PROPOSAL PENELITIAN OPERASIONAL TA. 2013 PENGARUH KEBIJAKAN PERDAGANGAN NEGARA-NEGARA MITRA TERHADAP KINERJA DAN DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA Oleh: Budiman Hutabarat Saktyanu K. Dermoredjo Frans Betsi M. Dabukke Arief Iswariyadi Muhammad Iqbal Eddy S. Yusuf Dondy A. Setiabudi PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN 2013
30
Embed
PENGARUH KEBIJAKAN PERDAGANGAN NEGARA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_10.pdf · PENGARUH KEBIJAKAN PERDAGANGAN ... Pada harga HB, tambahan permintaan A sama
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PROPOSAL PENELITIAN OPERASIONAL TA. 2013
PENGARUH KEBIJAKAN PERDAGANGAN NEGARA-NEGARA MITRA TERHADAP KINERJA
DAN DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA
Oleh: Budiman Hutabarat
Saktyanu K. Dermoredjo Frans Betsi M. Dabukke
Arief Iswariyadi Muhammad Iqbal
Eddy S. Yusuf Dondy A. Setiabudi
PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
2013
1
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Gelombang globalisasi dan liberalisasi perdagangan di seluruh dunia yang
diformalkan melalui perundingan perdagangan dunia oleh Organisasi Perdagangan
Dunia/OPD atau World Trade Organization/WTO, melalui instrumen tiga pilar akses
pasar, bantuan domestik dan subsidi ekspornya, dalam beberapa hal telah
mengubah pola perdagangan komoditas dunia dan antara satu negara ke negara
yang lain, sehingga dengan sendirinya kinerja dan daya saing ekspor pertanian
negara-negara di dunia telah berubah atau menyesuaikan diri terhadap aturan
perdangan yang baru ini. Ada negara yang menyesuaikan dirinya secara konsisten
dengan cepat terhadap semua pilar, tetapi ada pula negara yang melakukannya
secara bertahap dan atau terhadap beberapa aturan di pilar tertentu saja dan di
pilar lain tidak mengalami perubahan sedikitpun dan ada pula negara yang belum
melakukan penyesuaian sama sekali. Bersamaan dengan gerakan perdagangan
multilateral yang diwadahi OPD, kesepakatan perdagangan bebas/KPB atau Free
Trade Agreement/FTA atau persetujuan perdagangan kawasan/PPK atau Regional
Trade Agreement/RTA juga telah berkembang sejak tahun 1990an. Sampai tanggal
15 Januari 2012 yang lalu, telah ada 511 pengajuan PPK (termasuk barang dan jasa
secara terpisah) telah diterima GATT/WTO. Tiga ratus sembilan belas diantaranya
telah berjalan (WTO 2012) dan umumnya bersifat timbal-balik di antara dua atau
lebih mitra dagang, sedangkan Aturan Perdagangan Preferensial/APP atau
Preferential Trade Arrangements/PTAs yang sudah berlaku sejak puluhan tahun,
saat ini masih banyak yang bertahan dan banyak yang berkembang juga. Secara
total OPD mencatat ada sekitar 24 APP yang berjalan (WTO 2012). Hal ini juga akan
mempengaruhi perkembangan ekspor komoditas pertanian suatu negara.
Secara teoretis, sebagaimana dikumandangkan berbagai ahli perdagangan
internasional, apabila perpindahan dan pergerakan komoditas dari satu negara ke
negara lain tidak dihambat oleh kebijakan perdagangan dan subsidi, atau dengan
2
perkataan lain jika suatu negara mempunyai keunggulan komparatif pada suatu
komoditas dan negara lain tidak mempunyainya, tetapi memiliki keunggulan
komparatif pada komoditas lainnya, maka kedua negara dipastikan akan mendapat
manfaat dari perdagangan komoditas-komoditas tersebut. Inilah pegangan dan
acuan dalam perundingan di OPD untuk menyusun aturan-aturan pelaksanaannya.
Di fihak lain, KPB oleh negara-negara yang terbatas secara teori mungkin
memberikan manfaat bagi pesertanya, tetapi negara-negara yang bukan peserta
akan dirugikan. Masalahnya sekarang, apakah negara-negara anggota OPD dan atau
negara-negara anggota KPB menerapkan kesepakatan yang mereka buat secara
konsisten, mengingat betapa kompleksnya tali-temali antara berbagai faktor yang
mempengaruhi arus perdagangan komoditas dunia dan kawasan. Di sisi lain,
sementara berbagai hambatan perdagangan telah banyak yang dialihkan ke bentuk
tarif dan tingkat tarif juga banyak yang telah diturunkan atau setidaknya diturunkan
secara bertahap, terutama oleh negara-negara berkembang; pada saat yang sama
hambatan perdagangan bukan tarif atau rintangan bukan perdagangan seperti
technical barrier to trade/TBT dan sanitary and phytosanitary/SPS measures untuk
barang-barang dan jasa-jasa juga semakin berkembang. Hal ini terlihat pada aturan-
aturan seperti penjaminan kesehatan, keamanan dan kesejahteraan konsumen
serta aturan dalam negeri untuk jasa-jasa seperti krisis keuangan baru-baru ini,
kebijakan yang berkaitan dengan perubahan iklim dan bahkan sebagai mekanisme
untuk melindungi industri dalam negeri. Selanjutnya, fenomena ini dapat dilihat dari
tindakan-tindakan negara yang bersifat melindungi ekonominya sendiri, seperti
penyelesaian persetujuan perdagangan yang tertunda-tunda, peningkatan jumlah
perselisihan perdagangan yang diajukan ke Dispute Settlement sejak 1995 serta
dukungan terhadap globalisasi perdagangan semakin menurun di UE dan AS, tetapi
meningkat di pasar-pasar baru dan negara-negara berkembang (Bussiere et al. 2010
dan Bacchetta and Beverelli 2012). Perkembangan rantai produksi global
menimbulkan bentuk baru imbas kebijakan di luar perbatasan. Selain itu,
perusahaan semakin mengandalkan baku privat untuk mengatasi tantangan yang
mereka hadapi dalam rantai pasoknya yang berakibat pada akses pasar (WTO
3
2012). Brou and Ruta (2009) di dalam WTO (2012) menunjukkan bahwa
kesepakatan yang melakukan pengekangan tarif di satu fihak, tetapi membiarkan
hambatan bukan-tarif yang lain seperti subsidi domestik tidak diikat atau dapat
diubah-ubah, tidak akan memberikan komitmen yang efektif. Sementara fihak yang
banyak mengandalkan instrumen tarif adalah negara-negara berkembang/NB dan
fihak yang menggunakan bantuan subsidi adalah negara-negara maju/NM. Dengan
perkembangan jumlah negara yang semakin mengandalkan tindakan bukan tarif ini,
termasuk pertimbangan kesehatan, keamanan dan lingkungan, WTO (2012) bahkan
menyimpulkan adanya kebutuhan untuk mengembangkan aturan-aturan untuk
memudahkan kerjasama dalam pengidentifikasian penggunaan hambatan bukan
tarif yang efisien dan sahih.
Dampaknya terhadap perdagangan mungkin sangat kecil, tetapi kebijakan-
kebijakan ini dapat dirancang dan dilaksanakan secara tidak sengaja menghambat
perdagangan dan ekspor negara atau perusahaan di negara berkembang. Meskipun
tarif telah menurun sejak kelahiran the General Agreement on Tariffs and
Trade/GATT tahun 1948, berbagai negara semakin mengandalkan rintangan bukan
tarif atau non-tariff measures/NTMs.yang didasarkan pada berbagai tujuan
kebijakan.
1.2. Dasar Pertimbangan
Indonesia merupakan anggota OPD, anggota ASEAN Free Trade Area/FTA,
anggota ASEAN-China FTA/ACFTA, anggota ASEAN-Australia-New Zealand FTA,
anggota ASEAN-Korea FTA, anggota ASEAN-India FTA, anggota ASEAN-Japan FTA,
dan anggota Indonesia-Japan Partnership Agreement dan telah berusaha membuka
pasar dalam negerinya dengan mengikuti kesepakatan menurunkan tarif impor
berbagai produk pertanian dan olahannya. Jadi dengan konstelasi pola perdangan
seperti ini, Indonesia masih tetap mengharapkan bahwa ekspor pertanian atau hasil
olahannya dapat tetap berkembang, berdayasaing dan mampu bersaing di pasar
internasional. Permasalahannya adalah apakah harapan seperti itu terlihat dalam
4
kenyataan dan dapat dibuktikan secara empiris melalui data dan informasi yang ada.
Untuk menelaah masalah itulah penelitian ini dilakukan. Penelitian ini diperlukan
karena tantangan yang dihadapi sektor pertanian dalam konteks pola perdagangan
1.3. Tujuan
Tujuan penelitian terdiri dari:
1. Mengidentifikasi komoditas pertanian utama yang diekspor ke negara mitra
utama dari Indonesia,
2. Mengidentifikasi kebijakan perdagangan dan kebijakan pemerintah negara
mitra utama yang berkaitan dan berpengaruh terhadap komoditas pertanian
utama yang diimpor dari Indonesia,
3. Menganalisis dampak kebijakan perdagangan dan kebijakan pertanian negara
mitra utama terhadap produksi dan ekspor komoditas pertanian dari
Indonesia.
1.4. Keluaran yang Diharapkan
1. Satu paket senaraian (list) komoditas pertanian yang diimpor negara mitra
utama dari Indonesia,
2. Satu paket senaraian kebijakan perdagangan (tarif dan bukan-tarif) dan
kebijakan pemerintah negara mitra utama yang berkaitan dan berpengaruh
terhadap komoditas pertanian utama yang diimpor dari Indonesia,
3. Satu paket data, informasi dan pengetahuan tentang dampak kebijakan
perdagangan dan kebijakan pertanian negara mitra utama terhadap produksi
dan ekspor komoditas pertanian dari Indonesia,
4. Rumusan kebijakan dalam mengantisipasi dan merespons dan mengantisipasi
kebijakan perdagangan dan kebijakan pertanian negara mitra utama.
5
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang strategi
pengembangan komoditas yang berpotensi diperdagangkan ke negara-
negara mitra dan strategi perdagangannya.
2. Dengan perolehan informasi dan data ini, Direktorat Jenderal Pemasaran dan
Pengolahan Pertanian, dan Direktorat-direktorat Jenderal di lingkup
Kementerian Pertanian dapat menyusun program pengembangan komoditas
di tingkat produksi dan pengolahannya secara lebih terarah.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis
Setiap negara di dunia ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan warganya, antara lain dengan mengolah sumberdaya yang
dimilikinya: alam, manusia, teknologi, manejemen, teknologi dan lain sebagainya
dan bahkan untuk memanfaatkan semua itu sehemat dan seefisien mungkin dengan
tingkat kesejahteraan tertentu atau untuk mencapai tingkat kesejahteraan tertinggi
dengan memanfaatkan sumberdaya.tertentu, termasuk di dalamnya untuk
melakukan perdagangan dan peminjaman modal dan melakukan investasi. Evolusi
dari pemikiran untuk mencapai tujuan peningkatan kesejahteraan ini memunculkan
beberapa model analisis untuk menjelaskan mengapa negara-negara mau
berdagang satu sama lain dan membuat rumusan kebijakan bagaimana sebaiknya
perdagangan harus dilakukan. Beberapa model yang dicatat dalam literatur antara
lain adalah: (i) Smith, (ii) Ricardo, (iii) Hechscher-Ohlin, (iv) Faktor khas, (v) Teori
perdagangan baru, (vi) Gravitas, (vii) Teori Ricardian, (viii) Teori kontemporer, (ix)
Teori perdagangan Ricardian baru, (x) Barang setengah jadi yang diperdagangkan,
dan (xi) Teori perdaganga Ricardo-Sraffa. Namun, satu pun dari teori ini belum
dapat menjawab dengan baik pertanyaan mengapa perdagangan antar berbagai
negara terjadi, apalagi mencari jawaban yang berlaku umum bagi setiap negara,
sehingga rumusan kebijakannya pun banyak yang tidak sesuai dengan kenyataan
yang dihadapi suatu atau berbagai negara. Helpman (1998) menyatakan bahwa
memang kita saat ini telah memiliki ragam teori perdagangan internasional yang
mengutamakan ekonomi skala, pemilahan produk dan perbedaan komposisi faktor
sebagai penentu dari struktur perdagangan dunia. Kalau dipadukan, mereka dapat
menjelaskan pola pokok pengkhususan perdagangan, volume perdagangan,
kandungan faktor perdagangan, dan pola perdagangan antar kawasan secara luas.
Meskipun upaya penelitian secara massif selama 20 tahun terakhir telah berjalan,
tetapi hasil-hasilnya belum lengkap. Ini adalah akibat dari kenyataan bahwa kita
7
mengejar ke titik sasaran yang bergerak, karena sifat perdagangan dunia berubah
dengan laju sangat cepat.
Sampai saat ini, kenyataan menunjukkan bahwa hampir setiap negara
memberikan perlindungan terhadap ekonomi dan industri dalam negerinya sendiri,
melalui berbagai cara, sehingga komoditas dari suatu negara tertentu terhambat
masuk ke negara yang lain. Banyak ragam kebijakan yang dapat dilakukan atau
ditempuh negara yang bersangkutan, yakni melalui:
(i) Pembatasan akses pasar: Ini ditujukan untuk membuat hasil produksi sendiri
lebih murah di dalam negeri dan lebih meluas penyebarannya yang dilakukan
dengan berbagai rintangan perdagangan (tarif dan rintangan bukan-tarif seperti
pembatasan jumlah impor atau kuota, pembatasan akses pasar dan lisensi,
pembatasan permodalan asing dan mitra usaha, monopoli impor dan lain-lain) serta
rintangan bukan-perdagangan seperti sistem hukum yang terbatas keefektifan dan
penegakannya, hak kekayaan intelektual yang terbatas, ragam isu antar-budaya,
hak azasi manusia dan sosial, isu buruh anak-anak dan lingkungan hidup,
pengawasan teknis baik di tingkat pusat dan daerah, antidumping. Kadang-kadang
literatur juga menggolongkan pembatasan akses pasar ini ke dalam dua golongan,
yakni: rintangan kuantitatif dan tindakan kualitatif. Di dalam tindakan kuantitatif
yang terutama adalah tarif, termasuk juga kuota dan pembatasan impor, subsidi
and pengendalian jumlah barang yang beredar. Semuanya digolongkan ke dalam
tindakan kuantitatif karena mudah dilambangkan dalam angka dan juga relatif
mudah diukur karena pada umumnya diumumkan ke publik. Sebaliknya, hambatan
kualitatif mengacu pada kebijakan pemerintah dan aturan-aturan yang secara
langsung atau tidak langsung menghambat perdagangan bebas. Contoh-contohnya
adalah kebijakan persaingan, kebijakan industri, perlakuan berbeda terhadap modal
asing, perbedaan perhitungan bea masuk atau cukai dan pengelompokan, baku
industri dan mutu. Oleh karena itu, hambatan kualitatif lebih sulit diukur karena;
pertama, mungkin tidak disampaikan ke publik dan kedua tidak dinyatakan dalam
angka. Analisis tentang pengenaan tarif atau pemotongannya telah banyak
dilakukan dan pada umumnya dapat diperikan dalam bentuk grafik yang sederhana.
8
Dari pemaparan tentang alasan-alasan penerapan hambatan tarif atau
perlindungan industri domestik dan penghapusannya untuk menuju ke arah
perdagangan bebas, kenyataan menunjukkan bahwa banyak negara masih
membatasi perdagangannya. Bentuk hambatan perdagangan utama adalah tarif,
kuota, embargo, persyaratan lisensi, penerapan baku dan subsidi. Sebagaimana
disebutkan dalam Anakbab Tujuan Penelitian, sasaran penelitian ini antara lain
untuk menginventatisasi berbagai kambatan tarif atau perlindungan domestik
dengan segala turunannya yang berpengaruh terhadap kinerja ekspor komoditas
pertanian Indonesia. Sebagai suatu ilustrasi adalah dampak pengenaan tarif secara
bersamaan terhadap suatu komoditas, seperti digambarkan pada Diagram 1.
Tentu ada beberapa andaian-andaian yang dipakai untuk menganalisis tarif
ini, antara lain: (1) Negara yang berdagang hanya 2, A dan B, (2) Setiap negara
mempunyai produsen dan konsumen produk yang diperdagangkan, (3) Produk
bersifat seragam, (4) Pasar bersaing sempurna yang berimplikasi: (i) Perusahaan
memproduksi sejumlah barang pada titik keuntungan maksimum dan konsumen
memaksimumkan kepuasan atas barang yang dibeli, (ii) Barang yang
diperjualbelikan sama dan dapat disubstitusikan, (iii) Perusahaan dapat masuk atau
ke luar dari industri secara bebas tergantung dari adanya keuntungan, (iv) Informasi
tersedia secara sempurna, dan (5) Sebelumnya kedua negara berdagang secara
bebas.
Anggap A Negara Besar
Andaikan hanya ada dua negara yang terlibat dalam perdagangan produk, satu
negara pengimpor dan satu negara pengekspor. Kurva penawaran dan permintaan
,masing-masing negara diperlihatkan pada Diagram 1. HB adalah harga
keseimbangan perdagangan bebas. Pada harga HB, tambahan permintaan A sama
dengan tambahan penawaran B. Angka impor dan ekspor diperlihatkan oleh garis
putus-putus di setiap negara, yakni perbedaan antara penawaran dan permintaan
pada harga pasar bebas HB. Kalau A sebagai negara besar menerapkan tarif impor,
9
maka harga barang meningkat di pasar domestik A dan harga dunia menurun.
Andaikan setelah pengenaan tarif harga di A meningkat menjadi HmT dan harga di B
turun menjadi HxT . Kalau tarifnya pajak yang khas, maka nilainya adalah T = Hm
T -
HxT sama dengan panjang garis tegak potong-potong di kedua grafik. Kalau tarifnya
pajak ad valorem, maka nilainya adalah T = (HmT / Hx
T) - 1. Hasil perhitungan
dampak pengenaan tarif ini dapat diringkas pada Tabel 1. Jadi bagi negara besar
yang mengimpor, secara umum berlaku bahwa: (1) jika ia mengenakan tarif yang
rendah, kesejahteraan nasionalnya akan meningkat, (2) jika tarif terlalu tinggi,
kesejahteraan nasionalnya akan merosot, dan (3) ada suatu tarif optimal positif
yang dapat memperbesar kesejahteraan nasionalnya. Sedangkan bagi negara
pengekspor terjadi penurunan kesejahteraan nasional, karena surplus produsen
menurun meskipun surplus konsumen meningkat. Namun, perlu diperhatikan atas
terjadinya distribusi pendapatan, yakni sebagian kelompok mendapat manfaat
sementara sebagian kelompok lain menerima kerugian, di mana jumlah nilai
kerugian lebih besar daripada manfaat.
Diagram 1. Ilustrasi dampak kesejahteraan pengenaan tarif negara pengimpor besar
Variables) dan [10] Peubah neraca perdagangan (Trade Balance Variables). Analisis
GTAP dapat dipergunakan untuk melihat dampak perdagangan (tarif, subsidi ekspor,
dll) dalam kerangka: (1) satu negara (single country) dan (2) multi market, multi
country (banyak pasar atau negara).
Selain menggunakan analisis GTAP, alat analisa lain yang dapat digunakan
adalah WITS (World Integrated Trade Solution). WITS adalah software yang
diciptakan oleh Bank Dunia dan merupakan pintu masuk untuk menganalisis data
perdagangan dan proteksi. Selain itu WITS merupakan alat analisis untuk
aggregasi, ekstraksi data dan analisis dan simulasi perubahan tarif. WITS sendiri
mencakup beberapa data seperti :
1. COMTRADE, berisikan data impor dan ekspor komoditas (HS code 6
digit) dari 274 negara sejak tahun 1962 – sekarang,
2. TRAINS (Berisikan data IMPOR, Tarif, hambatan bukan tarif/HBT atau
Non-tariff barrier/NTB)
3. WTO IDB (impor dan tarif)
4. WTO CTS (bound).
25
IV. ANALISIS RISIKO
No RISIKO PENYEBAB DAMPAK
I. Beragam dan luasnya
cakupan kebijakan yang
diterapkan oleh negara
mitra terhadap komoditas
yang diimpor dari Indonesia
Keragaman posisi,
status, dan target
negara mitra serta
keragaman berbagai
komoditas yang diimpor
dari Indonesia
Hanya beberapa
kebijakan utama
yang terukur dan
tersedia data dan
informasinya yang
signifikan saja yang
dianalisis padahal
dampak kebijakan
lain yang diabaikan
bisa saja lebih
signifikan
II. Beragam dan luasnya
cakupan kebijakan
perdagangan (tarif dan non-
tarif serta lainnya) yang
diterapkan oleh negara
mitra terhadap komoditas
yang diimpor dari Indonesia
Keragaman posisi,
status, dan target
negara mitra serta
keragaman berbagai
komoditas yang diimpor
dari Indonesia
Hanya beberapa
kebijakan
perdagangan (tarif
dan non-tarif) utama
yang terukur dan
tersedia data dan
informasinya yang
signifikan saja yang
dianalisis padahal
dampak kebijakan
perdagangan lain
yang diabaikan bisa
saja lebih signifikan
III. Terbatasnya informasi dan
data yang dapat didapatkan
tentang kebijakan-kebijakan
terutama yang terkait
kebijakan perdagangan dari
negara-negara mitra
Kesulitan mendapatkan
informasi dan data
tentang kebijakan
termasuk kebijakan
perdagangan negara
mitra baik dari kantor
pemerintah resmi
Indikator dan data
tentang kebijakan
termasuk kebijakan
perdagangan dari
negara mitra kurang
signifikan, tidak
lengkap, tidak
26
maupun dari lembaga
internasional dan atau
web
terukur, dan kurang
dapat diandalkan
IV. Perbedaan besaran tarif dan
non-tarif yang diterapkan
oleh negara mitra dengan
informasi dari dalam negeri
Kesulitan mendapatkan
dokumen resmi dan
konsisten tentang besar
dan penerapan tarif dan
non-tarif negara mitra
Perhitungan akibat
dan dampak
kebijakan termasuk
kebijakan
perdagangan
terhadap ekspor
Indonesia menjadi
kurang presisi dan
tajam serta
kemungkinan akan
bias
V. Banyaknya cakupan dan
luasnya nama, jenis dan
level pengolahan dari
komoditas ekspor yang akan
dianalisis termasuk
pelabuhan ekspor yang
digunakan
Nama, jenis dan level
pengolahan dari
komoditas ekspor yang
akan dianalisis sangat
beragam termasuk
pelabuhan ekspor yang
digunakan
Analisis, kunjungan
lapang, perhitungan,
dan biaya penelitian
akan terlalu banyak,
lama dan
membutuhkan biaya
besar
27
IV. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN
5.1. Susunan Tim Pelaksana
No N a m a Gol. Jabatan Fungsional/Bidang Keahlian
Kedudukan Dalam Tim
1. Prof. Budiman Hutabarat, SP, Ph.D. IV/e
Profesor Riset / Ekonomi Pertanian
Penanggung Jawab/ Anggota
2. Dr. Saktyanu K. Dermoredjo IV/a Ekonomi Pertanian Anggota
3. Frans B. M. Dabukke, SP, MSi III/c Ekonomi Pertanian Anggota
4. Ir. Arief Iswariyadi, Ph.D. IV/a Ekonomi Pertanian Anggota
5. Ir. Muhammad Iqbal, MS IV/a Ekonomi Pertanian Anggota
6. Eddy S. Yusuf, SE III/b Staf Penunjang Anggota
7. Drs. Dondy A. Setiabudi, MSi(Peneliti dari BBPasca Panen) IV/b Teknologi
Pertanian Anggota
28
5.2. Jadwal Pelaksanaan
Kegiatan B u l a n
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Persiapan :
Studi Pustaka
Pembuatan/Penyempurnaan
proposal
Penyusunan kuesioner
Seminar Proposal
2. Pengumpulan data
3. Pengolahan dan Analisa data
4. Penulisan Laporan Tengah
Tahun
5. Penulisan Laporan Akhir
6. Seminar Laporan Akhir
7. Perbaikan Laporan Akhir
8. Penggandaan Laporan
29
Daftar Pustaka
Agostino, M. R. , F. Aiello and P. Cardamone. Analysing the Impact of Trade Preferences in Gravity Models_Does Aggregation Matter. Working Paper 07/4. http://ageconsearch.umn.edu/handle/7294. Accessed August 2012.
Bacchetta, M. and C. Beverelli. 2012. Non-tariff measures and the WTO. http://www.voxeu.org/article/trade-barriers-beyond-tariffs-facts-and-challenges. Accessed August 2012.
Bussière, M., E. Pérez-Barreiro, R. Straub and D. Taglioni. 2010. Protectionist Responses to the Crisis_Global Trends and Implications. European Central Bank. Frankfurt am Main, Germany. www.ecb.int/pub/pdf/scpops/ecbocp110.pdf. Accessed August 2012.
Helpman, E. 1998. Explaining the Structure of Foreign Trade: Where Do We Stand? Weltwirtschaftliches Archly 134(4) : 573-589. www.economics.uni-lintz.ac.at. Accessed August 2012.
WTO. 2012. World Trade Report 2012. Trade and public policies: A closer look at non-tariff measures in the 21st century. http://www.wto.org/english/res_e/publications_e/wtr12_e.htm. Accessed August 2012.