Page 1
PENGARUH PENYALURAN ZAKAT PRODUKTIF DAN
PEMBINAAN TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA
(Studi terhadap Mustahik Program Agam Makmur)
TESIS Diajukan untuk memenuhi syarat guna meraih gelar
Magister Ekonomi pada Program Studi Pasca Sarjana (S2)
Ekonomi Syariah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukitinggi
Oleh
Putri Nilam Sari
NIM/ BP. 30116006/ 2016
PROGRAM STUDI PASCA SARJANA (S2)
EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BUKITTINGGI
2019
Page 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Meningkatkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
merupakan tujuan negara Indonesia sebagai upaya dalam rangka
mencapai Indonesia maju. Pembangunan adalah suatu kegiatan
berkelanjutan menuju kemajuan perekonomian, dimana pembangunan
akan menjadi salah satu ukuran dalam peningkatan perekonomian
suatu negara. Ukuran ini dapat dilihat melalui pembangunan Sumber
Daya Alam, Sumber Daya Manusia, Teknologi, dan Modal1.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah proses yang melibatkan
seluruh penduduk Indonesia dalam rangka mencapai kesejahteraan
yang diukur melalui pendapatan per kapita penduduk dalam jangka
waktu tertentu2. Antara pembangunan ekonomi dan pertumbuhan
ekonomi adalah dua hal yang saling berkaitan karena pembangunan
ekonomi merupakan suatu usaha untuk dapat mengembangkan
kegiatan ekonomi sehingga mampu mempercepat pertumbuhan
ekonomi.
15 tahun terakhir pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
mengalami penguatan, namum secara hasil, penguatan
perekonomian Indonesia ini baru dinikmati oleh kalangan elit atau
masyarakat terkaya. Kondisi ini disebabkan karena pembangunan
1 A.Erani Yustika, Ekonomi Pembangunan dalam Konsep, (Jakarta: Jendela Ilmu
Indie,2002),h. 49 2 Sadono, Sukirno, Ekonomi Pembangunan, (Jakarta: Kencana, 1985), h. 13
Page 3
yang belum merata diseluruh wilayah dan pendapatan penduduk
Indonesia yang masih dalam ukuran ketimpangan3. Usaha-usaha
mencapai kesetaraan pendapatan untuk merealisasikan rencana
pembangunan jangka menengah pemerintah dalam menurunkan
tingkat ketimpangan pendapatan penduduk dari 41 menjadi 36 pada
tahun 2019 dirasa belum maksimal4. Belum maksimalnya usaha-
usaha tersebut menurut survei persepsi masyarakat mengenai
kesetaraan pendapatan pada tahun 2014 oleh Word Bank karena
penekanan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia
masih pada level ekonomi makro sedangkan pada level ekonomi
mikro masih terabaikan. Sedangkan kegiatan ekonomi pada level
mikrolah yang mendominasi perekonomian di Indonesia.
Sektor usaha mikro atau kecil seperti usaha rumah tangga
memiliki peran strategis secara ekonomi. Fungsi sektor usaha
rumah tangga sangat penting dalam membangkitkan ekonomi
kerakyatan. Usaha rumah tangga tergolong jenis usaha yang relatif
sederhana, tingkat modal rendah, dan cenderung berorientasi pada
pasar lokal. Selama ini sudah banyak strategi untuk
memberdayakan usaha skala kecil ini antara lain dilakukan melalui
peningkatan produktivitas usahanya, namun demikian strategi
3 Word Bank Gruop, Meluasnya Ketimpangan di Indonesia, Diakses dari
http://www.worldbank.org/in/news/feature/2015/12/08/indonesia-rising-divide, pada
tanggal 12 Januari 2018 pukul 10.00 WIB. 4Word Bank Gruop, Meluasnya Ketimpangan di Indonesia, Diakses dari
http://www.worldbank.org/in/news/feature/2015/12/08/indonesia-rising-divide, pada
tanggal 12 Januari 2018 pukul 10.00 WIB.
Page 4
pemberdayaan usaha kecil ini umumnya sering kali tidak berhasil
antara lain disebabkan karena5:
a. Kurang kesadaran dan motivasi dari pelaku usaha sendiri untuk
mengembangkan usaha lebih profesional. Mereka sudah merasa
cukup jika produknya terjual.
b. Kurang inovasi dalam manajemen usaha baik di bidang
pemasaran, produksi maupun strategi penjualan.
c. Terbatasnya waktu untuk terjun secara total dalam usaha
sehingga mereka tidak punya waktu untuk kegiatan pelatihan
usaha.
d. Akses kepada pendanaan dan permodalan rendah.
e. Kelompok usaha tidak solid ataupun usaha tidak tergabung
dalam kelompok, dimana usaha rumah tangga cenderung
bergerak sendiri-sendiri sehingga tidak ada imbas hasil dari
pemberdayaan dan tidak ada proses pembelajaran bersama
menuju kearah yang lebih baik.
Selain permasalahan tersebut, belum adanya pembinaan
yang terintegrasi baik dari sisi permodalan, manajerial, maupun
pengembangan sumber daya manusia, sehingga diperlukan
pembinaan terhadap pelaku usaha dan usaha itu sendiri6. Oleh
karena itu perlu metode dan alat yang bisa memberdayakan
5 Ida, Susi Dewanti, 2010, “Pemberdayaan Usaha Kecil Mikro: Permasalahan
dan solusinya”, Jurnal Administrasi dan Bisnis, Volume 6. No. 2 Januari 2010)h.1 6 I Ida, Susi Dewanti, .... h.3
Page 5
masyarakat pelaku usaha kecil, salah satu alat tersebut adalah
zakat7.
Pengertian zakat dari segi bahasa adalah sesuatu yang bisa
bertambah, bernilai suci, dapat tumbuh, dan memberi serta
membawa keberkahan. Zakat dalam Syara’ berarti sebagian tertentu
dari harta yang dimiliki yang telah Allah wajibkan untuk diberikan
kepada Mustahik zakat yaitu orang-orang yang diatur dalam Islam
berhak menerima zakat8.
Seiring dengan perkembangan ekonomi maka sumber-
sumber penghasilan masyarakatpun ikut berkembang. Dari
perkembangan sumber penghasilan masyarakat ini terutama
masyarakat muslim berdampak pada peningkatan jumlah Muzakki
yang memiliki kewajiban dalam membayarkan zakatnya. Terjadinya
peningkatan jumlah penerimaan zakat tentu akan berdampak pula
pada peningkatan penyaluran dana zakat kepada kelompok Mustahik
zakat.
Pada kondisi umumnya, zakat yang selama ini diberikan
kepada Mustahik adalah zakat yang bersifat konsumtif sebagai
bentuk bantuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Zakat
konsumtif ini cenderung untk dihabiskan dalam jangka pendek
sehingga setelah habis, untuk jangka panjang Mustahik kembali
tidak memiliki pegangan hidup. Kondisi ini akan terus terjadi jika
7. Saifudin Zuhri, Zakat Kontekstual, (Semarang:CV.Bima Sejati,2000),h. 81
8 Ahmad, Sarwat, Fiqih Zakat Kontemporer, (Surabaya: Jendela Ilmu, 2000), h. 7
Page 6
tidak ada perbaikan dalam penyaluran zakat. Mustahik akan selalu
merasa memperoleh bantuan hidup tanpa berfikir untuk merubah
kondisi penghidupan mereka. Kemudian para ulama kontemporer
mengemukakan bahwa dari sejarah masa Rasulullah SAW zakat
yang diberikan kepada Mustahik tidak hanya untuk zakat
pemenuhan konsumtif Mustahik itu saja akan tetapi penyaluran
zakat juga dapat bersifat produktif yaitu zakat dapat diberikan
dalam bentuk penyaluran modal untuk memulai usaha atau
mengembangkan usaha, supaya zakat yang diberikan ada nilai
manfaat berkelanjutan. Diharapkan perputaran harta Muzakki
melalui penyaluran zakat produktif akan ikut andil dalam
membangun berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu masyarakat
sehingga dapat mengembangkan harta zakat tersebut untuk berbagai
hasil usaha, keterampilan, atau usaha kecil dan pada akhirnya
membantu peningkatan pendapatan masyarakat9.
Hal ini juga merujuk kepada Fatwa Majelis Ulama Indonesia
tentang Mentasharufkan Dana Zakat untuk Kegiatan Produktif
dimana Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memutuskan zakat
bisa diberikan dalam bentuk zakat produktif10
.
9Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2008). 10
Fatwa MUI, Mentasharufkan Dana Zakat untuk Kegiatan Produktif, 1982,
Lembaran. 9-15
Page 7
Bagi Muzakki zakat merupakan rukun Islam yang wajib
ditunaikan oleh golongan Muzakki dalam rangka menghindari
Muzakki dari sifat kikir dan tamak. Zakat menggambarkan
hubungan yang vertikal dengan Allah SWT karena semua yang ada
didunia dan dimiliki semata-mata adalah dari Allah SWT.
Sedangkan untuk Mustahik zakat dapat membantu mereka dalam
mengatasi kesulitan-kesulitan terutama kesulitan ekonomi. Zakat
diharapkan dapat membantu menyelesaikan permasalahan ekonomi
di Indonesia terutama dalam hal ketimpangan ekonomi masyarakat.
Pada dasarnya zakat tidak hanya menyantuni orang miskin secara
konsumtif, tetapi mempunyai tujuan yang lebih produktif yang dapat
mendongkrak perekonomian lebih baik lagi11
. Karena dalam
pemberdayaannya, zakat yang diterima oleh Mustahik dapat dapat
berkembang secara konkret dengan menjadikan zakat yang
disalurkan dan diterima menjadi modal untuk diusahakan,
diperdagangkan, dan sejenisnya12
.
Zakat dapat dioptimalkan dalam hal pemberdayaannya dan
dijadikan instrumen yang diajarkan Islam untuk mengurangi
ketimpangan perekonomian masyarakat atau bahkan bisa membuat
pemerataan pendapatan. Jika dilihat dari sisi ekonomi, zakat
merupakan suatu tindakan penyerahan harta kekayaan dari golongan
11
Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern. (Jakarta: Gema Insani,
2002), h 19. 12
Yusuf, Achmad Qardawy, Hukum Zakat, (Jakarta: PT. Pustaka Litera
Antarnusa,1998), h 45-49.
Page 8
kaya kepada golongan miskin, dalam kondisi ini terjadi distribusi
kekayaan dan distribusi sumber-sumber ekonomi lainnya. Dengan
demikian melalui pendekatan ekonomi, zakat bisa berkembang
menjadi konsep kemasyarakatan atau bermuamalah dalam
melaksanakan kehidupan bermasyarakat13
.
Zakat membangun ekonomi melalui pertumbuhan ekonomi
masyarakat dalam bentuk peningkatan pendapatan bagi yang
menerimanya (Income Economic Growth With Equity). Zakat dari
Muzakki dan diterima oleh Mustahik mampu membangun struktur
ekonomi secara bersama-sama sehingga menciptakan Muzakki baru
dari Mustahik yang menggunakan zakat produktif14
.
Zakat produktif adalah dana zakat yang dapat digunakan
sebagai modal atau dana berputar (Revolving Fund) dalam usaha
produktif, sehingga usaha yang dijalankan dalam sektor ekonomi
rakyat kecil dapat terjamin untuk membantu permodalan usaha
mereka15
. Usaha produktif yang dapat menerima zakat produktif
adalah usaha milik orang perorangan dan/ atau kelompok usaha
berskala kecil, bersifat tradisional dan informal, serta usaha
13
Ahmad Nashiruddin Savid, Efektifitas Zakat Produktif dalam Pemberdayaan
Ekonomi Mustahik, FALAH: Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 2, No. 1, Februari 2017 14
Nasrullah, Regulasi Zakat dan Penerapan Zakat Produktif Sebagai Penunjang
Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Ekonomi. Vol. 9, No. 1, Juni 2015. Hal 9. 15
Suroso, Zadjuli, Berbagai Aspek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT Tiara
Wacana,1992) Yogya bekerjasama dengan P3EI UII Yogyakarta. h. 9.
Page 9
mengalami keterbatasan modal individu dan usaha yang terbatas
dalam perolehan modal tambahan16
.
Imam Syafi’i dan ulama lainnya menyatakan bahwa jika
Mustahik zakat sudah mampu memenuhi kebutuhan konsumsinya
dan memiliki kemampuan untuk berusaha, selayaknya ia diberi
modal usaha yang memungkinkannya membangun sebuah usaha
yang memberikan pendapatan dan keuntungan maka dengan hal
tersebut Mustahik dapat memenuhi kebutuhan pokoknya. Selain itu
Mustahik yang memiliki keterampilan tertentu, kepadanya bisa
diberikan peralatan produksi yang sesuai dengan pekerjaannya,
sehingga Mustahik tersebut memiliki penghasilan dari
pekerjaannya17
.
Kegiatan usaha produktif seperti yang dijelaskan di atas,
tentunya akan memberikan dampak perubahan kepada Mustahik.
Dimana akan terjadi penambahan modal usaha bagi Mustahik
produktif, penambahan modal usaha akan meningkatkan produksi
Mustahik produktif, dan akan berdampak pula pada perkembangan
usaha produktif, Hal ini akan memberikan imbas untuk pemerataan
pendapatan dalam masyarakat. Hal ini dapat pula dijelaskan bahwa
penambahan modal yang masuk ke suatu usaha akan menambah
produksi suatu barang dan ini sangat penting dan yang mendasar
16
Zulkarnain,Kewirausahaan Strategi Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah dan
Penduduk Miskin, (Jakarta: Adi Cita, 2006). h. 69. 17
Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani,
2002), h 29.
Page 10
karena akan berdampak pada permintaan. Hal inilah yang
menyebabkan terus-menerusnya produktivitas usaha18
. Zakat sebagai
salah satu tambahan pemasukan baru sebagai modal usaha bagi
pelaku usaha.
Hasil penelitian terkait zakat produktif Mila Sartika (2008)
menyimpulkan adanya pengaruh yang positif antara zakat produktif
yang disalurkan terhadap pemberdayaan usaha Mustahik penerima
zakat produktif.
Mengurangi ketimpangan ekonomi di dalam masyarakat
hingga kebatas yang seminimal mungkin menjadi salah satu tujuan
zakat. Secara sosial ekonomi masyarakat, zakat merupakan soko
guru konsep Islam tentang keadilan sosial. Islam telah menetapkan
lembaga zakat. Selain itu mengutip konsep yang dijelaskan oleh Dr.
Dalton dalam buku Principle of Public Finance yang menyatakan
bahwa perbaikan kualitas kesejateraan ekonomi masyarakat melalui
perbaikan dalam distribusi kekayaan dan penigkatan produksi. Hal
ini bisa dilakukan melalui lembaga zakat dan penerima zakat19
.
Potensi pengumpulan zakat yang besar dalam
pemanfaatannya oleh para Mustahik menemui berbagai persoalan,
salah satunya adalah zakat yang didistribusikan untuk modal usaha
dan kemudian diterima oleh Mustahik untuk kegiatan produktif
18
Al-Ba’ly, A. A.-H, Ekonomi Zakat Sebuah Kajian Moneter dan Keuangan
Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006) h. 43-46. 19
Harafah.L.M, Zakat sebagai Alternatif Pemberdayaan Ekonomi Ummat. Jurnal
AL’Adl. Vol. 3 No.2 Juli 2010. Hal. 11.
Page 11
menjalankan usaha, belum memperlihatkan hasil yang diharapkan
terhadap Mustahik maupun terhadap usaha yang dijalankan
Mustahik melalui zakat produktif.
Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Farid (2012)
dengan hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa penyaluran zakat
produktif tidak berpengaruh positif terhadap perkembangan usaha
Mustahik. Hal ini disebabkan karena tidak harmonisnya faktor
pembinaan dan penyaluran modal usaha produktif itu sendiri20
.
Kemudian penelitian oleh Hesi Eka Puteri dan Rahmi (2013)
menyimpulkan bahwa kecilnya efek Multiplier yang dihasilkan dari
penyaluran zakat produktif terhadap pengembangan usaha mikro
salah satu penyebabnya adalah gagalnya pembinaan yang dilakukan
oleh PKPU kepada penerima zakat produktif.21
.
Berdasarkan hal tesebut maka diperlukan evaluasi terhadap
pembinaan kepada Mustahik penerima dana zakat produktif. Jika
modal usaha adalah faktor internal dalam mengembangkan usaha
maka pembinaan adalah faktor eksternal penentu keberhasilan suatu
usaha. Perkembangan usaha akan tercapai jika adanya kesesuaian
antara faktor internal dengan faktor eksternal melalui penerapan cara
yang tepat22
.
20
M. Farid, Analisis Dampak Penyaluran Zakat Produktif terhadap Keuntungan
Usaha, Jurnal Bisnis Manajemen, (Vol. 2 No 5 Agustus 2012) Hal 1-18. 21
Puteri, Hesi Eka& Rahmi., Efek Multiplier Zakat terhadap Pengembangan
Usaha Mikro. Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 1, Januari-Juni 2013. 22
Said, Zainal Abidin, Kebijakan Publik. Jakarta: (Yayasan Pancur Siwah,2004).
Hal. 34.
Page 12
Pembinaan adalah kegiatan mendidik dan mengarahkan
orang lain agar memiliki pegangan dan arah untuk menuju yang
lebih baik. Dalam pembinaan terdapat pendampingan yang diberikan
kepada orang atau badan tertentu dalam menjalankan kegiatannya
tidak terkecuali pembinaan dalam menjalankan usaha sehingga
kegiatan usaha tersebut dapat berjalan dengan baik23
. Kelemahan
utama pelaku usaha adalah sesungguhnya tidak semata-mata pada
kurangnya permodalan, tetapi lebih pada sikap mental dan kesiapan
menjalankan usaha24
. Untuk itu melalui zakat produktif pada tahap
awal dimulai dengan mendidik Mustahik. Karena tidak mungkin
perubahan kondisi hidup dan penghidupan dapat berubah tanpa
dimulai dari perubahan mental Mustahik itu sendiri dan dapat
memberdayakan Mustahik sampai pada pengembangan usaha. Inilah
yang disebut peran pembinaan.
Dalam kegiatan penyaluran zakat produktif kepada Mustahik
perlu memperhatikan bahwa zakat yang didistribusikan hendaknya
memiliki potensi pengembangan usaha walaupun zakat tersebut
tergolong dana Qardhul Hasan yang tidak perlu dikembalikan oleh
Mustahik. Dana zakat yang diberikan kepada Mustahik sebagai
modal usaha perlu menjadi perhatian dalam pengelolaan penyaluran
23
Hafidhuddin, Didin, Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta : Gema Insani.
Hal. 86. 24
Muhammad dan Ridwan Mas’ud. 2005. Zakat dan Kemiskinan Instrumen
Pemberdayaan Ekonomi Umat. (Yogyakarta: UII Press,2002), Hal. 127.
Page 13
zakat. Dengan adanya pembinaan artinya memberi kesempatan bagi
Mustahik untuk menjadi Muzakki.
Permasalahan yang perlu dicermati oleh lembaga penyalur
zakat adalah bagaimana pihak yang membuat perencanaan dan
pengkoordinasian penyaluran zakat bagi para Mustahik yang
memiliki usaha produktif, juga memberikan pembinaan kepada
Mustahik, sehingga Mustahik memiliki harapan untuk juga menjadi
Muzakki baru masa yang akan datang25
.
Di Indonesia penghimpunan zakat mengalami perkembangan
karena sudah mulai tingginya kesadaran masyarakat muslim
Indonesia yang tergolong sebagai Muzakki. Selain itu untuk
menghimpun zakat dari masyarakat sudah ada lembaga dan program
yang mendukung penerimaan zakat yaitunya Badan Amil Zakat
(BAZ). Selain BAZ Pusat, di tingkat Provinsi, di tingkat Kabupaten/
Kota juga terdapat LAZ sehingga memberikan kemudahan
masyarakat untuk menyalurkan zakat mereka kepada yang berhak
menerima zakat. Potensi dana yang dihimpun oleh BAZ dan LAZ di
Indonesia baik ditingkat pusat, propinsi, maupun ditingkat Kab/
Kota dan LAZ cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari data yang
disajikan oleh Statistik Zakat Nasional berikut26
:
25
Syafii. Inu. Filsafat Pemerintahan, Mencari Bentuk Good Governance yang
Sebanarnya Secara Universal. Jakarta: (PT Perco,2001). Hal. 47-56 26
BAZNAS, Statistik Zakat Nasional, (Jakarta: Bagian SIM dan Pelaporan) h. 3
Page 14
Tabel 1.1
PenghimpunanDana Zakat Instansi Pengelola Pengumpulan
BAZNAS Pusat 111,690,914,428
BAZNAS Provinsi 192,609,000,494
BAZNAS Kab/ Kota 3,311,745,042,024
LAZ 1,401,248,170,005
Total 5,017,293,126,950
Sumber: Publikasi Statistik Zakat Nasional, Mei 2017
Dana yang dihimpun oleh BAZ dan LAZ tersebut angka
terbesar dihimpun dari dana zakat. Hal ini dapat dilihat dalam tabel
berikut:
Tabel 1.2
Jenis Dana yang Dihimpun
Jenis Dana Terhimpun
Zakat
3,738,216,792,496
Infak/Sedekah
1,001,498,305,006
Dana Sosial Keagamaan Lainnya
277,336,514,452
Dana Lainnya
241,514,997
Total 5,017,293,126,950
Sumber: Publikasi Statistik Zakat Nasional, Mei 2017
Setiap tahunnya zakat yang dihimpun dan disalurkan
mengalami peningkatan akan tetapi tidak adanya tren penurunan
angka Mustahik zakat setiap tahunnya. Mustahik zakat yang
diharapkan mengalami penurunan dengan adanya bantuan dari
BAZNAS tidak memenuhi harapan. Hal ini dapat dibuktikan melalui
Page 15
data statistik BAZNAS dimana pada tahun 2016 penyaluran zakat
untuk kegiatan ekonomi masyarakat pada wilayah kabupaten/ kota
sebesar 18,30% dan pada 2017 naik menjadi 20,33%. Hal ini
menandakan bahwa belum adanya perbaikan ekonomi bagi
Mustahik27.
Kewenangan kabupaten dan kota menjadi lebih besar sejak
dikeluarkannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah
daerah, UU Nomor 32 tahun 2004, dan UU Nomor 23 tahun 2014.
Dengan adanya UU ini diharapkan daerah mampu ikut berpartisipasi
dalam membuat dan menjalankan perencanaan yang berhubungan
dengan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah termasuk
didalamnya ikut dalam hal meningkatkan kesejahteraan masyarakat
masing-masing daerah.
Pemberlakuan UU ini merupakan sebuah tantangan, dimana
daerah lebih dituntut untuk mengembangkan kreatifitas lokal untuk
mewujudkan masyarakat mandiri sosial dan ekonomi, untuk
mencapai hal ini maka daerah harus melibatkan seluruh Stakeholder
sebagai langkah awal dan salah satu Stakeholder yang bisa
dilibatkan adalah lembaga Amil Zakat. Dengan adanya UU otonomi
daerah ini akan membantu lembaga Amil Zakat yang bergerak
terpusat untuk mendesentralisasikan segala kegiatan lembaga kepada
Amil di daerah kabupaten dan kota, oleh karena itu kabupaten Agam
27
BAZNAS, ......, SIMBA
Page 16
menjadi salah satu kabupaten yang ikut dalam mewujudkan tujuan
nasional negara yaitunya menghapuskan kesenjangan sosial dan
ekonomi28
.
Kesenjangan sosial dan ekonomi merupakan masalah bagi
seluruh daerah di Indonesia termasuk di kabupaten Agam. Dimana
kabupaten Agam adalah salah satu daerah yang padat penduduk
dengan sumber daya melimpah akan tetapi belum dimanfaatkan
secara maksimal. Pemerintah kabupaten Agam memandang perlu
adanya program untuk mengatasi dan mengurangi kesenjangan
sosial dan ekonomi ini. Diperlukannya kebijakan yang spesifik untuk
menyentuh masyarakat ekonomi rentan miskin yang bersifat
kebijakan mikro, karena kebijakan makro pemerintah selama ini
hanya bisa dirasakan bagi masyarakat ekonomi menengah ke atas.
Melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah kabupaten
Agam tahun 2005-2025 dalam mewujudkan visi misi jangka panjang
daerah kabupaten Agam melibatkan Badan Amil Zakat kabupaten
Agam untuk memberikan kontribusi dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi masyarakat dengan salah satu program
andalannya adalah program Agam makmur yang direalisasikan oleh
BAZ kabupaten Agam.
28
Singgalang, Berita Utama Daerah “ Aristo Munandar dalam Kepemimpinan
Agam” di akses 25 Juni 2016 jam 21.00, http//www.Kumpulan Koran.com
Page 17
Tinjauan tentang potensi zakat di Kabupaten Agam Sumatera
Barat dari BAZNAS Agam pada tahun 2016 menghimpun zakat
sebesar Rp8,28 miliar. Dana zakat ini berasal dari aparatur sipil
negara (ASN), pegawai swasta, masyarakat, bagi hasil dari Bank
Pembangunan Daerah (BPBD) Syariah dan lainnya. Zakat ini telah
disalurkan sebesar Rp 8.267.242.100 untuk 6.188 Mustahik atau
orang yang berhak menerima zakat yang tersebar di 16 kecamatan.
Dana ini disalurkan untuk lima program dan berdasarkan kategori
Mustahik, salah satu program tersebut adalah program Agam
Makmur sebesar Rp1.604.132.000 untuk 835 orang Mustahik
produktif29
.
Tabel 1.3
Pendistribusian Zakat untuk Program Agam Makmur
Bulan Dana zakat yang
didistribusikan
Jumlah Mustahik penerima
Januari 51.190.000 30
Februari 53.525.000 23
Maret 170.405.000 93
April 148.745.000 82
Mei 185.150.000 98
Juni 98.495.000 57
Juli 87.270.000 47
Agustus 189.697.000 88
September 165.600.000 84
Oktober 118.500.000 67
November 185.035.000 93
Desember 150.520.000 73
Total 1.604.132.000 835
Sumber: BKU Baznas Kabupaten Agam Semester I dan II
29
http//www/Republika.co.id. diakses 26Januari 2018. 09.14 WIB.
Page 18
Dari 835 Mustahik produktif sebanyak 679 Mustahik adalah
penerima zakat produktif kreatif dan 156 Mustahik adalah penerima
zakat produktif tradisional. 679 Mustahik penerima zakat produktif
kreatif adalah Mustahik yang dibentuk dalam kelompok-kelompok
usaha, Mustahik yang diberikan bantuan dalam jumlah besar karena
digunakan untuk membangun tempat usaha, dan Mustahik
diharuskan menggulirkan dana yang diberikan oleh BAZ dari satu
kelompok kepada kelompok lain. Sehingga Mustahik produktif
kreatif ini lebih bertanggung jawab dalam memanfaatkan bantuan
dari BAZ karena pembinaan dilakukan oleh pihak dari Amil Zakat
sendiri dan dari pihak swasta. Mustahik produktif kreatif ini oleh
BAZ kabupaten Agam direalisasikan di regional I wilayah Agam
barat. Berbeda dengan Mustahik produktif tradisional, dimana
Mustahik adalah orang perorang mandiri, Mustahik yang diberikan
bantuan dalam jumlah kecil dan digunakan untuk usaha produktif,
dan Mustahik tidak diwajibkan mengembalikan ataupun
mennggulirkan bantuan itu kembali kepada pihak lain, sehingga
dalam hal ini Mustahik produktif tradisional harus diberikan
pembinaan dari BAZ agar bantuan yang diberikan tepat sasaran
karena dana yang disalurkan bersifat Qardhul Hasan yang
menyebabkab Mustahik lepas tanggung jawab terhadap pemanfaatan
dana yang mereka terima. Mustahik produktif tradisional ini oleh
BAZ kabupaten Agam direalisasikan di regional II wilayah Agam
Page 19
timur. Penyaluran zakat produktif tradisional ini dan kegiatan
pembinaaanya kepada Mustahik belum ada evaluasi terhadap
dampak yang dirasakan oleh Mustahik.
Berangkat dari paparan di atas, dengan melihat besarnya
angka zakat yang sudah dihimpun dan kemudian disalurkan maka
peneliti mencoba melakukan analisis lebih lanjut tentang pengaruh
zakat produktif tradisional dan pembinaan terhadap perkembangan
usaha. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul “Pengaruh Penyaluran Zakat Produktif dan Pembinaan
terhadap Perkembangan Usaha”(Studi terhadap Mustahik
Program Agam Makmur).
1.2. Identifikasi Masalah
Di dalam penelitian ini, peneliti merumuskan masalah yaitu
potensi pengumpulan zakat yang besar tersebut dalam
pemanfaatannya oleh para Mustahik menemui berbagai persoalan,
salah satunya adalah zakat yang didistribusikan untuk modal usaha
dan kemudian diterima oleh Mustahik untuk kegiatan produktif
seperti untuk menjalankan usaha mikro, oleh lembaga pendistribusi
dalam hal ini adalah BAZ belum ada evaluasi terhadap pembinaan
yang dilakukan kepada Mustahik. Sehingga belum terlihat dampak
zakat produktif yang disalurkan terhadap perkembangan usaha
Mustahik.
Page 20
1.3. Pembatasan Masalah
Ruang lingkup penelitian ini adalah melihat pengaruh
penyaluran zakat produktif tradisional terhadap perkembangan usaha
Mustahik program Agam Makmur dan bagaimana peran pembinaan
dalam mempengaruhi perkembangan usaha Mustahik program Agam
Makmur serta menguji seberapa besar pengaruh penyaluran zakat
produktif dan pemberian pembinaan secara bersama-sama
mempengaruhi perkembangan usaha.
1.4. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, ditarik rumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Apakah zakat produktif berpengaruh terhadap perkembangan
usaha Mustahik penerima dana zakat produktif?.
2. Apakah pembinaan berpengaruh terhadap perkembangan usaha
Mustahik penerima zakat produktif?.
1.5. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui apakah zakat produktif berpengaruh terhadap
perkembangan usaha Mustahik penerima dana zakat produktif.
2. Mengetahui apakah pembinaan berpengaruh terhadap
perkembangan usaha Mustahik penerima dana zakat produktif.
Page 21
1.6. Manfaat Hasil Penelitian
Dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat,
baik berupa manfaat teoritis maupun manfaat praktis.
1.6.1 Manfaat Teoritis:
Penelitian ini diharapkan mampu menggambarkan
bahwa zakat produktif dan pembinaan memberikan pengaruh
terhadap perkembangan usaha.
1.6.2 Manfaat Praktis:
1. Sebagai sumbangan pikiran bagi lembaga pengelola zakat
dalam hal penditribusian zakat.
2. Memberikan masukan kepada Mustahik agar tumbuh
pemahaman, kemauan, kesadaran, dan kemampuan
dalam menggunakan zakat untuk membiayai berbagai
jenis usaha produktif dalam rangka pengembangan usaha.
3. Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.
4. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis
terkait zakat.
Page 22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Zakat
Zakat bermakna senang atau mewah, tumbuh atau
berkembang, bersih atau menjadikan baik, dan memuji terhadap zat
yang memberikan. Zakat pada hakikatnya mengandung pengertian
perubahan dari satu keadaan statis, pasif, dan negatif menjadi satu
keadaan dinamis, aktif, dan positif. Zakat dapat memberikan
kesenangan lahir dan batin, mejadikan harta yang dizakatkan itu
kembali bertambah, membersihkan harta dari yang bukan haknya,
dan zakat membantu memperbaiki manusia secara akhlak dan
moralnya baik kepada yang berzakat maupun kepada yang
menerima zakat30
.
Sebagian ulama mengatakan bahwa zakat ialah nama bagi
hak Allah SWT, yang dikeluarkan untuk yang berhak
menerimanya. Dinamakan zakat karena didalamnya terdapat
harapan untuk memperoleh ketenangan hati dalam menggunakan
harta, didalamnya bermanfaat untuk membersihkan diri dan jiwa
dari nafsu, dan didalamnya penuh dengan kebaikan yang bisa
dirasakan oleh semua manusia31
.
30
Fahruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat Indonesia, Malang: UIN Malang
Press, 2008, cet-1, hlm. 13 31
Ahmad Nashiruddin Savid, Efektifitas Zakat Produktif dalam Pemberdayaan
Ekonomi Mustahik, FALAH: Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 2, No. 1, Februari 2017, hlm.
92-108
Page 23
Islam merupakan agama yang Rahmatan Lil „Alamiin, yaitu
Islam adalah agama rahmat bagi alam. Memberikan perhatian yang
lebih terhadap kehidupan umatnya, baik kehidupan sosial
kemasyarakatan maupun kehidupan perekonomian umat guna
untuk mencapai umat Islam yang sejahtera. Sebagai bentuk
kepedulian Islam ini, Islam menghadirkan lembaga zakat32
.
Menurut Yusuf Al-Qardawi zakat adalah suatu nama yang
diberikan pada bahagian tertentu dari harta benda yang dimiliki
seseorang yang telah diwajibkan oleh Allah SWT untuk orang-
orang yang berhak menerimanya33
. Yang menjadi inti dari
pengertian ini adalah zakat merupakan sebutan bagi kebahagian
tertentu dari harta yang dikeluarkan, sebagai salah satu kewajiban
yang telah difardukan oleh Allah SWT yang diperuntukkan bagi
orang–orang yang berhak menerimanya.
Zakat diartikan sebagai sesuatu yang membawa kepada yang
bersih dan menghidari perbuatan keji dan munkar dalam hal rahmat
Allah SWT yang diberikan kepada orang-orang yang Islam dan
beriman. Jika bukan karena rahmat dari Allah SWT maka segala
karunia Allah SWT tidak akan didapatkan oleh seluruh makhluknya,
jikapun ada karunia dari Allah SWT maka tidak akan ada pada diri
32
Moh. Hidayat, An Introduction To The Sharia Economic, (Jakarta: Zikrul
Hakim, 2010) Hal. 221-225. 33
Moh Hidayat, .... hlm 221-225.
Page 24
seorang beriman bersih dari perbuatan kikir dan tamak tanpa rahmat
dari Allah SWT34
.
Terdapat beberapa definisi terkait dengan zakat dari empat
madzhab sebagai berikut35
:
1. Menurut Imam Maliki bahwa zakat yaitu mengeluarkan
sebagian tertentu dari harta tertentu yang telah sampai
nishabnya harta kepada orang berhak menerima, jika
kepemilikan atau haul genap satu tahun telah sempurna,
selain barang tambang, tanaman dan harta temuan.
2. Menurt Imam Hanafi memberikan definisi bahwa zakat
adalah pemberian hak kepemilikan atas sebagian harta
tertentu kepada orang tertentu.
3. Menurut Imam Syafi’i zakat yaitu nama untuk barang yang
dikeluarkan untuk harta atau badan kepada pihak tertentu.
4. Menurut Imam Hambali zakat yaitu hak yang wajib
dikeluarkan pada harta tertentu kepada kelompok tertentu
yang dikeluarkan pada waktu tertentu.
34
WWW.Rumah zakat.ac.id. Mensejahterahkan Umat Dengan Zakat. Diakses 1
November 2017. 35
Ahmad Nashiruddin Savid,....., hlm. 92-108.
Page 25
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Q.S At-
Taubah ayat 103).
Definisi dari pemikiran ekonomi Islam terkait dengan zakat
di tuangkan dalam beberapa peraturan pemerintah antara lain36
:
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2014 tetang Pelaksanaan Undang undang Nomor 23 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat.
3. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 114
Tahun 2014 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat
Nasional Provinsi.
4. Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000 Tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
Ayat Alquran banyak menjelaskan tentang zakat, beberapa
diantaranya adalah Q.S At-Taubah ayat 103, Q.S Albaqarah ayat 43,
dan Q.S Albaqarah ayat 83 yang berbunyi:
36
Ahmad Nashiruddin Savid,....., hlm. 92-108.
Page 26
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil
(yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat
kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim,
dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik
kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.
kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian
kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. (Q.S
Albaqarah ayat 83)
Ayat di atas menjelaskan bahwa zakat itu membersihkan diri
orang yang berzakat dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan
kepada harta benda dan zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan
dalam hati mereka yang berzakat dan memperkembangkan harta
benda mereka. Harta benda itu berkembang meskipun tidak lagi
berada ditangan pemiliknya. Islam tidak menginginkan harta itu
Artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta
orang-orang yang ruku'. (Q.S Albaqarah ayat 43)
Page 27
bertumpu pada tangan tertentu saja, akan tetapi Islam menginginkan
harta itu juga beredar kepada tangan yang lain yang membutuhkan.
Jika harta hanya berada pada satu tangan maka akan terjadi
kepincangan dalam masyarakat dan akan menimbukan
ketidakstabilan ekonomi dan kecemburuan sosial masyarakat. Inilah
yang menjadi landasan fungsi eksternal zakat.
2.1.2 Tujuan Zakat
Adapun beberapa tujuan zakat, antara lain37
:
1. Kepada yang menerima zakat, zakat akan membantu
mengatasi kesulitan-kesulitan hidup terutama kesulitan sosial
dan ekonomi.
2. Membangun tali silaturrahmi antara yang berzakat dengan
yang menerima zakat.
3. Menghilangkan sifat kikir dan tamak harta bagi orang yang
bezakat dan menumbuhkan rasa syukur terhadap orang yang
menerima zakat.
4. Menghilangkan kecemburuan sosial dari hati orang- orang
miskin.
5. Menyamakan derajad kemanusiaan.
6. Menumbuhkan rasa kepedulian.
7. Mendidik manusia untuk berdisplin menunaikan kewajiban
dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.
37
Proyek Pembinaan Zakat dan Wakaf , Pedoman Zakat (4), (Jakarta:
Departemen Agama, 1982), hlm. 27- 28.
Page 28
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat pada BAB II Pasal 3 Tentang Tujuan
Zakat di jelaskan adalah38
:
1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam
pengelolaan zakat.
2. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Kesenjangan penghasilan rezki dan mata pencaharian
diantara umat manusia adalah hal yang tidak bisa ditolak karena ini
merupakan sunnat Allah SWT agar kehidupan berjalan seimbang.
Untuk mengurangi kesenjangan tersebut harus ada campur tangan
Allah SWT, yaitu dengan mewajibkan zakat kepada orang yang
berharta untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya .
dengan zakat kesenjangan sosial dapat dikurangi dan sekaligus
menumbukan tenggang rasa dikalangan umat39
.
Zakat berperan positif dalam mendistribusikan pendapatan
dan kekayaan dalam masyarakat muslim. Zakat dapat meningkatkan
produktifitas. Dalam pemahaman ekonomi zakat bisa menjadi modal
berputar diantara masyarakat sehingga menjadi daya dorong untuk
pebaikan perputaran ekonomi dalam masyarakat. Alokasi dan
stabilisasi dana zakat dalam perekonomian dapat diekspresikan
dalam bentuk alat atau instrumen dimana dalam penditribusiannya
38
http//www. Kumpulan UU Kementerian Agama RI. Diakses Mei 2019. 39
S.B.Irfan, Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan. Jurnal
Pemikiran dan Gagasan, 2009, Vol II.
Page 29
tidak hanya diberikan dalam bentuk barang konsumsi saja melainkan
juga dalam bentuk barang produksi untuk peningkatan kualitas kerja
masyarakat40
.
Zakat dapat juga membina Akhlaqul Karimah karena melalui
zakat tercipta sikap saling tolong-menolong. Artinya zakat
mempunyai nilai ekonomis yang dapat memperkecil jurang pemisah
antara sikaya dengan simiskin, meningkatkan taraf ekonomi lemah
dimana dana zakat dapat dijadikan sebagai modal perdagangan,
penanaman investasi, dan lain-lain41
.
Peranan zakat tidak hanya terbatas pada pengentasan
kemiskinan. Akan tetapi, juga bertujuan untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan kemasyarakatan lainnya42
. Pada sejarah
pemerintahan khalifah Umar Ibn Khattab, zakat merupakan sumber
pemasukan Negara Islam selain Pajak, sehingga zakat mempunyai
peran yang sangat penting dalam ekonomi Islam43
.
Zakat dalam konsep syariat Islam adalah untuk membantu
tanpa memerlukan jaminan dalam bertransaksi. Hal ini diharapkan
akan terjadinya perubahan untuk berusaha mengubah kehidupannya
menjadi sejahtera, sehingga pada masa mendatang mereka menjadi
Muzakki dan tidak lagi menjadi Mustahik. Selain melalui produk-
40
Azyumardi, Azra, Kajian Tematik Alquran tentang Fiqih Ibadah, Bandung:
Angkasa. 2008, Hal 207. 41
Azyumardi, Azra, .... Hal 232. 42
Qardhawi, Y. A, Hukum Zakat. Jakarta: PT. Pustaka Litera Antarnusa 2008, Hal.
89-92. 43
Ali, Ridho, Zakat dalam perspektif Islam, Jurnal Al-‘Adl, Vol. 7 No. 1, Januari
2014
Page 30
produk perbankan syariah maka zakat dapat menjadi salah satu
sarana dalam menerapkan produk ekonomi Islam secara murni.
Penyaluran modal dari dana zakat yang terkumpul dapat diberikan
kepada perorangan maupun kelompok dalam bentuk modal usaha.
Dengan cara ini, lembaga zakat tengah mendorong agar kegiatan
ekonomi masyarakat dapat berkembang dan menciptakan
kesejahteraan.
Sementara itu golongan yang memiliki hak untuk menerima
zakat adalah44
:
1. Orang fakir yang tidak mempunyai harta dan tenaga untuk
memenuhi penghidupannya.
2. Orang miskin yang tidak cukup penghidupannya dan dalam
keadaan kekurangan.
3. Pengurus zakat yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan
membagikan zakat.
4. Muallaf yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru
masuk Islam dan imannya masih lemah.
5. Memerdekakan budak, dalam konteks ini mencakup juga
untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang
kafir.
6. Orang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan
maksiat. dan untuk memelihara persatuan umat Islam.
44
Muhammad Ridwan Mas’ud, Zakat dan Kemiskinan: Instrumen Pemberdayaan
Ekonomi Umat, (Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm. 122-124.
Page 31
7. Keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. mencakup
juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan
sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
8. Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat,
dan mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
2.1.3 Prinsip zakat
Dalam penghimpunan maupun dalam penyalurannya zakat
memiliki prinsip-prinsip di antaranya ialah45
:
1. Zakat dihimpun dan disalurkan karena nilai-nilai keyakinan
dalam agama bahwa dengan membayar zakat seorang muslim
telah memenuhi nilai-nilai keimanannya dan sempurna
ibadahnya.
2. Zakat dihimpun dan disalurkan karena menciptakan
pemerataan dan keadilan dengan membagi kekayaan yang
telah diberikan Allah SWT kepada yang membutuhkan.
3. Zakat dihimpun dari harta benda yang telah mencapai masa
satu tahun karena masa satu tahun dianggap benda tersebut
telah menghasilkan.
4. Zakat dihimpun dari, oleh, dan kepada orang yang sehat
jasmani dan rohaninya.
5. Zakat dihimpun dipungut kepada orang yang bebas.
45
Azyumardi, Azra, .... Hal 232.
Page 32
6. Zakat dihimpun dan disalurkan dengan etika dan kewajaran
dengan memperhatikan akibat yang ditimbulkan.
2.1.4 Hikmah Zakat
Banyak hikmah dan manfaat dibalik perintah berzakat di
antaranya ialah46
:
1. Zakat menumbuhkan sifat dermawan sehingga
menghilangkan sifat pelit dan kikir.
2. Zakat dapat menguatkan hubungan sesama manusia dan
menambah rasa cinta dan kasih sayang sesama muslim.
3. Zakat merupakan salah satu upaya dalam mengatasi
kemiskinan.
4. Zakat dapat mengurangi angka pengangguran karena zakat
dapat digunakan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru.
5. Zakat dapat menghilangkan kesenjangan hidup dari orang-
orang miskin terhadap orang kaya.
6. Zakat dapat menumbuhkan perekonomian umat.
2.1.5 Zakat Produktif
Diperbolehkan melakukan ijtihad dalam pendistribusian
zakat berdasarkan kebutuhan Mustahik atau berdasarkan
kebermanfaatan zakat tersebut bagi Mustahik. Dalam pembagian dan
pendistrbusian zakat kepada para Mustahik dengan cara
mendahulukan satu kelompok dari yang lainnya berdasarkan
46
Azyumardi, Azra, .... Hal 232.
Page 33
kebutuhan kemudian memberikan bagian yang lain pada waktu
berikutnya. Jika zakat masih tersisa maka boleh diproduktifkan agar
manfaatnya bisa dirasakan oleh para Mustahik secara luas47
.
Tujuan utama dari pembagian zakat adalah untuk
kemashlahatan Mustahik dan memproduktifkan zakat pada usaha
merupakan Mashlahah „Ammah maka memproduktifkan zakat
adalah mubah. Dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2011 tentang
Penyaluran zakat, dijelaskan salah satunya zakat untuk usaha
produktif adalah48
:
1. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam
rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas
umat.
2. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana
dimaksud pada Undang-Undang dilakukan apabila kebutuhan
dasar Mustahik telah terpenuhi.
Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pihak
penyalur zakat atau lembaga pengelola zakat dalam pendayagunaan
dana zakat. Hal tersebut tertuang di dalam keputusan Menteri Agama
RI No. 581 tahun 1999 tentang pengelolaan dana zakat.
Pendayagunaan dan pengelolaan dana zakat berbasis sosial dan
berbasis pengembangan ekonomi. Pendayagunaan dan pengelolaan
47
Ridwan, M, Manajemen BMT. Yogyakarta: UII Press, 2005, Hal 207-208 48
Wulansari.Sintha Dwi., Achma Hendra Setiawan, SE.,Msi. Analisis
Peranan Dana Zakat Produktif Terhadap Usaha Mikro. Diponegoro Jurnal Of Economics.
Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 1-15. http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/jme ISSN Online: Lembaran 2337-3814.
Page 34
zakat dilakukan dalam bentuk pemberian modal usaha kepada
Mustahik dengan melibatkan Mustahik sasaran dalam
pengembangan dana zakat. Pendayagunaan dan pengelolaan dana
zakat ini diarahkan pada usaha ekonomi yang produktif yang
diharapkan hasilnya dapat memperbaiki sosial ekonomi
masyarakat49
.
Inti dari penyaluran zakat produktif adalah untuk
memberikan manfaat yang lebih luas dan mensejahterakan umat dari
pada penditribusian konsumtif. Sejahtera bukan hanya terpenuhi
kebutuhan pokok saja tetapi membuat umat tidak bergantung hidup
kepada dana zakat dan berdaya. Untuk menjadikan masyarakat
berdaya maka zakat harus didistribusikan secara produktif. 50
.
Implikasi zakat produktif adalah memenuhi azas manfaat
bagi Msutahik. Dengan kata lain zakat produktif menjaga ekonomi
sehingga perekonomian dapat terus berjalan. Zakat menjadikan
masyarakat tumbuh dengan baik dan zakat dapat mendorong
perekonomian.
Pendayagunaan zakat harus memberikan pengaruh positif
bagi Mustahik, baik secara ekonomi maupun sosial. Dari sisi
ekonomi, Mustahik sebisa mungkin dapat mandiri dan hidup secara
layak, sedangkan dari sisi sosial, Mustahik dapat hidup sejajar
49
keputusan Menteri Agama RI No. 581 tahun 1999 tentang pengelolaan dana
zakat. 50
Asnaini, S.Ag, M.ag, Zakat Produktif dalam Persfektif Hukum Islam,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, cetakan ke-1, hal.64
Page 35
dengan masyarakat lain. Oleh karena itu, zakat tidak hanya
didistribusikan untuk keperluan konsumtif semata dan hanya bersifat
Charity tetapi lebih untuk kepentingan yang produktif dan bersifat
edukatif untuk membawa Mustahik menjadi Muzakki.51
.
Zakat produktif yang diterima Mustahik, Mustahik dapat
membuka dan menjalankan suatu usaha yang dapat memberikan
pendapatan bagi Mustahik. Zakat produktif adalah pemberian zakat
yang dapat membuat Mustahik menghasilkan sesuatu secara
berkelanjutan. Dengan kata lain zakat dimana harta atau dana zakat
yang diberikan kepada para Mustahik tidak dihabiskan akan tetapi
dikembangkan dan digunakan untuk membantu memenuhi
kebutuhan hidup secara terus menerus dan pada akhirnya tidak
menggantungkan diri kepada bentuk bantuan apapun52
.
Zakat produktif terbagi dua, yaitu:
a. Produktif tradisional, yaitu zakat barang-barang produktif
tradisional, seperti kambing, sapi, mesin jahit, dan barang modal
lainnya. Pemberian zakat dalam bentuk ini akan dapat
mendorong menciptakan suatu usaha53.
b. Produktif kreatif dalam bentuk pemberian modal bergulir baik
untuk bantuan sosial seperti membangun sarana sekolah, sarana
kesehatan atau tempat ibadah maupun sebagai modal usaha
51
Muhammad dan Ridwan Mas’ud, Zakat dan Kemiskinan Instrumen
Pemberdayaan Ekonomi Umat. (Yogyakarta: UII Press, 2005), Hal. 135. 52
Isnaini,Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam, (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar, 2008), hlm.63 53
Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, hal. 63
Page 36
untuk membantu bagi pengembangan usaha para pedagang atau
pengusaha kecil54.
Sistem penyaluran zakat di Indonesia dibagi menjadi tiga,
yaitu55
:
a. Penyaluran murni
Zakat disalurkan untuk hibah konsumtif dan santunan atau
kegiatan karitatif langsung. Pada sistem ini penyaluran zakat murni
dan berorientasi dana sampai kepada Mustahik.
b. Semi Pendayagunaan
Zakat digunakan untuk kegiatan kegiatan pengembangan
sumber daya manusia (SDM). Orientasi pada tahap semi
pendayagunaan ini selain sampainya dana ke Mustahik juga adalah
orientasi manfaat dana bagi Mustahik.
c. Pendayagunaan
Zakat disalurkan pada kegiatan ekonomi produktif. Orientasi
dari tahap pendayagunaan adalah perkembangan usaha produktif
Mustahik.
Model sistem pengelolaan zakat secara produktif terbagi tiga
yaitu56
:
54
Hamka, Standar Operasional Prosedur (SOP) Lembaga Pengelolaan Zakat,
Kementrian RI Dirjen Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Zakat 2012, hal. 68 55
Didin dan Juwaini, Membangun Peradaban Zakat, Jakarta:BAZNAS, 2006, hlm.
72 56
Muhammad Ridwan Mas’ud,...., hlm. 22-124.
Page 37
1. Surplus Zakat Budget.
Merupakan zakat yang pendistribusiannya digunakan dalam
pembiayaan usaha-usaha produktif. Dimana dalam pelaksanaannya,
zakat diserahkan oleh Muzakki kepada Amil dan kemudian oleh
Amil dikelola menjadi dua bentuk yaitu bentuk sertifikat dan uang
tunai selanjutnya sertifikat diberikan kepada Mustahik. Uang tunai
yang diterima Mustahik tersebut selanjutnya digunakan dalam
menjalankan usaha. Model ini diharapkan dapat membantu usaha
berkembang dan menyerap tenaga kerja dari golongan Mustahik
lainnya.
2. In Kind
Merupakan sistem pengelolaan zakat dimana alokasi dana
zakat yang akan didistribusikan dalam bentuk alat-alat produksi
seperti mesin ataupun hewan ternak yang dibutuhkan untuk berusaha
atau berproduksi.
3. Revolving Fund
Merupakan sistem pengelolaan zakat dimana Amil
memberikan pinjaman dana zakat kepada Mustahik. Tugas Mustahik
adalah menggunakan dana pinjaman tersebut untuk usaha dan dapat
mengembalikan sebagian atau seluruh dana yang dipinjam tersebut
dalam kurun waktu tertentu. Setelah dana tersebut di kembalikan
kepada Amil, kemudian Amil menggulirkan dana tersebut kepada
mustahik lainnya.
Page 38
Dasar hukum zakat produktif dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Muslim:
Artinya: „‟Ambilah dahulu, setelah itu milikilah
(berdayakanlah) dan sedekahkan kepada orang lain dan apa yang
datang kepadamu dari harta semacam ini sedang engkau tidak
membutukannya dan bukan engkau minta, maka ambilah. Dan
mana-mana yang tidak demikian maka janganlah engkau turutkan
nafsumu‟‟. HR Muslim.
2.1.6 Pembinaan
Pembinaan adalah usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan
secara efektif dan efisien terhadap suatu kegiatan untuk memperoleh
hasil yang diharapkan. Pembinaan merupakan proses, cara membina,
dan tindakan yang dilakukan untuk merubah suatu kondisi kepada
kondisi yang lain dan lebih baik. Pembinaan pada dasarnya adalah
aktivitas yang dilakukan secara sadar, berencana, terarah, dan teratur
secara bertanggung jawab dalam rangka penumbuhan, peningkatan, dan
mengembangkan kemampuan serta sumber-sumber yang tersedia untuk
mencapai tujuan57.
Pembinaan usaha berdasarkan Peraturan Menteri Badan
Usaha Milik Negara Nomor Per-5/MBU/2007 adalah kegiatan
57
http://www.artikata.com/arti-360090-pembinaan.html, diakses 18 Januari 2018.
Page 39
memberikan bimbingan dan bantuan perkuatan untuk
menumbuhkan, meningkatkan, dan memberdayakan kemampuan
usaha menjadi tangguh dan mandiri58
.
Pembinaan usaha lebih lanjut dijelaskan dalam bentuk
pelatihan dan pengawasan terhadap jalannya usaha terutama dalam
pengelolaan modal usaha. Hal ini dilakukan untuk memberikan
pemahaman kepada pelaku usaha tentang pentingnya meningkatkan
kemampuan usaha sehingga sedapat mungkin mampu
mengembangkan usaha kearah yang lebih baik.
Pembinaan berarti arahan untuk memperbaharui usaha,
tindakan, dan kegiatan yang dilaksanakan secara berdaya guna dan
berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik59
. Pembinaan
adalah berbagai macam upaya peningkatan kemampuan pengusaha
atau pengrajin industri kecil dalam aspek usaha sehingga mampu
mandiri60
.
Pembinaan dan pengembangan adalah upaya yang dilakukan
oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melalui pemberian
bimbingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan
meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi usaha yang
58
Simanjuntak. Payaman, Menanggulangi pengangguran melalui pengembangan
Usaha Mandiri Dan Usaha Kecil. Jakarta: Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah RI, 2003. 59
Gouzali Saydam. 1996. Manajemendan Bawahan. Jakarta : Djambatan, hlm.
408 60
Suryana. 2003. Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju
Sukses. Jakarta: Salemba Empat,hlm.4
Page 40
tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha
menengah61
.
Perkembangan usaha Mustahik tidak bisa diharapkan hanya
dari dalam diri Mustahik, akan tetapi perlu pembinaan-pembinaan
dari pihak yang ahli dalam bidang usaha baik dari segi keuangan
maupun dalam pelaksanaan usaha, sehingga diharapkan Mustahik
zakat bisa meningkatkan produktifitasnya dalam mengelola dana
zakat yang diterimanya.
Pembinaan secara etimologi berasal dari kata bina.
Pembinaan adalah proses, pembuatan, pembaharuan, usaha dan
tindakan atau kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan
berhasil guna baik. Segala usaha, ikhtar, dan kegiatan tersebut
berhubungan dengan perencanaan dan pengorganisasian serta
pengendalian segala sesuatu secara terarah62
.
Dalam pembinaan terdapat unsur tujuan materi, proses, cara,
pembaharuan, dan tidakan. Selain itu untuk melaksanakan kegiatan
pembinaan diperlukan adanya perencanaan, pengorganisasian
(pelaksanaan), dan pengendalian (monitoring dan evaluasi). Secara
operasional yang dimaksud kegiatan pembinaan dalam tulisan ini
meliputi kegiatan perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian
(monitoring dan evaluasi).
61
Undang-undang Republik Indonesia, No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
Jakarta: Lembaran Negara 62
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2001).
Page 41
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1998 dijelaskan
pembinaan adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha
dan masyarakat melalui pemberian bimbingan dan penyuluhan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi
usaha yangtangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha
menengah63.
Zakat bukan pemberian yang bersifat ala kadarnya yang
berakses pada sikap ketergantungan. Yang dibutuhkan masyarakat
kurang mampu bukan hanya bantuan dalam bentuk uang saja namun
mereka butuh pembinaan secara materil, moral, rohani, dan
pengetahuan64
. Tujuan dari pembinaan dan juga dapat dirumuskan
pendidikan nasional, yang juga terkait dengan upaya meningkatkan
kualitas manusia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kapada
Tuhan yang Maha Esa (YME), berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil,
berdisiplin, ber etos kerja, profesional, bertanggung jawab dan
proaktif serta sehat jasmani dan rohani65
.
63
Sentot, Harman Glendoh,Pembinaan dan Pengembangan Usaha
Kecil.http://puslit.petra.ac.id/journals/management/Jurnal Manajemen & Kewirausahaan
Vol. 3, No. 1, Maret 2001: 1 - 13 64
Azyumardi, Azra, hal 234. 65
Soesarsono Wijandi.1988. PengantarKewiraswataan. Bandung: Sinar Baru.
Hal. 23, 24, 33.
Page 42
Pembinaan terdiri dari sub variabel yaitu: pengetahuan,
keterampilan, kemampuan, dan motivasi. Dari sub variabel ini
dikembangkan lagi menjadi indikator dari setiap sub-sub tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut66
:
1. Pengetahuan.
Pengetahuan diartikan sebagaidasar yang harusdiketahui dan
diterapkan dalam menjalankan usahadan meningkatkan usaha yang
ada.Indikator yang mempengaruhi pengetahuanyaitu:
a. Knowing your business, mengetahui usaha apa yang
akandilakukan.
b. Knowing the basic business management, mengetahui dasar-
dasar pengelolaan bisnis.
c. Knowing how to compete, mengetahui strategi atau cara
bersaing.
2. Keterampilan.
a. Keterampilan berarti kemampuan untuk
mengoperasikansuatu pekerjaan secara mudahdan cermat.
Indikator yang mempengaruhi keterampilan yaitu:
b. Conceptual Skill, kemampuan untuk merumuskan tujuan,
kebijakan, dan strategi usaha.
c. Human Skill, keterampilan memahami, mengerti,
berkomunikasi, dan berelasi.
66
Suryana. 2003. Kewirausahaan. Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju
Sukses. Jakarta: Salemba Empat. Hal 46.
Page 43
3. Kemampuan.
Kemampuan adalah kapasitas seseorang dalam melakukan berbagai
macam pekerjaan. Indikator yang mempengaruhi kemampuan yaitu:
a. Kemampuan merumuskan tujuan usaha.
b. Kemampuan untuk mengatur waktu dan membiasakan diri
untuk selalu tepat waktu dalam segala tindakan melalui
kebiasaan yang selalu tidak menunda pekerjaan.
4. Motivasi.
Seseorang memiliki minat berwirausaha karena suatu motif tertentu
yaitu motif berprestasi (achievementmotive). Indikator Motivasi
yaitu:
a. Kebutuhan berprestasi wirausaha.
b. Kebutuhan untuk ingin mengetahui sesuatu yang belum
pernah diketahui sebelumnya.
c. Kebutuhan untuk berafiliasi.
2.1.7 Perkembangan Usaha
Perkembangan usaha adalah suatu kondisi yang
menggambarkan perubahan keadaan usaha tersebut67
. Tolak ukur
perkembangan usaha haruslah merupakan parameter yang dapat
diukur sehingga dapat di evaluasi. Semakin konkret tolak ukur itu
67
Purdi E Chandara, Trik Sukses Menuju Sukses, Gafika Indah, Yogyakarta, 2000,
hlm,121
Page 44
semakin mudah bagi semua pihak untuk memahaminya dan
memberikan kebijakan68
.
Pekembangan usaha merupakan gambaran dari kemampuan
suatu usaha dalam mengelola dan mengalokasikan sumber daya.
Karena zakat produktif merupakan bentuk pemberian bantuan jangka
pendek kepada Mustahik untuk menjalankan usahanya, maka perlu
dilakukan penilaian terhadap kinerja usaha yang dijalankan Mustahik
agar tercapai tujuan pemberian zakat produktif tersebut. Penilaian
kinerja ini menjadi salah satu penentu perkembangan usaha yang
dijalankan Mustahik.
Perkembangan usaha merupakan kondisi yang diharapkan
dalam berjalannya sebuah usaha69
. Perkembangan ekonomi
Mustahik berbasis zakat produktif yakni kondisi yang diharapkan
dengan jalan memperkuat atau meningkatkan keberdayaan Mustahik
dalam bidang ekonomi yakni dalam rangka memenuhi kebutuhan
sehari-hari, baik sandang, pangan, maupun papan70
.
Economically Active Poor atau usaha mikro oleh World
Bank memiliki peran strategis dalam mengurangi tingkat
ketimpangan ekonomi. Masyarakat yang bergerak pada kegiatan
ekonomi rumah tangga dianggap tidak memiliki potensi dana oleh
68
Moh. Sholeh, Analisi Strategi Inovasi dan Dampaknya terhadap Kinerja
Perusahaan, UNDIP, Semarang, 2008, hlm. 25 69
Umroatun Khasanah, Menejemen Zakat Modern: Instrumen Pemberdayaan
Ekonomi umat, Malang UIN maliki press, 2010, h. 198 70
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, PT Refika Aditama, Bandung,
2005, h.56
Page 45
lembaga keuangan formal, sehingga menyebabkan laju
perkembangan ekonominya terhambat pada tingkat lokal saja.
Kelompok usaha ini dinilai tidak layak bank (Not Bankable) karena
tidak memiliki agunan, serta diasumsikan kemampuan
mengembalikan pinjamannya rendah, kebiasaan menabung yang
rendah, dan mahalnya biaya transaksi. Akibat asumsi tersebut, maka
akses dan fasilitas dari para pelaku usaha ini terhadap sumber
keuangan formal rendah, sehingga kebanyakan mereka
mengandalkan modal apa yang mereka miliki71
. Disinilah peran
zakat produktif untuk perkembangan usaha Mustahik. Zakat
produktif memiliki potensi untuk pemberdayaan ekonomi
masyarakat dengan mengembangkan usaha yang dijalani oleh
Mustahik penerima zakat produktif. Zakat produktif mendorong
Mustahik untuk mendayagunakan sumber dayanya bagi
pengembangan usahanya.
Dalam penyaluran zakat harus diarahkan kepada hal-hal yang
bersifat peningkatan kualitas hidup jangka panjang, seperti
penyaluran pada kegiatan produktif inovatif untuk mendidik
Mustahik menjadi pencipta lapangan kerja, bukan pencari kerja72
.
Melalui perkembangan suatu usaha menjadi cara untuk
menentukan pilihan dan memberikan keputusan untuk mengkaji
71
Wulansari. Sintha Dwi., Achma Hendra Setiawan, SE.,Msi. Analisis Peranan
Dana Zakat Produktif Terhadap Usaha Mikro. Diponegoro Jurnal Of Economics. Volume
3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 1-15. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme ISSN
Online: 2337-3814. 72
Azyumardi, Azra, hal 236.
Page 46
kinerja usaha tersebut karena kinerja merupakan hasil yang dicapai
setelah dilakukan tindakan terhadap usaha tersebut. Diketahuinya
kinerja usaha yang dijalankan membantu untuk memprediksi masa
depan dan yang lebih penting menjadi titik awal untuk
merencanakan tindakan yang akan mempengaruhi peristiwa dimasa
depan73
.
Kinerja adalah proses untuk menetapkan apa yang harus
dicapai dan bagaimana cara mencapai tujuan usaha. Mengelola dan
menyusun strategi pengembangan usaha melalui suatu strategi yang
dapat sampai kepada sasaran yang akan dicapai dalam jangka waktu
tertentu baik jangka pendek maupun jangka panjang74
.
Kinerja (performance )adalah tentang bagaimana mengelola
usaha untuk mencapai tujuan usaha. Keberlangungan hidup suatu
usaha ditentukan oleh kinerja usaha. Dengan demikian kinerja
berorientasi kepada proses dan hasil kerja75
. Kinerja juga diartikan
sebagai hasil kerja dan prestasi kerja yang mempunyai hubungan
kuat dengan tujuan strategis usaha, kepuasan, dan memberikan
dampak ekonomi76
73
Al-Masyiqah. Khalid Bin Ali. 200. Fiqih Zakat Kontemporer. Cet. 1.
Terjemahan oleh Aan Wahyudin. Yogyakarta. Samudra Ilmu. 74
Wibowo, Manajemen Kinerja, (Jakarta: PT. R aja Grapindo Persda, 2013), hlm.
56 75
Wibowo .... , hlm. 1 76
Wibowo..., hlm. 2
Page 47
Kinerja merupakan hasil dari pelaksanaan suatu pekerjaan,
baik yang bersifat fisik atau non fisik. Hubungan kinerja dengan
usaha adalah membantu usaha dalam mencapai target usaha yaitu
usaha tersebut dapat berkembang dan memiliki keunggulan
kompetitif ditengah persaingan usaha. Kinerja merupakan suatu
kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak
tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil usaha serta
mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan
operasional. Kinerja merupakan cerminan kemampuan dari suatu
usaha dalam mengelola dan mengalokasikan sumber daya, selain itu
kinerja dapat menjadi motivasi pelaku ekonomi untuk berkembang77
.
Dari beberapa pengetian di atas maka penulis dapat menarik
satu kesimpulan bahwa kinerja merupakan gambaran mengenai
tingkat pencapaian suatu usaha yang dilaksanakan, dimana usaha
tersebut diberikan perlakuan yang sesuai, mempunyai tolak ukur,
dan menjadi penentu perkembangan usaha. Dengan adanya penilaian
kinerja maka akan membantu pelaku ekonomi bersama pihak terkait
lainnya untuk memperbaiki strategi kedepannya.
77
Wibowo,.... hlm. 10
Page 48
Penilaian kinerja merupakan proses, cara menilai, dan sistem
pengukuran pelaksanaan suatu usaha kemudian dilakukan evaluasi
mengenai pelaksanaan kerja dan mengevaluasi kebijakan yang
dijalankan78
. Sistem pengukuran kinerja merupakan sebuah tatanan
pengukuran berdasarkan aturan dan prosedur tertentu untuk
mencakup, mengkompilasi, mempresentasikan, dan
mengkomunikasikan data dalam sebuah kombinasi yang
mencerminkan kunci kinerja dan karakteristik dari proses yang
cukup efektif memungkinkan analisis intelektual sebagai panduan
untuk mengambil tindakan yang diperlukan79
.
Pengukuran kinerja merupakan hal penting dalam proses
evaluasi dan pengendalian usaha. Suatu usaha yang tidak dilakukan
penilaian kinerja maka usaha tersebut akan sulit menentukan
langkah kedepannya terutama dalam menetapkan keputusan dalam
menjalankan usaha. Suatu kebijakan yang tidak mempunyai nilai
akan cenderung menyimpang keluar dari tujuan yang diharapkan.
Pengukuran kinerja merupakan perbandingan hasil yang telah
dicapai dengan hasil yang diharapkan80
.
78
KBBI, 2006, Istilah Lengkap Bahasa Indonesia,Jakarta: Gramedia. Hlm. 213 79
Dermawan, Wibisono, Manajemen Kinerja (Konsep, desain, dan teknik
meningkatkan daya saing perusahaan), Jakarta: Erlangga, 2006, hlm. 5 80
Sudarto, 2011, Meningkatkan Kinerja Perusahaan Jasa Konstruksidi Indonesia
(Aplikasi KBMS), Jakarta: Ghassan Cipta Media, hlm. 17
Page 49
Tolak ukur perkembangan usaha dapat dilihat dari perubahan
kondisi materil yaitu kondisi keuangan usaha dan non materil yaitu
kondisi sosial pelaku usaha. Tolak ukur perkembangan usaha dilihat
dari perubahan kondisi keuangan usaha salah satunya melalui
pendapatan, laba usaha, dan kenaikan laba usaha dari waktu ke
waktu dalam periode tertentu. Meningkatkan kondisi keuangan
adalah tantangan besar bagi para pelaku usaha terutama bagi usaha
skala kecil yang dijalankan oleh Mustahik zakat81
.
Suatu usaha dikatakan dapat berkembang dengan melihat
beberapa perubahan kondisi sosial usaha yang terjadi diantaranya82:
a. Adanya inovasi dalam teknologi yang telah dengan mudah
terjadi pengembangan produk.
b. Adanya hubungan kemanusiaan yang akrab dalam usaha
kecil.
c. Adanya kemampuan menciptakan kesempatan kerja cukup
banyak.
d. Adanya fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri
terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat.
e. Adanya peranan kewirausahaan.
81
Moh. Sholeh, hlm. 31 82
Partono, Titik Sartika & Soejodono, Abd. Rachman, Ekonomi Skala Kecil/
Menengah & Koperasi. Ghalia Indonesia, 2002.
Page 50
Perubahan kondisi keuangan suatu usaha mengiringi kinerja
suatu usaha yang dijalankan. Kinerja berpengaruh besar untuk
menunjang perkembangan usaha. Jika kinerja usaha baik maka dapat
dikatakan usaha tersebut berkembang, namun jika suatu usaha
berkinerja buruk maka dapat disimpulkan bahwa usaha tersebut tidak
mengalami perubahan dari waktu kewaktu83
.
Indikator untuk mengukur kinerja usaha dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan kinerja keuangan (financial
performance)84
. Kinerja keuangan adalah gambaran pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan dalam suatu usaha berdasarkan aktivitas
keuangan yang telah dilaksanakan85
.
Kinerja keuangan merupakan hasil penilaian terhadap analisa
dampak keuangan kumulatif dengan menggunakan ukuran
komparatif. Kinerja keuangan menyangkut efektivitas pemanfaatan
modal, efisiensi, dan rentabilitas dari kegiatan usaha86
.
Keuangan suatu usaha dapat diwakili dengan menghitung
rasio profitabilitas. Rasio adalah indeks yang menghubungkan dua
angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka dengan
yang lainnya87
. Rasio profitabilitas adalah kemampuan suatu usaha
83
Musran, munizu. Faktor internal dan eksternal Kinerja Usaha,
(Jakarta:Kencana), hal. 39 84
Irham, Fahmi, Menilai kinerja keuangan, (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada),
hal. 68 85
Rudianto, Akuntansi Manajemen: Informasi untuk Pengambilan Keputusan
Strategis. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama2013). 86
Sucipto, 2003, Penilaian Kinerja Keuangan, (USU: Akuntansi FE USU), hlm. 1 87
Kasmir, 2004, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Rajawali Press,
hlm. 104
Page 51
untuk menghasilkan laba dibandingkan dengan modal yang
digunakan dalam bentuk persentase88
. Analisis rasio profitabilitas
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
usaha dalam menghasilkan laba yang dihasilkan dari penjualan89
.
Daya tarik utama bagi pemilik usaha adalah profitabilitas.
Dalam konteks ini profitabilitas berarti hasil yang diperoleh melalui
usaha atas dana yang menjadi modal usaha. Profitabilitas suatu usaha
akan mempengaruhi kebijakan yang akan mendukung perkembangan
usaha tersebut. Kemampuan suatu usaha menghasilkan laba usahanya
akan menjadi daya tarik bagi penyedia dana baik pemerintah maupun
swasta untuk memberikan bantuan modal kerja.
Rasio profitabilitas adalah alat mengukur kemampuan
perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat
penjualan, aset, dan modal. Rasio Profitabilitas merupakan rasio untuk
menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan atau laba
dalam suatu periode tertentu. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat
efektivitas manajemen suatu perusahaan yang ditunjukkan dari laba
yang dihasilkan dari penjualan. Profitabilitas merupakan rasio yang
mengukur kemampuan perusahan untuk menghasilkan laba baik dalam
hubungannya dengan penjualan, aset, dan laba bagi modal sendiri.
Penilaian profitabilitas yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja
adalah kemampuan dalam memperoleh laba dibandingkan terhadap
88
Dedi, Takdir, S. (2008). Manajemen Keuangan: Teori dan aplikasi. Sulawesi:
Unhalu Press 89
Natalia, Pontoh.Analisis Profitabilitas, Jurnal Administrasi Bisnis,hlm. 10
Page 52
pendapatan. Penilaian ini biasanya dilakukan dengan cara Operating
Margin Asessment90
.
Operating Margin Asessment diperlukan untuk melihat
kemampuan perolehan laba terhadap terhadap penambahan modal
yang telah dilakukan. Untuk menghitung ini menggunanakan Net
Profit Margin (NPM), Return On Asset (ROA), dan Return On
Equity (ROE)91.
Net Profit Margin (NPM) merupakan perbandingan antara
laba dan penjualan. NPM menggambarkan tentang seberapa besar
laba yang diperoleh perusahaan atas penjualan selama periode
tertentu.
𝑁𝑃𝑀 =laba bersih
penjualan………………………………………………… (1)
Return On Asset (ROA) digunakan untuk mengetahui seberapa
besar tingkat harta yang ditanamkan atau bisa dimanfaatkan dapat
menghasilkan laba.
𝑅𝑂𝐴 =laba bersih
total aktiva………………………………………………… (2)
Return On Equity (ROE) mengetahui tingkat pengembalian
modal dengan cara membagi laba bersih dengan modal yang dimiliki.
𝑅𝑂𝐸laba bersih
modal……………………………………………………… (3)92
90
Sudarto,....hlm. 120 91
Kasmir, Studi Kelayakan Bisnis, Alfabeta, 2015,hlm. 114 92
Suhadjono, 2005, Manajemen Perkreditan, Yogyakarta: UPP AMPYKPN, hlm.
417
Page 53
Suatu usaha dapat menggunakan rasio profitabilitas secara
keseluruhan atau hanya sebagian saja dari jenis rasio profitabilitas yang
ada. Penggunaan rasio secara sebagian berarti bahwa usaha tersebut
hanya menggunakan beberapa jenis rasio saja yang memang di anggap
perlu di ketahui93. Karena zakat produktif merupakan bantuan yang
diberikan kepada Mustahik maka dapat digunakan penilaian rasio ini
untuk melihat sejauh mana zakat produktif yang diberikan memberikan
pengaruh kepada usaha si Mustahik.
2.2 Penelitian Relevan
Berikut beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian
yang akan peneliti lakukan:
Penelitian Mila Sartika (2008) yang meneliti Pengaruh
Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan Mustahik
menyimpulkan pendayagunaan zakat produktif berpengaruh
signifikan terhadap pemberdayaan Mustahik.
Penelitian Muhammad Farid (2012) yang meneliti Analisis
Dampak Penyaluran Zakat Produktif terhadap Keuntungan Usaha
Mustahik menyimpulkan bahwa dana zakat produktif tidak
berpengaruh signifikan terhadap keuntungan usaha Mustahik.
Penelitian Hesi Eka Puteri (2013) yang meneliti Efek
Multiplier Zakat terhadap Pengembangan Usaha Mikro
menyimpulkan pengaruh penditribusian zakat terhadap
perkembangan sektor mikro sangat kecil.
93
Hery, Manajemen Keuangan, Alfabeta, 2016, hlm. 116
Page 54
Penelitian Irsyad Lubis (2014) yang meneliti Pengaruh
Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan Mustahik
menyimpulkan terdapat permbedaan pendapatan yang diterima
Mustahik sebelum dan sesudah menerima zakat produktif namun
perbedaan ini sangat kecil karena belum adanya pembinaan dari
lembaga Ami Zakat.
Miftahul Khairani yang meneliti zakat pruduktif dan
perannya terhadap perkembangan usaha menyimpulkan Zakat
Produktif memberikan pengaruh terhadap perkembangan usaha
namun perlakuan pembinaan belum memberikan dampak positif
terhadap ukhrawi Mustahik.
Penelitian Sintha Dwi Wulansari (2017) yang meneliti
Analisis Peranan Dana Zakat Produktif terhadap Perkembangan
Usaha Mikro Mustahik Penerima Zakat menyimpulkan zakat
produktif berpengaruh signifikan terhadap perkembangan usaha
mikro Mustahik penerima zakat produktif.
Penelitian yang akan peneliti laksanakan ini adalah melihat
pengaruh penyaluran zakat produktif dan pembinaan terhadap
perkembangan usaha Mustahik. Penelitian ini ditujukan untuk
Mustahik produktif tradisional yang masuk dalam program Agam
Makmur pada tahun 2016. Yang membedakan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya adalah menjadikan pembinaan
masuk dalam variabel yang akan diteliti apakah berpengaruh
Page 55
terhadap perkembangan usaha atau tidak. Selain itu pada penelitian
ini lebih memfokuskan penelitian terhadap Mustahik produktif
tradisional.
2.3 Kerangka Pemikiran
Gambar 1: Kerangka Pemikiran
Sejalan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu
melihat pengaruh zakat produktif dan pembinaan terhadap
perkembangan usaha Mustahik. Hal ini peneliti gambarkan dalam
bentuk gambar 1. Dari beberapa penelitian terdahulu peneliti
menyimpulkan bahwa untuk melihat perkembangan usaha
Mustahik zakat produktif perlu dilihat hasil pembinaan dari Amil
zakat terhadap perkembangan usaha Mustahik, agar tujuan dari
penyaluran zakat produktif tersebut dapat tercapai.
2.4 Keterkaitan Antar Variabel
2.4.1 Pengaruh Zakat Produktif terhadap Perkembangan
Usaha
Perkembangan Usaha
Mustahik Penerima Zakat
Produtif
(Variabel Y)
Pembinaan
(Variabel X2)
Zakat Produktif
(Varibel X1)
Page 56
Pola penyaluran zakat secara produktif adalah terget
mengubah keadaan Mustahik menjadi kategori Muzakki94
. Zakat
produktif adalah zakat yang diberikan kepada para Mustahik tidak
dihabiskan tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu
usaha mereka untuk berkembang95
. Zakat produktif maksudnya
dana zakatyang diberikan kepada para Mustahik tidak dihabiskan
akan tetapi dikembangkan dandigunakan untuk membantu usaha
mereka, sehingga dengan usaha tersebut mereka dapatmemenuhi
kebutuhan hidup secara terus menerus96
.Zakat juga merupakan
institusi ekonomiyang sangat potensial untuk membantu ekonomi
rakyat guna mengembangkan usaha yangbersifat produktif,
misalnya berupa bantuan modal untuk membuka usaha mandiri97
.
Jadi, dapat penulis simpulkan bahwa pengelolaan zakat
produktif adalah mengelola kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan pembinaan
terhadap pengumpulan dan penditribusian serta pendayagunaan
zaka agar mampu menghasilkan manfaat secara terus menerus dan
berdayaguna bagi Mustahik untuk mengembangkan usaha
Mustahik.
94
Bariadi, Zakat dan Wirausaha, Jakarta: CV Pustaka Amri, hlm. 32 95 Asnaini, Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, hlm. 45 96
UU RI No 38 Tahun 1999, Kitab Undang-Undang Ekonomi Syariah, Bandung
:fokus media, 2011, hlm. 375 97
Masdar dkk, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS, Menuju Efektifitas
Pemanfaatan ZIS, Jakarta:Piramedia, 2004, hlm. 116
Page 57
2.4.2 Pengaruh Pembinaan terhadap Perkembangan Usaha
Kegiatan pembinaan terhadap usaha yang dijalankan oleh
masyarakat telah banyak dilakukan baik yang dilakukan oleh
pemerintah maupun swasta. Pembinaan penting untuk dilakukan
karena diharapkan mendukung usaha untuk berkembang,
berinovasi,dan mampu bersaing. Oleh karena itu pada setiap suatu
program atau kebijakan perlu untuk dilakukan pembinaan98
.
Apabila pembinaan terhadap usaha masyarakat berhasil
dilakukan pemerintah, dunia usaha, dan lembaga terkait, baik
secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dan dilakukan secara
terarah dan terpadu serta berkesinambungan, itu berarti amanat di
dalan UU No. 9 Tahun 1995 telah dilaksanakan. UU No. 9 Tahun
1995 tentang usaha kecil secara tegas menyatakan tujuan
pembinaan dan adalah: (1) menumbuhkan dan meningkatkan
kemampuan usaha kecil menjadi usaha yang tangguh dan mandiri
serta dapat berkembang dan (2) meningkatkan peranan usaha dalam
pembentukan produk nasional, perluasan kesempatan kerja dan
berusaha, serta peningkatan pemerataan pendapatan untuk
mewujudkan dirinya sebagai tulang punggung serta memperkukuh
struktur perekonomian nasional.
98
Sentot, Harman Glendoh, Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil.
http://puslit.petra.ac.id/journals/management/Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol. 3,
No. 1, Maret 2001: 1 - 13
Page 58
2.5 Hipotesis Penelitian
2.5.1 Zakat produktif terhadap perkembangan usaha
Zakat dapat didefinisikan sebagai harta yang wajib
dikeluarkan bagi umat Islam setelah memenuhi batas minimum
penghasilan dibutuhkan untuk zakat. Secara langsung, zakat dapat
menghasilkan kesejahteraan di masyarakat. Hal ini dikarenakan
adanya distribusi bantuan dari mereka yang mampu untuk
mengeluarkan zakat kepada mereka yang membutuhkan, seperti
kaum miskin sehingga, kaum yang membutuhkan dapat
meningkatkan kemampuan ekonomi untuk keberlangsungan
hidup99
.
Zakat yang diberikan kepada Mustahik sebagai pendukung
peningkatan pendayagunaan zakat produktif. Pengembangan zakat
produktif ini dalam bentuk sebagai modal usaha. Konsep ini
dikembangkan karena usaha Mustahik tidak mampu untuk
mengakses modal ke lembaga keuangan formal seperti bank,
perbankan dan lain-lain. Padahal usaha Mustahik tersebut memiliki
potensi yang cukup besar untuk dikembangkan. Usaha Mustahik
tersebut bersifat feasible but non bankable100
Hasil penelitian Miftahul Khairani menyimpulkan bahwa
zakat produktif yang diterima Mustahik berpengaruh signifikan
99
Divisi Publikasi dan Jaringan PUSKAS BAZNAS, 2017, Zakat untuk
Kemandirian Umat, PKS BZNAS, hlm. 8 100
Shinta, Dwi Wulansari, 2014, Analisis Peranan Zakat Produktif terhadap
Perkembangan Usaha Mikro Mustahik, Diponegoro Journal of Economics, Volume 3,
Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 1-15
Page 59
terhadap perkembangan usaha Mustahik101
. Penyaluran zakat
produktif dilakukan dalam bentuk pemberian modal usaha kepada
Mustahik secara langsung maupun tidak langusng, yang
pengelolaannya bisa melibatkan maupun tidak melibatkan
Mustahik sasaran. Penyaluran dana zakat ini diarahkan pada usaha
ekonomi yang produktif, yang diharapkan hasilnya dapat
mengembangkan usaha Mustahik.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik satu hipotesis
yaitu:
H1: Penyaluran zakat produktif berpengaruh positif dan signifikan
terhadap perkembangan usaha.
2.5.2 Pembinaan terhadap perkembangan usaha
Pembinaan adalah segala hal usaha, ikhtiar dan kegiatan
yang berhubungan dengan perencanaan dan pengorganisasian serta
pengendalian segala sesuatu secara teratur dan terarah102
.
Pembinaan juga dapat diartikan bantuan dari seseorang atau
sekelompok orang yang ditujukan kepada orang atau sekelompok
orang lain melalui materi pembinaan dengan tujuan dapat
mengembangkan kemampuan, sehingga tercapai apa yang
diharapkan103
.
101
Miftahul, Kairani, 2017, Zakat Produktif dan Perannya terhadap
Perkembangan Usaha, Call for Paper, hlm. 1-18 102
Masdar Helmi, Dakwah dalam Alam Pembangunan I, (Semarang Toha Putra,
1973). 103
Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta : Teras, 2009), hal.
144
Page 60
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1998 tentang
Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil mendefinisikan bahwa
Pembinaan usaha adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah,
dunia usaha dan masyarakat melalui pemberian bimbingan dan
bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan
kemampuan usaha kecil agar menjadi usaha yang tangguh dan
mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha menengah104
.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik satu hipotesis
yaitu:
H2: Pembinaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
perkembangan usaha.
104
Yully Christiana, Pengaruh Kompetensi, Pembinaan, dan Inovasi Poduk
terhadap perkembangan usaha, Diponegoro of Journal Social and Politics, hlm. 1-10
Page 61
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif. Penelitian
kuantitatif adalah penelitian berdasarkan filsafat positivisme,
digunakan untuk meneliti pada populasi dan sampel tertentu,
pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data
bersifat kuantitatif/ statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis
yang telah ditetapkan. Rumusan masalah dalam penelitian ini
berbentuk assosiatif kausal. Maksudnya rumusan masalah
penelitian yang melihat hubungan antara variabel atau beberapa
variabel dengan variabel lainnya yang bersifat sebab-akibat.105
Variabel untuk memprediksi disebut dengan variabel bebas
(independent variabel) dan variabel yang diperediksi disebut
variabel terikat (dependent variabel)106
.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Agam regional II.
Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2019.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder dan data primer. Data sekunder data yang diambil dari
BAZNAS Agam berupa data Mustahik yang masuk dalam program
105
Riyanto Yatim, Metodologi Penelitian. Surabaya: SR. Hal..34 106
Nana, Sudjana, Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah, Bandung: Sinar Baru
Algesindo, Hal. 52
Page 62
Agam Makmur dan jumlah dana produktif yang diterima Mustahik.
Data primer data yang dikumpulkan peneliti sendiri melalui
kuisioner yang akan dibagikan kepada Mustahik penerima zakat
produktif yang masuk menjadi sampel penelitian.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya107
.
Di dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yaitu:
1. Variabel independen (variabel bebas)
Variabel yang mempengaruhi variabel dependen (varibel
terikat). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas
adalah zakat produktif dan pembinaan.
2. Variabel dependen (variabel terikat)
Variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen (variabel
bebas). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat
adalah perkembangan usaha.
3.5 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah Mustahik penerima
zakat produktif tradisional dalam program Agam Makmur
BAZNAS Kabupaten Agam.
107
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Jakarta:
CV. Alvabeta. Hal. 36.
Page 63
Tabel 3.5.1
Mustahik produktif tradisional Agam Makmur regional II
No. Bulan Banyak Mustahik
1. Januari 5
2. Februari 3
3. Maret 8
4. April 11
5. Mei 17
6. Juni 10
7. Juli 8
8. Agustus 28
9. September 12
10. Oktober 4
11 November 31
12. Desember 19
Jumlah populasi 156
Sampel diambil dari populasi dengan menggunakan teknik
Probability Sampling menggunakan Simple Random Sampling.
Maksudnya sampel diambil secara acak108
. Sampel ditentukan
dengan menggunakan pendekatan rumus Slovin karena dianggap
berdistribusi normal yaitu sebagai berikut109
:
𝑛 =𝑁
1 + 𝑁𝑒2
n= Ukuran Sampel.
N= Ukuran Populasi.
e= persen kelonggaran/ ketidak telitian yang masih dapat ditolerir
(5%).
Maka diperoleh sampel penelitian ini sebagai berikut:
108
Ibid. Hal. 81. 109
Surwono. J, Riset Akuntansi Menggunakan SPSS, (Yogyakarta:Graha Ilmu,
2010), h. 55-102.
Page 64
𝑛 =156
1 + 156 ∗ 0.052
𝑛 = 60,93 dibulatkan menjadi 61 sampel
Karakeristik pengambilan populasi dan sampel:
1. Mustahik yang masuk menjadi populasi dan sampel adalah
Mustahik yang menerima zakat produktif tradisional dalam
bentuk modal uang tunai dan alat wirausaha yang bersifat
qardhul hasan (tidak diwajibkan kepada Mustahik untuk
menggulirkan atau mengembalikan seperti zakat produktif
kreatif).
2. Mustahik dalam menggunakan zakat produktif secara individual.
3. Mustahik menerima pembinaan yang diberikan oleh BAZ.
4. Mustahik produktif tradisonal tersebar di daerah kabupaten
Agam regional II kerena pada regional I penyaluran dana untuk
zakat produktif kreatif, penggunaannya secara bergulir,
pembinaan tidak hanya dilakukan oleh BAZ saja akan tetapi
juga dibina oleh pihak swasta, dan pada regional I zakat
produktif juga disalurkan untuk kegiatan pembangunan.
3.6 Defenisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahan persepsi dalam mengartikan
variabel-variabel yang ada, maka variabel-variabel dalam
penelitian ini didefenisikan sebagai berikut:
Page 65
Tabel 3.6.1
Defenisi Operasional
No Variabel Definisi
Operasional
Indikator Ukuran
1 2 3 4 5
1. Zakat
produktif
(X1)
Zakat dimana harta
atau dana zakat yang
diberikan kepada
para Mustahik tidak
dihabiskan, akan
tetapi dikembangkan
dan digunakan untuk
membantu usaha
mereka, sehingga
dengan usaha
tersebut mereka
dapat memenuhi
kebutuhan hidup
secara terus
menerus110
.
zakat yang
diterima.
Skala
Guttman
2. Pembinaan
(X2)
Sarana dalam
mengubah persepsi,
sikap dan
menambah
keterampilan,
peningkatan
kemampuan untuk
kepentingan
penilaian dan
mengetahui
kinerja111
.
1. Pengetahuan
2. Keterampilan
3. Kemampuan
4. Motivasi112
.
Skala
Guttman
3.
Perkemban
gan Usaha
Mustahik
(Y)
Kondisi yang
menggambarkan
perubahan usaha113
.
Kondisi sosial
usaha
Skala
Guttman
Kondisi
keuangan usaha
Rasio
profitabilitas
110
Fahruddin. 2008. Fiqh dan Manajemen Zakat Indonesia, Malang: UIN Malang
Press, Hal. 13. 111
Simamora, Henry. 2001. Manajemen Sumberdaya Manusia, EdisiKedua
bagian Penerbit STIE YKPN, Yogyakarta.hal. 33. 112
Suryana. 2003. Kewirausahaan. Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju
Sukses. Jakarta: Salemba Empat. Hal 46. 113
Asnaini, S.Ag, M.ag. 2008 Zakat Produktif dalam Persfektif Hukum Islam,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 64.
Page 66
3.7 Instrument Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa
angket (kuesioner). Angket atau kuesioner merupakan suatu alat
pengumpulan data yang berisi sejumlah pertanyaan tertulis yang
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti
laporan tentang pribadinya atau hal-hal tentang yang ingin
diketahui.
Jadi dalam penelitian ini akan menggunakan instrumen
(angket) kuisioner untuk mengumpukan data tentang bagaimana
tanggapan Mustahik terhadap perkembangan usaha mereka dilihat
dari zakat produktif yang mereka terima dan pembinaan yang
mereka terima dari BAZNAS. Kisi-kisi kuisioner penelitian dapat
dilihat sebagai berikut:
Tabel 3.7.1
Instrumen Penelitian
No Variabel Indikator No.item
instrumen
1. Zakat produktif (X1) zakat yang
diterima. 1-13
2. Pembinaan (X2)
-Pengetahuan
-Keterampilan
-Kemampuan
-Motivasi114
.
1-15
3. Perkembangan usaha
(Y)
Kondisi sosial
usaha
Kondisi
keuangan usaha 1-5
114
Suryana. 2003. Kewirausahaan. Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju
Sukses. Jakarta: Salemba Empat. Hal 46.
Page 67
3.8 Teknik Pengumpulan Data
Data primer dikumpulkan melalui penyebaran ( angket)
kuisioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari BAZNAS
Kabupaten Agam Regional I dan II.
3.9 Teknik Pengolahan Data.
1. Editing
Memeriksa data terlebih dahulu dengan mencek kelengkapan
data koresponden dan kelengkapan kuisioner.
2. Coding
Memberi kode pada jawaban dalam kuisioner.
3. Scoring
Memberi skala terhadap jawaban dalam kuisioner untuk
mengetahui kondisi sosial usaha. Skor skala yang digunakan
adalah skala Guttman, jawaban dari kuisioner terdiri atas dua
yaitu jawaban ya diberi skor 1 dan jawaban tidak diberi skor
0. Alasan pemilihan skala Gutman ini adalah untuk
memperoleh jawaban yang tegas,jelas, dan konsisten
terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan. Skala
Guttman sangat baik untuk meyakinkan penelti tentang
kesatuan dimensi dan sikap atau sifat yang diteliti, yang
sering disebut dengan atribut universal. Skala guttman juga
disebut dengan skala scalogram yang sangat baik untuk
Page 68
meyakinkan hasil penelitian mengenai kesatuan dimensi dan
sikap atau sifat yang diteliti115
.
4. Tabulating
Mengelompokkan data dalam bentuk tabel untuk data
keuangan.
3.10 Uji Validitas dan Reliabilitas Data Skala Guttman
1. Uji validitas
Uji validitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan
bahwa pertanyaan pada kuisioner sudah relevan.
2. Uji reliabilitas
Uji reliabilitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan
bahwa pertanyaan pada kuisioner bisa digunakan lebih dari satu
kali.
3.11 Teknik Analisis Data
1. Uji Hipotesis
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan dua pendekatan yaitu:
1.1 Teknik analisis statistik untuk data kuisioner yang
mneggunakan skala guttman guna melihat besarnya pengaruh
zakat produktif dan pengaruh pembinaan terhadap perubahan
kondisi sosial usaha.
1.2 Teknik analisis rasio keuangan dengan menggunakan analisis
rasio profitabilitas guna melihat pengaruh zakat produktif
115
Sugiyono.... hal. 96
Page 69
terhadap perubahan kondisi keuangan usaha. Dalam hal ini
yang akan dicari adalah Net Profit Margin (NPM), Return On
Aset (ROA), dan Return ON Equity (ROE) usaha.
Page 70
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Gambaran umum wilayah penelitian Kabupaten Agam
Secara geografis, kabupaten Agam merupakan salah satu
dari 19 kabupaten/kota yang ada di Propinsi Sumatera Barat yang
terletak antara 00001’34” – 00
028’43” Lintang Selatan dan
99046’39” – 100
032’50” Bujur Timur. Luas Wiayah Kabupaten
Agam adalah ± 2.232,30 Km2 atau hanya sekitar 5,29% dari luas
wilayah Propinsi Sumatera Barat (42.229,04 Km2) dengan
Ketinggian 0 – 2891 Mdpl. Luas Kabupaten Agam adalah 2.232,30
KM2 atau 5,29% dari luas wilayah Propinsi Sumatera Barat.
Wilayah administrasi pemerintahan kabupaten Agam meliputi 16
Kecamatan dan 82 Nagari, serta 467 Jorong.
Beberapa nilai lebih yang merupakan potensi untuk
meningkatkan aspek daya saing Kabupaten Agam diantaranya :
1. Posisi Kabupaten Agam yang terletak pada kawasan yang
sangat strategis yang dilalui jalur Lintas Tengah Sumatera
dan Jalur Lintas Barat Sumatera dan dilalui oleh Fider Road
yang menghubungkan Lintas Barat, Lintas Tengah dan
Lintas Timur Sumatera yang berpeluang meningkatkan
daya saing perekonomian. Disamping itu Kabupaten Agam
terletak pada Pantai Barat Sumatera dengan panjang garis
pantai ± 43 Km yang memiliki potensi sumber daya laut
seperti perikanan dan terumbu karang.
Page 71
2. Kabupaten Agam mempunyai beragam potensi ekonomi
sebagai basis pengembangan kegiatan produk pertanian,
peternakan, perkebunan dan perikanan yang mendorong
tumbuhnya industri pengolahan (agroindustri), serta industri
kerajinan sulaman tradisional yang bernilai tinggi,
konveksi, industri logam dan berbagai jenis makanan ringan
yang spesifik yang mendukung berkembangnya industri
pariwisata.
3. Dilihat dari struktur perekonomian Provinsi Sumatera Barat
kontribusi PDRB Kabupaten Agam menempati posisi ke
dua setelah kota Padang, Hal ini menunjukkan bahwa
peningkatan perekonomian Kabupaten Agam akan
berpengaruh cukup signifikan kepada peningkatan
perekonomian Sumatera Barat.
4. Beberapa Kecamatan di Kabupaten Agam yaitu Kecamatan
Banuhampu, Baso, Tilatang Kamang, Sungai Pua, IV
Angkek, Canduang dan IV Koto yang berbatasan langsung
dengan Kota Bukittinggi lebih berpeluang untuk
berkembang berkaitan dengan dekatnya akses pemasaran.
5. Potensi sumber daya alam seperti Kawasan Danau
Maninjau, pantai dan pegunungan sebagai potensi wisata,
sumber-sumber energi terbarukan dan sumber daya air
Page 72
baku, secara sinergis meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan daya saing daerah.
6. Kabupaten Agam juga mempunyai keragaman budaya khas
dan even–even internasional, yang apabila keduanya
dipadukan akan meningkatkan daya tarik dan daya saing
daerah.
Visi Kabupaten Agam yaitu terwujudnya Kabupaten Agam
yang ALAMI (Agamis, Lestari, Adil, Mandiri, dan Indah).
Sementara itu dilihat dari salah satu misi Kabupaten Agam
adalah mewujudkan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi,
kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan. Misi untuk
mewujudkan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi, kesempatan
kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat merupakan unsur
penting untuk mewujudkan kemandirian daerah dengan mendorong
peningkatan produktifitas masyarakat dan daya saing daerah
melalui pengembangan ekonomi agribisnis dan agroindustri serta
industri jasa. Usaha ekonomi yang demikian akan dapat
diwujudkan dengan penciptaan persaingan yang sehat dalam dunia
usaha, mencegah timbulnya monopoli dan monopsoni serta
ketidakadilan dalam berusaha, mengembangkan kewirausahaan
daerah, menyediakan prasarana dan sarana pembangunan yang
berkualitas secara merata ke seluruh pelosok daerah116
.
116
PemdaKabAgam, 2015 Buku Putih Sanitasi Kabupaten Agam, BabII.
Page 73
4.2 Badan Amil Zakat Kabupaten Agam
Isu yang berkembang bagi bangsa Indonesia ialah
kemiskinan. Keadaan umat Islam sebagai mayoritas penduduk
Indonesia masih tergerus oleh kemiskinan dan keterpinggiran
ekonomi. harus ada kebijakan yang afirmatif dari pemerintah untuk
warga miskin agar tidak terjadi kerusuhan atau revolusi sosial.
Tantangan yang tidak bisa ditutup-tutupi, di antaranya
mengentaskan kemiskinan, menciptakan pemerataan kesejahteraan,
dan mempersempit jurang kemiskinan. Yang penting sesungguhnya
bukan pertumbuhan ekonomi, tetapi pertumbuhan ekonomi dan
pemerataannya. Dalam melihat masalah kemiskinan, pemerintah
dan seluruh elemen masyarakat, terutama umat Islam sebagai
mayoritas dan bersama umat beragama lain, haruslah secara
konsisten menjadikan Indonesia benar-benar sebagai Welfare-State
(negara kesejahteraan) dengan menguatkan prinsip-prinsip
ekonomi Islam sebagai ekonomi yang berkeadilan117
.
Dalam upaya mengatasi kesenjangan ekonomi dibutuhkan
implementasi kebijakan yang memiliki komitmen kuat untuk
mengangkat derajat rakyat miskin (dhuafa). Kebijakan dan
keputusan yang diambil dalam skala makro maupun mikro
membuktikan empati dan keberpihakan terhadap rakyat kecil.
Belumlah makmur dan belum menjalankan keadilan sosial, apabila
117
Joko Widodo, 2018, Pidato Kenegaraan dalam Kongres Umat Islam Indonesia,
Breaking News Baznas Kabupaten Agam.
Page 74
fakir miskin masih berkeliaran di tengah jalan. Dalam Islam, ada
kewajiban untuk membayar zakat dan memberi zakat kepada
umat membutuhkan. Setiap membicarakan masalah kemiskinan
dan kesenjangan ekonomi, tergambar pentingnya zakat dan
peran lembaga pengelola zakat. Islam bahkan menempatkan zakat
sebagai salah satu instrumen keuangan negara dan prinsip terdepan
pembangunan masyarakat dan negara. Dengan sistem zakat, Islam
mendekatkan jurang pemisah antara yang kaya dan miskin118
.
Peran zakat yang menjadi dasar kewajiban negara untuk
mencampuri pendistribusian harta. Mengutip uraian Zainal Abidin
Ahmad, negara dapat menggunakan kekuasaannya untuk memaksa
golongan yang berpunya supaya memberikan iuran kemanusiaan
yang dinamakan zakat itu untuk meringankan penderitaan hidup
golongan yang tidak berpunya atau menyokong kepentingan
masyarakat dan negara. Di samping zakat yang wajib, Islam
memberi pula kekuasaan kepada negara untuk meletakkan
kewajiban keuangan lainnya atas nama negara terhadap orang-
orang yang mampu. Pedoman yang harus dipegang teguh oleh
negara, ialah kemakmuran seluruh rakyat, menghilangkan batas-
batas antara kaya dan miskin119
.
BAZNAS Kabupaten Agam, dalan visinya yaitu Menjadi
Badan Amil Zakat Kabupaten Agam yang Amanah,
118
Mohammad, Hatta,1979, Ekonomi Terpimpin, hal.43 119
Zainal, Abidin Ahmad, 1979, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, hal. 26
Page 75
Bertanggungjawab, Transparan dan Profesional. Visi ini kemudian
dijabarkan dalam beberapa poin misi yaitu120
:
1. Meningkatkan kesadaran umat untuk berzakat melalui
BAZNAS Agam.
2. Meningkatkan penghimpunan dan pendayagunaan zakat
sesuai dengan ketentuan syariah.
3. Menumbuhkembangkan pengelola/ amil zakat yang amanah,
Bertanggungjawab, transparan dan profesional.
4. Memaksimalkan peran zakat dalam menanggulangi
kemiskinan di Kabupaten Agam.
Sebagai lembaga yang memiliki sertifikasi ISO 9001:2008,
BAZNAS telah menetapkan Kebijakan Mutu dan Tujuan Mutu
sebagai berikut:
Kebijakan mutu:
1. Pembinaan, pengembangan dan penyadaran kewajiban
berzakat demi meningkatkan kesejahteraan serta kualitas
kehidupan masyarakat.
2. Memberikan pelayanan yang terbaik bagi muzaki dan
Mustahik BAZNAS.
3. Membuat program pemberdayaan yang terencana dan
berkesinambungan dalam meningkatkan taraf hidup Mustahik
menjadi muzaki.
120
www.BAZNASKABAGAM.go.id, diakses pada tanggal 1 Juni 2019
Page 76
4. Menyajikan data penerimaan dan pendayagunaan zakat yang
akurat karena didukung oleh amil yang bekerja secara
profesional.
5. Manajemen yang fokus terhadap pembinaan dan
pengembangan sumber daya manusia sebagai amil yang
menjalankan amanah.
6. Selalu mengedepankan keselamatan dan kesehatan kerja bagi
seluruh amil BAZNAS.
Tujuan Mutu:
1. Menjadikan program unggulan BAZNAS sebagai mainstream
(arus utama) program pendayagunaan Organisasi Pengelola
Zakat (OPZ) seluruh Indonesia.
2. Memaksimalkan partisipasi organisasi pengelola zakat dalam
mendukung program bersama pendayagunaan zakat nasional.
3. Fokus kepada instansi pemerintah, BUMN dan Luar Negeri
melalui penguatan regulasi.
4. Penguatan sentralisasi data nasional baik muzaki maupun
jumlah penghimpunan.
5. Melakukan sosialisasi dan edukasi bersama.
6. Optimalisasi KKI (Koordinasi, Konsultasi, Informasi)
melalui penyusunan mekanisme dan sistem koordinasi,
penguatan lembaga serta SDM OPZ.
Page 77
7. Meningkatkan kerjasama antar lembaga nasional dan
internasional.
8. Intensifikasi dan ekstensifikasi hubungan kemitraan dan
koordinasi dengan instansi pemerintah, BUMN, perbankan
syariah, dan organisasi sosial/ keagamaan di dalam dan luar
negeri
9. Penyempurnaan Regulasi dan SOP.
10. Peningkatan sumber dana dan sumber daya.
11. Reorganisasi dan konsolidasi organisasi.
Program Agam Makmur adalah Pendistribusian Zakat untuk
modal usaha produktif guna menunjang perekonomian Mustahik,
(Tergolong dalam kategori Asnaf Miskin), yang terdiri dari:
1. Pengembangan Usaha Dagang (Modal untuk Usaha).
2. Pengembangan Usaha Ternak (Ternak Sapi, Kambing, Itik,
Ayam, Kelinci dll).
3. Peremajaan Alat Usaha (Becak Motor, Gerobak, Mesin Jahit,
Perahu, Mesin Kompressor dll).
Masyarakat yang memperoleh bantuan zakat produktif
tradisional dari BAZNAS memiliki beberapa persyaratan dan
karakterisitik diantaranya:
1. usaha yang akan dan telah dijalankan oleh Mustahik adalah
usaha mandiri dan bukan usaha yang berada dibawah
naungan usaha menengah dan besar.
Page 78
2. Pemilik usaha belum pernah menerima bantuan usaha selain
dari bantuan yang diberikan BAZNAS.
3. Bersedia untuk diberikan pembinaan sebelum dan setelah
menerima bantuan dari BAZNAS.
4. Bantuan digunakan untuk memulai usaha atau untuk
menambah bahan dan alat usaha yang sudah berjalan.
5. Umur usaha mulai dari usaha pertama dijalankan dan usaha
yang sudah berjalan dibawah 5 tahun.
6. Jenis usaha seperti peternakan kambing, konveksi, pedagang
kaki lima, dan jasa.
Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Agam merupakan salah
satu bentuk dari organisasi pengelola zakat (OPZ) di Indonesia.
Menurut UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat,
pada Pasal 1 Ayat 1 dinyatakan bahwa, organisasi pengelolaan zakat
adalah lembaga yang melakukan kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Organisasi
pengelola zakat mempunyai dua fungsi yaitu:
1. Sebagai perantara keuangan antara pihak muzzaki dan
mustahik.
2. Fungsi pemberdayaan merupakan upaya untuk mewujudkan
misi amil, yaitu bagaimana masyarakat Muzakki menjadi
lebih berkah rezekinya dan ketenteraman kehidupannya
Page 79
menjadi terjamin. Di sisi lain, masyarakat Mustahik tidak
selamanya tergantung dengan pemberian bahkan dalam
jangka panjang diharapkan dapat berubah menjadi Muzakki
baru.
Badan Amil Zakat (BAZ) adalah organisasi pengelola zakat
yang dibentuk pemerintah. BAZ terdiri atas unsur pemerintah dan
masyarakat. Saat ini BAZ Kabupaten Agam telah memberikan
pelatihan keterampilan (skill) kerja dan bantuan modal usaha dengan
cara hibah seperti; memberikan hewan ternak secara individu
maupun kolektif dan modal bergulir bagi pedagang kecil, pedagang
keliling, maupun usaha berskala mikro.
4.3 Program Agam Makmur dari BAZNAS Kabupaten Agam
Keberpihakan Ekonomi Islam pada ekonomi rakyat
dapat dilakukan dengan memberdayakan ekonomi rakyat,
melalui instrumen distribusi dan mendukung ekonomi rakyat
untuk berkembang, karena pada dasarnya permasalahan yang
ada pada ekonomi rakyat ialah adanya keterbatasan modal dan
skill yang tidak memadai serta kurangnya kesempatan untuk
dapat berusaha dan bersaing secara sehat.
BAZNAS Kabupaten Agam melakukan pemberdayaan
zakat produktif dalam bentuk pemberian bantuan modal kepada
Mustahik. Dalam pemberian bantuan modal ada yang diberikan
langsung dalam bentuk uang tunai dan tidak langsung dalam
Page 80
bentuk barang modal. Proses pemilihan Mustahik yang berhak
menerima bantuan modal dilakukan analisa oleh pihak
BAZNAS. Alur pemberian bantuan modal pada awalnya
Mustahik mengajukan permohonan bantuan kepada pihak
BAZNAS, kemudian pihak BAZNAS melakukan penyeleksian
dan melakukan analisa Mustahik mana saja yang berhak
menerima bantuan modal. Mustahik terpilih diwajibkan mengisi
formulir. Ada beberapa persyaratan dan prosedur yang harus
Mustahik lengkapi yaitu:
1. Mengisi formulir.
2. Mengisi keterangan sudah memiliki usaha atau belum.
3. Jenis usaha.
4. Kendala usaha.
5. Surat Keterangan Tidak Mampu
6. Pernyataan komitmen.
Setelah memenuhi semua kriteria pihak BAZNAS akan
melakukan survey ke lokasi usaha. Setelah ditetapkan Mustahik
yang berhak menerima bantuan modal maka dilakukan
pembinaan usaha, agar Mustahik dapat dilihat perkembangan
usahanya. Pembinaan dilakukan dengan adanya kunjungan dari
pihak BAZNAS kepada Musahik penerima modal yang
dilakukan 1x dalam 1 bulan. Mustahik diwajibkan membuat
Page 81
buku pencatatan usaha, dari buku tersebut dapat dilihat
perkembangan usaha Mustahik yang akan dilaporkan kepada
kantor pusat.
BAZNAS juga mengadakan berbagai pelatihan seperti
pelatihan manajerial usaha, pembukuan, pelatihan
pengembangan skill dan juga diadakannya trainning motivasi.
Indikator keberhasilan dari program agam makmur salah
satunya dilihat dari pendapatan Mustahik, dari jangka satu tahun
bantuan yang sudah diberikan adakah peningkatan pendapatan.
Indikator lain dilihat dari peningkatan managerial usaha maupun
kelengkapan usaha.
4.4 Hasil Analisis Data
4.5.1 Karakteristik Responden
Penelitian ini membahas tentang pengaruh penyaluran
zakat produktif dan pembinaan terhadap perkembangan usaha
Mustahik pada Mustahik yang masuk dalam program Agam
Makmur. Penelitian ini dilakukan kepada 61 Mustahik sebagai
sampel yang terpilih melalui pengambilan sampel secara acak.
Penyebaran kuisioner dilakukan selama 1 bulan sejak
tanggal 1 Mei 2019 sampai dengan tanggal 30 Mei 2019.
Lembaran kuisioner terdiri atas tiga lembar. Lembaran pertama
memuat pernyataan peneliti, lembaran kedua dan ketiga memuat
Page 82
pertanyaan kepada responden yang berhubungan dengan data
penelitian. Proses penyebaran kuisioner dapat digambarkan
seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 4.5.1.1
Proses penyebaran kuisioner
No Keterangan Jumlah
kuisioner Persentase
1. Kuisioner tersebar 61 100%
2. Kuisioner terisi 61 100%
3. Kuisioner layak olah 61 100%
4. Total 100%
Sumber: data primer,diolah 2019.
Dari kuisioner yang terisi oleh responden maka, dalam
penelitian ini peneliti melakukan pembagian responden dalam
beberapa karakteristik yaitu: keberadaan usaha sebelum
menerima zakat produktif, berapa kali penerimaan bantuan zakat
produktif dari BAZNAS, dan keberlangsungan usaha.
Berdasarkan kuisioner yang diolah maka dapat
diketahui bahwa dari 61 responden yang terkategori Mustahik
program Agam Makmur tidak semua Mustahik yang sudah
memiliki usaha sebelum memperoleh zakat produktif. Sebanyak
22 Mustahik baru akan memulai usahanya karena bantuan yang
diterima adalah dalam bentuk modal barang hidup. Sedangkan
39 Mustahik sudah memiliki usaha sebelum menerima bantuan
zakat produktif.
Berdasarkan kuisioner yang diolah maka dapat
diketahui bahwa 61 responden yang terkategori Mustahik
Page 83
program Agam Makmur baru pertama kali menerima bantuan
dari BAZNAS dan hanya mendapatkan satu kali kesempatan.
Hal ini dkarenakan pendistribusian zakat dilakukan oleh
BAZNAS secara bertahap setiap bulannya dan didistribusikan
secara adil dan merata kepada orang-orang yang membutuhkan,
sehingga tidak dibagikan hanya kepada satu atau beberapa orang
saja.
Berdasarkan kuisioner yang diolah maka dapat
diketahui bahwa 61 responden yang terkategori Mustahik
program Agam Makmur tidak semua Mustahik yang masih
melanjutkan usahanya sesuai dengan bantuan yang diberikan
BAZNAS. 38 usaha Mustahik setelah diberikan bantuan tidak
lagi ada dan tidak jalan. Banyak faktor penyebab kenapa
bantuan tersebut tidak bisa dilanjutkan, seperti pindah domisili,
faktor alam terhadap barang modal hidup, dan faktor
kesengajaan menghilangkan atau menjual kembali bantuan
tersebut. Sedangkan 23 usaha Mustahik masih ada dan masih
jalan namun belum ada terlihat perkembangan usahanya. Hal ini
dilatar belakangi beberapa faktor seperti: faktor usaha yang
diberikan bantuan adalah usaha yang baru pertama kali
menerima modal usaha dan belum ada usaha tersebut sebelum
adanya bantuan zakat produktif, faktor alam, faktor nilai zakat
Page 84
produktif yang diterima masih kecil, dan tidak mengikuti
pembinaan dari Amil.
4.5.2 Uji validitas dan reliabilitas data skala Guttman
Validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur yang
dipergunakan untuk mengukur apa yang diukur. Pengujian
validitas dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan
program SPSS for Windows Versi 16.0. Dalam penelitian ini
pengujian validitas dilakukan terhadap 61 responden.
Pengambilan keputusan berdasarkan pada nilai rhitung > rtabel
sebesar 0,250 untuk df = 61–2 = 59 α = 0,05 maka item atau
pertanyaan tersebut valid dan sebaliknya. Berdasarkan hasil
perhitungan uji validitas variabel zakat produktif dengan 13 item
pertanyaan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5.2.1
Hasil uji validitas variabel zakat produktif (X1)
No item
soal r hitung r tabel (5%) Keterangan
1. - 0,250 Tidak valid
2. - 0,250 Tidak valid
3. 0,544 0,250 Valid
4. 0,551 0,250 Valid
5. 0,535 0,250 Valid
6. 0,832 0,250 Valid
7. 0,819 0,250 Valid
8. 0,748 0,250 Valid
9. 0,560 0,250 Valid
10. 0,755 0,250 Valid
11. 0,684 0,250 Valid
12. 0,764 0,250 Valid
13. 0,153 0,250 Tidak valid
Sumber: data primer, diolah 2019
Page 85
Pada uji validitas kontruk kuisioner dalam penelitian ini
menggunakan perbandingan dengan r tabel. Apabila nilai r hitung
> r tabel maka butir kuisioner dinyatakan valid. Nilai r tabel
diperoleh dari tabel korelasi r pearson dengan α=5% (0,05) dan
N=61. Dilihat dari tabel maka diperoleh r tabel=0,250
menyatakan dari 13 butir pertanyaan penyaluran zakat produktif
terdapat 3 pertanyaan yang tidak valid pada butir 1, butir 2, dan
butir 13 karena jawaban responden keseluruhan adalah ya. Maka
3 pertanyaan ini tidak dipakai dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas variabel
pembinaan dengan 15 item pertanyaan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5.2.2
Hasil uji validitas variabel pembinaan (X2)
No item
soal r hitung r tabel (5%) Keterangan
1. 0,538 0,250 Valid
2. 0,737 0,250 Valid
3. 0,774 0,250 Valid
4. 0,745 0,250 Valid
5. 0,766 0,250 Valid
6. 0,747 0,250 Valid
7. 0,643 0,250 Valid
8. 0,623 0,250 Valid
9. 0,543 0,250 Valid
10. 0,747 0,250 Valid
11. 0,680 0,250 Valid
12. 0,544 0,250 Valid
13. 0,613 0,250 Valid
14. 0,705 0,250 Valid
15. 0,553 0,250 Valid
Sumber: data primer, diolah 2019
Pada uji validitas kontruk kuisioner dalam penelitian ini
menggunakan perbandingan dengan r tabel. Apabila nilai r hitung
Page 86
> r tabel maka butir kuisioner dinyatakan valid. Nilai r tabel
diperoleh dari tabel korelasi r pearson dengan α=5% (0,05) dan
N=61. Dilihat dari tabel maka diperoleh r tabel=0,250
menyatakan dari 15 butir pertanyaan pembinaan dinyatakan
valid.
Berdasarkan hasil perhitungan uji reliabilitas variabel
zakat produktif dan pembinaan diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.5.2.4
Hasi uji reliabilitas
No Variabel r
alpha r kritis Keterangan
1. Zakat produktif 0,788 0,254 Reliabel
2. Pembinaan 0,814 0,254 Reliabel
Sumber: data primer, diolah 2019
Diketahui bahwa nilai reliabilitas instrumen sebesar
0,788 dan indeks korelasi antara dua belahan instrumen 0,650
dibandingkan korelasi product moment pada tabel r untuk N=61
dan α 5% (0,05) didapat nilai 0,254. Karena nilai reliabilitas
intrumen > dari nilai r tabel maka kuisioner reliabel dan dapat
dipercaya untuk digunakan dalam penelitian ini.
Diketahui bahwa nilai reliabilitas instrumen sebesar
0,814 dan indeks korelasi antara dua belahan instrumen 0,736
dibandingkan korelasi product moment pada tabel r untuk N=61
dan α 5% (0,05) didapat nilai 0,254. Karena nilai reliabilitas
intrumen > dari nilai r tabel maka kuisioner reliabel dan dapat
dipercaya untuk digunakan dalam penelitian ini.
Page 87
4.5.3 Analisis statistik
Adapun tanggapan responden terhadap zakat produktif
yang diberikan oleh BAZ dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.5.3.1
Frekuensi variabel zakat produktif (X1)
item
pertanyaan
bobot/skor jumlah rata-
rata ya tidak
skor*frekuensi 1 0
3 21 40 21 0,34
4 27 34 27 0,44
5 28 33 28 0,46
6 33 28 33 0,54
7 30 31 30 0,49
8 29 32 29 0,48
9 29 32 29 0,48
10 35 26 35 0,57
11 27 34 27 0,44
12 32 29 32 0,52
jumlah 36 25 291 4,77
rata-rata 0,48
Sumber: data primer,diolah 2019
Berdasarkan tabel di atas, rata-rata menunjukkan angka
0,48. Hal ini dapat dijelaskan bahwa sebesar 48% responden
menyatakan bahwa penyaluran zakat produktif memberikan
pengaruh terhadap perkembangan usaha mereka, sedangkan
sisanya 52% responden menyatakan bahwa usaha mereka belum
mengalami perkembangan dengan bantuan zakat produktif.
Page 88
Adapun tanggapan responden terhadap pembinaan yang
diberikan oleh BAZ dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.5.3.2
Frekuensi variabel pembinaan (X2)
item
pertanyaan
bobot/skor Jumlah rata-
rata ya tidak
skor*frekuensi 1 0
1 26 35 26 0,43
2 22 39 22 0,36
3 22 39 22 0,36
4 40 21 40 0,66
5 28 33 28 0,46
6 25 36 25 0,41
7 27 34 27 0,44
8 25 36 25 0,41
9 43 18 43 0,70
10 24 37 24 0,39
11 29 32 29 0,48
12 33 28 33 0,54
13 36 25 36 0,59
14 38 23 38 0,62
15 30 31 30 0,49
Jumlah 448 7,34
rata-rata 0,49
Sumber: data primer,diolah 2019
Berdasarkan tabel di atas, skor rata-rata menunjukkan
angka 0,49. Hal ini dapat dijelaskan bahwa sebesar 49%
responden menyatakan bahwa pembinaan yang Mustahik dapat
dari BAZ memberikan pengaruh terhadap perkembangan usaha
Page 89
mereka, sedangkan sisanya 51% responden menyatakan bahwa
pembinaan belum berdampak pada perkembangan usaha.
4.5.4 Analisis Rasio Keuangan
Bantuan modal dari dana zakat produktif ini memberikan
peranan penting bagi usaha Mustahik. Mustahik yang
mengalami kendala modal dapat dibantu dengan dana zakat
produktif. Karena mayoritas Mustahik tidak berani meminjam
modal kepada lembaga formal seperti bank ataupun koperasi
karena adanya jaminan atau anggunan.
Diagram 4.5.4.1
Rata-rata perubahan rasio profitabilitas
Sumber: Data primer, diolah 2019
Pada diagram di atas, pemberian bantuan modal yang
diberikan oleh pihak BAZ memberikan pengaruh terhadap
perubahan laba usaha yang diperoleh oleh usaha Mustahik
namun nilai perubahannya sangat kecil. Rata-rata kenaikan
0,200,33
0,10
0,59
0,15
0,46
rasio profitabilitas
Perubahan NPM, ROA, dan ROE dalam
%
NPM sebelum NPM sesudah
ROA sebelum ROA sesudah
ROE sebelum ROE sesudah
Page 90
laba usaha setelah diberikan bantuan modal oleh BAZ
kepada 61 Mustahik hanya sebesar 0,13%. Hal ini
dikarenakan dalam menjalankan usaha selain dipengaruhi
oleh faktor modal juga dipengaruhi faktor lainnya seperti
situasi dan kondisi dalam menjalankan usaha.
Adanya bantuan dana zakat produktif berupa modal
dapat meningkatkan modal usaha Mustahik, dengan
meningkatnya modal usaha dapat meningkatkan produksi
dan dapat berdampak pada peningkatakan harta Mustahik
yang bisa digunakan untuk mengembangkan usaha. Namun
hal ini belum tercapai dikarenakan tidak semua Mustahik
sudah memiliki usaha yang berjalan sebelum menerima zakat
produktif. Masih ada Mustahik yang baru akan memulai
usaha setelah adanya bantuan zakat produktif. Rata-rata
kenaikan kepemilikan harta setelah diberikan bantuan modal
oleh BAZ kepada 61 Mustahik hanya sebesar 0,48%.
Demikian juga terhadap perubahan modal. Rata-rata
kenaikan modal setelah diberikan bantuan oleh BAZ kepada
61 Mustahik hanya sebesar 0,31%. Hal ini bisa terjadi karena
dalam pelaksanaannya, masih adanya penyalahgunaan
bantuan yang diberikan oleh BAZ. Beberapa Mustahik masih
menggunakan bantuan tersebut sebagai pemenuhan
kebutuhan konsumtif.
Page 91
4.5 Pembahasan
Di dalam penelitian ini yang menjadi fokus adalah zakat
produktif yang disalurkan oleh BAZ Kabupaten Agam jenis zakat
produktif tradisional, yaitu zakat diberikan dalam bentuk barang-
barang produktif tradisional, seperti kambing, sapi, mesin jahit, dan
sebagainya. Pemberian zakat dalam bentuk ini akan dapat mendorong
menciptakan suatu usaha atau memberikan suatu lapangan kerja baru
bagi fakir miskin.
Bentuk penyalurannya adalah penyaluran pendayagunaan yaitu
Dana yang ada digunakan untuk kegiatan hibah, baik untuk kegiatan
karitas langsung maupun tidak langsung, pengembangan SDM, dan
ekonomi. Karena melakukan kegiatan ekonomi produkif maka pada
umumnya dana yang dibagikan tidak langsung habis, baik karena
terus berputar diantara para Mustahik, maupun dana tersebut
mengalir mengikuti kegiatan ekonomi produktif. Sedangkan
orientasi dari tahap pendayagunaan adalah perkembangan usaha
Mustahik. Oleh karena itu, pada konteks ini yang perlu diperhatikan
adalah sejauh mana perkembangan usaha Mustahik setelah
mendapatkan bantuan atau mengikuti program dari lembaga zakat.
Sedangkan sistem pengelolaannya termasuk sistem
pengelolaan In Kind yaitu sistem pengelolaan zakat dimana alokasi
dana zakat yang akan didistribusikan kepada mustahik tidak
dibagikan dalam bentuk uang, melainkan dalam bentuk alat-alat
produksi seperti mesin ataupun hewan ternak yang dibutuhkan oleh
Page 92
kaum ekonomi lemah yang memiliki keinginan untuk berusaha atau
berproduksi.
Berdasarkan hasil wawancara dan dokumentasi terhadap
BAZ Kabupaten Agam diperoleh bahwa penyaluran zakat sudah
tepat sasaran sesuai dengan ketentuan. Selanjutnya BAZ Kabupaten
Agam belum maksimal dalam menjalankan sosialisasi mengenai
program BAZ kepada masyarakat. Untuk pencapaian tujuan belum
tercapai secara keseluruhan terutama pada program-program
pemberdayaan umat. Dan yang terakhir kegiatan pemantauan yang
belum maksimal dilakukan oleh BAZ terhadap Mustahik.
Adapun permasalahan yang terjadi dalam penyaluran zakat
produktif adalah:
1. Keterbatasan Sumber Daya Manusia yang menjadi pelaksana
kegiatan di BAZ. Sehingga hal ini menyebabkan kegiatan
pembinaan sulit untuk dilakukan dalam jangka panjang.
2. Keterbatasan dana yang disetujui menjadi penghalang bagi
Mustahik untuk bergerak dalam mengembangkan usahanya.
Sehingga juga berimbas kepada laba usaha yang dihasilkan.
3. Budaya Mustahik yang masih belum bisa untuk dirubah.
Misalnya Mustahik yang sudah diberikan pembinaan belum
sepenuhnya mengerti bahwa zakat yang ia terima adalah
untuk mengangkat ekonomi mereka sehingga mereka juga
bisa membantu orang lain. Akan tetapi yang ditemui
Page 93
dilapangan jika pada tahun sebelummya salah satu anggota
keluarga memperoleh zakat maka untuk tahun berikutnya
masih anggota keluarga tersebut yang memperoleh zakat
namun berbeda nama.
4. Tidak semua Mustahik yang diberikan zakat produktif sudah
mempunyai usaha yang berjalan sebelum zakat produktif
diberikan. Beberapa Mustahik baru akan memulai usaha
dengan adanya bantuan zakat produktif. Hal ini juga menjadi
faktor belum berpengaruhnya zakat produktif dan pembinaan
tersebut kepada Mustahik.
Page 94
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Zakat produktif adalah pemberian zakat yang dapat
membuat para penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus
menerus, dengan harta zakat yang telah diterimanya. Dana zakat
yang diberikan kepada para Mustahik tidak dihabiskan akan tetapi
dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha mereka,
sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi
kebutuhan hidup secara terus menerus.
Namun dalam penelitian ini ditemukan zakat produktif yang
diberikan oleh BAZ kepada Mustahik belum sepenuhnya
membantu Mustahik untuk mengembangkan usaha mereka.
Setiap pembagian zakat produktif yang bersifat Qardhul Hasan,
sering terjadi kesalahan perspektif dan dikalangan Mustahik yang
mengakibatkan tujuan zakat produktif untuk membantu
mengembangkan usaha Mustahik tidak tercapai. Modal usaha
yang diberikan kepada Mustahik sebagian besar Mustahik tidak
memanfaatkannya secara baik. Akibat dari kesalahan perspektif
yang dilakukan oleh Mustahik akan menghambat pengentasan
kemiskinan dan pengangguran yang dimana menjadi salah satu
tujuan utama BAZ. Tidak hanya itu, melainkan menambah tingkat
kemiskinan dan pengangguran dikarenakan adanya unsur
melanggar yang dilakukan oleh Mustahik.
Page 95
Apabila terjadi penyalahgunaan terhadap dana yang
diberikan oleh pihak BAZ maka pengurus BAZ tidak bisa
menindak lanjutinya dikarenakan belum ada payung hukum dan
kekuatan undang-undang yang masih lemah dalam pengaturan
Mustahik zakat. Dimana didalam Undang-undang dan didalam
Alquran dijelaskan bahwa orang-orang yang tergolong Fakir-
Miskin harus diberi bantuan kehidupan mereka namun sering hal
ini yang menjadi dasar bagi masyarakat untuk bergantung kepada
bantuan. Tindakan yang bisa dilakukan pengurus BAZ adalah
dengan memberhentikannya sebagai Mustahik.
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya
penyalahgunaan dikalangan Mustahik yaitu kurangnya
pemahaman Mustahik tentang zakat produktif. Pemahaman yang
timbul dikalangan Mustahik adalah menganggap zakat yang telah
diberikan kepadanya adalah zakat untuk fakir miskin yang tidak
dikembalikan lagi.
Usaha-usaha yang dirintis oleh Badan Amil Zakat memang
masih perlu ditingkatkan lagi. Para pengurus BAZ masih perlu
berusaha menyadarkan masyarakat yang menjadi kelompok
Mustahik terutama yang menerima zakat produktif. Dengan
memberikan pejelasan-penjelasan secara terperinci agar tidak
terjadi penyalahgunaan. Kebijakan BAZ seharusnya mengarah
pada pemberdayaan zakat. Artinya, pemerintah harus bertindak
Page 96
lebih memanfaatkan zakat bagi kepentingan umat sesuai dengan
tujuan zakat yang dikehendaki oleh syari’ah. Dalam hal
pendayagunaan zakat, maka BAZ harus lebih bersifat edukatif,
produktif, dan ekonomis. Sehingga pada akhirnya penerima zakat
menjadi tidak memerlukan zakat lagi bahkan menjadi wajib zakat.
5.2 Implikasi Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa implikasi zakat
produktif adalah memenuhi azas manfaat bagi Msutahik belum
terpenuhi. Dengan kata lain zakat produktif menjaga ekonomi
sehingga perekonomian dapat terus berjalan dan menjadikan
masyarakat tumbuh dengan baik dan zakat dapat mendorong
perekonomian belum tercapai.
5.3 Keterbatasan penelitian
1. Penelitian ini baru berada pada level penelitian regresi
berganda dengan dua variabel bebas ( zakat produktif dan
pembinaan) dan satu variabel terikat (perkembangan
usaha).
2. Penelitian ini dilakukan pada wilayah yang terbatas.
3. Penelitian ini memfokuskan pada Mustahik yang
menerima bantuan program Agam Makmur jenis zakat
produktif tradisional.
5.4 Saran
Page 97
Berdasarkan penelitian tentang pengaruh penyaluran zakat
produktif dan pembinaan terhadap perkembangan usaha, studi
kasus terhadap Mustahik yang menerima program Agam Makmur
maka peneliti dapat mengemukakan beberapa saran sebagai
berikut:
1. BAZNAS diharapkan dapat meningkatkan jumlah zakat
produktif yang diberikan terutama untuk nilai zakat
produktif tradisional yang sangat terbatas nilainya.
2. Dibuatkan kembali regulasi mengenai peran BAZ selaku
lembaga amil zakat. Sebaiknya mulai dari pemerintahan
terkecil diadakan Amil zakat. Kemudian zakat yang
diterima oleh Amil ini disalurkan terlebih dahulu untuk
masyarakat dalam pemerintahan itu terlebih dahulu.
3. Proses pembinaan sebaiknya diiringi dengan monitoring
berkelanjutan dari BAZNAS agar tujuan awal program
dapat tercapai dan penggunaan bantuan modal agar dapat
dimanfaatkan secara efektif, sehingga indikator-indikator
keberhasilan dapat dicapai dimana menjadikan Mustahik
sebagai seorang Muzakki. Pengadaan monitoring dan
pertemuan rutin dalam program sebaiknya dilakukan
secara intesif lagi oleh pihak pendamping. Hal ini
dibutuhkan karena masih banyak Mustahik yang belum
Page 98
memanfaatkan bantuan modal dari BAZNAS untuk
menjalankan usaha.
4. Kepada Mustahik zakat, timbulkan kesaran diri bahwa
zakat yang diterima bukan untuk menjadikan Mustahik
sebagai manusia yang selalu akan bergantung kepada
zakat tersebut, Oleh karena itu perlu ditanamkan kejujuran
dalam menggunakan dana tersebut.