PENGARUH KEPEMIMPINAN, MOTIVASI DAN PENERAPAN LEARNING ORGANIZATION TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH Tesis Oleh : LILIK NURHARYANI PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU ADMINISTRASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2018
111
Embed
PENGARUH KEPEMIMPINAN, MOTIVASI DAN PENERAPAN …digilib.unila.ac.id/54390/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfPENGARUH KEPEMIMPINAN, MOTIVASI DAN PENERAPAN LEARNING ORGANIZATION TERHADAP
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGARUH KEPEMIMPINAN, MOTIVASI DAN PENERAPAN LEARNING
ORGANIZATION TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN
SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
Tesis
Oleh :
LILIK NURHARYANI
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PENGARUH KEPEMIMPINAN, MOTIVASI, PENERAPAN LEARNINGORGANIZATION TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN
SEKRETARIAT KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
Oleh :
LILIK NURHARYANI
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah kinerja pegawai
di Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Tengah tidak optimal. Adanya
tuntutan akan tersedianya pelayanan publik yang baik memerlukan respon yang
cepat dari pemerintah. Hal ini disebabkan karena kinerja pegawai negeri sipil
belum baik. Pelayanan publik menjadi tujuan dari organisasi publik. Oleh karena
itu, membuat kinerja pegawai menjadi baik pada organisasi publik menjadi
penting untuk dilakukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Populasinya adalah seluruh pegawai
Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Tengah sebanyak 116 orang. Dengan
demikian sample pada penelitian ini adalah seluruh populasi. Analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif, analisis statistik
inferensial dan regresi linear berganda.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa kepemimpinan,
motivasi dan penerapan learning organization baik secara partial maupun
simultan mempengaruhi kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten
Lampung Tengah. Koefisien determinasi dihasilkan dari R square 0,436. Hal ini
Lilik Nurharyani
menunjukkan bahwa pengaruh kepemimpinan, motivasi dan penerapan learning
organization terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung
Tengah sebesar 43,6 persen sementara 56,4% dipengaruhi oleh faktor lain yang
tidak diteliti pada penelitian ini. Hasil dari regresi linear berganda ditunjukkan
dalam persamaan Y= 2,402 + 2,258 X1 + 0,122 X2 + 0,313 X3 dengan koefisien
kinerja sebesar 2,402, kepemimpinan sebesar 2,258, motivasi sebesar 0,122,
penerapan learning organization sebesar 0,313. Hal ini berarti bahwa nilai
konstan jika tidak ada perubahan pada kepemimpinan, motivasi penerapan
learning organization maka kinerja pegawai memiliki nilai 2,402.
Kata kunci : kepemimpinan, motivasi, penerapan learning organizatian dan
kinerja pegawai.
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF LEADERSHIP, MOTIVATION,IMPLEMETATION OF LEARNING ORGANIZATION TO EMPLOYEE
PERFORMANCE OF THE SECRETARIAT OF LAMPUNG TENGAHDISTRIC, LAMPUNG PROVINCE
By
LILIK NURHARYANI
The existing problems in this research is the performance of The
Secretariat of Lampung Tengah district not optimal. The demands of good public
services need quickly response from government. It caused of the perfomance of
civil servants still poor. Public services become the purposes of public
organization. So, make a good performance of employees in public organization
become so important to keep the society trust.
The approach used in this research was descriptive research with
quantitative approach. The population is all of 116 employee of the Secretariat of
Lampung Tengah district. Thus the samples in this study is population. Data
analysis which is used in this study are descriptive statistical analysis, inferensial
statistical analysis and multiple linear regression.
The result of this research are leadership, motivation, the implementation
of Learning Organization are partially or simultaneously affected on performance
the Secretariat of Lampung Tengah district employees. The coefficients of
determination is resulted R square calculation obtained by 0,436. It showed that
the influence of leadership, motivation, the implemetation of learning
organization on the performance is 43,6 % while the remaining 56,4% is the
influence of other
Lilik Nurharyani
variables which is not examined in this study. The results of multiple linear
ide-ide kreatif dan inovatif dari pegawai untuk menjalankan tugas pokok dan
fungsinya selama ini dirasakan masih dapat ditingkatkan.
Suatu organisasi apapun bentuknya, baik pemerintah maupun swasta, akan
membutuhkan pimpinan yang akan membawa organisasi mencapai tujuannya.
Pimpinan suatu organisasi sangat dibutuhkan, dengan demikian kepemimpinan
seorang pemimpin di dalam suatu organisasi harus terwujud, sebab kepemimpinan
11
adalah kemampuan seseorang (pemimpin atau leader) untuk memengaruhi orang
yang dipimpinnya atau pengikutnya sehingga orang tersebut bertingkah laku
sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Begitu juga dengan motivasi,
dalam organisasi publik peran motivasi sangat penting. Tidak dapat dipungkiri lagi
bahwa dengan motivasi kerja yang tinggi, maka kinerja organisasi akan tinggi.
Faktor kepemimpinan dari atasan dapat memberikan pengayoman dan
bimbingan kepada pegawai dalam menghadapi tugas dan lingkungan kerja yang baru.
Pemimpin yang baik akan mampu menularkan optimisme dan pengetahuan yang
dimilikinya agar pegawai yang menjadi bawahannya dapat melaksanakan pekerjaan
dengan baik. Seorang pemimpin yang memiliki motivasi yang tinggi terhadap
tugasnya akan memberi pengaruh yang baik terhadap motivasi kerja bawahannya.
Dari observasi awal di bidang kepemimpinan pada Sekretariat Daerah
Kabupaten Lampung Tengah dijumpai masalah sebagai berikut:
a. Pemimpin lebih menekankan kepada pelaksanaan tugas daripada
pembinaan dan pengembangan bawahan.
b. Pemimpin tidak memberlakukan punishment secara tegas dan efektif
terhadap bawahan yang melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugas.
Untuk masalah motivasi kerja masih dijumpai adanya pegawai yang memiliki
motivasi kerja yang rendah. Bagi pegawai dengan adanya kepemimpinan dan
motivasi kerja yang tinggi akan mendorong mereka bekerja dengan baik, maka
kinerja mereka cenderung akan baik juga. Pengaruh dari motivasi dan kinerja yang
baik serta penuh dengan rasa kepuasan berarti pegawai tersebut dengan sendirinya
12
akan melaksanakan semua peraturan-peraturan yang ada pada organisasi tersebut
yaitu kesadaran disiplin.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, nampak betapa pentingnya
kepemimpinan, motivasi dan penerapan learning organization dalam meningkatkan
kinerja pegawai. Hal ini membuat penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi dan Penerapan
Learning Organization Terhadap Kinerja Pegawai Di Sekretariat Daerah Kabupaten
Lampung Tengah”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan
beberapa permasalahan yang ditemukan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Seberapa besar pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai
Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Tengah.
2. Seberapa besar pengaruh motivasi terhadap kinerja pegawai
Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Tengah.
3. Seberapa besar pengaruh penerapan Learning Organization terhadap
kinerja pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Tengah.
4. Seberapa besar pengaruh kepemimpinan, motivasi dan penerapan
Learning Organization terhadap kinerja pegawai Sekretariat Daerah
Kabupaten Lampung Tengah.
13
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti adalah :
1. Untuk mendeskripsikam signifikansi pengaruh kepemimpinan terhadap
kinerja pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Tengah.
2. Untuk mendeskripsikam signifikansi pengaruh motivasi terhadap kinerja
pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Tengah.
3. Untuk mendeskripsikam signifikansi pengaruh penerapan Learning
Organization terhadap kinerja pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten
Lampung Tengah.
4. Untuk mendeskripsikam signifikansi pengaruh kepemimpinan, motivasi
dan penerapan Learning Organization terhadap kinerja pegawai
Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Tengah.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang bisa diperoleh antara lain :
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan akan dapat mengembangkan
khasanah keilmuan terutama mengenai Kinerja Pegawai yang dipengaruhi
oleh Kepemimpinan, motivasi dan penerapan Learning Organization.
2. Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan
bagi pihak Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah terutama yang
menyangkut kinerja pegawai, Kepemimpinan, Motivasi Kerja dan
penerapan Learning Organization.
14
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi Konsep kinerja
Sebuah organisasi termasuk organisasi publik memerlukan manusia sebagai
sumber daya pendukung utama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sumber
daya manusia yang berkualitas akan turut memajukan organisasi sebagai suatu wadah
peningkatan kinerja organisasi. Kedudukan strategis untuk meningkatkan kinerja
organisasi publik adalah pada pegawai negeri sipil (PNS), yaitu individu-individu
yang bekerja pada suatu organisasi atau perusahaan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2002 : 570), kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang
diperlihatkan, kemampuan kerja. Secara sederhana disebutkan bahwa istilah kinerja
berasal dari kata job perfomance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi
sungguhnya yang dicapai oleh seseorang), sedangkan yang dimaksud dengan kinerja
mengacu pada sesuatu yang terkait dengan kegiatan melakukan pekerjaan.
Otley (dalam Mahmudi, 2015 : 6) menjelaskan bahwa kinerja mengacu pada
sesuatu yang terkait dengan kegiatan melakukan pekerjaan, dalam hal ini meliputi
hasil yang dicapai kerja tersebut. Sedangkan Roger berpendapat bahwa kinerja
didefinisikan sebagai hasil kerja itu sendiri karena hasil kerja memberikan keterkaitan
15
yang kuat terhadap tujuan strategis organisasi, kepuasan pelanggan dan kontribusi
ekonomi.
Terkait dengan konsep kinerja, Moeheriono (2012:95) berpendapat bahwa
kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksana suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan,
visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu
organisasi. Oleh karenanya, salah satu cara yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kinerja adalah dengan memberikan wewenang kepada karyawan yaitu
dengan membentuk tim kerja. Gregory Moorhead dan Ricky W.G (2013:132)
menyatakan satu motode yang digunakan oleh beberapa perusahaan untuk
memberikan wewenang kepada para pegawai mereka adalah membentuk tim-tim
kerja. Lingkaran kualitas adalah sekelompok karyawan yang sukarela bertemu secara
tetap untuk mengidentifikasi dan mengajukan solusi untuk masalah-masalah yang
berhubungan dengan kualitas serta saling belajar satu dengan yang lainnya.
Untuk mencapai kinerja tingkat tinggi, seorang pegawai harus memiliki
motivasi untuk melakukan perkerjaan dengan baik, harus memiliki kemampuan dan
harus mempunyai materi, sumber daya, perlengkapan, dan informasi untuk
melakukan pekerjaan tersebut (lingkungan).
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Kinerja pegawai merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor. Faktor-faktor
tersebut adalah faktor lingkungan internal organisasi, faktor lingkungan eksternal, dan
faktor internal karyawan atau pegawai (Wirawan, 2009). Faktor internal pegawai,
16
yaitu faktor-faktor dari dalam diri pegawai yang merupakan faktor bawaan dari lahir
dan faktor yang diperoleh ketika ia berkembang. Faktor-faktor bawaan, misalnya
bakat, sifat pribadi, serta keadaan fisik dan kejiwaan. Sementara itu, faktor-faktor
yang diperoleh, misalnya pengetahuan, keterampilan, etos kerja, pengalaman kerja,
dan motivasi kerja. Sedangkan faktor-faktor lingkungan internal organisasi adalah
faktor-faktor yang ada dalam organisasi. Dalam melaksanakan tugasnya, pegawai
memerlukan dukungan organisasi tempat ia bekerja. Dukungan tersebut sangat
mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja pegawai. Konsep organisasi pembelajar juga
diyakini merupakan suatu bentuk dukungan organisasi dalam menciptakan
lingkungan internal organisasi yang kondusif sehingga dapat mendukung dan
meningkatkan produktivitas karyawan.
Faktor yang lain adalah faktor lingkungan eksternal organisasi. Faktor-faktor
lingkungan eksternal organisasi adalah keadaan, kejadian, atau situasi yang terjadi di
lingkungan eksternal organisasi yang mempengaruhi kinerja karyawan. Dalam
melaksanakan sebuah pekerjaan, seorang pegawai akan berusaha untuk melaksanakan
pekerjaannya tersebut dengan sungguh-sungguh agar dapat memberikan hasil yang
baik sesuai dengan kemampuan, pengalaman, kesungguhan serta waktu pengerjaan
tugas yang dibebankan kepadanya.
Menurut Suyadi Prawirosentoso (1999:27) faktor yang mempengaruhi
organisasi dan kinerjanya sebagai berikut:
a. Efektivitas dan Efisiensi
17
Efektivitas dari usaha kerja sama (antar indiviual) berhubungan dengan
pelaksanaan yang dapat mencapi sistem itu sendiri. Sedangkan efisiensi
dari suatu kerja sama dalam suatu sistem (antarindividual) adalah hasil
gabungan efisiensi dari upaya yang dipilih masing-masing individu.
b. Otoritas dan Tanggung jawab
Kejelasan wewenang dan tanggung jawab setiap peserta dalam suatu
organisasi akan mendukung kinerja (performance) organisasi tersebut.
Walaupun kejelasan wewenang dengan tanggung jawab setiap peserta
harus disertai dengan kapasitas masing-masing peserta organisasi
bersangkutan.
c. Disiplin
Disiplin berkaitan erat dengan sanksi yang perlu dijatuhkan kepada sanksi
yang yang melanggar. Dalam hal ini seorang karyawan melanggar
peraturan yang berlaku dalam organisasi perusahaan, maka karyawan
bersangkutan harus sanggup menerima hukuman yang telah disepakati.
d. Inisatif
Inisiatif seseorang (atasan atau karyawan bawahan) berkaitan dengan daya
pikir, kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang
berkaitan dengan tujuan organisasi. Setiap inisiatif sebaiknya mendapat
perhatian atau tanggapan posotif dari atasan, kalau memang dia atasan yang
baik.
18
Sedangkan menurut Moeheriono (2012:139) menyatakan bahwa faktor
penilaian adalah aspek-aspek yang diukur dalam proses penilaian kerja individu.
Faktor penilaian tersebut terdiri dari empat aspek yakni sebagai berikut:
a. Hasil kerja, yaitu keberhasilan karyawan dalam pelaksanaan kerja (output)
biasanya terukur, berapa besar yang telah dihasilkan, berapa jumlahnya, dan
berapa besar kenaikannya.
b. Perilaku yaitu aspek tindak tanduk karyawan dalam melaksanakan
pekerjaan, pelayanannya bagaimana, kesopanannya, sikapnya, dan perilaku
baik terhadap sesama karyawan maupun kepada pelanggan.
c. Atribut dan kompensasi, yaitu kemahiran dan penguasaan karyawan sesuai
tuntutan jabatan, pengetahuan, keterampilan, dan keahlian.
d. Komparatif, yaitu membandingkan hasil kinerja karyawan dengan karyawan
lainnya yang selevel dengan yang bersangkutan.
Simamora dalam Mangkunegara (2006) menyatakan kinerja dipengaruhi tiga
faktor, yaitu :
a. Faktor Individual yang mencakup kemampuan, keahlian, latar belakang
dan demografi
b. Faktor Psikologis terdiri dari persepsi, attitude, personality, pembelajaran
dan motivasi
c. Faktor Organisasi terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan,
struktur dan job design
19
Sehubungan dengan penilaian kinerja, Robbin (2006:260) berpendapat bahwa
kinerja pegawai dapat dilihat dari enam indikator berikut ini :
a. Kualitas. Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas
pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan
dan kemampuan karyawan.
b. Kuantitas. Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti
jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
c. Ketepatan waktu. Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu
yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
d. Efektivitas. Merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga,
uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil
dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya.
e. Kemandirian. Merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat
menjalankan fungsi kerjanya
f. Komitmen kerja. Merupakan suatu tingkat dimana karyawan mempunyai
komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap
kantor.
Sedangkan menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap
kinerja : 1) Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga,
pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang. 2) Faktor psikologis :
persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja 3) Faktor organisasi.
20
Sementara T.R. Mitchell (1978:343) dalam Sedarmayanti (2001:51),
menyatakan pula bahwa kinerja meliputi beberapa aspek, yaitu:
a. Kualitas Kerja (Quality of Work): Ukuran seberapa baik pekerjaan yang
dihasilkan,
b. Ketepatan (Promptness) : Ketepatan waktu dan kesesuaian rencana kegiatan/
rencana kerja dengan hasil pekerjaan atau ketelitian hasil pekerjaan
c. Inisiatif (Initiative) : Gagasan atau tindakan yang dilakukan untuk menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi
d. Kemampuan (Capability) : Keterampilan serta pengetahuan yang dimiliki untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan
e. Komunikasi (Communication) : Relasi atau kerjasama antar pegawai di dalam
organisasi
Sejalan dengan upaya mewujudkan reformasi birokrasi, salah satu aspek
penting untuk meningkatkan kinerja pegawai adalah dengan memperbaiki
administrasi pemerintahan melalui penyusunan dan penerapan Standar Operasional
Prosedur (SOP). Standar Operasional Prosedur (SOP) secara umum diartikan sebagai
serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses
penyelenggaraan administrasi pemerintahan, bagaimana dan kapan harus dilakukan,
di mana dan oleh siapa dilakukan. SOP berfungsi untuk menghindari terjadinya
variasi dalam proses pelaksanaan kegiatan oleh pegawai yang akan mengganggu
kinerja organisasi secara keseluruhan. Pemerintah telah menyediakan acuan bagi
seluruh instansi melalui PermenPAN dan RB Nomor: 35 tahun 2012 tentang
21
Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan
(SOP AP).
Dalam konsep pelayanan publik, penyusunan SOP merupakan bagian dari
sistem pelayanan prima yang dilakukan pegawai dengan tepat serta menjamin
konsistensi kualitas pelayanan yang dihasilkan. SOP merupakan standar pelayanan
yang menjadi panduan bagi setiap pegawai yang terlibat dalam proses pelayanan
tahap demi tahap. Dalam hal pemerintahan, SOP bermanfaat untuk membantu kinerja
pemerintah untuk lebih efektif dan efisien dalam pelayanan masyarakat. Oleh
karenanya, dalam penelitian ini penulis menggunakan kemampuan pegawai
menerapkan SOP ini sebagai salah satu indikator kinerja.
2. Kinerja dalam perspektif New Public Management
Pada organisasi sektor publik, kesuksesan organisasi dilihat oleh masyarakat
melalui kemampuan organisasi dalam memberikan pelayanan publik yang murah dan
berkualitas. Hal ini selaras dengan konsep New Public Management (NPM) yang
menjadi dasar perubahan paradigma pengelolaan organisasi sektor publik. Konsep
New Public Management ini adalah salah satu reformasi manajemen sektor publik
untuk menjawab anggapan yang menyatakan bahwa organisasi sektor publik tidak
produktif, tidak efisien, selalu rugi, rendah kualitas, miskin inovasi dan kreatifitas,
dan berbagai kritikan lainnya (Mahmudi, 2007). New Public Management
beranggapan bahwa praktik manajemen sektor swasta lebih baik dibandingkan
dengan praktik manajemen sektor publik. Oleh karena itu untuk memperbaiki kinerja
sektor publik perlu diadopsi beberapa praktik dan teknik manajemen yang diterapkan
22
di sektor swasta ke dalam sektor publik, seperti pengadopsian mekanisme pasar,
kompetisi tender, dan privatisasi perusahaan-perusahaan publik.
Menurut Christopher Hood (2015: 43), New Public Management memiliki
tujuh karakteristik atau komponen utama, yaitu:
a. Manajemen profesional di sektor publik.
b. Adanya standar kinerja dan ukuran kinerja.
c. Penekanan yang lebih besar terhadap pengendalian output dan outcome.
d. Pemecahan unit-unit kerja di sektor publik.
e. Menciptakan persaingan di sektor publik.
f. Pengadopsian gaya manajemen di sektor bisnis ke dalam sektor publik.
g. Penekanan pada disiplin dan penghematan yang lebih besar dalam
menggunakan sumber daya.
Selama beberapa tahun terakhir, NPM memberikan kontribusi positif dalam
perbaikan kinerja sektor publik melalui mekanisme pengukuran kinerja yang
diorientasikan pada pengukuran ekonomi, efisiensi, dan efektivitas meskipun
penerapannya tidak bebas dari kendala dan masalah. Pengukuran kinerja sektor
publik ini menurut Robbin (2005:156) dapat diukur dari indikator-indikator berikut
ini :
a. Prestasi kerja
Ketika hasil tugas seseorang sulit ditentukan, perusahaan dapat mengevaluasi
dari prilaku (hasil kerja) karyawan tersebut yang berhubungan dengan tugas.
23
b.Pencapaian target
Pencapaian target menjadi faktor yang tepat untuk di evaluasi, dari hasil
pencapaian target dapat dilihat keampuan karyawan dalam menyelesaikan
beban pekerjaannya.
c. Keterampilan
Meliputi sekumpulan kemampuan yang bersifat teknis, antar pribadi atau
berorientasi bisnis.
d.Kepuasan
Yaitu kualitas kerja yang dicapai bedasarkan syarat-syarat kesesuaian dan
kesiapan karyawan.
e. Inisiatif
Yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar
tanggung jawabnya.
f. Tingkat Kehadiran
Tingkat kehadiran menjadi salah satu tolak ukur untuk mengetahui tingkat
kedisiplinan karyawan semakin tinggi kehadirannya atau rendahnya
kemangkiran maka karyawan tersebut telah memiliki disiplin kerja yang tinggi
yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan tersebut.
g.Ketaatan
Ketaatan yaitu kesadaran dan kesediaan dalam hal penyelesaian kerja.
24
h.On time
Ontime yaitu jumlah hasil kerja yang didapat dalam suatu periode waktu yang
ditentukan.
Pengukuran kinerja merupakan bagian penting dari proses pengendalian di
organisasi baik sektor publik maupun sektor privat. Tujuan penilaian kinerja disektor
publik menurut Mahmudi (2015 : 14) adalah
a. mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi
b. menyediakan sarana pembelajaran pegawai
c. memperbaiki kinerja periode berikutnya
d. memberi pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan
pemberian reward dan punishment
e. memotivasi pegawai
f. menciptakan akuntabilitas publik
Dalam konsep New Public Management, penerapan manajemen sektor swasta
di sektor publik merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan good governance.
Salah satu isu penyelenggaraan good governance adalah peningkatan kinerja
aparatur. Adapun karakteristik good governance dari UNDP meliputi (Keban, 2008):
a. Participation yaitu bahwa semua orang harus diberi kesempatan yang sama
untuk mengemukakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan baik
langsung atau melalui perantara institusi yang me- wakili kepentingannya.
b. Rule of law, yaitu bahwa aturan hukum harus adil dan ditegakkan tanpa
pandang bulu.
25
c. Transparancy, yaitu bahwa keterbukaan harus dibangun diatas aliran
informasi yang bebas.
d. Responsiveness, yaitu bahwa institusi- institusi dan proses yang ada harus
diarahkan untuk melayani para stakeholders.
e. Consensus orientation yaitu bahwa harus ada proses mediasi untuk sampai
kepada konsensus umum yang didasarkan atas kepentingan kelompok, dan
sedapat mungkin didasarkan pada kebijakan dan prosedur.
f. Equity, yaitu bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk
memperbaiki dan mempertahankan kesejahteraannya.
g. Effectiveness and efficiency, yaitu bahwa proses dan institusi-institusi yang
ada sedapat mungkin memenuhi kebutuhan masyarakat melalui pemafaatan
terbaik terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada.
h. Accountability, yaitu bahwa para pengambil keputusan di instansi pemerintah,
sektor publik dan organisasi masyarakat madani harus mampu
mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan dan diputuskannya kepada
publik sekaligus kepada para pemangku kepentingan.
i. Strategic vision yaitu bahwa para pemim- pin dan masyarakat publik harus
memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang terhadap pembangunan
manusia, dengan memperhatikan latar belakang sejarah, dan kompleksitas
sosial budaya.
Untuk mewujudkan good governance ini maka aparatur dituntut untuk
meningkatkan kinerjanya. Kinerja aparatur sipil negara ini dipengaruhi oleh banyak
26
aspek. Salah satunya adalah aspek kinerja organisasi baik secara individual maupun
secara keseluruhan. Pengukuran kinerja penting dilakukan oleh sebuah organisasi
untuk menilai kesuksesan organisasi. Mahmudi (2015:14) menjelaskan tujuan
penilaian kinerja di sektor publik antara lain :
1. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi
2. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai
3. Memperbaiki kinerja periode berikutnya
4. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan
pemberian reward dan punishment
5. Memotivasi pegawai
6. Menciptakan akuntabilitas publik
B. Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dari bahasa Inggris
yakni “leadership”. Istilah kepemimpinan melukiskan hubungan antara pemimpin
dan orang-orang yang dipimpinnya dalam suatu organisasi yang dapat bekerjasama.
Untuk menjelaskan apa itu kepemimpinan, beberapa ahli dalam bidang ini
mengemukakan penjelasannya, antara lain : George R Terry (Miftah Thoha, 2015 :
5) menjelaskan kepemimpinan sebagai aktivitas mempengaruhi orang-orang supaya
diarahkan mencapai tujuan organisasi. Sedangkan Koontz dan Donnel ( dalam Ulbert
Silalahi, 2002 : 184) menjelaskan kepemimpinan sebagai aktivitas mempengaruhi
perilaku orang lain, baik secara individu maupun kelompok agar melakukan aktivitas
27
dalam usaha mencapai tujuan dalam situasi tertentu. JM Pfifftner (2002 : 184) juga
menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan seni mengkoordinasi dan memberi
arah kepada individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang dinginkan. Dari
definisi tersebut dapat diidentifikasi elemen dalam berlangsungnya kepemimpinan di
suatu organisasi yaitu pemimpin, pengikut dan aktivitas yang mempengaruhi pada
situasi tertentu yang akhirnya ada tujuan yang akan dicapai.
Dengan demikian bagaimana seorang pemimpin menjalankan
kepemimpinannya sangat berpengaruh terhadap baik tidaknya sebuah organisasi.
Apabila pemimpin menjalankan kepemimpinannya dengan sebaik-baiknya dan penuh
dengan tanggung jawab,maka organisasi akan berjalan dengan baik. Namun
sebaliknya, jika peran kepemimpinan tidak dilaksanakan sesuai dengan aturan main
yang ada maka akan timbul berbagai persoalan yang dapat menghambat atau
mempengaruhi kinerja orang – orang yang dipimpinnya.
Dari gambaran di atas terlihat dengan jelas bahwa kemajuan dan kemunduran
suatu organisasi tergantung dari kualitas kepemimpinan seorang pemimpin. Dilihat
dari sudut pandang apapun juga pemimpin selalu ditempatkan pada satu titik yang
sangat penting. Peran seorang pemimpin dalam satu organisasi atau kelompok
sangatlah vital. Karena dalam perannya tersebut, seorang pemimpin akan membantu
organisasi untuk mewujudkan visi dan misinya. Oleh sebab itu, efektifitas seorang
pemimpin didalam menggunakan pengaruh-pengaruhnya sangat menentukan
bagaimana pemimpin tersebut dapat memainkan perannya dengan baik. Untuk itu,
pemimpin selalu harus diasah dan dikembangkan, sehingga dapat menyesuaikan diri
28
dengan situasi – situasi yang dihadapinya. Baik situasi itu berasal dari anak buah,
atasan ataupun organisasi di mana ia berada. Dapat dilihat disini pentingnya seorang
pemimpin pada saat melaksanakan kepemimpinannya dapat memberdayakan dirinya
sendiri sebelum memberdayakan orang lain. Dalam ranah kepemimpinan ada tiga hal
yang harus dikembangkan oleh seorang pemimpin yakni seorang pemimpin harus
mampu memimpin diri sendiri (managing self), memimpin orang (managing people),
dan memimpin tugas (managing job). Efektivitas dalam melaksanakan kepemimpinan
harus dimulai dari diri sendiri. Tidak mungkin seorang pemimpin yang gagal
membuat dirinya efektif akan berhasil dalam mengefektifkan orang lain ataupun
pekerjaannya. Berbicara masalah efektivitas pribadi mau tidak mau seorang
pemimpin harus mempunyai kemampuan dalam menentukan identifikasi terhadap
potensi – potensi yang dimilikinya. Kemampuan akan melakukan identifikasi ini akan
memberikan bekal yang cukup kuat bagi seorang pemimpin untuk mengembangkan
dirinya. Sehingga katika peran kepemimpinan yang sementara ia jalani tidak hanya
tergantung dari posisinya saja tetapi lebih banyak karena pengaruh-pengaruh yang
berasal dari kapasitas pribadinya.
Pada dasarnya untuk mengetahui teori-teori kepemimpinan dapat dilihat dari
berbagai literatur yang menyatakan pemimpin itu dilahirkan, bukan dibuat. Ada yang
mengatakan bahwa pemimpin itu terjadi karena adanya kelompok-kelompok orang.
Teori lain mengemukakan bahwa pemimpin timbul karena situasi yang
memungkinkan ia ada. Teori yang paling mutakhir melihat kepemimpinan lewat
perilaku organisasi. Orientasi perilaku mencoba mengetengahkan pendekatan yang
29
bersifat Social Learning pada kepemimpinan. Teori ini menekankan bahwa terdapat
faktor penentu yang timbal balik dalam kepemimpinan ini.
Beberapa ahli mengemukakan pendapat untuk menjelaskan kepemimpinan
dari berbagai sudut pandang dan pendekatan. Dalam teori sifat (Trait Theory), teori
ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan
oleh sifat-sifat pemimpin. Atas dasar hal tersebut maka untuk menjadi pemimpin
yang berhasil sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin alam hal ini
termasuk kualitas seseorang dengan ciri, sifat dan perangai. Keith David (dalam
Miftah Thoha, 2015:33) merumuskan empat sifat umum yang tampaknya mempunyai
pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi yaitu kecerdasan,
kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, motivasi diri dan dorongan berprestasi
dan sikap-sikap hubungan kemanusiaan.
Sedangkan Kepemimpinan model Fiedler (Fiedler’s Centigency Model),
menyatakan ada dua hal yang dijadikan sasaran yaitu mengadakan identifikasi faktor-
faktor yang sangat penting di dalam situasi, dan kedua memperkirakan gaya atau
prilaku kepemimpinan yang paling efektif di dalam situasi tersebut. Pokok teori
Fiedler (2004:66) ini berfokus pada apakah seorang pemimpin menekankan pada
gaya orientasi-hubungan atau gaya orientasi – tugas.
Sementara dalam pendekatan teori path-goal mempergunakan kerangka teori
motivasi. Hal ini merupakan pengembangan yang sehat karena kepemimpinan di satu
pihak sangat dekat, berhubungan dengan motivasi kerja dan pihak lain berhubungan
dengan kekuasaan. Triantoro Safaria (2004 : 76) menjelaskan bahwa teori ini
30
menekankan tanggung jawab pemimpin untuk meningkatkan motivasi karyawan agar
tujuan personal dan organisational tercapai. Pemimpin meningkatkan motivasi
bawahan dengan cara : mengklarifikasi jalan (path) menuju reward yang tersedia dan
meningkatkan reward yang dinginkan dan diharapkan bawahan.
Sedangkan menurut Teori kelompok dalam kepemimpinan ini memiliki dasar
perkembangan yang berakar pada psikologi sosial. Teori ini beranggapan bahwa
supaya kelompok bisa mencapai tujuan-tujuannya, harus terdapat suatu pertukaran
yang positif diantara pemimpin dan pengikut-pengikutnya. Bawahan dapat
mempengaruhi pemimpin sebagaimana pemimpin mempengaruhi bawahan.
Dari berbagai pendapat diatas, telah dijelaskan bagaimana peran pemimpin
untuk mempengaruhi bawahan sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Dalam
penerapannya di organisasi sektor publik, pemimpin berperan untuk mendorong
adanya perubahan menuju peningkatan kualitas pelayanan. Hal ini sejalan dengan
yang dijelaskan oleh Lembaga Administrasi Nasional (LAN) bahwa faktor penting
dalam menentukan keberhasilan reformasi birokrasi adalah peran kepemimpinan
(leadership) bagi upaya perubahan. Kegagalan reformasi birokrasi dalam
pelaksanaannya lebih disebabkan oleh kurangnya komitmen, konsistensi dan
kredibilitas para pemimpinnya.
Sejalan dengan reformasi birokrasi, saat ini pemerintah telah banyak
melakukan inisiatif untuk mereformasi birokrasi khususnya perbaikan sistem dan
budaya kerja, pengukuran kinerja, penerapan disiplin, optimalisasi peningkatan
pelayanan publik, upaya mengurangi korupsi dan peningkatan produktifitas kerja dan
31
renumerasi yang memadai. Namun demikian upaya-upaya tersebut belum dapat
mencapai hasil yang maksimal dan memuaskan masyarakat. Oleh karenanya, sudah
saatnya reformasi birokrasi diarahkan untuk mengubah pola lama praktek
kepemimpinan yang dilayani ke arah kepemimpinan pelayanan. Dalam hal ini,
Greanleaf telah membantu memahami peran kepemimpinan dalam upaya
mewujudkan reformasi birokrasi.
Dengan alasan itulah, penulis akan menggunakan teori kepemimpinan
pelayanan untuk menjelaskan pengaruhnya terhadap kinerja pegawai. Dalam
kepemimpinan pelayanan ini, Robert K. Greanleaf mengartikan pemimpin-pelayan
adalah orang yang mula-mula menjadi pelayan. Ini dimulai dengan perasaan alami
bahwa orang ingin dilayani, melayani lebih dulu. Kemudian pilihan sadar membawa
orang untuk berkeinginan memimpin. Perbedaan ini memanisfestasikan diri dalam
kepedulian yang diambil oleh pelayan yang mula-mula memastikan bahwa kebutuhan
prioritas tertinggi orang lain adalah dilayani.
Ada 10 ciri khas tentang kepemimpinan pelayanan menurut Greanleaf (dalam
Deddy Mulyadi, 2015 : 155) yaitu mendengarkan, empati, menyembuhkan,
kesadaran, persuasif, konseptualisasi, kemampuan meramalkan atau melihat ke masa
depan, kemampuan melayani, komitmen kepada pertumbuhan manusia dan
membangun pihak lain. Dengan memperhatikan ciri kepemimpinan pelayanan ini
maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan pelayanan sangat diperlukan dalam
organisasi publik karena sesuai dengan visi dan misi organisasi publik sebagai
32
pelayan masyarakat, khususnya stakeholder dan sebagai proses pemimpin
menciptakan visi, memperbarui sikap, perilaku, pendapat, nilai-nilai dan norma.
Peran pemimpin dalam meningkatkan kinerja pegawai untuk memberikan
pelayanan memiliki berbagai prinsip pelayanan, seperti kesederhanaan, kejelasan,
kepastian, keamanan, keterbukaan, efisien, ekonomis, dan keadilan yang merata
merupakan prinsip-prinsip pelayanan yang harus diperhatikan oleh pemimpin. Dalam
menghadapi tantangan ini, maka pemerintah perlu untuk menuntut kinerja yang tinggi
dari pegawainya demi tercapainya kualitas pelayanan publik yang sesuai dengan
keinginan masyarakat.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) baik seorang pemimpin atau bawahan selaku
aparatur pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Maka dari itu, seluruh pegawai pada organisasi publik harus memiliki
sifat melayani termasuk pemimpin organisasi terhadap bawahan atau kepada
penerima/pengguna layanan.
C. Motivasi
Konsep motivasi, merupakan sebuah konsep pembelajaran yang penting
tentang kinerja individual. Motivasi berarti pemberian dorongan, menimbulkan motif
atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan.
Dapat juga dikatakan bahwa motivasi adalah faktor yang mendorong orang untuk
bertindak dengan cara tertentu. Motivasi kerja (2004:23) adalah dorongan yang
muncul dari diri individu untuk secara sadar melakukan pekerjaan yang dihadapi.
33
Kesadaran yang dimaksud dapat bersumber dari faktor internal maupun dari
eksternal. Setiap individu atau pegawai dapat mempunyai motivasi kerja yang
berbeda. Oleh karenanya dalam kaitannya dengan motivasi yang menjadi persoalan
adalah bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan agar mereka mau bekerja
keras dengan memberikan semua kemampuan dan ketrampilannya untuk
mewujudkan tujuan organisasi.
Motivasi memiliki pengertian multidimensional atau dapat diartikan dari
berbagai aspek. Robbins berpendapat bahwa motivasi adalah kesediaan untuk
mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan
oleh kemampuan upaya memenuhi kebutuhan individu. Senada dengan pendapat
tersebut, Munandar menjelaskan bahwa motivasi adalah proses dimana kebutuhan-
kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang
mengarah ke tercapainya tujuan tertentu. Bila kebutuhan telah terpenuhi maka akan
dicapai kepuasan. Pengaruh motivasi dalam pengukuran kinerja sangatlah penting
karena motivasi berperan untuk mengubah perilaku pekerja.
Motivasi kerja dalam hal ini adalah motivasi yang mendorong pegawai dalam
menyelesaikan pekerjaan dalam unit kerjanya dengan baik. Motivasi yang digunakan
adalah motivasi untuk memenuhi kebutuhan akan prestasi, kekuasaan atau ikatan
pertemanan seperti yang disebutkan dalam teori kebutuhan McClelland.
David C. Mc Cleland (1997) seperti dikutip Mangkunegara (2001 : 68),
berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan
pencapaian kerja”. Motif berprestasi dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi
34
adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau
tugas dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan
predikat terpuji.
Selanjutnya Mc. Clelland, mengemukakan 6 karakteristik dari seseorang yang
memiliki motif yang tinggi yaitu : 1) Memiliki tanggung jawab yang tinggi 2) Berani
mengambil risiko 3) Memiliki tujuan yang realistis 4) Memiliki rencana kerja yang
menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan. 5) Memanfaatkan umpan balik
yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan 6) Mencari kesempatan
untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.
Beberapa teori motivasi yang dijelaskan oleh para ahli antara lain
sebagaimana dijelaskanoleh Abraham Maslow dalam teori kebutuhan. Ia menjelaskan
bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya
dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan
terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan
Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih
kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan
pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada
peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting;
a. Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)
b. Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
c. Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain,
diterima, memiliki)
35
d. Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan
dukungan serta pengakuan)
e. Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan
menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan;
kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari
potensinya).
Sementara Douglas Mc. Gregor mengemukakan dua pandangan manusia yaitu
teori X (negative) dan teori y (positif), Menurut teori x empat pengandaian yang
dipegang manajer adalah (a) karyawan secara inheren tertanam dalam dirinya tidak
menyukai kerja, (b) karyawan tidak menyukai kerja mereka harus diawasi atau
diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan, (c) Karyawan akan menghindari
tanggung jawab, (d) Kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas semua factor
yang dikaitkan dengan kerja.
Kontras dengan pandangan negative ini mengenai kodrat manusia ada empat
teori Y : (a) karyawan dapat memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti
istirahat dan bermain, (b) Orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan
diri jika mereka komit pada sasaran, (c) Rata rata orang akan menerima tanggung
jawab, (d) Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif.
Sementara Vrom menjelaskan motivasi melalui teorinya yang dikenal dengan
Teori Harapan. Dalam teorinya ini, Vroom (1964) memaparkan tentang cognitive
theory of motivation yang menjelaskan mengapa seseorang tidak akan melakukan
sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu
36
sangat dapat ia inginkan. Menurut Vroom (2004:189), kekuatan suatu kecenderungan
untuk bertindak dalam suatu cara tertentu sangat tergantung pada kekuatan suatu
pengharapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh hasil tertentu yang
mempunyai daya tariktinggi bagi individu. Ada tiga komponen dari teori Vroom ini
yaitu:
a. Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas
b. Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil
dalam melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan
outcome tertentu).
c. Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral,
atau negatif. Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang
melebihi harapan. Motivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang
dari yang diharapkan.
Sementara David Mc. Clelland (2004: 180) menemukan tiga macam motif
yang sangat mempengaruhi kemajuan, keberhasilan dan kinerja organisasi yaitu motif
berprestasi (need for achievement/ N Ach), motif kekuasaan (need for power/ N
Pow), dan motif afiliasi atau hubungan (need for affiliation/ N Aff).
Teori motivasi Mc. Clelland menyatakan bahwa pencapaian,
kekuasaan/kekuatan dan hubungan merupakan tiga kebutuhan penting yang dapat
membantu menjelaskan motivasi. Motif berprestasi merupakan dorongan untuk
melebihi, mencapai standar-standar, dan berjuang untuk berhasil. Motif kekuasaan
dapat membuat orang lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan
37
berperilaku sebaliknya, dan motif hubungan merupakan keinginan antarpersonal yang
ramah dan akrab dalam lingkungan organisasi.
Mc. Clelland menjelaskan bahwa setiap individu memiliki dorongan yang
kuat untuk berhasil. Dorongan ini mengarahkan individu untuk berjuang lebih keras
untuk memperoleh pencapaian pribadi ketimbang memperoleh penghargaan. Hal ini
kemudian menyebabkan ia melakukan sesuatu yang lebih efisien dibandingkan
sebelumnya. Dorongan pertama ini dapat disebut sebagai N Ach yaitu motif
berprestasi.
Motif kekuasaan (N Pow) merupakan keinginan individu untuk memegang
kendali atas orang lain, mempengaruhi orang lain sekaligus menguasai kehidupan
orang lain. Individu dengan N Pow tinggi, lebih suka bertanggung jawab, berjuang
untuk mempengaruhi individu lain, senang ditempatkan dalam situasi kompetitif, dan
berorientasi pada status, dan lebih cenderung lebih khawatir dengan wibawa dan
pengaruh yang didapatkan ketimbang kinerja yang efektif. Individu tersebut
termotivasi oleh kebutuhan untuk reputasi dan harga diri. Individu dengan kekuasaan
dan kewenangan yang lebih besar akan lebih baik dibanding mereka yang memiliki
daya yang lebih kecil. Umumnya, manajer dengan kebutuhan tinggi untuk daya
berubah menjadi manajer yang lebih efisien dan sukses. Mereka lebih tekun dan setia
kepada organisasi tempat mereka bekerja. Perlu untuk kekuasaan tidak harus selalu
diambil negatif. Hal ini dapat dipandang sebagai kebutuhan untuk memiliki efek
positif pada organisasi dan untuk mendukung organisasi dalam mencapai tujuan itu.
38
Motif ketiga yaitu motif afiliasi (N Aff). Motif afiliasi berkaitan erat dengan
kebutuhan individu untuk menjalin hubungan sosial secara harmonis denganorang
lain dan berusaha untuk diterima oleh lingkungan sosialnya. Kebutuhan ini ditandai
dengan memiliki motif yang tinggi untuk persahabatan, lebih menyukai situasi
kooperatif (dibandingkan kompetitif), dan menginginkan hubungan-hubungan yang
melibatkan tingkat pengertian mutual yang tinggi. McClelland mengatakan bahwa
kebanyakan orang memiliki dan menunjukkan kombinasi tiga karakteristik tersebut,
dan perbedaan ini juga mempengaruhi bagaimana gaya seseorang berperilaku.
Individu-individu yang termotivasi oleh afiliasi memiliki dorongan untuk lingkungan
yang ramah dan mendukung. Individu tersebut yang berkinerja efektif dalam tim.
Orang-orang ingin disukai oleh orang lain. Kemampuan manajer untuk membuat
keputusan terhambat jika mereka memiliki kebutuhan afiliasi tinggi karena mereka
lebih memilih untuk diterima dan disukai oleh orang lain, dan hal ini melemahkan
objektivitas mereka. Individu yang memiliki kebutuhan afiliasi yang tinggi lebih
memilih bekerja di lingkungan yang menyediakan interaksi pribadi yang lebih besar.
Orang-orang semacam memiliki kebutuhan untuk berada di buku-buku yang baik dari
semua. Mereka umumnya tidak bisa menjadi pemimpin yang baik.
Orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi tidak selalu membuat
seseorang menjadi manager yang baik, terutama pada organisasi-organisasi besar. Hal
ini dikarenakan orang yang memiliki N Ach yang tinggi cenderung tertarik dengan
bagaimana mereka bekerja secara pribadi, dan tidak akan mempengaruhi pekerja lain
untuk bekerja dengan baik. Dengan kata lain, N Ach yang tinggi lebih cocok bekerja
39
sebagai wirausaha, atau mengatur unit bebas dalam sebuah organisasi yang besar.
Individu-individu dengan motif berprestasi yang tinggi sangat termotivasi .untuk
bersaing dan menantang pekerjaan. Mereka mencari peluang promosi dalam
pekerjaan. Mereka memiliki keinginan yang kuat untuk umpan balik pada prestasi
mereka. Orang-orang seperti mencoba untuk mendapatkan kepuasan dalam
melakukan hal-hal yang lebih baik. Prestasi yang tinggi secara langsung berkaitan
dengan kinerja tinggi.
Sedangkan individu-individu yang termotivasi oleh kekuasaan memiliki
keinginan kuat untuk menjadi berpengaruh dan mengendalikan. Mereka ingin
pandangan dan ide-ide mereka harus mendominasi dan dengan demikian, mereka
ingin memimpin. Orang yang memiliki motif kekuasaan (N Pow) dan motif afiliasi
(N Aff) memiliki keterkaitan dengan keberhasilan manajerial yang baik. Seorang
manajer yang berhasil memiliki N Pow tinggi dan N Aff rendah. Meski demikian,
pegawai yang memiliki N Aff yang kuat yaitu kebutuhan akan afiliasi dapat merusak
objektivitas seorang manajer, karena kebutuhan mereka untuk disukai, dan kondisi
ini mempengaruhi kemampuan pengambilan keputusan seorang pemimpin. Di sisi
lain, N Pow yang kuat atau kebutuhan untuk kekuasaan akan menghasilkan etos kerja
dan komitmen terhadap organisasi, dan individu dengan N Pow tinggi lebih tertarik
dengan peran kepemimpinan dan memiliki kemungkinan untuk tidak fleksibel pada
kebutuhan bawahan. Dan terakhir, orang N ach yang tinggi yaitu motivasi pada
pencapaian lebih berfokus pada prestasi atau hasil.
40
Sementara Herzberg (1966) dalam Teori Dua Faktornya menerangkan ada
dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan
menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Herzberg membagi kebutuhan Maslow menjadi
dua bagian yaitu kebutuhan tingkat rendah (fisik, rasa aman, dan sosial) dan
kebutuhan tingkat tinggi (prestise dan aktualisasi diri) serta mengemukakan bahwa
cara terbaik untuk memotivasi individu adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat
tingginya. Menurut Hezberg, faktor-faktor seperti kebijakan, administrasi perusahaan,
dan gaji yang memadai dalam suatu pekerjaan akan menentramkan karyawan. Bila
faktor-faktor ini tidak memadai maka orang-orang tidak akan terpuaskan (Robbins,
2001:170).
Menurut hasil penelitian Herzberg ada tiga hal penting yang harus
diperhatikan dalam memotivasi bawahan (Hasibuan, 1990 : 176) yaitu :
a. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang
mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati
pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semua itu.
b. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama pada faktor yang bersifat
embel-embel saja dalam pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat
dan lain-lain sejenisnya.
c. Karyawan akan kecewa bila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan
menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.
Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi
oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu :
41
a. Maintenance Factors
Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia
yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini
merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus, karena kebutuhan ini
akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.
b. Motivation Factors
Adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu
perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Factor motivasi ini berhubungan
dengan penghargaan terhadap pribadi yang berkaitan langsung denagn pekerjaan.
Dalam kehidupan organisasi, pemahaman terhadap motivasi bagi setiap
pemimpin sangat penting artinya, namun motivasi juga dirasakan sebagai sesuatu
yang sulit. Oleh karenanya untuk memahami motivasi pegawai digunakan teori
motivasi dua arah yang dikemukakan oleh Herzberg. Teori Herzberg ini melihat ada
dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya
dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu
daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya
bekerja.
Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan
yang memungkinnya menggunakan kreativitas dan inovasinya, bekerja dengan
tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini
tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya,
mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada
42
apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada
perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (dalam Sondang, 2002 : 107).
Adapun yang merupakan faktor motivasi menurut Herzberg adalah:
a. Prestasi yang diraih (Achievement)
Keberhasilan seorang pegawai dapat dilihat dari prestasi yang diraihnya. Agar
sesorang pegawai dapat berhasil dalam melakasanakan pekerjaannya, maka
pemimpin harus mempelajari bawahannya dan pekerjaannya dengan memberikan
kesempatan kepadanya agar bawahan dapat berusaha mencapai hasil yang baik.
Bila bawahan terlah berhasil mengerjakan pekerjaannya, pemimpin harus
menyatakan keberhasilan itu.
b. Pengakuan orang lain (Recognition)
Sebagai lanjutan dari keberhasilan pelaksanaan, pimpinan harus memberi
pernyataan pengakuan trhadap keberhasilan bawahan dapat dilakukan dengan
berbagai cara yaitu :
Langsung menyatakan keberhasilan di tempat pekerjaannya, lebih baik
dilakukan sewaktu ada orang lain
Surat penghargaan
Memberi hadiah berupa uang tunai
Memberikan medali, surat penghargaan dan hadiah uang tunai
Memberikan kenaikan gaji promosi
43
c. Tanggung jawab (Responsibility)
Agar tanggung jawab benar menjadi faktor motivator bagi bawahan, pimpinan
harus menghindari supervise yang ketat, dengan membiarkan bawahan bekerja
sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menerapkan prinsip
partisipasi. Diterapkannya prinsip partisispasi membuat bawahan sepenuhnya
merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya.
d. Peluang untuk maju (Advancement)
Pengembangan merupakan salah satu faktor motivator bagi bawahan. Faktor
pengembangan ini benar-benar berfungsi sebagai motivator, maka pemimpin dapat
memulainya dengan melatih bawahannya untuk pekerjaan yang lebih bertanggung
jawab. Bila ini sudah dilakukan selanjutnya pemimpin memberi rekomendasi tentang
bawahan yang siap untuk pengembangan, untuk menaikkan pangkatnya, dikirim
mengikuti pendidikan dan pelatihan lanjutan.
e. Kepuasan kerja itu sendiri (The Work It Self)
Pimpinan membuat usaha-usaha riil dan meyakinkan, sehingga bawahan
mengerti akan pentingnya pekerjaan yang dilakukannya dan usaha berusaha
menghindar dari kebosanan dalam pekerjaan bawahan serta mengusahakan agar
setiap bawahan sudah tepat dalam pekerjaannya.
Berikut teori motivasi “dua faktor” menurut Herzberg yang dapat dapat
dijadikan sebagai acuan guna mengukur motivasi yang dikutip oleh Siagian (2004 :
164) adalah sebagai berikut :
44
Tabel 2.1 Teori Motivasi “Dua Faktor Frederick Herzberg”
Faktor Ekstrinsik Faktor Intrinsik
1. Kebijaksanaan dan Administrasi2. Supervisi3. Gaji / Upah4. Hubungan antar pribadi5. Kondisi Kerja
1. Keberhasilan2. Pengakuan / Penghargaan3. Pekerjaan itu sendiri4. Tanggung jawab5. Pengembangan
Herzberg memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan
motivator intrinsik dan bawa ketidakpuasan kerja berasal dari ketidakberadaan faktor-
faktor ekstrinsik. Dengan demikian seseorang yang terdorong secara intrinsik akan
menyenangi pekerjaannya, memungkinkan menggunakan kreatifitas dan inovasi dan
tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak dikaitkan dengan perolehan
hal – hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang terdorong oleh faktor – faktor
ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada
mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal – hal yang diinginkannya dari
organisasi.
D. Penerapan Learning Organization
Pada era pengetahuan dan teknologi, setiap organisasi akan menghadapi
meningkatnya ketidakpastian sebagai konsekuensi terjadinya perubahan lingkungan
bisnis dan tehnologi yang cepat, maka agar tetap bisa bertahan dan memiliki
keunggulan bersaing memaksa setiap organisasi untuk beradaptasi dan
bertransformasi menjadi Leaning Organization (LO), yaitu: upaya menjadikan
45
dirinya sebagai organisasi yang mampu belajar atau membangun organisasi menjadi
organisasi yang terus belajar (LO) dengan memberikan kesempatan kepada anggota
organisasi untuk belajar dan mengembangkan dirinya.
Learning organization (LO) atau organisasi pembelajar adalah organisasi
yang memberikan kesempatan dan mendorong setiap individu yang ada dalam
organisasi tersebut untuk terus belajar dan memperluas kapasitas dirinya. McGill dan
Slocum mendefinisikan organisasi pembelajar sebagai proses dimana organisasi
menjadi sadar akan kualitas, pola-pola dan akibat-akibatnya dan pengalamannya
sendiri dan mengembangkan model mental untuk memahami pengalamannya sendiri.
Organisasi pembelajar adalah pola sadar diri, instrospektif organisasi yang secara
terus menerus memahami lingkungannya dengan cermat.
Pada organisasi pembelajar setiap anggota organisasi terlibat dalam
mengidentifikasikan masalah dan ikut pula memcahkan masalah tersebut dengan
solusi yang efektif. Keadaan ini membuat organisasi secara terus menerus mampu
mencoba, memajukan dan meningkatkan kemampuannya untuk sukses menghadapi
persaingan global. Peter M. Senge mengemukakan organisasi pembelajar merupakan
keadaan dimana orang secara terus menerus memperluas kapasitas mereka untuk
menciptakan hasil-hasil yang mereka inginkan sungguh-sungguh, dimana pola
berpikir baru dan ekspansif dipelihara, dimana aspirasi kolektif dibebaskan dan
dimana orang secara terus menerus belajar bagaimana belajar bersama. Menurutnya
organisasi pembelajar meningkatkan kemampuan organisasi beradaptasi dengan
perkembangan konsumennya dan perubahan lingkungannya.
46
Konsep learning organization kini luas dipelajari dan diterapkan oleh para
praktisi pengembangan sumber daya manusia. Learning organization atau organisasi
pembelajar menempatkan kemampuan dan pengetahuan untuk senantiasa
meningkatkan pengetahuan organisasi, perubahan dan inovasi pada berbagai lapisan
organisasi. Mc Gill dan Slocum (2004: 158) mendefinisikan Organisasi pembelajar
sebagai proses dimana organisasi menjadi sadar akan kualitas, pola-pola danakibat-
akibatnya dan pengalamannya sendiri dan mengembangkan model mental untuk
memahami pengalaman tersebut. Organisasi pembelajar adalah pola sadar diri,
introspektif organisasi yang terus menerus memahami lingkungannya dengan cermat.
Dari pengertian LO diatas dapat diambil makna bahwa organisasi agar dapat
bertahan hidup dan terus berkembang di masa depan yang terus berubah harus
senantiasa belajar terus dalam arti memfasilitasi anggota-anggotanya untuk belajar
disamping bekerja dalam upaya mencapai tujuannya. atau organisasi yang harus
belajar seumur hidup. Nilai utama dari organisasi pembelajar adalah pemecahan
masalah, berbeda dengan organisasi tradisional yang dibentuk unttuk mencapai
kinerja yang efisien.
Chris Argriyis (2004:160) menegaskan bahwa ada dua perbedaan proses
belajar yang dilakukan oleh organisasi. Proses belajar yang pertama disebut sebagai
lompatan tunggal (single loop/ first – order) dan proses kedua dikenal dengan
lompatab rangkap (double loop). Lompatan tunggal merupakanproses belajar yang
digunakan untuk meningkatkan kapasitas organisasi untuk mencapai tujuan yang
jelas. Proses berhubungan dengan kegiatan rutin dan belajar perilaku. Dari proses ini,
47
organisasi memperoleh hasil belajar tanpa ada perubahan signifikan di asumsi
dasarnya.
Sedangkan pada lompatan rangkap, proses belajar dilakukan untuk
mengevaluasi ulang tujuan organisasi termasuk nilai-nilainya serta kepercayaan
dasarnya. Yang penting dari proses ini adalah bagaimana belajar memperoleh
pemahaman yang mendalam tentang dirinya sendiri.
Guna menjamin terwujudnya organisasi yang terus belajar, menurut Peter
Senge dalam bukunya The Fifth Dicipline mengatakan bahwa bangunan dari learning
organization atau organisasi pembelajar adalah lima pengetahuan yang harus dikuasai
oleh orang dalam organisasi.
Adapun indikator Learning Organization sebagaimana dikemukakan oleh
Peter Senge, adalah:
1. System thinking (sistem berpikir)
Disiplin pembelajaran yang menunjukkan kerangka konseptual, dan
digunakan untuk menjadikan pola kerja lebih jelas, serta membantu sewaktu
akan mengubah pola tersebut secara efektif.
2. Mental models (model mental)
Disiplin pembelajaran yang menunjukkan asumsi mendalam, generalisasi dan
gambaran yang mempengaruhi bagaimana memahami dunia sekitar serta
bagaimana mengambil langkah berikutnya.
48
3. Personal mastery (keahlian pribadi)
Disiplin pembelajaran yang menunjukkan keunggulan keterampilan dalam
bidang tertentu. Di sini melibatkan seseorang untuk menjadi pembelajar
sepanjang hayat, agar terwujud keahlian spesifik sehingga dapat dinikmati
oleh organisasi.
4. Team learning (pembelajaran kelompok)
Disiplin pembelajaran yang menunjukkan proses pengembangan kemitraan
dan pengembangan kapasitas tim untuk mewujudkan pembelajaran serta
kinerja yang diinginkan anggotanya.
5. Shared vision (Membangun visi bersama)
Disiplin pembelajaran yang menyertakan keterampilan guna memahami
gambaran tentang masa depan, untuk mendorong timbulnya komitmen dan
keikutsertaan penuh serta menghindari penyerahan diri dari anggota
organisasi.
Konsep Learning Organization memberikan penekanan bahwa individu
dalam organisasi harus memiliki konsep yang jelas, bagaimana organisasi dapat
bekerja secara efektif, dan efisien dalam mencapai sasaran dan tujuannya. Organisasi
pembelajar dicirikan sebagai organisasi yang berdasarkan pada kesederajatan,
informasi terbuka, sedikit hirarkis dan sebuah budaya yang dimiliki bersama yang
mendorong kemampuan adaptasi dan membuat organisasi mampu untuk menangkap,
meraih kesempatan dan menangani krisis secara cepat.
49
Menurut penulis sendiri, Learning Organization adalah sebuah organisasi
yang menciptakan suasana penunjang dan memberikan kesempatan yang seluas-
luasnya bagi individu didalamnya untuk belajar secara individu dan berkelompok
kemudian mengaplikasikan hasil belajarnya kedalam proses maupun kegiatan
organisasi. Jadi kegiatan belajar ini tidak berhenti pada sistem maupun mekanisme
bagaimana belajar saja. Namun, bagaimana mengaplikasikannya sehingga dapat
berguna bagi organisasi. Sumber belajar itu sendiri dapat dari manapun dari intern
maupun ekstern.
Pada organisasi pembelajar, pemimpin menekankan pemberdayaan pegawai
dan mendorong kolaborasi melewati berbagai departemen dan organisasi. Selain itu,
pemimpin juga membuka keterbukaan informasi, pertukaran ide-ide yang kritis dan
kolaborasi total dari seluruh anggota dan stakeholdernya. Nilai utama dari organisasi
pembelajar adalah pemecahan masalah (problem solving).
Sehubungan dengan hal tersebut, untuk organisasi publik setingkat Sekretariat
Daerah Kabupaten Lampung Tengah, maka aparatur diharapkan memiliki kerangka
berpikir yang jelas mengenai bagaimana sebaiknya standar operasi dijalankan,
bagaimana pola-pola hubungan kerja dilaksanakan agar kualitas pelayanan kepada
masyarakat dapat berjalan dengan baik.
Pola pembelajaran yang individual, dalam konsep learning organization,
dipadukan dengan pola pembelajaran secara tim. Hal ini dimaksudkan agar terjadi
sinergi yang kuat diantara para aparat untuk memberikan kontribusi yang optimal
bagi peningkatan kinerja organisasi. Aspek lainnya, di samping keterampilan yang
50
perlu diasah melalui proses belajar, juga penyebaran visi, dalam rangka membangun
visi bersama yang jelas, bagi peningkatan kinerja pelayanan.
E. Kerangka Pemikiran
Pada penelitian ini dibuat suatu desain penelitian sebagai berikut :
Variabel X1Kepemimpinan
Indikator :1. Memberi tanggung jawab2. Memberdayakan anggota3. Memberi teladan4. Berani menempuh resiko5. Memiliki visi
Variabel X2Motivasi
Indikator :1. Keberhasilan2. Pengakuan / Penghargaan3. Pekerjaan itu sendiri4. Tanggung jawab5. Pengembangan
Variabel X3Penerapan Learning Organization
Indikator :1. Pegawai memiliki ketrampilan dan
pengetahuan yang memadai untukmenjalankan tugas pokok danfungsinya
2. Adanya kesempatan untukbereksperimen, dan berkontribusidengan ide-ide baru yang lebihsegar.
3. Adanya prinsip keterbukaan danpartisipatif dalam setiap prosespengambilan keputusan.
4. Ada komitmen untuk mewujudkanvisi bersama
5. Adanya peluang untuk belajar bagiseluruh komponen yang ada dalamorganisasi dalam aktivitas sehari-hari.
6. Adanya prinsip penerimaan terhadapkemungkinan timbulnya kesalahansebagai bagian dari prosespembelajaran.
7. Adanya kesempatan dan hak yangsama bagi seluruh pegawai tanpaterkecuali untuk melakukan kegiatanpembelajaran.
8. Ada keterbukaan komunikasi antarastaf dan pimpinan.
Variabel YKinerja pegawai
Indikator :1. Kemampuan pegawai menerapkan
SOP2. Ketrampilan pegawai untuk
menyelesaikan pekerjaan3. Inisiatif4. Kehadiran pegawai5. Kerjasama6. Ketepatan waktu
51
F. Hipotesis
Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara dari masalah penelitian.
Dalam penelitian ini, Penulis merumuskan hipotesis dari penelitian ini sebagai
berikut:
1. H0 : Tidak ada pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai di
Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Tengah
Ha : terdapat pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai di
Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Tengah
Dalam statistik, r(korelasi)
H0 : r = 0
Ha : r # 0
2. H0 : Tidak ada pengaruh motivasi terhadap kinerja pegawai di
Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Tengah
Ha : terdapat pengaruh motivasi terhadap kinerja pegawai di
Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Tengah
Dalam statistik, r (korelasi)
H0 : r = 0
Ha : r # 0
3. H0 : Tidak ada pengaruh learning organization terhadap kinerja pegawai
di Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Tengah
52
Ha : terdapat pengaruh learning organization terhadap kinerja pegawai di
Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Tengah
Dalam statistik, r(korelasi)
H0 : r = 0
Ha : r # 0
4. H0 : Tidak ada pengaruh kepemimpinan, motivasi dan penerapan learning
organization secara bersama-sama terhadap kinerja pegawai di
Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Tengah
Ha : terdapat pengaruh kepemimpinan, motivasi dan penerapan Learning
Organization secara bersama-sama terhadap kinerja pegawai di
Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Tengah
Dalam statistik, r(korelasi)
H0 : r = 0
Ha : r # 0
Hipotesis penelitian ini dengan nilai alpha sebesar 0,05 atau dengan tingkat
derajat kepercayaan sebesar 5 %.
53
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan jenis penelitian
Metode penelitian merupakan cara yang dipakai peneliti untuk mencapai
tujuan penelitian. Adapun metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh studi
dokumentasi. Metode penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan keadaan
atau status fenomena. Dalam hal ini peneliti hanya ingin memahami hal-hal keadaan
sesuatu (Arikunto, 1998: 245). Metode penelitian deskriptif diambil sebagai metode
penelitian dalam pelaksanaan penelitian ini, karena metode penelitian ini
memberikan gambaran mengenai permasalahan-permasalahan yang terjadi di tempat,
yaitu mengenai apa dan bagaimana, berapa banyak, sejauh mana dan sejauh mana
dan sebagainya.
Sedangkan penelitian dengan menggunakan pendekatan kuantitatif adalah
penelitian yang banyak menuntut penggunaan angka karena pendekatan kuantitatif
merupakan pendekatan yang dipakai untuk menjawab permasalahan penelitian
dengan menganalisis data menggunakan perhitungan statistik.
Menurut Arikunto (2011:14) mengatakan bahwa:
Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yangberlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti padapopulasi atau sampel tertentu, teknik pengumpulan sampel pada umumnyadilakukan secara randam, pengumpulan data menggunakan instrumen
54
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/ statistik dengan tujuan untukmenguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Selain itu, untuk membangun teori penelitian, penulis dilakukan studi
dokumentasi melalui literatur yang tersedia baik di perpustakaan pribadi maupun
perpustakaan di Universitas Lampung dan Perpustakaan Daerah Kotamadya Metro,
Lampung.
B. Definisi Konseptual
Untuk mendapat suatu hasil yang dipercaya, maka konsep yang digunakan
dalam penelitian tersebut harus dapat diukur secara nyata, sehingga dapat dilakukan
analisis dan interpretasi terhadap data hasil penelitian. Definisi adalah pemberian
makna atas realitas atau konsep. Definisi merupakan unsur pokok dari suatu
penelitian agar persoalan menjadi tidak kabur. Definisi menghindarkan salah
pengertian tentang makna konsep yang dipergunakan. Variabel yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah
a. Variabel bebas yaitu kepemimpinan, motivasi dan penerapan learning
organization. Kepemimpinan diartikan sebagai norma perilaku yang digunakan
oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang
lain yang ia lihat. Sedangkan motivasi adalah daya gerak dan daya dorong yang
muncul dalam diri individu untuk secara sadar mengabdikan diri bagi pencapaian
tujuan organisasi. Berdasarkan teori motivasi Herzberg maka indikator dari
variabel motivasi adalah hubungan antar pribadi, kondisi kerja, keberhasilan,
pengakuan/ penghargaan, tanggungjawab
55
Tabel 3.1. Indikator variabel motivasi menurut Herzberg
Faktor Ekstrinsik Faktor Intrinsik
1. Kebijaksanaan dan Administrasi2. Supervisi3. Gaji / Upah4. Hubungan antar pribadi5. Kondisi Kerja
1. Keberhasilan2. Pengakuan / Penghargaan3. Pekerjaan itu sendiri4. Tanggung jawab5. Pengembangan
Sedangkan Learning Organization diartikan sebagai organisasi pembelajar.
Organisasi pembelajar atau Learning Organization adalah sebuah organisasi yang
menciptakan suasana penunjang dan memberikan kesempatan yang seluas-
luasnya bagi individu didalamnya untuk belajar secara individu dan berkelompok
kemudian mengaplikasikan hasil belajarnya kedalam proses maupun kegiatan
organisasi. Jadi kegiatan belajar ini tidak berhenti pada sistem maupun
mekanisme bagaimana belajar saja. Namun, bagaimana mengaplikasikannya
sehingga dapat berguna bagi organisasi. Sumber belajar itu sendiri dapat dari
manapun dari intern maupun ekstern.
b. Variabel terikat adalah kinerja pegawai. Kinerja pegawai adalah hasil kerja atau
prestasi yang dicapai oleh pegawai. hasil kerja yang dicapai seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya pencapaian tujuan
organisasi bersangkutan secara legal. Kinerja suatu organisasi menjadi sangat
penting dalam pencapaian tujuan organisasi dan kinerja organisasi itu sendiri
ditentukan oleh kinerja setiap individu.
56
C. Definisi Operasional
Pada bagian ini akan dijelaskan definisi operasional dari variabel bebas yaitu
definisi kepemimpinan, definisi motivasi dan definisi penerapan Learning
Organization. Sedangkan definisi operasional variabel terikat yang akan dijelaskan
yaitu definisi kinerja pegawai. Operasionalisasi konsep merupakan proses pemberian
definisi operasional yang memudahkan dalam pembuatan indikator sehingga variabel
ini dapat diukur.
Tabel 3.2Definisi Operasional
Variabel Dimensi variabel Indikator ItemKepemimpinan Pemimpin yang melayani 1. Memberi tanggung
jawab2. Memberdayakan
anggota3. Memberi teladan4. Berani menempuh
resiko5. Memiliki visi
8
Motivasi Menurut Herzberg adamotivasi intrinsik danekstrinsik
1.
1. Keberhasilan2. Pengakuan / Penghargaan3. Pekerjaan itu sendiri4. Tanggung jawab5. Pengembangan6. Kebijaksanaan dan
Administrasi7. Supervisi8. Gaji / Upah9. Hubungan antar pribadi10. Kondisi Kerja
19
PenerapanLearningOrganization
5 disiplin learningorganization menurutPeter Senge adalah
a. Personal masteryb. Model mentalc. Membangun visi
bersamad. Membangun
pembelajaran tim
1. Pegawai memilikiketrampilan danpengetahuan yangmemadai untukmenjalankan tugaspokok dan fungsinya
2. Adanya kesempatanuntuk belajar,menanyakan praktek
14
57
e. Membangun caraberpikir sistemik
manajemen yang adaselama ini,bereksperimen, danberkontribusi denganide-ide baru yang lebihsegar.
3. Adanya prinsipketerbukaan danpartisipatif dalam setiapproses pengambilankeputusan.
4. Ada komitmen untukmewujudkan visibersama
5. Adanya peluang untukbelajar bagi seluruhkomponen yang adadalam organisasi, tetapijuga terwujud dalamaktivitas sehari-hari.
6. Adanya prinsippenerimaan terhadapkemungkinan timbulnyakesalahan sebagai bagiandari prosespembelajaran.
7. Adanya kesempatan danhak yang sama bagiseluruh pegawai tanpaterkecuali untukmelakukan kegiatanpembelajaran.
8. Ada keterbukaankomunikasi antara stafdan pimpinan.
KinerjaPegawai
hasil kerja atau prestasiyang dicapai oleh pegawai