BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya perbankan syariah sudah hadir semenjak tahun 1960an, yaitu pada saat berdirinya Mit Ghamr Bank di Mesir sebagai pilot project. Semenjak itu, beberapa bank yang berbasiskan syariah mulai bermunculan, apalagi setelah berdirinya Islamic Development Bank pada tahun 1975 (Ascarya, Yumanita Diana, Rokhimah S. : 2009). Selanjutnya Joharris (2007) dalam Ascarya, Yumanita Diana, Rokhimah S. (2009) memprediksi bahwa lebih dari 276 lembaga keuangan Islam di dunia ini, yang tersebar pada lebih dari 70 negara, mulai dari London, New York, Zurich hingga Timur Tengah, Afrika serta Asia dengan nilai kapitalisasi lebih dari US$ 13 Miliar. Di Indonesia sendiri, kenaikan pertumbuhan aset bank syariah dalam tahun 2011 sudah mencapai 45% dari tahun 1
113
Embed
Pengaruh Corporate Governance Dan as Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perbankan Syariah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya perbankan syariah sudah hadir semenjak tahun 1960an, yaitu pada
saat berdirinya Mit Ghamr Bank di Mesir sebagai pilot project. Semenjak itu,
beberapa bank yang berbasiskan syariah mulai bermunculan, apalagi setelah
berdirinya Islamic Development Bank pada tahun 1975 (Ascarya, Yumanita Diana,
Rokhimah S. : 2009).
Selanjutnya Joharris (2007) dalam Ascarya, Yumanita Diana, Rokhimah S.
(2009) memprediksi bahwa lebih dari 276 lembaga keuangan Islam di dunia ini, yang
tersebar pada lebih dari 70 negara, mulai dari London, New York, Zurich hingga
Timur Tengah, Afrika serta Asia dengan nilai kapitalisasi lebih dari US$ 13 Miliar.
Di Indonesia sendiri, kenaikan pertumbuhan aset bank syariah dalam tahun 2011
sudah mencapai 45% dari tahun 2010 (www.zonaekis.com). Hal ini mengindikasikan
adanya tren positif pertumbuhan industri perbankan syariah di Indonesia.
Namun demikian, masa depan perbankan syariah akan sangat bergantung kepada
kemampuannya untuk merespon perubahan dalam dunia keuangan. Fenomena
globalisasi dan revolusi teknologi informasi menjadikan ruang lingkup perbankan
syariah sebagai lembaga keuangan telah melampaui batas perundang-undangan suatu
negara. Implikasinya adalah sektor keuangan menjadi semakin dinamis, kompetitif
dan kompleks.
1
Perbankan syariah sebagaimana halnya perbankan konvensional pada umumnya
merupakan lembaga intermediasi keuangan yakni lembaga yang melakukan kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat lain yang membutuhkan dalam bentuk kredit atau pembiayaan.
Dalam Khotibul Umam, Karina Dwi Nugrahati P dan Sekar Ayu (2010) Bank
merupakan lembaga yang eksistensinya membutuhkan adanya kepercayaan dari
masyarakat.
Mengingat bahwa perbankan merupakan lembaga keuangan yang menekankan
pada prinsip kepercayaan, maka dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap bank syariah diperlukan adanya pelaksanaan prinsip tata kelola perusahaan
yang baik atau yang lebih dikenal dengan prinsip good corporate governance (GCG).
Lukviarman dan Kasri (2009) juga menyatakan bahwa bank syariah diartikan
sebagai bank yang terikat pada etos dan sistem nilai Islam dan diatur, dengan
tambahan good corporate governance (tata kelola perusahaan) dan aturan manajemen
resiko, oleh prinsip-prinsip yang berdasarkan pada hukum Islam (syariah).
Dari pengertian tersebut jelaslah terlihat bahwa penerapan prinsip GCG pada
praktik perbankan syariah menjadi suatu keniscayaan bagi suatu institusi perbankan
syariah yang ditujukan kepada adanya tanggung jawab publik terkait dengan kegiatan
operasional bank syariah yang diharapkan benar-benar mematuhi ketentuan-ketentuan
syariah.
Bank Syariah dan lembaga keuangan syariah merupakan suatu bentuk perusahaan
yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi antara pihak yang surplus dana
2
(kelebihan dana) dengan pihak yang minus dana (kekurangan dana) yang sesuai
dengan prinsip syariah Islam.
Di sisi lain, sebagai Lembaga Keuangan Islam, Bank Syariah tidak lepas dari
kewajiban untuk berperan sebagai agen kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat
dilakukan dengan memajukan tanggung jawab sosial dalam operasional perbankan
syariah dan tidak hanya sebagai unsur pelengkap sebuah kegiatan bisnis.
Tanggung jawab sosial perbankan syariah mulai mendapat perhatian khusus dari
lembaga non-profit internasional AAOIFI (Accounting and Auditing for Islamic
Financial Institution) dengan mengeluarkan exposure draft no.7 tentang kewajiban
pelaksanaan, pelaporan dan pengungkapan tanggung jawab sosial Lembaga
Keuangan Islam serta hal-hal yang dirasa perlu untuk dilakukan dalam kaitannya
terhadap kesejahteraan stakeholders.
Tanggung jawab sosial perusahaan yang dilakukan oleh bank syariah memiliki
keunikan karena sesungguhnya masyarakat tidak mengalami eksternalitas akibat
keberadaan bank syariah, namun justru mendapatkan manfaat dari tanggung jawab
sosial perusahaan ini (Wijaya, 2011) . Dengan demikian, hal ini turut mendorong
implementasi tujuan syariah (maqashid) oleh bank syariah sebagai sebuah institusi.
Menurut Robbins dan Coulter (2005) dalam Arifian (2011) tanggung jawab sosial
perusahaan dibedakan menjadi dua pandangan, yaitu pandangan klasik dan
pandangan sosial ekonomi. Pandangan klasik berpendapat bahwa satu-satunya
tanggung jawab sosial manajemen adalah memaksimalkan laba atau memaksimalkan
hasil finansial bagi para pemegang saham. Sementara itu, pandangan sosial ekonomi
3
adalah pandangan yang menyatakan bahwa tanggung jawab sosial manajemen bukan
sekadar menghasilkan laba tetapi juga mencakup melindungi dan meningkatkan
kesejahteraan sosial.
Adanya dorongan-dorongan bagi perusahaan untuk menerapkan CSR,
menyebabkan perusahaan menggunakan konsep CSR ini sebagai kunci untuk
mendapatkan legitimasi masyarakat (Oliver, 1991; Haniffa dan Coke, 2005; Ani,
2007 dalam Nurkhin 2009).
Namun demikian, untuk melaksanakan CSR perusahaan harus mengeluarkan
sejumlah biaya yang tidak sedikit. Biaya CSR ini sering kali menjadi kendala karena
pada akhirnya akan menjadi beban yang akan mengurangi pendapatan. Hal ini
diperkuat oleh Giannarakis dan Theotokas (2011) bahwa CSR dianggap sebagai
ancaman terhadap kelangsungan perusahaan karena adanya tambahan biaya sosial.
Akibat dari hal tersebut, pelaksanaan CSR akan berpengaruh pada profitabilitas
perusahaan. Pentingnya profitabilitas dalam pelaksanaan CSR juga diungkapkan oleh
Heinze (1976) dalam Hackstone dan Milne (1996) yang menjelaskan bahwa
profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan
fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham.
Oleh karena itu, perusahaan haruslah dalam tingkat profitabilitas yang tinggi untuk
memberikan keluwesan manajemen dalam mengungkapkan CSR (Nurkhin, 2009).
Sebuah perusahaan yang hendak mempertimbangkan melakukan pengungkapan
sosial tentu akan memperhatikan sisi finansialnya dulu, dalam hal ini profitabilitas yang
tinggi merupakan suatu langkah untuk keputusan jangka panjang. Kiroyan (2006) dalam
4
Sayekti dan Wondabio (2007) menyatakan bahwa dengan menerapkan CSR, diharapkan
perusahaan akan memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam jangka panjang. Hal
tersebut mengindikasikan, ketika perusahaan berada dalam profitabilitas yang tinggi,
perusahaan tentu akan mempertimbangkan kelangsungan profitabilitas tersebut agar
dalam jangka panjang perusahaan selalu mendapatkan profit yang tinggi. Konsekuensi
logisnya ialah semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan, maka semakin besar
pengungkapan informasi sosial (Bowman dan Haire, 1976 dan Preston, 1978 dalam
Hackston dan Milne 1996).
Tidak banyak penelitian yang mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi
pengungkapan tanggung jawab sosial pada perbankan syariah. Tetapi sudah cukup
banyak hasil riset yang beragam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
pengungkapan CSR perusahaan di Indonesia.
Belkaoui (1989) dalam Anggraini (2006) menyatakan bahwa ada hubungan
positif antara pengungkapan sosial dengan visibilitas politis, dimana perusahaan besar
yang cenderung diawasi akan lebih banyak mengungkapkan informasi sosial
dibandingkan perusahaan kecil. Kemudian, Farook dan Lanis (2005) dalam Nurkhin
(2009) menemukan bahwa Islamic governance (sebagai proksi corporate governance
di bank syariah) terbukti berpengaruh positif secara signifikan terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial. Khomsiyah (2003) mengungkapkan semakin
tinggi indeks persepsi corporate governance , maka semakin tinggi pula tingkat
pengungkapan informasi. Hal ini dikarenakan adanya wujud tanggung jawab
manajemen kepada stakeholders yang menggunakan laporan keuangan.
5
Namun Novita dan Djakman (2009); Barnae dan Rubin (2005) dalam Nurkhin
(2009) menyatakan bahwa kepemilikan institusional dan kepemilikan asing sebagai
proksi dari corporate governance tidak memiliki hubungan dengan pengungkapan
CSR.
Penelitian tentang pengungkapan tanggung jawab sosial juga dikaitkan dengan
profitabilitas sebuah perusahaan. Sembiring (2005) dalam Nurkhin (2009)
menghasilkan temuan bahwa profitabilitas tidak terbukti secara signifikan terhadap
pengungkapan CSR. Hal ini juga sejalan dalam penelitian yang dilakukan oleh
Anggraini (2006), yang tidak menemukan hubungan profitabilitas dengan
pengungkapan informasi sosial.
Hasil di atas berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Nurkhin (2009);
Hossain dkk (2006) yang menemukan hasil bahwa profitabilitas mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.
Dari hasil penelitian yang beragam tersebut, maka penulis ingin mengangkat judul
penelitian “PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE DAN PROFITABILITAS
TERHADAP PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERBANKAN
SYARIAH DI INDONESIA.”
6
1.2 Rumusan masalah
Rumusan masalah yang ingin diteliti dalam penelitian ini yaitu :
a. Apakah variabel corporate governance berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial?
b. Apakah variabel profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial perbankan syariah ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan dalam penelitian, maka tujuan penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut :
a. Untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh variabel corporate
governance terhadap tanggung jawab sosial perbankan syariah.
b. Untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh profitabilitas terhadap
tanggung jawab sosial perbankan syariah.
1.4 Batasan Masalah
Agar penelitian yang dilakukan tidak terlalu luas dan lebih terarah, maka penulis
membatasi permasalahan yang ada sebagai berikut:
a. Objek penelitian adalah perbankan syariah yang ada di Indonesia.
7
b. Konsep corporate social responsibility diukur dalam indeks hasil
modifikasian dari exposure draft no.7 tentang Corporate Social Responsibility
Lembaga Keuangan Islam.
c. Kriteria profitabilitas yang dipakai adalah menggunakan proksi Return On
Equity (ROE) dan Return On Assets (ROA).
d. Kriteria corporate governance yang dipakai adalah kepemilikan institusional
dan komposisi dewan komisaris perusahaan.
1.5 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
a. Bagi Perbankan Syariah
Memberikan sumbangan pikiran tentang pentingnya
pertanggungjawaban sosial yang diungkapkan dalam laporan keuangan
tahunan perbankan syariah.
b. Bagi Investor
Hasil penelitian ini dapat membantu para investor dalam proses
pembuatan keputusan investasi yang akan diambil.
c. Bagi Masyarakat
Memberikan wacana sebagai pengontrol atas perilaku-perilaku
perbankan syariah dan semakin meningkatkan kesadaran masyarakat akan
hak-hak yang harus diperoleh.
d. Bagi lembaga pembuat peraturan / standar
8
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi
penyusun standar akuntansi lingkungan dan sebagai masukan dalam
meningkatkan kualitas standar dan peraturan yang sudah ada.
e. Bagi pihak akademisi
Hasil penelitian ini semoga dapat menjadi referensi bagi penelitian
yang selanjutnya.
1.6 Sistematika Penulisan
Skripsi ini ditulis secara sistematis dengan dibagi menjadi 5 bab, dimana
masing-masing bab menjelaskan tentang hal-hal sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Bab ini akan menguraikan tentang hal-hal dasar yang harus dilakukan
dalam penelitian seperti : latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : Kajian Pustaka
Bab ini berisi urainan mengenai landasan teoritik sebagai dasar dalam
pembahasan teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian ini,
penelitian-penelitian terdahulu serta berisi tentang pengembangan
hipotesa yang diperlukan dalam penelitian ini.
BAB III : Metode Penelitian
9
Bab ini akan berisi penjelasan mengenai definisi dan pengukuran
variabel, model penelitian serta sumber dan metode pengumpulan
data.
BAB IV : Analisis dan Pembahasan
Bab ini menjelaskan tentang analisis data, temuan empiris yang
diperoleh dalam penelitian ini, hasil pengujian hipotesis dan
pembahasan hasil penelitian.
BAB V : Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil yang diperoleh dalam
penelitian ini, saran-saran untuk penelitian selanjutnya serta
keterbatasan-keterbatasan dalam melakukan penelitian ini.
10
BAB. II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini peneliti akan melakukan pembahasan tentang tinjauan pustaka
yang akan kita sajikan untuk menjelaskan landasan teori yang menjadi dasar teoritis
dari penelitian ini. Bab ini juga akan menguraikan tentang penelitian-penelitian
terdahulu yang telah dilakukan untuk mendukung penelitian ini. Selanjutnya dalam
bab ini juga akan dijelaskan tentang pengembangan hipotesa yang dilakukan untuk
dapat menarik hipotesa yang dapat disimpulkan.
2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu
2.1.1 Teori Stakeholder
Dewasa ini, perusahaan tidak hanya sekedar bertanggung jawab terhadap para
pemilik (shareholders), namun bergeser menjadi lebih luas yaitu sampai pada ranah
sosial kemasyarakatan yang selanjutnya disebut corporate social responsibility
(CSR). Hal itu sebagai implikasi karena banyaknya tuntutan dari masyarakat akibat
negative externalities dan ketimpangan sosial yang terjadi sebagai dampak
operasional perusahaan (Harahap, 2002 dalam Sulistiyanti, 2010).
Pertanggungjawaban perusahaan yang semula hanya diukur sebatas indikator
ekonomi yang ditunjukkan dalam laporan keuangan, kini harus bergeser dengan
mempertimbangkan faktor-faktor sosial yang merupakan kinerja sosial.
11
Berdasar pada asumsi dasar stakeholders theory, perusahaan tidak dapat
melepaskan diri dari operasinya dengan lingkungan sosial sekitarnya. Perusahaan
perlu menjaga legitimasi stakeholders serta mendudukkannya dalam kerangka
kebijakan dan pengambilan keputusan, sehingga dapat mendukung dalam pencapaian
tujuan perusahaan yaitu stabilitas usaha dan jaminan going concern (Adam.C.H, 2002
dalam Norhadi 2009).
2.1.2 Teori Legitimasi
Perusahaan perlu melakukan operasional usaha dengan menjaga
keseimbangan lingkungan fisik maupun psikis serta keseimbangan harapan antara
perusahaan sebagai pihak economic rational dengan lingkungan dan masyarakat.
Besarnya kesenjangan harapan masyarakat dapat menimbulkan kesenjangan
legitimasi, sehingga memunculkan reaksi masyarakat terhadap perusahaan baik
secara aktif maupun pasif. Untuk mengurangi kesenjangan legitimasi tersebut,
perusahaan perlu melakukan seperangkat strategi legitimasi, seperti meningkatkan
tanggung jawab sosial (social responsibility) dan keterbukaan berupa pengungkapan
sosial (Sulistiyanti, 2010).
2.1.3 Tanggung Jawab Sosial Perbankan Syariah
2.1.3.1 Pengertian dan Konsep Tanggung Jawab Sosial Perbankan Syariah
Suhandari (2007) dalam Untung (2008) menyatakan bahwa Corporate Social
Responsibility adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi
12
dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung
jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian
terhadap aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Sebuah tanggung jawab sosial entitas bisnis mulai berkembang pada tahun
1950an. Prinsip yang menjiwai tanggung jawab sosial pun berkembang dari prinsip
derma (charity) dan prinsip perwalian (stewardship) pada tahun 1950an menjadi
konsep pemangku kepentingan (stakeholders) (Solihin, 2008).
Prinsip Derma (charity) sebagai konsep tanggung jawab sosial muncul
sebagai inisiasi dari kesadaran pribadi pemimpin perusahaan untuk berbuat sesuatu
kepada masyarakat. Dan prinsip perwalian (stewardship) dijelaskan oleh Post.et.al
(2002) dalam Solihin (2008) yaitu perusahaan merupakan wali yang dipercaya oleh
masyarakat untuk mengelola berbagai sumber daya. Oleh karena itu, perusahaan
harus mempertimbangkan dengan seksama berbagai kepentingan dari para pemangku
kepentingan yang dikenai dampak keputusan dan praktik operasi perusahaan.
Berdasarkan prinsip perwalian, perusahaan diharapkan untuk melakukan aktivitas
yang baik, tidak hanya untuk perusahaan tetapi juga untuk lingkungan sekitarnya.
Kemudian dalam teori stakeholder, perusahaan harus dapat menempatkan
stakeholder dalam kedudukan yang semestinya dalam pengambilan keputusan,
termasuk dalam pengambilan kebijakan tanggungjawab sosial dan pengungkapannya.
Dalam sebuah Lembaga Keuangan Islam, tanggung jawab sosial sudah
semestinya melekat dalam operasional bisnisnya. Hal ini didukung oleh pernyataan
Sulaiman (2005) dalam Muhammad (2010) bahwa individu, atas nama perusahaan,
13
juga seharusnya bertanggung jawab kepada masyarakat walaupun akuntabilitas
utamanya adalah untuk Allah.
2.1.3.2 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perbankan Syariah
Satu hal yang dapat dilakukan oleh sebuah entitas bisnis dalam membantu
masyarakat adalah dengan tanggung jawab sosial. Seorang ekonom Milton Friedman
bahkan berkata bahwa “tanggung jawab sosial dapat meningkatkan profit
perusahaan”.
Dalam perspektif Islam, CSR yang dilakukan oleh organisasi bisnis atau
Lembaga Keuangan Islam dipandang lebih sebagai manfaat daripada biaya. Etika
bisnis Islam telah memberikan dimensi yang berbeda dan cara strategis yang penting
untuk berpikir tentang karya amal (Abu Sulaiman, 1976 dalam Hassan & Salma,
2009).
Selanjutnya Hassan dan Salma (2009) menerangkan bahwa komitmen kuat
dari Islam yang menjunjung keadilan dan persaudaraan menuntut organisasi bisnis
turut mengurus beberapa kebutuhan masyarakat. Hal ini dikuatkan dari Firman Allah
SWT “Allah memusnahkan praktek riba dan menumbuhkembangkan sedekah..” (Al
Qur’an:2, ayat 276) dan Hadis Shahih Muslim “Dengan belanja dalam amal,
kekayaan tidak berkurang..”. Dengan kata lain pengorbanan yang dikeluarkan untuk
masyarakat akan kembali kepada entitas bisnis dengan manfaat / ganjaran yang lebih
besar.
14
Menurut etika bisnis Islam, orang kaya bukan pemilik sebenarnya dari
kekayaan mereka, mereka hanya perwakilan pemelihara harta di dunia. Dan mereka
harus menyedekahkan sebagian hartanya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
miskin (Naqvi, 1981 dalam Hassan dan Salma 2009). Hal inilah yang menuntut
sebuah entitas bisnis, khususnya perbankan syariah yang bernafaskan Islam, wajib
untuk membantu masyarakat sebagai salah satu unsur stakeholder melalui tanggung
jawab sosial. Yang selanjutnya tanggung jawab sosial ini diungkapkan agar terjadi
pemenuhan kebutuhan informasi dari para pemangku kepentingan Lembaga
Keuangan Islam
Pengungkapan tanggung jawab sosial ini dapat terkandung dalam sebuah
laporan CSR yang terpisah dari laporan tahunan ataupun laporan khusus yang
ditargetkan untuk masyarakat umum.
Pengungkapan tanggung jawab sosial juga perlu dilakukan secara
komprehensif dan dirancang sedemikian rupa agar dapat dimengerti oleh masyarakat
umum. (paragraf 30, statement of financial accounting AAOIFI)
2.1.4 Good Corporate Governance dan Tanggung Jawab Sosial Perbankan
Syariah
Terdapat berbagai macam definisi corporate governance yang dicetuskan oleh
para pakar. The Organization Of Economic Corporation and Development (OECD)
mendefinisikan corporate governance sebagai serangkaian hubungan antara
15
manajemen perusahaan, pengurus, pemegang saham, dan semua pihak yang
berkepentingan terhadap perusahaan (stakeholder). (Chapra, ed.terjemah, 2008)
Maka dari pengertian diatas menurut OECD secara umum ada empat prinsip
utama dalam penerapan corporate governance sehingga pengawasan dapat berjalan
baik yaitu : ( John Pieris, Nizam Jim : 2007 dalam Asytuti 2010 )
1. Fainess, yaitu perlakuan yang seimbang anatar pemegang saham, managemen,
stake holder lainnya
2. Tranparansi , yaitu pengungkapan informasi dan laporan keuangan, kinerja
perusahaan dan informasi-informasi lainnya mengenai perusahaan yang
relevan, akurat dan tepat waktu
3. Akuntabilitas, yaitu akuntabilitas manajemen terhadap stakeholders melalui
pengawasan yang efektif dan perimbangan kekuasaan antara manajer,
pemegang saham, board of directors, dan auditor
4. Tanggung jawab. Yaitu tanggung jawab sosial perusahaan sebagai anggota
masyarakat terhadap masyarakat meliputi tanggung jawab pematuhan hukum
dan pengakuan kebutuhan sosial masyarakat.
Perbankan syariah ataupun lembaga keuangan syariah dengan menjunjung
embel “syariah” pada namanya, tidak menjamin bahwa lembaga tersebut telah
menjalankan good corporate governance dalam lembaganya. Sebuah studi penelitian
tentang pelaksanaan corporate governance yang dilakukan oleh IRTI di perbankan
16
syariah diberbagai negara menunjukkan pelaksanaan corporate governance belum
terlaksana dengan baik. Penerapan good corporate governance terbukti di dalam
penelitian dibeberapa lembaga keuangan syariah di dunia muslim dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada bank syariah. Kegagalan dalam
penerapan prinsip syariah akan membuat nasabah pindah ke bank lain sebesar 85%.
(Ahmad M Umer Chapra dan Habib Umar, : 2002 dalam Asytuti, 2010).
Chapra (2002) menjelaskan bahwa peningkatan corporate governance dalam
sistem keuangan Islam mutlak untuk dilakukan, karena nasabah memerlukan jaminan
keamanan dana, return yang kompetitif, pelayananan yang memuaskan dan adanya
kemudahan akses. Sedangkan bagi bank sendiri penyaluran dana kepada masyarakat
memerlukan jaminan dengan tingkat pengembalian yang kompetitif.
Dari tabel “Peran Kunci Dalam Corporate Governance Lembaga Keuangan
Syariah” yang dirumuskan oleh Chapra, diketahui ada beberapa sisi stakeholders
yang terlibat dalam pelaksanaan corporate governance, yaitu :
a. Sisi Lingkungan : sistem ekonomi,keuangan dan hukum, pemerintah (undang-
undang dan regulasi bagi LKS), system akuntansi.
b. Sisi Lembaga Publik : pengawas, asosiasi perbankan
c. Sisi Kelembagaan : pemegang saham, dewan direksi, senior manajemen,
audit internal, karyawan, dewan pengawas syariah.
d. Sisi lainnya : deposan, auditor eksternal, audit syariah.
17
Mr.Wolfenson (Presiden Bank Dunia) secara eksplisit menyatakan tujuan
corporate governance adalah untuk mewujudkan keadilan kepada seluruh
stakeholders melalui penciptaan transparansi, akuntabilitas dan peningkatan nilai
wajar atas penyertaan stakeholders. Hal ini tentunya sejalan dengan tujuan
pengungkapan tanggung jawab sosial.
Faktor-faktor corporate governance juga dikorelasikan dengan tingkat
pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan. Ukuran dewan
komisaris, ukuran komite audit, kualitas auditor eksternal, dan struktur kepemilikan
berkorelasi positif dengan pengungkapan CSR (Haniffa dkk, 2005; Sembiring, 2005;
Anggraini, 2006; Sayekti, 2006;) (Sayekti dan Wondabio, 2007). Novita dan
Djakman (2008) menghubungkan kepemilikan asing dan kepemilikan institusional.
Farook dan Lanis (2005) mengkorelasikan antara corporate governance dengan
pengungkapan CSR pada bank Islam dengan ukuran Islamic Governance Score dan
hasilnya menunjukkan adanya korelasi positif.
Sehingga hipotesis penelitian yang dikemukakan adalah sebagai berikut :
H1: Corporate Governance Berpengaruh Signifikan Terhadap Pengungkapan
Tanggung Jawab Sosial Perbankan Syariah Di Indonesia.
18
2.1.5 Profitabilitas Dan Tanggung Jawab Sosial
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
selama periode tertentu (Munawir, 2004). Bila perusahaan ingin tetap hidup untuk
dapat tumbuh dan berkembang, maka perusahaan harus memperoleh laba. Menurut
Hanafi dan Halim (2007), ada tiga ukuran rasio profitabilitas, yaitu: profit margin,
return on asset (ROA), dan return on equity (ROE). ROA yang semakin besar
menunjukan kinerja yang semakin baik, karena menunjukan tingkat pengembalian
yang semakin besar. Meskipun laba mempunyai fungsi penting dalam pertumbuhan
perusahaan, tetapi suatu perusahaan tidak dapat dikatakan berhasil hanya dengan
berorientasi pada laba.
Return on equity juga merupakan indikator profitabilitas yang penting, karena
return on equity merupakan indikator untuk mengukur keberhasilan manajemen
dalam rangka melakukan tugasnya yakni menghasilkan keuntungan yang maksimal
bagi para pemilik modal.
Menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2007;74),
“Return on equity merupakan rasio untuk mengukur seberapa banyak keuntungan (laba) yang menjadi hak pemilik modal sendiri.”
Sedangkan menurut Susan Irawaty (2006;61),
“Return on equity atau yang sering disebut dengan rate of return on net worth, yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari modal sendiri yang digunakan oleh perusahaan tersebut.”
19
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan, bahwa return on equity
adalah rasio yang digunakan oleh para investor untuk melihat sejauh mana
perusahaan dapat memberikan keuntungan di masa yang akan datang.
Richardson et.al. (2001) dalam Lindrianasari (2007) telah melakukan
observasi terhadap pengungkapan sosial perusahaan dan diketahui bahwa terdapat
hubungan yang positif signifikan terhadap tingkat pengungkapan lingkungan dengan
cost of capital. Dia berargumen lebih lanjut bahwa sesungguhnya perusahaan akan
melakukan pengungkapan yang lebih baik pada saat profitabilitas perusahaan
semakin baik. Sebelumnya Pava dan Krausz (1996) dalam Lindrianasari (2007), juga
telah melakukan penelitian serupa, dan memberikan penjelasan bahwa sesungguhnya
informasi yang dungkapkan oleh perusahaan tidak akan membuat perusahaan
kehilangan stakeholdersnya.
Keterkaitan profitabilitas dan didasari oleh dampak negative dari operasional
perusahaan. Perusahaan yang hanya memaksimalkan profit untuk kepentingan
pemilik menyebabkan adanya tuntutan untuk memperhatikan masyarakat yang juga
menanggung beban dampak negatif perusahaan (Kartadjumena Eriana, Hadi Dudi
Abdul, Budiana Novan : 2011 dalam Arifian 2011). Tetapi hal tesebut mungkin
terjadi pada perusahaan yang kegiatan operasional utamanya terkait dengan
lingkungan.
Sedangkan untuk perbankan syariah sendiri mungkin lebih terkait dengan
pandangan yang dikeluarkan oleh Belkaoui dan Karpik (1989), dalam Sembiring
20
(2005) yaitu pengungkapan tanggung jawab sosial paling baik diekspresikan dengan
pandangan bahwa tanggapan sosial yang diminta dari manajemen sama dengan
kemampuan yang diminta untuk membuat suatu perusahaan memperoleh laba.
Manajemen yang sadar dan memperhatikan masalah sosial juga akan memajukan
kemampuan yang diperlukan untuk menggerakkan kinerja keuangan entitas bisnis.
Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi akan memberikan
keluwesan kepada manajemen untuk melaksanakan dan mengungkapkan CSR.
Perusahaan dengan tingkat profitabilitas rendah akan sangat mempertimbangkan
pelaksanaan dan pengungkapan CSR, karena khawatir akan mengganggu operasional
perusahaan. Senada dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Fernandez
dan Souto (2009); dan Karaibrahimoglu (2010) dalam Giannarakis dan Theotokas
(2011) menunjukkan bahwa proyek-proyek CSR perusahaan menurun karena krisis
keuangan. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka
semakin besar pengungkapan informasi sosial (Kartadjumena Eriana, Hadi Dudi
Abdul, Budiana Novan : 2011).
Sehingga hipotesis yang diajukan adalah :
H2 : Profitabilitas Berpengaruh Signifikan Terhadap Pengungkapan Tanggung
Mutrovina (2009) Untuk menganalisis pengaruh dari karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial
Ukuran perusahaan (size), profitabilitas, profile, ukuran dewan komisaris, dan leverage
Profitabilitas dan profile tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, sedangkan variabel yang berpengaruh signfikan adalah ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris dan leverage
Pratiwi (2009) Untuk mengetahui ukuran perusahaan, Ukuran
23
pengaruh ukuran perusahaan, tipe industry, profitabilitas, ukuran dewan komisaris dan leverage terhadap pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial perusahaan.
tipe industry, profitabilitas, ukuran dewan komisaris dan leverage
perusahaan, tipe industri, profitabilitas, ukuran dewan komisaris, dan leverage secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan informasi pertanggungjawab sosial perusahaan.
Muhammad (2010) Untuk mengetahui persepsi user dan preparer laporan keuangan terhadap praktik pelaporan sosial perbankan Islam di Malaysia
persepsi user, persepsi preparer, dan pelaporan sosial dalam perspektif Islam.
Para stakeholder perbankan Islam di Malaysia memiliki pandangan positif terhadap praktik pelaporan sosial dalam perspektif Islam.
24
BAB.III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab tiga ini peneliti akan melakukan pembahasan mengenai
metodologi penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini. Metodologi penelitian ini
meliputi pembahasan mengenai populasi dan sampel yang akan digunakan serta
membahas mengenai cara dalam melakukan pengambilan sampel. Selain itu dalam
bab ini juga membahas mengenai data panelitian yang diperoleh. Setelah itu
dilakukan pembahasan mengenai model penelitian yang digunakan, identifikasi
variabel yang digunakan, hipotesis operasional yang akan dilakukan serta pada bab
ini juga akan menjelaskan mengenai metode analisa data yang akan digunakan.
3.1 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh perbankan syariah yang tercatat pada
daftar Bank Indonesia. Sedangkan pemilihan sampel yang dilakukan dengan
menggunakan metode purposive sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel
yang representatif sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Perbankan Syariah (diwakili oleh Bank Umum Syariah) yang telah melaporkan
laporan keuangannya pada tahun 2010. Alasan pemilihan tahun 2010 adalah
bahwa pada tahun tersebut telah berlaku Undang-Undang No. 11/33/PBI/200
25
tanggal 7 Desember 2009 dan Surat Edaran (SE) BI No.12/13/DPbS tanggal 30
April 2010 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah terutama Pasal 62 dan Pasal 63 mengenai
kewajiban Bank untuk menyampaikan laporan pelaksanaan GCG kepada BI dan
stakeholder lainnya. Kemudian, sembilan (9) bank yang menjadi sampel,
kesemuanya melaporkan laporan pada tahun 2010. Selain itu, untuk melihat
dinamika perubahan dan dampak yang secara sederhana tidak bisa dilihat pada
data cross-section murni maka digunakan juga sampel khusus pada Bank
Muamalat dan Bank Syariah Mandiri yang akan dimasukkan ke dalam data panel,
yang berjangka waktu antara tahun 2003 sampai dengan 2010.
b. Bank Syariah tersebut mengungkapkan laporan CSR (atau setidak-tidaknya
mengungkapkan informasi CSR) dalam laporan tahunan yang dapat diakses
melalui website Bank Syariah yang bersangkutan. Artinya, informasi yang
terdapat dalam laporan tahunan tersebut adalah accestable.
c. Bank syariah yang memiliki data yang lengkap terkait dengan variabel-variabel
yang digunakan dalam penelitian.
26
Tabel 3.1Proses Pengambilan Sampel
Kriteria Sampel Jumlah Bank
Syariah
Jumlah Bank Syariah (BUS dan UUS) yang terdaftar pada Bank
Indonesia tahun 2007-2010
34
Jumlah bank syariah yang termasuk Bank Umum Syariah 11
Jumlah Sampel yang digunakan dalam penelitian (Bank Umum syariah
yang melaporkan laporan keuangan dan laporan GCG/Manajemen)
9
3.2 Data dan Sumber Data
Dalam penelitian ini data yang akan digunakan adalah data sekunder. Dimana,
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan tahunan dan
laporan GCG bank syariah yang dipublikasikan untuk periode 2003 sampai dengan
2010. Data laporan tahunan ini digunakan untuk memperoleh data mengenai
pengungkapan tanggung jawab sosial bank syariah.
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.3.1 Variabel Dependen; Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan pengungkapan informasi
terkait dengan aktivitas tanggung jawab sosial suatu entitas bisnis. Pengungkapan
tanggung jawab sosial diukur dengan proksi CSRDI (corporate social responsibility
27
disclosure index) berdasarkan indikator yang diintisarikan dari aspek-aspek
pengungkapan Exposure Draft on Governance Standard of Islamic Financial
Institution No.7. Indikator GSIFI No.7 dapat diklasifikasi menjadi sepuluh fokus
pengungkapan, yaitu tanggung jawab dewan pengawas syariah (DPS), informasi
produk, manajemen zakat, penyaluran sumber dan penggunaan dana qardh, kegiatan
amal dan sosial, transaksi non halal, sumber daya insani, masyarakat atau komunitas,
aspek lain yang melibatkan masyarakat, keterlambatan pembayaran dan/klien
bangkrut. Pengukuran CSRDI mengacu pada penelitian Haniffa dkk (2005) dalam
Sayekti dan Wondabio (2007), yang menggunakan content analysis dalam mengukur
variety dari CSRDI. Pendekatan ini pada dasarnya menggunakan pendekatan
dikotomi yaitu setiap item CSR dalam instrument penelitian diberi nilai 1 jika
diungkapkan, dan nilai 0 jika tidak diungkapkan. Selanjutnya, skor dari setiap item
dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan skor untuk setiap perusahaan. Rumus
perhitungan CSRDI adalah sebagai berikut:
CSRDIj =Σ X ij
30 (1)
Keterangan:
CSRDIj : Corporate Social Responsibility Disclosure Index Bank Syariah j,
Xij : dummy variable: 1 = jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak
diungkapkan.
28
Dengan demikian, 0 ≤ CSRDIj ≤ 1.
3.3.2 Variabel Independen
• Corporate governance
Kepemilikan institusional diukur dengan proksi jumlah kepemilikan saham
oleh investor institusi terhadap total jumlah saham yang beredar. Sedangkan
komposisi dewan komisaris diukur dengan proksi jumlah keanggotaan yang berasal
dari luar perusahaan (outside directors) atau komisaris independen terhadap
keseluruhan jumlah anggota dewan komisaris.
• Profitabilitas
Profitabilitas dalam penelitian ini akan menggunakan proksi return on equity
(ROE) seperti Hakston dan Milne (1996) dan return on asset (ROA) yang digunakan
oleh Mutrovina (2009). ROE dan ROA dipilih karena merupakan alat yang dapat
menggambarkan kemampuan profitabilitas perusahaan. ROE dan ROA dapat dicari
dengan persamaan sebagai berikut;
Return on equity (ROE) = Net Income
S h are h olde r ' s Equity
Return on asset (ROA) = Laba Bersih Setelah Pajak
Total aset
29
3.4 Metode Analisa data
Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dalam dua
model regresi, yaitu model regresi linier berganda dan model regresi data panel.
3.4.1 Metode Regresi Linier Berganda
Untuk data cross-section (data bank syariah pada tahun 2010) yang diuji
dengan model regresi linier berganda akan dijelaskan sebagai berikut :
3.4.1.1 Analisa Uji Klasik, yang meliputi :
Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah adanya hubungan spesifik (mendekati
sempurna) antar variabel independen, sehingga model regresi yang diperoleh
tidak valid untuk memprediksi nilai variabel independen. Diagnosis untuk
mengetahui adanya multikolinearitas adalah menentukan nilai Variance
Inflaction Factor (VIF). Indikator adanya multikolinearitas adalah apabila
nilai VIF mendekati 8-10 (Hair, Jr. et.al,. 1995 dalam Mutrovina 2009).
Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah untuk menguji apakah pada model regeresi
terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari suatu pengamatan ke
pengamatan lain. Alat statistik yang digunakan untuk mendeteksi masalah ini
adalah dengan melihat pola titik-titik pada scatter plot, apabila titik menyebar
30
secara acak dan tidak membentuk pola, maka dapat disimpulkan tidak terjadi
heteroskedastisitas ataupun sebaliknya. (Mutrovina, 2009)
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan menguji apakah dalam metode regresi, variabel
terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak
(Ghozali, 2009). Model regresi yang baik adalah data yang berdistribusi normal
atau mendekati normal. Dalam penelitian ini untuk mendeteksi apakah data
berdistribusi normal atau tidak mengunakan dua cara yaitu melalui analisis grafik
dan analisis statistik.
Uji Autokorelasi
Digunakan uji statistik dari Durbin Watson untuk mendeteksi apakah ada
serial korelasi (Autokorelasi) atau tidak dalam data time series yang digunakan.
Serial korelasi adalah problem dimana dalam sekumpulan observasi untuk
variabel tertentu antara observasi yang satu dengan yang lain ada hubungan atau
korelasi. Langkah awal pendeteksian ini adalah mencari nilai d dari analisis
regresi dan selanjutnya mencari nilai d1 dan du pada tabel dengan kriteria (Imam
Ghozali, 2009). Pengambilan Keputusan ada tidaknya autokorelasi:
a. Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4-du),
maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi.
b. Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound (dl), maka
koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi
positif.
31
c. Bila nilai DW lebih besar daripada (4-dl), maka koefisien korelasi
autokerelasi lebih kecil dari pada nol, berarti ada autokorelasi negatif. Bila
nilai DW terletak diantara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau DW
terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.
3.4.1.2 Pengujian Hipotesis
Metode Regresi Linear Berganda
Metode regresi linear berganda, yaitu metode yang digunakan untuk
menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel
dependen dengan skala pengukur atau rasio dalam suatu persamaan linier
(Indriantoro dan Supomo, 2002). Variabel independen dalam penelitian ini
adalah ROA,ROE, kepemilikan institusional dan komposisi dewan komisaris.
Sedangkan variabel dependennya adalah indeks pengungkapan tanggung
jawab sosial perbankan syariah.
Model regresi berganda yang digunakan sebagai berikut :
Probability 0.702926 0.113063 0.005263 0.903352 0.195873
Observations 9 9 9 9 9
Berdasarkan uji statistik JB, nilai statistiknya 3,2605 dengan probabilitas cukup kecil
yaitu 0,1958 atau 19,58%. Nilai statistik JB cenderung besar dan tidak signifikan terhadap
nilai probabilitasnya, maka disimpulkan bahwa model regresi ini berdistribusi normal.
4.2.2.2 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah di dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Multikolinearitas
dapat dilihat dengan membandingkan nilai tolerance dan variance inflation factor
(VIF). Multikolinearitas terjadi jika nilai Tolerance < 0,10 atau nilai VIF > 10.
Tabel 4.3Hasil Uji Multikolinearitas
45
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 ROA .455 2.200
ROE .190 5.276
KI .431 2.321
KDK .298 3.359
a. Dependent Variable: CSR
Sumber : data yang telah diolah Keterangan: CSRI : Corporate Social Responsibility Indeks ROA : Return on Asset ROE : Return On EquityKI : Kepemilikan InstitusionalKDK : Komposisi Dewan Komisaris
Hasil perhitungan GS, FS, GR, TYPE, LSIZE dan ROA pada tabel 4.6
menunjukkan nilai tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa variabel independen yang digunakan dalam model regresi
penelitian ini adalah terbebas dari multikolinearitas atau dapat dipercaya dan
obyektif.
4.2.2.3 Uji Autokorelasi
46
Uji autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi linear
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan
ada problem autokorelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari
autokorelasi. Regresi yang bebas dari autokorelasi dengan menggunakan Durbin-
Watson test jika memenuhi syarat du < d < 4 – du.
Tabel 4.4Hasil Uji Autokorelasi-Durbin-Watson Test
Model Summaryb
Model R R SquareAdjusted R
SquareStd. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .915a .837 .674 .44704 2.527
a. Predictors: (Constant), KDK, ROA, KI, ROE
b. Dependent Variable: CSR
Nilai DW (d) sebesar 2,527 dibandingkan dengan nilai tabel Durbin-Watson
dengan nilai signifikasi 5%, jumlah sampel 9 (n) dan jumlah variabel independen 4
(k=4), maka di tabel Durbin-Watson akan didapat nilai batas bawah (dl) sebesar
0,296 dan nilai batas atas (du) sebesar 2,588. Hasil perbandingan menunjukkan nilai
DW 2,527 lebih besar dari 1,412 (4-du) dan lebih kecil dari 3,707 (4-dl) sehingga
memenuhi syarat 4 – du ≤ d ≤ 4 – dl. Hal ini dapat disimpulkan tidak ada masalah
autokorelasi.
4.2.2.4 Uji Heteroskedastisitas
47
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka
disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi
yang baik adalah yang homoskedastisitas atau yang tidak terjadi heteroskedastisitas.
Penelitian ini menggunakan cara dengan pengujian statistik yang dapat digunakan
untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas, pengujian yang dilakukan adalah
dengan menggunakan Breusch-Pagan. Selain itu juga digunakan sketergram untuk
melihat pola yang terbentuk antara residual kuadrat dengan setiap variabel
independen atau dengan nilai prediksi variabel dependen atau dengan variabel waktu.
Jika sketegram tidak mempunyai pola tertentu atau acak maka diduga tidak ada
heteroskedastisitas, begitu pula sebaliknya.
Tabel 4.5Uji Breusch-Pagan
Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey
F-statistic 1.891397 Prob. F(4,4) 0.2761
Obs*R-squared 5.887318 Prob. Chi-Square(4) 0.2077
Scaled explained SS 0.810193 Prob. Chi-Square(4) 0.9371
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 01/03/12 Time: 11:49
Sample: 1 9
48
Included observations: 9
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.161268 0.915634 0.176127 0.8688
ROA 0.181688 0.094469 1.923248 0.1268
ROE -0.015179 0.008831 -1.718798 0.1608
KI -0.002541 0.010643 -0.238743 0.8230
KDK 0.001536 0.003023 0.508261 0.6380
R-squared 0.654146 Mean dependent var 0.088818
Adjusted R-squared 0.308293 S.D. dependent var 0.111202
S.E. of regression 0.092485 Akaike info criterion -1.623354
Sum squared resid 0.034214 Schwarz criterion -1.513785