Top Banner
PENGARUH PENAMBAHAN MONO-ASILGLISEROL (MAG) SEBAGAI EMULSIFIER PRODUK BAKERY THE EFFECTS OF MONO-ACYLGLYCEROL (MAG) ADDITION AS EMULSIFIERS OF BAKERY PRODUCT Dwi Setyaningsih 1,2)* , Jihan Suraya 1) , dan Syafira Salsabila 2) 1) Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680, Indonesia E-mail: [email protected] 2) Surfactant and Bioenergy Research Center, LPPM IPB University Baranangsiang Campus of IPB, Bogor 16153, Indonesia Makalah: Diterima 15 Desember 2020; Diperbaiki 28 Juli 2021; Disetujui 15 Agustus 2021 ABSTRACT Mono-acylglycerol (MAG) is the most used type of emulsifier in food industry. The need for domestic emulsifiers increases each year with an average value of 4%, so that the development of MAG as an emulsifier has good prospects. This study aimed to determine the best concentration of MAG as bakery products emulsifier such as sponge cake (2%, 2.5%, 3%), white bread (0.5%, 1%, 1.5%), and cookies (0.8%, 1.6%, 3.2%), and to know the characteristics differences of bakery products between synthesized MAG and commercial emulsifier. MAG was synthesized through the esterification process of coomercial glycerol from the byproducts of making biodiesel and palm fatty acid distillate from the byproducts of crude oil purification at a temperature of 150°C, 90 minutes time, and a molar ratio of PFAD:glycerol 1:6. The best MAG concentrations for sponge cake were 2.5% based on physical characteristics and 3% based on organoleptics. The best MAG concentration for white bread was 1% indicate by its swelling dimensions. The best MAG concentration for cookie was 1.6% indicated by its swelling power that affects the crispness. The addition of MAG as emulsifier produces good characteristics and equivalent to commercial MAG in several aspects of bakery product quality. Keywords: bakery, emulsifier, mono-acylglycerol, organoleptics, swelling powder ABSTRAK Mono-asilgliserol (MAG) termasuk jenis emulsifier yang paling banyak digunakan dalam industri pangan. Kebutuhan emulsifier dalam negeri meningkat setiap tahun dengan nilai rata-rata 4%, sehingga pengembangan MAG sebagai emulsifier memiliki prospek yang baik. MAG dapat memberikan stabilitas emulsi, mengendalikan polimorfisme lemak, memperbaiki tekstur produk, dan meningkatkan aglomerasi lemak. Penelitian ini bertujuan mengetahui konsentrasi terbaik MAG sebagai emulsifier produk bakery seperti sponge cake (2%; 2,5%; 3%), roti tawar (0,5%; 1%; 1,5%), dan cookies (0,8%; 1,6%; 3,2%), serta mengetahui perbedaan karakteristik mutu produk bakery dengan MAG hasil riset dan emulsifier komersial. MAG disintesis melalui proses esterifikasi gliserol dari hasil samping pembuatan biodiesel dan palm fatty acid distillate dari hasil samping pemurnian crude palm oil dengan suhu 150°C, waktu 90 menit, dan rasio molar PFAD:gliserol 1:6. Konsentrasi MAG terbaik produk sponge cake yaitu 2,5% berdasarkan hasil uji karakteristik fisik dan 3% berdasarkan organoleptik. Konsentrasi terbaik MAG pada produk roti yakni 1% yang ditandai dengan dihasilkannya roti dengan volume yang lebih mengembang. Konsentrasi terbaik MAG pada produk cookies yakni MAG 1,6% yang ditandai dengan dihasilkannya cookies dengan volume yang lebih mengembang yang juga mempengaruhi tingkat kerenyahan produk. Penambahan MAG menghasilkan karakteristik yang baik dan setara dengan emulsifier komersial pada beberapa aspek mutu produk bakery. Kata kunci: bakery, emulsifier, mono-asilgliserol, organoleptik, pengembang PENDAHULUAN M-DAG termasuk jenis emulsifier yang paling banyak digunakan dalam industri pangan sebagai bahan pengemulsi dan penstabil pada produk-produk pangan dan kosmetika (Hasenhuettl, 2008). Menurut Rumondang et al. (2016), kebutuhan emulsifier dalam negeri meningkat dengan nilai rata-rata 4% setiap tahun. Sekitar 70% emulsifier yang digunakan di industri pangan adalah mono-asilgliserol dengan status GRAS (Generally Recognize as Safe), yaitu menggunakan bahan dan proses yang aman digunakan pada produk makanan (Setyaningsih, 2016). M-DAG dapat dihasilkan dari proses esterifikasi gliserol dan asam lemak bebas (O’Brien, 2009). M-DAG yang digunakan pada penelitian ini disintesis menggunakan gliserol komersial dengan Jurnal Teknologi Industri Pertanian 31 (2): 198-210, Agustus 2021 DOI: https://doi.org/10.24961/j.tek.ind.pert.2021.31.2.198 ISSN: 0216-3160 EISSN: 2252-3901 Terakreditasi Peringkat 2 Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan No 30/E/KPT/2018 Tersedia online http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnaltin *Penulis Korespodensi
13

PENGARUH PENAMBAHAN MONO-ASILGLISEROL

Apr 11, 2022

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PENGARUH PENAMBAHAN MONO-ASILGLISEROL

Pengaruh Penambahan Mono-Asilgliserol …………

198 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 31 (2): 198-210

PENGARUH PENAMBAHAN MONO-ASILGLISEROL (MAG)

SEBAGAI EMULSIFIER PRODUK BAKERY

THE EFFECTS OF MONO-ACYLGLYCEROL (MAG) ADDITION AS EMULSIFIERS OF

BAKERY PRODUCT

Dwi Setyaningsih1,2)*, Jihan Suraya1), dan Syafira Salsabila2)

1)Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680, Indonesia

E-mail: [email protected] 2)Surfactant and Bioenergy Research Center, LPPM IPB University

Baranangsiang Campus of IPB, Bogor 16153, Indonesia

Makalah: Diterima 15 Desember 2020; Diperbaiki 28 Juli 2021; Disetujui 15 Agustus 2021

ABSTRACT

Mono-acylglycerol (MAG) is the most used type of emulsifier in food industry. The need for domestic

emulsifiers increases each year with an average value of 4%, so that the development of MAG as an emulsifier has

good prospects. This study aimed to determine the best concentration of MAG as bakery products emulsifier such

as sponge cake (2%, 2.5%, 3%), white bread (0.5%, 1%, 1.5%), and cookies (0.8%, 1.6%, 3.2%), and to know the

characteristics differences of bakery products between synthesized MAG and commercial emulsifier. MAG was

synthesized through the esterification process of coomercial glycerol from the byproducts of making biodiesel and

palm fatty acid distillate from the byproducts of crude oil purification at a temperature of 150°C, 90 minutes time,

and a molar ratio of PFAD:glycerol 1:6. The best MAG concentrations for sponge cake were 2.5% based on

physical characteristics and 3% based on organoleptics. The best MAG concentration for white bread was 1%

indicate by its swelling dimensions. The best MAG concentration for cookie was 1.6% indicated by its swelling

power that affects the crispness. The addition of MAG as emulsifier produces good characteristics and equivalent to commercial MAG in several aspects of bakery product quality.

Keywords: bakery, emulsifier, mono-acylglycerol, organoleptics, swelling powder

ABSTRAK

Mono-asilgliserol (MAG) termasuk jenis emulsifier yang paling banyak digunakan dalam industri pangan.

Kebutuhan emulsifier dalam negeri meningkat setiap tahun dengan nilai rata-rata 4%, sehingga pengembangan

MAG sebagai emulsifier memiliki prospek yang baik. MAG dapat memberikan stabilitas emulsi, mengendalikan

polimorfisme lemak, memperbaiki tekstur produk, dan meningkatkan aglomerasi lemak. Penelitian ini bertujuan

mengetahui konsentrasi terbaik MAG sebagai emulsifier produk bakery seperti sponge cake (2%; 2,5%; 3%), roti

tawar (0,5%; 1%; 1,5%), dan cookies (0,8%; 1,6%; 3,2%), serta mengetahui perbedaan karakteristik mutu produk

bakery dengan MAG hasil riset dan emulsifier komersial. MAG disintesis melalui proses esterifikasi gliserol dari hasil samping pembuatan biodiesel dan palm fatty acid distillate dari hasil samping pemurnian crude palm oil

dengan suhu 150°C, waktu 90 menit, dan rasio molar PFAD:gliserol 1:6. Konsentrasi MAG terbaik produk sponge

cake yaitu 2,5% berdasarkan hasil uji karakteristik fisik dan 3% berdasarkan organoleptik. Konsentrasi terbaik

MAG pada produk roti yakni 1% yang ditandai dengan dihasilkannya roti dengan volume yang lebih mengembang.

Konsentrasi terbaik MAG pada produk cookies yakni MAG 1,6% yang ditandai dengan dihasilkannya cookies

dengan volume yang lebih mengembang yang juga mempengaruhi tingkat kerenyahan produk. Penambahan MAG

menghasilkan karakteristik yang baik dan setara dengan emulsifier komersial pada beberapa aspek mutu produk

bakery.

Kata kunci: bakery, emulsifier, mono-asilgliserol, organoleptik, pengembang

PENDAHULUAN

M-DAG termasuk jenis emulsifier yang paling

banyak digunakan dalam industri pangan sebagai

bahan pengemulsi dan penstabil pada produk-produk

pangan dan kosmetika (Hasenhuettl, 2008). Menurut

Rumondang et al. (2016), kebutuhan emulsifier dalam

negeri meningkat dengan nilai rata-rata 4% setiap

tahun. Sekitar 70% emulsifier yang digunakan di

industri pangan adalah mono-asilgliserol dengan

status GRAS (Generally Recognize as Safe), yaitu

menggunakan bahan dan proses yang aman

digunakan pada produk makanan (Setyaningsih,

2016).

M-DAG dapat dihasilkan dari proses

esterifikasi gliserol dan asam lemak bebas (O’Brien,

2009). M-DAG yang digunakan pada penelitian ini

disintesis menggunakan gliserol komersial dengan

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 31 (2): 198-210, Agustus 2021

DOI: https://doi.org/10.24961/j.tek.ind.pert.2021.31.2.198

ISSN: 0216-3160 EISSN: 2252-3901

Terakreditasi Peringkat 2

Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan No 30/E/KPT/2018

Tersedia online http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnaltin

*Penulis Korespodensi

Page 2: PENGARUH PENAMBAHAN MONO-ASILGLISEROL

Dwi Setyaningsih, Jihan Suraya, dan Syafira Salsabila

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 31 (2): 198-210 199

kemurnian 99,7% yang merupakan hasil samping

pembuatan biodiesel dan asam lemak bebas berupa

palm fatty acid distillate (PFAD) yang merupakan

hasil samping proses pemurnian crude palm oil

(CPO).

Menurut Ferretti et al. (2018), M-DAG

tersusun atas kombinasi molekul hidrofilik dan

hidrofobik yang dapat membantu zat hidrofilik

bercampur dengan lipofilik. Adanya gugus tersebut

menyebabkan M-DAG dapat dijadikan sebagai

emulsifier. Emulsifier sangat besar peranannya dalam

menstabilkan suatu emulsi. M-DAG terdiri dari dua fraksi asilgliserol, yaitu mono-asilgliserol (MAG) dan

diasilgliserol (DAG). M-DAG hasil riset yang

digunakan pada penelitian ini terdiri dari kandungan

MAG sebesar 93,29% dan DAG sebesar 6,71%.

Menurut Cheng et al. (2005), M-DAG secara

umum berisi campuran dari 40-48% MAG, 30-40%

DAG, 5-10% TAG, 0,2-9% asam lemak dan 4-8%

gliserol. M-DAG hasil riset ini selanjutnya akan

disebut sebagai MAG karena kandungan MAG yang

jauh lebih besar. MAG secara luas digunakan dalam

produk bakery, margarine, produk susu, dan confectionary karena sifat emulsifikasi, stabilisasi,

dan conditioning (Damstrup et al.,,2005).

Produk bakery merupakan salah satu produk

pangan yang banyak digemari oleh masyarakat.

Produk bakery merupakan produk pangan yang

secara luas diproduksi dan dikonsumsi setelah dairy

produk (Majeed et al., 2018). Menurut Dziezak

(1988), MAG dapat memberikan stabilitas emulsi,

mengendalikan polimorfisme lemak, memperbaiki

tekstur produk, dan meningkatkan aglomerasi lemak.

Menurut Fu et al. (2018), MAG dan DAG

dapat mendorong inklusi dan retensi gas CO2 dalam adonan sehingga meningkatkan volume dan struktur

produk. Pada cake dan cookies, gas CO2 dihasilkan

dari proses pengocokan telur. Sedangkan pada roti,

gas CO2 dihasilkan saat proses fermentasi. Selain itu,

emulsifier dapat memperkuat jaringan gluten

sehingga kemampuan gluten untuk menahan gas CO2

menjadi lebih kuat dan dihasilkan adonan yang lebih

mengembang. Adonan yang mengembang tersebut

menjadikan tekstur pada produk bakery menjadi lebih

lembut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik fisik dan organoleptik

sponge cake, roti tawar, dan cookies dengan

emulsifier MAG, mengetahui perbedaan karakteristik

produk yang dihasilkan dengan emulsifier MAG dan

emulsifier komersial, dan menentukan konsentrasi

MAG terbaik sebagai bahan emulsifier produk sponge

cake, roti tawar, dan cookies.

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan adalah mangkuk

plastik, sodet plastik, kertas saring, mixer, loyang

aluminium bundar berdiamater 22 cm dan tinggi 4

cm, cetakan adonan berbentuk casino, loyang roti,

kuas roti, mixer, oven, cawan aluminium (pengujian

kadar air), pengatur waktu, pengatur suhu, neraca,

termometer, penggaris, pisau, sendok, panci/teflon

(memanaskan margarin), saringan, sarung tangan,

dan serbet. Bahan yang digunakan untuk tiap jenis

produk ialah sebagai berikut.

Bahan yang digunakan pada produk sponge

cake adalah 33,8% telur, 16,9% tepung terigu, 22%

gula pasir, 4,2% maizena, 4,2% susu bubuk, 16,9%

margarin, 0,2% baking powder, 0,4 % vanili bubuk, dan 0,3; 0,4; 0,5 g emulsifier per total bahan. Bahan

yang digunakan pada produk roti tawar adalah 53,5%

tepung terigu, 33,5% air, 0,7% ragi, 0,2% garam,

1,4% susu bubuk, 4,3% margarin, 4,8% gula pasir,

dan 0,3; 0,5; 0,8 % emulsifier per total bahan. Bahan

yang digunakan pada produk cookies adalah 37,6%

tepung terigu, 30% gula putih halus, 1,2% maizena,

16,8% margarin, 10,8% telur, 0,4% baking powder,

0,7% vanili bubuk, 0,4% garam, dan 0,3; 0,6;1,2 %

emulsifier per total bahan.

Pembuatan Mono-Asilgliserol (MAG)

Pembuatan MAG diawali dengan

melakukan sintesis M-DAG kasar dengan esterifikasi

(modifikasi Mardaweni et al. (2017)). Esterifikasi

dilakukan dengan mereaksikan PFAD dan gliserol

dalam reaktor menggunakan katalis pTSA 1,5% dari

bobot PFAD dan adsorben zeolit 5% (b/b), proses

berlangsung secara vakum dengan suhu 150°C

dengan waktu 90 menit dan rasio molar

PFAD:gliserol 1:6. Pada proses ini M-DAG yang

dihasilkan berupa M-DAG kasar sehingga

selanjutnya perlu dilakukan proses pemurnian. Selanjutnya dilakukan pemurnian terhadap M-

DAG kasar yang dihasilkan (modifikasi Setyaningsih

et al (2016)). Proses pemurnian terhadap M-DAG

menggunakan tambahan campuran pelarut heksana-

etanol dengan rasio volume 1:1 ke dalam M-DAG

kasar dengan perbandingan MDAG kasar dan pelarut

1:5. Selanjutnya dilakukan proses netralisasi dengan

menambahkan NaHCO3 0,3% (b/b) M-DAG kasar

untuk menetralkan asam lemak dan residu katalis.

Kelebihan basa yang dihasilkan kemudian akan

diendapkan, fase pelarut akan dikristalisasi pada suhu 6°C selama 72 jam. Proses kristalisasi akan

menghasilkan padatan M-DAG yang dipisahkan

melalui proses filtrasi vakum, setelah itu dilanjutkan

dengan pencucian menggunakan etanol teknis.

Rendemen lalu dihitung sebagai jumlah M-DAG

kasar yang masuk dan M-DAG yang dihasilkan.

Pembuatan Produk Bakery

Pembuatan Sponge Cake

Pembuatan sponge cake diawali dengan

pengocokan telur hingga berbusa dengan mixer

kecepatan sedang. Setelah itu ditambahkan gula pasir secara perlahan selama pengocokan berlangsung

Page 3: PENGARUH PENAMBAHAN MONO-ASILGLISEROL

Pengaruh Penambahan Mono-Asilgliserol …………

200 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 31 (2): 198-210

sampai gula larut dan adonan mengembang. Lalu

masukkan bahan tambahan berupa vanili bubuk,

baking powder, dan emulsifier selama proses mixing

berlangsung hingga bahan larut dan tercampur merata

dengan adonan. Setelah itu masukkan bahan kering seperti tepung terigu, maizena, dan susu bubuk ke

dalam adonan basah sambil diaduk secara perlahan

dengan sodet plastik sampai bahan tercampur merata,

lalu ditambahkan margarin yang telah dicairkan.

Pengadukan dilakukan dari bawah ke atas untuk

menjaga adonan agar tetap mengembang. Adonan

kemudian dimasukkan ke dalam loyang yang telah

diolesi margarin. Setelah itu, loyang dimasukkan ke

dalam oven pemanggang dengan suhu sekitar 180oC

selama 30 menit. Perlakuan konsentrasi MAG yang

digunakan yaitu 2%; 2,5%; dan 3% dari total tepung terigu yang digunakan.

Pembuatan Roti Tawar

Pembuatan roti tawar dilakukan dengan

metode straight dough dengan mencampurkan semua bahan mulai dari tepung terigu, air, gula, margarin,

susu bubuk, ragi, garam, dan emulsifier secara

langsung dan diuleni. Perlakuan konsentrasi MAG

yang digunakan yaitu 0,5%; 1%; dan 1,5% dari total

tepung yang digunakan. Setelah adonan terbentuk,

adonan dibulatkan lalu diamkan sambil ditutup

dengan kain sampai adonan mengembang selama 60

menit. Setelah itu, gilas roti di atas bidang datar

menjadi bentuk persegi panjang sampai tipis. Adonan

yang sudah tipis kemudian digulung dan dimasukkan

ke dalam loyang yang sudah diolesi margarin. Selanjutnya adonan ditutup dan didiamkan kembali

sampai adonan mengembang selama 50 menit.

Setelah adonan mengembang, masukkan loyang

berisi adonan ke dalam oven untuk proses

pemanggangan selama 40 menit dengan suhu 180oC.

Setelah matang, roti dikeluarkan dari loyang dan

didiamkan sampai suhu internal mencapai 30oC.

Pembuatan Cookies

Pembuatan cookies diawali dengan

mencampur bahan-bahan dan kemudian

mengaduknya. Pencampuran bahan dilakukan dengan menggunakanm metode krim, di mana pencampuran

akan dibagi ke dalam dua tahapan. Pada tahap

pertama akan dilakukan pencampuran margarin, gula

putih halus, dan telur lalu diaduk hingga rata

menggunakan mixer. Tahap kedua dilakukan

penambahan garam, tepung terigu, maizena, vanili

bubuk, baking powder, dan emulsifier hingga

tercampur rata dan terbentuk adonan. Perlakuan

konsentrasi emulsifier yang digunakan yaitu 0,8%;

1,6%; dan 3,2% dari total tepung terigu yang

digunakan. Selanjutnya adalah tahap pembentukan adonan menjadi kecil-kecil khas cookies di atas

loyang. Tahap terakhir yaitu tahap pemanggangan

pada suhu 150-200°C selama ±10 menit.

Pengujian Sampel

Produk bakery dibuat dengan 4 sampel

perlakuan, di mana satu perlakuan menggunakan

emulsifier komersial dan tiga perlakuan lainnya

menggunakan MAG hasil riset dengan konsentrasi yang disesuaikan. Produk sponge cake dianalisis

mutu fisiknya dengan analisis tinggi tengah

(Fadhilah, 2017), analisis daya kembang

(Sulistianing, 1995), analisis stabilitas daya kembang

(Sulistianing, 1995), uji kadar air (AOAC, 2005),

analisis ukuran pori (Pusuma et al., 2018), serta uji

organoleptik (SNI 2006) berupa uji scoring untuk

parameter warna, struktur pori, aroma, sifat remah,

tekstur dan rasa cake. Pada produk roti dilakukan

analisis pengukuran dimensi, analisis warna, aroma,

rasa, dan tekstur, analisis ukuran pori (Pusuma et al., 2018), dan ketahanan umur simpan (Susiwi, 2009).

Pada produk cookies dilakukan analisis daya

kembang (Sulistianing, 1995), analisis warna, aroma,

rasa, dan tekstur, serta analisis ukuran pori (Pusuma

et al., 2018).

Perbedaan analisis pada ketiga produk

disebabkan adanya kendala akibat pandemi Covid-19

sehingga pada produk roti tawar dan cookies hanya

dilakukan pengamatan terhadap parameter dengan

prosedur pengujian yang bisa dilakukan di rumah. Hal

tersebut menyebabkan parameter pengujian produk

yang dilakukan berbeda-beda.

Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan uji

keragaman ANOVA pada taraf 0,05. Pengolahan data

dilakukan dengan bantuan software microsoft excel.

Data yang dianalisis berupa data organoleptik sponge

cake, data ukuran pori sponge cake, data ukuran pori

cookies, dan data ukuran pori roti tawar. Pengolahan

data dengan ANOVA ini bertujuan untuk mengetahui

variabilitas atau keseragaman data dengan cara

membandingkan rata-rata data sampel pengujian. Dalam penelitian ini, terdapat empat data yang akan

diujikan sesuai dengan perlakuan konsentrasi

emulsifier yang digunakan. Jika uji keragaman

menunjukkan data yang berbeda nyata, maka

dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui data

yang berbeda tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Mono-Asilgliserol

Proses pembuatan mono-asilgliserol (MAG)

diawali dengan melakukan sintesis M-DAG kasar.

Proses sintesis dapat dilakukan dengan tiga cara, antara lain proses hidrolisis dengan menggunakan

enzim, esterifikasi, dan transesterifikasi. Cara yang

digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan

proses esterifikasi. Proses esterifikasi dilakukan

dengan mereaksikan palm fatty acid distillate (PFAD)

dan gliserol dalam reaktor dengan bantuan katalis

pTSA 1,5% dari bobot PFAD dan adsorben zeolit 5%

(b/b), proses berlangsung secara vakum dengan suhu

Page 4: PENGARUH PENAMBAHAN MONO-ASILGLISEROL

Dwi Setyaningsih, Jihan Suraya, dan Syafira Salsabila

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 31 (2): 198-210 201

150°C dengan waktu 90 menit, dan rasio molar

PFAD:gliserol 1:6 (Setyaningsih et al., 2021). Produk

yang dihasilkan dari reaksi ini yaitu mono-asilgliserol

(MAG), diasilgliserol (DAG), dan triasilgliserol

(TAG).

Gambar 1. M-DAG hasil pemurnian

Proses pemurnian dilakukan untuk

meningkatkan kemurnian M-DAG di atas 90%.

Menurut Gibon et al. (2007), tujuan dari proses

pemurnian adalah untuk menghilangkan komponen-

komponen yang bersifat mengganggu di dalam

produk dan juga untuk meminimalisir kerusakan.

Komponen yang akan dihilangkan pada proses pemurnian ini antara lain asam lemak bebas dan TAG.

Menurut Ketaren (2008), produk minyak harus

memiliki kadar asam lemak bebas serendah mungkin

karena asam lemak bebas dapat menyebabkan

ketengikan akibat oksidasi.

Selanjutya dilakukan proses kristalisasi untuk

memperoleh karakter akhir M-DAG yang diinginkan.

M-DAG akhir yang dihasilkan terdiri dari komponen

MAG sebesar 93,29% dan DAG sebesar 6,71%.

Karakteristik fisik produk MAG akhir yang

dihasilkan tidak memiliki aroma, bertekstur kering,

dan berwarna putih. Karakteristik kimia MAG disajikan pada Tabel 1.

Aplikasi MAG dalam Pembuatan Sponge cake

Tinggi Tengah Sponge cake

Tinggi tengah sponge cake dipengaruhi volume adonan yang dihasilkan dari proses

pengocokan. Tingkat pengembangan adonan

dipengaruhi banyak busa yang terbentuk selama

proses pengocokan telur dengan mixer. Jika pada

kondisi volume mengembang busa yang terbentuk

dipanaskan, maka akan terjadi denaturasi protein

sehingga busa yang terbentuk menjadi lebih stabil dan

terjadi pengembangan adonan (Suhardi, 1988).

Tabel 1. Karakteristik kimia MAG yang dihasilkan

Parameter Satuan Nilai

Kadar asam lemak

bebas % 0,51

Titik leleh oC 57

Nilai pH - 5

Bilangan hidroksil mg KOH/g 349,3

Sumber : Setyaningsih et al., 2021

Berdasarkan Tabel 2, diketahui produk sponge

cake dengan perlakuan emulsifier komersial memiliki

ukuran tinggi tengah yang paling besar. Tekstur

adonan cake yang terbentuk saat penambahan

emulsifier komersial lebih kohesif dan homogen

dibandingkan pada saat penambahan MAG. Menurut

Fitasari (2009), penambahan tepung terigu dapat

menyebabkan kadar air terserap oleh pati dikarenakan

tepung berwujud padat, sehingga semakin banyak kandungan padatan yang ditambahkan akan membuat

kadar air mengalami penurunan. Adonan yang lebih

kohesif dapat lebih mempertahankan volumenya

sehingga hanya mengalami sedikit penurunan volume

ketika penambahan bahan padat.

Adonan cake yang lebih kompak yang

dihasilkan dari penambahan emulsifier komersial

dapat disebabkan oleh kandungan sorbitol yang

terdapat di dalam emulsifier komersial. Menurut

Majeed et al. (2018), sorbitol dapat meningkatkan

cohesiveness adonan cake. Cohesiveness menunjukkan kemampuan produk untuk menahan

tekanan kedua setelah dilakukan penekanan pertama

(Roshental, 1999). Dalam hal ini, tekanan kedua yang

dimaksud yaitu penambahan bahan padat pada

adonan cake. Hasil penelitian menunjukkan

konsentrasi MAG yang menghasilkan tinggi tengah

cake paling besar yaitu 2% dan 2,5%.

Daya Kembang Sponge cake

Daya kembang sponge cake dipengaruhi

oleh agen pembentuk gas seperti emulsifier. Menurut

Bornscheuer (1995), MAG dengan kemurnian yang

tinggi memiliki sifat emulsifikasi yang lebih baik

dibandingkan dengan campuran asilgliserol.

Tabel 2. Karakteristik fisik sponge cake

Perlakuan Tinggi Tengah

(cm)

Daya Kembang

(%)

Stabilitas Daya

Kembang (%)

Kadar Air

(%)

Komersial 4% 9,6 86,69 85,89 22,28

MAG 2% 6,6 88,22 92,34 21,80

MAG 2,5% 6,6 95,69 92,94 20,86

MAG 3% 6,5 75,30 92,72 21,69

Keterangan: Setiap data merupakan rerata dari 2 ulangan

Page 5: PENGARUH PENAMBAHAN MONO-ASILGLISEROL

Pengaruh Penambahan Mono-Asilgliserol …………

202 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 31 (2): 198-210

Sifat emulsifikasi tersebut akan

mempengaruhi daya kembang dengan kemampuan

MAG untuk mengikat gas CO2 yang terbentuk selama

proses pemanggangan sehingga cake yang dihasilkan

lebih mengembang. Data tinggi tengah cake menunjukkan perlakuan komersial menghasilkan

tinggi tengah terbesar, namun setelah dilakukan

pengukuran daya kembang diperoleh MAG 2,5%

menghasilkan cake dengan daya kembang yang

paling besar. Adonan yang lebih kohesif pada

perlakuan emulsifier komersial menunjukkan tekstur

adonan yang lebih kental dibandingkan dengan

MAG.

Menurut Mancebo et al. (2015) dalam

Pratama dan Nendra (2017), adonan yang memiliki

viskositas tinggi memiliki kecenderungan lebih sedikit untuk mengembang. Pernyataan tersebut

sesuai dengan hasil penelitian, di mana tinggi adonan

cake sebelum dan sesudah pemanggangan pada

perlakuan MAG 2,5% menunjukkan selisih yang

lebih besar yang menandakan cake yang dihasilkan

lebih mengembang.

Stabilitas Daya Kembang Sponge cake

Stabilitas daya kembang sponge cake

merupakan keadaan di mana sponge cake akan tetap

mempertahankan daya kembangnya setelah

didiamkan dalam waktu tertentu, hingga suhu cake tersebut mencapai suhu yang sama dengan suhu

ruangan (Hajrah et al. 2019). Stabilitas daya kembang

dipengaruhi oleh sifat reologi adonan cake yang

terbentuk. Menurut Dobraszczyk et al. (2003), sifat

reologi adonan yang baik mampu menghasilkan

stabilitas gelembung gas yang baik

Berdasarkan data pada Tabel 2 diketahui

sponge cake dengan perlakuan MAG 2,5% memiliki

stabilitas daya kembang yang paling baik. Sifat

reologi berkorelasi dengan stabilitas ketahanan

gelembung gas di dalam cake pada saat proses pemanggangan maupun saat proses pemanggangan

berakhir. Hal ini berhubungan dengan peran

emulsifier sebagai agen pembentuk gas pada adonan.

Gelembung gas yang stabil akan membentuk struktur

akhir dan volume cake yang baik. Menurut Dziezak

(1988), MAG dapat memberikan stabilitas emulsi

pada produk, sehingga diperoleh hasil cake dengan

tinggi yang lebih stabil setelah didiamkan selama

beberapa jam.

Kadar Air Sponge cake

Kadar air menentukan banyak air yang teruapkan pada sampel selama proses pengeringan

sampai sampel memiliki bobot yang konstan.

Semakin tinggi kadar air menunjukkan semakin

banyak air yang teruapkan pada proses pengeringan,

air yang dapat diuapkan termasuk dalam golongan air

bebas yang tidak terikat secara kuat (Praseptiangga et al. 2016).

Keempat perlakuan memiliki kadar air di

bawah 40% atau memenuhi standar SNI (1995).

Berdasarkan data pada Tabel 2 diketahui MAG 2,5%

menunjukkan kadar air yang paling rendah. Menurut

Musfiroh (2009), kandungan air dalam bahan pangan

memiliki peranan yang sangat penting karena

menentukan acceptability, kesegaran, dan sangat

berpengaruh pada masa simpan bahan pangan, karena

air dapat mempengaruhi tekstur, kenampakan, dan

cita rasa makanan. Semakin rendah kadar air maka akan semakin memperpanjang umur simpan produk.

Ukuran Pori Sponge cake

Pori merupakan lubang-lubang kecil yang

terbentuk karena adanya gas CO2 yang terperangkap

dalam adonan saat dipanggang. Proses aerasi yang

terjadi selama pengadonan akan mempengaruhi

keseragaman pori yang dihasilkan sehingga pori yang

dihasilkan akan sangat beragam. Menurut Handleman

(1961), dengan penambahan emulsifier, maka akan

lebih banyak sel udara dengan ukuran yang lebih

seragam yang dihasilkan dari proses pencampuran dan bertindak sebagai tempat nukleasi untuk gas

terlarut.

Menurut Fu et al. (2018), MAG dapat

mendorong inklusi dan retensi udara dalam adonan

cake sehingga dapat meningkatkan struktur crumb

pada cake. Pengukuran pori dilakukan dengan

mengambil 10 sampel acak pori pada tiap produk roti

untuk diukur diameternya (mm) menggunakan

penggaris. Analisis data dengan ANOVA

menunjukkan perbedaan ukuran pori keempat

perlakuan tidak berbeda nyata. Berdasarkan data pada Gambar 2 diperoleh

ukuran pori sponge cake perlakuan emulsifier

komersial menunjukkan ukuran pori yang paling

besar. Menurut Giannone et al. (2016), pori yang

kecil dan seragam dapat menghambat laju staling

pada cake. Berdasarkan data diperoleh sponge cake

dengan MAG menunjukkan ukuran pori yang lebih

kecil dan terlihat lebih seragam, namun pori tersebut

tidak tersebar merata di seluruh bagian crumb sponge

cake yang menunjukkan pori yang terbentuk tidak

banyak. Hal tersebut membuat tekstur akhir cake

yang dihasilkan sedikit lebih keras dibandingkan emulsifier komersial.

Page 6: PENGARUH PENAMBAHAN MONO-ASILGLISEROL

Dwi Setyaningsih, Jihan Suraya, dan Syafira Salsabila

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 31 (2): 198-210 203

Gambar 1. Pori sponge cake (a) komersial, (b) MAG 2%, (c) MAG 2,5%, (d) MAG 3%

Gambar 2. Grafik pengaruh perlakuan emulsifier

terhadap rerata ukuran diameter pori

(mm) produk sponge cake

Uji Organoleptik Sponge cake

Uji organoleptik merupakan cara untuk

mengetahui respon panelis terhadap karakter sensori produk sponge cake. Uji organoleptik yang

digunakan pada penelitian ini yaitu uji scoring, di

mana panelis diminta untuk menilai sifat sensori

produk secara spesifik dengan deskripsi nilai yang

disediakan pada form atribut. Pengujian dilakukan

dengan enam parameter mutu seperti struktur pori,

warna, aroma, sifat remah, tekstur, dan rasa pada

sponge cake dengan range nilai 1-5 yang akan dinilai

oleh 30 orang panelis. Parameter yang dipilih

merupakan parameter umum dalam menilai produk

sponge cake sehingga dapat diketahui pengaruh penambahan MAG terhadap parameter umum sponge

cake secara keseluruhan.

Sponge cake pada prosesnya langsung

mengocok telur utuh sehingga warna adonan yang

dihasilkan sangat kuning dan akan berpengaruh pada

hasil cake setelah dipanggang (Suhardjito, 2003).

Berdasarkan data diketahui rerata panelis menilai

sponge cake perlakuan emulsifier komersial dengan

konsentrasi 4% memiliki warna yang paling baik,

yaitu kuning cerah. Analisis data dengan ANOVA

pada taraf 0,05 terhadap perlakuan emulsifier

menujukkan adanya pengaruh nyata pada warna cake. Struktur pori sangat dipengaruhi kemampuan

pembentukan gas dan penahanan gas selama proses

pengovenan (Mudjisihono et al., 2000). Berdasarkan

data diketahui rerata panelis menilai sponge cake

perlakuan MAG 3% memiliki struktur pori yang

paling baik, yaitu berukuran kecil dengan struktur

rapat. Analisis data dengan ANOVA pada taraf 0,05

terhadap perlakuan emulsifier menujukkan adanya

pengaruh nyata pada struktur pori cake.

Aroma akhir khas sponge cake terbentuk

selama proses pemanggangan. Selama

pemanggangan senyawa-senyawa volatil menguap

sehingga aroma bahan dasar sebagian besar hilang akibat pemasakan (Febrianto et al., 2014).

Berdasarkan data diketahui rerata panelis menilai

sponge cake perlakuan emulsifier komersial memiliki

aroma yang paling baik, yaitu aroma normal khas

cake. Pada emulsifier MAG, konsentrasi dengan nilai

aroma tertinggi yaitu 2,5%. Analisis data dengan

ANOVA pada taraf 0,05 terhadap perlakuan

emulsifier tidak memiliki pengaruh nyata pada aroma

cake.

Menurut Rumini (2010), sponge cake

memiliki sifat remah yang cenderung kasar ketika dipotong. Sifat remah yang cenderung kasar memberi

sponge cake bentuk yang lebih kokoh sehingga

remah-remah pada sponge cake tidak mudah terlepas

baik saat dipotong maupun dipegang dengan tangan.

Berdasarkan data diketahui rerata panelis menilai

sponge cake perlakuan MAG 3% memiliki sifat

remah yang paling baik, yaitu tidak ada remah cake

yang terlepas dengan alur crumb yang seragam dan

rapat. Analisis data dengan ANOVA pada taraf 0,05

terhadap perlakuan emulsifier menujukkan adanya

pengaruh nyata pada sifat remah cake.

Parameter tekstur pada uji scoring ini difokuskan pada penerimaan rangsangan mulut,

sedangkan perabaan dengan jari masuk di parameter

sifat remah. Sponge cake memiliki tekstur yang agak

kasar, kurang lentur dan cenderung beremah apabila

dipotong (Rumini, 2010). Berdasarkan data diketahui

rerata panelis menilai sponge cake perlakuan

emulsifier komersial memiliki tekstur yang paling

baik, yaitu sangat lembut dan lembab. Analisis data

dengan ANOVA pada taraf 0,05 terhadap perlakuan

emulsifier menujukkan adanya pengaruh nyata pada

tekstur cake. Berdasarkan data diketahui rerata panelis

menilai sponge cake perlakuan emulsifier komersial

memiliki rasa yang paling baik dibandingkan dengan

cake dengan perlakuan MAG, yaitu rasa normal khas

cake. Pada penelitian, emulsifier komersial yang

digunakan yaitu dikenal dengan merk dagang Ovalett.

Page 7: PENGARUH PENAMBAHAN MONO-ASILGLISEROL

Pengaruh Penambahan Mono-Asilgliserol …………

204 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 31 (2): 198-210

Menurut Hartomo dan Widiatmoko (1993),

Ovalett tersusun atas mono dan digliserida asam

lemak nabati dan sorbitol. Kandungan bahan lain

itulah yang menyebabkan cake dengan emulsifier

komersial memiliki rasa yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan MAG hasil

sintesis. Analisis data dengan ANOVA pada taraf

0,05 terhadap perlakuan emulsifier tidak memiliki

pengaruh nyata terhadap rasa cake. Berdasarkan data

pada Tabel 3 diketahui MAG 3% menghasilkan total

nilai organoleptik yang paling besar.

Aplikasi MAG dalam Pembuatan Roti Tawar

Ukuran Dimensi Roti Tawar

Salah satu parameter mutu roti dapat dilihat

dari ukuran yang dihasilkan. Roti berukuran besar sebagai hasil dari proses pengembangan akibat

adanya kandungan gluten yang dapat menahan gas

yang dihasilkan selama proses fermentasi

berlangsung. Gandikota dan MacRitchie (2005)

menyatakan bahwa kapasitas pengembangan adonan

ditentukan oleh struktur sel gas dan stabilitas sel gas.

Pengukuran dimensi dilakukan dengan mengukur

tinggi roti, lebar roti, dan keliling roti dari dua arah,

baik secara vertikal maupun horizontal. Pengukuran

tidak dilakukan dengan menghitung volume

dikarenakan bentuk permukaan roti yang dihasilkan

tidak rata. Berdasarkan data pada Tabel 4, secara umum

perlakuan komersial dengan konsentrasi 1%

menghasilkan roti dengan ukuran yang paling besar.

Perlakuan MAG 1% menghasilkan ukuran yang lebih

besar dan lebih mendekati ukuran yang dihasilkan

emulsifier komersial dibandingkan dengan

konsentrasi MAG lainnya. Hasil ini menunjukkan

bahwa perlakuan MAG terbaik yang menghasilkan

roti yang paling mengembang yaitu MAG 1%.

Ukuran akhir produk roti tawar yang tidak terlalu

berbeda ini dapat disebabkan kedua jenis emulsifier yang digunakan mengandung MAG dan DAG.

Menurut Fu et al. (2018), MAG dan DAG sebagai

emulsifier dapat mendorong inklusi dan retensi udara

dalam adonan sehingga dapat meningkatkan volume

produk.

Menurut Hartomo dan Widiatmoko (1993),

Ovalett tersusun atas mono dan digliserida asam

lemak nabati dan sorbitol. Kandungan bahan lain

itulah yang menyebabkan cake dengan emulsifier

komersial memiliki rasa yang lebih baik

dibandingkan dengan penggunaan MAG hasil

sintesis. Analisis data dengan ANOVA pada taraf

0,05 terhadap perlakuan emulsifier tidak memiliki

pengaruh nyata terhadap rasa cake. Berdasarkan data

pada Tabel 3 diketahui MAG 3% menghasilkan total nilai organoleptik yang paling besar.

Aplikasi MAG dalam Pembuatan Roti Tawar

Ukuran Dimensi Roti Tawar

Salah satu parameter mutu roti dapat dilihat

dari ukuran yang dihasilkan. Roti berukuran besar

sebagai hasil dari proses pengembangan akibat

adanya kandungan gluten yang dapat menahan gas

yang dihasilkan selama proses fermentasi

berlangsung. Gandikota dan MacRitchie (2005)

menyatakan bahwa kapasitas pengembangan adonan ditentukan oleh struktur sel gas dan stabilitas sel gas.

Pengukuran dimensi dilakukan dengan mengukur

tinggi roti, lebar roti, dan keliling roti dari dua arah,

baik secara vertikal maupun horizontal. Pengukuran

tidak dilakukan dengan menghitung volume

dikarenakan bentuk permukaan roti yang dihasilkan

tidak rata.

Berdasarkan data pada Tabel 4, secara umum

perlakuan komersial dengan konsentrasi 1%

menghasilkan roti dengan ukuran yang paling besar.

Perlakuan MAG 1% menghasilkan ukuran yang lebih

besar dan lebih mendekati ukuran yang dihasilkan emulsifier komersial dibandingkan dengan

konsentrasi MAG lainnya. Hasil ini menunjukkan

bahwa perlakuan MAG terbaik yang menghasilkan

roti yang paling mengembang yaitu MAG 1%.

Ukuran akhir produk roti tawar yang tidak terlalu

berbeda ini dapat disebabkan kedua jenis emulsifier

yang digunakan mengandung MAG dan DAG.

Menurut Fu et al. (2018), MAG dan DAG sebagai

emulsifier dapat mendorong inklusi dan retensi udara

dalam adonan sehingga dapat meningkatkan volume

produk.

Analisis Warna, Aroma, dan Rasa Roti Tawar

Analisis warna, aroma, dan rasa roti tawar

dilakukan melalui pengamatan mandiri. Warna

merupakan parameter penting yang pertama dilihat oleh konsumen dalam memilih produk pangan. warna

roti yang baik menurut Mudjajanto dan Yulianti

(2004) ialah kuning kecoklatan untuk bagian crust

atau kulit roti dan putih krem untuk bagian crumb atau

remah roti. Pengujian dilakukan dengan pengamatan

visual secara langsung pada keempat sampel produk.

Tabel 3. Karakteristik organoleptik sponge cake

Perlakuan Warna Struktur Pori Aroma Sifat Remah Tekstur Rasa Total

Komersial 4,23d 1,83a 3,27 2,92b 3,88c 3,57 19,68

MAG 2% 3,37c 3,88d 2,97 4,08c 2,65a 3,00 19,95

MAG 2.5% 3,32a 3,70c 3,01 4,05a 2,42d 2,93 19,44

MAG 3% 3,57ab 4,05b 2,92 4,22c 2,50b 3,13 20,39

Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi huruf yang tidak sama menunjukkan beda nyata berdasarkan uji

lanjut Duncan pada taraf 95%.

Page 8: PENGARUH PENAMBAHAN MONO-ASILGLISEROL

Dwi Setyaningsih, Jihan Suraya, dan Syafira Salsabila

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 31 (2): 198-210 205

Tabel 4. Ukuran dimensi roti tawar

Perlakuan Keliling Vertikal (cm) Keliling Horizontal (cm) Tinggi (cm)

Komersial 1% 52,0 54,9 13,5

MAG 0,5% 45,9 52,9 12,9

MAG 1% 47,2 53,6 13,0

MAG 1.5% 46,5 53,0 13,0

Gambar 3. Penampakan visual roti tawar (a)

komersial, (b) MAG 1%, (c) MAG 0,5%, (d) MAG 1,5%

Berdasarkan pengamatan pada bagian crumb,

roti dengan perlakuan MAG menghasilkan warna

yang lebih cerah dibandingkan dengan roti yang

menggunakan emulsifier komersial. Hal ini dapat

disebabkan oleh perbedaan warna emulsifier yang

digunakan, di mana MAG memiliki warna putih,

sedangkan emulsifier komersial yang digunakan

berwarna kuning sehingga mempengaruhi warna

akhir produk menjadi putih kusam pada bagian

crumb. Pada bagian crust, keempat sampel roti menunjukkan warna kuning kecoklatan yang sama.

Menurut Winarno (1992), warna kecoklatan

disebabkan adanya reaksi maillard, yaitu reaksi

antara gula pereduksi dan protein yang terkandung

dalam bahan dan terjadi selama proses

pemanggangan.

Selain warna, rasa dan aroma merupakan

parameter mutu penting pada suatu produk pangan.

Menurut SNI (1995), rasa dan aroma roti tawar harus

normal (khas roti). Menurut Mudjajanto dan Yulianti

(2004), kriteria roti tawar yang baik memiliki rasa gurih agak asin dan aroma harum (khas roti). Aroma

khas dari roti tawar terbentuk dari proses fermentasi

menggunakan ragi yang menghasilkan alkohol. Pada

keempat perlakuan emulsifier diperoleh rasa dan

aroma normal khas roti dengan sedikit rasa asin

karena faktor penambahan garam pada adonan. Hal

ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh

spesifik pada rasa,dan aroma berdasarkan perbedaan

perlakuan emulsifier yang digunakan.

Pengamatan Tekstur Roti Tawar

Tekstur merupakan parameter yang juga

menentukan penerimaan konsumen terhadap roti

tawar. Kegunaan mono-asilgliserol dalam industri

pangan adalah sebagai surfaktan, emulsifier zat untuk

pembentukan tekstur pada adonan roti (Elizabeth dan

Boyle, 1997). Roti tawar yang baik ialah yang

memiliki tekstur yang lembut dan empuk. Menurut

Mudjajanto dan Yulianti (2004), roti tawar yang baik

memiliki kriteria berupa tekstur yang lunak dan elastis. Pengamatan dilakukan setelah roti didiamkan

beberapa jam setelah proses pemanggangan selesai.

Hasil pengamatan menunjukkan keempat

perlakuan memiliki tekstur yang lembut dan elastis

ketika ditarik seperti tekstur normal roti tawar pada

umumnya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat

pengaruh spesifik pada tekstur roti berdasarkan

perbedaan perlakuan emulsifier yang digunakan.

Ukuran Pori Roti Tawar

Pori-pori merupakan lubang kecil yang

terbentuk karena gas CO2 yang dihasilkan oleh yeast pada proses fermentasi serta udara yang terperangkap

di dalamnya (Surono et al., 2017). Struktur pori

terbentuk selama proses pemanggangan. Pati yang

tercampur dengan air lalu diberi perlakuan panas akan

mengalami proses gelatinisasi sehingga terbentuklah

jaringan roti. Partikel gluten yang terdapat dalam

adonan akan menyebar, lalu adonan akan

mengembang dan saling merajut membentuk

kerangka adonan (Koswara, 2009). Pengukuran pori

pada penelitian ini dilakukan dengan mengambil 10

sampel acak pori pada tiap produk roti untuk diukur diameternya (mm) menggunakan penggaris.

Gambar 5. Pengaruh perlakuan emulsifier terhadap

rerata ukuran diameter pori (mm) sampel

produk roti

Page 9: PENGARUH PENAMBAHAN MONO-ASILGLISEROL

Pengaruh Penambahan Mono-Asilgliserol …………

206 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 31 (2): 198-210

Data pada Gambar 5 menujukkan adanya

hubungan antara konsentrasi MAG dengan ukuran

pori yang dihasilkan. Semakin besar konsentrasi

MAG yang digunakan maka pori yang dihasilkan juga semakin besar. Ukuran pori erat kaitannya

dengan kemampuan atau ketahanan gas yang

dihasilkan oleh yeast pada adonan selama proses

fermentasi. Dengan konsentrasi yang sama, MAG 1%

menghasilkan ukuran pori yang lebih besar

dibandingkan emulsifier komersial. Menurut Pusuma

et al. (2018), pori-pori roti yang baik adalah yang

berukuran kecil dan seragam di seluruh bagian crumb.

Analisis data dengan ANOVA diperoleh perbedaan

ukuran pori keempat perlakuan tidak berbeda nyata.

Ketahanan Umur Simpan Roti Tawar

Umur simpan suatu produk ditentukan

berdasarkan ketahanan produk tersebut dari

kerusakan yang dapat terjadi selama proses

penyimpanan. Kerusakan tersebut dapat berupa

penurunan mutu produk baik secara fisik maupun

kimiawi dan tumbuhnya mikroorganisme. Staling

merupakan salah satu bentuk kerusakan pada roti

yang membuat roti mengalami penurunan mutu

karena adanya kerusakan fisik maupun kimiawi.

Emulsifier dapat memperkuat jaringan gluten

sehingga kemampuan gluten menahan gas CO2 menjadi lebih kuat dan volume roti dapat meningkat

serta mengikat amilosa agar tidak mengalami

kristalisasi kembali sehingga dapat menghambat

pengerasan selama penyimpanan. Menurut Hattori et

al. (2015), MAG digunakan dalam industri pangan

sebagai stabilisasi busa, meningkatkan penampilan

produk, dan menghambat terjadinya staling.

Pengamatan umur simpan dilakukan dengan

meletakkan sampel roti di dalam plastik transparan

dan disimpan pada suhu ruang selama beberapa hari.

Kondisi roti diamati setiap hari untuk mengamati lama penurunan kualitas roti. Hasil penelitian

menunjukkan keseluruhan sampel perlakuan

mengalami staling pada hari ketiga yang ditunjukkan

dengan bagian crumb roti yang mulai mengeras dan

crust roti mudah terlepas atau rapuh.

Gambar 6. Hasil pengamatan pertumbuhan kapang

pada hari keempat (a) komersial, (b)

MAG 1%, (c) MAG 1,5%, (d) MAG 0,5%

Menurut Koswara (2009), jenis kapang yang

biasa tumbuh pada roti yaitu Aspergillus Sp.

Tumbuhnya mikroorganisme pada roti disebabkan

mikroorganisme tersebut menghidrolisis pati menjadi

gula-gula sederhana yang merupakan sumber nutrisi

utama mikroorganisme pada roti (Syorayah et al.,

2012). Setelah dilakukan pengamatan, baik perlakuan

emulsifier komersial dengan konsentrasi 1%, MAG 1

% dan MAG 0,5% memunculkan tanda-tanda kerusakan akibat adanya pertumbuhan kapang pada

hari keempat, sedangkan untuk sampel MAG 1,5%

tanda-tanda kerusakan serupa baru terjadi pada hari

kelima.

MAG yang digunakan pada penelitian ini

terbuat dari hasil pengolahan crude palm oil (CPO).

CPO terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak

tidak jenuh dengan komposisi yang imbang. Menurut

Wang et al. (1993), MAG dari asam lemak rantai

panjang jenuh ataupun tidak jenuh relatif tidak

memiliki aktivitas antimikroba seperti MAG dari asam lemak rantai sedang. Hal tersebut menunjukkan

pertumbuhan kapang yang lebih lama pada sampel

MAG 1,5% bukan disebabkan dari pengaruh

penambahan MAG. Pertumbuhan kapang salah

satunya dapat disebabkan adanya kontaminan pada

produk pangan. Hal ini mengindikasi bahwa pada

ketiga perlakuan lain terdapat kontaminan yang

membuat produk roti mengalami pertumbuhan

kapang yang lebih cepat dibandingkan pada sampel

roti MAG 1,5%.

Aplikasi MAG dalam Pembuatan Cookies Daya Kembang

Daya kembang cookies dipengaruhi oleh kadar

protein. Protein akan mengalami denaturasi sehingga

mengurangi daya kembang cookies karena granula

pati sulit mengembang. Hal ini karena granula pati

tanpa protein akan mudah pecah dan jumlah air yang

masuk dalam granula pati akan lebih banyak sehingga

pengembangan pati meningkat (Visita dan Putri,

2014). Menurut Estiasih (2005), saat pengadonan pati

akan menyerap air dari bahan dan memerangkap

udara sehingga membentuk gelembung udara kecil. Selanjutnya pada proses pemanggangan akan memicu

terjadinya gelatinisasi yang diawali dengan

pengembangan pati, pelelehan kristalin, pelarutan

pati, penyebaran, pemekaran, dan pengembangan

cookies.

Gambar 7 Pengaruh perlakuan emulsifier terhadap

daya kembang sampel produk cookies

Page 10: PENGARUH PENAMBAHAN MONO-ASILGLISEROL

Dwi Setyaningsih, Jihan Suraya, dan Syafira Salsabila

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 31 (2): 198-210 207

Hasil perhitungan terhadap daya kembang

cookies dari keempat sampel perlakuan berkisar

antara 69,11 – 74,75%. Menurut Fu et al. (2018),

MAG dapat meningkatkan volume dengan

mendorong inklusi dan retensi udara dalam adonan

cake. Dengan konsentrasi yang sama, perlakuan

MAG 1,6% menghasilkan daya kembang yang lebih

besar daripada emulsifier komersial. Hal ini

menunjukkan MAG memiliki daya pengembangan

yang baik dibandingkan dengan emulsifier komersial.

Warna, Rasa, Aroma Cookies

Analisis warna, aroma, dan rasa cookies dilakukan melalui pengamatan mandiri. Menurut SNI

01-2973-1992, standar mutu cookies yang baik, yakni

memiliki aroma normal, rasa tidak tengik, dan warna

yang normal. Warna coklat khas pada cookies

disebabkan adanya reaksi maillard ketika proses

pemanggangan sebagai reaksi antara karbohidrat dan

asam amino. Menurut Winarno (2002), panelis lebih

menyukai biskuit dengan warna yang lebih cerah

daripada biskuit dengan warna yang gelap. Hasil

pengamatan pada keempat sampel cookies

menunjukkan warna coklat cerah yang sama. Reaksi maillard juga dapat mempengaruhi

aroma yang dihasilkan. Menurut Arifin (2011), reaksi

tersebut menyebabkan terjadinya perubahan yang

ekstensif pada kandungan pati dengan eliminasi

molekul air dan fragmentasi molekul gula di mana

terjadi pemutusan ikatan karbon yang menghasilkan

senyawa karbonil dan volatil sehingga menimbulkan

aroma yang khas dari cookies. Aroma pada cookies

juga dipengaruhi oleh beberapa bahan yang

digunakan, terutama margarin yang memperkuat

aroma pada cookies. Menurut Oktaviana et al. (2017),

rerata panelis lebih menyukai cookies dengan aroma harum khas cookies. Aroma cookies tercium saat

cookies dipanggang akibat adanya reaksi lemak yang

ada pada formulasi cookies saat pemanggangan. Hasil

pengamatan pada keempat sampel cookies

menunjukkan aroma harum khas cookies yang sama.

Menurut Widiantara at al. (2018)

berdasarkan uji organoleptik terhadap cookies,

panelis lebih menyukai cookies dengan rasa yang

manis. Rasa cookies berasal dari bahan pembentuk

adonan seperti tepung, kuning telur, dan margarin.

Hasil pengamatan pada keempat sampel cookies menunjukkan rasa lezat yang sama.

Tekstur Cookies

Tekstur cookies dapat dinilai berdasarkan

aspek eksternal seperti tekstur lapisan kerak pada

permukaan cookies dan aspek internal seperti tingkat

kerenyahan cookies ketika dipatahkan. Permukaan

cookies yang dihasilkan dapat bertekstur kering

ataupun glossy (mengkilap). Kerenyahan cookies

dapat dipengaruhi oleh komposisi cookies, waktu

pemanggangan, dan suhu pemanggangan. Menurut Pratama et al. (2014), ketika cookies dipanggang

maka kelembaban akan menurun dan membuat

lapisan kerak menjadi kering yang mengakibatkan

mengerasnya adonan cookies.

Hasil pengamatan menunjukkan cookies

perlakuan emulsifier komersial dengan konsentrasi

1,6% menghasilkan tekstur yang lebih lembut

dibandingkan dengan cookies perlakuan MAG,

sedangkan cookies dengan MAG menunjukkan

tingkat kerenyahan yang sama. Hal tersebut

menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi MAG

tidak mempengaruhi tingkat kerenyahan cookies,

namun memberi hasil yang lebih renyah

dibandingkan dengan emulsifier komersial. Tekstur cookies yang lebih lembut pada perlakuan emulsifier

komersial dapat disebabkan kandungan sorbitol yang

terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Majeed et al. (2018) bahwa penambahan

sorbitol dapat meningkatkan kelembutan pada

adonan.

Retakan yang dihasilkan pada permukaan

cookies juga mempengaruhi mutu cookies yang

dihasilkan. Hasil pengamatan menunjukkan jumlah

retakan semakin berkurang seiring bertambahnya

konsentrasi MAG yang ditambahkan. Menurut Oktaviana et al. (2017), tekstur cookies yang disukai

adalah cookies yang renyah apabila dipatahkan,

sehingga cookies dengan retakan yang lebih sedikit

lebih disukai. Namun MAG 3,2% tidak menghasilkan

cookies dengan volume pengembangan yang paling

baik. Hal ini menunjukkan jumlah retakan yang

dihasilkan dari penambahan MAG tidak

mempengaruhi volume yang dihasilkan.

Gambar 8. Tekstur permukaan cookies (a) komersial,

(b) MAG 0,8%, (c) MAG 1,6%, (d) MAG

3,2%

Ukuran Pori Cookies

Pori merupakan salah satu faktor penentu

mutu produk cookies yang dihasilkan. Struktur pori

terbentuk selama proses pemanggangan. Berbeda dengan sponge cake dan roti, cookies memiliki pori

yang berukuran lebih kecil. Menurut Subandoro et al.

(2013), jumlah gluten yang sedikit dalam adonan

menyebabkan adonan kurang mampu menahan gas,

sehingga pori-pori yang terbentuk dalam adonan

berukuran kecil. Pengukuran pori pada penelitian ini

dilakukan dengan mengambil 10 sampel acak pori

pada tiap produk cookies untuk diukur diameternya

(mm) menggunakan penggaris.

Page 11: PENGARUH PENAMBAHAN MONO-ASILGLISEROL

Pengaruh Penambahan Mono-Asilgliserol …………

208 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 31 (2): 198-210

Gambar 9. Pengaruh perlakuan emulsifier terhadap

rerata ukuran diameter pori (mm) sampel

produk cookies

Berdasarkan data pada Gambar 9, diketahui

cookies dengan perlakuan MAG 1,6% menunjukkan

ukuran pori yang paling besar. Menurut Pratama et al.

(2014), gelembung udara dan uap air yang terbentuk dan mengembang pada adonan selama proses

pemanggangan menunjukkan besarnya pengurangan

densitas adonan. Struktur berpori terbuka inilah yang

menyebabkan biskuit memiliki tekstur yang baik.

Hasil ini sesuai dengan data volume pengembangan

di mana cookies dengan perlakuan MAG 1,6%

menghasilkan volume pengembangan yang paling

besar. Analisis data menggunakan ANOVA

menunjukkan perbedaan ukuran pori keempat

perlakuan cookies tidak berbeda nyata.

KESIMPULAN DAN SARAN

Mono-asilgliserol (MAG) hasil riset dapat

digunakan sebagai emulsifier produk bakery dan

memberikan pengaruh yang baik di beberapa aspek

mutu seperti volume pengembangan, kestabilan daya

kembang, dan warna produk yang lebih cerah.

Penambahan MAG masih memiliki kelemahan dalam

menghasilkan produk dengan struktur pori yang baik

yang juga akan mempengaruhi tekstur yang

dihasilkan. Hal tersebut dapat diatasi dengan penambahan sorbitol yang juga terkandung di dalam

emulsifier komersial.

Konsentrasi MAG terbaik produk sponge cake

yaitu 2,5% berdasarkan hasil uji karakteristik fisik

dan 3% berdasarkan organoleptik. Konsentrasi

terbaik MAG pada produk roti tawar yakni 1% yang

ditandai dengan dihasilkannya roti dengan volume

yang lebih mengembang. Penambahan MAG tidak

mempengaruhi rasa, aroma, dan tekstur, serta

menghasilkan ukuran pori yang tidak berbeda nyata

pada produk roti tawar. Konsentrasi terbaik MAG

pada produk cookies yakni MAG 1,6% yang ditandai dengan dihasilkannya cookies dengan volume yang

lebih mengembang yang juga berpengaruh pada

tingkat kerenyahan produk. Penambahan MAG tidak

mempengaruhi warna, rasa, dan aroma, serta

menghasilkan ukuran pori yang tidak berbeda nyata

pada produk cookies.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists.

2005. Official Methods of Analysis. Washington

(US): Benjamin Franklin Station. Arifin S. 2011. Studi pembuatan roti dengan subtitusi

tepung pisang kepok. [Skripsi]. Fakultas

Pertanian Universitas Hasanuddin, Makasar.

Bornscheuer UT. 1995. Lipase-catalyzed syntheses of

monoacylglycerols. Enzyme and Microbial

Technology. 17(7): 578–586.

Damstrup ML, Jensen T, Sparso FP, Kiil SZ, Jensen

AD, Xu X. 2005. Solvent optimization for

efficient enzymatic monoacylglycerol

production based on a glycerolysis reaction.

Journal Amer Oil Chem Soc. 82: 559–564. Dobraszczyk BJ, Smewing J, Albertini M, Maesmans

G, Schofield SD. 2003. Extentional rheology

and stability of gas cell walls in bread doughs at

elevated temperatures in relation to

breadmaking performance. Journal Cereal

Chemistry. 80(2): 218-224.

Dziezak JD. 1988. Emulsifiers: the interfacial key to

emulsion stability. Journal Food Technology.

42(10): 172-186.

Estiasih T. 2006. Teknologi dan Aplikasi

Polisakarida dalam Pengolahan Pangan.

Malang (ID: Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya.

Fadhilah A. 2017. Pengaruh perbedaan warna bahan

emulsifier terhadap mutu produk cake stabilizer

produksi PT. Zeelandia Indonesia [skripsi].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Febrianto A. 2014. Kajian Karakteristik Fisikokimia

dan Sensoris Tortilla Corn Chips dengan Variasi

Larutan Alkali pada Proses Nikstamalisasi

Jagung. Jurnal Teknosains Pangan. 3(3).

Ferretti CA, Spotty ML, danDi Cisimo JI. 2018.

Diglyceride-rich oils from glycerolysis of edible vegetable oils. Catalysis Today. 302: 233-241.

Fitasari E. 2009. Pengaruh tingkat penambahan

tepung terigu terhadap kadar air, kadar lemak,

kadar protein, mikrostruktur, dan mutu

organoleptik keju gouda olahan. Jurnal Ilmu

dan Teknologi Hasil Ternak. 4(2): 17-29.

Fu Y, Zhao R, Zhang L, Bi Y, Zhang H, Chen C.

2017. Influence of acylglycerol emulsifier

structure and composition on the function of

shortening in layer cake. Food Chemistry. 249:

213–221.

Gandikota S dan MacRitchie F. 2005. Expansion Capacity of Dough: Methodology and

Applications. Journal Cereal Science. 42: 157-

163.

Giannone V, Lauro MR, A, Spina A, Pasqualone A,

Auditore L, Puglisi I, and Puglisi G. 2016. A

novel α-amylaselipase formulation as anti-

staling agent in durum wheat bread. Journal

Food Science and Technology. 65: 381-389.

Page 12: PENGARUH PENAMBAHAN MONO-ASILGLISEROL

Dwi Setyaningsih, Jihan Suraya, dan Syafira Salsabila

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 31 (2): 198-210 209

Handlemen AR. 1961. Bubble mechanics in thick

foams and their effects on cake quality. Journal

Cereal Chem. 38(3): 294.

Hartomo AJ dan Widiatmoko MC. 1993. Emulsi dan

Pangan Instan Ber-lesitin. Yogyakarta (ID):

Andi Offset.

Hasenhuettl GL. 2008. Food Emulsifiers and Their

Applications. Editor Hasenhuettl dan Hartel.

New York (US): Springer Science.

Hattori K, Dupuis B, Fu BX, Edwards NM. 2015.

Effects of monoglycerides of varying fatty acid

chain length and mixtures thereof on sponge-and-dough breadmaking quality. Cereal

Chemistry. 92(5): 481-486.

Ketaren. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan

Lemak Pangan. Jakarta (ID): UI Pr.

Koswara S. 2009. Teknologi Pengolahan Roti.

eBookPangan.com

Majeed M, Mahmood MA, Khan MU, Fazel M,

Shariati MA, Pigorev I. 2018. Effect of sorbitol

on dough rheology and quality of sugar replaced

cookies. Slovak Journal. Food Sciences. 12(1):

50-56. Mardaweni R. 2016. Pemurnian Mono-Diasilgliserol

Hasil Ekstraksi Palm Fatty Acid Distillate

dan Gliserol dengan Ekstraksi Pelarut

Saponifikasi dan Destilasi Molekuler. [Tesis].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mudjajanto ES dan Yulianti LN. 2004. Membuat

Aneka Roti. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Mudjisihono R, Munarso SJ, dan Noor Z. 2003.

Pengaruh penambahan tepung kacang hijau dan

gliseril monostearat pada tepung jagung

terhadap sifat fisik dan organoleptik roti tawar

yang dihasilkan. Agritech. 13(4):1-6. Musfiroh I, Indriyati W, Muchtaridi, Setiya Y. 2009.

Analisis proksimat dan penetapan kadar B-

karoten dalam selai lembaran terung belanda

dengan metode spektrometri sinar tampak.

Jurnal. Penelitian Fakultas Farmasi

Universitas Padjajaran. Bandung (ID).

O’Brien RD. 2009. Fats and Oil: Formulating and

Processing for Application. Edisi ketiga. Boca

Raton (US): CRC Pr.

Oktaviana AS, Hersoelistyorini, dan Nurhidajah.

2017. Kadar protein, daya kembang, dan organoleptik cookies dengan substitusi tepung

mocaf dan tepung pisang kepok. Jurnal Pangan

dan Gizi. 7(2): 72-81.

Praseptiangga D, Aviany TP, dan Parnanto NHR.

2016. Pengaruh penambahan gum arab terhadap

karakteristik fisikokimia dan sensoris fruit

leather nanga. Jurnal Teknologi Hasil

Pertanian. 9(10): 71-83.

Prasetyowati SP. 2010. Pengaruh penggunaan tepung

kecambah kacang hijau (phaseoulus radiatus l.)

dan tepung jagung (zea mays l.) untuk substitusi terigu terhadap sifat fisikokimia dan sensoris

cookies. [Skripsi]. Surakarta (ID): Universitas

Sebelas Maret.

Pratama RI, Rostini I, dan Liviawaty E. 2014.

Karakteristik biskuit dengan penambahan

tepung tulang ikan jangilus (Istiophorus Sp.).

Jurnal Akuatika. 5(1): 30-39.

Pusuma DA, Praptiningsih Y, dan Choiron M. 2018.

Karakteristik roti tawar kaya serat yang

didistribusi menggunakan tepung ampas kelapa.

Jurnal Agroreknologi. 12(1): 29-42.

Rumondang I, Setyaningsih D, dan Hermanda A.

2016. Hasil riset mono-diasilgliserol berbasis gliserol dan palm fatty acid distillate. Jurnal

Kimia dan Kemasan. 38(1): 1-6.

Setyaningsih D, Bashir B Al, Silalahi VH, Muna N.

2016. Purification of Mono-Diacylglycerol

through Saponification and Solvent Extraction.

International Journal Envitonment Bioenergy.

11(1):1–11.

Setyaningsih D, Faqih IN, Neli M, Qatrinada RJ,

Syafira S. 2021. Synthesis of mono diacyl

glycerol from palm fatty acid distillate and

glycerol as antistatic agents on plastics. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science

749 (2021) 012012 IOP Publishing.

doi:10.1088/1755-1315/749/1/01201

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI 01-

3840-1995: Syarat Mutu Roti Manis. Jakarta

(ID): SNI.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI 01-

2346-2006: Petunjuk Pengujian Organoleptik

dan atau Sensori. Jakarta (ID): SNI.

Soliha I. 2008. Aplikasi penggunaan tepung daging

sapi sebagai bahan substitusi sebagian tepung

terigu dalam pembuatan cookies. [Skripsi]. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor.

Subandoro RH, Basito, dan Atmaka W. 2013.

Pemanfaatan tepung millet kuning dan tepung

ubi jalar kuning sebagai substitusi tepung terigu

dalam pembuatan cookies terhadap karakteristik

organoleptik dan fisikokimia. Jurnal Teknosains

Pangan. 2(4).

Suhardjito. 2003. Pastry dalam Perhotelan.

Yogyakarta (ID): Andi.

Suhardi. 1988. Kimia dan Teknologi Protein.

Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Sulistianing R. 1995. Pembuatan dan optimisasi

formula roti tawar dan roti manis skala kecil

[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Surono DI, Nurali EJN, dan Moningka MS. 2017.

Kualitas fisik dan sensoris roti tawar bebas

gluten bebas kasein berbahan dasar tepung

komposit pisang goroho (Musa acuminate L).

Jurnal Teknologi Pertanian. 1(1): 1-12.

Susiwi S. 2009. Penentuan Kadaluwarsa Produk

Pangan. Bandung (ID): Universitas Pendidikan

Indonesia. Syorayah I, Nuraini D, V dan hayaya I. 2013. Analisis

kandungan boraks (Na2B4O710H2O) pada roti

Page 13: PENGARUH PENAMBAHAN MONO-ASILGLISEROL

Pengaruh Penambahan Mono-Asilgliserol …………

210 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 31 (2): 198-210

tawar yang bermerek dan tidak bermerek yang

dijual di kelurahan padang bulan kota medan.

[Skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera

Utara.

Visita BF dan Putri WDR. 2014. Pengaruh penambahan bubuk mawar merah (Rosa

domascene mill) dengan jenis bahan pengisi

berbeda pada cookies. Jurnal Pangan dan

Agroindustri. 2(1): 39-46.

Wang LL, Yang BK, Parkin KL, Johnson EA. 1993.

Inhibition of Listeria monocytogenes by

monoacylglycerols synthesized from coconut

oil and milk fat by lipasecatalyzed glycerolysis.

Joural Agriculture Food Chemical. 41: 1000-1005.

Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta

(ID): Gramedia Pustaka Utama.