PENGARUH FERMENTASI BIJI KAKAO (Theobroma cacao L.) DALAM PENGERINGAN (Skripsi) Oleh ARDY SETYA ANSORI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDARLAMPUNG 2019
1
PENGARUH FERMENTASI BIJI KAKAO (Theobroma cacao L.) DALAM
PENGERINGAN
(Skripsi)
Oleh
ARDY SETYA ANSORI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2019
2
ABSTRACT
THE EFFECT OF FERMENTED CACAO BEANS (Theobroma cacao L.)
ON DRYING
By
ARDY SETYA ANSORI
Indonesia has quite extensive cocoa plantations and is the third largest cocoa
producer after Ivory Coast and Ghana. So far, the quality of cocoa produced is
very low and diverse, including unfermented, not dry enough, the size of seeds is
not uniform, taste is very diverse and inconsistent. This study aims to analyze the
effect of fermentation on the drying of cocoa beans.
This research was conducted to determine the effect of yeast addition on
unfermented cocoa beans and fermented cocoa beans. This research was carried
out at the Bioprocess and Post Harvest Engineering Laboratory (RBPP)
Department of Agricultural Engineering, Faculty of Agriculture, University of
Lampung. Fermented cocoa used as a sample results from the difference in 2
levels of addition of yeast, ely the addition of yeast 3 grams of yeast / 5 kilograms
of cocoa and 5 grams of yeast / 5 kilograms of cocoa and as a control is
unfermented cocoa beans. The number of samples of dried cocoa beans for each
treatment is 5 kg. Sampling is carried out at 30 minute intervals for more than 20
hours by weighing the sample and returning it to the shelf.
3
The results of this research showed that the addition of yeast had no effect on the
quantity of result of drying cocoa beans with the invest moisture content in the
R2A1 treatment which was 2 % with 3 gram yeast in the fermentation box with 10
holes and the highest moisture content in R2A1 treatment which was 4 % with
addition of 5 gram yeast and 10 fermented box holes, with drying temperatures
ranging from 30-84° C.
Keywords : cacao, drying, fermentation,, moisture content
4
ABSTRAK
PENGARUH FERMENTASI BIJI KAKAO (Theobroma cacao L.) DALAM
PENGERINGAN
Oleh
ARDY SETYA ANSORI
Indonesia memiliki areal tanaman kakao cukup luas dan termasuk negara
penghasil kakao terbesar ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana. Selama ini
mutu kakao yang dihasilkan sangat rendah dan beragam, antara lain tidak
terfermentasi, tidak cukup kering, ukuran biji tidak seragam, cita rasa sangat
beragam dan tidak konsisten. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pengaruh fermentasi terhadap pengeringan biji kakao.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan ragi pada biji
kakao yang belum terfermentasi dan biji kakao yang telah terfermentasi.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen
(RBPP) Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Kakao terfermentasi yang digunakan sebagai sampel dihasilkan dari perbedaan 2
taraf penambahan ragi yakni penambahan ragi 3 gram ragi/5 kilogram kakao dan
5 gram ragi/5 kilogram kakao dan sebagai kontrol adalah biji kakao yang tidak
difermentasi. Jumlah sampel biji kakao yang dikeringkan untuk setiap perlakuan
adalah 5 kg. Pengambilan sampel dilakukan dengan interval waktu 30 menit
5
sekali selama lebih dari 20 jam dengan cara menimbang sampel dan
mengembalikannya ke rak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ragi tidak berpengaruh
terhadap kualitas hasil pengeringan biji kakao. Dengan kadar air terendah pada
perlakuan R1A2 yaitu 2 % dengan ragi 3 gram pada kotak fermentasi dengan
lubang 10 dan kadar air tertinggi pada perlakuan R2A1 yaitu 4 % dengan
penambahan ragi 5 gram dan 10 lubang kotak fermentasi, dengan suhu
pengeringan berkisar antara 30-84 oC.
Kata kunci: fermentasi, kadar air, kakao, pengeringan
6
PENGARUH FERMENTASI BIJI KAKAO (Theobroma cacao L.) DALAM
PENGERINGAN
Oleh
Ardy Setya Ansori
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA TEKNIK PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
10
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lampung Timur pada 10 Februari 1993,
sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan
Bapak Sugiarto dan Ibu Maryati.
Pendidikan yang telah ditempuh, yaitu Taman Kanak-kanak
PGRI 1 Sripendowo dari 1997 sampai 1999, Sekolah Dasar Negeri 03
Sripendowo dari 1999 sampai 2005 dan Sekolah Menengah Pertama Kosgoro
Bandar Sribawono dari 2005 sampai 2008, Sekolah Menengah Atas Kosgoro
Bandar Sribawono dari 2008 sampai 2011.
Pada 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Ujian Masuk Lokal.
Selama kuliah penulis pernah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Teknik
Pertanian. Pada Juli 2014 penulis menjalani praktik umum di
PT. Nusantara Tropical Farm Kabupaten Lampung Timur. Pada Januari 2015
penulis menjalani kuliah kerja nyata di desa Penawar Jaya, Kecamatan Banjar
Margo, Kabupaten Tulang Bawang.
11
MOTTO
“Amal yang paling disukai oleh Allah adalah amal yang terus menerus
meskipun hanya sedikit”
(Muhammad SAW)
“Kerjakan apa saja yang telah menjadi hak dan kewajibanmu, karena kebahagiaan hidupmu terletak disitu”
(Musthafa Al-Gholayani)
“Mimpi kamu diketawain? Jangan sakit hati cukup kasih bukti”
(Jack ma)
“Pekerjaan seseorang yang tepat, namun belum pasti orang tersebut adalah
lulusan terbaik dari Universitas ternama”
(Jack ma)
“Keluarlah nak, cari inspirasimu. Bergaulah dengan banyak orang cari pengalaman. Meskipun kamu kerja ditempat orang dan tidak dibayar,
setidaknya kamu dibayar dengan pengalaman”
(Bapak)
“Dulu saya nggak lulus beberapa ujian, sedangkan partner saya lulus semua ujian. Sekarang dia jadi engineer di Microsoft dan saya jadi owner-nya
Microsoft”
(Bill Gates)
12
PERSEMBAHAN
Alhamdulilahhirobbil „alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT
atas segala rahmat hidayah-Nya, dan sholawat serta salam selalu
dijunjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri
tauladan dan pemberi syafa‟at di hari akhir.
Kupersembahkan sebuah karya dengan penuh cinta dan
perjuangan sebagai rasa sayang dan baktiku kepada kedua orang
tuaku yang selalu membimbing, menyayangi dan mendoakanku.
Semoga dapat mengobati rasa lelahnya dalam membesarkan dan
mendidikku hingga akhir.
Dan terima kasih setulus hati kuucapkan kepada adik-adikku,
serta seluruh keluarga dan para sahabat yang senantiasa
mengiringi langkahku dengan doa dan dukungan dalam
menuntut ilmu sehingga dapat menyelesaikan pendidikan sampai
perguruan tinggi.
Kepada segenap para staf pengajar (guru & dosen), kuucapkan
terima kasih tak terhingga untuk segala ilmu berharga yang telah
diberikan semoga dapat berguna bagi diri sendiri, masyarakat
maupun nusa dan bangsa.
Serta almamater tercinta yang selalu kubanggakan, yang turut
mendewasakan sikap dan pikiranku.
13
SANWACANA
Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat mencapai gelar sarjana
pada Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Selama menyusun skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Sehubungan dengan itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku Dosen Pembimbing Kedua serta
Ketua Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung,
atas izin, saran, nasihat, dan bimbingannya.
3. Bapak Sri Waluyo, S.T.P., M.Si., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing Utama
serta Dosen Pembimbing Akademik, yang telah memberikan petunjuk, saran,
dan bimbingan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Ir. Tamrin, M.S., selaku Penguji Utama, yang telah memberikan
nasihat, saran, dan bimbingan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung, atas semua ilmu pengetahuan, petunjuk, saran, dan
bimbingan yang diberikan kepada penulis selama ini.
14
6. Bapak (Sugiarto), Ibu (Maryati), Adik (Pupung Hendar Beny, Selfitria
Ningsih dan Tata Wulaningsih), serta seluruh keluarga besarku atas segala
dukungan, do’a, semangat, kasih sayang, dan nasihat yang telah diberikan
kepada penulis selama ini.
7. Seluruh teman-teman angkatan 2011, teman-teman seperjuangan Reni
Asmarani, Wenclause Harri dan Aidil Fitriansyah atas segala bantuan,
kebersamaan, kritik dan saran selama ini.
Semoga segala bantuan dan kerjasama yang diberikan memperoleh balasan dari
Allah SWT. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amin…
Bandar Lampung, Januari 2019
Penulis,
Ardy Setya Ansori
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ i
DAFTAR TABEL .............................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 2
1.3. Manfaat Penelitian ................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 4
2.1. Kakao ....................................................................................................................... 4
2.2. Pengolahan Kakao ................................................................................................... 7
2.2.1. Fermentasi Biji Kakao ...................................................................................... 7
2.2.2. Pengeringan Biji Kakao .................................................................................... 8
2.2.3. Sortasi dan Penyimpanan ................................................................................ 10
2.2.4. Ragi Mikroba .................................................................................................. 11
2.2.5. Alat Pengeringan ............................................................................................. 13
2.3. Parameter Pengeringan .......................................................................................... 15
2.4. Mutu Biji Kakao .................................................................................................... 17
III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................................. 19
3.1. Tempat Penelitian .................................................................................................. 19
3.2. Alat dan Bahan ....................................................................................................... 19
3.3. Rancangan Penelitian ............................................................................................. 20
ii
3.4 Perlakuan................................................................................................................. 21
3.5. Prosedur Penelitian ................................................................................................ 21
3.5.1 Perlakuan Fermentasi ....................................................................................... 21
3.5.2 Proses Pengeringan .......................................................................................... 22
3.6 Parameter yang Diamati .......................................................................................... 23
3.6.1 Pengukuran Suhu Ruang Pengering ................................................................. 24
3.6.2 Kecepatan Aliran Udara Ruang Pengering ...................................................... 25
3.6.3 RH Lingkungan ................................................................................................ 25
3.6.4 Kadar Air Bahan .............................................................................................. 26
3.6.5 Dimensi Biji Kakao .......................................................................................... 27
3.6.6 Kerapatan Curah Kakao ................................................................................... 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................. 29
4.1 Pengukuran Suhu Ruang Pengering ........................................................................ 29
4.2 RH lingkungan ....................................................................................................... 30
4.3 Kecepatan Aliran Udara .......................................................................................... 31
4.4 Kadar Air ................................................................................................................ 32
4.5 Dimensi Biji Kakao ................................................................................................. 37
4.6 Kerapatan Curah Kakao .......................................................................................... 39
V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................... 44
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 44
5.2 Saran ....................................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 45
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Produksi Tanaman Kakao Perkebunan Rakyat .................................................... 1
Tabel 2. Persyaratan Umum Biji Kakao Menurut SNI 01-2323-2008. ............................... 2
Tabel 3. Kelayakan investasi komoditi perkebunan utama di Lampung Timur ................. 6
Tabel 4. Mutu Biji Kakao. ................................................................................................ 10
Tabel 5. Persyaratan Umum Biji Kakao Menurut SNI 01-2323-2008. ............................. 17
Tabel 6. Persyaratan Khusus Biji Kakao Menurut SNI 01-2323-2008. ............................ 18
Tabel 7. Analisis sidik ragam terhadap kadar air .............................................................. 35
Tabel 8. Hasil uji lanjut BNT ............................................................................................ 36
Tabel 9. Kerapatan curah tiap lubang ............................................................................... 40
Tabel 10. Analisis sidik ragam terhadap indeks kerapatan curah biji kakao .................... 41
Tabel 11. Tabel uji lanjut BNT ......................................................................................... 41
Tabel 12. Perubahan suhu pada rak .................................................................................. 49
Tabel 13. Grafik penurunan kadar air dengan lubang 10 .................................................. 50
Tabel 14. Perubahan kadar air pada lubang 20 ................................................................. 51
Tabel 15. Perubahan kadar air pada lubang 30 ................................................................. 52
Tabel 16. Kerapatan curah (g/cm3) ................................................................................... 53
Tabel 17. Perubahan dimensi biji kakao per 30 menit ...................................................... 54
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Produsen kakao dunia ...................................................................................... 5
Gambar 2. Bentuk umum ragi ........................................................................................... 12
Gambar 3. S. Cerevesiae dalam bentuk ragi .................................................................... 13
Gambar 4. Alat Pengering Tipe Tray dryer. ..................................................................... 14
Gambar 5. Diagram alir penelitian .................................................................................... 20
Gambar 6. Kotak fermentasi kakao kapasitas 5 kg. .......................................................... 22
Gambar 7. Ilustrasi pengering tipe rak .............................................................................. 23
Gambar 8. Rak pengering tampak atas ............................................................................. 24
Gambar 9. Orientasi pengukuran biji kakao ..................................................................... 27
Gambar 10. Suhu ruang pengering sebagai fungsi waktu dan posisi rak ......................... 30
Gambar 11. Grafik RH lingkungan. .................................................................................. 31
Gambar 12. Grafik penurunan kadar air pada ragi 3 dan 5 gram dengan lubang ............. 33
Gambar 13. Grafik penurunan kadar air dengan ragi 3 dan 5 gram lubang 20. ................ 33
Gambar 14. Grafik penurunan kadar air dengan ragi 3 dan 5 gram lubang 30. ................ 34
Gambar 15. Perubahan dimensi biji kakao selama pengeringan. ...................................... 38
Gambar 16. Heater (pemanas elektrik). ............................................................................ 55
Gambar 17. Komponen rak pengering .............................................................................. 55
Gambar 18. Pengukuran kerapatan biji kakao .................................................................. 56
Gambar 19. Pengukuran dimensi kakao ........................................................................... 56
Gambar 20. Kakao siap panen .......................................................................................... 57
Gambar 21. Kakao setelah difermentasi ........................................................................... 57
Gambar 22. Pengukuran sampel pengeringan ................................................................... 58
Gambar 23. Pengukuran RH lingkungan .......................................................................... 58
Gambar 24. Proses pengeringan kakao ............................................................................. 59
v
Gambar 25. Hasil akhir pengeringan ................................................................................ 59
Gambar 26. Kotak fermentasi dengan berbagai lubang .................................................... 60
Gambar 27. Fermentasi tanpa kotak (kontrol) .................................................................. 60
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia memiliki areal tanaman kakao cukup luas dan termasuk negara
penghasil kakao terbesar ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana. Produksi kakao
setiap tahunnya dapat mencapai 572 ribu ton (Wahyudi dkk., 2008). Produksi
kakao dihasilkan di berbagai provinsi di Indonesia, salah satunya Provinsi
Lampung. Produksi kakao dari Provinsi Lampung per kabupaten pada tahun 2014
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi Tanaman Kakao Perkebunan Rakyat
No Kabupaten/Kota Jumlah (Ton)
1 Lampung Barat 802
2 Tanggamus 6.371
3 Lampung Selatan 3.265
4 Lampung Timur 5.561
5 Lampung Tengah 3.167
6 Lampung Utara 1.404
7 Way Kanan 782
8 Tulang Bawang 132
9 Pesawaran 3.990
10 Pringsewu 1.092
11 Mesuji 156
12 TulangBawang Barat 86
13 Pesisir Barat 919
14 Bandar Lampung 286
15 Metro 54
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2014.
Selama ini mutu kakao yang dihasilkan sangat rendah dan beragam, antara lain
tidak terfermentasi, tidak cukup kering, ukuran biji tidak seragam, cita rasa sangat
2
beragam dan tidak konsisten. Persyaratan umum biji kakao yang diatur
pemerintah meliputi karakteristik biji kakao, serangga hidup, kadar air, bobot biji,
kadar kulit dan kadar lemak (BSN, 2008).
Tabel 2. Persyaratan Umum Biji Kakao Menurut SNI 01-2323-2008.
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Serangga hidup - Tidak ada
2 Kadar air % fraksi massa Maks 7,5
3 Biji berbau asap dan atau - Tidak ada
abnormal dan atau berbau asing
4 Kadar benda asing - Tidak ada
Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2008.
Persyaratan yang diinginkan ini dapat diperoleh dengan penerapan teknologi
penanganan pascapanen seperti fermentasi dan pengeringan yang tepat.
Fermentasi kakao akan menghasilkan cita rasa yang lebih baik (Sulystiowati dan
Yusianto, 1998). Sedangkan pengeringan umumnya dilakukan untuk
memudahkan penanganan dan pengawetan.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh fermentasi terhadap
kualitas hasil pengeringan biji kakao.
1.3. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi kepada petani tentang
teknologi pengeringan dan fermentasi yang tepat adalah dengan fermentasi
3
menggunakan ragi agar diperoleh kualitas dan hasil yang baik terhadap mutu hasil
kakao dan dapat meningkatkan nilai jual di pasar.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kakao
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan utama di dunia. Komoditas
ini dicari karena merupakan bahan baku pembuatan cokelat dan berbagai produk
pangan lainnya. Banyak sekali produk dengan bahan baku cokelat yang sangat
familiar dengan kehidupan modern saat ini, seperti kue cokelat, ice cream cokelat,
ataupun minuman cokelat (Jauhari dan Wirjodirdjo, 2010 dalam Chairul, 2014).
Indonesia merupakan salah satu negara pemasok kakao dunia setelah Pantai
Gading dan Ghana, dimana produksi Indonesia sebesar 13% dari produksi kakao
dunia, adapun produksi Pantai Gading dan Ghana masing-masing 39% dan 19%.
Produksi kakao Indonesia mencapai 1.315.800 ton per tahun atau setara dengan
15% dari total produksi kakao dunia (ICCO, 2012).
Pada tahun 2010, Indonesia mempunyai luas total perkebunan kakao sebesar
1.651.539 hektar dengan produksi biji kakao mencapai 844.626 ton, yang
sebagian besar areal pertanamannya yaitu 94,2% merupakan perkebunan rakyat
dengan jumlah petani yang terlibat secara langsung sekitar 1.475.353 KK
(Ditjenbun, 2012).
5
Gambar 1. Produsen kakao dunia
Sumber : ICCO (2012)
Komoditi kakao termasuk salah satu komoditi perkebunan yang diandalkan di
Provinsi Lampung, meskipun luas lahan dan produksi kakao belum menempati
urutan yang besar di antara komoditi perkebunan yang lain. Luas tanaman kakao
sebesar 29.451 hektar dengan produksi sebesar 25.541 ton, namun komoditas
perkebunan ini menjadi salah satu komoditas yang banyak diusahakan oleh
masyarakat di Provinsi Lampung. Pada tahun 2014, luas perkebunan kakao di
Provinsi Lampung mencapai 58.781 hektar dengan jumlah produksi dari tahun
2008 – 2013 selalu meningkat mencapai 27.846 ton (BPS Provinsi Lampung,
2014).
Perkembangan komoditi kakao cukup prospektif dan juga sangat mendukung
dalam pembangunan wilayah serta dapat melestarian lingkungan. Khususnya di
Kabupaten Lampung Timur, tanaman kakao merupakan tanaman unggulan
perkebunan selain kelapa dan lada. Lampung Timur merupakan salah satu sentra
pengembangan kakao di Propinsi Lampung selain Kabupaten Lampung Selatan
dan Tanggamus. Pertumbuhan luasan kakao di Lampung Timur sejak tahun 2002
6
sampai 2006 mencapai 71.68% sedangkan pertumbuhan luasan tanaman kelapa –
5.57% dan pertumbuhan luasan tanaman lada hanya 5.12 %. Hal ini menunjukkan
bahwa minat masyarakat untuk mengembangkan tanaman kakao lebih baik
dibandingkan tanaman kelapa dan lada.
Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten
Lampung Timur (2006), perbandingan kelayakan investasi usaha tani tiga
komoditas perkebunan utama di Lampung Timur yaitu kelapa, lada, dan kakao
(dihitung pada tingkat diskon faktor 17 % dengan tingkat teknologi yang ada pada
petani) adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Kelayakan investasi komoditi perkebunan utama di Lampung Timur
No Komoditi NPV (Rp.) IRR (%) B/C ratio Payback Periode
1 Kelapa 8.329.178.26 18 7.30 11 tahun, 2 bulan.
2 Lada 14.211.240.67 19 3.35 7 tahun, 1 bulan
3 Kakao 30.664.785.30 30 4.72 4 tahun, 4 bulan.
Sumber : Bappeda Kab. Lampung Timur (2006).
Dari Tabel 3 terlihat bahwa tanaman kakao memiliki kelayakan investasi yang
lebih menguntungkan dibandingkan tanaman kelapa dan lada. Produktivitas rata-
rata kakao rakyat di Lampung Timur berkisar 972.73 kg per ha. Produktivitas
tersebut di atas rata-rata propinsi lain di Indonesia yang masing-masing adalah
sebesar 897 kg per ha per tahun, padahal potensi produktivitas tanaman kakao
menurut Wahyudi dkk., (2008) dapat mencapai 2000 kg per ha per tahun.
7
2.2. Pengolahan Kakao
Pengolahan buah kakao meliputi pemecahan buah, fermentasi, pencucian,
pengeringan, sortasi mutu dan pengepakan. Setiap tahap penanganan biji kakao
mempunyai peranan yang penting untuk mendapatkan biji kakao yang bermutu
baik yaitu fermentasi dan pengeringan dapat dikatakan sebagai kunci dalam
penanganan pasca panen buah kakao (Wahyudi dkk., 2008).
2.2.1. Fermentasi Biji Kakao
Fermentasi merupakan proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik
(tanpa oksigen). Fermentasi juga merupakan proses pengubahan bahan organik
menjadi bentuk lain yang lebih berguna dengan bantuan mikoorganisme secara
terkontrol. Prinsip pengolahan kakao dibedakan menjadi dua tahap penting yaitu
tahap fermentasi dan pengeringan. Tujuan fermentasi adalah untuk memberikan
aroma yang baik pada biji kakao lewat proses kimia (Siregar, 2009 dalam
Prihanani, 2001). Beberapa faktor yang mempengaruhi fermentasi antara lain,
keasaman pH, mikroba, suhu, oksigen dan waktu.
Proses fermentasi biasanya berlangsung 4-6 hari. Pada tiap bak fermentasi sejak
hari pertama biji-biji kakao masing-masing disimpan selama 12 jam, 24 jam, 24
jam, dan 24 jam, dan seterusnya. Untuk kemudahannya, kotak fermentasi disusun
sedemikian rupa sehingga setiap hari biji dapat dimasukan ke kotak pertama (hari
pertama fermantasi) dan yang telah selesai mengalami fermentasi dapat diolah
pada tahap berikutnya (Siregar, 2009 dalam Prihanani, 2001). Biji kakao akan
mengalami perubahan fisik, kimiawi dan biologis selama proses pengolahan.
8
Aroma khas kakao akan terbentuk sedangkan cita rasa yang tidak diinginkan akan
berkurang.
2.2.2. Pengeringan Biji Kakao
Pengeringan adalah suatu proses pengeluaran sebagian air dari suatu bahan
dengan cara menguapkan air tersebut menggunakan energi panas. Kadar air
bahan tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak tumbuh lagi di
dalamnya (Siregar dkk. 2009).
Kadar air biji kakao setelah fermentasi sekitar 60 persen. Menurut Wood, (1963,
dalam Prihanani, 2001) kadar air yang baik untuk biji kakao kering adalah 6 – 7
persen yang dicapai melaui proses pengeringan, baik pengeringan dengan
penjemuran, pengeringan melalui buatan atau kombinasi kedua cara tersebut.
Selama pengeringan terjadi difusi oksigen ke dalam keping biji dan air mengalir
dengan arah berlawanan. Penetrasi oksigen ke dalam biji dapat dipercepat dengan
menusuk testa dengan jarum sehingga proses pengeringan berlangsung lebih cepat
dengan browning yang lebih sempurna.
Penelitian Guritno (1983, dalam Prihanani, 2001) menyebutkan bahwa semakin
tinggi suhu pengeringan akan berakibat semakin rendahnya kadar lemak serta
meningkatkan keasaman dan kadar lemak amino. Suhu pengeringan yang tidak
melebihi 55°C memungkinkan diperolehnya hasil yang mendekati persyaratan
standar mutu biji kakao.
9
Tamrin (2013) menjelaskan bahwa suhu pengeringan diatur antara 45 - 50 °C.
Pengeringan kakao harus mencapai kadar air antara 6% - 8% basis basah agar
kandungan lemak biji kakao sulit untuk teroksidasi. Kadar air 7% merupakan laju
oksidasi lemak kakao terendah.
Laju pengeringan dalam proses pengeringan suatu bahan mempunyai arti yang
sangat penting, dimana laju pengeringan akan menggambarkan cepat lambatnya
proses pengeringan berlangsung. Secara umum laju pengeringan diartikan dengan
jumlah air yang diusapkan per bahan kering persatuan waktu (Muljohardjo, 1987
dalam Prihanani, 2001).
Kurva karakteristik pengeringan biji-bijian seperti juga halnya dengan hasil-hasil
pertanian lainnya mengalami periode kecepatan pengeringan konstan yang lebih
lambat, yang umumnya terdiri dari dua kecepatan menurun yang berbeda. Faktor-
faktor yang mempengaruhi laju pengeringan konstan adalah kecepatan aliran
udara, suhu, dan laju kelembaban udara. Sedangkan faktor utama yang
mempengaruhi kecepatan pengeringan dari suatu bahan pangan adalah sifat fisik
dan kimia dari produk (bentuk, ukuran, kompoasisi dan kadar air), sifat fisik dan
lingkungan alat pengering dan karakteristik alat pengering Brooker (1979, dalam
Prihanani, 2001).
10
2.2.3. Sortasi dan Penyimpanan
Menurut Siregar dkk., (2000), biji kakao yang telah dikeringkan dilakukan
menurut berat biji, kemurnian, warna, dan bahan ikutan, serta jamur. Dalam
menetapkan biji kualitas biji faktor-faktor seperti kulit ari, kadar lemak, dan kadar
air ikut diperlihatkan.
Di Indonesia, penetapan mutu biji dinyatakan dengan jumlah biji per 100 gram.
Golongan biji dibagi atas tiga kelompok yaitu A, B, dan C. Biji bermutu beratnya
tidak kurang dari 1 gram.
Tabel 4. Mutu Biji Kakao.
Komponen Mutu I Mutu II
Persen biji berjamur 3 (maksimum) 4 (maksimum)
Persen biji Slaty 3 (maksimum) 8 (maksimum)
Persen biji berserangga,
hampa, dan berkecambah
3 (maksimum) 6 (maksimum)
Sumber: Wood 1971, dalam Siregar 2000.
Biji kelas A jumlahnya 90-100 butir setiap 100 gram contoh. Biji kelas B
jumlahnya 100-110 butir setiap 100 gram contoh dan biji kelas C jumlahnya 110-
120 butir setiap 100 gram contoh.
Menurut Siregar dkk, (2000) sortasi biji dilakukan secara visual dengan
membuang biji-biji yang jelek dan rendah mutunya. Sebanyak akar pangkat dua
dari sejumlah karung diambil (maksimum 30 karung) sebagai contoh. Dari tiap
karung diambil 500 gram untuk keperluan analisis mutu biji kakao dan biji yang
11
telah disortasi dimasukkan ke dalam karung goni, dengan syarat berat maksimum
setiap karung 60 kg. Penyimpanan selama 3 bulan di daerah tropis masih dapat
mempertahankan mutu biji, tetapi lebih dari 3 bulan biasanya telah ditumbuhi
jamur dan asam lemak bebas akan meningkat.
2.2.4. Ragi Mikroba
Ragi merupakan starter atau inokulum tradisional Indonesia untuk membuat
berbagai macam makanan fermentasi seperti tape, brem cair atau padat. Mikroba
yang terkandung dalam ragi umumnya berupa kultur campuran (mixed culture)
yang terdiri dari kapang, khamir dan bakteri. Selain itu ragi juga kaya akan
protein yaitu sekitar 40-50% jumlah protein ragi tersebut tergantung dari jenis
bahan penyusunnya (Susanto, 1994).
Ragi tape merupakan populasi campuran yang terdiri dari Aspergilius,
Saccharomyces, Candida, Hansenulla, dan bakteri Acetobacter (Dwijoseputro,
1988 dalam Oktaviana, dkk., 2015).
Bentuk ragi pada umumnya berbentuk bulat pipih dengan diameter 4-6 cm dan
ketebalan 0.5 cm. Tidak diperlukan peralatan khusus untuk memproduksi ragi,
tetapi formulasi bahan yang digunakan pada umumnya tetap menjadi rahasia
setiap pengusaha ragi (Hidayat, dkk., 2006 dalam Simbolon, 2008).
12
Gambar 2. Bentuk umum ragi
Pembuatan ragi membutuhkan mikrobia S. cerevesiae yang sangat dibutuhkan
untuk proses fermentasi alkohol karena dapat berproduksi tinggi, tahan terhadap
kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif
melakukan aktivitasnya pada suhu 4-32ºC (Kartika, dkk.,1992 dalam Yumas &
Rosniati, 2014). Menurut (Azizah, dkk., 2012 dalam Yumas & Rosniati, 2014)
bahwa S.cerevesiae dapat mengkonversi gula menjadi etanol karena adanya enzim
invertase dan zimase. Dengan adanya enzim-enzim ini, S. cerevesiae memiliki
kemampuan untuk mengkonversi baik gula dari kelompok monosakarida maupun
dari kelompok disakarida. Menurut (Ho, dkk., 2013) menyimpulkan bahwa
pertumbuhan dan aktivitas ragi sangat penting untuk kesuksesan fermentasi biji
kakao. Dari perspektif analitis, pertumbuhan ragi dapat terhambat karena tidak
adanya etanol, alkohol dan ester produksi lebih tinggi di seluruh fermentasi.
13
Beberapa ragi spesies (misalnya, H.Guilliermondii, P.Kudriavzevii, S.Cerevisiae)
secara konsisten ditemukan aktif dalam produk kakao fermentasi di seluruh dunia.
Gambar 3. S. Cerevesiae dalam bentuk ragi
2.2.5. Alat Pengeringan
Alat pengering yang akan digunakan ditentukan dengan kondisi pengeringan
harus diperhitungkan dengan jenis bahan yang akan dikeringkan. Juga harus
diperhitungkan hasil kering dari bahan yang diinginkan. Setiap bahan yang akan
dikeringkan tidaklah sama kondisi pengeringannya, karena ikatan air dan jaringan
ikatan dari tiap bahan akan berbeda.
14
Gambar 4. Alat Pengering Tipe Tray dryer.
Alat pengering Tray dryer adalah pengering berbentuk rak, mempunyai bentuk
persegi dan di dalamnya berisi rak-rak, yang digunakan sebagai tempat bahan
yang akan dikeringkan. Bahan diletakkan di atas rak (tray) yang terbuat dari
logam dengan alas yang berlubang-lubang. Kegunaan dari lubang-lubang ini
untuk mengalirkan udara panas dan uap air. Luas rak yang digunakan bermacam-
macam. Luas rak dan besar lubang-lubang rak tergantung pada bahan yang akan
dikeringkan. Apabila bahan yang akan dikeringkan berupa butira halus, maka
lubangnya berukuran kecil. Pada alat pengering ini, bahan selain ditempatkan
langsung pada rak-rak dapat juga ditebarkan pada wadah lain misalnya baki dan
nampan. Kemudian baki atau nampan ini disusun di atas rak yang ada dalam alat
pengering (Taufiq, 2004).
Selain alat pemanas udara, biasanya digunakan juga kipas (fan) untuk mengatur
sirkulasi udara dalam alat pengering. Udara setelah melewati kipas masuk ke
dalam alat pemanas, pada alat ini udara dipanaskan lebih dahulu kemudian
15
dialirkan diantara rak-rak yang sudah berisi bahan. Suhu yang digunakan serta
waktu pengeringan ditentukan menurut keadaan bahan, kadar air awal dan kadar
air akhir yang diharapkan. Arah aliran udara panas di dalam alat pengering bisa
dari atas ke bawah dan bisa juga dari bawah ke atas, sesuai dengan ukuran bahan
yang dikeringkan. Bila ukuran bahan yang dikeringkan agak halus, maka
digunakan arah aliran udara panas dari atas ke bawah agar bahan tidak berserakan.
Untuk menentukan arah aliran udara panas ini maka letak kipas juga harus
disesuaikan.
2.3. Parameter Pengeringan
Menurut pendapat Sodha et.al. (1987, dalam Erviani, 2012) beberapa parameter
yang mempengaruhi lama waktu yang dibutuhkan pada proses pengeringan ada 2
golongan yaitu :
1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering :
a. Suhu udara pengering
Suhu udara pengering akan mempengaruhi laju penguapan air bahan dan mutu
produksi hasil pengeringan. Semakin tinggi suhu maka panas yang digunakan
untuk penguapan air akan meningkat sehingga waktu pengeringan akan
menjadi lebih singkat. Namun demikian, beberapa nutrisi dalam bahan pangan
juga sensitif terhadap suhu. Agar bahan yang dikeringkan tidak sampai rusak,
suhu harus dikontrol pada suhu optimum bahan
b. Kelembaban relatif (RH)
Kelembaban relatif menentukan kemampuan udara pengering untuk
menampung kadar air bahan yang telah diuapkan. Jika RH semakin rendah
16
maka semakin banyak uap air yang diserap udara pengering, demikian juga
sebaliknya. Perbedaan tekanan uap air pada udara pengering dan permukaan
bahan akan mempengaruhi laju pengeringan. Untuk proses pengeringan yang
baik diperlukan RH yang rendah sesuai dengan kondisi bahan yang akan
dikeringkan.
c. Kecepatan aliran udara
Pengering aliran udara proses pengeringan berfungsi membawa panas untuk
menguapkan kadar air bahan serta mengeluarkan uap air hasil penguapan
tersebut. Uap air hasil penguapan bahan dengan panas harus segera
dikeluarkan agar tidak membuat jenuh udara pada permukaan bahan, yang
akan menganggu proses pengeringan. Semakin besar volume udara yang
mengalir maka akan semakin besar kemampuannya dalam membawa dan
menampung air dari permukaan bahan.
d. Arah aliran udara
Semakin kecil sudut arah udara terhadap posisi bahan, maka bahan semakin
cepat kering.
2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan
a. Kadar air bahan
Keragaman kadar air awal bahan sering dijumpai pada proses pengeringan dan
hal ini juga menjadi suatu masalah. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
mengurangi masalah ini adalah dengan mengurangi ketebalan tumpukan bahan
yang dikeringkan, mempercepat aliran udara pengering, menurunkan suhu
udara pengering dan dilakukan pengadukan bahan. Kadar air akhir bahan
17
merupakan tujuan akhir pengeringan, besarnya kadar air akhir akan
menentukan lamanya proses pengeringan berlangsung.
b. Ukuran bahan
Makin kecil ukuran benda, maka pengeringan akan semakin cepat.
2.4. Mutu Biji Kakao
Persyaratan atau ketentuan yang digunakan untuk menentukan mutu biji kakao di
Indonesia tertuang dalam SNI 2323-2008 (BSN, 2008). Klasifikasi atau
penggolongan mutu biji kakao kering menurut SNI 2323-2008 terbagi menjadi
tiga, yaitu menurut jenis tanaman, jenis mutu dan ukuran berat biji per 100 gram.
Menurut jenis tanaman kakao,biji kakao digolongkan menjadi dua, yaitu biji
mulia yaitu biji kakao yang berasal dari tanaman kakao jenis Criolo atau
Trinitario dan biji kakao lindak yaitu biji kakao yang berasal dari tanaman kakao
jenis Forastero (BSN, 2008).
Biji kakao kering menurut persyaratan mutunya, terbagi menjadi 3 kelas, yaitu
mutu kelas I, II, dan III, dengan ketentuan telah memenuhi persyaratan umum dan
khusus. Persyaratan umum dan khusus biji kakao kering tercantum dalam Tabel 3
dan Tabel 4.
Tabel 5. Persyaratan Umum Biji Kakao Menurut SNI 01-2323-2008.
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Serangga hidup - Tidak ada
2 Kadar air % fraksi massa Maks 7,5
3 Biji berbau asap dan atau Hammy
dan atau benda asing - Tidak ada
4 Kadar benda asing - Tidak ada
Sumber: SNI 01-2323-2008.
18
Tabel 6. Persyaratan Khusus Biji Kakao Menurut SNI 01-2323-2008.
Jenis Mutu Persyaratan
Kakao
Mulia
Kakao
Lindak
Kadar
biji
Kadar
biji
Kadar
biji Kadar Kadar biji
Berjamur
Slaty
(biji/biji) Berserangga
Kotoran
Waste Berkecambah
(biji/biji)
(biji/biji) (biji/biji) (biji/biji)
I-F I-B Maks 2 Maks 3 Maks 1 Maks 1,5 Maks 2
II-F II-B Maks 4 Maks 8 Maks 2 Maks 2,0 Maks 3
III-F III-B Maks 4 Maks 20 Maks 2 Maks 3,0 Maks 3
Sumber: SNI 01-2323-2008.
Persyaratan kualitas biji kakao kering juga ditentukan berdasarkan penggolongan
biji kakao menurut ukuran berat bijinya per 100 gram. Penggolongan ini terbagi
menjadi lima (5) kelas sebagai berikut:
AA = Maksimal 85 biji per 100 gram
A = 86 - 100 biji per 100 gram
B = 101 - 110 biji per 100 gram
C = 111 - 120 biji per 100 gram
S = > 120 biji per 100 gram
Berdasarkan persyaratan SNI 2323-2008 (umum, khusus dan golongan berat) di
atas, maka biji kakao kering hasil olahan petani dapat ditentukan kelas dan
mutunya.
19
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan September
2017 di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen (RBPP) Jurusan
Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
3.2. Alat dan Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kakao basah yang
diperoleh dari wilayah Desa Sripendowo, Kecamatan Bandar Sribawono,
Kabupaten Lampung Timur.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital, timbangan
manual, thermometer, Anemo Hygrometer, thermo-hygrometer dan pengering tipe
rak (Tray dryer) adalah pengering percobaan di Laboratorium Rekayasa Bioproses
dan Pasca Panen (RBPP) Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung.
20
3.3. Rancangan Penelitian
Gambar 5. Diagram alir penelitian
*Ragi 3 gram /5 kg kakao
-Lubang kotak fermentasi: 10, 20 dan 30
Φ = 12mm
-Tanpa lubang (kontrol)
-Bobot awal biji kakao basah
-Kerapatan
Pengeringan:
-Suhu
-Kec. Aliran udara
-RH lingkungan
-Kadar air bahan
-Biji kakao kering
-Bobot kering
-Kerapatan
Analisis
Selesai
Pengukuran kualitas
biji kakao fermentasi
Mulai
21
3.4 Perlakuan
Adapun perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ragi: R1 = Ragi 3 gram
KR0 = Tanpa ragi
Lubang: A1 = 10 lubang
A2 = 20 lubang
A3 = 30 lubang
3.5. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menguji karakteristik pengeringan biji kakao yang
belum terfermentasi dan biji kakao yang telah terfermentasi. Untuk biji kakao
terfermentasi dihasilkan dari proses fermentasi dengan 5 gram ragi per 5 kg kakao
dengan variasi jumlah lubang kotak fermentasi 10, 20 dan 30 lubang. Jumlah
sampel biji kakao yang dikeringkan untuk setiap perlakuan adalah 5 kg. Alat
pengering untuk mengeringkan biji kakao diset pada suhu tetap 60°C dengan
kecepatan udara 3.0 km/jam dan daya yang digunakan sebesar 11,34 watt.
3.5.1 Perlakuan Fermentasi
Biji kakao yang digunakan sebagai bahan uji ditimbang dengan berat 5 kg,
kemudian biji kakao dimasukkan ke dalam kotak dan diberi penambahan ragi 3
gram/5 kg kakao dan kontrol lalu diaduk untuk meratakan ragi. Proses fermentasi
dilakukan selama 6 hari dengan pengadukan setiap 2 hari sekali. Tempat
fermentasi ini berupa kotak yang dilubangi bertujuan untuk mengeluarkan cairan
22
dan sirkulasi udara dengan peti kotak berukuran 26 x 25 x 23 cm. Setiap sisi
kubus pada peti kotak fermentasi bagian dalam dilengkapi lubang dengan jumlah
16 lubang berdiameter 12 mm dengan jarak yang sama yaitu 2 cm dari setiap titik
lubang. Kemudian kotak ini disimpan pada suhu optimal fermentasi yaitu antara
48 - 50°C.
Gambar 6. Kotak fermentasi kakao kapasitas 5 kg.
3.5.2 Proses Pengeringan
Setelah proses fermentasi biji kakao selama 6 hari selesai, biji kakao mulai
dimasukkan secara perlahan dan diratakan menggunakan tangan dengan ketebalan
5 cm ke dalam rak dengan ukuran dimensi 50 x 50 x 15 cm dan papan kayu
ketebalan 2 cm. Suhu yang digunakan dalam proses pengeringan adalah 60°C dan
kecepatan udara pengering adalah 3.0 km/jam.
23
Berikut ini adalah ilustrasi titik-titik pengamatan parameter pengeringan:
Gambar 7. Ilustrasi pengering tipe rak
Keterangan:
A : Kipas
B : Elemen pemanas
T : Titik pengukuran suhu ruang pengering
KU : Titik pengukuran kecepatan udara pemanas
RHL : Titik pengukuran RH lingkungan
3.6 Parameter yang Diamati
Udara sebagai media pengering sebelum masuk ruang pengering dipanasi lewat
radiator dan dari sini udara panas dihembuskan ke ruang pengering dengan
menggunakan kipas kapasitas 14/12 watt sebagai pendorong udara panas menuju
ruang pengering. Ruang pengering berbentuk empat persegi terbuat dari papan
RHL
T
1 KU
Rak 3
Rak 2
Rak 1
A B
24
kayu. Pada setiap kotak memiliki ukuran dimensi 50 x 50 x 15 centimeter dan
papan kayu ketebalan 2 centimeter. Rak pengering ini pada bagian dasar diberi
kawat kassa aluminium dengan ukuran lubang 3 mm x 3 mm atau mesh 8. Untuk
mendapatkan aliran sejajar dan laminar, udara dialirkan melalui pipa berdiameter
(Ø) 4 inch dan dilapisi isolator (karet) penahan panas pada bagian luar. Untuk
penelitian ini hanya rak pertama (T1) yang digunakan sebagai wadah pengujian
pengeringan.
Gambar 8. Rak pengering tampak atas
3.6.1 Pengukuran Suhu Ruang Pengering
Tujuan utama pengeringan adalah mengurangi kadar air biji dari sekitar 60%
menjadi 6 – 7% sehingga aman selama pengangkutan menuju proses tahapan
berikutnya. Pengukuran suhu penting untuk mengetahui riwayat suhu di ruang
pengering untuk analisis berikutnya. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
25
alat pengukur suhu Thermo Hygrometer dan thermometer. Tiap rak pengering
ada dua titik sensor suhu yaitu bagian bahan yang dikeringkan dan ruang kosong
rak. Suhu optimum biji kakao yang tidak terfermentasi untuk antivitas enzim
adalah 31,5°C, dan aktivitas ini menurun dengan tajam pada suhu yang lebih
rendah atau lebih tinggi.
3.6.2 Kecepatan Aliran Udara Ruang Pengering
Udara dialirkan dengan tujuan untuk mengangkut uap air menjauhi bahan dan
juga menyediakan energi untuk menguapkan air yang ada di dalam bahan.
Apabila aliran udara di sekitar lingkungan bahan yang dikeringkan berjalan
dengan lancar, proses pengeringan tidak akan terhambat. Aliran udara di sekitar
produk akan memudahkan uap air terbawa dan teruapkan. Pengukuran kecepatan
udara dilakukan karena suatu hal penting dilaksanakan dalam pengujian karena
pengukurannya menjadi faktor keberhasilan dalam pengeringan. Kecepatan aliran
udara ini pengukurannya menggunakan Anemo Hygrometer dan lokasi
pengukuran ada enam titik yaitu pada setiap rak dan ruang elemen pemanas.
3.6.3 RH Lingkungan
Kadar air keseimbangan suatu bahan merupakan kadar air minimum bahan yang
dapat dikeringkan di bawah kondisi pengeringan yang tetap atau pada suhu dan
RH yang tetap. Jika suatu bahan hasil pertanian dengan kadar air tertentu
ditempatkan dalam lingkungan dengan suhu dan kelembaban tertentu, maka kadar
air tersebut akan berubah sampai tercapainya kadar air keseimbangan antara air di
26
dalam bahan dengan air di udara. Bahan akan melepaskan atau menyerap air
untuk mencapai kadar air keseimbangan. Bahan yang dapat melepas dan
menyerap air biasa disebut sebagai bahan higroskopis. Pengukuran RH
lingkungan ini diukur dengan menggunakan alat bernama thermo-hygrometer,
pengukuran dilakukan sehari tiga kali yaitu pagi siang dan sore pada satu titik
ruangan yaitu tengah ruangan dengan lama setiap kali pengukuran adalah ± 30
menit.
3.6.4 Kadar Air Bahan
Pengukuran kadar air dilakukan secara periodik. Pengambilan sampel ada lima
titik yang terletak pada bagian sudut dan tengah rak dengan bobot setiap sampel
lima gram. Pengambilan sampel dilakukan dengan interval waktu 30 menit sekali
selama lebih dari 20 jam. Sedangkan untuk bobot sampel yang digunakan ± 5
gram. Pengukuran kadar air dihitung dengan menyiapkan biji kakao dan
diletakkan dalam cawan yang telah diketahui bobotnya. Biji kakao dikeringkan
oven Selama 16 jam dengan suhu 105°C sampai bobot biji konstan. Setelah itu
sampel didinginkan dalam desikator ± 15 menit biji kakao ditimbang (mb) kembali
untuk mengetahui susut bobot bahan. Untuk setiap versi perlakuan, sampel yang
dikeringkan diulang sebanyak 3 kali kemudian nilainya dirata-ratakan dan
digunakan dalam analisis. Kadar air dihitung dengan rumus:
27
Kadar air (%) = %100)(
)(x
m
mm
a
ba
(Tamrin, 2013).
Keterangan :
ma = Bobot sampel awal (g)
mb = Bobot sampel kering (g)
3.6.5 Dimensi Biji Kakao
Pengukuran dimensi kakao yang dihasilkan dengan mengambil sampel secara
acak pada wadah tertentu lalu dilakukan pengukuran panjang, lebar dan tebal.
Pengukuran diameter dilakukan pada tiga titik yaitu, pada ujung atas sampai
bawah, pada ujung atas, bawah dan tengah. Pengukuran ini menggunakan 20
sampel biji kakao yang diambil dari semua perlakuan dan 1 sampel untuk
pengukuran dalam penurunan dimensi pada saat pengeringan dalam rak. Untuk
pengukuran diameter ini digunakan jangka sorong sebagai alat pengukur dalam
pengukuran.
Panjang Lebar Tebal
Gambar 9. Orientasi pengukuran biji kakao
28
3.6.6 Kerapatan Curah Kakao
Kerapatan curah adalah perbandingan bobot bahan dengan volume yang
ditempatinya, termasuk ruang kosong di antara butiran bahan. Untuk mengetahui
kerapatan curah kakao dilakukan dengan cara massa kakao yang akan digunakan
(m1) ditimbang. Kemudian disiapkan gelas beker 100 ml. Setelah itu, dimasukan
kakao (m1) ke dalam gelas beker sampai skala volume yang diinginkan. Setelah
itu, kakao yang tidak masuk ke dalam gelas ukur (m2) ditimbang. Lalu, massa
kakao yang digunakan (m1) dan massa yang tidak masuk ke dalam gelas ukur (m2)
dicatat. Kerapatan curah dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Massa kakao yang masuk pada wadah (m) = m1-m2 (g)
Kecepatan curah (ρ) = (g/cm3)
Keterangan:
m1 : Bobot kakao yang digunakan (g)
m2 : Bobot kakao yang tidak masuk dalam wadah (g)
m : Bobot (g)
v : Volume wadah (cm3)
44
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Penambahan ragi tidak terlalu berpengaruh terhadap kualitas hasil
pengeringan biji kakao dengan kadar air terendah pada perlakuan R1A2
yaitu 2 % dengan ragi 3 gram pada kotak fermentasi dengan lubang 10 dan
kadar air tertinggi pada perlakuan R2A1 yaitu 4 % dengan penambahan
ragi 5 gram dan 10 lubang kotak fermentasi.
2. Suhu berpengaruh terhadap laju pengeringan biji kakao. Data menunjukan
bahwa semakin tinggi suhu semakin cepat proses pengeringan. Suhu
pengeringan ini berkisar antara 30-84 oC.
5.2 Saran
Untuk keperluan praktis, agar waktu pengering efektif dan kering bahan antar rak
seragam maka perlu ada penukaran rak jika perlakuan lebih dari 1 rak.
45
DAFTAR PUSTAKA
Atmana, S.A. 2002. Proses Enzimatis pada Fermentasi untuk Perbaikan Mutu
Kakao. Iptek Pemacu Pembangunan Bangsa. BPP teknologi.
Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2011. Lampung Dalam Angka 2011.
Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Bandar Lampung.
Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2014. Lampung Dalam Angka 2014.
Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Bandar Lampung.
Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung Timur. 2014. Lampung Dalam Angka
2014. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Bandar Lampung.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Lampung.
2006.Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lampung Timur.
Laporan Penelitian Proyek Pesisir Lampung. Bandar Lampung.
Badan Standarisasi Nasional. 2008. Standar Nasional Indonesia Biji Kakao.
SNI 01-2323-2008.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lampung Timur. 2007. Lampung Timur
dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Timur.
Sukadana.
Brooker, D. B. Bakker-arkema, F. W. and Hall, C. W. 1979. Drying Cereal
Grains. Avi Publishing Company Inc. West Port, Connecticut.
Chairul. 2014. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Biji Kakao
Indonesia. Skripsi. Jurusan Magister Agribisnis. Universitas Sumatra
Utara. Medan.
Dinas Perkebunan, 2012. Pengolahan Kakao. Jawa Timur.
Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2011. Komoditi Perkebunan Unggulan
(Komoditi Kakao). Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. Bandar
Lampung.
Ditjenbun, 2012. Pedoman Umum Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan
Mutu Kakao Tahun 2012. Ditjenbun Kementerian Pertanian.
46
Fekawati, R. 2010. Uji Perfomansi Pengering Efek Rumah Kaca Hybrid Tipe
Rak Berputar pada Pengeringan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus).
Skripsi. Jurusan Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Guritno. 1983. Kajian Pengeringan Biji Kakao dengan Pengurangan Pulp dan
Pemanasan Pra Fermentasi terhadap Mutu Biji Kakao Kering. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor 2001.
ICCO, 2012. Quarterly Bulletin of Cocoa Statistics, Vol: XXXVIII (2). Menteri
Pertanian. 2012. Peraturan Menteri Pertanian No:
51/Permentan/OT.140/9/2012 Tentang Pedoman Penanganan Pascapanen
Kakao. 5p.
Kharisma, N. 2014. Pengaruh Kecepatan Putaran (RPM) Disc Mill Terhadap
Keseragaman Ukuran Butiran Gula Semut. Skripsi. Jurusan Teknik
Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung
Muhtadi. 1997. Kajian Pengeringan Biji Kakao dengan Pengurangan Pulp dan
Pemanasan Pra Fermentasi terhadap Mutu Biji Kakao Kering. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor 2001.
Muljohardjo, M. 1987. Teknologi Pengolahan Pati, PAU Pangan dan Gizi. UGM
: Yogyakarta.
Murad, 2015. Pengeringan Biji Kemiri Pada Alat Pengering Tipe Bath Model
Tungku Berbasis Bahan Bakar Cangkang Kemiri. Jurnal TEP. Fakultas
Teknologi Pangan Industri, Universitas Mataram.
Siregar, T.H. Sarif., S.Riyadi dan L. Nuraeni, 1989. Kajian Pengeringan Biji
Kakao dengan Pengurangan Pulp dan Pemanasan Pra Fermentasi
terhadap Mutu Biji Kakao Kering. Skripsi. Institut Pertanian Bogor 2001.
Siregar, Tumpal H. S, Riyadi, dan Nuraeni. 2000. Budidaya, Pengolahan, dan
Pemasaran Cokelat. Hal 1 – 168.
Sodha, M. S., Bansal, N. K., Kumar, A., Bansal, P. K., and Malik, M.A.S. 1987.
Solar Crop Drying. Volume I. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida.
Sulystiowati dan Yusianto, 1998. Teknik Pra Pengolahan Biji Kakao Segar
Secara Mekanis untuk Menurunkan Kemasan Biji. Pelita Perkebunan,
Jurnal Penelitian Kopi dan kakao, Vol 14, Nomor 1, April 1998.
Tamrin. 2013. Teknik Pengeringan. Bandar Lampung. Hal 1-247.
47
Taufiq, M. 2004. Pengaruh Temperatur Terhadap Laju Pengeringan Jagung
pada Pengering Konvensional dan Fluidized Bed. Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Wahyudi, T., T.R. Panggabean & Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao.
Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 1-360.
Wood 1963. Kajian Pengeringan Biji Kakao dengan Pengurangan Pulp dan
Pemanasan Pra Fermentasi terhadap Mutu Biji Kakao Kering. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor 2001.
Wood, 1971 dalam Siregar, Tumpal H. S, Riyadi, dan Nuraeni. 2000. Budidaya,
Pengolahan, dan Pemasaran Cokelat. Hal 1 – 168