0,000 ( α < 0,005).
164
Saran
Diharapkan bagi santri BTQ untuk lebih meningkatkan kemampuan
pengelolaan waktunya dan mempertahankan tingkat kesejahteraan psikologis
serta penyesuaian dirinya. Bagi peneliti selanjutnya untuk dapat meneliti dengan
menggunakan salah satu variabel X nya sebagai variabel moderator ataupun
mediasi.
Daftar Pustaka
Agfiany,S. (2014). Hubungan Manajemen Waktu dengan Stres pada Mahasiswa Program Studi DIV Bidan Pendidik Aanvulen. Yogyakarta: Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.
Ardani, T. A., Rahayu, I., Sholichatun, Y. (2007). Psikologi Klinis. Yogyakarta: Graha Ilmu
Gunarsa, S., Yulia S.D., Gunarsa. (2004). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia
Liputo, Salahuddin.(2009). Pengaruh Religiusitas Terhadap Psychological Well-being Mahasiswa UIN Maliki Malang.Skripsi. Malang.
Macan, T.H. (1994). Time Manajemen: Test Of Proses Model. Jurnal Of Appliet Psychology. 381-391.
Mu’tadin, Z. (2002). Kemandirian sebagai Kebutuhan Psikologis Remaja. Internet. Tersedia pada https://www.e-psikologi.com/remaja (diakses pada 03 Maret 2018).
Palupi,E. (2008). Psychological Well Being pada Lansia. Tersedia pada https://www. psychological-wellbeing-pada-lansia.Html (diakses pada 11 Maret 2018).
Puspitasari, Widya. (2013). Hubungan Antara Manajemen Waktu dan Dukungan Sosial dengan Prestasi Akademik Mahasiswa yang bekerja. Skripsi. Yogyakarta : Universitas Ahmad Dahlan
Reza, J.J. (2010). Manage Your Time For Succes: Cerdas Mengelola Waktu untuk Mencapai Sukses. Yogyakarta : Andi Offset.
Rusdi,Rahmi. (2015). Hubungan antara Efikasi Diri dan manajemen Waktu terhadap Stress Mahasiswa Farmasi Semester IV Ubiversitas Mulawarman. E-Journal Psikologi Fisip Unmul
Rusyadi, Hasan Sofyani. (2012). Hubungan antara Manajemen Waktu dengan Prestasi Belajar pada Mahasiswa. Skripsi. Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta
Ryff, C.D,. & Keyes, C.L.M. (1995). The structure of Psychological Well-Being Revisited. Journal of Personality and social Psychology, 719-727.
Ryff. (1989). Happines is everything, or is it?exploration on the meaning of Psychological well-being. Journal of personality and social Psychology.
Sabri, Ahmad.(2012). Pengelolaan Waktu dalam Pelaksanaan Pendidikan Islam. Jurnal Al-Ta’lim,180-187.
dengan orang lain yang dapat memprediksikan kesejahteraan psikologis.
Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan yang penting bagi
terciptanya kesehatan jiwa atau mental individu. Banyak individu yang menderita
dan tidak mencapai kebahagian dalam hidupnya karena ketidakmampuannya
162
dalam menyesuaikan diri (2002). Penyesuaian diri juga sangat diperlukan bagi
mahasiswa. Hal tersebut di karenakan agar mahasiswa mampu menghadapi
masalah, memecahkan masalah secara realistis dan objektif, mampu menghadapi
masalah dengan membandingkan pengalaman diri sendiri maupun orang lain
(Sundari,2005) karena mahasiswa yang memiliki penyesuaian diri terhadap
tuntutan akademik yang baik, maka kecendrungan stresnya rendah (Christyanti,
2013). Apabila stress, depresi dan masalah psikologis lainnya dapat dihindari
maka tercapailah kesejahteraan psikologis. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Ryff (1995) bahwa kesejahteraan psiklogis dapat ditandai
dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-
gejala depresi.
Tidak adanya pengaruh antara variabel pengelolaan waktu dengan
kesejahteraan psikologis pada santri BTQ karena mereka memiliki resiliensi.
Resiliensi berarti kemampuan untuk pulih kembali dari suatu keadaan, kembali
ke bentuk semula setelah dibengkokkan, ditekan atau direnggangkan (Widuri,
2012). Meskipun santri BTQ memiliki kemampuan pengelolaan waktu yang
sedang, memiliki beban tugas baik dari kuliahnya maupun dalam menghafalnya,
mereka juga kesulitan dalam memprioritaskan antara kuliah atau hafalan tidak
membuat mereka menjadi tidak sejahtera secara psikologis. Mereka tetap sejahtera
karena mereka mampu beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit dalam
artian memiliki resiliensi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Khusniatun (2014)
yang menghasilkan bahwa ada hubungan negatif antara resiliensi dan
prokrastinasi akademik mahasiswa program studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga, semakin tinggi resiliensi mahasiswa, maka
semakin rendah prokrastinasi akademiknya. Sebaliknya semakin rendah resiliensi
mahasiswa maka semakin tinggi prokrastinasi akademiknya.
Penyesuaian diri berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis pada
dimensi penguasaan lingkungan sedangkan Pengelolaan waktu berpengaruh
terhadap kesejahteraan psikologis pada dimensi menetapkan tujuan. Individu
yang pada dimensi penguasaan lingkungannya terpenuhi memiliki ciri mampu
memanipulasi keadaan dan mampu memilih serta menciptakan lingkungan
163
sesuai dengan keadaan diri (Ryff & Keyes, 1995). Hal ini berarti bahwa individu
tersebut dapat menyesuaikan diri dengan baik seperti definisi penyesuaian diri
yang diungkapkan oleh Sunarto dan Hartono (2008) bahwa penyesuaian diri
adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada
lingkungannya. Adapun pengelolaan waktu memiliki pengaruh terhadap
kesejahteraan psikologis ada pada dimensi menetapkan tujuan. Seseorang dengan
pengelolaan waktu yang baik, secara otomatis ia memiliki tujuan yang ingin
dicapai, karena pengertian dari pengelolaan waktu sendiri tersebut adalah
kegiatan mengalokasikan pekerjaan sesuai dengan kepentingan atau prioritas
sehingga tujuan tercapai dalam jangka tertentu (Sabri,2012). seperti yang
dikatakan oleh Reza (2010) beberapa faktor yang seringkali menjadikan waktu
terbuang adalah penundaan, tujuan yang tidak jelas, perkiraan waktu yang tidak
realisitis,kurangnya skala prioritas, pengorganisasian kerja yang rendah dan
lainnya.
Simpulan
Secara keseluruhan,Tingkat penyesuaian diri santri Bait Tahfidz Al-Qur’an
(BTQ) Pusat Ma’had Al-Jamiah UIN MALANG sebagian besar berada pada
kategori tinggi yaitu sebesar 77%, Tingkat pengelolaan waktu kategori sedang
sebesar 65,6%, Tingkat kesejahteraan Psikologis pada kategori tinggi sebesar
75,4%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyesuaian diri berpengaruh
terhadap kesejahteraan psikologis Santri Bait Tahfidz Al-Qur’an ( BTQ) Pusat
Ma’had Al-Jamiah UIN MALANG karena memiliki nilai signifikansi 0,000
(α < 0,005). Sedangkan untuk pengelolaan waktu tidak memiliki pengaruh
terhadap kesejahteraan psikologis pada Santri Bait Tahfidz Al-Qur’an (BTQ)
Pusat Ma’had Al-Jamiah UIN MALANG karena nilai signifikansinya 0,403
(α > 0,005). Penyesuaian diri dan pengelolaan waktu secara bersama-sama
berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis pada Santri Bait Tahfidz Al-
Qur’an ( BTQ) Pusat Ma’had Al-Jamiah UIN MALANG, karena nilai
signifikansinya 0,000 ( α < 0,005).
164
Saran
Diharapkan bagi santri BTQ untuk lebih meningkatkan kemampuan
pengelolaan waktunya dan mempertahankan tingkat kesejahteraan psikologis
serta penyesuaian dirinya. Bagi peneliti selanjutnya untuk dapat meneliti dengan
menggunakan salah satu variabel X nya sebagai variabel moderator ataupun
mediasi.
Daftar Pustaka
Agfiany,S. (2014). Hubungan Manajemen Waktu dengan Stres pada Mahasiswa Program Studi DIV Bidan Pendidik Aanvulen. Yogyakarta: Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.
Ardani, T. A., Rahayu, I., Sholichatun, Y. (2007). Psikologi Klinis. Yogyakarta: Graha Ilmu
Gunarsa, S., Yulia S.D., Gunarsa. (2004). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia
Liputo, Salahuddin.(2009). Pengaruh Religiusitas Terhadap Psychological Well-being Mahasiswa UIN Maliki Malang.Skripsi. Malang.
Macan, T.H. (1994). Time Manajemen: Test Of Proses Model. Jurnal Of Appliet Psychology. 381-391.
Mu’tadin, Z. (2002). Kemandirian sebagai Kebutuhan Psikologis Remaja. Internet. Tersedia pada https://www.e-psikologi.com/remaja (diakses pada 03 Maret 2018).
Palupi,E. (2008). Psychological Well Being pada Lansia. Tersedia pada https://www. psychological-wellbeing-pada-lansia.Html (diakses pada 11 Maret 2018).
Puspitasari, Widya. (2013). Hubungan Antara Manajemen Waktu dan Dukungan Sosial dengan Prestasi Akademik Mahasiswa yang bekerja. Skripsi. Yogyakarta : Universitas Ahmad Dahlan
Reza, J.J. (2010). Manage Your Time For Succes: Cerdas Mengelola Waktu untuk Mencapai Sukses. Yogyakarta : Andi Offset.
Rusdi,Rahmi. (2015). Hubungan antara Efikasi Diri dan manajemen Waktu terhadap Stress Mahasiswa Farmasi Semester IV Ubiversitas Mulawarman. E-Journal Psikologi Fisip Unmul
Rusyadi, Hasan Sofyani. (2012). Hubungan antara Manajemen Waktu dengan Prestasi Belajar pada Mahasiswa. Skripsi. Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta
Ryff, C.D,. & Keyes, C.L.M. (1995). The structure of Psychological Well-Being Revisited. Journal of Personality and social Psychology, 719-727.
Ryff. (1989). Happines is everything, or is it?exploration on the meaning of Psychological well-being. Journal of personality and social Psychology.
Sabri, Ahmad.(2012). Pengelolaan Waktu dalam Pelaksanaan Pendidikan Islam. Jurnal Al-Ta’lim,180-187.