PROPOSAL RANCANGAN ANALISIS EKSPERIMEN
Pengaruh Kegiatan Penyuluhan Peningkatan Keselamatan Pendakian
Terhadap Pengetahuan dan Sikap Pendaki Gunung Tentang Resiko
Kecelakaan Pendakian
Lidia Kastanya (802012020)
Joanne M. R. (802012033)
Viona Belinda (802012049)
Jenny Evander (802012073)
Debby Chintya (802012097)
Irma Astryani (802012103)
Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2015PENDAHULUANKegiatan mendaki gunung telah menjadi hobi banyak
generasi muda di Indonesia, khususnya di kalangan para pecinta
alam, baik yang telah berpengalaman mendaki gunung maupun yang
tergolong pemula. Hampir di seluruh sekolah dan kampus memiliki
organisasi atau komunitas pecinta alam dan mendaki gunung merupakan
salah satu agenda wajib yang rutin dilakukan oleh para anggotanya.
Tidak sedikit pula dari para pecinta alam ini yang tidak berhenti
setelah menaklukan satu puncak gunung. Mereka cenderung akan
mencari gunung lain untuk dijadikan target pendakian
selanjutnya.
Saat ini kegiatan mendaki gunung semakin populer. Kegiatan ini
tidak lagi dilakukan hanya oleh mereka yang menyebut dirinya
pecinta alam, tetapi juga menjadi suatu kegiatan yang trend di
kalangan anak muda pada umumnya. Berdasarkan hasil survey yang
dilakukan oleh peneliti, ada beberapa hal lain yang menjadi alasan
kaum muda untuk melakukan kegiatan mendaki gunung, antara lain
keinginan untuk mengalami perasaan semakin dekat dengan alam
(Tuhan), bentuk lain untuk dapat bertualang dengan teman-teman,
cara memahami karakter diri sendiri dan orang lain, cara
mendapatkan pengalaman baru yang menantang, dan sekedar cara untuk
mengisi waktu liburan atau membunuh kebosanan.
Mendaki gunung (mountain hiking) sendiri merupakan bagian dari
sebuah bentuk kegiatan yang dikenal dengan istilah mountaineering.
Mountaineering memiliki makna kegiatan alam bebas yang berlokasi di
sekitar penggunungan. Contoh lain dari mountaineering selain
mendaki gunung adalah memanjat tebing (rock climbing) dan memanjat
gunung es (ice climbing). Mendaki gunung merupakan olahraga penuh
tantangan yang membutuhkan berbagai keterampilan, seperti kemampuan
menguasai ilmu medan, peta dan kompas, panjat tebing, survival, dan
pertolongan pertama pada kecelakaan (Parfet & Buskin,
2009).
Sebagian orang menganggap bahwa mendaki gunung merupakan suatu
petualangan yang menantang. Sebagian lainnya menganggapnya sebagai
suatu kegiatan yang sangat ekstrim. Hal ini berkaitan dengan
banyaknya hal-hal dan alat-alat khusus yang diperlukan saat
melakukan pendakian. Dalam mendaki gunung, beberapa hal menjadi
penting untuk diketahui oleh para pendaki, antara lain
aturan-aturan pendakian, perlengkapan, persiapan, cara-cara mendaki
dan lain-lain (Parfet & Buskin, 2009). Dengan demikian, kita
bisa ketahui bahwa sebenarnya mendaki gunung bukanlah sebuah
kegiatan rekreasi sederhana semata.
Banyaknya hal-hal yang perlu diperhatikan ketika hendak
melakukan pendakian gunung disebabkan oleh kondisi-kondisi yang
tidak pasti yang bisa terjadi pada saat berhadapan dengan alam.
Para pendaki harus siap dengan berbagai perubahan-perubahan kondisi
terutama kondisi pegunungan sebagai medan dan lingkungan alam
sekitar. Ketidaksiapan pendaki pada kondisi-kondisi ini tentunya
membahayakan dan memberikan resiko kecelakaan bagi dirinya atau
bahkan bagi kelompoknya. Resiko kecelakaan yang sering terjadi saat
pendakian antara lain kedinginan, kelaparan, kehausan, kelelahan
dan kehilangan arah/tersesat. Hampir sebagian besar korban
kecelakaan gunung disebabkan oleh kedinginan. Suhu udara dingin
pegunungan yang ekstrim dapat menyebabkan pendaki mengalami
hipotermia. Individu yang mengalami hipotermia akan kehilangan
koordinasi tubuh dan pola pikir rasional, bahkan seringkali akan
pingsan. Sedangkan resiko kecelakaan yang lainnya adalah kelaparan.
Kelaparan akan menjadi masalah serius jika terjadi dalam jangka
waktu yang cukup panjang. Biasanya kondisi ini dialami ketika
pendaki melakukan kesalahan dalm perhitungan perjalanan atau
tersesat. Resiko lainnya yang tidak kalah bahaya adalah dehidrasi
yang dapat mengakibatkan pendaki pingsan, kehilangan orientasi dan
pola pikir rasional. Dan yang terakhir adalah tersesat. Situasi
tersesat biasanya akan membuat kondisi mental seseorang akan
menurun. Resiko-resiko kecelakaan lainnya yang bisa terjadi adalah
patah tulang bahkan kematian kareja jatuh saat pendakian.
Kendati sadar dengan banyaknya tantangan dan resiko yang harus
dihadapi saat berkegiatan di alam bebas, tidak menyebabkan penggiat
kegiatan ini berhenti melakukan petualangan. Motivasi untuk mencari
pengalaman dengan melakukan berbagai kegiatan beresiko di alam ini
pada dasarnya dipengaruhi oleh dorongan dari dalam diri individu
yang bersangkutan yaitu dorongan untuk mencari sensasi. Menurut
Zuckerman (dalam Roberti, 2004, h. 256), Sensation seeking
menggambarkan kecenderungan seseorang untuk mencari berbagai macam
sensasi dan pengalaman baru yang luar biasa dan kompleks, serta
bersedia mengambil resiko fisik, sosial, hukum, dan finansial demi
memperoleh pengalaman tersebut. Zuckerman menambahkan bahwa mendaki
gunung merupakan wujud dari sensation seeking, yaitu thrill and
adventure yang merupakan kebutuhan akan hal- hal baru (novel),
menarik (exiciting), dan pengalaman-pengalaman yang berbeda. Ia
menjelaskan bahwa hal tersebut muncul dari diri individu (pendaki
gunung) sebagai bentuk kepribadian yang mempunyai dasar biologis
(nature), suatu kebutuhan yang sama dengan kebutuhan yang lainnya,
serta kebutuhan yang sangat mendasar namun terkadang tidak
dikenali. Hasil penelitian Zuckerman (dalam Perti & Govern,
2004) juga menunjukkan bahwa individu yang memiliki level
sensastion seeking yang tinggi akan lebih memilih situasi resiko
yang lebih besar dibandingkan dengan individu yang memiliki level
sensation seeking yang rendah.Sebuah hasil penelitian yang
dilakukan Hansen dan Breivik (2001) menunjukkan hubungan yang
positif dan signifikan antara sensation seeking dan perilaku
beresiko yang positif. Hansen dan Breivik (2001, h. 637) juga
menjelaskan jenis kegiatan yang banyak digunakan dalam skala
perilaku beresiko yang positif adalah tipe-tipe olahraga yang
beresiko. Hymbaugh dan Garret (dalam Garver, 1996, h. 173)
menyatakan bahwa individu dengan skor Sensation seeking yang tinggi
lebih senang terlibat dalam olah raga beresiko tinggi, salah
satunya berupa kegiatan di alam bebas.Dari hasil-hasil penelitian
di atas dapat disimpulkan bahwa mendaki gunung adalah salah satu
bentuk cara yang dapat dilakukan oleh individu yang memiliki level
sensation seeking untuk pemuasan kebutuhannya. Resiko-resiko
kecelakaan yang mungkin terjadi saat pendakian tidak menjadi
penghalang bagi mereka, bahkan bisa menjadi hal yang dianggap
tantangan.
Berkaitan dengan ini perlu dilakukan penanganan-penanganan dalam
rangka mencegah terjadinya peningkatan jumlah kecelakaan yang
terjadi saat pendakian gunung. Walaupun bagi pendaki gunung,
situasi resiko merupakan tantangan yang harus bisa mereka taklukan,
namun tetap mereka juga harus memperhatikan keselamatan diri. Salah
satu program penanganan yang dapat dilakukan adalah kegiatan
penyuluhan mengenai pendakian yang aman. Penyuluhan ini berisikan
berbagai informasi mengenai pendakian, termasuk resiko kecelakaan
saat pendakian dan cara-cara yang dapat diambil sebagai langkah
pertolongan pertama. Penyuluhan ini bertujuan untuk menambah
pengetahuan para pendaki mengenai pendakian itu sendiri, terutama
resiko-resiko kecelakaan dan dampaknya bagi dirinya, kelompok,
bahkan keluarga. Pengetahuan yang telah didapatkan oleh para
pendaki gunung dapat mendorong mereka untuk lebih aware terhadap
keselamatan dirinya selama pendakian.Berdasarkan latar belakang
yang telah diuraikan, maka penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh kegiatan penyuluhan peningkatan keselamatan
pendakian terhadap pengetahuan dan sikap pendaki gunung. Adapun
yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah ada peningkatan
hasil posttest dibanding pretest pengukuran pengetahuan pendaki
gunung tentang resiko kecelakaan saat pendakian da nada perubahan
hasil posttest dan pretest pengukuran sikap pendaki gunung tentang
resiko kecelakaan saat pendakian.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan adalah quasi experiment dengan
pendekatan time series design, yaitu sebuah kelompok sampel dengan
anggota yang sama diberi perlakuan atau pengukuran yang berbeda.
Pada desain ini, di awal penelitian, dilakukan pengukuran terhadap
variabel terikat yang telah dimiliki oleh subjek. Setelah diberikan
manipulasi, dilakukan pengukuran kembali terhadap variabel terikat
dengan alat ukur yang sama (Seniati, dkk., 2011). Pengukuran
dilakukan berulang-ulang baik sebelum dilakukan manipulasi maupun
sesudah diberikan manipulasi (Christensen dalam Seniati,dkk,
2001).Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota dari
komunitas pecinta alam di Fakultas Psikologi Universitas Kristen
Satya Wacana, yaitu Psychology Love Adventure (PLANT) yang
beranggotakan 30 orang. Sedangkan sampel dalam penelitian ini
adalah para anggota komunitas PLANT yang terpilih sekaligus
bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah purposive sampling technique dengan
kriteria subjek memiliki trait sensation seeking yang tinggi. Jadi,
eksperimen ini diawali dengan screening untuk menetapkan subjek
yang sesuai dengan kriteria tersebut. Subjek akan diberi skala
sensation seeking dari Zuckerman. Kemudian dari hasil pengukuran
sensation seeking tersebut, mereka yang dijadikan subjek, hanya
yang memiliki skor sensaton seeking yang tinggi. Subjek yang sudah
sesuai dengan kriteria dan bersedia ikut serta dalam eksperimen
kemudian diberi pretest yang pertama, yaitu kuisioner sikap.
Kemudian setelah seminggu, diberikan pretest kedua,yaitu kuisioner
pengetahuan dan kuisioner sikap tentang resiko kecelakaan saat
pendakian. Nilai rata-rata dari setiap kali pengukuran akan
menunjukkan kecenderungan perubahan skor sikap yang tidak
disebabkan oleh variabel bebas. Pretest diberikan untuk mengetahui
tingkat pengetahuan dan sikap responden terhadap resiko kecelakaan
saat pendakian.
Kuisioner pengukuran pengetahuan berisikan 10 pertanyaan dengan
pemberian skor 2 untuk jawaban yang benar, skor 1 untuk jawaban
yang hampir benar dan skor 0 untuk jawaban tidak tahu. Total skor
pengetahuan tertinggi adalah 30 dan skor terendah adalah 0.
Berdasarkan kriteria tersebut maka dapat dikategorikan tingkat
pengetahuan responden dengan kriteria sebagai berikut (Sugiyono
dalam Rahayu dkk., 2013) : a) Baik, bila nilai responden >
66.67% dari total nilai seluruh pertanyaan tentang pengetahuan,
dengan skor 21-30; b) Cukup, bila nilai responden 33,33% - 66,67%
dari total nilai seluruh pertanyaan tentang pengetahuan, dengan
skor 11-20; c) Kurang, bila nilai responden < 33,33% dari total
nilai seluruh pertanyaan tentang pengetahuan, dengan skor 0-10.
Sedangkan kuisioner sikap berisi 22 pertanyaan yang terdiri dari
11 pernyataan positif dan 11 pernyataan negatif. Pengukuran
menggunakan skala Likert, yaitu dengan alternatif jawaban sebagai
berikut: a) Untuk pernyatan positif diberi nilai 4 jika sangat
setuju, nilai 3 jawaban setuju, nilai 2 jawaban tidak setuju dan
nilai 1 untuk jawaban sangat tidak setuju; b) Pertanyaan negatif
diberi nilai 4 untuk jawaban sangat tidak setuju, nilai 3 jawaban
tidak setuju, nilai 2 jawaban setuju dan nilai 1 untuk jawaban
sangat setuju. Berdasarkan kriteria tersebut maka dapat
dikategorikan sikap responden baik jika total skor jawaban > 75%
atau dalam interval 38 - 50, sikap responden cukup baik jika total
skor jawaban 40 - 75% atau dalam interval 20 - 37, dan sikap
responden kurang baik jika total skor jawaban < 40% atau dalam
interval 0 19.
Pemberian pretest ini merupakan tahap pengambilan data yang
pertama. Selanjutnya, penelitian ini dilanjutkan dengan pemberian
perlakuan, yaitu kegiatan penyuluhan peningkatan keselamatan dalam
pendakian. Materi-materi penyuluhan disampaikan oleh tim penyuluh
dari Badan SAR kota Semarang melalui metode ceramah, pemutaran
video, serta diskusi.
Pengumpulan data tahap kedua dilakukan dengan pemberian posttest
sebanyak dua kali pada kelompok responden yang sama. Pemberian
posttest yang pertama diberikan kuisioner pengetahuan. Selanjutnya
beberapa minggu kemudian posttest kedua diberikan, yaitu kuisioner
sikap. Pengambilan data pada tahap kedua ini hampir sama dengan
yang dilakukan pada tahap pertama, yaitu dengan memberikan
kuisioner yang sama seperti pada pretest. Data hasil pretest akan
dibandingkan dengan data hasil posttest. Perlakuan dalam eksperimen
ini, yaitu penyuluhan, akan dikatakan efektif apabila terjadi
peningkatan skor posttest yang signifikan dibanding dengan skor
pretest. Bagan alur penelitian dapat dilihat pada gambar 1.
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik
analisa statistik T-test for related samples. Teknik tersebut
digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan
antara skor pengetahuan dan sikap sebelum dan sesudah penyuluhan.
Analisis data akan dilakukan menggunakan program SPSS (Statistical
Package for Social Science) versi 17.0REFERENSI
Federasi Mountaineering Indonesia (2015, July 27). Hike, Safe
and Fun.
Gunawan, Anton (2015, July 27). Mountain Sickness. Retrieved
from http://www.pencintaalam.net.comStandard Operating Procedure
(SOP) Pendakian Gunung Semeru di Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru (Indonesia). Retrieved July 27,2015, from Bromo Tengger
Semeru, http://www.bromotenggersemeru.org
Republika Online (2015, June 17). Ada 39 Kecelakaan Pendakian
Merapi Sejak 2013. Retrieved July 8, 2015 from
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/06/17/nq2xiu-ada-39-kecelakaan-pendakian-merapi-sejak-2013
Nugroho, R.A.B. (2014). Hubungan Antara Sensation seeking Dengan
Intensi Melakukan Cyberbullying Pada Remaja. Malang: Fakultas
Psikologi Universitas Brawijaya
Padan, Widya H. (2009). Skripsi: Pengaruh Sensation seeking dan
Self Efficacy Terhadap Motivasi Mendaki Gunung Pada Para Pendaki
Gunung. Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya
Wacana
Rahayu, S.M.F. (2012). Skripsi: Pengaruh Dukungan Sosial
Terhadap Motivasi Berprestasi Mountaineering Pada Mountaineer
(Pendaki Gunung) Wanita. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas
Gunadarma.
Nugroho, Jesa. (2009). Skripsi: Gambaran Tingkat Pengetahuan
Gizi, Pola Konsumsi Dan Tingkat Kecukupan Gizi Pendaki Gunung Di
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Kurniawan, Ehwan. (2004). Panduan Mendaki Gunung Dalam
Infografis. Jakarta: Tabloid Bola.
Seniati, Liche,dkk. (2011). Psikologi Eksperimen. Jakarta:
Indeks.Lampiran I
BLUE PRINT SIKAP MAHASISWA TERHADAP RESIKO KECELAKAAN SAAT
PENDAKIAN
NOPENGERTIANASPEKINDIKATORITEM
1L. L Thrustone (1946) sikap sebagai tingkatan kecenderungan
yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek
psikologis. Objek psikologis disini meliputi: simbol, kata-kata,
slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya. Orang dikatakn memiliki
sikap poitif terhadap suatu objek psikologis apabila ia suka (like)
atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya oarng yang memiliki
sikap negatif terhadap objek psikologi bila ia tidak suka (dislike)
atau sikap unfavorable terhadap objek psikologi (Back, Kurt W.,
1997, Hal 3)
Komponen Kognitif
Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa
yang benar bagi objek sikap. Berhubungan dengan gejala mengenal
pikiran. Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman dan keyakinan
serta harapa-harapan individu tentang objek atau kelompok objek
tertentu.
Pengetahuan tentang mountaineering
Penerapan tentang keselamatan pendakian
Mengidentifikasi masalah yang ada di saat pendakian
Menganalisis kebutuhan dalam melakukan perjalanan
Merancang sesuatu untuk kebutuhan
Mengevaluasi hal-hal yang dianggap perlu diperbaiki kembali
1. Saya merasa penting mengetahui jalur pendakian dan suhu udara
sebelum melakukan pendakian (4)F
2. Mengetahui jalur pendakian dan suhu udara sebelum melakukan
pendakian tidaklah penting (12)UF
3. Memahami peranan saya sebagai pendaki gunung dengan
lingkungan masyarakat setempat (6)F
4. saya kurang memahami peranan sebagai pendaki gunung dengan
lingkungan masyarakat setempat (21)UF
5. Saya melakukan cek up kesehatan ke dokter sebelum memulai
pendakian (13)F
6. kesehatan tidaklah penting bagi saya (5)UF
2.Komponen Afektif
Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif
seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini
disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Pada
umumnya reaksi emosional yang merupakan komponen afektif ini banyak
dipengaruhi kepercayan atau apa yang dipercayai sebagai benar dan
berlaku bagi objek yang dimaksud.
Penerimaan diri
Menanggapi permasalahan dengan mengkonfirmasi atau menanyakan
hal yang belum jelas
Melaporkan
Berorganisasi dengan lingkungan baru
Memiliki karakteristik/nilai yang baik
7. Saya memiliki persediaan makanan dan minuman yang lengkap
sebelum melakukan pendakian (7)F
8. Saya tidak mempersiapkan persediaan makanan dan minuman
(14)UF
9. Saya mempercayai team work dalam melakukan kegiatan ini
(16)F
10. Saya tidak mempercayai siapapun (22)UF
11. Sangat penting bagI saya untuk memperhatikan kebersihan
lingkungan setempat (15)F
12. Kebersihan lingkungan tidak penting bagi saya (20)UF
3.Komponen Konatif
komponen perilaku menunjukan kecenderungan berperilaku ada dalam
diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapi. Hal ini
didasari bahwa asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak
mempengaruhi perilaku. Berwujud proses tendensi/kecenderungan untuk
berbuat sesuatu objek, misalnya: kecenderungan memberikan
pertolongan, menjauhkan diri, dan sebagainya.
Pengamatan pada tempat pendakian akan dilakukan
Peniruan
Memberikan inovasi
Membiasakan kebiasaan yang baik
Menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat pendakian.
(Penyesuaian)13. Saya akan berusaha agar sampai di puncak gunung
saat mendaki (17)F
14. sampai di puncak gunung tidak penting bagi saya (11)UF
15. saya dapat mengontrol emosi saya ketika sesuatu tidak
berjalan sesuai harapan saya.(18)F
16. Saya tidak bisa mengontrol emosi saya ketika sesuatu tidak
berjalan sesuai dengan harapan saya (2)UF
17. Saya menerima bantuan dari semua pihak di saat pendakian
(10)F
18. saya tidak mau menerima bantuan dari orang lain (19)UF
19. saya membaca buku panduan keselamatan tanpa diperintah
(9)F
20. saya membaca buku panduan keselamatan hanya bila disuruh
(3)UF
21. kelengkapan peralatan pendakian yang saya bawa mempengaruhi
kondisi saya (8)F
22. Kelengkapan peralatan yang saya bawa tidak mempengaruhi
kondisi saya. (1)UF
Lampiran IIRANCANGAN KUISIONER SIKAP
A. IDENTITAS SUBJEK
Nama/Inisial:
Fak / Angkatan:....
TTL:...
Jenis Kelamin : Pria/Wanita
B. PETUNJUK PENGISIAN SKALA PSIKOLOGI
Pada halaman selanjutnya terdapat sebuah skala psikologi. Anda
diminta untuk memilih salah satu dari lima pilihan jawaban. Sebelum
menjawab, ada beberapa hal yang perlu saudara/i perhatikan,
yaitu:1. Dalam menjawab skala ini tidak perlu takut salah, karena
setiap jawaban yang diberikan dapat diterima.
2. Pilihlah alternatif tanggapan yang benar-benar sesuai dengan
keadaan diri anda, kemudian berilah tanda (X) pada jawaban yang
sesuai . Pilihan jawaban terdiri dari:
SS= Jika Sangat sesuai
S= Jika Sesuai TS= Jika Tidak sesuai
STS= Jika Sangat tidak sesuai 3. Identitas dan jawaban yang anda
pilih akan terjamin kerahasiaannya.
SELAMAT MENGERJAKAN
NoPernyataanPilihan Jawaban
SSSTSSTS
1Kelengkapan peralatan yang saya bawa tidak mempengaruhi kondisi
saya
2Saya tidak bisa mengontrol emosi saya ketika sesuatu tidak
berjalan sesuai dengan harapan saya
3saya membaca buku panduan keselamatan hanya bila disuruh
4Saya merasa penting mengetahui jalur pendakian dan suhu udara
sebelum melakukan pendakian
5Kesehatan tidaklah penting bagi saya
6Memahami peranan saya sebagai pendaki gunung dengan lingkungan
masyarakat setempat
7Saya memiliki persediaan makanan dan minuman yang lengkap
sebelum melakukan pendakian
8Kelengkapan peralatan pendakian yang saya bawa mempengaruhi
kondisi saya
9saya membaca buku panduan keselamatan tanpa diperintah
10Saya menerima bantuan dari semua pihak di saat pendakian
11sampai di puncak gunung tidak penting bagi saya
12Mengetahui jalur pendakian dan suhu udara sebelum melakukan
pendakian tidaklah penting
13Saya melakukan cek up kesehatan ke dokter sebelum memulai
pendakian
14Saya tidak mempersiapkan persediaan makanan dan minuman
15Sangat penting bagi saya untuk memperhatikan kebersihan
lingkungan setempat
16Saya mempercayai team work dalam melakukan kegiatan ini
17Saya akan berusaha agar sampai di puncak gunung saat
mendaki.
18Saya dapat mengontrol emosi saya ketika sesuatu tidak berjalan
sesuai harapan saya.
19Saya tidak mau menerima bantuan dari orang lain
20Kebersihan lingkungan tidak penting bagi saya
21Saya kurang memahami peranan sebagai pendaki gunung dengan
lingkungan masyarakat setempat.
22Saya tidak mempercayai siapapun
Lampiran III
RANCANGAN KUISIONER PENGETAHUAN
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUMPeserta mampu mengenal fakta tentang
pendakian, gunung dan resiko kecelakaan serta dapat memahami cara
mencegah dan meminimalisir resiko kecelakaan yang terjadi
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
1. Peserta mampu mengetahui tentang pendakian gunung secara
umum2. Peserta mampu mengetahui mengenai resiko kecelakaan juga
kegiatan- kegiatan beresiko3. Peserta mampu mengetahui
faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya kecelakaan pada saat
pendakian.4. Peserta mampu mengetahui cara mencegah atau
meminimalisir resiko kecelakaan yang dapat terjadi saat
pendakianTIPE TES
Subjektif
Berdasarkan tujuan tes, bentuk tes objektif akan membantu
pemberi materi untuk mengevaluasi sejauh mana peserta mampu
memahami mengingat pendakian secara umum, data faktual resiko
kecelakaan pada saat pendakian, faktor- faktor pemicu kecelakaan,
dan cara meminimalisir resiko kecelakaan pada saat pendakian.
Sementara bentuk tes subjektif membantu mengevaluasi sejauh mana
peserta mengenali dan memahami tentang pendakian dan resiko
kecelakaan
FORMAT BUTIR SOAL
Essay (10 soal)
Format Essay dipilih untuk menguji secara subjektif pemahaman
peserta tentang pendakian dan resiko kecelakaan
JUMLAH SOAL
JUMLAH KESELURUHAN
:
Jumlah ini berdasarkan sub topik yang dibahas dalam penyuluhan
Hike Save and Fun (berdasarkan materi modul).
Fokus penyuluhan Hike Save and Fun adalah untuk mengenal lebih
dalam tentang pendakian, mengenal fakta dan data tentang pendakian
dan resiko kecelakaan, dan mampu untuk meminimalisir resiko
kecelakaan saat pendakian.
ALOKASI WAKTU
60 Menit
PELAKSANAAN TES
Soal akan disajikan pada saat pre-test dan post-test pada saat
setelah penyuluhan Hike Save and Fun diberikan, hal ini dilakukan
untuk melihat apakah ada perubahan sebelum dan sesudah penyuluhan
dilakukan.
Soal- soal tes akan disajikan terdiri pengetahuan tentang
pendakian, mengenal fakta dan data tentang pendakian dan resiko
kecelakaan, faktor- faktor pemicu resiko kecelakaan dan cara
meminimalisir resiko kecelakaan saat pendakian.
ITEM
NOTUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUSITEM
1Peserta mampu mengetahui tentang pendakian gunung secara
umum
Apa yang anda ketahui tentang kegiatan pendakian gunung?
Persiapan apa yang paling umum dilakukan ketika hendak melakukan
pendakian gunung?
2Peserta mampu mengetahui mengenai resiko kecelakaan juga
kegiatan- kegiatan beresiko Menurut anda, apa saja yang dapat
menimbulkan kecelakaan pada saat pendakian?
Menurut anda kegiatan pendakian gunung dengan tinggi 3000-an
mdpl adalah kegiatan yang beresiko menimbulkan kecelakaan saat
mendaki?
3Peserta mampu mengetahui faktor-faktor yang dapat memicu
terjadinya kecelakaan pada saat pendakian.
Apa saja faktor- faktor yang dapat memicu terjadi kecelakaan
pada saat pendakian?
Menurut anda faktor yang utama yang dapat memicu terjadinya
kecelakaan pada saat pendakian?
Mengapa berolahraga penting sebelum melakukan pendakian?
4Peserta mampu mengetahui cara mencegah atau meminimalisir
resiko kecelakaan yang dapat terjadi saat pendakian
Menurut anda apakah mencari data tentang pendakian dan gunung
yang dituju merupakan salah satu hal yang penting dilakukan sebelum
melakukan pendakian?
Apa saja hal yang harus dipersiapkan sebelum melakukan pendakian
gunung?
Bagaimana cara pertolongan pertama ketika mengalami dehidrasi
dan kedinginan?
BUTIR SOAL PENGETAHUAN
1. Apa yang anda ketahui tentang kegiatan pendakian gunung?
2. Persiapan apa yang paling umum dilakukan ketika hendak
melakukan pendakian gunung?
3. Menurut anda, apa saja yang dapat menimbulkan kecelakaan pada
saat pendakian?
4. Menurut anda kegiatan pendakian gunung dengan tinggi 3000-an
mdpl adalah kegiatan yang beresiko menimbulkan kecelakaan saat
mendaki?
5. Apa saja faktor- faktor yang dapat memicu terjadi kecelakaan
pada saat pendakian?
6. Menurut anda faktor yang utama yang dapat memicu terjadinya
kecelakaan pada saat pendakian?
7. Mengapa berolahraga penting sebelum melakukan pendakian?
8. Menurut anda apakah mencari data tentang pendakian dan gunung
yang dituju merupakan salah satu hal yang penting dilakukan sebelum
melakukan pendakian?
9. Apa saja hal yang harus dipersiapkan sebelum melakukan
pendakian gunung?
10. Bagaimana cara pertolongan pertama ketika mengalami
dehidrasi dan kedinginan?
Lampiran IVRANCANGAN MODUL PENYULUHAN
HIKE, SAVE, FUN1.Tujuan Pembelajaran Umum
Peserta dapat memahami dan memaksimalkan pendakian yang aman dan
menyenangkan.
2.Tujuan Pembelajaran Khusus
a.
Peserta dapat mengenali resiko kecelakaan dalam mendaki
gunung.
b. Peserta mampu memahami dan menangani setiap resiko dalam
mendaki gunung agar menjadi pendakian yang menyenangkan.
3.Sub Pokok Bahasan
a. Sekilas tentang pendakian gunung dan resikonya
b. Mengenali macam-macam resiko pendakian
c. Menangani resiko pendakian.
4.Metode dan Waktu
Metode dengan ceramah sambil memperlihatkan slide di PPT,
aktivitas dan diskusi.
MENDAKI GUNUNG
Purpose:Pada sesi ini menyediakan beberapa pengetahuan mengenai
mendaki gunung, data dan fakta tentang pendakian gunung beserta
resiko. Peserta juga akan diberi pengetahuan tentang data
kecelakaan pendakianyang pernah terjadi mengenai kegiatan-kegiatan
yang terkait dengan mendaki gunung
Class Size:50 orang
Materials needed:
1. Hardcopy materi (30 ekslampar)
2. Video
3. Slide presentation4. Laptop dan LCD
Agenda
Mendaki gunungMinutes
35Actual
Start/StopMedia and Materials
Pengenalan58:00 / 8:05LCD & Laptop
Sharing pengalaman sewaktu mendaki108:05 / 8:15LCD &
Laptop
Data dan fakta tentang pendakian gunung di Indonesia.108:15 /
8:25LCD & Laptop
Data dan fakta tentang resiko kecelakaan pendakian gunung108:25
/ 8:35LCD & Laptop
MENGENALI RESIKO KECELAKAAN PENDAKIAN
Purpose:Pada sesi ini diharapkan peserta dapat mengetahui resiko
yang dapat terjadi sewaktu pendakian. Peserta juga dapat mengetahui
faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya kecelakaan.
Class Size:50 orang
Materials needed:
1. Hardcopy materi (30 ekslampar)
2. Video
3. Slide presentation4. Laptop dan LCD
Agenda
Mengenali resiko kecelakaan pendakianMinutes
30Actual
Start/StopMedia and Materials
Mengetahui resiko yang dapat terjadi sewaktu pendakian158:35 /
8:50LCD & Laptop
Mengetahui faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya
kecelakaan158:50 / 9:05LCD & Laptop
MENANGGULANGI DAN MENANGANI RESIKO KECELAKAAN PENDAKIAN
Purpose:Pada sesi ini diharapkan peserta dapat mengetahui cara
mencegah atau meminimalisir resiko kecelakaan yang dapat terjadi
saat pendakian.
Class Size:50 orang
Materials needed:
1. Hardcopy materi (30 ekslampar)
2. Video
3. Slide presentation4. Laptop dan LCD
Agenda
Mengenali resiko kecelakaan pendakianMinutes
60Actual
Start/StopMedia and Materials
Mengetahui persiapan yang perlu dilakukan sebelum dan saat
pendakian.159:05 / 9:20LCD & Laptop
Mengetahui penanganan saat terjadi kecelakaan.159:20 / 9:35LCD
& Laptop
Sesi tanya jawab dan Kesimpulan309:35 / 10:05LCD &
Laptop
Lampiran VRANCANGAN RUANGAN KEGIATAN PENYULUHAN DAN PENGUKURAN
(PRETEST & POSTTEST)
1. Tampak dari depan (arah pembicara ke audiens)
2. Tampak dari belakang (arah audiens ke pembicara)
3. Tampak samping
Keterangan : ruangan untuk kapasitas 50 orang
Tolong dicari buat dilampirin..hhihihi kalo perlu diadaptasi
juga..hehehheh
Posttest yg kedua, dilakukan setelah diadakan pendakian atau
piye?? Jeda waktunya disamain dengan pretest aja??
Diperbaiki lagi, udah bener belum.hihihihi