1 1. Judul Penelitian PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP PENGUNGKAPAN SUKARELA PADA BANK SUMSEL BABEL DENGAN WORD OF MOUTH SEBAGAI VARIABEL MODERASI KOTA PAGARALAM 2. Latar Belakang Tingkat operasional perbankan pada umumnya bukan merupakan profitabilitas dan efisiensi yang sustainable. Hal ini disebabkan oleh lemahnya struktur aktiva produktif bank-bank. Margin yang diperoleh bank-bank semakin mengecil karena adanya kecenderungan suku bunga yang menurun. Faktor lain dari tidak sustainable-nya profitabilitas dan efisiensi adalah karena sebagian pendapatan perbankan berasal dari aktivitas trading yang fluktuatif serta rendahnya rasio aset per nasabah yang membuat biaya operasional perbankan Indonesia relatif tinggi dibandingkan negara-negara lain. Seperti halnya isu perbankan yang mengonsentrasikan tingkat suku bunga dan pembentukan lembaga penjamin simpanan sebagai kebijakan-kebijakan yang sementara. Risiko yang muncul pun menjadi semakin ketat yang menambah persaingan industri perbankan diharuskan mematuhi undang-undang tindak pidana perbankan dan kepatuhannya dalam tindak efisiensi keterbukaan informasi perbankan. Nurhaida dalam event annual report award (ARA) tahun 2015. Penghargaan yang diberikan sesuai dengan perkembangan praktik good corporate governance (GCG) menyatakan keikutsertaan berbagai perusahaan seperti Bank Sumsel Babel dalam acara ini adalah bentuk kesediaan perusahaan untuk memperoleh masukan atas kinerja perusahaan tersebut, juga sebagai media komunikasi yang efektif kepada semua pihak terkait, termasuk memperlihatkan prospek perusahaan ke depan. Dewan juri tidak hanya memberikan penilaian tapi juga memberikan rekomendasi untuk ke depan yang lebih baik. Bank Sumsel Babel mendapatkan penghargaan ARA untuk kategori badan usaha milik daerah (BUMD) Non Listed, yang diterima langsung Direktur Utama Bank Sumsel Babel, Muhammad Adil di Hotel Ritz Carllton Pacific Place Jakarta, 23 September 2015.
74
Embed
Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Sukarela Pada Bank Sumsel Babel Dengan Word of Mouth Sebagai Variabel Moderasi Kota Pagaralam
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
1. Judul Penelitian
PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP
PENGUNGKAPAN SUKARELA PADA BANK SUMSEL BABEL
DENGAN WORD OF MOUTH SEBAGAI VARIABEL MODERASI
KOTA PAGARALAM
2. Latar Belakang
Tingkat operasional perbankan pada umumnya bukan merupakan
profitabilitas dan efisiensi yang sustainable. Hal ini disebabkan oleh lemahnya
struktur aktiva produktif bank-bank. Margin yang diperoleh bank-bank semakin
mengecil karena adanya kecenderungan suku bunga yang menurun. Faktor lain
dari tidak sustainable-nya profitabilitas dan efisiensi adalah karena sebagian
pendapatan perbankan berasal dari aktivitas trading yang fluktuatif serta
rendahnya rasio aset per nasabah yang membuat biaya operasional perbankan
Indonesia relatif tinggi dibandingkan negara-negara lain. Seperti halnya isu
perbankan yang mengonsentrasikan tingkat suku bunga dan pembentukan
lembaga penjamin simpanan sebagai kebijakan-kebijakan yang sementara. Risiko
yang muncul pun menjadi semakin ketat yang menambah persaingan industri
perbankan diharuskan mematuhi undang-undang tindak pidana perbankan dan
kepatuhannya dalam tindak efisiensi keterbukaan informasi perbankan.
Nurhaida dalam event annual report award (ARA) tahun 2015.
Penghargaan yang diberikan sesuai dengan perkembangan praktik good corporate
governance (GCG) menyatakan keikutsertaan berbagai perusahaan seperti Bank
Sumsel Babel dalam acara ini adalah bentuk kesediaan perusahaan untuk
memperoleh masukan atas kinerja perusahaan tersebut, juga sebagai media
komunikasi yang efektif kepada semua pihak terkait, termasuk memperlihatkan
prospek perusahaan ke depan. Dewan juri tidak hanya memberikan penilaian tapi
juga memberikan rekomendasi untuk ke depan yang lebih baik. Bank Sumsel
Babel mendapatkan penghargaan ARA untuk kategori badan usaha milik daerah
(BUMD) Non Listed, yang diterima langsung Direktur Utama Bank Sumsel
Babel, Muhammad Adil di Hotel Ritz Carllton Pacific Place Jakarta, 23
September 2015.
2
Harapannya dengan diadakan acara ini, maka akan dihasilkan perusahaan
yang bersih, menerapkan good corporate governance, dan meningkatkan
akuntabilitas serta transparansi untuk menghadapi masyarakat ekonomi
(association south east Asia of nations) ASEAN (MEA atau ASEAN economic
community (AEC)).
Banyak rekomendasi umum yang mendesain peningkatan akuntabilitas
dan transparansi seperti subsidi yang sangat besar dari negara, melalui bunga
obligasi rekap, sertifikat Bank Indonesia (SBI), surat utang negara (SUN), dan
kebijakan ekonomi yang pro moneter. Kekeliruan teknis dalam mengatasi krisis
moneter seperti soal independensi dan besarnya kekuasaan Bank Indonesia.
Kebijakan dan panduan dari bank for international settlement (BIS) yang
cenderung diterima secara kurang kritis. Kontribusi perbankan yang belum berarti
bagi perekonomian nasional. Dan adanya kepemilikan asing yang semakin
dominan atas industri perbankan nasional yang membesarkan kesempatan
memperoleh surplus ekonomi.
Harapan yang diterima oleh Direktur Utama Bank Sumsel Babel
Muhammad Adil pada 29 September 2015 dihimbau kepada alasan-alasan yang
memerlukan industri perbankan lebih transparan, karena studi-studi sebelumnya
menyatakan bahwa pasar selalu bereaksi terlebih dahulu sebelum pengawas
bertindak yang mengindikasikan pencantuman bank pada daftar bank bermasalah
tidak menyebabkan timbulnya reaksi pasar signifikan. Harus ada suatu kebijakan
kepatuhan tertulis yang mengidentifikasi masalah utama risiko kepatuhan yang
dihadapi bank dan menjelaskan bagaimana bank bermaksud mengendalikannya.
Kerugian menjadi hal yang menjelaskan kualitas industri perbankan.
Berangkat dari krisis moneter 1997 dan kronologi kekeliruan-kekeliruan teknis
yang merencanakan kebijakan-kebijakan penyelamatan industri perbankan,
melatarbelakangi poin-poin penting seperti penerapan batas maksimum
kepemilikan saham bagi pemerintah daerah yang akan mendirikan atau
mengakuisisi bank 30% untuk masing-masing pemerintah daerah. Prinsip kehati
hatian dalam melaksanakan kegiatan structured product bagi bank umum.
3
Structured product adalah produk bank yang merupakan penggabungan
antara 2 (dua) atau lebih instrumen keuangan berupa instrumen keuangan non
derivatif atau derivatif dan paling kurang memiliki karakteristik. Berikut
karakteristik instrumen tersebut (a) nilai atau arus kas yang timbul dari produk
tersebut dikaitkan dengan satu atau kombinasi variabel dasar seperti suku bunga,
nilai tukar, komoditi dan ekuitas, dan (b) pola perubahan atas nilai atau arus kas
produk bersifat tidak reguler apabila dibandingkan dengan pola perubahan
variabel dasar sebagaimana dimaksud pada huruf [a] sehingga mengakibatkan
perubahan nilai atau arus kas tersebut tidak mencerminkan keseluruhan perubahan
pada dan dari variabel dasar secara linear (asymmetric payoff), yang antara lain
ditandai dengan keberadaan (a) optionality (caps, floors, callar, step up atau step
down, dan call atau put features), (b) leverage atau barriers (knock in atau knock
out), dan (c) binari (digital ranges). Kegiatan structured product adalah aktivitas
dan proses yang dilakukan sehubungan dengan perencanaan, pengembangan,
penerbitan, pemasaran, penawaran, penjualan, pelaksanan operasional, dan
penghentian aktivitas terkait dengan structured product. Upaya peningkatan
transparansi kondisi keuangan dan kinerja bank melalui publikasi atau pelaku
pasar. Untuk meningkatkan transparansi, bank perlu menyediakan informasi
kuantitatif dan kualitatif yang tepat waktu, akurat, relevan, dan memadai untuk
mempermudah pengguna informasi dalam menilai kondisi keuangan, kinerja,
profil risiko, dan penerapan manajemen risiko bank, serta aktivitas bisnis
termasuk penetapan tingkat suku bunga. Kewajiban menyediakan informasi
tertulis dalam Bahasa Indonesia secara lengkap dan jelas mengenai karakteristik
(termasuk risiko) setiap produk bank. Indikator selanjutnya yang tidak dapat
diabaikan guna mengetahui kondisi perbankan adalah skenario dana pihak ketiga.
Yang terjadi adalah efek domino karena nasib yang sama dalam kesulitan
likuiditas. Adanya indikasi praktik yang menuding pengawas bank.
4
Dalam menjalankan on site supervision memerlukan konfirmasi
kebenaran dan akurasi laporan yang disampaikan bank. Pemeriksaan tersebut
dilakukan berdasarkan identifikasi risiko yang dihasilkan dari proses diagnosis
data dan informasi bank dan difokuskan pada apakah terdapat perbaikan yang
signifikan terhadap kebijakan dan prosedur yang dilakukan dan penilaian
kewajaran penetapan kualitas kredit yang dilakukan oleh bank. Pemeriksaan juga
berguna untuk mendapatkan informasi lain yang susah atau tidak mungkin
diperoleh dari laporan off site. Seperti pengungkapan kepemilikan surat berharga
yang tidak memiliki bond rating dan shareholder agreement yang
memperlihatkan bukti-bukti otentik pemegang saham adalah pemilik misterius
mayoritas saham di bank tersebut pada praktik gelap pemegang saham pengendali
(PSP). Aspek-aspek sumber masalah seperti tidak hati-hatinya manajemen risiko,
campur tangan pemilik dalam operasional bank, kebijakan pemerintah, dan
adanya kesalahan penetapan strategi yang bermuara pada bank mengalami
kerugian. Sebuah bank dikatakan bermasalah atau mengalami kegagalan bila
sudah tidak mampu memenuhi kewajiban deposan dan kreditur. Sekali bank
gagal memenuhi kewajiban kepada deposan, reputasi bank tersebut akan
menerima perlakuan rush oleh nasabah. Muncul maturity gap yakni antara
kewajiban membayar dana nasabah dan hasil penempatan yang jatuh temponya
tidaklah sama. Memburuknya kualitas debitur menghasilkan pendekatan dan
penanganan menjadi berbeda dikarenakan faktor imbuhan yang disebutkan oleh
Bank Indonesia yakni faktor psikologi pasar yang berdampak ikut (:sistemik)
meruntuhkan bank-bank lainnya. Action plan yang secara tertulis memerintahkan
manajemen atau pemegang saham pengendali memenuhi kewajiban tindakan
perbaikan (mandatory supervisory actions), seperti mengganti dewan komisaris
atau dewan direksi bank, menghapus buku kredit yang tergolong macet, dan
memperhitungkan kerugian dengan modal bank, dan memerintahkan pemegang
saham pengendali kepada usaha menjual bank atau sebagian kerugian bank
kepada pihak lain. Kalau itu juga belum memadai, Bank Indonesia akan meminta
bank menjual harta yang dimiliki untuk menutup kerugian.
5
Bank juga dilarang untuk melakukan transaksi atau memberikan
kompensasi terhadap pihak terkait atau pihak lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia. Pertumbuhan aset untuk sementara mesti dihindari dulu. Begitu juga
larangan bank untuk membayar pinjaman subordinasi. Perihal sistemik atau tidak
sebuah bank yang dinyatakan gagal oleh bank sentral memang masih menjadi
bahan yang bisa diperdebatkan dikarenakan tidak ada aturan baku yang mengatur
soal ini. Selama ini untuk mengukur sistemik atau tidaknya sebuah bank hanya
didasarkan pada penguasaan aset. Semakin besar aset sebuah bank akan semakin
tinggi pula potensi sistemik bank itu bila harus ditutup. Bank Indonesia
mengimbuhi satu aspek menganalisis bank gagal yakni faktor psikologis pasar
dikarenakan pengalaman krisis perbankan periode 1997-1998 yang sangat kental
unsur psikologi pasar. Psikologi pasar yang selanjutnya disebut sebagai aspek
kepercayaan publik menjelaskan suatu ukuran yang dipakai pada kemungkinan
terjadinya bank runs, munculnya rumor negatif di pasar, terjadinya pemindahan
dana ke bank atau aset keuangan yang berisiko lebih rendah. Wacana
memperhitungkan bank gagal sistemik semakin menyimpulkan hipotesa-hipotesa
sementara berupa ketidakpastian besarnya dampak. Dan analisa yang dilakukan
adalah membaca tren kondisi makro ekonomi dan kondisi sistem perbankan
dengan analisa yang merujuk memorandum of understanding (MoU) Uni Eropa.
Efek dari standar akuntansi memprediksi posisi lobi perusahaan sebagai
fungsi karakteristik atau ciri khusus perusahaan, seperti efek dari standar
akuntansi yang diajukan terhadap laba, keberadaan rencana kompensasi
manajemen, dan sensitivitas politis perusahaan. Sementara jenis kedua menguji
hubungan antara posisi dari otoritas penetap standar, dan pihak-pihak yang
menjadi objek atau target dari produk akuntansi standar tersebut, seperti
perusahaan, auditor, dan akademisi. Watts and Zimmerman (1978), mungkin
adalah peneliti pertama yang mencoba mencari jawaban terhadap faktor-faktor
yang menyebabkan adanya motivasi terjadinya lobi yang dilakukan oleh
perusahaan, dan menemukan bukti yang signifikan bahwa ukuran perusahaan
merupakan faktor utama yang menyebabkan munculnya upaya lobi terhadap
otoritas akuntansi standar (standard setting bodies) oleh manajer perusahaan.
6
Perusahaan besar (big company) yang dalam banyak hal mudah menjadi
sorotan publik (politically sensitive corporation) memiliki dorongan yang kuat
untuk melakukan lobi bilamana ada suatu peraturan akuntansi baru yang dapat
memengaruhi kinerja keuangannya dalam jangka panjang. Disamping itu,
perusahaan besar juga memiliki dorongan yang kuat untuk tidak terlalu
menonjolkan keuntungan (reported income) karena kekhawatiran munculnya
tudingan mendapatkan fasilitas khusus atau monopoli. Dalam kondisi anggaran
pemerintah belanja negara (APBN) defisit, pemerintah selaku otoritas badan
usaha milik negara (BUMN) memiliki wewenang untuk menempatkan BUMN
sebagai buffer bila mengalami kesulitan anggaran. Adakah suatu pendekatan
manajemen keuangan yang dapat meningkatkan nilai badan usaha milik daerah
(BUMD) sebagai perusahaan?. Berdasarkan kompleksitas untuk mengetahui
rasio-rasio keuangan yang memengaruhi efisien atau tidaknya sebuah bank dapat
dikemukakan seberapa besar pengaruh pendekatan perbandingan internal yang
kemudian ditranslasikan kepada kompleksitas seberapa besar pengaruh faktor-
faktor tersebut dalam mengantisipasi dampak krisis finansial yang terjadi.
Pendekatan aset yang memvisualisasikan fungsi primer sebuah institusi finansial
sebagai pencipta kredit pinjaman (loans), dekat sekali dengan pendekatan
intermediasi, dimana output benar-benar didefinisikan dalam bentuk aset-aset.
Teori berusaha menjawab pertanyaan mengapa perusahaan ada dan
kenapa perusahaan diperlukan. Teori Ekonomi Neo Klasik (Neoclassical
Economics Theory) memandang perusahaan sebagai suatu 'kotak hitam';
perusahaan beroperasi untuk memenuhi suatu kondisi dimana rencana produksi
bervariasi sesuai dengan input dan harga output. Teori ini tidak menjelaskan lebih
jauh bagaimana mekanisme internal bekerja di dalam suatu perusahaan.
Neoclassical theory mengasumsikan bahwa suatu perusahaan bertindak untuk
memaksimalkan suatu fungsi dengan menggunakan sedikit variabel. Meskipun
hanya sedikit variabel yang terlibat dalam pengelolaan perusahaan, terdapat
beberapa kelompok dalam perusahaan yang memiliki kepentingan berbeda dan
berbenturan.
7
Teori Ekonomi Neo Klasik tidak memberi penjelasan lebih jauh mengenai
bagaimana perbedaan dan benturan kepentingan di dalam perusahaan diselesaikan
atau dibawa ke tingkat ekuilibrium. Dalam dunia nyata, perusahaan tidak
memiliki informasi yang lengkap dan pasti karena pasar bersifat tidak sempurna.
Lebih jauh, teori Ekonomi Neo Klasik memfokuskan diri pada rancangan yang
optimal dari suatu organisasi pada suatu saat dan tidak memperhatikan aspek
dinamika suatu perusahaan, seperti reorganisasi. Reorganisasi pada umumnya
memiliki karakteristik berupa tawar menawar hubungan diantara pihak pihak yang
terkait dan penggunaan otoritas. Investor dan pemangku kepentingan lainnya
akan mengapresiasi informasi lengkap yang disajikan oleh perusahaan karena
akan menimbulkan perasaan aman pada seluruh pemegang saham ataupun
investor lainnya bahwa hak-hak mereka diperhatikan dan dilindungi. Begitu pula,
struktur modal yang memungkinkan pemegang saham tertentu memperoleh
pengendalian tidak proporsional dengan kepemilikan sahamnya harus
diungkapkan. Diperlukan kehati-hatian dalam menarik kesimpulan dari asosiasi
antara kinerja perusahaan dan mekanisme governance. Mengapa dan untuk apa
penilaian perusahaan? Tujuan dilakukannya penilaian bisnis (valuasi bisnis)
adalah disamping untuk melakukan aktivitas merger dan akuisisi, tetapi juga
untuk (a) divestasi ataupun penambahan ekuitas dari mitra baru dalam perusahaan,
(b) penjualan sebagian saham kepada publik. Dengan valuasi bisnis, pelaku bisnis
dapat mengetahui nilai wajar ekuitas suatu perusahaan untuk perolehan pendanaan
dan investor perlu mengukur berapa capital gain dari saham untuk menilai
perkembangan kekayaannya. Kemungkinan terjadinya pengambilalihan
perusahaan dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut (a) struktur dewan pengurus,
(b) kepemilikan saham, (c) mekanisme bertahan yang ada, (d) adanya anti
takeover charter, dan (e) kemampuan penawar untuk mengambil hak pemegang
saham minoritas.
8
Shivdasani (1993) memberikan bukti bahwa tambahan pengurus dari luar
perusahaan dan kepemilikan saham oleh pemegang saham mayoritas yang
terafiliasi menurunkan kemungkinan terjadinya pengambilalihan, sementara
kepemilikan saham oleh pemegang saham mayoritas yang tidak terafiliasi
meningkatkan kemungkinan terjadinya pengambilalihan secara paksa (hostile
takeover). Lange, Ramsay, and Woo (2000) menemukan bahwa perusahaan yang
memiliki kinerja buruk cenderung untuk menggunakan sarana melawan
pengambilalihan (anti takeover devices). Hal ini karena perusahaan yang
berkinerja baik kemungkinan kecil menjadi sasaran pengambilalihan, oleh karena
itu, dewan pengurusnya kemungkinan kecil akan mengimplementasi anti takeover
charter. Jensen and Ruback (1983) memberikan bukti bahwa pengambilalihan
menciptakan nilai. Pemegang saham perusahaan sasaran menerima hasil yang
positif dari pengambilalihan perusahaan, sementara perusahaan penawar dalam
merger tidak memperoleh hasil, dan penawar dalam penawaran tender
memperoleh hasil positif yang kecil. Stabilitas iklim investasi bergantung pada
penciptaan situasi dan kondisi yang mendukung perusahaan-perusahaan untuk
melakukan usahanya secara optimal. Untuk itu disadari perlunya suatu kesamaan
persepsi mengenai prinsip-prinsip yang penting dalam pengelolaan perusahaan
agar dapat beroperasi secara maksimal. Disamping interpretasi dan analisis yang
diungkap memiliki landasan dan pendekatan normatif yang menjadi kerangka
penerapan tersebut harus dikembangkan dengan mengantisipasi dampaknya
terhadap kinerja ekonomi, integritas pasar, dan insentif yang diberikannya kepada
para pelaku bisnis dan bertujuan melindungi kepentingan publik.
Teori pensinyalan (signaling theory) melandasi pengungkapan sukarela.
Manajemen selalu berusaha untuk mengungkapkan informasi privat yang menurut
pertimbangannya sangat diminati oleh investor dan pemegang saham, khususnya
kalau informasi tersebut merupakan berita baik (good news). Manajemen juga
berminat menyampaikan informasi yang dapat meningkatkan kredibilitas
kesuksesan perusahaan meskipun informasi tersebut tidak diwajibkan.
9
Teori signaling menunjukkan konsistensi yang besar terhadap adanya
pengungkapan yang luas, yaitu bahwasanya perusahaan yang tidak
mengungkapkan informasi dengan baik, berarti mengasingkan diri dari yang
memiliki kesan baik (Kiswara, 1999).
Karena peneliti mengungkapkan pelaporan bersifat sukarela (tidak
merupakan keharusan yang ditentukan oleh otoritas bursa saham), maka
pengungkapan ini dapat juga dilihat sebagai suatu sinyal dari manajemen kepada
para investor bahwa perusahaan telah dikelola sebagaimana mestinya (sinyal
positif).
Jasa adalah setiap tindakan atau aktivitas yang dapat ditawarkan satu
pihak kepada pihak lain, yang bersifat intangible (tidak berwujud) dan tidak
menghasilkan kepemilikan sesuatu (Kotler, 2003: 444). Produksi jasa biasa
dihubungkan dengan produk fisik maupun non fisik. Jasa, dengan beberapa
karakteristiknya, yaitu intangibility (tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium atau
didengar sebelum dibeli), heterogenity (sifat jasa yang heterogen atau variatif
menyebabkan sulit distandarisasi), perishability of output (tidak dapat dibentuk
persediaan), dan simultaneousity of production and consumption or inseparability
(proses operasi bersamaan dengan proses konsumsi), menyebabkan pemasaran
jasa lebih kompleks dan lebih sulit dari pemasaran barang. Perkembangan jumlah
bank saat ini mengindikasikan tingkat persaingan antar merek yang tinggi, yang
didorong pula oleh variasi produk yang ditawarkan, promosi, inovasi, dan
kreativitas yang dikemas dalam strategi layanan kepada nasabah dengan harapan
nasabah akan semakin loyal terhadap merek tertentu. Bank harus secara strategis
menggunakan keberhasilan perbankan dalam merespon kondisi persaingan pada
semua area perusahaan dalam membangun dan menguatkan hubungan jangka
panjang dengan para nasabahnya. Bank harus benar-benar mengidentifikasi
nasabahnya dan menghasilkan produk-produk yang mampu meningkatkan
profitabilitas (eBizz Asia, 2004).
Strategi berorientasi membangun loyalitas, antara lain dilakukan dengan
membangun loyalitas, membangun hubungan (relationship) dengan pelanggan,
dan membangun kekuatan merek korporatnya.
10
Ada beragam alasan mengapa pelanggan, meskipun sangat puas tetap
berpindah merek lain, yaitu kualitas produk perusahaan, adanya kebutuhan baru
yang tidak atau belum dapat dipenuhi perusahaan, atau tersedianya daya tarik baru
yang ditawarkan oleh pesaing perusahaan. Untuk nasabah tabungan, mengajukan
indikator loyalitas perilaku nasabah meliputi jangka waktu keterikatan nasabah
dengan bank, besarnya dana terakumulasi bagi nasabah, penggunaan jasa lainnya
dari perbankan yang sama, dan rekomendasi pada kelompok lain (key
performance indicators bank swasta—Bank Indonesia, 2005). Yang menjadi
masalah adalah, walaupun pelayanan bank sudah dianggap berkualitas, namun
nasabah belum tentu loyal pada suatu bank. Kualitas layanan bank terkadang
tidak sejalan dengan tingkat loyalitas nasabah suatu bank. Dan loyalitas nasabah
bank hanya sebatas menyenangi merek (favourable) tanpa menghitung eksesif
yang melakukan kecurangan dan kejahatan bank. Oleh sebab itu benarkah
pendekatan customer focus dengan translasi customer lifecycle menyelesaikan
kinerja manajemen yang memerlukan pengetahuan profil nasabahnya, terutama
nasabah yang loyal, nasabah yang sering melakukan migrasi dari satu bank ke
bank lain, dan nasabah yang berhasil diambil alih atau takeover, agar perusahaan
mampu menetapkan strategi baru dalam mempertahankan maupun mengakuisisi
nasabah bank lain.
3. Rumusan Masalah
3.1. Asimetri Informasi
Asimetri informasi merupakan kondisi dimana suatu pihak memiliki
informasi yang tidak diketahui pihak lain sehingga beberapa konsekuensi tertentu
hanya akan diketahui oleh suatu pihak tanpa diketahui pihak lain yang juga
memerlukan informasi tersebut. Ketika timbul asimetri informasi, keputusan
pengungkapan yang dibuat oleh manajer dapat memengaruhi harga saham sebab
asimetri informasi antara investor yang lebih terinformasi dan investor yang
kurang terinformasi menimbulkan biaya transaksi dan mengurangi likuiditas yang
diharapkan dalam pasar untuk saham-saham perusahaan (Komalasari, 2000).
11
3.2. Karakteristik Perusahaan
Karakteristik perusahaan diklasifikasi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu
(a) struktur perusahaan yang terdiri dari variabel ukuran perusahaan dan leverage,
(b) kinerja perusahaan yang tercermin dalam profitabilitas dan likuiditas, dan (c)
pasar perusahaan yang menggunakan kantor akuntan publik (KAP) dan umur
listing.
3.3. Opini Audit Going Concern
Definisi opini audit going concern yang dipakai menurut pernyataan
standar akuntansi keuangan (PSAK) nomor 8 dan 30, adalah opini modifikasi
yang dalam pertimbangan auditor terdapat kesangsian terhadap kemampuan
entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Kriteria opini audit going concern terdapat pada qualified with explanatory
language, qualified opinion, adverse opinion, dan disclaimer opinion. Sedangkan
non opini audit going concern terdapat pada unqualified opinion. Going concern
merupakan asumsi dasar dalam penyusunan laporan keuangan, suatu perusahaan
diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi
secara material skala usahanya (standar akuntansi keuangan (SAK) nomor 29).
Dengan adanya going concern maka suatu entitas dianggap akan mampu
mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang, tidak akan dilikuidasi
dalam jangka waktu pendek.
3.4. Pendekatan Aset
Deposito sebagai input, variabel harga input, adalah sebagai berikut (a) P1
(price of labour), yaitu beban personalia dibagi total aktiva, (b) P2 (biaya bunga—
price of funds), yaitu beban bunga dibagi dengan total aktiva, dan (c) P3 (biaya
modal fisik—price of physical capital), yaitu beban lainnya dibagi dengan aktiva
tetap. Variabel kuantitas output meliputi:
1) Q1 (batas maksimum pemberian kredit), yaitu kredit yang diberikan pihak
terkait dengan bank,
12
2) Q2 (pembiayaan publik—public loans), yaitu kredit yang diberikan pihak
lainnya, dan
3) Q3 (sekuritas—securities), yaitu surat-surat berharga yang dimiliki
perusahaan. Sumber data dari variabel input dan output tersebut berasal
dari laporan laba rugi dan neraca keuangan publikasi.
Menurut pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) nomor 26, biaya
pinjaman adalah bunga dan biaya lainnya yang harus ditanggung oleh suatu
perusahaan sehubungan dengan peminjaman dana.
Aktiva tertentu yang memenuhi syarat (qualifying assets), adalah suatu
aktiva yang membutuhkan waktu yang cukup lama agar siap untuk dipergunakan
atau dijual sesuai dengan tujuannya. Biaya pinjaman meliputi (a) bunga atas
penggunaan dana pinjaman baik pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang,
(b) amortisasi diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman (borrowings),
(c) amortisasi atas biaya yang terkait dengan perolehan pinjaman seperti biaya
konsultan, ahli hukum, commitment fee dan sebagainya, dan (d) selisih kurs atas
pinjaman dalam valuta asing (sepanjang bunga) atau amortisasi premi kontrak
valuta berjangka dalam rangka hedging dana yang dipinjam dalam valuta asing.
Tingkat efisiensi dianalisis dari output yang diproksi dari tingkat
perolehan laba setelah pajak, pinjaman subordinasi, dan tingkat suku bunga Bank
Indonesia, sedangkan input diproksi dari aktiva, modal, hutang jangka pendek,
hutang jangka panjang, beban pajak penghasilan, dan modal intelektual serta
jumlah sumber daya manusia.
3.5. Pendekatan Normatif
Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan asumsi untuk
memproyeksi pengalaman historis. Asumsi dan estimasi yang digunakan dalam
penyusunan harus disetujui oleh pihak yang memiliki kewenangan, didokumentasi
dengan baik, dan dievaluasi secara berkala atau sewaktu-waktu apabila
diperlukan. Evaluasi dilakukan dengan peraturan Bapepam-LK nomor X.K.6:
kewajiban penyampaian laporan tahunan bagi emiten atau perusahaan publik.
13
3.6. Pengungkapan Sukarela
Pengungkapan yang melebihi pengungkapan wajib (mandatory
disclosure) yang diatur oleh pemerintah dan menggambarkan keputusan
pengungkapan informasi tambahan secara bebas oleh manajer (voluntary
disclosure). Pengungkapan sukarela yang dilakukan suatu perusahaan berbeda
dengan pengungkapan sukarela yang dilakukan oleh perusahaan lain. Salah satu
penyebab perbedaan ini adalah perbedaan karakteristik setiap perusahaan.
3.7. Probity and Legality Accountability
Hal ini menyangkut pertanggungjawaban penggunaan dana sesuai dengan
anggaran yang telah disetujui dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku (compliance).
Pelaporan keuangan pemerintah pada umumnya hanya menekankan pada
pertanggungjawaban apakah sumber daya yang diperoleh sudah digunakan sesuai
dengan anggaran atau perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian
pelaporan keuangan yang ada hanya memaparkan informasi yang berkaitan
dengan sumber pendapatan pemerintah, bagaimana penggunaannya dan posisi
keuangan pemerintah saat itu. Jika hal ini dikaitkan dengan perspektif fungsional
akuntabilitas, maka baru tahap probity and legality accountability (compliance)
yang dipenuhi. Hal ini disebabkan karena sebenarnya dalam kinerja pemerintah
tidak pernah ada net profit. Kewajiban pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan kinerjanya dengan sendirinya dipenuhi dengan
menyampaikan informasi yang relevan sehubungan dengan hasil dari program
yang dilaksanakan kepada wakil rakyat dan juga kelompok-kelompok masyarakat
yang memang ingin menilai kinerja pemerintah.
14
3.8. Rasio Keuangan
3.8.1. Rasio Likuiditas
Suatu bank dikatakan likuid apabila bank memiliki aset lancar (cash
assets) sebesar kebutuhan yang digunakan untuk memenuhi likuiditasnya, bank
memiliki cash assets yang lebih kecil dari kebutuhan likuiditasnya tetapi
mempunyai aset atau aktiva lain yang dapat dicairkan sewaktu-waktu tanpa
mengalami penurunan nilai pasarnya, dan bank mempunyai kemampuan untuk
menciptakan cash assets baru melalui berbagai bentuk hutang. Rasio-rasio yang
dapat diukur, yaitu quick ratio, banking ratio, dan assets to loan ratio.
3.8.2. Rasio Rentabilitas Bank
Rasio rentabilitas bank digunakan untuk mengetahui kemampuan bank
dalam menghasilkan laba selama periode tertentu dan untuk mengukur tingkat
efektivitas manajemen dalam menjalankan operasional perusahaan.
Rasio-rasio yang digunakan dalam mengukur tingkat rentabilitas bank
adalah (a) net profit margin dan (b) return on equity capital.
3.8.3. Rasio Solvabilitas atau Permodalan
Rasio solvabilitas digunakan untuk ukuran kemampuan bank tersebut
menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindarkan, sumber dana yang
diperlukan untuk membiayai kegiatan usahanya sampai batas tertentu karena
sumber-sumber dana dapat juga berasal dari hutang, penjualan aset yang tidak
dipakai dan lain-lain. Rasio-rasio untuk mengukur tingkat solvabilitas atau
permodalan adalah (a) primary ratio dan (b) capital adequacy ratio.
3.8.4. Rasio Risiko Usaha Bank
Rasio untuk mengukur risiko usaha bank adalah (a) credit risk ratio dan
(b) deposit risk ratio.
15
3.9. Rasio Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan dan mengukur tingkat efisiensi operasional dan efisiensi dalam
menggunakan harta yang dimilikinya. Efektivitas dinilai dengan menghubungkan
laba bersih yang didefinisikan dalam berbagai rasio terhadap aktiva.
Analisis profitabilitas menekankan pada kemampuan perusahaan dalam
mendayagunakan kekayaan yang ada untuk menghasilkan laba selang periode
tertentu yang diukur melalui rasio-rasio profitabilitas. Proksi lain yang digunakan
adalah gross profit margin, net profit margin, return on investment (ROI), return
on equity, dan earning power. Rasio profitabilitas terdiri atas profit margin, basic
earning power, return on assets (ROA), dan return on equity (ROE).
3.10. Service Recovery
Service recovery atau pemulihan jasa sebagai istilah dari usaha-usaha
sistematis yang dilakukan perusahaan untuk mengoreksi permasalahan yang
disebabkan service failure atau kegagalan jasa dan untuk mempertahankan
pelanggan.
Service recovery sebagai tindakan, pemikiran, rencana, dan proses untuk
memperbaiki pelayanan bila terjadi kesalahan atau kekecewaan sehingga
pelanggan menjadi puas (Cunha, Rego, and Kamoche, 2009). Terdapat 3 (tiga)
dimensi keadilan yang diharapkan oleh pelanggan dalam proses service recovery,
yaitu (a) distributive justice, (b) procedural justice, dan (c) interactional justice.
3.11. Word of Mouth
Komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth (WOM)
communication), pada dasarnya adalah pesan tentang produk atau jasa suatu
perusahaan, ataupun tentang perusahaan itu sendiri, dalam bentuk komentar
tentang kinerja produk, keramahan, kejujuran, kecepatan pelayanan dan hal
lainnya yang dirasakan dan dialami oleh seseorang yang disampaikan kepada
orang lain.
.
16
Diversifikasi dan diferensiasi produk serta jasa bank merupakan ciri yang
umum. Artinya adalah, bank cenderung memilih untuk melakukan diversifikasi
dan diferensiasi produk dan jasa (arm’s length basis) yang begitu tinggi. Strategi
tersebut cenderung mempercepat evolusi perbankan menjadi financial
supermarket, dimana sebuah institusi keuangan menyediakan berbagai macam
produk dan jasa yang sifatnya spesifik dan tailored made (serba memaksa).
Praktek diversifikasi dan diferensiasi tersebut cenderung mengarah kepada
peningkatan switching cost yang dibebankan kepada konsumen. Intinya adalah
dengan menawarkan variasi produk dan jasa, diharapkan permintaan menjadi
kurang elastis sekaligus meningkatkan biaya bagi konsumen untuk beralih ke
bank lain (switching cost).
Behavioral intentions adalah hasil dari proses kepuasan (Anderson and
Mittal, 2000). Hal ini berarti bahwa 7 (tujuh) tindakan recovery merupakan
penentu terjadinya behavioral intentions yang berupa word of mouth, niat beli
(purchase intentions), dan perilaku komplain (complaining behavior). Service
failure terdiri atas dimensi-dimensi berikut ini (a) prosedur perbankan, (b)
kesalahan-kesalahan aktivitas bank, (c) perilaku dan training karyawan, dan (d)
kesalahan-kesalahan fungsional atau teknikal, segala sesuatu yang dilakukan
maupun tidak dilakukan oleh bank yang bertentangan dengan etika perdagangan
yang fair secara signifikan berpengaruh negatif terhadap behavioral intentions.
Dalam layanan perbankan terdapat kemungkinan terjadi kegagalan layanan
sehubungan berbagai aspek layanan. Kegagalan ini berpengaruh negatif terhadap
behavioral intentions. Artinya, jika nasabah mengalami ketidakpuasan dalam
layanan akan menurunkan niat keperilakuan yang ditunjukkan oleh perilaku
negatif dalam komunikasi dari mulut ke mulut, niat beli, dan perilaku komplain
(keluhan). Jika ini terjadi maka akan berakibat buruk bagi pihak bank. Maka, jika
terjadi service failure bank harus melakukan strategi recovery yang tepat.
Service recovery terdiri atas 7 (tujuh) indikator sebagai berikut (a)