SKANDAL MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN DAN KEJAHATAN KORPORASI DALAM PERSPEKTIF MANAJEMEN PELUANG DAN RESIKO ETIKA Pendahuluan Dalam beberapa tahun terakhir, Wajah dunia seakan mendapatkan pukulan berat dari banyaknya tragedi-tragedi kemanusiaan, bisnis dan politik yang akhirnya bermuara pada derita krisis global saat ini. Banyaknya kejadian memilukan didunia ini cenderung disebabkan oleh banyaknya pengabaian etika dalam berbagai lini kehidupan masyarakat dunia. Salah satu lini kehidupan masyarakat dunia ini adalah kegiatan Bisnis. Kebutuhan hidup masyarakat dunia tidak mungkin terpenuhi tanpa adanya Kegiatan bisnis. Dalam sepuluh tahun terakhir, cukup banyak tragedy kehancuran bisnis yang terjadi di dunia, tragedy ini memberi dampak penderitaan yang cukup signifikan pada kehidupan masyarakat luas dan tak sedikit korban yang berjatuhan karenanya. Sebagian besar Tragedy ini dipicu oleh adanya pengabaian etika dalam setiap kegiatan bisnis. Secara singkat, Pengabaian etika adalah dilakukannya suatu kegiatan yang dianggap benar oleh para pengambil keputusan, namun membawa dampak merugikan atau dianggap salah oleh pihak lain . Contoh pengabaian etika itu sendiri antara lain adalah, praktek kecurangan dalam pembuatan laporan keuangan, penyuapan, window dressing, dan lain sebagainya. 1 | Page
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SKANDAL MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN DAN KEJAHATAN KORPORASI DALAM PERSPEKTIF MANAJEMEN PELUANG DAN RESIKO ETIKA
Pendahuluan
Dalam beberapa tahun terakhir, Wajah dunia seakan mendapatkan pukulan berat dari
banyaknya tragedi-tragedi kemanusiaan, bisnis dan politik yang akhirnya bermuara pada derita
krisis global saat ini. Banyaknya kejadian memilukan didunia ini cenderung disebabkan oleh
banyaknya pengabaian etika dalam berbagai lini kehidupan masyarakat dunia. Salah satu lini
kehidupan masyarakat dunia ini adalah kegiatan Bisnis. Kebutuhan hidup masyarakat dunia tidak
mungkin terpenuhi tanpa adanya Kegiatan bisnis.
Dalam sepuluh tahun terakhir, cukup banyak tragedy kehancuran bisnis yang terjadi di
dunia, tragedy ini memberi dampak penderitaan yang cukup signifikan pada kehidupan
masyarakat luas dan tak sedikit korban yang berjatuhan karenanya. Sebagian besar Tragedy ini
dipicu oleh adanya pengabaian etika dalam setiap kegiatan bisnis. Secara singkat, Pengabaian
etika adalah dilakukannya suatu kegiatan yang dianggap benar oleh para pengambil keputusan,
namun membawa dampak merugikan atau dianggap salah oleh pihak lain . Contoh pengabaian
etika itu sendiri antara lain adalah, praktek kecurangan dalam pembuatan laporan keuangan,
penyuapan, window dressing, dan lain sebagainya.
Titik tolak adanya pengabaian etika ini salah satunya adalah usaha perusahaan dalam
mencapai tujuan utama mereka. Tujuan utama dari beroperasinya suatu perusahaan adalah untuk
menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Banyak cara yang ditempuh perusahaan dalam
mencapai tujuan ini. Beberapa dari mereka yang berintegritas akan memilih cara yang
melibatkan etika dalam menghasilkan laba, dan sebagian lainnya akan menggunakan
rasionalisasi tertentu dengan sedikit banyak mengabaikan etika. Sejarah membuktikan, mereka
yang mengabaikan etika cenderung mengalami kehancuran lebih cepat daripada mereka yang
melibatkan etika didalam keputusan bisnisnya, karena dengan mengabaikan etika, berbagai lini
dan segi bisnis yang mengandung kesamaan nilai-nilai etika dapat tumbang seperti halnya efek
domino. Sebagai contoh, jika para manajer puncak melakukan pengambilan keputusan tanpa
disertai integritas dan moral, maka para manajer bawah akan cenderung meniru atau melakukan
hal yang sama, hal ini kemudian menjalar kepada lini bawah dan berdampak luas pada area
1 | P a g e
eksternal perusahaan, yaitu konsumen yang merugi akibat keputusan tidak etis perusahaan,
pemerintah yang kehilangan potensi pendapatan pajak, para stock holder yang mengalami
kerugian akibat menurunnya nilai saham, dan resahnya dewan-dewan asosiasi. Dinamika
pengabaian etika yang seperti inilah yang akhirnya memunculkan skandal korporasi Enron dan
Arthur Andersen, WorldCom, Tragedi Lumpur Lapindo, Kematian bayi-bayi di China akibat
dicampurnya melamin dalam susu bayi, dan lain sebagainya.
Berkaca dari beberapa kejadian yang memilukan tesebut, para praktisi bisnis dan
keuangan dunia mulai memperluas area manajemen resiko mereka. Dari yang awalnya hanya
berfokus pada area manajemen resiko bisnis, mereka mulai menyadari bahwa mereka perlu
menerapkan manajemen dalam lingkup etika. Dalam literature, manajemen di lingkup etika ini
disebut manajemen resiko etika. Dalam Brooks (2004) dinyatakan, Para praktisi bisnis kini mulai
menyadari bahwa meskipun manajemen risiko cenderung berfokus kepada masalah-masalah
non-etis, bukti yang ada menunjukkan bahwa penghindaran bencana dan kegagalan juga
memerlukan perhatian kepada masalah risiko etika.
Dalam praktek penilaian dan review resiko, terutama yang berkaitan dengan resiko etika,
beberapa direktur perusahaan cenderung menganggap hal tersebut sebagai bagian dari tanggung
jawab auditor eksternal. Hal ini sangat tidak tepat mengingat perhatian para auditor eksternal
adalah hanya jika risiko yang ditemukan akan mengakibatkan kekeliruan material dari hasil operasional
atau posisi keuangan perusahaan. Lagipula, walaupun auditor eksternal juga bertugas untuk melakukan
pengujian terhadap sistim pengendalian internal perusahaan, mereka tidak diwajibkan untuk menemukan
setiap masalah. Tidak pernah ada keharusan bagi auditor eksternal untuk menemukan dan melaporkan
peluang etika, sehingga pihak manajemen perusahaan harus merancang dan mereview sendiri prosedur
manajemen peluang dan resiko etika mereka.
Menurut Sarbane-Oxley Act (SOX), manajemen sekarang diharapkan untuk melaporkan sistem
pengendalian internal dan auditor eksternal harus melaporkan sistem tersebut berserta dengan laporan
manajemen. Bahkan setelah pengadopsian reformasi SOX, auditor eksternal akan terus mencari
pelanggaran dan/atau kesalahan dalam pengendalian yang bisa mengakibatkan terjadinya kekeliruan
material dalam laporan keuangan. Mereka biasanya tidak diharapkan melacak hal-hal immaterial atau
peluang atau risiko non-finansial lainnya. Dengan kata lain, mereka biasanya tidak akan diharapkan
untuk menemukan peluang atau seluruh risiko etika dengan manajemen atau komite audit dewan. Oleh
karena itu, direktur dan eksekutif, yang bertanggung jawab mengawasi semua risiko etika, harus
2 | P a g e
merancang audit internal atau proses review atau secara spesifik kontrak dengan pihak luar untuk
melakukan review.
Terkait dengan masalah manajemen resiko etika, Belakangan ini profesi akuntan banyak
mendapat sorotan tajam dari masyarakat semenjak terungkapnya beberapa skandal bisnis yang
melibatkan para akuntan. Profesi akuntan yang seharusnya mampu memberikan pelayanan
terbaik kepada masyarakat sebagai stake holder perusahaan, dalam beberpa kasus
menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan hanya demi memenuhi kepentingan segelintir
stock holder. Hal ini merupakan salah satu resiko etika yang kita temui di luar area internal
manajemen. Sebagai contoh, Kasus KAP Arthur Andersen di Amerika yang melakukan
pengabaian etika, pengabaian harapan stake holder dan melakukan kecurangan profesi demi
kepentingan diri sendiri dan perusahaan Enron telah secara telak menjerumuskan mereka kepada
kehancuran. Kejadian tersebut telah merugikan banyak pihak dan mencoreng kehormatan profesi
akuntan dan menjadi salah satu puncak stigma masyarakat yang sangat mengganggu dan
merisaukan para praktisi akuntansi. Hal ini kemudian mengantarkan kita pada pemahaman
mengenai pentingnya pengelolaan resiko etika, baik pada pengendalian internal perusahaan
maupun pada praktik akuntansi oleh para profesional akuntan.
Definisi dan Pengertian
I. Etika dan Etika Bisnis
Etika dapat didefinisikan sebagai nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (Bertens,
2001). Pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa etika memiliki peranan penting dalam
melegitimasi segala perbuatan dan tindakan yang dilihat dari sudut pandang moralitas
yang telah disepakati oleh masyarakat.
Beberapa prinsip etis dalam bisnis telah dikemukakan oleh Robert C.Solomon da
(1993) dalam Bertens (2000), yang memfokuskan pada keutamaan pelaku bisnis
individual dan keutamaan pelaku bisnis pada taraf perusahaan. Berikut dijelaskan
keutamaan pelaku bisnis individual, yaitu:
Kejujuran
Kejujuran secara umum diakui sebagai keutamaan pertama dan paling penting yang
harus dimiliki pelaku bisnis. Orang yang memiliki keutamaan kejujuran tidak akan
3 | P a g e
berbohong atau menipu dalam transaksi bisnis. Pepatah kuno caveat emptor yaitu
hendaklah pembeli berhati-hati. Pepatah ini mengajak pembeli untuk bersikap kritis
untuk menghindarkan diri dari pelaku bisnis yang tidak jujur. Kejujuran memang
menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran, namun dalam dunia bisnis terdapat
aspek-aspek tertentu yang tetap harus menjadi rahasia. Dalam hal ini perlu dicatat
bahwa setiap informasi yang tidak benar belum tentu menyesatkan juga.
Fairness
Fairness adalah kesediaan untuk memberikan apa yang wajar kepada semua orang
dan dengan ”wajar” yang dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh semua pihak
yang terlibat dalam suatu transaksi.
Kepercayaan
Kepercayaan adalah keutamaan yang penting dalam konteks bisnis. Kepercayaan
harus ditempatkan dalam relasi timbal-balik. Pebisnis yang memiliki keutamaan ini
boleh mengandaikan bahwa mitranya memiliki keutamaan yang sama. Pebisnis yang
memiliki kepercayaan bersedia untuk menerima mitranya sebagai orang yang bisa
diandalkan. Catatan penting yang harus dipegang adalah tidak semua orang dapat
diberi kepercayaan dan dalam memberikan kepercayaan kita harus bersikap kritis.
Kadang kala juga kita harus selektif memilih mitra bisnis. Dalam setiap perusahaan
hendaknya terdapat sistem pengawasan yang efektif bagi semua karyawan, tetapi
bagaimanapun juga, bisnis tidak akan berjalan tanpa ada kepercayaan.
Keuletan
Keutamaan keempat adalah keuletan, yang berarti pebisnis harus bertahan dalam
banyak situasi yang sulit. Ia harus sanggup mengadakan negosiasi yang terkadang
seru tentang proyek atau transaksi yang bernilai besar. Ia juga harus berani
mengambil risiko kecil ataupun besar, karena perkembangan banyak faktor tidak
diramalkan sebelumnya. Ada kalanya ia juga tidak luput dari gejolak besar dalam
usahanya. Keuletan dalam bisnis itu cukup dekat dengan keutamaan keberanian
moral.
Selanjutnya, empat keutamaan yang dimiliki orang bisnis pada taraf perusahaan,
yaitu:
4 | P a g e
Keramahan
Keramahan tidak merupakan taktik bergitu saja untuk memikat para pelanggan, tapi
menyangkut inti kehidupan bisnis itu sendiri, karena keramahan itu hakiki untuk
setiap hubungan antar-manusia. Bagaimanapun juga bisnis mempunyai segi melayani
sesama manusia.
Loyalitas
Loyalitas berarti bahwa karyawan tidak bekerja semata-mata untuk mendapat gaji,
tetapi juga mempunyai komitmen yang tulus dengan perusahaan. Ia adalah bagian
dari perusahaan yang memiliki rasa ikut memiliki perusahaan tempat ia bekerja.
Kehormatan
Kehormatan adalah keutamaan yang membuat karyawan menjadi peka terhadap suka
dan duka serta sukses dan kegagalan perusahaan. Nasib perusahaan dirasakan sebagai
sebagian dari nasibnya sendiri. Ia merasa bangga bila kinerjanya bagus.
Rasa Malu
Rasa malu membuat karyawan solider dengan kesalahan perusahaan. Walaupun ia
sendiri barang kali tidak salah, ia merasa malu karena perusahaannya salah.
II. Resiko Etika
Resiko Etika merupakan suatu kemungkinan dilanggarnya etika yang disebabkan
oleh ketidak mampuan perusahaan atau institusi dalam memenuhi harapan stake holder.
Untuk itu, agar suatu organisasi atau perusahaan tetap dapat bertahan hidup, perusahaan
dan professional wajib menjalankan manajemen resiko etika. Secara singkat, pengertian
manajemen resiko etika adalah Tata kelola yang menjunjung kode etik sehingga dapat
meminimalisasi ketidak mampuan perusahaan dalam memenuhi harapan Stake Holder.
Adapun ragam resiko etika dalam kaitannya dengan stake holder itu sendiri adalah:
Harapan para stake holder yang tidak dapat dipenuhi Resiko Etika
Pemegang Saham (Share Holders)
- Adanya Perilaku Penggelapan dana dan asset
- Adanya Konflik Kepentingan dengan para eksekutif
perusahaan
- Kejujuran dan integritas
- Pertanggung jawaban
yang dapat diprediksi
5 | P a g e
- Tingkatan performa perusahaan yang tidak sesuai
dengan keinginan para pemegang saham
- Keakuratan dan transparasi laporan keuangan
- Kejujuran dan
pertanggungjawaban
- Kejujuran dan Integritas
Karyawan
- Keamanan Kerja
- Pembedaan
- Mempekerjakan anak dibawah umur dan pemerasan
tenaga buruh
- Kewajaran
- Keadilan
- Keadilan dan perlakuan
kasih sayang
Pelanggan
- Keamanan Produk
- Performa Perusahaan
- Keterbukaan
- Kewajaran
Lingkungan
- Terciptanya Polusi - Integritas dan
Pertanggungjawaban
( Brooks, The Ethic Expectation )
Dengan adanya resiko etika tersebut, maka manajemen perlu menerapkan pengelolaan
atau manajemen yang berfokus pada pemenuhan kepentingan stake holder.
III. Manajemen Resiko Etika
Dalam menerapkan manajemen resiko etika, terdapat beberapa tahapan yang dapat
dilakukan oleh para investigator perusahaan, yaitu dengan mengidentifikasi dan menilai
resiko etika, Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan
stake holder, serta melakukan Akuntabilitas Sosial dan Audit.
A. Mengidentifikasi dan Menilai Resiko Etika
Identifikasi Penilaian resiko etika dibagi menjadi beberapa tahap:
1. Melakukan penilaian dan identifikasi para stake holder perusahaan
Dalam tahap ini, investigator manajemen membuat daftar mengenai siapa dan apa
saja para stake holder yang berkepentingan beserta harapan mereka. Dengan
mengetahui siapa saja para stake holder dan apa kepentingannya serta harapan
mereka, maka manajemen dapat melakukan penilaian dalam pemenuhan harapan
6 | P a g e
stake holder. Setelah melengkapi tahapan ini semua, investigator hendaknya
memiliki pemahaman mengenai bentuk kepentingan stakeholder mana saja yang
sensitif dan penting, dan kenapa hal itu penting bagi stakeholder. Kemudian,
investigator harus mengkonfirmasikan penilaian mereka ini dengan berinteraksi
dengan sebuah panel stakeholder representatif dan dengan sekelompok penting
stakeholder. Dengan demikian, maka akan menunjukkan adanya perhatian
perusahaan terhadap kepentingan stake holder dan dapat membuka sebuah dialog
yang dapat membangun rasa saling percaya, yang nantinya juga dapat membantu
jika pada suatu hari nanti muncul masalah yang tidak menguntungkan.
2. Mempertimbangkan kemampuan aktivitas perusahaan dengan ekspektasi
stakeholder, dan menilai risiko ketidak sanggupan dalam memenuhi
ekspektasi stakeholder atau menilai adanya kemungkinan peluang untuk
berprestasi lebih dari yang diharapkan
Saat mempertimbangkan apakah ekspektasi telah terpenuhi, maka manajemen
wajib membuat perbandingan di antara input, output, kualitas relevan dan
variabel kinerja lainnya. Selain itu, perbandingan juga harus dibuat di antara
akitivitas perusahaan dan ekspektasi stakeholder dengan menggunakan enam nilai
hypernorm. Nilai hypernorm ini adalah kejujuran, keadilan, simpati, integritas,
prediktabilitas, dan tanggung jawab. Jika aktivitas perusahaan menghargai nilai-
nilai tersebut, maka terdapat kemungkinan bahwa aktivitas perusahaan juga akan
menghargai ekspektasi para stakeholder utama perusahaan, domestik dan luar
negeri, baik pada masa kini ataupun pada masa mendatang.
3. Meninjau ulang perbandingan akitivitas dan ekspektasi perusahaan dari
perspektif dampak reputasi perusahaan.
Menurut Charles Fombrun reputasi sendiri bergantung pada empat factor, yaitu
kejujuran, kredibilitas, reliabilitas, dan tanggung jawab. Faktor-faktor tersebut
bisa menjadi kerangkakerja dalam melakukan perbandingan.
4. Melakukan pelaporan
Setelah tahap ketiga selesai, maka manajemen dapat menyiapkan laporan kepada
masing-masing stake holder. Laporan tersebut harus dibuat dengan
7 | P a g e
mempertimbangkan kelompok stakeholder, produk atau jasa, tujuan perusahaan,
nilai-nilai hypernorm, dan elemen-elemen penentu reputasi.
Empat tahapan ini akan menghasilkan data yang memungkinkan direktur dan eksekutif
dapat mengawasi adanya peluang dan risiko etika, sehingga dapat ditemukan cara untuk
menghindari dan mengatasi risiko tersebut, serta agar dapat secara strategis mengambil
keuntungan dari kesempatan tersebut.
Secara singkat, dapat dijelaskan pada bagan berikut:
B. Penerapan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stake
holder
Penerapan strategi dan taktik ini didasarkan pada kepentingan stake holder. Menurut
Savage, salah satu pendekatan yang dapat diterapkan adalah dengan berfokus pada
8 | P a g e
Fase 1
Mengembangkan pemahaman yang diproyeksikan, dan
dirangking dari kepentingan /
harapan stakeholder
Fase 2
Membandingkan aktivitas-aktivitas dengan harapan-
harapan untuk mengidentifikasi risiko-risiko etika
dan peluang-peluang
Fase 3
Laporan berdasar
Kelompok stakeholderProduk atau jasaSasaran korporasiNilai hipernormaPemicu reputasi
Pada 18 Maret 2008, izin terbang atau Operation Specification Adam Air dicabut Departemen
Perhubungan melalui surat bernomor AU/1724/DSKU/0862/2008. Isinya menyatakan bahwa
Adam Air tidak diizinkan lagi menerbangkan pesawatnya berlaku efektif mulai pukul 00.00
tanggal 19 Maret 2008. Sedangkan AOC (Aircraft Operator Certificate)nya juga terancam
dicabut apabila dalam 3 bulan mendatang tidak ada perbaikan.
Berikut Ini adalah rangkaian Insiden kejadian yang menimpa Adam Air:
11 Februari 2006, Adam Air Penerbangan 782, Boeing 737-300, PK-KKE BH-782,
Jakarta-Makassar, kehilangan arah dan mendarat di Bandara Tambolaka, NTT. Pesawat
membawa 146 penumpang dan 6 awak pesawat. Tidak ada korban.
1 Januari 2007, Adam Air Penerbangan 574, PK-KKW DHI-574, Boeing 737-400
Jakarta-Manado via Surabaya yang membawa 96 penumpang dan 6 awak pesawat, hilang
di perairan Majene, Sulawesi Barat. Pesawat hancur berkeping-keping setelah hilang
kendali dan menghunjam laut. Sementara itu, hanya sebagian kecil bagian pesawat yang
dapat ditemukan. Sebanyak 102 penumpang dan awak pesawat tidak ditemukan.
Penyebab kecelakaan seperti yang diumumkan oleh Komisi Nasional Keselamatan
Transportasi (KNKT) adalah cuaca buruk, kerusakan pada alat bantu navigasi Inertial
Reference System (IRS), dan kegagalan kinerja pilot dalam menghadapi situasi darurat.
7 Januari 2007, 16 pilot Adam Air mengundurkan diri karena mereka menilai buruknya
standar keamanan dan sistem navigasi di pesawat-pesawat yang dinilai berkualitas jelek.[9] Adam Air kemudian menuntut balik semua pilot ini karena kontrak kerja mereka
belum habis.
21 Februari 2007, Adam Air Penerbangan KI 172, PK-KKV, (dalam gambar) Boeing
737-33A Jakarta-Surabaya tergelincir di Bandara Juanda, Surabaya. Badan pesawat
melengkung namun semua penumpang selamat. Atas peristiwa ini, Departemen
Perhubungan Republik Indonesia memerintahkan untuk menghentikan untuk sementara
pengoperasian tujuh pesawat Boeing 737-300 milik Adam Air.
6 Maret 2007, pesawat Adam Air gagal lepas landas dari Bandara Juanda karena roda