1 PENDAHULUAN Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang sering dikaitkan dengan harga saham. Nilai perusahaan lazim diindikasikan dengan PBV ( price to book value). PBV yang tinggi akan membuat pasar percaya atas prospek perusahaan kedepan. Dari sudut pandang investor, salah satu indikator penting untuk melihat prospek perusahaan dimasa yang akan datang adalah melalui kinerja perusahaan yaitu dengan melihat sejauh mana pertumbuhan profitabilitas perusahaan. Menurut Weston and Copeland (1995) sebagaimana dikutip oleh Cahyani (2012), mengemukakan bahwa profitabilitas adalah efektifitas manajemen yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan atau investasi perusahaan. Peningkatan profitabilitas perusahaan dapat mempengaruhi nilai perusahaan dan itu tergantung dari, bagaimana persepsi investor terhadap peningkatan profitabilitas perusahaan. Persepsi investor dalam menanggapi profitabilitas akan mempengaruhi harga saham sekaligus nilai dari perusahaan tersebut. Perhatian investor sering terpusat pada informasi laba tanpa memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba tersebut (Beattie et al., 1994) dalam Mila dan Supatmi (2012). Kecenderungan lebih memperhatikan laba inilah yang menjadi dasar oleh manajemen dan mendorong manajer untuk melakukan praktek manajemen laba. Teori keagenan (agency theory) dapat menjelaskan timbulnya praktek manajemen laba. Sebagai agent, manajer secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan
51
Embed
Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Nilai …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7636/2/T1_232010155_Full... · Beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh manajemen laba terhadap
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
PENDAHULUAN
Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang
sering dikaitkan dengan harga saham. Nilai perusahaan lazim diindikasikan
dengan PBV ( price to book value). PBV yang tinggi akan membuat pasar percaya
atas prospek perusahaan kedepan. Dari sudut pandang investor, salah satu
indikator penting untuk melihat prospek perusahaan dimasa yang akan datang
adalah melalui kinerja perusahaan yaitu dengan melihat sejauh mana pertumbuhan
profitabilitas perusahaan. Menurut Weston and Copeland (1995) sebagaimana
dikutip oleh Cahyani (2012), mengemukakan bahwa profitabilitas adalah
efektifitas manajemen yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan
atau investasi perusahaan. Peningkatan profitabilitas perusahaan dapat
mempengaruhi nilai perusahaan dan itu tergantung dari, bagaimana persepsi
investor terhadap peningkatan profitabilitas perusahaan. Persepsi investor dalam
menanggapi profitabilitas akan mempengaruhi harga saham sekaligus nilai dari
perusahaan tersebut.
Perhatian investor sering terpusat pada informasi laba tanpa
memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba
tersebut (Beattie et al., 1994) dalam Mila dan Supatmi (2012). Kecenderungan
lebih memperhatikan laba inilah yang menjadi dasar oleh manajemen dan
mendorong manajer untuk melakukan praktek manajemen laba. Teori keagenan
(agency theory) dapat menjelaskan timbulnya praktek manajemen laba. Sebagai
agent, manajer secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan
2
kemakmuran para pemegang saham (principal) dan sebagai imbalannya akan
memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat
kepentingan yang berbeda didalam perusahaan antara agent dan principal,
dimana kedua belah pihak berusaha untuk mencapai serta mempertahankan
tingkat kemakmuran yang diinginkan.
Menurut Widyaningdyah (2001) para manajer memiliki fleksibilitas untuk
memilih beberapa alternatif dalam mencatat transaksi sekaligus memilih opsi-opsi
yang ada dalam perlakuan akuntansi. Fleksibilitas ini digunakan oleh manajemen
perusahaan untuk mengelola laba atau melakukan earnings management guna
meningkatkan nilai perusahaan pada saat tertentu. Oleh karena itu, perusahaan
besar mempunyai insentif yang cukup besar untuk melakukan manajemen laba
dibandingkan perusahaan yang kecil, karena salah satu alasan utamanya adalah
perusahaan besar harus mampu memenuhi ekspektasi dari investor atau
pemegang sahamnya.
Menurut Watts dan Zimermen (1985) sebagaimana dikutip oleh Yangs
(2011), menyatakan bahwa jika perusahaan sensitif terhadap variasi ukuran
perusahaan, perusahaan lebih besar menyukai prosedur (metode) yang dapat
menunda pelaporan laba. Menurut penelitian Sudarma (2003) dalam Sulistiono
(2010) bahwa ukuran perusahaan (firm size) berpengaruh positif signifikan
terhadap nilai perusahaan.
Beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh manajemen laba terhadap
nilai perusahaan antara lain: Hastuti (2005) menemukan bahwa tidak terdapat
hubungan manajemen laba (discretionary accruals) dengan kinerja perusahaan
3
(Tobin’s Q). Ujiyantho dan Pramuka (2007) menemukan bahwa manajemen laba
(discretionary accruals) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
keuangan (cash flow return on assets). Fernandes dan Ferreira (2007) mengatakan
bahwa ada hubungan manajemen (discretionary accruals) dengan nilai
perusahaan (Tobin’s Q). Herawaty (2008) menemukan bahwa earnings
management (discretionary accruals) berpengaruh secara signifikan terhadap nilai
perusahaan (Tobin’s Q). Megawati (2009) menemukan bahwa manajemen laba
(discretionary accruals) tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan (PBV).
Berdasarkan ketidakkonsistenan penelitian sebelumnya, maka penelitian ini
menguji kembali pengaruh praktek manajemen laba terhadap nilai perusahaan.
Penelitian ini mengacu pada penelitian Herawaty (2008) menunjukkan
earnings management (discretionary accruals) berpengaruh terhadap nilai
perusahaan (Tobin’s Q), ukuran perusahaan (natural logaritma nilai pasar ekuitas
perusahaan pada akhir tahun) berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
(Tobin’s Q). Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya.
Pengukuran nilai perusahaan di ukur dengan pendekatan kinerja pasar (PBV), dan
juga diukur dengan menggunakan pendekatan kinerja keuangan yaitu rasio
profitabilitas dengan proksi ROE (Return On Equity). Alasan menggunakan PBV
yaitu, Pertama: karena nilai buku yang disediakan relatif stabil sehingga bisa
dibandingkan dengan nilai pasar. Kedua: karena konsisten terhadap standar
akuntansi antar perusahaan sehingga PBV bisa digunakan untuk membandingkan
antar perusahaan. Ketiga: karena perusahaan yang mempunyai laba negatif bisa
menggunakan PBV ratio (Persson dan Stahlberg, 2006) dalam Ardiansyah (2009).
4
Sedangkan pertimbangan utama menggunakan ROE adalah karena ROE
merupakan turunan dari ROI sehingga lebih menggambarkan profitabilitas
(Suharly, 2004) dan ROE merupakan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba setelah pajak dengan menggunakan modal sendiri yang
dimiliki perusahaan. Periode waktu yang digunakan dalam penelitian ini juga
berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu tahun 2011-2012. Alasan
menggunakan perusahaan manufaktur adalah
Penelitian ini bertujuan memberikan bukti empiris tentang pengaruh
praktek manajemen laba terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur
yang tercatat di BEI tahun 2011-2012. Alasan menggunakan perusahaan
manufaktur yaitu, pertama: adanya kasus manajemen laba yang dilakukan di
perusahaan manufaktur yaitu PT. Kimia Farma Tbk tahun 2001 (Kompas, 21
November 2002). Kedua: jumlah sampel yang sangat bervariasi karena berasal
dari berbagai sektor industri.
Penelitian ini bermanfaat bagi pihak manajemen sebagai pertimbangan
bagi perusahaan dalam mengambil keputusan agar dapat memaksimalkan nilai
perusahaan dan kesejahteraan pemegang saham. Selanjutnya sebagai bahan
pertimbangan investor dalam menanamkan modal dalam suatu perusahaan serta
sebagai masukan bagi pemakai laporan keuangan dan manajemen dalam
memahami praktek manajemen laba.
5
TELAAH TEORITIS
Teori Keagenan (Agency Teory)
Darwis (2012) mengatakan hubungan agensi muncul ketika satu orang
atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu
jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada
agent tersebut. Pemisahan kepemilikan dan pengendalian dalam perusahaan
modern mengakibatkan potensi konflik antara pemilik dan manajer. Secara
khusus, tujuan dari pihak manajemen dapat berbeda dari tujuan pemegang saham.
Manajemen bertindak untuk kepentingannya sendiri daripada kepentingan
pemegang sahamnya (Van Horne dan Wachowicz, 2005:7). Pemegang saham
mempercayakan perusahaan untuk dikelola oleh manajemen (agen) yang
bertindak untuk kepentingan pemegang saham. Padahal, sering terjadi konflik
antara manajemen dengan pemegang saham. Konflik tersebut muncul karena
adanya perbedaan kepentingan antara kepentingan manajemen dengan
kepentingan pemegang saham. Pada dasarnya perusahaan didirikan untuk
mencapai tujuan utama yaitu meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan
kemakmuran pemilik atau para pemegang saham. Karena adanya tujuan yang
berbeda maka pihak manajemen sering melakukan praktek manajemen laba.
Tujuan manajemen laba adalah mengatur laporan keuangan agar sesuai
dengan apa yang diinginkan oleh manajer terkait dengan kepentingannya. Dengan
demikian, melalui manajemen laba yang dilakukan maka kinerja keuangan akan
semakin terlihat baik, dalam kaitannya dengan tujuan melakukan manajemen laba
adalah untuk memperbaiki laporan keuangan perusahaan yang berbeda dengan
6
kondisi yang sebenarnya. Tindakan praktek manajemen laba yang dilakukan pihak
manajemen akan menggambarkan kinerja perusahaan tampak lebih baik yang
tercermin dari laba yang dihasilkan maupun harga saham perusahaan.
Nilai Perusahaan
Menurut Andri dan Hanung (2007) nilai perusahaan adalah nilai jual
perusahaan atau nilai tumbuh bagi pemegang saham, nilai perusahaan akan
tercermin dari harga pasar sahamnya. Usunariyah (2003:54) dalam Umi, Gatot
dan Ria (2012) bahwa nilai perusahaan dicerminkan pada kekuatan tawar-
menawar saham. Apabila perusahaan diperkirakan sebagai perusahaan
mempunyai prospek pada masa yang akan datang, maka kinerja pasarnya
meningkat yang tercermin dari nilai sahamnya menjadi tinggi. Sebaliknya, apabila
perusahaan dinilai kurang memiliki prospek maka harga saham menjadi rendah.
Perusahaan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang
tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham. Semakin tinggi
harga saham perusahaan dipasar, semakin tinggi pula nilai perusahaan. Nilai
perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan
nilai perusahaan yang tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga
tinggi.
Kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama
periode waktu tertentu yang merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh
kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang
7
dimiliki (Helfert, 1996) dalam Nuswandari (2009). Kinerja perusahaan yang baik
akan menggambarkan kemakmuran pemegang saham semakin meningkat. Kinerja
perusahaan ditinjau dari perspektif keuangan memiliki tipikal dihubungkan
dengan profitabilitas. Strategi perusahaan dalam perspektif keuangan secara
jangka panjang akan mempengaruhi nilai pemegang saham. Profitabilitas adalah
hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan manajemen perusahaan
(Brigrham & Houston, 2009) dalam Prasetyorini (2013). Profitabilitas
mencerminkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba yang dapat
diukur dari berbagai rasio salah satunya menggunakan proksi ROE. Pertimbangan
utama karena ROE merupakan turunan dari ROI sehingga hasilnya merupakan
hasil yang lebih mengambarkan profitabilitas (Suharli, 2004).
ROE menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
setelah pajak dengan menggunkan modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Rasio
ini penting bagi pihak pemegang saham yaitu untuk mengetahui efektivitas dan
efisiensi pengelolaan modal sendiri yang dilakukan oleh pihak manajemen
perusahaan. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin efisien penggunaan modal
sendiri yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan. Naiknya rasio ROE
dari tahun ketahun pada perusahaan berarti terjadi kenaikan laba bersih dalam
perusahaan. Naiknya laba bersih dapat dijadikan salah satu indikasi bahwa nilai
perusahaan juga naik, karena naiknya laba bersih sebuah perusahaan akan diikuti
harga saham pasar perusahaan (PBV) naik yang berarti juga menaikkan nilai
perusahaan.
8
Manajemen Laba
Manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam
proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan
pribadi (Schipper, 1989) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007). Sedangkan
menurut Healy dan Wahlen (2000:368) dalam herawaty (2008) didefinisikan
sebagai berikut: earnings management terjadi ketika manajemen menggunakan
judgment dalam pelaporan keuangan yang dapat merubah laporan keuangan
sehingga menyesatkan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan.
Menurut (Scott, 2000) terdapat beberapa pola dalam manajemen laba,
yaitu: Pertama, Taking a Bath yang dimana pola ini terjadi pada saat
pengangkatan CEO baru dengan cara melaporkan kerugian dalam jumlah besar
yang diharapkan dapat meningkatkan laba di masa yang akan datang. Kedua,
Income Minimization dilakukan pada saat perusahaan memiliki tingkat
profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada masa mendatang diperkirakan
turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. Ketiga,
Income Maximization dilakukan pada saat laba menurun bertujuan untuk
melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini
dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang.
Keempat, Income Smoothing dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba
yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar
karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.
Scott (2000: 302) dalam Rahmawati dkk (2006) mengemukakan beberapa
terjadinya motivasi manajemen laba yaitu: pertama, Bonus Purposes: Manajer
9
yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara
oportunistik untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat
ini (Healy, 1985) dalam Rahmawati dkk (2006). Kedua, Political Motivations:
Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada
perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan
karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan
peraturan yang lebih ketat. Ketiga, Taxation Motivation: Motivasi penghematan
pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode
akuntansi digunakan dengan tujuan untuk penghematan pajak pendapatan.
Keempat, Pergantian CEO: CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung
menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja
perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak
diberhentikan. Kelima, Initial Public Offering (IPO): Perusahaan yang akan go
public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang
akan go public melakukan manajemen laba dengan harapan dapat menaikkan
harga saham perusahaan. Keenam, Pentingnya Memberi Informasi Kepada
Investor: Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada
investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa
perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.
Manajemen laba dapat terjadi karena dalam penyusunan laporan keuangan
menggunakan basis akrual. Akuntansi berbasis akrual menggunakan prosedur
akrual, deferral, pengalokasian yang bertujuan untuk menghubungkan
pendapatan, biaya, keuntungan (gains), dan kerugian (losses) untuk
10
menggambarkan kinerja perusahaan selama periode berjalan, meski kas belum
diterima dan dikeluarkan (Sulistyanto, 2008). Manajamen laba diproksikan
dengan menggunakan discretionary accruals (DA). Menurut Healy (1985) dan De
Angelo (1986) yang dikutip dalam Gumanti (2001) konsep model akrual memiliki
dua komponen, yaitu discretionary accruals dan non discretionary accruals.
Discretionary accruals merupakan komponen akrual yang dapat diatur dan
direkayasa sesuai dengan kebijakan (discretion) manajerial, sementara non
discretionary accruals merupakan komponen akrual yang tidak dapat diatur dan
direkayasa sesuai dengan kebijakan manajer perusahaan. Manajer akan
melakukan manajemen laba dengan memanipulasi akrual-akrual tersebut untuk
mencapai tingkat pendapatan yang diinginkan. Dengan adanya pelaporan laporan
keuangan yang tidak sebenarnya karena manajer ingin menunjukkan kinerja yang
baik kepada pemilik sehingga manajer dapat memanipulasi hasil laporan
keuangan dan adanya hubungan yang asimetri antara pemilik dengan pengelola
perusahaan artinya pemilik hanya ingin mendapatkan deviden yang besar atas
investasi yang dilakukan sementara manajer menginginkan kinerja yang baik agar
manajer mendapatkan sesuatu yang lebih misalnya bonus atas kinerja yang baik
yang telah dilakukannya. Dengan kinerja manajemen yang lebih baik akan
menghasilkan laba bersih yang lebih besar dalam laporan keuangan, maka pasar
akan merespon positif yang mengakibatkan nilai perusahaan yang tercermin dari
harga saham pasar perusahaan akan meningkat.
11
Manajemen laba dan Nilai Perusahaan
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi
internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibanding pemilik
sehingga menimbulkan asimetri informasi. Manajer diwajibkan memberikan
sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan
merupakan cerminan nilai perusahaan melalui pengungkapan informasi akuntansi
seperti laporan keuangan. Menurut Ali (2002) dalam Herawaty (2008) bahwa
laporan keuangan tersebut penting bagi pihak ekternal perusahaan karena
kelompok itu berada dalam kondisi yang paling tidak tinggi tingkat kepastiannya.
Menurut Healy dan Wahlen (1999) sebagaimana dikutip oleh Hutagaol
(2008), manajemen laba adalah bagaimana upaya-upaya manajemen dalam
menggunakan pertimbangannya (judgement) dalam menyusun laporan keuangan,
sehingga dapat menyesatkan stakeholders dalam menilai kinerja perusahaan atau
dapat mempengaruhi kontrak-kontrak pendapatan yang telah ditetapkan
berdasarkan angka-angka laporan keuangan. Dalam proses pencapaian
memaksimalkan nilai perusahaan akan muncul konflik kepentingan antara
manajer dan pemegang saham yang dalam hal ini sebagai pemilik perusahaan,
yang memungkinkan manajemen melakukan praktek akuntansi dengan orientasi
pada laba untuk mencapai suatu kinerja tertentu. Tercapainya target laba dianggap
manajer memiliki kinerja yang baik sehingga ada kesempatan mendapatkan
kompensasi atau bonus. Kinerja perusahaan yang baik akan terefleksi dari laba
bersih yang dihasilkan perusahaan yang menunjukkan ROE yang semakin
meningkat. Laba bersih perusahaan yang semakin meningkat, akan memberikan
12
sinyal yang positif terhadap terhadap investor. Investor akan merespon positif dan
tertarik untuk membeli saham perusahaan tersebut, sehingga harga saham pasar
perusahaan (PBV) akan meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai
perusahaan.
Penelitian mengenai pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan
telah banyak dilakukan oleh peneliti. Namun para peneliti menemukan hasil yang
berbeda. Hastuti (2005) menemukan bahwa tidak terdapat hubungan manajemen
laba (discretionary accruals) dengan kinerja perusahaan (Tobin’s Q) di BEJ LQ
45 tahun 2001-2002. Temuan ini menjelaskan bahwa manajemen laba yang
dilakukan oleh manajemen nilainya relatif kecil jika dibandingkan nilai
kinerja secara keseluruhan. Fernandes dan Ferreira (2007) meneliti lebih dari
24.000 perusahaan di 43 negara selama periode 1990-2003. Temuan ini
menjelaskan bahwa terdapat hubungan manajemen laba dengan nilai perusahaan
untuk peluang investasi dan kebutuhan keuangan eksternal.
Ujiyantho dan Pramuka (2007) menemukan bahwa manajemen laba
(discretionary accruals) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
keuangan (cash flow return on assets) di BEJ periode 2001-2004. Temuan ini
menjelaskan lemahnya pengaruh tersebut dapat dikatakan bahwa cash flow return
on assets merupakan salah satu pengukuran kinerja perusahaan dalam kategori
cash flow measures yang dapat meniadakan pengaruh penggunaan perlakuan
akuntansi yang berbeda terhadap suatu transaksi. Cash flow menunjukkan hasil
yang dananya telah diterima tunai oleh perusahaan serta dibebani dengan beban
yang bersifat tunai yang benar-benar sudah dikeluarkan oleh perusahaan.
13
Megawati (2009) manajemen laba (discretionary accruals) tidak berpengaruh
terhadap nilai perusahaan (PBV) di Jakarta Islamic Index tahun 2005-2007.
Temuan ini menjelaskan walaupun manajemen laba bisa dideteksi oleh pasar
saham namun investor atau pasar saham mengabaikan adanya rekayasa laba
tersebut. Herawaty (2008) menemukan earnings management (DA) berpengaruh
secara signifikan terhadap nilai perusahaan BEI periode 2004-2006. Temuan ini
menjelaskan manajemen laba bukan sebagai strategi perusahaan untuk
meningkatkan nilai perusahaan. Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka
hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
H1a: Praktek manajemen laba berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang diukur
dengan ROE
H1b: Praktek manajemen laba berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang diukur
dengan PBV
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang
menerbitkan laporan keuangan tahunan (annually report) yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) periode 2011-2012. Metode pengambilan sampel yang
digunakan adalah nonprobabilistic sampling yaitu pengambilan sampel yang
bersifat secara tidak acak, dimana sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan
tertentu. Teknik yang digunakan dalam menentukan sampel dalam penelitian ini
14
adalah dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel dengan mempertimbangkan karakteristik tertentu.
Adapun sampel yang diambil adalah perusahaan yang termasuk dalam
kriteria sebagai berikut :
a. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun 2011-2012
b. Perusahaan manufaktur yang mempublikasikan laporan keuangan
tahunan (Annually Report) yang sudah diaudit pada tahun 2011- 2012.
c. Ketersedian data untuk setiap variabel yang diteliti
Jenis dan Sumber data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini dalah data sekunder berupa
laporan keuangan tahunan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) tahun 2010-2012.
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari Indonesian Capital
Market Directory (ICMD) dan Website Bursa Efek Indonesia, yaitu:
http://www.idx.co.id.
Defenisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel Independen
Variabel Independen dalam penelitian ini adalah manajemen laba yang
diukur melalui discretionary accrual (DA) yang dihitung dengan cara
mengurangkan total akrual (TA) dan nondiscretionary accrual (NDA). Earnings
management diproksi dengan discretionary accrual dengan menggunakan model